• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu (Studi Kasus Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu (Studi Kasus Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah)."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PULAU SEMUJUR KABUPATEN BANGKA TENGAH)

IMAM SOEHADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu (Studi Kasus Perairan

Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah) adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Imam Soehadi

(3)

IMAM SOEHADI. Evaluasi Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu (Studi Kasus Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah). Dibimbing oleh SULISTIONO dan BAMBANG WIDIGDO.

Ikan kerapu (famili serranidae) merupakan salah satu jenis ikan karang yang bernilai ekonomis di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kegiatan budidaya ikan kerapu dengan Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Pulau Semujur, Kabupaten Bangka Tengah menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan volume produksi yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan untuk budidaya ikan kerapu; (2) mengetahui kondisi perairan, terutama konsentrasi logam berat dalam air dan ikan kerapu yang hidup di perairan Pulau Semujur; dan (3) menghitung kelayakan usaha terhadap kegiatan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan melalui analisis spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) terhadap parameter fisika kimia perairan. Analisis daya dukung lingkungan dilakukan untuk mengestimasi jumlah unit budidaya yang dapat didukung pada lahan yang berpotensi. Analisis logam berat dilakukan untuk mengukur konsentrasi logam Pb, Cd, Cu dan Zn yang terkandung di dalam air dan daging ikan kerapu. Kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA dihitung dengan analisis pendapatan usaha dan analisis kelayakan finansial terhadap R/C Ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periods (PP).

Hasil analisis spasial menunjukkan luas kawasan yang sangat sesuai untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA di perairan Pulau Semujur mencapai 43,236 Ha yang mampu menampung hingga 138 unit KJA. Hasil evaluasi juga menunjukkan bahwa lokasi KJA yang terletak di perairan barat daya Pulau Semujur termasuk ke dalam kelas cukup sesuai.

Aktivitas penambangan timah di pesisir Pulau Bangka diduga berdampak terhadap penurunan kualitas air dan berpengaruh terhadap kualitas ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat di perairan Pulau Semujur telah melebihi baku mutu yang ditentukan, yakni Cu (0,071±0,014 mg/l), Pb (0,528±0,106 mg/l), Cd (0,096±0,041 mg/l) dan Zn (2,810±6,440 mg/l. Kondisi tersebut menyebabkan konsentrasi logam berat pada daging ikan kerapu, yakni Pb (1,167±0,629 mg/kg) dan Cd (0,450±0,692 mg/kg) berada diatas batas maksimum cemaran, sedangkan logam Cu (1,933±2,343 mg/kg) dan Zn (5,667±2,005) masih berada dibawah batas maksimum.

Hasil analisis kelayakan usaha pada kegiatan budidaya ikan kerapu sistem KJA menunjukkan nilai R/C ratio 1,15; NPV Rp. 38.684.539, 00; IRR 20,54%; Net B/C 1,19 dan PP 3,56 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA di perairan Pulau Semujur layak dijalankan.

(4)

IMAM SOEHADI. Evaluation of Coastal Area Suitability for Groupers Mariculture (Case Study in Semujur Island, Bangka Tengah Regency). Supervised by SULISTIONO and BAMBANG WIDIGDO.

Groupers (family serranidae) were known as a high economically reef fish in Bangka Belitung Islands. Grouper mariculture activity using the floating cage culture in Semujur Island shows stagnant growth and low production in recent years. The purpose of this study were (1) to evaluate the suitability and environmental carrying capacity for grouper mariculture; (2) to identify the water condition, especially the concentration of heavy metals in water and groupers that live in Semujur Island; and (3) to calculate the economic analysis of grouper mariculture using floating cage system.

Spatial analysis for suitability assessment using the application of Geographic Information Systems (GIS) based on the characteristics of marine environment. Carrying capacity analysis used to estimate the number of cage units that can be supported in potential areas. The purpose of heavy metals analysis were to measure the concentrations of Pb, Cd, Cu and Zn in the water and grouper. Economic analysis on the grouper mariculture calculated by revenue and financial analysis of the R/C Ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) and Payback Periods (PP).

The results of the spatial analysis showed the potential sea water for fish cage culture that can be classified very suitable (S1) were about 43,236 Ha. The carrying capacity of Semujur Island waters using the floating cage system were 138 units. The evaluation results also showed the location of floating cage net is located in the southwestern of Semujur Island can be classified suitable (S2).

Tin mining activity in the coastal of Bangka Island affected the water and fish condition. The results showed the concentrations of heavy metals exceeded the quality standards, namely Cu (0,071±0,014 mg/l), Pb (0,528±0,106 mg/l), Cd (0,096±0,041 mg/l) dan Zn (2,810±6,440 mg/l. These conditions caused the concentrations of heavy metal in fish grouper, namely Pb (1,167 ± 0,629 mg/kg) and Cd (0,450±0,692 mg/kg) were above the maximum limit of contamination, while the concentrations of Cu (1,933±2,343 mg/kg) and Zn (5,667±2,005 mg/kg) were still below from the maximum contaminant limit.

The results of the economic analysis showed R/C ratio 1,15; NPV Rp. 38.684.539, 00; IRR 20,54%; Net B / C 1,19 and PP 3,56 years. The results of this analysis indicated that the grouper mariculture business using floating cage net system in Semujur Island can be categorized as feasible.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

PULAU SEMUJUR KABUPATEN BANGKA TENGAH)

IMAM SOEHADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWTatas karunia yang telah diberikan sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Penyusunan tesis ini adalah bagian dari tugas akhir yang ditempuh penulis dalam menyelesaikan pendidikan program pascasarjana di Program Studi Magister Sains Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis sejak bulan Februari sampai Mei 2014 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu (Studi Kasus Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah) ini sangat relevan dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, khususnya bagi pengembangan marikultur yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Kabupaten Bangka Tengah.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Bupati Bangka Tengah yang telah memberikan kesempatan beasiswa kepada penulis dalam melaksanakan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana (SPs) Institut Pertanian Bogor. Begitu pula ucapan terima kasih kepada PT Timah (Persero) Tbk, khususnya direksi beserta jajaran yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian tersebut melalui program Corporate Social Responsibilty (CSR) dalam wujud bantuan dana penelitian dan fasilitasi laboratorium analisa logam berat.

Semoga tesis ini memberikan kontribusi ilmiah bagi pembangunan kelautan dan perikanan di Negeri Selawang Segantang, Kabupaten Bangka Tengah.

Bogor, Oktober 2014

(10)

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Kerangka Pendekatan Studi 5

2 METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Pengambilan Sampel 6

Parameter Penelitian 8

Analisis Data 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Kondisi Oseanografi Perairan Pulau Semujur 21 Kesesuaian Kondisi Perairan pada Stasiun Pengamatan 27 Kesesuaian Kawasan untuk Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA 29

Daya Dukung Kawasan 31

Konsentrasi Logam Berat dalam Air 33

Konsentrasi Logam Berat pada Ikan Kerapu dan Kima 38 Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA 43

4 SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 53

(11)

2 Parameter, Metode dan Peralatan Pengukuran Kualitas Air 8

3 Parameter dan Metode Uji Logam Berat 10

4 Jumlah dan Komposisi Responden 11

5 Parameter Lingkungan dengan Bobot dan Skor 13

6 Pemberian Bobot dan Skor pada Parameter Lingkungan 13 7 Klasifikasi Kelas Kesesuaian Berdasarkan Interval 14

8 Kelas Kesesuaian Parameter Lingkungan 14

9 Nilai Baku Mutu Logam Berat untuk Biota Laut 17

10 Nilai Batas Maksimum Cemaran Logam Berat pada Ikan

dan Kima 17

11 Gambaran Produksi Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA (11 Kotak) 18 12 Nilai Rerata Kedalaman dan Kecerahan Perairan Pulau Semujur

Bulan Februari Sampai April Tahun 2014 21

13 Kondisi Keterlindungan dan Substrat di Perairan Pulau Semujur 23 14 Nilai Rerata Kecepatan Arus, Suhu dan Salinitas di Perairan Pulau

Semujur Bulan Februari Sampai April Tahun 2014 24 15 Nilai Rerata pH dan Oksigen Terlarut (DO) di Perairan Pulau

Semujur Bulan Februari Sampai April Tahun 2014 25 16 Nilai Indeks dan Kelas Kesesuaian pada Stasiun Pengamatan di

Perairan Pulau Semujur 27

17 Luas Kelas Kesesuaian untuk Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem

KJA di Perairan Pulau Semujur 29

18 Daya Dukung Lingkungan untuk Kegiatan Budidaya Ikan

Kerapu dengan Sistem KJA di Perairan Pulau Semujur 32 19 Kandungan dan Rerata Nilai Konsentrasi Logam Berat di Perairan

Pulau Semujur Bulan Februari Sampai April Tahun 2014 33 20 Perbandingan Konsentrasi Logam Berat di Perairan Desa

Batu Belubang, Tanjung Gunung dan Pulau Semujur 37 21 Konsentrasi Logam Berat Ikan Kerapu Bulan Februari Sampai April

Tahun 2014 di Perairan Pulau Semujur 39

22 Rerata Konsentrasi Logam Berat Ikan Kerapu 40

23 Konsentrasi Logam Berat Kima (Tridacna sp) di Perairan Pulau

Semujur 40

24 Rerata Konsentrasi Logam Berat pada Daging Kima (Tridacna sp) 41 25 Perbandingan Konsentrasi Logam Berat pada Daging Ikan Kerapu

dan Kima 42

26 Ringkasan Produksi Ikan Kerapu pada KJA 11 Kotak 45 27 Ringkasan Proyeksi Rugi Laba Per Tahun Budidaya Ikan Kerapu

Sistem KJA 11 Kotak 45

28 Nilai NPV, IRR, Payback Period dan Net B/C pada Budidaya Ikan

(12)

2 Peta Stasiun Penelitian Pulau Semujur 6

3 Peta Lokasi Penelitian 7

4 Penggunaan Daya Lapangan dalam Diagram Alir Penyusunan Tingkat Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Ikan Kerapu di KJA 12

5 Rancang Bangun Enam Unit KJA 15

6 Rancang Bangun KJA Untuk Satu Kelompok Pembudidaya Ikan 16 7 Kondisi Kecerahan dan Kedalaman di Perairan Pulau Semujur 22 8 Pola Pasang Surut di Perairan Pulau Semujur pada Bulan

Februari sampai Buolan April 2014 26

9 Peta Kesesuaian Gabungan untuk Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA 30 10 Rerata Konsentrasi Logam Berat per Stasiun di Perairan Pulau

Semujur 34

11 Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd di Perairan Pulau Semujur 35 12 Konsentrasi Cu dan Zn di Perairan Pulau Semujur 36 13 Perbandingan Konsentrasi Logam Berat Terlarut di Desa Batu

Belubang, Tanjung Gunung dan Pulau Semujur 38

14 Perbandingan Konsentrasi Logam Berat dalam Daging Ikan Kerapu

dan Kima 42

15 Tata Niaga Produksi dan Pemasaran Kerapu di Pulau Semujur 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi dan Koordinat Stasiun Pengamatan 53

2 Kuesioner Pengelolaan Usaha Budidaya Ikan Kerapu 54 3 Kuesioner Kebijakan Pemanfaatan Ruang Daya Dukung Kawasan 58 4 Contoh Matriks Penilaian Kesesuaian untuk Lokasi Budidaya Ikan

Kerapu Sistem KJA pada Stasiun Penelitian 61

5 Indeks dan Kelas Kesesuaian pada Stasiun Pengamatan 64 6 Peta Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu di KJA per Bulan 65

7 Daya Dukung Kawasan 66

8 Contoh Laporan Hasil Analisis Logam Berat pada Air Laut 67 9 Contoh Laporan Hasil Analisis Logam Berat pada Biota Laut 68

10 Perhitungan KJA di Pulau Semujur (11 Kotak) 69

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk sektor perikanan masih didominasi oleh perikanan tangkap dan sebagian kecil kegiatan budidaya laut (marikultur). Volume produksi perikanan tangkap di Kepulauan Bangka Belitung pada Tahun 2011 menunjukkan produksi sebesar 192.474 ton, sedangkan volume produksi budidaya laut sebesar 4.628 ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa volume produksi yang dihasilkan dari aktivitas perikanan budidaya laut tergolong kecil bila dibandingkan volume produksi usaha perikanan tangkap. Volume produksi budidaya laut yang kecil tersebut dipengaruhi oleh tingkat pemanfaatan lahan perairan yang relatif rendah. Berdasarkan data kelautan dan perikanan dalam angka Tahun 2011, dinyatakan bahwa luas areal budidaya laut yang termanfaatkan di Kepulauan Bangka Belitung baru mencapai 98,20 hektar atau 0,01% dari potensi luas lahan yang tersedia sebesar 795.031 hektar (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan perairan pesisir dan kawasan laut di Kepulauan Bangka Belitung masih rendah dan perlu ditingkatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan tingkat pemanfaatan lahan potensial di kawasan tersebut adalah kebijakan ekstensifikasi lahan dengan cara mengelola sejumlah kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil untuk pengembangan kegiatan budidaya laut.

Kegiatan budidaya laut di Kepulauan Bangka Belitung dilakukan dengan mengoptimalkan sejumlah kawasan pulau-pulau kecil untuk pengembangan budidaya ikan bernilai ekonomis. Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah, Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan dan Pulau Rengit Kabupaten Belitung merupakan kawasan pulau-pulau kecil di Kepulauan Bangka Belitung yang telah dikelola untuk kegiatan budidaya laut dengan kerapu sebagai komoditas utama. Pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut turut memberikan kontribusi produksi kerapu di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 110,45 ton pada Tahun 2012 (DKP Kepulauan Bangka Belitung 2013).

Salah satu pulau kecil di Kepulauan Bangka Belitung yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan kerapu adalah Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah. Pulau yang terletak di pesisir timur Pulau Bangka tersebut, diketahui memiliki potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi Keramba Jaring Apung (KJA) untuk pembesaran ikan kerapu. DKP Kepulauan Bangka Belitung (2013) menyatakan perairan Pulau Semujur merupakan salah satu lokasi KJA budidaya laut di Kabupaten Bangka Tengah yang menghasilkan ikan kerapu dengan volume produksi sebesar 1,20 ton pada Tahun 2012.

(14)

lokal maupun nelayan pesisir yang datang dan mencari nafkah di pulau tersebut. Rendahnya intensitas aktivitas dan hasil produksi budidaya di pulau tersebut perlu ditingkatkan seiring dengan adanya upaya pengembangan budidaya ikan kerapu di perairan pulau tersebut melalui kebijakan ekstensifikasi perluasan lahan dan peningkatan kapasitas penyerapan tenaga kerja.

Ditengah-tengah euforia masyarakat Kepulauan Bangka Belitung terhadap penambangan timah, maka kehadiran usaha budidaya ikan kerapu di Pulau Semujur ini dipandang sebagai sumber ekonomi alternatif pasca timah yang dapat diandalkan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Bagi Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah sendiri, usaha budidaya pembesaran kerapu ini juga dapat dimaknai sebagai salah satu kontribusi terhadap pemenuhan target produksi perikanan yang selama ini didominasi sektor perikanan tangkap.

Keberhasilan pengembangan kegiatan budidaya ikan kerapu sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Diantaranya adalah pemilihan lokasi yang sesuai, teknologi perbenihan dan pembesaran, tersedianya sarana produksi yang memadai, pangsa pasar yang luas yang didukung dengan harga jual yang relatif tinggi serta adanya kebijakan pemerintah yang berpihak dan menjadikan perikanan budidaya (akuakultur) sebagai arus utama pembangunan perikanan. Namun demikian, keberadaan dan keberlanjutan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat tergantung pada dinamika kualitas lingkungan dan daya dukung akibat adanya interaksi antar pengguna yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan.

Dinamika sosial ekonomi akibat eksploitasi penambangan timah di lepas pantai telah memicu terjadinya kerentanan lingkungan pesisir di Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai contoh, aktivitas tambang rakyat yang terdapat di Desa Batu Belubang, Kabupaten Bangka Tengah. Desa ini berbatasan langsung dengan perairan Pulau Semujur dan Pulau Panjang. Marfirani dan Adiatma (2012) menyatakan sebagian masyarakat Desa Batu Belubang telah beralih profesi dari nelayan ikan menjadi nelayan yang mengoperasikan kegiatan penambangan di pesisir pantai desa tersebut. Eksploitasi timah yang telah berlangsung sejak awal tahun 2000 tersebut, diduga menyebabkan sedimentasi, kerusakan karang dan penurunan kualitas air di perairan Pulau Semujur yang menjadi wilayah operasi penangkapan nelayan Desa Batu Belubang. Wahyuni et al. (2013) menyatakan kandungan logam berat timbal (Pb) di perairan pantai Desa Batu Belubang berada pada kisaran nilai <0,0001 sampai 0,09260 mg/l. Nilai konsentrasi logam berat tersebut dipandang telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang dipersyaratkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yakni 0,008 mg/l. Begitupula dengan TSS (Total Suspended Solid) yang diukur di perairan Desa Batu Belubang, diketahui berada pada kisaran nilai 622 sampai 722 mg/l. Kisaran nilai tersebut dipandang telah melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk kelangsungan kehidupan biota laut. Alabaster dan Lloyd (1982)

dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa nilai TSS >400 mg/liter tidak baik bagi kepentingan perikanan.

(15)

penambangan timah di lepas pantai Pulau Bangka. Adibrata (2012) menyatakan menyatakan konsentrasi logam berat Pb hasil pengukuran Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada sampel ikan kerapu yang berasal dari perairan Pulau Pongok, Kabupaten Bangka Selatan sebesar 6,5 mg/l. Keberadaan logam berat Pb pada biota tersebut mengindikasikan sangat rentannya pulau-pulau kecil terhadap resiko pencemaran logam berat, terutama kondisi habitat dan keanekaragaman hayati perairan seperti ikan. Oleh karena itu, beberapa pulau-pulau kecil yang sedang dikembangkan sebagai zona perikanan berkelanjutan di Kabupaten Bangka Tengah, perlu dikaji status pengelolaan kawasan budidayanya, termasuk Pulau Semujur yang sedang dikembangkan untuk budidaya ikan kerapu di KJA. Kajian tersebut sangat penting dan relevan mengingat Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah No. 48 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2011-2031 telah menetapkan perairan Pulau Semujur sebagai salah satu Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD).

Rumusan Masalah

Pulau Semujur merupakan representasi pulau-pulau kecil di pesisir timur Kabupaten Bangka Tengah yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. Kendatipun kegiatan usaha budidaya kerapu di Pulau Semujur telah dimulai sejak tahun 2003, ternyata informasi tentang kesesuaian lahan dan kelayakan usaha pada kegiatan tersebut sangat terbatas dan belum banyak dipublikasi. Penelitian yang dilaksanakan Affan (2012) hanya mengkaji seleksi lokasi KJA berdasarkan karakteristik lingkungan dan kualitas air, tetapi belum mengkaji lebih mendalam tentang kondisi ikan kerapu dan biota laut lainnya yang menjadi komoditas ekonomis di perairan pulau tersebut. Disisi lain, telah terjadi permasalahan lingkungan berupa maraknya penambangan timah di pesisir dan lepas pantai Pulau Bangka yang dikhawatirkan berimbas terhadap pencemaran di sekitar perairan pulau tersebut, terutama kandungan dan akumulasi logam berat. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi kelayakan lahan dan berdampak negatif terhadap kualitas dan keamanan produk ikan kerapu yang dihasilkan dari pulau tersebut. Oleh karena itu, kajian evaluasi kesesuaian lahan sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi dasar tentang status terkini pengelolaan perikanan budidaya di pulau tersebut.

Untuk mendorong berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu sebagai salah satu unit usaha ekonomi produktif bagi pelaku usaha di Pulau Semujur maka kajian kelayakan usaha perlu dilakukan. Kajian ini sangat relevan dan urgen dilakukan untuk menghindari resiko kegagalan usaha seperti yang pernah dialami kelompok pembudidaya ikan yang melakukan usaha budidaya ikan kerapu di salah satu pulau lain di Kabupaten Bangka Tengah. Pengembangan budidaya laut di pulau-pulau kecil harus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan dan sumberdaya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan penting yang harus dikaji dalam penelitian ini yang didefinisikan sebagai berikut:

(16)

(2) Mengukur konsentrasi logam berat dalam perairan beserta dampaknya terhadap ikan kerapu yang hidup di perairan Pulau Semujur.

(3) Menghitung kelayakan ekonomis kegiatan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA di perairan Pulau Semujur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana pemanfaatan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah untuk kegiatan usaha budidaya ikan kerapu berdasarkan kesesuaian kawasan dan kelayakan usaha. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan kajian terhadap sasaran pokok sebagai berikut:

(1) Mengevaluasi kesesuaian dan daya dukung fisik kawasan guna menentukan luas lahan dan jumlah unit KJA yang dapat ditampung untuk kegiatan budidaya ikan kerapu di perairan Pulau Semujur.

(2) Mengetahui kondisi perairan, terutama kandungan logam berat dalam air dan ikan kerapu yang hidup di perairan Pulau Semujur.

(3) Menghitung secara ekonomis melalui analisis kelayakan usaha terhadap kegiatan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.

Ketiga tujuan penelitian tersebut diatas perlu dikaji dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan sehingga simpulan yang didapatkan dapat digunakan sebagai rekomendasi pengelolaan yang dapat diterapkan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi kepada pihak pemerintah daerah dalam menyusun regulasi dan kebijakan pemerintah untuk mendukung pengelolaan perairan Pulau Semujur sebagai kawasan perikanan berkelanjutan di Kabupaten Bangka Tengah. Bagi pelaku bisnis maupun calon investor, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam penyusunan rencana bisnis untuk menjalankan bisnis perikanan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

Kerangka Pendekatan Studi

Kajian evaluasi budidaya ikan kerapu di Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah didasarkan pada identifikasi karakteristik kawasan dan isu masalah yang berkembang di masyarakat. Suatu wilayah perairan dapat dikatakan tepat untuk kegiatan budidaya ikan kerapu apabila kondisi lingkungan perairan sesuai dengan kriteria-kriteria teknis dan ekologis yang baku sehingga terciptalah suatu kondisi lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan ikan tersebut.

Kebijakan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil harus didasarkan pada analisis kesesuaian lahan yang diintegrasikan dengan karakteristik biofisik, sosial dan ekonomi masyarakat (Gambar 1). Analisis keruangan terhadap aspek biogeofisik dilakukan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan dengan teknik tumpang susun peta-peta tematik. Analisis ekologi difokuskan kondisi perairan melalui analisis logam berat terhadap kualitas air dan biota laut. Analisis sosial ekonomi dilakukan dengan menentukan kelayakan finansial pada usaha tersebut. Diharapkan, berbagai hasil analisis tersebut bermanfaat dalam memberikan rekomendasi tentang pengelolaan budidaya ikan kerapu sebagai penggerak utama pembangunan perikanan budidaya laut di Kabupaten Bangka Tengah.

Gambar 1. Kerangka pendekatan studi Karakteristik kawasan dan isu masalah untuk

budidaya ikan kerapu sistem KJA

(18)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara periodik selama 3 (tiga) bulan yang dimulai sejak Februari hingga April 2014. Lokasi penelitian berada di perairan Pulau Semujur dan beberapa desa pesisir di kawasan timur Pulau Bangka, tepatnya pesisir Desa Batu Belubang dan Desa Tanjung Gunung.

Secara administratif, Pulau Semujur termasuk ke dalam wilayah Desa Kebintik Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau tersebut berbatasan dengan Pulau Panjang di bagian barat, sebelah utara menghadap Laut Cina Selatan, sebelah timur menghadap Pulau Ketawai dan Gusung Asam serta sebelah selatan yang menghadap daratan Pulau Bangka. Pulau Semujur terletak di pesisir timur Pulau Bangka dan memiliki luas 14,22 hektar.

Pengambilan Sampel

Untuk mengkaji kesesuaian perairan bagi kegiatan KJA maka dilakukan analisa kualitas air di kawasan yang menjadi lokasi kajian. Contoh air diambil pada 14 stasiun yang dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok pertama berada di perairan Pulau Semujur dengan jumlah stasiun sebanyak 12 buah, dan kelompok kedua berada di Desa Batu Belubang dan Desa Tanjung Gunung. Dua belas stasiun yang berada di perairan Pulau Semujur tersebut merupakan lokasi kajian kesesuaian lahan yang terdiri atas tiga stasiun di lokasi KJA (stasiun 1, 2 dan 3), serta sembilan stasiun lainnya terletak di luar lokasi KJA yang tersebar mengelilingi pulau tersebut (Gambar 2). Pemilihan 12 lokasi stasiun tersebut disesuaikan dengan karakteristik kedalaman perairan seperti yang dipersyaratkan untuk usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA, yakni berkisar 7 sampai 15 meter (Lampiran 1).

(19)

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Pada penelitian ini, dilakukan pengambilan sampel air dan sampel biota laut untuk analisis logam berat. Pengambilan sampel air bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak penambangan timah terhadap konsentrasi logam berat yang terkandung di dalam air yang dapat mempengaruhi budidaya ikan kerapu. Lokasi pengambilan sampel air untuk analisis logam berat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama di perairan Pulau Semujur sebanyak enam stasiun meliputi stasiun 1, 2 dan 3 (lokasi KJA) serta tiga lokasi lainnya yakni stasiun 8, 9 dan 12 yang berada pada jarak terdekat dengan pulau tersebut sesuai dengan kedalaman yang dipersyaratkan untuk usaha budidaya ikan kerapu. Kelompok kedua lokasi pengambilan sampel air adalah dua pantai desa yang berlokasi di Desa Tanjung Gunung dan Desa Batu Belubang (Gambar 3). Pengambilan sampel air di kedua pantai desa tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran beban pencemaran yang dialami kedua desa tersebut sebagai akibat aktivitas penambangan timah. Jarak Pulau Semujur dengan Desa Batu Belubang dan Desa Tanjung Gunung sekitar 6,89 mil laut. Lokasi dan sebaran keempat belas stasiun tersebut disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Pembagian stasiun penelitian berdasarkan fokus kajian

Stasiun Lokasi Kajian

Kesesuaian Kawasan Logam Berat

1 Pulau Semujur  

2 Pulau Semujur  

3 Pulau Semujur  1

4 Pulau Semujur  -

5 Pulau Semujur  -

6 Pulau Semujur  -

7 Pulau Semujur  -

8 Pulau Semujur  

9 Pulau Semujur  

10 Pulau Semujur  -

11 Pulau Semujur  -

12 Pulau Semujur  

13 Ds. Batu Belubang - 

14 Ds. Tanjung Gunung - 

(20)

Biota laut yang diambil sebagai sampel adalah ikan kerapu dan kima dilakukan di perairan pulau tersebut. Sampel ikan kerapu diambil dari KJA di stasiun 3, sedangkan sampel kima berasal dari hasil tangkapan nelayan setempat. Penanganan sampel biota tersebut dilanjutkan dengan preparasi yang dilakukan di Laboratorium Dasar Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung di Kabupaten Bangka. Analisis logam berat di Laboratorium Kimia PT. Timah (Persero) Tbk di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung.

Parameter Penelitian

Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan secara periodik selama tiga bulan pengamatan melalui sampling dengan frekuensi satu kali per bulan. Pengambilan contoh tersebut dilakukan di setiap stasiun pengamatan yang telah ditentukan, termasuk lokasi KJA yang berada di stasiun 1 (KJA Kelompok Asun), stasiun 2 (KJA Kelompok Kerapu Babel 2) dan stasiun 3 (KJA Kelompok Kerapu Babel 1). Adapun parameter kualitas air yang diukur adalah fisika kimia perairan yang dilakukan, baik dengan metode insitu maupun analisis laboratorium (Tabel 2). Beberapa parameter yang diamati diukur sebanyak tiga kali ulangan seperti suhu, salinitas, kedalaman, pH dan DO.

Tabel 2. Parameter, metode dan peralatan pengukuran kualitas air

No. Parameter Metode Pengukuran

/ Pemeriksaan

(21)

Parameter kecerahan diukur secara insitu dengan menggunakan seichi disk. Derajat keasaman perairan diukur dengan bantuan pH meter, sedangkan kadar oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO meter. Substrat perairan diamati dengan menggunakan ekman grab yang diturunkan hingga ke dasar perairan. Keterlindungan ditentukan secara visual yakni dengan melihat posisi pulau, karang penghalang dan gusung yang berada di sekitar Pulau Semujur. Penentuan tunggang pasut diperoleh dari BOOST (Bangka Belitung Observation Ocean Science and Technology Centre) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kep. Bangka Belitung.

Pengukuran Logam Berat

Analisis logam berat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan dan konsentrasi logam berat pada sampel biota dan air laut yang diambil di lokasi stasiun pengamatan. Pengambilan sampel uji dilakukan di beberapa lokasi yang telah ditentukan, baik pantai Desa Batu Belubang dan Desa Tanjung Gunung maupun perairan Pulau Semujur (stasiun 1, 2, 3, 8, 9 dan 12). Adapun jenis sampel yang diambil sebagai berikut:

(a) Contoh biota laut

Adapun jenis biota laut yang dianalisa logam berat pada kajian ini adalah ikan kerapu sunu (Plectropomus sp) dan kima (Tridacna sp). Ikan kerapu sunu dipilih sebagai sampel untuk mewakili hewan air yang bersifat nekton, sedangkan kima dipilih untuk mewakili biota laut yang hidup sesil (tidak bermigrasi). Ikan merupakan salah satu biota air yang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan (Usman et al. 2013). Adapun kima merupakan jenis moluska yang memiliki kemampuan dalam menyerap dan mengakumulasikan logam berat dalam tubuhnya sehingga dapat dijadikan sebagai organisme biomonitoring dalam pencemaran di laut. Penggunaan hewan air jenis moluska sebagai obyek kajian sudah sering digunakan, termasuk kajian yang berkaitan dengan interaksi logam berat (Kesavan et al. 2013).

Sampel ikan kerapu sunu yang diambil merupakan ikan yang telah dipelihara di KJA (Stasiun 3) dengan umur pemeliharaan selama 2-3 bulan dengan kisaran ukuran 150 sampai 300 gram/ekor. Jumlah keseluruhan sampel ikan kerapu yang diambil selama penelitian berlangsung sebanyak tiga ekor dimana satu ekor ikan diambil setiap bulannya. Jaringan ikan yang diambil adalah bagian daging yang terletak pada bagian dorsal diatas garis lateral. Kandungan logam yang ada pada tubuh (daging) ikan dianalisis karena merupakan bagian penting yang dikonsumsi manusia (Usero et al. 2003) meskipun konsentrasi logam berat yang terkandung dalam daging lebih rendah. Adapun bagian lain seperti gonad, tulang dan kepala dan organ lainnya tidak dianalisis meskipun konsentrasi akumulasi logam berat lebih tinggi (Yulaipi et al. 2013). Sampel kima yang diuji berasal dari perairan Pulau Semujur yang ditangkap oleh nelayan setempat. Bagian tubuh kima yang dianalisa adalah daging yang berada di dalam cangkang. Sampel kima yang diambil tersebut memiliki berat basah dengan kisaran 125 sampai 250 gram/ekor.

(22)

(b) Air contoh

Pengambilan air contoh untuk analisa logam berat dilakukan bersama-sama saat pengukuran kualitas air. Air contoh diambil dengan menggunakan water sampler sebanyak 1.000 ml dan disimpan di dalam botol berbahan PE (polyethylene). Air contoh tersebut diambil pada kedalaman 3 meter dengan pertimbangan bahwa kebiasaan ikan kerapu yang dipelihara di KJA berkumpul didasar jaring pada kedalaman 3 meter. Air contoh disaring dengan kertas saring berpori ( , μm) yang sebelumnya direndam dalam HNO3 (1:1). Selanjutnya, air

contoh tersebut diawetkan dengan HNO3 pekat sampai pH<2. Air contoh tersebut

disimpan dalam wadah pendingin dan dibawa ke laboratorium. Penanganan air contoh di laboratorium dilanjutkan dengan tahap preparasi sampel sesuai dengan metode yang telah distandarisasi oleh BSN.

Analisis Logam Berat

Keseluruhan air contoh yang telah di preparasi dilakukan pengukuran di laboratorium dengan mengunakan SSA tipe perkin elmer series 200. Adapun jenis logam berat yang diukur adalah tembaga (Cu), timbal (Pb), Cadmiun (Cd) dan Seng (Zn). Pengukuran konsentrasi logam berat pada air contoh dilakukan dengan mengacu metode yang telah distandarisasi oleh BSN (Tabel 3).

Tabel 3. Parameter dan metode uji logam berat

No. Parameter Satuan Metode Uji / Teknik dengan penyiapan larutan standar kerja masing-masing logam berat. Setelah itu, dilakukan pembacaan contoh dan larutan standar dengan menggunakan SSA sesuai dengan panjang gelombang yang telah ditentukan. Perhitungan konsentrasi logam berat untuk air dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

Konsentrasi (mg/l) = C x fp

keterangan : C = konsentrasi hasil pengukuran (mg/l) fp = faktor pengenceran

Pengukuran konsentrasi logam berat pada biota laut (ikan kerapu dan kima) dilakukan dengan metode yang telah distandarisasi oleh BSN, yakni SNI 2354.5:2011 tentang penentuan kadar logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada produk perikanan serta SNI 2354.13:2014 tentang penentuan tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada produk perikanan. Kedua metode tersebut menggunakan pengabuan kering atau destruksi sistem digesti gelombang mikro (Microwave Digestion System). Perhitungan konsentrasi logam berat untuk sampel ikan dan kima dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

(23)

Keterangan:

D = konsentrasi contoh (µg/l) dari hasil pembacaan SSA

E = konsentrasi blanko contoh (µg/l) dari hasil pembacaan SSA Fp = faktor pengenceran

V = volume akhir larutan contoh yang disiapkan (l) W = berat contoh (g)

Pengumpulan Data Sosial Ekonomi

Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan untuk mengkaji aspek sosial dan kelayakan usaha budidaya kerapu melalui wawancara dan penyebaran kuesioner terhadap responden (Lampiran 2 dan 3). Wawancara tersebut disertai dengan pengisian kuesioner dengan obyek sasaran seperti para pelaku usaha, pemerintah daerah, akademisi dan lembaga asosiasi usaha (Tabel 4). Informasi yang telah didapatkan tersebut selanjutnya dianalisa untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.

Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada di berbagai instansi / lembaga terkait sesuai atribut yang dikaji. Beberapa contoh data tersebut diantaranya adalah peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2011-2031 dan Bangka Tengah dalam Angka (BTA) Tahun 2013 yang diambil dari Bappeda Kabupaten Bangka Tengah, data produksi perikanan budidaya Tahun 2013 yang bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 4 Jumlah dan komposisi responden

No. Responden Jumlah

1. Pemerintah

- Dinas Kelautan dan Perikanan Kep. Bangka Belitung 2 orang - Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Bangka Tengah 4 orang - Bappeda Kab. Bangka Tengah 1 orang - Badan Koordinasi Penyuluh dan Ketahanan Pangan Kab.

Bangka Tengah

3 orang

- Aparat kecamatan 1 orang

- Aparat desa pesisir 2 orang

2. Perguruan Tinggi 2 orang

3. Kelompok Pembudidaya Ikan Kerapu 3 orang 4. Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) Budidaya Ikan 2 orang

5. Nelayan 5 orang

Total 25 orang

Analisis Data

(24)

Analisis Kesesuaian Kawasan

Analisis kesesuaian kawasan dilakukan dengan penggunaan SIG. Manurung (2002) dan Erwindy (2000) menyatakan bahwa analisis kesesuaian lahan menggunakan SIG dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi pengelolaan dan kebijakan suatu kawasan. Analisis kesesuaian kawasan untuk budidaya ikan kerapu di KJA dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni penyusunan basis data, penyusunan matriks kesesuaian dan penetapan indeks analisis kesesuaian.

Penggunaan data lapangan sangat berguna dalam proses analisis kesesuaian kawasan, khususnya dalam penyusunan basis data. Data lapangan tersebut diperoleh sebagai hasil pengukuran riil di lapangan berdasarkan parameter biofisik perairan yang diamati. Persyaratan yang ditentukan dalam data lapangan tersebut diantaranya memiliki format vektor yang didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y). Model data vektor merupakan objek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian yaitu berupa titik (point), garis (line/ polyline) dan area (polygon). Selanjutnya, data hasil pengukuran semua parameter dari setiap koordinat tersebut dilakukan interpolasi untuk mendapatkan sebaran data yang kontinyu dengan mengubah data titik menjadi data dalam bentuk area (polygon). Hasil data tersebut disusun dalam bentuk basis data, baik berupa data grafis maupun data atribut. Data yang berbentuk peta analog dikonversi ke bentuk digital melalui proses digitasi. Untuk jenis data tabular dikompilasikan dengan perangkat lunak Microsoft excel. Hasilnya disajikan dalam bentuk peta tematik untuk masing-masing parameter dengan software SIG. Setelah basis data terbentuk, dilakukan operasi tumpang susun dengan perangkat lunak SIG terhadap parameter-parameter kesesuaian budidaya kerapu. Operasi tumpang susun ini ditetapkan dari setiap layer yang dilibatkan sesuai dengan tingkat kepentingannya. Adapun proses penggunaan data lapangan dapat dijelaskan melalui diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian pada Gambar 4 sebagai berikut:

Gambar 4. Pengunaan data lapangan dalam diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu di KJA

(25)

Tabel 5. Parameter lingkungan dengan bobot dan skor Yusuf (2013), Akbar dan Sudaryono (2000), Amin (2001) dan Effendi (2003)

Pada Tabel 6 dibawah, setiap parameter mendapat bobot dengan rentang nilai 10 sampai 25. Pemberian bobot tersebut mempertimbangkan pengaruh variabel yang dominan yang menentukan keberhasilan budidaya. Kecepatan arus dan kedalaman merupakan parameter kunci yang sangat menentukan keberhasilan budidaya ikan kerapu di kawasan pulau kecil sehingga kedua parameter tersebut diberi bobot tertinggi yakni 25. Arus merupakan faktor utama yang berfungsi untuk membawa massa air yang mengandung oksigen yang cukup untuk aktivitas respirasi ikan. Arus juga membawa sisa-sisa pakan, feses dan buangan metabolik ikan keluar jauh dari kurungan (Beveridge 1991). Adapun kedalaman perairan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penempatan KJA. Beveridge (1991) menyatakan kedalaman perairan menentukan sistem penambatan (mooring system), besarnya biaya operasional serta sulitnya proses instalasi sistem KJA.

Tabel 6. Pemberian bobot dan skor pada parameter lingkungan

No Parameter Bobot Sangat Sesuai (S1) Cukup Sesuai

(26)

Skor setiap parameter biofisik ditentukan berdasarkan hasil pengukuran riil di lapangan. Pemberian skor diberikan dengan nilai 1, 3 dan 5 sesuai kriteria dan batas yang ditentukan. Bilamana hasil pengukuran sebuah parameter lingkungan berada dalam kondisi optimum maka skor yang diberikan tinggi, yakni 5. Namun sebaliknya, bila hasil pengukuran tersebut berada pada batas yang kurang optimum maka skor yang diberikan semakin rendah, yakni 1 atau 3. Pemberian skor tersebut berguna dalam proses penilaian kesesuaian seperti yang ditunjukkan pada matriks (Lampiran 4)

Dalam analisis kesesuaian, dilakukan pengelompokkan nilai kelas kesesuaian berdasarkan indeks kesesuaian kawasan. Indeks kesesuaian tersebut dihitung berdasarkan persentase perbandingan antara nilai bobot skor dengan total nilai maksimum.

Hasil perhitungan nilai indeks ini berguna dalam pengklasifikasian untuk mendapatkan tingkatan / kelas kesesuaian. Untuk mengetahui tingkatan / kelas kesesuaian, maka ditentukan terlebih dahulu interval nilai antar kelas yang diperoleh dengan cara membagi selisih nilai indeks maksimum dan nilai indeks minimum dengan jumlah kelas yang direncanakan. Interval kelas tersebut berfungsi untuk menetapkan batas dalam pengklasifikasian pada kelas kesesuaian sesuai persamaan pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Klasifikasi kelas kesesuaian berdasarkan interval

No. Interval Kelas Simbol Kesesuaian

1. X0 (nilai indeks min)-X1(X0+Ci) S3 tidak sesuai

2. X1-X2 (X2+Ci) S2 cukup sesuai

3. X2-X3 (nilai indeks max) S1 sangat sesuai

Keterangan: X0 = nilai indeks minimum

X1 = hasil penjumlahan dari X0 dengan interval kelas

X2 = hasil penjumlahan dari X1 dengan interval kelas

X3 = nilai indeks maksimum

Ci = interval nilai antar kelas

Berdasarkan klasifikasi kelas diatas, maka didapatkan nilai indeks maksimum 100% dan nilai indeks minimum 40%. Dengan interval nilai antar kelas Ci maka didapatkan tiga kelas kesesuaian, yakni kelas S1 (Sangat sesuai)

dengan kriteria >80% berada pada batas nilai >520-650; kelas S2 (cukup sesuai) dengan kriteria 40-80% berada pada batas nilai 260-520; dan kelas S3 (tidak sesuai) dengan kriteria <40% yang berada pada batas nilai 130-<260. Adapun pembagian kelas kesesuaian tersebut ditampilkan pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8. Kelas kesesuaian parameter lingkungan

Analisis kesesuaian Kriteria Kelas

(27)

Kelas S1 (sangat sesuai) adalah kawasan yang sangat sesuai untuk budidaya ikan kerapu dengan tidak ada atau minimnya faktor pembatas sehingga tidak akan mengurangi produktivitas di kawasan perairan tersebut. Kelas S2 (cukup sesuai) merupakan kawasan perairan yang tergolong cukup sesuai untuk menunjang kegiatan budidaya ikan kerapu. Pada kelas ini terdapat beberapa parameter lingkungan yang menjadi faktor pembatas karena tidak berada pada kondisi optimum. Kelas S3 (tidak sesuai) adalah kawasan perairan yang tidak sesuai untuk budidaya ikan kerapu yang disebabkan oleh adanya faktor pembatas yang sangat berat sehingga mengurangi produktivitas dan keuntungan terhadap pemanfaatannya.

Analisis Daya Dukung Kawasan

Daya dukung kawasan sangat penting dalam menunjang kegiatan budidaya ikan kerapu. Daya dukung kawasan merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa jumlah ikan yang dapat dipelihara pada lokasi budidaya dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan. Selain itu, analisis daya dukung lingkungan juga dilakukan untuk mengestimasi jumlah unit budidaya yang dapat didukung pada areal yang berpotensi.

Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam mengetahui daya dukung lingkungan perairan adalah dengan pendekatan fisik kawasan (Adibrata et al.

(2013), yakni dengan menghitung luas kawasan budidaya yang sesuai. Dalam kajian ini, kelas kesesuaian yang digunakan sebagai prioritas utama adalah kelas sangat sesuai (S1). Berdasarkan pendekatan tersebut maka perlu ditentukan rancang bangun dan tata letak KJA untuk menentukan kapasitas dan jumlah KJA yang dapat ditempatkan di kawasan perairan tersebut. Rancang bangun tersebut dibuat berdasarkan kelompok pembudidaya ikan.

Sumber : Modifikasi Adibrata et al (2013)

Rancang bangun KJA yang dipakai di Pulau Semujur menggunakan tipe tradisional berbahan kayu yang biasa digunakan pembudidaya ikan di pulau tersebut. Rancang bangun konstruksi dibuat dengan tetap memperhatikan syarat ekologis dan ketentuan SNI 01-7222-2006 tentang KJA kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut. KJA tersebut dikelola kelompok pembudidaya ikan dimana setiap keramba yang dikelola terdiri dari 6 unit KJA yang dilengkapi 1 rumah

40 m

30 m

1 2 3

4 5 6

(28)

jaga. Dipilihnya konstruksi 6 unit KJA tersebut disesuaikan dengan struktur keanggotaan dan efektivitas peran kelompok pembudidaya ikan di pulau tersebut dimana setiap unit KJA dikelola oleh satu Kepala Keluarga (KK) yang diberdayakan sebagai anggota kelompok.

Dalam konstruksi KJA tersebut, setiap unit KJA terdiri atas 4 kotak KJA dengan luas maksimum 10 m x 10 m = 100 m2. Setiap kotak KJA memiliki volume 3m x 3m x 3m = 27 m3. Kontruksi rakit KJA yang dikelola setiap kelompok memiliki panjang 40 m dan lebar sebesar 30 m, serta terdapat area perairan sejauh 50 m dari keramba sehingga panjang total dan lebar total rakit masing-masing adalah 140 m dan 130 m (Gambar 5 dan 6). Luas KJA beserta wilayah perairan yang dikelola oleh satu kelompok pembudidaya mencapai 18.200 m2 atau 1,82 Ha. Rancang bangun ini dibuat dengan harapan untuk mengatur posisi antar rakit keramba tidak menumpuk atau bertabrakan satu sama lain akibat pengaruh pasang surut atau hempasan gelombang yang datang.

Luas per kelompok = panjang x lebar = 140 m x 130 m

= 18.200 m2 atau 1,82 ha

Sumber : Modifikasi Adibrata et al. (2013)

Gambar 6. Rancang bangun KJA untuk satu kelompok pembudidaya ikan

Persamaannya adalah

DDKkelompok = LKS / 1,82 kelompok...(1)

DDKu = DDKkelompok x 6 unit KJA...(2)

DDKk = DDKu x 4 kotak KJA...(3)

DDKi = DDKk x 240 ekor ikan...(4)

Keterangan :

DDKkelompok = daya dukung kawasan per kelompok pembudidaya ikan

LKS = luas kawasan yang sangat sesuai (Ha)

DDKu = daya dukung kawasan untuk seluruh unit KJA

= daya dukung kawasan untuk seluruh kepala keluarga DDKk = daya dukung kawasan untuk seluruh kotak KJA

DDKi = daya dukung kawasan untuk seluruh ikan kerapu budidaya jika

diisi 240 ekor / kotak KJA (setiap ekor ikan kerapu dengan ukuran berat antara 300-400 g dengan panjang sekitar 25 cm).

140 m

130 m 50 m

50 m

(29)

Analisis Logam Berat

Pengaruh logam berat terhadap kualitas perairan dan biota laut dilakukan dengan analisis deskriptif, yakni dengan membandingkan hasil pengukuran logam berat dengan baku mutu air laut untuk biota laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai baku mutu logam berat untuk biota laut No. Jenis Logam Berat Satuan Nilai Baku Mutu

1. Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

Penentuan konsentrasi logam berat pada ikan kerapu dilakukan dengan analisis deskriptif, yakni membandingkan konsentrasi logam berat dalam tubuh ikan dengan berbagai ketentuan (Tabel 10), yakni

(1) SNI 7387:2009 yang ditetapkan oleh BSN yang mengatur batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.

(2) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia, serta

(3) Ketentuan FAO seperti yang tertuang dalam guideline marine product of FAO (1983) tentang panduan produk ikan laut.

Tabel 10. Nilai batas maksimum cemaran logam berat pada ikan dan kima No. Jenis Logam

Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA

(30)

Beberapa acuan umum yang berlaku dalam analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu di Pulau Semujur adalah

1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar Tahun 2014 di Kabupaten Bangka Tengah

2. Suku bunga pinjaman bagi nelayan / pembudidaya ikan tahun 2014 diasumsikan sebesar 1,02% per bulan atau 12,24% per tahun (sumber: Bank Mandiri Cabang Pangkalpinang Tahun 2014).

3. Harga penjualan hasil panen yang digunakan berasal dari harga yang berada di tingkat pembudidaya ikan sehingga faktor pajak tidak diperhitungkan karena akan mengakibatkan penghitungan ganda. Pajak tersebut berupa pajak hasil produksi dan pajak hasil penjualan.

Penilaian kelayakan usaha budidaya kerapu di Pulau Semujur dilakukan terhadap kelompok pembudidaya ikan yang memiliki KJA dengan konstruksi 11 kotak. Budidaya ikan kerapu tersebut dipelihara dengan sistem polikultur, berupa ikan kerapu sunu, kerapu macan dan kerapu lumpur yang dipelihara pada keramba yang sama. Sumber benih ikan kerapu didapatkan dari hasil tangkapan nelayan bubu. Adapun pengelolaan kegiatan budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA 11 kotak di Pulau Semujur dideskripsikan pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11. Gambaran produksi budidaya ikan kerapu sistem KJA (11 kotak)

Variabel Kerapu Sunu Kerapu Macan Kerapu Lumpur Ukuran jaring (m3)

Untuk mengevaluasi kelayakan finansial pada usaha tersebut maka dilakukan dengan dua pendekatan, yakni analisis pendapatan usaha dengan memperhitungkan rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio); serta analisis kelayakan investasi dengan melihat Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periods (PP).

(31)

(a) Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

Analisis ini digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu usaha yang dilakukan dengan membandingkan penerimaan dengan biaya produksi selama periode waktu tertentu (satu siklus budidaya). Terdapat tiga kriteria, yakni bila R/C > 1 maka usaha tersebut menguntungkan, bila R/C=1 maka usaha tersebut impas dan bila R/C<1 maka usaha tersebut merugi.

R/C =

keterangan : TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost)

(b) Payback Period (PP)

Payback Period adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat lama waktu yang diperlukan oleh kegiatan usaha untuk mengembalikan investasi, yaitu dengan membandingkan investasi dengan tingkat keuntungan selama satu periode produksi (1 tahun) (Kadariah et al. 1978).

PP =

keterangan : PP = lama waktu pengembalian / pelunasan (payback period)

(c)

Break Even Point (BEP)

BEP merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan (TR = Total Revenue) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (TC = Total Cost). BEP dapat ditulis dalam bentuk produksi dan harga dengan persamaan sebagai berikut:

BEP Produksi =

BEP harga =

keterangan : BEP = titik impas (break even point)

(d) Net Present Value (NPV)

(32)

keterangan : NPV = nilai bersih sekarang (net present value)

Bt = keuntungan bersih (net benefit) pada tahun ke-t

Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

r = tingkat suku bunga n = umur ekonomis t = tahun ke-t

(e) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C Ratio menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara manfaat bersih (net benefit) yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Terdapat tiga kriteria dalam pengambilan keputusan yakni bila Net B/C > 1 maka kegiatan usaha layak untuk diusahakan; bila Net B/C =1 maka usaha berada pada titik break even point (tidak untung dan tidak rugi); dan bila Net B/C < 1 berarti kegiatan usaha tidak layak untuk diusahakan. Net B/C diformulasikan :

keterangan : Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-t

Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

r = tingkat suku bunga n = umur ekonomis t = tahun ke-t

(f) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan indikator tingkat efisiensi dari satu investasi. IRR adalah metode perhitungan investasi dengan menghitung tingkat bunga yang membuat

present value (PV) dari investasi dan hasil-hasil bersih yang diharapkan selama usaha berjalan menjadi 0 (nol). IRR digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian bunga usaha dan juga dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu usaha. Patokan standarisasi IRR adalah suku bunga bank yang berlaku sekarang. IRR yang baik dapat tercapai apabila lebih besar dari suku bunga bank. Pada analisis IRR, terdapat dua kriteria pengambilan keputusan yakni bila IRR > i+ maka kegiatan usaha dapat dilanjutkan; dan bila IRR < i+ berarti kegiatan usaha tidak dapat dilanjutkan.

IRR =

keterangan : IRR = tingkat suku bunga pengembalian modal (internal rate of return)

i+ = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i- = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV+ = NPV pada tingkat suku bunga i+

(33)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Oseanografi Perairan Pulau Semujur

Penilaian kondisi oseanografi perairan Pulau Semujur untuk kesesuaian budidaya ikan kerapu dilakukan dengan memperhatikan karaktersitik lingkungan dan aspek kualitas air yang sesuai bagi kehidupan ikan kerapu. Karaktersitik lingkungan meliputi pasang surut, keterlindungan, kecepatan arus, kedalaman dan substrat. Adapun aspek kualitas air yang diukur seperti oksigen terlarut (DO), suhu, salinitas, kecerahan dan derajat keasaman (pH).

Kedalaman

Perairan Pulau Semujur tergolong tipe perairan dangkal. Berdasarkan hasil pengukuran, kedalaman di seluruh stasiun berada pada kisaran 7 sampai 12 m. Kondisi ini sesuai dengan Affan (2012) yang menyatakan kedalaman di perairan pantai timur Bangka Tengah berkisar 7 sampai 18 meter. Secara umum, kedalaman perairan di semua stasiun pengamatan berada dalam kondisi yang homogen. Kedalaman perairan Pulau Semujur dapat dikelompokkan menjadi dua kelas, yakni S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai). Tabel 12 dibawah menunjukkan kedalaman terendah berada di Stasiun 3 (lokasi KJA Kelompok Kerapu Babel I) dengan nilai 7,53±0,51 m; sedangkan kedalaman tertinggi berada di bagian barat laut (Stasiun 10) dengan nilai 12,24±0,17 m.

Tabel 12. Nilai rerata kedalaman dan kecerahan perairan Pulau Semujur Bulan Februari sampai April 2014

Stasiun Kedalaman Kecerahan Nilai (m) Kelas Nilai (m) Kelas 1 8,16±1,76 S1 2,93±1,20 S3 2 10,16±0,60 S1 3,23±0,84 S2 3 7,53±0,51 S2 2,94±0,72 S3 4 9,34±0,23 S1 3,73±0,16 S2 5 7,97±0,22 S2 3,72±0,55 S2 6 10,19±0,40 S1 4,03±0,64 S2 7 9,79±0,38 S1 4,18±1,13 S2 8 8,65±0,45 S1 4,75±1,28 S2 9 8,31±0,92 S1 5,83±2,79 S1 10 12,24±0,17 S1 5,85±3,00 S1 11 10,50±0,46 S1 5,30±2,02 S1 12 10,47±0,55 S1 4,33±0,77 S2 Keterangan : Nilai standar kedalaman = 8-20 m

Nilai standar kecerahan = >5 m

(34)

adalah lebih dari 8 meter (Ramelan 1998) dan tidak melebihi 15 m (Adipu et al.

2013). Penentuan tingkat kedalaman tersebut mempertimbangkan dimensi kantong jaring, beda pasang surut dan jarak minimal antara dasar kantong jaring dan dasar perairan (Adipu et al. 2013). Selain itu, kedalaman untuk lokasi budidaya ikan kerapu sistem KJA juga perlu diperhatikan agar volume air pada jaring keramba tercukupi dan tidak kering sehingga sirkulasi massa air dan pertukaran oksigen dapat berlangsung dengan lancar dan memenuhi kebutuhan hidup ikan kerapu.

Kecerahan

Tingkat kecerahan menentukan keberhasilan pemeliharaan kerapu di KJA mengingat kebiasaan kerapu yang selalu berada di dasar jaring. Tingkat kecerahan perairan yang rendah akan menyulitkan pemantauan kondisi kesehatan ikan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, tingkat kecerahan yang layak bagi biota laut di habitat coral adalah lebih dari 5 m. Tingkat kecerahan yang terukur di perairan Pulau Semujur bervariasi pada kisaran 2,93±1,20 hingga 5,85±3,00 m. Nilai kecerahan tersebut dapat digolongkan ke dalam dua kelas kesesuaian, yakni S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai) dan tidak sesuai (S3) (Tabel 12).

Gambar 7. Kondisi kecerahan dan kedalaman di perairan Pulau Semujur

Kondisi kecerahan tertinggi terletak di perairan barat laut laut (Stasiun 10) dengan nilai 5,85±3,00 m; dan kondisi kecerahan terendah berada di Stasiun 1 (lokasi KJA) dengan nilai 2,93±1,20 m. Perairan barat (Stasiun 11), barat laut (Stasiun 10) dan timur laut (Stasiun 9) memiliki tingkat kecerahan yang baik dengan nilai masing-masing 5,30±2,02; 5,85±3,00; dan 5,83±2,79. Ketiga stasiun tersebut tergolong sangat sesuai (S1) untuk budidaya ikan kerapu.

Nilai kecerahan dapat dibandingkan dengan nilai kedalaman perairan. Pada Gambar 7 diatas terlihat bahwa nilai kecerahan pada beberapa stasiun pengamatan tergolong rendah seperti Stasiun 1 dan 3 (lokasi KJA). Rendahnya nilai kecerahan di beberapa stasiun tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya kemampuan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan akibat adanya TSS (Total Suspended Solid) sehingga kekeruhan di perairan menjadi meningkat. TSS tersebut dapat berupa partikel-partikel yang melayang di dalam air yang terdiri dari komponen hidup (plankton, detritus) dan komponen mati (partikel-partikel, baik organik maupun organik). Selain itu, kekeruhan juga dipengaruhi oleh turbulensi dan arus yang menyebabkan terjadinya pengadukan sedimen di dasar perairan sehingga terangkat ke kolom perairan.

(35)

Keterlindungan

Lokasi budidaya ikan laut sangat dipengaruhi keterlindungan agar terhindar dari pengaruh gelombang yang besar dan angin yang kuat (Beveridge 1991). Dalam pengelolaan budidaya ikan kerapu sistem KJA, keterlindungan lokasi erat kaitannya dengan ketahanan struktur keramba serta kemudahan teknis operasional budidaya ikan.

Tabel 13. Kondisi keterlindungan dan substrat di perairan Pulau Semujur

Stasiun Keterlindungan Substrat

Kondisi Nilai Kelas Kondisi Nilai Kelas

Keterangan : S1 = sangat sesuai; S2 = cukup sesuai; S3=tidak sesuai

Berdasarkan observasi lapangan, perairan Pulau Semujur memiliki tipe keterlindungan yang bervariasi, yakni tipe perairan terlindung, cukup terlindung dan terbuka (Tabel 13). Keberadaan Pulau Panjang dan daratan gusung menyebabkan perairan Pulau Semujur bagian barat (Stasiun 11 dan 12) dan barat daya (Stasiun 1, 2 dan 3) terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang bergerak dari arah utara menuju timur (musim barat). Kondisi inilah yang menyebabkan para pembudidaya ikan kerapu di Pulau Semujur menempatkan seluruh unit KJA berada di bagian barat daya pada musim tersebut. Begitupula dengan perairan Pulau Semujur bagian barat laut (Stasiun 10) dan timur laut (Stasiun 9) yang juga cukup terlindung karena adanya karang penghalang. Adapun perairan Pulau Semujur bagian tenggara (Stasiun 6 dan 7), timur (Stasiun 8) dan selatan (Stasiun 4 dan 5) termasuk tipe perairan terbuka dikarenakan tidak adanya karang penghalang.

Substrat

Substrat pada dasar perairan mempengaruhi habitat ikan kerapu. Effendi (2001) menyatakan habitat yang cocok untuk ikan kerapu berupa pasir, batu atau karang. Di perairan Pulau Pongok, Kabupaten Bangka Selatan, substrat didominasi oleh karang berpasir (Adibrata et al. 2013). Di perairan Pulau Semujur sendiri, substrat yang ditemui bervariasi, yakni lumpur, pasir berkarang dan pasir berlumpur (Tabel 13). Substrat pasir berkarang dijumpai di bagian barat (Stasiun 12); substrat pasir berlumpur ditemukan di barat laut (Stasiun 10), barat daya (Stasiun 2) bagian timur laut (Stasiun 9), selatan (Stasiun 4 dan 5) tenggara (Stasiun 6 dan 7); sedangkan substrat lumpur terdapat di bagian timur (Stasiun 8) dan barat daya (Stasiun 1, 2 dan 3).

(36)

perairan terangkat naik ke permukaan, maka partikel tersebut berpotensi menutup insang ikan. Selain itu, substrat lumpur juga mengindikasikan adanya arus yang lemah yang dapat menyebabkan terjadinya penumpukan limbah di dasar perairan tersebut. Oleh karena itu, dengan memperhatikan jenis substrat, maka kegiatan budidaya ikan kerapu sistem KJA dapat dilakukan di perairan Pulau Semujur bagian barat yang memiliki substrat pasir berkarang.

Kecepatan Arus

Arus merupakan parameter oseanografi yang mempengaruhi keberhasilan budidaya ikan kerapu sistem KJA, terutama dalam mendukung pertukaran air dan sirkulasi oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan. Sunyoto (1996) menjelaskan kecepatan arus yang sesuai untuk budidaya kerapu di KJA berkisar 0,2 sampai 0,4 m/detik. Arus yang terlalu cepat tidak dikehendaki karena akan menyebabkan ikan menjadi stress, selera makan berkurang dan energi banyak terbuang. Selain itu, arus yang terlalu kuat akan menyebabkan deformasi kantong jaring sehingga volume kantong berkurang hingga 70% (Beveridge 1991). Sebaliknya, bila kecepatan arus terlalu rendah maka penempelan organisme (biofouling) pada jaring menjadi semakin cepat terjadi.

Tabel 14. Nilai rerata kecepatan arus, suhu dan salinitas di perairan Pulau Semujur Bulan Februari sampai April Tahun 2014

Stasiun Kecepatan arus (m/detik) Suhu (⁰C) Salinitas (ppt) Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas 1 0,15±0,06 S2 31,18±1,95 S1 32±1,20 S1 2 0,11±0,16 S2 30,27±2,04 S1 31±1,07 S1 3 0,11±0,08 S2 30,68±2,12 S1 33±1,39 S1 4 0,13±0,15 S2 29,72±1,03 S1 33±0,51 S1 5 0,11±0,14 S2 29,83±1,02 S1 32±0,69 S1 6 0,15±0,13 S2 29,97±1,10 S1 32±0,84 S1 7 0,24±0,06 S1 29,96±1,13 S1 32±0,69 S1 8 0,12±0,13 S2 30,04±1,10 S1 32±1,95 S1 9 0,14±0,07 S2 30,14±1,06 S1 31±1,07 S1 10 0,21±0,12 S1 30,14±1,12 S1 32±1,39 S1 11 0,24±0,15 S1 29,71±0,74 S1 32±1,26 S1 12 0,27±0,09 S1 29,67±0,58 S1 31±0,88 S1 Keterangan : Nilai standar kecepatan arus = 0,2 – 0,4 m/detik

Nilai standar suhu perairan = 27-32 ⁰C Nilai standar salinitas = 30-35 ppt

(37)

Suhu

Suhu merupakan parameter oseanografi yang mempengaruhi pertumbuhan ikan kerapu di KJA. Peningkatan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut di perairan, mempengaruhi metabolisme tubuh ikan dan mendorong laju konsumsi oksigen terlarut. Suhu di perairan Pulau Semujur berada pada kisaran 29,67±0,58 0C sampai 31,18±1,95 ⁰C (Tabel 14).Nilai suhu tersebut sesuai bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu di KJA sehingga dapat dikelompokkan ke dalam kelas S1 (sangat sesuai). Mayunar et al. (1995) menyatakan suhu optimum untuk budidaya ikan adalah 27 sampai 32 0C.

Salinitas

Ikan kerapu menyukai hidup di habitat perairan karang dengan salinitas 30-35 ppt (Sunyoto 1996). Nilai salinitas di perairan Pulau Semujur berada pada kisaran 31 sampai 33 ppt yang tersebar merata di seluruh stasiun pengamatan (Tabel 14). Di perairan barat (Stasiun 11 dan 12), barat laut (Stasiun 10), timur laut (Stasiun 9) dan timur (Stasiun 8) Pulau Semujur, nilai salinitas berada pada rentang 31 hingga 32 ppt. Kondisi tersebut dinilai sesuai dan memenuhi syarat untuk budidaya ikan kerapu. Bila dikelaskan, maka kesesuaian salinitas di perairan Pulau Semujur dapat dikelompokkan menjadi satu kelas, yakni S1 (sangat sesuai).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman di perairan Pulau Semujur cenderung homogen dengan kisaran 7,52±0,17 di semua stasiun. Berdasarkan kesesuaian, maka pH di perairan Pulau Semujur dapat dikelompokkan menjadi satu kelas, yakni S1 (sangat sesuai). Perairan barat laut Pulau Semujur memiliki pH 7,39±0,22, sedangkan pH pada lokasi KJA (Stasiun 1, 2 dan 3) berkisar 7,54±0,28 sampai 7,63±0,10 (Tabel 15). Nilai tersebut mengindikasi bahwa pH perairan di pulau tersebut layak untuk budidaya ikan kerapu. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, pH yang sesuai untuk biota laut adalah 7 sampai 8,5. Perairan laut memiliki sistem buffer dalam menjaga level pH agar stabil sehingga nilai pH tidak akan mengalami fluktuasi pada kisaran yang lebar (Landau 1992).

Tabel 15. Nilai rerata pH dan oksigen terlarut (DO) di perairan Pulau Semujur Bulan Februari sampai April Tahun 2014

Stasiun pH Oksigen Terlarut (mg/l) Nilai Kelas Nilai Kelas 1 7,63±0,10 S1 7,76±0,95 S1 2 7,57±0,16 S1 7,10±1,27 S1 3 7,54±0,28 S1 7,50±0,44 S1 4 7,57±0,09 S1 6,80±0,60 S1 5 7,53±0,14 S1 6,81±0,82 S1 6 7,56±0,10 S1 6,62±1,05 S1 7 7,51±0,14 S1 6,62±1,14 S1 8 7,44±0,19 S1 5,53±1,55 S1 9 7,24±0,36 S1 5,73±1,38 S1 10 7,39±0,22 S1 5,99±0,41 S1 11 7,29±0,33 S1 5,71±0,46 S1 12 7,46±0,17 S1 5,86±0,13 S1 Keterangan : Nilai standar pH = 7,0 – 8,5

Gambar

Gambar 1. Kerangka pendekatan studi
Gambar 2. Peta stasiun penelitian Pulau Semujur
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
Tabel 2. Parameter, metode dan peralatan pengukuran kualitas air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu Soekanto mengemukakan bahwa istilah sosial pun berkenaan dengan prilaku interpersonal,atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial.Secara

Walaupun bulutangkis Indonesia saat itu didukung oleh para pemain yang etnisnya berbeda-beda, seperti Ferry Sonneville yang merupakan keturunan indo-eropa, Tan Joe Hok yang secara

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa persyaratan kesehatan kamar dan ruang di Hotel Kusuma Kartika Sari untuk beberapa variabel masih belum memenuhi syarat yakni

yang dianjurkan adalah 10 foot candles (Lili Persia, 2010). Dari pengamatan peneliti bahwa penerangan pada terminal 1942 Andalas sudah memenuhi syarat yaitu lebih dari

Dengan demikian keseimbangan dalam hubungan Presiden dan Parlemen tergantung pada kekuatan yang dimiliki oleh presiden, yaitu kekuatan presiden tersebut dimiliki dari

hipotesis keempat diketahui bahwa variabel jaminan ( assurance ) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan masyarakat pada Polres Hulu Sungai Tengah

Permutasi Disajikan sebuah masalah matakuliah ekonomi mikro yang bisa dipilih oleh setiap mahasiswa, siswa dapat menentukan banyaknya susunan nilai yang diperoleh

Antara minat baca dengan kemampuan menulis cerita pendek terdapat suatu keterkaitan, keterkaitan tersebut dapat digambarkan jika seorang siswa mempunyai minat baca