PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Potensi Lahan Sawah untuk Arahan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2012
Mhd. Zulfikar
ABSTRACT
MHD. ZULFIKAR. Identification of Potential Paddy Fields for Referrals Sustainable Food Agricultural Land Development Planning in the West Pasaman Regency. Under direction of BABA BARUS and ATANG SUTANDI.
The West Pasaman Regency, since 1990 the problems faced by the district is agricultural land conversion to the function of paddy fields into plantations palm oil. The passing of Law 41, 2009 on the Protection of Sustainable Food Farming Land (PSFFL) is expected to control the pace of agricultural land use change in particular fields. The aim of this research are: (1) to analyze and identify land use, evaluate land suitability and land area of actual and potential paddy field, (2) to analyze and identify the actual paddy fields of land that has a network of agricultural support infrastructure, (3) to analyze the projection needs of rice field at the district levels, (4) to analyze the public opinion of the main factors affecting the determination for sustainable food farming land and reserve sustainable food farming land, (5) to classify the land for the proposed as the sustainable food farming land and reserve sustainable food farming land. This research was conducted in the West Pasaman Regency began May 2012 until August 2012 using primary data and secondary data. This research used analysis and identification of land use, land suitability evaluation, extensive wetland actual and potential, having the actual wetland agri-food network infrastructure, analysis of the projected needs of the district and sub-district of paddy fields and grouping land. The results showed that land use in the West Pasaman district dominated by oil palm plantations covering an area of 100,642 ha (28.46%) of the total area of land cover, while the use of land for agriculture food such as irrigated and rainfed rice has an area of 27 231 ha (7.70%). Land suitability classes indicate that most of the West Pasaman or about 60% are in the land suitability class S which is technically very fertile for rice cultivation. The West Pasaman district has had a road network actually rice on rice fields and irrigation network has spread in almost all districts. Availability of paddy fields in the West Pasaman Regions still enough to feed themselves for 20 years to come. Physical factors namely availability of actual and potential land take precedence in determining for sustainable food farming land and reserve sustainable food farming land. The actual and potential land available in the West Pasaman district is 39,192 ha. After screening an area of 9918 ha, the actual and potential land has decreased, to 29 274 ha. The actual land area of 27,231 ha initially reduced area of 2756 ha to 24,475 ha. The potential land reduced the original 11,961 ha area of 7162 ha to 4799 ha. Three priorities of AHP/projection/land suitability, administrative boundary, and ethnic considerations might be used to identity sustainable food farming land and reserve sustainable food farming land.
RINGKASAN
MHD. ZULFIKAR. Identifikasi Potensi Lahan Sawah untuk Arahan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat. Dibimbing oleh BABA BARUS dan ATANG SUTANDI
Kabupaten Pasaman Barat dibentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, dimana daerah ini sebelum pemekaran wilayah administrasinya disebut Pembantu Kabupaten Pasaman Wilayah Barat. Daerah ini sebelum tahun 1990 merupakan kawasan sentra produksi pangan terutama beras dan kedelai di Propinsi Sumatera Barat. Akan tetapi mulai tahun 1990 permasalahan utama yang dihadapi oleh kabupaten ini adalah alih fungsi lahan pertanian pangan ke perkebunan kelapa sawit. Dengan disahkannya UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) diharapkan mampu mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian pangan khususnya sawah. UU ini masih baru sehingga banyak implementasi di lapangan belum pernah dilakukan termasuk perencanaan dan penetapan kawasan. Salah satu langkah awal perlindungan dan perencanaan pembangunan pertanian pangan berkelanjutan adalah dengan mengidentifikasi potensi lahan sawah yang dapat diusulkan untuk ditetapkan sebagai LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis dan mengidentifikasi penggunaan lahan, kesesuaian lahan sawah aktual dan potensial, serta luas lahan sawah aktual dan potensial, 2) mengidentifikasi lahan aktual yang mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian pangan, 3) menganalisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kabupaten dan kecamatan, 4) menganalisis pendapat masyarakat tentang faktor utama penetapan LP2B dan LCP2B, 5) mengelompokkan lahan untuk kategori usulan LP2B dan LCP2B.
Batasan penelitian hanya pada proses perencanaan dan
merekomendasikan satuan hamparan lahan yang dapat diusulkan untuk ditetapkan sebagai LP2B dan LCP2B dari aspek fisik, sosial ekonomi, infrastruktur dan spasial wilayah. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data primer berupa hasil wawancara pakar dan data hasil survei lapangan serta data skunder berupa peta dan data dari literatur-literatur yang didapat dari instansi terkait seperti Bappeda Kab. Pasaman Barat, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan Kab. Pasaman Barat, perpustakaan dan lainnya.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data primer berupa hasil wawancara pakar dan data hasil survei lapangan serta data skunder berupa peta dan data dari literatur-literatur yang didapat dari instansi terkait seperti Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, perpustakaan, dan lainnya.
proses ini dilakukan untuk menghitung luas lahan aktual dan potensial dengan melihat kesesuaian dan ketersediaan lahan aktual dan lahan potensial berdasarkan aspek biofisik, kimia dan lainnya untuk tanaman padi. Idealnya setiap LP2B dan LCP2B mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian yaitu berupa jaringan irigasi dan jaringan jalan.
Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kabupaten digunakan untuk mengetahui kebutuhan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu di wilayah tertentu juga, sedangkan Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kecamatan digunakan untuk mengetahui apakah kecamatan tertentu mengalami surplus lahan atau mengalami defisit lahan terhadap kontribusinya bagi ketahanan pangan di Kabupaten Pasaman Barat. Tahap analisis pendapat masyarakat terhadap kelompok usulan LP2B dan LCP2B menggunakan metode AHP. AHP
memungkinkan menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor nyata dan tidak nyata. Data, gagasan, dan intuisi dapat diatur dengan menggunakan struktur hirarki secara logis. Proses analisis lahan aktual dan potensial yang dapat diusulkan untuk dilindungi, dilakukan dengan 2 tahapan. Tahap awal merupakan penapisan terhadap lahan-lahan yang dapat dijadikan LP2B dan LCP2B dan lahan yang berada diluar LP2B dan LCP2B. Tahap berikutnya dilakukan untuk menentukan lahan aktual dan lahan potensial yang dilindungi dengan menggunakan 3 (tiga) kelompok lahan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kab. Pasaman Barat didominasi oleh perkebunan kelapa sawit seluas 100.642 ha (28,46%) dari total luasan penutupan lahan, sedangkan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian pangan berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan memiliki luasan sebesar 27.231 ha (7,70 %) dari total luasan penutupan lahan. Kelas kesesuaian lahan menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Pasaman Barat atau sekitar 60% berada pada kelas kesesuaian lahan S yang secara teknis sangat subur untuk pengembangan tanaman padi sawah.
Lahan aktual adalah lahan sawah yang telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Lahan potensial adalah lahan yang memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, dan agak sesuai untuk areal persawahan. Lahan yang masuk dalam kategori lahan potensial adalah rawa, semak belukar dan semak belukar rawa.
Secara aktual kelas kesesuaian lahan yang berada pada areal persawahan di Kabupaten Pasaman Barat adalah untuk sawah irigasi, kelas kesesuaian lahan S1 seluas 15.811 Ha, S3 4.732 ha dan N 7 ha. Untuk sawah tadah hujan, kelas kesesuaian lahan sesuai 1 (S1) seluas 3.925 Ha dan N 2756 ha dari total luasan sawah aktual yang tersebar di 9 kecamatan yaitu: Kecamatan Kinali, Luhak Nan Duo, Talamau, Pasaman, Gunung Tuleh, Lembah Melintang, Koto Balingka, Ranah Batahan dan Sungai Beremas.
Berdasarkan analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kabupaten dapat diketahui bahwa ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Pasaman Barat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri untuk 20 tahun yang akan datang, namun mengingat alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lahan lainnya terutama ke perkebunan sawit semakin pesat ada kemungkinan terjadi defisit lahan sawah ditahun-tahun mendatang ataupun setelah 20 tahun yang akan datang. Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kecamatan menghasilkan kecamatan yang mengalami surplus lahan sawah adalah Kecamatan Sungai Beremas, Ranah Batahan, Lembah Melintang, Talamau, Pasaman dan Kinali. Kecamatan yang mengalami defisit lahan sawah adalah Kecamatan Koto Balingka, Sungai Aur, Gunung Tuleh, Luhak Nan Duo dan Sasak Ranah Pasisie. Faktor fisik yakni ketersediaan lahan aktual dan potensial lebih diutamakan dalam penetapan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.
Potensi lahan yang dapat diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat. Lahan aktual dan potensial yang tersedia di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 39.192 ha. Setelah penapisan mengalami pengurangan seluas 9.918 ha, menjadi 29.274 ha. Lahan aktual yang semula seluas 27.231 ha dikurangi 2.756 ha menjadi seluas 24.475 ha. Lahan potensial yang semula 11.961 ha dikurangi 7.162 ha menjadi seluas 4.799 ha.
Dari hasil pengelompokkan dengan menggunakan 3 kelompok, dapat diusulkan 3 alternatif LP2B dan LCP2B. Kelompok berdasarkan hasil análisis AHP/proyeksi kebutuhan lahan sawah/kesesuaian lahan memunculkan 4 alternatif kategori, batas administrasi wilayah kecamatan memunculkan 11 alternatif kategori, dan pertimbangan etnis memunculkan 2 alternatif kategori.
Alternatif-alternatif kategori lahan tersebut dapat menjadi usulan dan masukan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil terkait dengan penetapan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
IDENTIFIKASI POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK ARAHAN
PERENCANAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT
PROPINSI SUMATERA BARAT
MHD. ZULFIKAR
TESIS
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Identifikasi Potensi Lahan Sawah untuk Arahan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat
Nama NRP
Program Studi
: : :
Mhd. Zulfikar A 156110234
Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si, PhD Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Kupersembahkan Karya ini
Kepada:
Ibunda tersayang Mismah Nasution
dan Ayahanda Almarhum Bustanuddin Sikumbang
Saudara-saudariku (Nurhayati, Raflis,Maiyulis, Zullaini, Syaifuddin,
Pebrizal, Junizal)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis kehadirat ALLAH SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Agustus 2012 di Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat ini adalah perencanaan wilayah, dengan judul Identifikasi Potensi Lahan Sawah untuk Arahan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Ir Baba Barus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.
6. Pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pasaman Barat yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian.
7. Sahabat-sahabat terbaikku PWL kelas Bappenas angkatan 2011 atas segala do’a, dukungan, bantuan dan kebersamaannya yang solid dan kompak selama proses belajar hingga selesai.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya juga disampaikan kepada almarhum ayahanda, ibunda, serta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sasak, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 08 Agustus 1973 dari pasangan Bustanuddin Sikumbang (Almarhum) dan Mismah Nasution. Penulis merupakan putra kedelapan dari delapan bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di desa kelahiran, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang dan lulus tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2011 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………. Iii
DAFTAR GAMBAR……….. v
DAFTAR LAMPIRAN……… vii
PENDAHULUAN Latar Belakang………... 1
Ruang Lingkup ………... 4
Rumusan Masalah………... 4
Tujuan Penelitian ………... 5
Manfaat Penelitian………... 5
Kerangka Pemikiran………... 6
TINJAUAN PUSTAKA Alih Fungsi lahan Sawah di Indonesia.……….. 7
Pembangunan Pertanian Pangan Berkelanjutan………... 10
Kebijakan Ketahanan Pangan………... 12
Strategi Pemerintah Menciptakan Ketahanan Pangan Berkelanjutan….. 13
Penginderaan Jauh dan Manfaatnya di Bidang Pertanian Pangan …….. 16
SIG dan Manfaatnya di Bidang Pertanian Pangan……….. 17
Analisis Hirarki Proses (AHP)………... 19
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian………... 20
Bahan dan Alat……….………... 21
Analisis, Identifikasi, Pemetaan dan Pengolahan Data……... 21
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Administrasi... 33
Kondisi Geofisik Wilayah………... 35
Penduduk dan Tenaga Kerja………... 41
Lahan Sawah dan Produksi Padi………... 43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan Aktual………... 49
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah…………... 51
Analisis dan Identifikasi Luas Lahan Aktual dan Potensial ………. 55
Identifikasi Lahan Pertanian Pangan yang mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Pangan……….. 62 Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten…………... 65
Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan………. 71
Analisis Pendapat Masyarakat terhadap LP2B dan LCP2B ………... 73
Pengelompokkan Lahan untuk Kelompok Kategori Lahan pada LP2B dan LCP2B……….. 80 Arahan Penetapan LP2B dan LCP2B serta Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Pasaman Barat………... 89 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………... 92
Saran………... 93
DAFTAR PUSTAKA……… 94
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kabupaten/Kota yang telah menetapkan LP2B dalam RTRW-nya... 15
2 Jenis data yang dibutuhkan proses penelitian ………... 21
3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ………... 28
4 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan ………... 28
5 Matriks Variabel Penciri dari Masing-masing Prioritas Usulan LP2B…. 30 6 Matriks Analisis Penelitian.………... 32
7 Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat ... 34
8. Data Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembapan Udara dan Kecepatan Angin di Daerah Sukamenanti dan Sekitarnya ... 36 9 Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai di Kab. Pasaman Barat……….. 37
10 Tingkat Kemiringan Lahan Kabupaten Pasaman Barat ………... 38
11 Letak Ketinggian Permukaan Laut Daerah Studi Pasaman Barat ... 39
12 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Soil Taxonomy (2010) di Kabupaten Pasaman Barat………... 40 13 Kesetaraan Tanah Dalam Berbagai Sistem Klasifikasi Tanah yang Terdapat di Kabupaten Pasaman Barat………... 40 14 Luas Daerah, Banyaknya Nagari, Rumah tangga dan Penduduk per Kecamatan tahun 2010………... 42 15 Banyaknya Penduduk 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin………... 43 16 Perkembangan Produksi Padi………... 46
17 Analisis Usaha Tani Padi Sawah Irigasi………... 47
18 Analisis Usaha Tani Padi Sawah Tadah Hujan………... 48
19 Penutupan/Penggunaan Lahan ………... 49
20 Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah di Kab. Pasaman Barat... 53 21 Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial Kabupaten Pasaman Barat… 53 22 Luas Lahan Aktual sebagai LP2B di Kab. Pasaman Barat... 57
23 Luas Lahan Potensial sebagai LCP2B di Kab. Pasaman Barat... 59
24 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kab. Pasaman Barat... 67
25 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan………... 71
26 Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor fisik... 74
27 Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor fisik………. ... 74
28 Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor
infrastruktur ………...
29 Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor infrastruktur……….. 75
30 Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor sosek... 76
31 Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor sosial ekonomi.... ... 76
32 Matriks perbandingan berpasangan setiap faktor………... 77
33 Nilai eigenvektor utama setiap faktor………... 77
34 Bobot dan skor untuk setiap faktor dan kriteria hasil perbandingan
berpasangan………...
78
35 Nilai Akhir AHP sebagai salah satu Kelompok kategori lahan pada
LP2B dan LCP2B……….
78
36 Matriks Ketersediaan Lahan Aktual dan Lahan Potensial untuk LP2B dan LCP2B Berdasarkan Penutupan/Penggunaan Lahan……...
81
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian………... 6
2 Lokasi Penelitian ………... 20
3 Bagan Alir Tahapan Penelitian………... 31
4 Peta Administrasi Kabupaten Pasaman Barat………... 34
5 Peta Jenis Tanah... 39
6 Perkembangan Produksi Padi Sawah Irigasi dan Padi Sawah Tadah Hujan Tahun 2006-2010 ………... 46 7 Diagram Persentase (%)Penggunaan Lahan Kab. Pasaman Barat Tahun 2012………... 50 8 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2012 Kab. Pasaman Barat……….... 51
9 Peta Kelas Kesesuaian Lahan Sawah Tahun 2012 Kab. Pasaman Barat………... 52 10 Peta Kelas Kesesuaian Lahan (2012) ……….. 54
11 Peta Lahan Sawah Irigasi dan Sawah Tadah Hujan……….. 54
12 Sawah Irigasi yang Dikategorikan Sebagai Lahan Aktual…... 55
13 Sawah Tadah Hujan yang Dikategorikan Sebagai Lahan Aktual……. 56
14 Diagram Persentase (%) lahan aktual di Kabupaten Pasaman Barat. 57 15 Semak Belukar yang Dikategorikan Sebagai Lahan Potensial………. 58
16 Diagram Persentase (%) Lahan Potensial Kabupaten Pasaman Barat……… 60 17 Peta Lahan Aktual dan Potensial ………., 61
18 Kondisi Lahan Sawah ditengah Areal ada Perumahan dan Tanaman Kelapa Sawit ……….... 61 19 Peta Lahan Aktual dan Lahan Potensial yang mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Pangan Berupa Jalan sebaran Irigasi... 62 20 Kondisi Jaringan Jalan di Kecamatan Talamau………... 63
21 Kondisi Jaringan Irigasi di Kecamatan Luhak Nan Duo……... 64
22 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Nasional………... 65
23 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat... 69
24 Peta Surplus-Defisit Lahan……….. 72
25 Hasil AHP Persepsi Masyarakat tentang Perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat………... 79 26 Peta Usulan LP2B dan LCP2B berdasarkan Kelompok I ... 84
27 Peta Usulan LP2B dan LCP2B berdasarkan Kelompok II ... 86
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner………... 98
2 Karakteristik Responden di Daerah Penelitian………... 105
3 Biaya Produksi Persawahan Irigasi………... 105
4 Biaya Produksi Persawahan Tadah Hujan………... 106
5 Hasil Produksi Persawahan irigasi………... 106
6 Hasil Produksi Persawahan Tadah hujan………... 106
7 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Sufficient Optimis………... 107 8 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Kontribusi Optimis………... 107 9 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Sufficient Pesimis………... 108 10 Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Kontribusi Pesimis………... 108 11 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (LREP II, 1994)………. 109 12 Peta Banjir dan Genangan Musiman………... 110
13 Peta Kedalaman Solum………... 110
14 Peta Zone Agroklimat (Oldemen)………... 111
15 Peta Jenis Tanah………... 111
16 Peta Drainase………... 112
17 Peta Ketinggian Tempat………... 112
18 Peta Lereng dan Keadaan Permukaan………... 112
19 Peta Reaksi Lapisan Atas Tanah/pH………... 113
20 Peta Struktur Tanah………... 114
21 Peta Tekstur Tanah………... 114
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati, ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas pertanian lokal harus dimanfaatkan dan dikembangkan guna meningkatkan dan mempertahankan ketahanan pangan lokal, daerah dan nasional. Penyeragaman kebijakan, rekomendasi dan praktek pertanian konvensional yang diberlakukan untuk semua kondisi lokal tidak tepat untuk mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk peningkatan ketahanan pangan.
Teknologi pertanian yang diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan kondisi lokal dalam menopang penerapan suatu teknologi. Berbagai teknologi dan kearifan lokal yang dikembangkan dan diterapkan masyarakat lokal termasuk dalam meningkatkan produksi dan kualitas pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki kualitasnya. Bila setiap masyarakat lokal dapat meningkatkan ketahanan pangannya sesuai dengan kondisinya masing-masing, secara agregatif ketahanan pangan nasional yang lebih mantap dan berjangka panjang akan tercapai.
Disamping permasalahan belum optimalnya pemanfaatan teknologi dan kearifan lokal dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, ada permasalahan lain yang lebih berat yaitu alih fungsi lahan pertanian pangan. Alih fungsi lahan pertanian pangan terutama lahan sawah ke penggunaan lain menjadi fenomena hampir di semua wilayah di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan tersebut sangat besar. Bagi sektor pertanian pangan, lahan merupakan faktor produksi pertama dan tak tergantikan. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama penyakit, kekeringan, banjir dan lainnya lebih bersifat sementara, penurunan produksi yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki (Departemen Pertanian, 2006a).
sejak tahun 1990 permasalahan utama yang dihadapi oleh kabupaten ini adalah alih fungsi lahan pertanian pangan ke penggunaan lain yang sangat pesat, terutama alih fungsi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit (Bappeda Kabupaten Pasaman Barat, 2011).
Kabupaten Pasaman Barat memiliki potensi sumberdaya alam yang relatif kaya dan subur. Terbentang dari utara ke selatan sangat cocok untuk pertanian dalam arti luas seperti perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, dan kelautan. Bukan sesuatu yang kebetulan, jika menjelang Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda merintis pembukaan onderneming perkebunan kelapa sawit di kaki Gunung Pasaman, yang juga dikenal dengan nama Ophir, wilayah yang kini menjadi Kab. Pasaman Barat (Bappeda Kab. Pasaman Barat, 2010)
Berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia dimana lahan pertanian beralih fungsi ke non pertanian, Kab. Pasaman Barat mengalami perubahan alih fungsi lahan dari pertanian tanaman pangan khususnya lahan sawah yang sangat subur ke lahan perkebunan sawit. Pada kurun waktu antara tahun 1990 - 2010 terjadi alih fungsi sawah produktif dan subur menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit, bahkan jika terus dibiarkan lambat laun lahan sawah akan habis dengan sendirinya (Sawit Watch, 2010)
Pencatatan penurunan luas areal persawahan ke pertanaman kelapa sawit baru dimulai pada tahun 2005-2010. Pada periode tersebut terjadi penurunan luas areal persawahan secara kumulatif sebesar 2.287 ha atau 450-500 ha/tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan Kab. Pasaman Barat, 2010).
Salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan dan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan yang (1) menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup, (2) mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara tidak terkendali, dan (3) menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia (Departemen Pertanian, 2006).
untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Dalam Undang-undang PLPPB diatur bahwa penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan pedesaan di wilayah kabupaten.
Implementasi UU Nomor 41 Tahun 2009 berupa peraturan terkait seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri ataupun peraturan daerah saat ini masih dalam proses penyusunan. Peraturan yang baru saja disahkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Peraturan ini antara lain berisi mengenai kriteria dan persyaratan serta tata cara penetapan ketiga komponen PLP2B tersebut yaitu Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional menjadi acuan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi dan kabupaten/kota sementara Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi menjadi acuan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota.
Adanya perencanaan dan penetapan ketiga komponen PLP2B dalam suatu wilayah akan mempermudah pemerintah dalam pembuatan rencana, kebijakan, dan program. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten. Penetapan LP2B dan LCP2B merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan ketiga komponen PLP2B tersebut merupakan dasar peraturan zonasi.
berkelanjutan dalam dokumen rencana tata ruang wilayah tersebut diharapkan rencana pembangunan bersinergi dan tidak akan bertolak belakang.
KP2B secara hierarki terdiri atas Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional (KP2BN), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi (KP2BP), dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota (KP2BK). KP2BN meliputi KP2B lintas provinsi, sementara KP2BP meliputi KP2B lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sedangkan KP2BK meliputi KP2B dalam 1 kabupaten/kota.
Ruang lingkup
Berdasarkan latar belakang masalah dan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang PLP2B terdapat beberapa pengertian yang dapat dijadikan referensi sebagai konsepsi dari pelaksanaan penelitian ini, antara lain :
1. LP2B adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. LCP2B adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang.
2. Penetapan KP2B ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan pedesaan di wilayah kabupaten, sedangkan penetapan LP2B dan LCP2B ditetapkan dalam Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RRTRWK). 3. Penelitian ini dilakukan pada lahan aktual milik petani dan lahan-lahan potensial
yang memungkinkan untuk dibudidayakan.
4. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan satuan hamparan lahan sawah yang dilindungi dalam rangka menyusun arahan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kab. Pasaman Barat Prop. Sumatera Barat.
Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar adalah :
1. Terjadinya konversi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit.
3. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan dan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan.
4. Pengesahan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan.
5. Perlunya menganalisis dan mengidentikasi potensi lahan sawah untuk diusulkan bagi arahan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi luas penggunaan lahan saat ini, luas lahan aktual dan potensial dan mengevaluasi kesesuaian lahan sawah aktual dan potensial untuk lahan sawah.
2. Mengidentifikasi luas lahan sawah aktual untuk LP2B yang mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian berupa jaringan jalan sawah dan jaringan irigasi.
3. Menganalisis proyeksi kebutuhan lahan sawah.
4. Menganalisis pendapat masyarakat tentang faktor yang mempengaruhi perencanaan dan penetapan LP2B dan LCP2B.
5. Mengelompokkan lahan untuk arahan kategori lahan pada LP2B dan LCP2B.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan untuk usulan perencanaan LP2B dan LCP2B, yang ditetapkan didalam Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RRTRWK) Pasaman Barat.
Kerangka Pemikiran
Lahan persawahan yang luas sangat penting untuk memperoleh hasil produksi beras yang maksimal sehingga tercipta ketahanan pangan. Namun seiring dengan alih fungsi lahan sawah ke pertanaman kelapa sawit yang terjadi di Kab. Pasaman Barat, maka luas lahan persawahan semakin menurun. Penurunan luas lahan persawahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, akan menyebabkan suatu saat daerah Pasaman Barat mengalami defisit lahan untuk produksi beras. Apabila hal tersebut terus berlangsung maka dikhawatirkan juga akan mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Pasaman Barat.
Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pasaman Barat bagi lahan sawahnya adalah melindungi dan menjaga lahan sawahnya dari konversi ke pertanaman kelapa sawit dan degradasi lahan. Kebijakan perlindungan atau proteksi ini tidak akan bisa meniadakan terjadinya konversi, tetapi diharapkan dapat menghambat laju alih fungsi lahan.
Saat ini telah disahkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan penyusunan peraturan pemerintah dari pusat sampai ke daerah yang mengatur lahan pertanian pangan termasuk aturan mengenai pengalihfungsian lahannya. Penelitian ini diharapkan mampu mengelompokkan lahan yang diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat. Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Memberikan Perlindungan terhadap lahan sawah dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi sehingga dapat terlaksananya program pembangunan pertanian pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat
Berkurangnya luasan lahan sawah
Ancaman terhadap ketahanan pangan Kab.
Pasaman Barat Konversi Lahan Sawah ke
Perkebunan Sawit
Perlunya perlindungan terhadap lahan sawah
TINJAUAN PUSTAKA
Alih Fungsi lahan Sawah di Indonesia
Lahan sawah, selain berfungsi sebagai penghasil padi, juga berperan dalam pemeliharaan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam. Namun, laju konversi lahan sawah ke penggunaan lain terus meningkat dari waktu ke waktu, sementara kebijakan pengendaliannya sangat sedikit. Terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lain antara lain disebabkan oleh kurangnya kepedulian banyak pihak atas fungsi-fungsi yang diembannya. Hal ini berakibat kurangnya perhatian bahkan cenderung mengabaikan arti penting nilai sebenarnya dari lahan sawah. Bagi ekonomi rumah tangga masyarakat petani di pedesaan, lahan sawah merupakan aset yang sangat penting. Dengan semakin berkurangnya atau beralih fungsinya lahan sawah akan berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagian besar petani beranggapan bahwa ketersediaan air akan berkurang, meningkatnya suhu udara dan terganggunya kelembagaan hubungan antar petani (Jamal, 1997).
Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Pemukiman dan Industri di Pulau Jawa
Departemen Pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian terkait dengan keterbatasan lahan. Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur berupa jalan, bangunan, industri dan pemukiman. Dengan demikian, permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non pertanian semakin meningkat, akibatnya banyak lahan sawah di pulau jawa mengalami alih fungsi ke pemukiman dan industri. Kurangnya insentif pada usaha tani lahan sawah dapat menyebabkan terjadi alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lainnya.
Konversi lahan pertanian tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sektor pertanian karena dapat menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga kerja yang selanjutnya berdampak pada penurunan produksi pangan dan pendapatan per kapita keluarga tani. Konversi lahan pertanian juga mempercepat proses marjinalisasi usaha tani sehingga menggerogoti daya saing produk pertanian domestik.
Konversi lahan pertanian merupakan isu strategis dalam rangka pemantapan ketahanan pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani dan pengentasan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi berbasis pertanian. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan telah diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan pertanian namun peraturan-peraturan tersebut kurang efektif. Pada masa pemerintahan otonomi daerah, peraturan-peraturan yang umumnya diterbitkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, kurang efektif karena pemerintah kabupaten/kotamadya memiliki kemandirian yang luas dalam merumuskan kebijakan pembangunannya (Simatupang et al 1990).
Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Diluar Pulau Jawa
Lahan sawah memiliki arti yang sangat penting dalam upaya
mempertahankan ketahanan pangan. Namun seiring perkembangan zaman, pertambahan penduduk, dan tuntutan ekonomi, eksistensi lahan pangan mulai terusik. Salah satu permasalahan yang cukup serius saat ini diluar pulau jawa berkaitan dengan lahan pangan adalah makin maraknya alih fungsi lahan pangan ke perkebunan kelapa sawit (Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu, 2011).
Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit menurut Irawan (2005) disebabkan oleh berbagai hal yaitu pendapatan usahatani kelapa sawit lebih tinggi dengan resiko lebih rendah, nilai jual/agunan kebun lebih tinggi, biaya produksi usahatani kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.
Perkebunan kelapa sawit dalam 10 tahun terakhir mengalami booming
dengan beberapa alasan terutama kebutuhan investasi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Faktor pendukung di luar itu adalah tekanan terhadap pengurangan bahan bakar fosil secara global. Dengan paradigma pertumbuhan ekonomi, pemerintah melihat bahwa perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa negara dari pajak.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit pada saat ini telah meluas hampir ke semua kepulauan besar di Indonesia. Selama 19 tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata 315.000 ha/tahun. Sampai saat ini Indonesia memiliki kurang lebih 7 juta hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit. Di luar itu, sekitar 18 juta hektar hutan telah dibuka atas nama ekspansi perkebunan kelapa sawit (Sawit Watch, 2010).
Perlindungan Lahan Pertanian di Indonesia
Perlindungan terhadap lahan pertanian merupakan hal yang akan terus dibicarakan selama laju konversi lahan pertanian ke non pertanian tinggi. Kebijakan untuk merencanakan kebutuhan lahan pertanian untuk 25-50 tahun yang akan datang harus segera dilakukan walaupun ketersediaan lahan pertanian di waktu sekarang masih mencukupi.
Lahan pertanian itu bukan dalam artian statis pada satu kawasan namun lebih pada pemahaman dinamis yang dilihat dari kebutuhan dan kemampuan dalam menjamin dan mencukupi ketahanan pangan rumah tangga, wilayah dan nasional, serta kesejahteraan petani yang berusaha di atasnya. Dari batasan tersebut, terlihat bahwa suatu hamparan lahan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, atau lahan yang tetap dipertahankan untuk kegiatan pertanian, merupakan hasil kesepakatan dari pihak-pihak terkait, terutama menyangkut ketahanan pangan pada berbagai tingkatan dan kesejahteraan petani yang berusaha di atasnya, serta kesepakatan mengenai satuan waktu tertentu lahan tersebut dipertahankan sebagai lahan pertanian.
pemilihan komoditas yang akan diproduksi selanjutnya didasarkan atas sifat-sifat non-alamiah, seperti jumlah penduduk, pengetahuan, keterampilan, kelembagaan petani, pasar dan lain-lain (Rustiadi et al., 2009).
Pembangunan Pertanian Pangan Berkelanjutan Lahan Pertanian Pangan
Menurut Sitorus (2004), sumberdaya lahan (land resources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumber daya lahan diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktifitas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan.
Sumberdaya lahan akan semakin menurun kontribusinya terhadap pangan yang diakibatkan terjadinya tekanan jumlah penduduk yang memperkecil kepemilikan lahan perkapita serta akibat adanya kompetisi penggunaan lahan. Hal ini menurut teori Thomas Malthus (Neo-Malthusian) diacu dalam Baliwati (2008) bahwa penduduk cenderung bertambah menurut deret ukur dan berlipat ganda setiap 30-40 tahun (kecuali jika terjadi kelaparan). Adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang dari faktor produksi lahan yang jumlahnya tetap, maka kebutuhan persediaan pangan yang meningkat menurut deret hitung, membutuhkan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan.
Menurut Riyadi (2002) salah satu isu penting yang terintegrasi dengan pengembangan kebijakan ketahanan pangan yaitu penataan ruang wilayah terutama melalui proses pembangunan wilayah pertanian yang didasarkan atas competitive forces dengan mengelola hegemonic forces melalui pengembangan kebijakan yang sejalan dengan system nilai pengembangan pangan.
[[
Ketahanan Pangan dan Pembangunan Berkelanjutan
Sadar akan dampak samping Pertanian Konvensional masyarakat lingkungan global sudah lama menyepakati penerapan dan pengembangan konsep Pertanian Berkelanjutan atau Sustainable Development sebagai realisasi Pembangunan Berkelanjutan pada sektor Pertanian dan Pangan.
Agenda 21 merupakan agenda berbagai program aksi pembangunan berkelanjutan disepakati oleh para pemimpin dunia di KTT Bumi Rio de Janeiro tahun 1992. Chapter 14 Agenda 21 berjudul Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) merinci berbagai konsep dan program aksi Pertanian Berkelanjutan yang perlu dilaksanakan oleh semua negara.
Menurut Agenda 21 konsep keberlanjutan merupakan konsep yang multidimensional termasuk didalamnya pencapaian tujuan ekologi, sosial dan ekonomi. Antara 3 (tiga) dimensi ini terdapat kaitan dan ketergantungan yang sangat erat. Penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi di pedesaan merupakan dasar untuk penyediaan cara-cara untuk mempertahankan fungsi sosial dan lingkungan mereka. Menjaga kualitas lingkungan juga merupakan prasyarat atau prakondisi yang diperlukan bagi pengembangan potensi ekonomi jangka panjang di pedesaan. Integritas ekologi dan nilai landscape pedesaan dapat merupakan daerah pedesaan sebagai kawasan wisata dan tempat hidup yang tenang dan menyenangkan sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modal.
Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO
Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian.
Sistem pertanian berkelanjutan juga berisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan tiga aspek sebagai berikut:
1. Kesadaran lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada.
3. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya.
Kebijakan Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Tata kelola pangan didasari oleh kerangka berfikir bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (Baliwati, 2010).
Bentuk pertama dari kebijakan publik dalam pembangunan ketahanan pangan adalah peraturan yang terkodifikasi secara formal dan legal. Bentuk kebijakan ini digolongkan menjadi : 1) Kebijakan yang bersifat makro atau umum, 2) Kebijakan yang bersifat meso atau menengah, 3) Kebijakan publik yang bersifat mikro
Orientasi atas berbagai bentuk kebijakan pembangunan ketahanan pangan sangat penting sebagai acuan untuk merumuskan perencanaan pembangunan provinsi/kabupaten/kota dalam kerangka sistem perencanaan pembangunan nasional. Ketahanan pangan bersifat multidimensional yang mencakup lintas wilayah, bidang, serta sektor, maka diperlukan pemahaman berbagai peraturan perundang-undangan, yang dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu 1) pangan, 2) terkait pangan, dan 3) tata kelola ketahanan pangan (Baliwati, 2010).
Sejarah Strategi dan Kebijakan Pemerintah untuk menciptakan Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Masalah pangan sebenarnya telah diantisipasi oleh pemerintah melalui berbagai macam kebijakan. Sejarah telah menyebutkan pada awal kemerdekaan Indonesia, Pemerintahan Soekarno pernah mengeluarkan Program Kesejahteraan Kasimo untuk mencapai swasembada beras. Pemerintahan Soekarno juga pernah mengeluarkan Program Sentra Padi untuk mencapai swasembada pangan. Namun akibat turbulensi politik dan disertai dengan pemberontakan maka pada masa itu terjadi krisis pangan yang cukup parah.
Pada zaman Soeharto kondisi pangan cukup terpuruk akibat beban masalah masa lalu. Melihat hal tersebut maka Pemerintahan Soeharto mengeluarkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima tahun) dengan senjata utama trilogi pembangunan. Pada 1969 pemerintah menambah peran dan fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog) yaitu sebagai manajemen stok penyangga pangan nasional dan penggunaan neraca pangan nasional sebegai standar ketahanan pangan nasional. Tahun 1973 Pemerintah Soeharto juga mempelopori berdirinya Serikat Petani Indonesia. Tahun 1974 pemerintah menerapkan revolusi hijau untuk mencapai swasembada beras.
Tahun 1978 pemerintah mengeluarkan Kepres 39/1978 yang mengembalikan tugas Bulog sebagai pengontrol harga gabah, beras, tepung, gandum, gula pasir dan lain-lain. Tugas Bulog semakin dipersempit pada tahun 1997 yaitu hanya sebagai kontrol harga beras dan gula pasir saja.
Pasca reformasi Pemerintahan Megawati menambah peran Bulog sebagai manajemen logistik beras yang termasuk penyediaan, distribusi, dan kontrol harga beras. Pada masa ini juga, pemerintah memprivatisasi Bulog dan berusaha untuk mencapai swasembada beras. Orientasi produksi sebagaian besar ditujukan pada produksi beras sebanyak-banyaknya. Hasilnya Pemerintah Megawati berhasil mencapai swasembada beras.
Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Undang-undang ini digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melindungi lahan pertanian pangan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan nasional (Rustiadi et al, 2010).
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang PLPPB merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian khususnya sawah di Indonesia. Pada UU ini disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang meliputi : (1) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), (2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), (3) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B).
Lahan pertanian dan lahan cadangan yang berada di dalam dan/atau diluar KP2B ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu:
• Kesesuaian lahan
KP2B ditetapkan pada lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia, dan biologi cocok untuk dikembangkan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.
• Ketersediaan Infrastruktur
KP2B ditetapkan dengan memperhatikan ketersediaan infrastruktur pendukung pertanian pangan antara lain sistem irigasi, jalan usaha tani, dan jembatan.
• Penggunaan Lahan Aktual (Kondisi existing)
• Potensi Teknis Lahan
Lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi/lereng, iklim, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah sesuai atau cocok dikembangkan untuk pertanian.
• Luasan Satuan Hamparan Lahan
Perencanaan LP2B dan LCP2B yang dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk.
Implementasi UU No. 41 tahun 2009 dan 4 Peraturan Pemerintah Turunannya
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pemerintah telah melakukan pengaturan tentang alih fungsi lahan, yaitu perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara akan dikenakan hukuman pidana dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun hal tersebut belum dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan. Sebaran Kabupaten/Kota yang telah berkomitmen dalam perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam RTRW-nya, disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kabupaten/Kota yang telah menetapkan LP2B dalam RTRW-nya
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota Yang menetapkan LP2B
Luas LP2B yang ditetapkan (ha)
1 NTT 1 9.936
2 Lampung 2 264.580
3 Jawa Tengah 30 843.795
4 Jawa Barat 6 181.744
5 Jawa Timur 27 611.087
Jumlah 66 1.911.142
Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia (2012)
Ada 4 peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No 41 Tahun 2009, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Penginderaan Jauh dan Manfaatnya di bidang Pertanian Pangan
Dalam usaha memelihara konsistensi penggunaan lahan sebagai areal pertanian maka diperlukan suatu sistem monitoring yang mampu mengamati, menganalisa, menyajikan serta membuat model-model keputusan sehingga aktifitas pertanian yang berkelanjutan tetap terjaga. Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi pendekatan terintegrasi yang dapat memodelkan masalah-masalah pertanian kaitannya dengan usaha menjaga konsistensi penggunaan lahan (monitoring), proteksi stabilitas lingkungan (analisis degradasi lahan dan identifikasi sumber air) dan analisa keruangan (basis data spasial). Salah satu keuntungan dari penginderaan jauh ini yaitu data yang dihasilkan mencakup wilayah yang luas yaitu sekitar 60–180 km2 (360.000–3.240.000 ha). Dengan mengamati daerah yang sangat luas beserta keadaan lahan yang mencakup topografi/relief, pertumbuhan tanaman/vegetasi dan fenomena alam yang terekam dalam citra memberi peluang untuk mengamati, mempelajari pengaruh iklim, vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran sumberdaya lahan dan lahan pertanian (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah, 2000).
Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Manfaatnya di bidang Pertanian Pangan
GIS (Geographic Information System) atau Sistem Informasi Berbasis Pemetaan dan Geografi adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi berbantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi GIS mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan, serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan melalui analisis geografis melalui gambar-gambar petanya. Dengan kemampuan SIG yang bisa memetakan apa yang ada di luar dan di dalam suatu area, kriteria-kriteria ini nanti digabungkan sehingga memunculkan irisan daerah yang tidak sesuai, agak sesuai, dan sangat sesuai dengan seluruh kriteria. Daerah pedesaan (rural) manajemen tata guna lahan lebih banyak mengarah ke sektor pertanian. Terpetakannya curah hujan, iklim, kondisi tanah, ketinggian, dan keadaan alam, akan membantu penentuan lokasi tanaman, pupuk yang dipakai, dan bagaimana proses pengolahan lahannya (Abdurachman et al. 2004).
Untuk lahan sawah, tersedianya informasi spasial berupa peta lapangan sangat penting agar lahan sawah yang akan diatur dan dikendalikan konversinya dapat dikenali dengan mudah. Penyusunan peta arahan lahan sawah abadi (utama) dilakukan secara desk study (pengumpulan data, análisis dan pengolahan data, penyusunan draft peta, diskusi, pembahasan) dan pengecekan di lapangan secara terbatas (Abdurachman et al. 2004).
Skala peta yang dibuat bergantung pada data (peta) lapangan yang tersedia. Untuk Jawa telah terbit (dalam jumlah terbatas) Peta Arahan Lahan Sawah Utama dan Sekunder Nasional: Jawa, Bali, dan Lombok skala 1:1.500.000 dalam bentuk tercetak dengan ukuran A3. Pengolahan dan penyajian data spasial didasarkan atas ketersediaan peta kerja dengan skala 1:250.000 dan dilaksanakan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Peta Arahan Pengendalian Konversi Lahan Sawah (Abdurachman et al.
2004) sudah dapat mengidentifikasi pengkelasan lahan sawah per kecamatan.
Namun, untuk kepentingan penetapan lahan sawah abadi tingkat kabupaten (kota),
perlu dibuat peta arahan yang lebih detail, yaitu skala 1:25.000 atau lebih besar lagi.
Hal ini penting karena pada umumnya pemerintah daerah belum mempunyai data
lahan yang akurat. Bunyamin (2004), menyatakan bahwa salah satu kendala
pengendalian konversi lahan adalah rendahnya tingkat akurasi penetapan lahan
produksi (sawah teknis) dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Oleh karena
itu sangat diperlukan pemutakhiran data penggunaan lahan, khususnya lahan sawah
irigasi teknis.
Dalam peta arahan lahan sawah utama dan sekunder yang juga merupakan
peta arahan pengendalian konversi dapat dikenali penyebaran dan luas
masing-masing kelas lahan sawah. Pengkelasan ini digunakan untuk membedakan
persyaratan konversi lahan sawah, karena dalam kondisi sosial ekonomi pedesaan
yang relatif lemah dan belum stabil, sulit ditetapkan lahan sawah abadi yang dapat
Analisis Hirarki Proses (AHP)
Analisis Hirarki Proses (AHP) pada dasarnya didisain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi. AHP banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi konflik.
AHP menggunakan struktur hirarkis kriteria dan kedua fungsi transformasi aditif dan perbandingan berpasangan kriteria untuk menetapkan bobot kriteria (Jankowski, 1995). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan.
Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain adalah : 1. Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana
perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur pada level yang lebih rendah.
2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur.
3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas. 4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai
korelasi dengan masalah dan tujuan.
Tiga prinsip dasar dalam AHP yaitu: 1) penyusunan hierarki, menggambarkan dan menguraikan secara hierarki persoalan yang akan diselesaikan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; 2) penetapan prioritas, pembedaan prioritas dan sintesis; dan (3) konsistensi logis (Saaty, 1991 dalam
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah berlokasi di Kabupaten Pasaman Barat (Gambar 2). Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.887,77 km2 dengan jumlah penduduk 388.893 jiwa pada tahun 2010 terdiri dari 11 kecamatan, 19 nagari dan 202 Jorong. Kabupaten Pasaman Barat dilintasi daerah Khatulistiwa yaitu pada 0033’ LU sampai dengan 0011’ LS dan 990 10’ BT sampai dengan 100004’ BT, dengan topografi yang datar dan landai serta beriklim panas. Ketinggian Kabupaten Pasaman Barat bervariasi antara 0 sampai 2912 meter di atas permukaan laut.
Wilayah Kabupaten Pasaman Barat memiliki letak geografis di jalur koridor pantai dimana sebagian kawasannya memiliki tingkat perkembangan fisik yang relatif lamban dibandingkan dengan bagian kawasan lain yang letaknya relatif dekat dari jalur jalan lintas Sumatera.
Waktu penelitian berlangsung dari bulan Mei – Agustus 2012.
Bahan dan Alat
Penelitian ini membutuhkan bahan/data primer dan sekunder. Data primer berupa wawancara, kuesioner, cek lapangan dan data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang mengeluarkan data, yang terdiri dari data spasial dan data atribut (sebagian besar didapat dari Bappeda Kab. Pasaman Barat). Cek lapangan dilakukan pada saat pengklasifikasian penggunaan lahan sawah.
Data spasial berupa peta tematik dari citra landsat tahun 2008 seperti peta administrasi, penggunaan lahan (landuse), jaringan jalan dan irigasi Kab. Pasaman Barat. Data atribut berupa data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dan Pasaman Barat Dalam Angka (PBDA). Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 2.
Alat analisis yang digunakan adalah software ArcGis 9.3, statistic versi 7,
Rataan Geometrik, Microsoft word dan Microsoft Excell. Serta peralatan penunjang berupa printer, kamera dijital dan peralatan menulis.
Tabel 2. Jenis data yang dibutuhkan proses penelitian
No. Jenis Sumber Tujuan
1. Data Sekunder
- Peta Administrasi
- Peta Penggunaan lahan
- Peta Jaringan Irigasi
- Peta Jaringan Jalan
- Kriteria Kesesuaian Lahan
- PBDA
- Wawancara dan kuisioner
- Cek Lapangan
Analisis, Identifikasi, Pemetaan dan Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer dan sekunder dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan untuk mengidentifikasi hamparan lahan yang akan direkomendasikan sebagai Lahan Pertanian Pangan yang terdiri dari LP2B dan LCP2B dilakukan dengan mengkompilasi dan memadukan data spasial dan tabular berdasarkan kriteria-kriteria yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan.
Data input yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi lahan pertanian pangan adalah :
• Peta Administrasi
• Peta penggunaan lahan
• Peta Jaringan Jalan
• Peta Jaringan Irigasi
• Kriteria kesesuaian lahan
• Pasaman Barat Dalam Angka 2011
1. Analisis dan Identifikasi Penggunaan Lahan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui luasan ketersediaan lahan sawah dan lahan-lahan yang berpotensi untuk dijadikan lahan sawah. Dari análisis ini juga dapat diketahui kelas penggunaan lahan yang mendominasi di Kabupaten Pasaman Barat. Dalam kondisi umum wilayah Kab. Pasaman Barat belum dijelaskan secara terperinci luasan masing-masing kelas penggunaan lahan.
2. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah
Analisis ini digunakan untuk menilai kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan lahan yang berpotensi untuk lahan sawah. Analisis yang digunakan adalah dengan menumpang-tindihkan kriteria satu dengan kriteria lainnya, berdasarkan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (LREP II, 1994) dalam Hardjowigeno, Widiatmaka (2007). Kelas kesesuaian lahan disusun sampai pada tingkat kelas yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).
3. Analisis dan Identifikasi Luas Lahan Sawah Aktual dan Lahan Potensial
4. Identifikasi Lahan Sawah Aktual untuk LP2B yang mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian
Idealnya setiap LP2B dan LCP2B mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian yaitu berupa jaringan irigasi dan jaringan jalan. Penelitian ini menggunakan peta jaringan jalan dan jaringan irigasi dari hasil interpretasi citra satelit landsat tahun 2008.
5. Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten
Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah digunakan untuk mengetahui kebutuhan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu di wilayah tertentu juga. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan perencanaan LP2B dan LCP2B. Jangka waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah tahunan, menengah dan panjang. Untuk rentang waktunya jangka menengah adalah 5 tahun sementara panjang adalah 20 tahun sesuai dengan penyusunan RTRW. Dalam penelitian ini, perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan didasarkan pada:
a) Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk. b) Pertumbuhan produktivitas.
c) Kebutuhan pangan nasional.
d) Kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan.
Keempat dasar perencanaan ini digunakan untuk menghitung kebutuhan luas sawah di Kab. Pasaman Barat. Kebutuhan lahan sawah ini dihitung selain untuk memenuhi kebutuhan pangan wilayahnya sendiri maupun kontribusi wilayah tersebut terhadap wilayah yang lebih luas, untuk provinsi kebutuhan harus dihitung kontribusi terhadap penyediaan beras nasional sementara bagi Kab. Pasaman Barat dihitung untuk kontribusi terhadap provinsi. Perhitungan kebutuhan lahan ini menggunakan 2 skenario yaitu skenario pesimis dan optimis. Asumsi yang digunakan adalah :
a) Skenario Pesimis
- Konsumsi beras per kapita yang digunakan adalah 140 kg/kapita per tahun. Angka ini didasarkan kepada standar kebutuhan kalori 2.200 kkal/orang/hari.
- Produktivitas tetap.
b) Skenario Optimis
- Konsumsi beras nasional menggunakan kelayakan tingkat konsumsi beras standar nasional saat ini yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 139,15 kg/kapita/tahun sementara Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pasaman Barat 106 kg/kapita/tahun sesuai dengan data yang digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat.
- Produktivitas naik sesuai rata-rata kenaikan 8 tahun terakhir.
- Intensitas pertanaman naik 1% per tahun
Proyeksi Jumlah Penduduk (y)
Penghitungan proyeksi jumlah penduduk menggunakan model saturasi yaitu: y = (313.454) + 7.343,46)*x………...(1) Dimana:
y = prediksi jumlah penduduk (jiwa)
x = jumlah penduduk tahun dasar (2010) (jiwa)
Data yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan penduduk tingkat nasional adalah data jumlah penduduk selama tahun 1971-2010 yang berasal dari World Bank dan BPS. Untuk Kabupaten Pasaman Barat data berasal dari BPS Kabupaten Pasaman Barat 2004-2010. Tahun dasar perhitungan (x) untuk tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten adalah jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Penghitungan dengan rumus ini dibantu dengan perangkat lunak Statistica 7 sehingga didapat nilai masing-masing komponen.
Kebutuhan Pangan (Kp)
Kebutuhan pangan adalah perkalian dari konsumsi beras per kapita dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu. Persamaannya sebagai berikut:
Kp = Kb*yt *62,74% ... (2) Dimana :
Kp = kebutuhan pangan dalam GKG (kg) Kb = konsumsi beras (kg/kapita/tahun) yt = jumlah penduduk tahun ke-t (jiwa)
ditetapkan yaitu 139,15 kg/kapita/tahun dan 106 kg/kapita/tahun untuk provinsi dan kabupaten sesuai standar yang digunakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat. Nilai 62,74% adalah faktor konversi beras ke GKG berdasarkan pada hasil survei susut panen dan pasca panen gabah beras kerjasama BPS dan Kementerian Pertanian (2009).
Kebutuhan Luas Panen (Klp)
Kebutuhan luas panen adalah kebutuhan pangan dibagi dengan produktivitas. Persamaannya sebagai berikut:
Klp = Kp/p ...(3) Dimana :
p = produktivitas (ton/ha)
Produktivitas berasal dari produktivitas tahun 2010 sementara pertumbuhan produktivitas per tahun untuk provinsi berdasar pada rata-rata pertumbuhan produktivitas 2000-2010 sedangkan kabupaten berdasar rata-rata pertumbuhan produktivitas 2004-2010.
Kebutuhan Luas Tanam (Kt)
Kebutuhan luas tanam adalah kebutuhan luas panen ditambah dengan luas resiko gagal panen. Persamaannya sebagai berikut:
Kt = Klp + Lgp ...(4) Dimana :
Klp = Kebutuhan luas panen (ha) Lgp = Luas resiko gagal panen (ha)
Luas gagal panen (puso) didasarkan kepada luas gagal panen nasional pada tahun 2003-2008 yaitu 1% dari luas panen. Data ini digunakan karena data luas gagal panen provinsi dan kabupaten tidak tersedia.
Kebutuhan Lahan Baku Sawah (Ks)
Kebutuhan lahan baku sawah adalah luas tanam dibagi intensitas pertanaman. Persamaannya sebagai berikut:
Ks= Kt/IP * 100...5) Dimana: