ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI
KAKAO KERING DENGAN
VALUE STREAM MAPPING
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan M. ARIF DARMAWAN.
Tahapan proses pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi. Pemborosan pada proses produksi dapat mempengaruhi kinerja yang dapat dinilai dengan penerapan proses pada lini produksi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis pemborosan (waste), mengidentifikasi penggunaan konsep value stream mapping dalam menganalisa penyebab pemborosan, dan memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan pengolahan biji kakao kering. Value stream mapping tools yang dipilih untuk identifikasi pemborosan yaitu kuesioner Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Hasil identifikasi pemborosan pada pengolahan biji kakao adalah over production, unnecessary inventory, motion, waiting, dan transportation. Value Stream Mapping tools yang digunakan untuk menganalisa penyebab pemborosan yaitu Process Activity Mapping (PAM) dan Supply Chain Respon Matrix (SCRM). Berdasarkan identifikasi pemborosan menggunakan PAM diperoleh waktu VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason), NVA sebesar 3,65% (RD) dan 4,31% (mason), serta NNVA sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason). Pemetaan SCRM menunjukkan waktu pemenuhan permintaan biji kakao dari area produksi hingga ke konsumen membutuhkan waktu 107 hari. Rekomendasi perbaikan pemborosan adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator.
ABSTRACT
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analysis of the Production System in the processing of dried cocoa beans with Value Stream Mapping. Supervised by DWI SETYANINGSIH and M. ARIF DARMAWAN.
The stage of processing cocoa beans could affect waste generation in production process. Furthermore, waste in production process affect the performance, which can be assesed with the application process on the production line. The purpose of this research is to identify the waste, apply the Value Stream Mapping to analyze waste cause and recommend improvement of dried cocoa production process. Value stream mapping tools were selected for identify the waste are Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). The results of identification are over production, unnecessary inventory, motion, waiting, and transportation. The Value Stream Mapping tools to analyze the cause of the waste are Process Activity Mapping (PAM) and Supply Chain Respon Matrix (SCRM). The result of waste identification use PAM obtained that VA time are 77,99% (RD) and 79,86% (mason), NVA time are 3,65% (RD) and 4,31% (mason) and NNVA time are 18,36% (RD) and 16,01% (mason). SCRM mapping indicates that the time for fulfillment of the cocoa bean production to consumers is 107 days. The recommendation for improve the dried cocoa production process is to repair material handling, to repair the heater machine for drying, to unificate the of floor production, and to supervise the work of operators for each stage of the process. Keywords: process activity mapping, supply chain relationship matrix, value
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI
KAKAO KERING DENGAN
VALUE STREAM MAPPING
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping
Nama : Ayu Dayinta Septia Hapsari NIM : F34100069
Disetujui oleh
Dr Dwi Setyaningsih, STP, MSi Pembimbing I
M Arif Darmawan, STP, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Alm. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev, Ibu Dr. Dwi Setyaningsih, STP, MSi, dan Bapak M. Arif Darmawan, STP, MT selaku pembimbing, dan Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA sebagai penguji, serta pihak perusahaan sebagai tempat penelitian, dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, seluruh keluarga, TIN 47, keluarga Chatralaya, keluarga IMJB dan keluarga UKM Century atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kerangka Pemikiran 4
METODE 4
Bahan 4
Alat 5
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1 Konversi rentang skor keterkaitan waste 5
2 Seven value stream mapping tools 7
3 Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao 10
4 Waste Matrix Value pengolahan biji kakao 10
5 Kelompok jenis pertanyaan kuesioner 11
6 Hasil perhitungan waste assessment 11
7 Hasil pembobotan seven value stream mapping tools 12 8 Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao
kering 13
9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao 17
10 Rekomendasi perbaikan pemborosan 19
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 4
2 Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean 9 3 Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering 15
4 Fishbone diagram pemborosan over production 17
5 Fishbone diagram pemborosan waiting 18
6 Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory 18
7 Fishbone diagram pemborosan motion 18
8 Fishbone diagram pemborosan transportation 18
DAFTAR LAMPIRAN
1
Penjelasan hubungan antar pemborosan (waste) 22 2 Pertanyaan kuesioner keterkaitan antar pemborosan 24 3 Jawaban kuesioner keterkaitan pemborosan dan konversi 25 4 Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM 26 5 Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj) 286 Kuesioner Waste Assessment Questionnaire 30
7 Hasil penilaian kuesioner waste assessment 34
8 Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj) 36 9 PAM pengolahan biji kakao (pengeringan rotary drying) 38 10 PAM pengolahan biji kakao (pengeringan mason) 40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai komoditas yang dikembangkan oleh pemerintah. Salah satu komoditas yang mampu bersaing di perdagangan dunia adalah kakao. Indonesia mampu memproduksi 10,77% biji kakao pada tahun 2011/2012 dan diperkirakan pada tahun 2013/2014 hanya memproduksi 9,99% dari seluruh biji kakao yang dihasilkan di dunia (ICCO 2014). Pada tahun 2012/2013 biji kakao yang dihasilkan di dunia adalah 4.077 ribu ton dengan kekurangan 174 ribu ton, sedangkan pada 2013/2014 diperkirakan biji kakao dihasilkan sekitar 4.178 ribu ton dengan kekurangan 115 ribu ton (ICCO 2014). Kurangnya pemenuhan kebutuhan biji kakao di dunia menjadi salah satu pendorong bagi pelaku pengolah kakao di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas biji kakao yang dihasilkan.
Penurunan persediaan biji kakao dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya proses produksi yang diterapkan oleh pelaku pengolah kakao. Komoditas kakao Indonesia dikembangkan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Besar Swasta telah banyak menerapkan proses pengolahan biji kakao dengan menggunakan mesin dan peralatan modern. Salah satu perkebunan kakao swasta di Indonesia adalah PT X yang mengolah biji kakao basah dari kebun kemudian diproses menjadi biji kakao kering. Proses pengolahan biji kakao yang diterapkan oleh pabrik akan mempengaruhi mutu dari biji keringnya, selain itu aktivitas setiap tahapan proses pada pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi.
2
Perumusan Masalah
1. Bagaimana jenis pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering?
2. Bagaimana penggunaan metode value stream mapping untuk analisis pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering?
3. Bagaimana perbaikan pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi jenis pemborosan (waste) yang terjadi ada proses pengolahan biji kakao kering.
2. Mengaplikasikan metode value stream mapping dalam menganalisis penyebab pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering.
3. Memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan identifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao yang termasuk dalam tujuh jenis pemborosan (seven waste) dan mengidentifikasi penyebab pemborosan dengan menggunakan value stream mapping. Selain itu dapat memberikan rekomendasi perbaikan untuk pemborosan yang terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA
3 atau kegiatan yang tidak bernilai tambah. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi jenis dan pengurangan pemborosan produksi pengolahan biji kakao dengan metode Value Stream Mapping.
Value stream mapping yang dikembangkan oleh Hines and Rich (1997), memiliki tujuh macam tools yaitu Process Activity Mapping, Supply Chain Respon Matrix, Production Variety Funnel, Quality Filter Mapping, Demand Amplification Mapping, Decision Point Analysis, dan Physical Structure. Proses pemilihan tools dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden di perusahaan. Penelitian terdahulu oleh Daonil (2012) berdasarkan Rawabdeh (2005) dalam mengidentifikasi dan mengukur pemborosan menggunakan Waste Assessment Model dengan menyebarkan kuesioner berupa seven waste relationship untuk menyusun Waste Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionaire (WAQ). Kedua kuesioner digunakan untuk menghitung bobot pemborosan pada pemilihan mapping tools. Penjelasan hubungan keterkaitan antar pemborosan menurut Rawabdeh (2005) pada Daonil (2012) disajikan pada Lampiran 1. Keterkaitan pemborosan dihitung berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden. Nilai kuesioner digunakan untuk menyusun WRM. Menurut Rawabdeh (2005), pengembangan WRM berguna untuk menyederhanakan pencarian masalah pemborosan pada suatu proses produksi. Selain itu untuk mengidentifikasi pemborosan sehingga dapat mengeliminasi pemborosan yang terjadi (Rawabdeh 2005). Menurut Rawabdeh (2005), kuesioner untuk WAQ terdiri dari 68 pertanyaan. Kuesioner ini mewakili dua jenis pertanyaan yang didahului dengan “from” yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang dapat menyebabkan munculnya pemborosan yang lain dan “to” yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang muncul disebabkan oleh pemborosan lain. Jawaban kuesioner terdiri dari dua kategori jawaban, yaitu A bila terdapat pemborosan dan B bila tidak terdapat pemborosan. Kedua kategori jawaban tersebut memiliki tiga jenis pilihan jawaban yaitu “ya”, “sedang”, dan “tidak” yang memiliki bobot 1, 0.5, dan 0.
4
Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
METODE
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan produksi untuk penggambaran keseluruhan proses pada pengolahan biji kakao kering.
2. Penyebaran kuesioner kepada pihak perusahaan untuk mengidentifikasi keterkaitan antar pemborosan (waste) dengan Waste Relationship Matrix (WRM), kemudian penyebaran kuesioner Waste Assessment Questionnaire (WAQ).
3. Identifikasi Value Stream Mapping dari hasil penilaian kuesioner dengan pemilihan mapping tools untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan.
4. Rekomendasi perbaikan proses pengolahan biji kakao kering dari hasil identifikasi pemborosan.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kakao sebagai obyek untuk pengamatan proses produksi.
Value Stream Mapping (Hines and Rich 1997)
(PAM dan SCRM)
Rekomendasi perbaikan pemborosan Identifikasi pemborosan Analisis pendahuluan
Rawabdeh (2005)
Waste Assessment Questionnaire
(tingkat tujuh pemborosan pada
produksi)
Waste Relationship Matrix (keterkaitan setiap pemborosan)
Kuesioner 1 Waste
Bobot awal pertanyaan
Final waste factor (%)
5
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah stopwatch untuk perhitungan value added time dan non value added time pada proses produksi. Selain itu digunakan alat untuk perhitungan jarak antar stasiun kerja yaitu meteran.
Prosedur Analisis Data
Analisis pada penelitian dibagi menjadi tiga kelompok obyek yang diamati, yaitu :
1. Penggambaran proses pengolahan biji kakao kering
Hasil pengamatan dan perhitungan waktu proses untuk menggambarkan pengolahan kakao yang berlangsung.
2. Penyebaran kuesioner
Kuesioner yang diberikan kepada pihak perusahaan terdiri dari dua jenis, yaitu keterkaitan antar pemborosan untuk menyusun Waste Relationship Matrix dan Waste Assessment Questionnaire untuk menentukan peringkat pemborosan pada proses produksi (Rawabdeh 2005).
Waste Relationship Matrix (WRM)
Penilaian kuesioner dari pihak perusahaan untuk keterkaitan antar waste kemudian akan dikonversi sesuai dengan ketentuan pada Tabel 1.
Tabel 1 Konversi rentang skor keterkaitan waste
Simbol Keterkaitan Kisaran Nilai
A Absolutely necessary 17-20
E Especially important 13-16
I Important 9-12
O Ordinary Closeness 5-8
U Unimportant 1-4
Sumber: Rawabdeh (2005)
Lalu hasil nilai kuesioner disusun menjadi Waste Relationship Matrix. Contohnya bila nilai kuesioner 10, maka termasuk nilai important. Selanjutnya hasil matriks WRM dikonversi menjadi angka dengan ketentuan simbol A=10, E=8, I=6, O=4, U=2, dan X=0 (Rawabdeh 2005). Lalu dihitung jumlah skor dan persentase dari setiap pemborosan untuk membuat Waste Matrix Value. Waste Assessment Questionnaire (WAQ)
Langkah-langkah untuk menganalisis WAQ menurut Rawabdeh (2005) yaitu sebagai berikut :
a. Menghitung jumlah pertanyaan from dan to dari setiap pemborosan (waste). b. Memasukkan bobot awal pertanyaan kuesioner WAQ berdasarkan WRM. c. Membagi setiap bobot pemborosan dengan jumlah pertanyaan (Ni) untuk
6
Sj ∑ j.k i
Sj adalah skor dari waste, j merupakan tipe waste dari setiap pertanyaan di nomor k. W adalah bobot dari hubungan waste. Selain itu menghitung Fj yang merupakan frekuensi dari jawaban berisi bobot tidak nol untuk setiap waste (j).
d. Mengalikan penilaian hasil kuesioner (1, 0.5, dan 0) dengan bobot pemborosan. Rata-rata nilai hasil kuesioner dari lima responden dihitung dengan rumus geomean:
om an √
Menurut Anonim (2001), cara menghitung geomean dengan adanya nilai 0 pada data yaitu semua data ditambah 1, kemudian dilakukan perhitungan geomean. Hasil dari geomean tersebut dikurangi 1, lalu hasil pengurangan tersebut menjadi rata-rata jawaban responden pada kuesioner WAQ.
e. Menghitung jumlah skor (sj) untuk setiap pemborosan dan frekuensi (fj) dengan mengabaikan nilai 0. Rumus yang digunakan untuk menghitung sj sebagai berikut:
sj ∑ k j,k i
sj adalah total nilai bobot pemborosan, sedangkan Xk adalah nilai dari jawaban kuesioner (1, 0.5 dan 0)
f. Menghitung indikator awal untuk setiap pemborosan (Yj) dengan rumus berikut:
j Sjsj Fjfj
g. Mengalikan nilai persentase “from” dengan “to” untuk setiap pemborosan untuk memperoleh probabilitas masing-masing waste (Pj).
h. Menghitung nilai final waste factor (Yj final) untuk setiap pemborosan dengan rumus berikut:
jfinal j Pj
3. Identifikasi Value Stream
7 Tabel 2 Seven value stream mapping tools
Waste
Sumber: Hines and Rich (1997)
HASIL DAN PEMBAHASAN
PT X adalah pabrik pengolah biji kakao kering yang rata-rata mengolah sekitar 40 ton biji setiap harinya. Biji kakao basah hasil panen berasal dari tujuh divisi kebun. Biji kakao basah (hasil pengupasan di kebun) menjadi bahan baku utama proses produksi di pabrik. Truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut biji kakao dari kebun menuju pabrik pengolahan. Biji kakao yang dihasilkan kebun dibagi menjadi tiga, yaitu good bean, poor bean, dan bad bean. Proses pemisahan ketiga jenis biji kakao dilakukan di kebun. Biji kakao good bean diproses menggunakan peralatan dan mesin pengolah biji kakao, sedangkan poor bean dan bad bean hanya dilakukan penjemuran hingga kering kemudian dikemas. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap pengolahan biji kakao good bean.
8
per karung. Biji kakao yang telah dikemas selanjutnya disimpan pada gudang penyimpanan dengan maksimum tumpukan sebanyak 8 karung.
Pada Gambar 2 disajikan proses dan jenis pemborosan pengolahan biji kakao good bean untuk satu kali proses produksi. Pemetaan dengan Microsoft Visio digambarkan dengan memisahkan waktu value added dan non value added proses produksi dengan pengamatan dan pengukuran waktu. Pemetaan pada penimbangan, receiving, dan pressing tidak dijelaskan secara rinci karena termasuk dalam proses non value added. Proses penimbangan menuju receiving membutuhkan waktu 7.436 detik, sedangkan proses receiving berlangsung 8.507 detik. Aktivitas menuju proses pressing berlangsung 5.897 detik, sedangkan proses pressing sekitar 5.483 detik. Waktu yang digunakan menuju proses fermentasi dengan memindahkan bucket adalah 4.402 detik.
Banyaknya panen biji kakao basah dari kebun pada proses menuju receiving menyebabkan kelebihan produksi yang dikategorikan pada over production, sehingga menyebabkan aliran produksi yang tidak lancar. Pada proses receiving terjadi penggunaan waktu tidak efektif oleh biji kakao basah dan pekerja, sehingga menyebabkan waktu produksi semakin lama yang termasuk pada pemborosan waiting. Pekerja yang melakukan bongkar muat biji kakao dari truk harus menunggu bucket untuk menyimpan biji kakao. Selain itu aktivitas menunggu pengepresan biji kakao karena lambatnya operator. Pemborosan berupa waiting terdapat pula pada proses fermentasi menuju pengeringan circuler drier, karena proses menunggu biji kakao yang akan dipindahkan.
Pada pengeringan circuler drier terjadi pemborosan motion, yaitu pergerakan berulang sehingga menyebabkan rendahnya ergonomi. Pemborosan ini disebabkan oleh biji kakao setengah kering yang dihasilkan harus dipindah menggunakan alat penampung biji secara berulang kali. Selain itu hasil pengeringan biji kakao setengah kering harus menunggu proses pengeringan biji kakao dengan pengering rotary drier. Aktivitas menunggu tersebut menyebabkan pemborosan waiting yang mengakibatkan waktu produksi semakin lama. Pada masa panen yang melimpah pihak perusahaan menggunakan pengering biji kakao berupa pengering mason. Pengering mason terletak pada bangunan yang berbeda dengan peralatan pengolah biji kakao yang lain, sehingga menyebabkan pemborosan berupa transportation. Selain itu waktu menunggu terjadi pada proses menuju pengering biji kakao mason akibat pemindahan biji kakao dari pengering circuler drier yang lambat oleh pekerja. Hal tersebut menyebabkan pemborosan berupa waiting. Pada silo 1 terjadi penumpukan biji kakao setengah kering sehingga menyebabkan pemborosan berupa unnecessary inventory yaitu penyimpanan biji kakao yang berlebihan pada masa panen melimpah. Proses produksi biji kakao yang dilakukan tidak bersifat order oleh konsumen tetapi sesuai dengan hasil panen biji kakao basah dari kebun sehingga menyebabkan kelebihan persediaan biji kakao dan penumpukan di silo 1.
Pengeringan
Proses Pengolahan Biji Kakao Kering
12979
Penimbangan Receiving Pressing Fermentasi Pengeringan
Circuler
Keterangan: a. Pengeringan dengan rotary drier ;b. Pengeringan dengan mason. Angka (dalam detik).
Gambar 2 Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean
a
b
10
Waste Relationship Matrix (WRM)
Penilaian hubungan antar pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan kakao diperoleh dari nilai kuesioner yang diberikan kepada perusahaan. Pada Lampiran 2 disajikan pertanyaan kuesioner yang diberikan kepada lima responden karyawan perusahaan, yaitu Mill Assistant, Head Clerk, Dayroll Clerk, Laboratorium Analys, dan Godown Master. Berdasarkan penilaian pembobotan pemborosan oleh pihak perusahaan diperoleh nilai dan hasil konversi keterkaitan antar pemborosan pada Lampiran 3. Hasil skor penilaian kuesioner kemudian dikelompokkan sesuai tingkat keterkaitan antar pemborosan berdasarkan rentang skor menurut Rawabdeh (2005). Selanjutnya hasil penilaian kuesioner dibuat menjadi Waste Relationship Matrix (WRM) pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dan 4 ditunjukkan hubungan setiap jenis pemborosan, simbol O=over production, I=inventory, D=defect, M=motion, T=transportation, P=process, dan W=waiting.
Tabel 3 Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao
From/To O I D M T P W
Tabel 4 Waste Matrix Value pengolahan biji kakao
11 waiting dipengaruhi oleh adanya over production saat biji kakao hasil panen melimpah.
Waste Assessment Questionnaire (WAQ)
Penilaian pemborosan (waste) yang diperoleh dari WRM, selanjutnya digunakan untuk penilaian awal Waste Assessment Questionnaire (WAQ) berdasarkan jenis pertanyaan. Pada Tabel 5 disajikan pengelompokan jenis pertanyaan yang digunakan pada waste assessment questionnaire.
Tabel 5 Kelompok jenis pertanyaan kuesioner
No Jenis pertanyaan (i) Total (Ni)
Pembobotan awal 68 pertanyaan pada kuesioner WAQ berdasarkan hasil WRM disajikan pada Lampiran 4. Selanjutnya perhitungan jumlah skor (Sj) dan frekuensi (Fj) disajikan pada Lampiran 5, dengan cara hasil pembobotan pertanyaan dibagi dengan jumlah pertanyaan (Ni). Pada Lampiran 6 dan 7 disajikan kuesioner dan hasil penilaian responden terhadap waste assessment questionnaire. Rata-rata nilai (0, 0.5, dan 1) yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung total skor (sj) dan frekuensi (fj) setiap kolom pemborosan. Perhitungan total skor dan frekuensi selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Perhitungan indikator awal setiap pemborosan (Yj) dan nilai akhir faktor pemborosan (Yjfinal) diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus. Berikut disajikan hasil akhir penilaian waste assessment pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil perhitungan waste assessment
12
Hasil akhir (%) selanjutnya digunakan sebagai pembobotan dalam pemilihan value stream mapping tools digunakan dengan mengalikan hasil pembobotan pemborosan dengan faktor pengali yang telah ditentukan. Pada Tabel 7 disajikan hasil perkalian bobot pemborosan dengan matriks seven stream mapping tools.
Tabel 7 Hasil pembobotan seven value stream mapping tools
Waste Bobot Mapping Tools
PAM SCRM PVF QFM DAM DPA PS
Over production 19.02 19.22 57.66 19.22 57.66 57.66
Unnecessary
inventory 15.59 46.59 139.77 46.59 139.77 46.59 15.53
Product defect 16.22 16.38 147.42
Unnecessary
motion 14.33 125.1 13.9
Transportation 13.89 127.08 14.12
Inappropriate
processing 7.89 62.55 20.85 6.95 6.95
Time waiting 13.55 125.01 125.01 13.89 41.67 41.67
Total 526.25 333.65 83.09 172.59 238.02 152.07 29.48
Kedua jenis value stream mapping tools yaitu PAM dan SCRM dipilih untuk menganalisis dan mengidentifikasi akar pemborosan yang terjadi pada produksi biji kakao kering.
Process Activity Mapping (PAM)
13 Tabel 8 Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao
kering
Pengeringan rotary drying Pengeringan mason
Aktivitas Jumlah Waktu (detik)
Aktivitas Jumlah Waktu (detik)
Operation 21 544.181 Operation 22 469.512,38
Transport 11 29.527,5 Transport 10 22.372,42
Total waktu 637.011,5 Total waktu 516.164,8
%VA 77,99 %VA 79,86
%NVA 3,65 %NVA 4,13
%NNVA 18,36 %NNVA 16,01
Pada Tabel 8 yaitu identifikasi Process Activity Mapping dilakukan pemisahan perhitungan waktu aktivitas VA, NVA, dan NNVA dengan kedua jenis pengering biji kakao yaitu rotary drying dan mason. Proses pengolahan biji kakao dari penimbangan, receiving, pressing, fermentasi, hingga pengeringan biji kakao setengah kering dengan circular drier memiliki waktu yang sama. Perbedaan waktu VA, NVA, dan NNVA berlangsung setelah proses pengeringan biji kakao dengan circular drier hingga menuju proses pengemasan (packing). Selanjutnya untuk proses packing hingga penggudangan untuk kedua jenis pengering memiliki waktu yang sama.
Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan, tingginya nilai persentase VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason) dipengaruhi oleh lamanya waktu proses fermentasi, pengeringan dan pengemasan (packing). Proses tersebut termasuk aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi biji kakao kering yang akan dijual kepada konsumen. Fermentasi berperan penting untuk membentuk mutu dan citarasa biji kakao kering. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air biji kakao agar menjaga citarasa maupun mutu biji kakao yang telah terbentuk selama masa fermentasi. Selain itu berguna untuk menghindari cemaran dari jamur maupun mikroba yang dapat merusak biji kakao kering selama disimpan di gudang. Pengeringan yang terdiri dari dua tahap yaitu pengeringan biji kakao setengah kering dan kering mempengaruhi waktu yang digunakan untuk proses. Pada pengeringan biji kakao kering terdiri dari dua jenis mesin yaitu rotary drier dan mason. Waktu yang digunakan untuk proses pengeringan oleh kedua mesin tersebut berbeda, sehingga persentase nilai VA kedua mesin berbeda pula. Pada pengemasan terjadi proses sortasi (grading) untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang terikut biji kakao selama proses pengolahan.
14
kecepatan operator dalam menangani proses receiving mempengaruhi waktu tunggu. Proses pengepresan mengalami kendala karena jumlah alat pressing yang tersedia hanya dua dan kecepatan operator yang menangani tidak sesuai, sehingga terjadi aktivitas menunggu. Selain itu proses menunggu terjadi pada pemindahan hasil fermentasi menuju CD, karena operator dan crane masih digunakan untuk memindahakan hasil fementasi sebelumnya. Pada pengeringan biji kakao setengah kering terjadi proses menunggu karena pemindahan biji masih menggunakan tenaga pekerja. Waktu tunggu terjadi karena pekerja masih melakukan pembongkaran biji kakao setengah kering pada pengering CD yang lain, sehingga diperlukan waktu untuk membongkar muat biji kakao tersebut.
Aktivitas NNVA memiliki jumlah aktivitas yang paling tinggi, namun jumlah waktunya lebih rendah dibandingkan aktivitas VA. Aktivitas ini hanya memiliki persentase penggunaan waktu sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason) dalam proses pengolahan biji kakao. Persiapan untuk memulai proses dan pemindahan bahan memiliki pengaruh yang cukup besar pada aktivitas NNVA. Jumlah aktivitas tersebut dieliminasi dengan mengurangi aktivitas pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Letak proses pengeringan mason yang tidak berdekatan dengan proses lainnya (berbeda bangunan) menyebabkan proses pemindahan menjadi lebih banyak dan waktu yang digunakan semakin bertambah. Proses pemindahan biji setengah kering yang terlalu banyak terlihat pada pemindahan biji pada karung, pengangkutan karung menuju truk untuk dipindahkan pada pengering mason, dan bongkar muat dari truk menuju mason yang dilakukan secara manual oleh pekerja dengan dipanggul.
Selain itu pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 ke box 2 merupakan aktivitas yang perlu dihilangkan, karena pemindahan ini hanya perlu dilakukan sekali dengan menyesuaikan box penampung dengan mesin pengering CD. Pemindahan dari box 1 ke box 2 dilakukan karena dimensi box 2 terlalu tinggi dibandingkan mesin pengering CD, sehingga dibutuhkan box 1 untuk menampung biji setengah kering. Terdapat pula pemindahan biji kakao kering dari silo 1 (pada lantai produksi) ke silo 2 (pada gudang pengemasan). Pemindahan yang terjadi karena letak kedua bangunan yang terpisah, sehingga perlu menggunakan conveyor untuk mengalirkan biji kakao. Aktivitas NNVA terdapat pula pada proses penyimpanan biji kakao kering pada silo 1. Hal tersebut disebabkan penggunaan satu mesin grading pada pengemasan biji kakao kering sehingga menghambat aliran biji kakao kering dari silo 1 ke silo 2. Terbatasnya tenaga kerja pada packing mempengaruhi proses pengemasan yang berlangsung. Proses pemindahan maupun aktivitas yang terlalu banyak diterapkan akan menambah waktu proses produksi dan menambah jam kerja pekerja.
Total waktu untuk mengolah biji kakao dengan menggunakan dua jenis pengering yaitu mason dan rotary drying adalah 637.011,5 dan 516.164,8 detik. Bila waktu tersebut dikonversikan menjadi satuan hari, waktu pengolahan biji kakao dengan pengering RD hingga biji disimpan di gudang yaitu selama 7,37 hari. Pada pengeringan biji kakao dengan pengering mason waktu yang diperlukan untuk keseluruhan proses adalah 5,97 hari.
Supply Chain Respon Matrix (SCRM)
15 yang dikembangkan oleh Hines dan Rich (1997) biasa diterapkan oleh perusahaan manufacturing dengan keputusan produksi berdasarkan permintaan konsumen (make to order), sedangkan pada penelitian ini dikembangkan pemetaan supply chain pada produksi kakao dengan sistem produksi berdasarkan hasil panen dari kebun (make to stock). Pemetaan SCRM pada agroindustri telah dikembangkan oleh Seth et al. (2008). Penggambaran SCRM pada penelitian ini untuk menunjukkan keterkaitan proses pengolahan biji kakao (work in process) dengan tahap penggudangan maupun konsumen.
Pembuatan SCRM menggunakan data selama enam bulan yaitu data penerimaan bahan baku, work in process, penggudangan, dan pengiriman. Pemetaan dilakukan pada tiga jenis tahapanyaitu area produksi (work in process), gudang biji kakao kering, dan customer. Work in process berlangsung secara terus menerus sesuai bahan baku (biji kakao basah) yang dihasilkan dari kebun (make to stock). Pada gudang terjadi pemenuhan stok sesuai dengan biji kakao kering hasil yang dihasilkan, sedangkan pada bagian konsumen dilakukan penjualan biji kakao oleh pihak sales dengan cara tander. Pada Gambar 3 diperlihatkan hasil pemetaan SCRM dari pabrik pengolahan biji kakao kering dan perhitungan lengkap disajikan pada Lampiran 11.
Gambar 3 Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering
16
kg/hari dengan output produksi biji kakao kering sebesar 4837,963 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 7,54 hari.
Lead time yang dimiliki oleh bagian penggudangan sebesar 71 hari dihitung dari lama biji kakao disimpan di gudang hingga dijual kepada konsumen dengan cara tender. Inventory pada gudang dihitung dari dps, yaitu waktu untuk pemenuhan kebutuhan jumlah stok di gudang hingga dilakukan penjualan kepada konsumen. Perhitungan yang dilakukan dengan membagi rata-rata penerimaan (output produksi) per hari dengan rata-rata pengeluaran (delivery) per hari. Penerimaan biji kakao pada gudang selama bulan Januari hingga Juni adalah 4837,963 kg/hari dengan pengeluaran sebesar 28055,556 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 0,17 hari. Konsumen memiliki inventory selama 14 hari yaitu jangka waktu pengambilan biji kakao kering di gudang. Lead time yang dimiliki oleh konsumen selama 7 hari yaitu jangka waktu biji kakao open tender hingga penentuan hasil tender yang ditentukan oleh pihak sales. Berdasarkan pemetaan SCRM dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk memproduksi biji kakao kering dari area produksi hingga diterima oleh konsumen memerlukan waktu 107 hari. Total hari tersebut dijumlah dari nilai comulative inventory dan lead time dari masing-masing bagian proses produksi (work in process), gudang dan konsumen. Analisis grafik SCRM untuk menyelidiki alasan penundaan/delay (waiting) dan menghilangkan pemborosan inventory (Hines and Taylor 2000). Pada area produksi (work in process) pemborosan waiting dan inventory sering terjadi saat masa panen melimpah.
Identifikasi pemborosan
17 Tabel 9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao
Jenis pemborosan Identifikasi aktivitas proses
Over production Banyaknya biji kakao basah yang diolah saat masa panen. (aliran material tidak lancar).
Innapropriate
processing Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering. Waiting
Pada proses receiving, antara proses receiving dengan pressing, proses fermentasi menuju pengeringan circuler
drier, dan proses pengeringan CD menuju RD. Inventory Penumpukan biji kakao kering di silo 1.
Motion Pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 menuju box 2 (pemindahan berulang)
Transportation Perpindahan biji kakao dari circular drying menuju mason. Defect Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering.
Rekomendasi perbaikan pemborosan
Hasil pemetaan aktivitas dengan value stream mapping diperoleh akar pemborosan setiap aktivitas yang dilakukan dengan melihat penggunaan waktu NVA dan NNVA, sedangkan hasil pemetaan SCRM menunjukkan penggunaan waktu untuk memenuhi kebutuhan biji kakao kering kepada konsumen. SCRM digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan waiting dan inventory. Selain penggunaan value stream mapping digunakan pula fishbone diagram untuk mengidentifikasi akar masalah dan memberikan rekomendasi perbaikan pemborosan yang terjadi. Fishbone diagram untuk mengelompokkan dan menghasilkan kemungkinan penyebab masalah dalam suatu proses dengan mendaftarkan seluruh penyebab dan efek yang ditimbulkan (Wahid et al. 2013). Fishbone diagram disajikan pada Gambar 4 hingga 8. Pembuatan diagram fishbone menggunakan empat macam sumber terkait berupa man, material, method, dan machine.
Gambar 4 Fishbone diagram pemborosan over production Machine
Material
Banyaknya kedatangan biji di receiving
Kapasitas kotak fermentasi tidak sesuai
Over production
18
Gambar 5 Fishbone diagram pemborosan waiting
Gambar 6 Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory
Gambar 7 Fishbone diagram pemborosan motion
Gambar 8 Fishbone diagram pemborosan transportation Machine
Man Jumlah operator di
receiving kurang
Rendahnya kecepatan operator menuju
pressing
Biji menumpuk di box 2 Mesin pengering
RD lama
Kurang pengawasan pekerja (receiving dan pressing)
Alat crane multifungsi (menuju CD)
Biji disimpan di silo 1
Inventory
Menunggu grading
Mesin grading tidak
maksimal bekerja Silo 1 tidak menampung semua biji kakao kering penampung biji dari CD
Motion
Pemindahan biji kakao dengan truk
Perbedaan lantai produksi
19 Penggambaran diagram fishbone merupakan hasil dari identifikasi pemborosan dari penggambaran keseluruhan proses dengan Value Stream Mapping. Penggambaran diagram fishbone digunakan untuk mengetahui akar masalah pemborosan dan dapat memberikan rekomendasi dari setiap jenis pemborosan yang terjadi. Berdasarkan pemetaan dengan value stream mapping dan fishbone diagram pada Tabel 10 disajikan rekomendasi perbaikan pemborosan pada pengolahan biji kakao kering.
Tabel 10 Rekomendasi perbaikan pemborosan
Jenis pemborosan Rekomendasi perbaikan
Over production Penyesuaian kotak fermentasi untuk menanggulangi masa panen yang melimpah pada receiving.
Waiting Pemanfaaatan bucket secara maksimal pada receiving, pengawasan pekerja/operator dalam bekerja, penambahan
mesin pengepresan, perbaikan material handling untuk pemindahan CD menuju RD dan mason.
Inventory Perbaikan sumber penghasil panas untuk CD dan RD, penambahan tenaga kerja untuk packing (masa crops)
untuk memanfaatkan penggunaan mesin grading, penambahan silo 1 untuk menampung biji kakao kering. Motion Perbaikan dimensi box penampung biji kakao setengah
kering, perbaikan material handling untuk membawa biji dari CD menuju RD.
Transportation Penyatuan lantai produksi (terpisahnya pengering mason pada bangunan lain).
Berdasarkan rekomendasi perbaikan yang telah disajikan pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa rekomendasi utama yang diperlukan untuk memperbaiki pemborosan yang terjadi pada proses produksi pengolahan biji kakao kering adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Pengurangan dan penghilangan waktu non value added dan necessary but non value added dari aktivitas berupa menunggu dan perpindahan yang tidak diperlukan berguna untuk mempersingkat waktu produksi biji kakao kering.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis pemborosan yang diidentifikasi dari pengolahan biji kakao kering adalah over production, waiting, inventory, motion, dan transportation. 2. Identifikasi Value Stream Mapping yang digunakan adalah PAM dan SCRM.
20
3,65% (RD) dan 4,31% (mason), NNVA 18,36% (RD) dan 16,01% (mason). Hasil SCRM menunjukkan waktu pemenuhan kebutuhan biji kakao kering oleh pabrik kepada konsumen selama 107 hari.
3. Rekomendasi perbaikan pemborosan adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan rekomendasi pemborosan berupa penyesuaian kapasitas dengan memperhitungkan biji kakao yang diproduksi dengan mesin dan peralatan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Rian Saputra dan Moses L. Singgih. 2012. Perbaikan Proses Produksi Blender Menggunakan Pendekatan Lean Manufacturing di PT. PMT. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV. Program Studi MMT-ITS. ISBN 978-602-97491-4-4. VALSAT. [tesis]. Jurusan Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.
Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma For Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Di dalam: Mughni Ahmad. 2013. Penaksiran waste pada proses produksi sepatu dengan waste relationship matrix. [jurnal]. Jurusan Teknik Industri. Universitas Trunojoyo Madura. Hines, Peter and Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools.
International Journal of Operation and Production Management. Vol 17 No1 pp. 46-64. MCB University Press.
Hines, Peter and Taylor, D. 2000. Going Lean. UK: Lean Enterprise Research Centre Cardiff Bussiness School.
International Cocoa Organization. 2014. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics Vol XL No.1 Cocoa year 2013/14.
Laksono, Moses Singgih dan Rhicard Kristian. 2007. Peningkatan Produktivitas Divisi Produksi Peralatan Industri Proses Pada PT. Barata Indonesia dengan Value Stream Mapping.
Rawabdeh, Ibrahim A. 2005. A Model for The Assessment of Waste in Companies. International Journal of Operations and Production Management. Vol 25. Issue 8 2005 Research Paper.
21 Technology Management Vol. 19 No. 4 2008 pp. 529-550. Emerald Group Publishing Limited.
Triagus, Danang Setiyawan, Sudjito Soeparman, dan Rudy Soenoko. 2013. Minimasi Waste untuk Perbaikan Proses Produksi Kantong Kemasan dengan Pendekatan Lean Manufacturing. PSTI UB Publishing. Jemis Vol 1 No. 1 Tahun 2013. ISSN 2338-3925.
22
Lampiran 1 Penjelasan hubungan antar pemborosan (waste)
O_I : Over production comsumes and needs large amounts of raw material causing stocking of raw material and producing more work-in process that consume floor space, and are considered as a temporary form of inventory that no customer (process) that may order it O_D : When operators are producing more, their concern about the quality of the parts produced will decrease, because of the senses that there exists enough material to substitute the defect
O_M : Over production leads to non ergonomic behavior, which leads to non standardized working method with a considerable amount of motion losses.
O_T : Over production leads to higher transportation effort to follow the overflow of materials O_W : When producing more, the resources will be reserved for longer times, thus other
customer will be waiting and larger queues to form.
I_O : The higher level of raw materials in store can push workers to work more, so as to increase the profitability of th company.
I_D : Increasing inventory (RM, WIP, and FG) will increase the probability of become defected due to lack of concern and unsuitable storing conditions.
I_M : Increasing inventory will increase the time for searching, selecting, grasping, reaching, moving, and handling.
I_T : Increasing inventory sometimes block the available aisles, making a production activity more transportation time consuming.
D_O : Over production behavior appears in order to overcome the lack of parts due to defects. D_I : Producing defective parts the need to be reworked means that increased levels of WIP
exist in the form of inventory.
D_M : Producing defects increases the time of searching, selection, and inspection of parts, not to mention that reworks station will increase transportation intensity (back streams) i.e. wasteful transportation activites.
D_W : Reworks will reserve workstations so that new parts will be waiting to be processed.
M_I : Non standardized work method lead to high amounts of work in process,
M_D : Lack of training and standardization means the percentage of defects will increase. M_P : When jobs are non standardized, process waste will increase due to the lack of
understanding the available technology capacity.
M_W : When standards are not set, time will be consumed in searching, grasping, moving, assembling, which result in an increase in part waiting parts.
T_O : Items are produced more than needed based in the capacity of the handling system so as to minimize transportating cost per unit.
T_I : Insufficient number of material handling equipment (MHE) leads to more inventory that can affect other processes.
T_D : MHE plays a considerable role in transportation waste. Non suitable MHE can sometimes damage items that and being defect.
T_M : When items are transported anywhere this means a higher probability of motion waste presented by double handing and searching.
T_W : If MHE is insufficient, this means that items will remain idle, waiting to be transported.
P_O : In order to reduce the cost of an operation oer machine time, machines are pushed to operate full time shift, which finally result in overproduction
P_I : Combining operations in one cell will result directly to decrease WIP amounts because of eliminating buffers.
P_D : If the machines are not properly maintained defects will be produced.
P_M : New technologies of processes that lack training create the human motion waste. P_W : When the technology use is unsuitable, setup times and repetitive downtimes will lead to
higher waiting times.
23
W_I : Waiting means more items than needed at a certaing point, whether they are RM, WIP, or FG
24
Lampiran 2 Pertanyaan kuesioner keterkaitan antar pemborosan Kolom jawaban:
Memilih jawaban a, b, atau c pada no.1-4 dan 6 Memilih jawaban a, b, c, d, e, f, atau g pada no.5
c. Acak, tidak tergantung 0
3 Dampak j dikarenakan oleh i ?
a. Terlihat langsung dan jelas 4
b. Butuh waktu agar terlihat 2
c. Tidak terlihat 0
4 Bagaimana cara mengeliminasi akibat i terhadap j ?
a. Melalui metode teknik 2
b. Melalui metode sederhana dan langsung 1
c. Melalui metode solusi instruksi 0
5 Dampak j dikarenakan oleh i, berpengaruh pada :
a. Kualitas produk 1
b. Produktivitas 1
c. Waktu tunggu 1
d. Kualitas dan produktivitas 2
e. Produktivitas dan waktu tunggu 2
f. Kualitas dan waktu tunggu 2
g. Kualitas, produktivitas, dan waktu tunggu 4
6 Pada tingkat apa i berdampak pada j dalam meningkatkan waktu
i merupakan pemborosan 1 j merupakan pemborosan 2 contoh :
Over production_Inventory i = Over production
25 Lampiran 3 Jawaban kuesioner keterkaitan pemborosan dan konversi
No Hubungan antar pemborosan Jawaban dari pertanyaan Jumlah Konversi 1 2 3 4 5 6
1 Over production_Inventory 2 2 4 0 4 2 14 E
2 Over production_Defect 1 0 2 0 4 2 9 I
3 Over production_Motion 4 0 2 0 1 2 9 I
4 Over production_Transportation 4 2 4 0 4 4 18 A 5 Over production_Waiting 4 0 4 0 4 4 16 E 6 Inventory_ Over production 1 2 0 0 4 4 11 I
7 Inventory_Defect 2 0 2 1 2 2 9 I
8 Inventory_Motion 1 0 2 1 4 2 10 I
9 Inventory_Transportation 1 2 4 0 1 2 10 I
10 Defect_Over production 1 0 0 0 4 0 5 O
11 Defect_Inventory 1 0 2 2 2 4 11 I
12 Defect_Motion 2 0 2 1 2 4 10 I
13 Defect_Transportation 1 0 4 0 2 4 11 I
14 Defect_Waiting 2 0 4 0 4 0 10 I
15 Motion_Inventory 2 0 0 0 1 0 3 E
16 Motion_Defect 1 0 4 0 4 0 9 I
17 Motion_Waiting 1 0 4 2 4 4 15 E
18 Motion_Process 2 2 2 0 2 4 12 I
19 Transportation_Over production 2 0 2 1 4 4 13 E 20 Transportation_Inventory 2 0 4 0 4 4 14 E
21 Transportation_Defect 2 0 0 0 1 2 5 O
22 Transportation_Motion 4 0 4 2 2 2 14 E
23 Transportation_Waiting 1 2 4 0 4 4 15 E 24 Process_Over production 1 2 2 0 4 4 13 E
25 Process_Inventory 1 0 2 0 4 2 9 I
26 Process_Defect 1 0 2 2 2 4 11 I
27 Process_Motion 4 2 4 2 4 2 18 A
28 Process_Waiting 2 0 1 2 4 4 13 E
29 Waiting_Over production 2 0 2 1 2 2 9 I
30 Waiting_Inventory 1 2 4 2 4 2 15 E
26
Lampiran 4 Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM
No Aspek
pertanyaan Jenis pertanyaan
Bobot awal untuk setiap jenis waste
27 Lampiran 4 (Lanjutan) Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM
No Aspek
pertanyaan Jenis pertanyaan
Bobot awal untuk setiap jenis waste
O I D M T P W
44 Method To transportation 10 6 6 0 10 0 0
45 From motion 0 2 6 10 0 6 8
46 From waiting 6 8 8 0 0 0 10
47 To motion 6 6 6 10 8 10 0
48 To waiting 8 0 6 8 8 8 10
49 To defects 6 6 10 6 4 6 8
50 From motion 0 2 6 10 0 6 8
51 From defects 4 6 10 6 6 0 6
52 From motion 0 2 6 10 0 6 8
53 To waiting 8 0 6 8 8 8 10
54 From process 8 6 6 10 0 10 8
55 From process 8 6 6 10 0 10 8
56 To defects 6 6 10 6 4 6 8
57 From inventory 6 10 6 6 6 0 0
58 To transportation 10 6 6 0 10 0 0
59 To motion 6 6 6 10 8 10 0
60 To transportation 10 6 6 0 10 0 0
61 To motion 6 6 6 10 8 10 0
62 To motion 6 6 6 10 8 10 0
63 From motion 0 2 6 10 0 6 8
64 From motion 0 2 6 10 0 6 8
65 From motion 0 2 6 10 0 6 8
66 From
overproduction 10 8 6 6 10 0 8
67 From process 8 6 6 10 0 10 8
68 From defects 4 6 10 6 6 0 6
28
Lampiran 5 Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj)
No Aspek
Pertanyaan Jenis pertanyaan Ni
29 Lampiran 5 (Lanjutan) Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) &
Frekuensi (Fj)
No Aspek
Pertanyaan Jenis pertanyaan Ni
Bobot Awal untuk Setiap Jenis Waste (Wj, k) Wo, k Wi, k Wd, k Wm, k Wt, k Wp, k Ww, k
49 To defects 4 1.50 1.50 2.50 1.50 1.00 1.50 2.00
50 From motion 11 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
51 From defects 8 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75
52 From motion 11 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
53 To waiting 5 1.60 0.00 1.20 1.60 1.60 1.60 2.00
54 From process 7 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14
55 From process 7 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14
56 To defects 4 1.50 1.50 2.50 1.50 1.00 1.50 2.00
57 From inventory 6 1.00 1.67 1.00 1.00 1.00 0.00 0.00
58 To transportation 3 3.33 2.00 2.00 0.00 3.33 0.00 0.00
59 To motion 9 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00
60 To transportation 3 3.33 2.00 2.00 0.00 3.33 0.00 0.00
61 To motion 9 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00
62 To motion 9 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00
63 From motion 11 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
64 From motion 11 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
65 From motion 11 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
66 From
overproduction 3 3.33 2.67 2.00 2.00 3.33 0.00 2.67
67 From process 7 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14
68 From defects 8 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75
Skor (Sj) 72.00 66.00 74.00 70.00 62.00 40.00 66.00
30
Lampiran 6 Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
KUESIONER 2
Pengisian kolom penilaian dengan mencentang () pada kolom jawaban yang sesuai. Jawaban :
1 = Ya 0,5 = Sedang 0 = Tidak
Jenis
Pertanyaan No.
Kategori Pertanyaan
Hubungan
Pemborosan Pertanyaan
Penilaian
1 0,5 0
To Motion 1 Man B Apakah pihak manajemen sering melakukan pemindahan operator untuk semua pekerjaan (mesin)
sehingga suatu jenis pekerjaan bisa dilakukan oleh semua operator?
From Motion 2 Man B Apakah dilakukan penetapan standar untuk jumlah waktu dan kualitas produk yang ditargetkan
dalam produksi?
From Defect 3 Man B Apakah pengawasan untuk pekerja dalam proses produksi sudah cukup?
From Motion 4 Man B Apakah ada langkah positif untuk meningkatkan semangat kerja dalam proses produksi?
From Motion 5 Man B Apakah ada pelatihan baru untuk pegawai baru?
From Defect 6 Man B Apakah pekerja memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya?
From Process 7 Man B Apakah perlindungan keselamatan kerja sudah dimanfaatkan di area kerja?
To Waiting 8 Material B Apakah lead time dari proses casting tersedia untuk mengatur jadwal produksi?
From Waiting 9 Material B Apakah telah dilakukan pengecekan jadwal untuk ketersediaan bahan baku sebelum melakukan proses produksi?
From
Transportation 10 Material B
Apakah part diterima dalam satu muatan?
From Inventory 11 Material B Apakah perencanaan produksi memberikan informasi yang cukup kepada tenaga kerja Part Control (PC) mengenai aktivitas penyimpanan barang?
From Inventory 12 Material B Apakah tenaga kerja Part Control (PC) diingatkan sebelum dilakukan perubahan penyimpanan (inventory) yang direncanakan?
From Defect 13 Material A Apakah terdapat akumulasi material berlebihan yang menunggu dikerjakan ulang?
From Inventory 14 Material A Apakah terdapat material yang tidak penting disekitar tumpukan material bahan baku?
31
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
Jenis
From Waiting 15 Material A Apakah tenaga kerja produksi berdiri disekitar area produksi menunggu kedatangan bahan baku/material?
To Defect 16 Material A Apakah bahan/material dipandahkan lebih sering daripada yang dibutuhkan?
From Defect 17 Material A Apakah bahan baku sering rusak saat aktivitas transportasi?
From
Transportation 18 Material A
Apakah Work In Process (WIP) area dikacaukan dengan part dan material yang digunakan atau dipindahkan untuk proses berikutnya?
To Motion 19 Material A Apakah material yang dibongkar muat secara mekanik harus ditangani secara manual?
From Waiting 20 Material B Apakah terdapat wadah yang digunakan sebelum pengemasan untuk mempermudah perhitungan
jumlah dan penanganan bahan (material handling)?
From Motion 21 Material B Apakah bahan baku/material yang identik disimpan pada satu lokasi untuk meminimasi waktu pencarian dalam penanganan persediaan?
From
Transportation 22 Material B
Apakah tersedia wadah besar yang mudah dibawa untuk menghindari perulangan penanganan (handling) dengan wadah kecil?
From Defect 23 Material B Apakah bahan baku diuji untuk mengetahui kesesuaian terhadap spesifikasi ketika diterima?
From Motion 24 Material B Apakah bahan baku/ material dengan tepat diidentifikasi melalui nomor part?
From Inventory 25 Material A Apakah dilakukan penyimpanan barang yang masih dalam proses Work In Process (WIP) untuk diproses kemudian?
From Inventory 26 Material A Apakah dilakukan pemesanan dan penyimpanan rawmaterial untuk persediaan, meskipun tidak dibutuhkan dengan segera?
To Waiting 27 Material B Apakah dilakukan kelonggaran rute aliran Work In Process (WIP)?
From Defect 28 Material A Apakah dilakukan pengerjaan ulang untuk produk yang tidak sesuai?
From Waiting 29 Material B Apakah bahan baku tiba tepat waktu disaat dibutuhkan?
From Over
Production 30 Material A
Apakah terdapat tumpukan barang di gudang yang tidak memiliki customer yang dijadwalkan?
To Motion 31 Material B Apakah bahan/material disimpan dengan baik?
From Process 32 Machine B Apakah pengujian terhadap efisiensi mesin dan pengujian standar spesifikasi produk sudah dilakukan secara periodik?
To Waiting 33 Machine B Apakah beban kerja untuk tiap mesin dapat diprediksi dengan jelas?
From Process 34 Machine B Apakah dilakukan pemeriksaan terhadap mesin yang telah dipasang dengan melihat kesesuaian kinerja dengan spesifikasinya?
32
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
Jenis
Transportation 35 Machine B
Apakah kapasitas peralatan penanganan bahan (material handling) cukup untuk menampung beban yang paling berat?
To Motion 36 Machine B Jika peralatan material handling digunakan, apakah jumlah bahan yang dibawa sudah cukup?
From Over
Production 37 Machine A
Apakah terdapat kebijakan produksi untuk memproduksi produk yang berlebih dalam rangka mencapai pemanfaatan mesin?
From Waiting 38 Machine A Apakah mesin sering berhenti karena kerusakan mesin?
From Waiting 39 Machine B Apakah peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia dan cukup untuk setiap proses?
To Defect 40 Machine A Apakah peralatan penanganan bahan (material handling) membahayakan terhadap part yang
dibawa?
From Waiting 41 Machine A Apakah pada proses produksi berlangsung waktu setup lama dan menyebabkan penundaan terhadap
aliran proses?
To Motion 42 Machine A Apakah terdapat perkakas yang tidak terpakai/rusak namun masih tersedia ditempat kerja?
From Process 43 Machine B Apakah dilakukan pertimbangan untuk meminimasi frekuensi dari set up dengan penyesuaian penjadwalan dan desain?
To
Transportation 44 Method B
Apakah area stok tersedia untuk menghindari kemacetan lalu lintas produksi?
From Motion 45 Method B Apakah ada sistem penomoran pada pengambilan material yang memudahkan dalam pencarian dan
penyimpanan?
From Waiting 46 Method B Apakah ruang penyimpanan digunakan secara efektif untuk penyimpanan dengan bantuan forklift dan rak?
To Motion 47 Method B Apakah gudang dibagi menjadi dua area, area aktif untuk order yang paling sering dan stok cadangan
untuk orderan lainnya?
From Defect 48 Method B Apakah ada penerapan quality control di dalam proses produksi yang selalu diterapkan?
To Defect 49 Method B Apakah jadwal produksi dikomunikasikan antar departemen, sehingga jadwal dipahami secara luas?
From Motion 50 Method B Apakah telah dilakukan standar produksi untuk memudahkan loading mesin?
From Defect 51 Method B Apakah ada penerapan quality control di dalam proses produksi yang selalu diterapkan?
From Motion 52 Method B Apakah pekerjaan dan operasi memiliki waktu standar yang dihitung sesuai ilmu keteknikan?
3
33
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
Jenis
To Waiting 53 Method B Jika suatu penundaan (delay) ditentukan, apakah penundaan tersebut dikomunikasikan ke semua departemen produksi?
From Process 54 Method B Apakah kebutuhan untuk part yang umum dijadwalakan sehingga tidak ada pengulangan setup yang
tidak semestinya untuk produksi item yang sama?
From Process 55 Method B Apakah ada suatu kemungkinan mengkombinasikan langkah tertentu untuk membentuk suatu
langkah tunggal?
To Defect 56 Method B Apakah ada prosedur untuk inspeksi produk yang dihasilkan?
From Inventory 57 Method B Apakah arsip inventory digunakan untuk perhitungan pembelian material dan menjadwalkan produksi?
To
Transportation 58
Method B Apakah lorong-lorong ruang produksi selalu dibersihkan dan dirapikan dengan baik?
To Motion 59 Method B Apakah area penyimpanan diberi tanda pada bagian-bagian tertentu?
To
Transportation 60
Method B Apakah luas lorong produksi cukup untuk pergerakan bebas peralatan?
To Motion 61 Method A Apakah area gudang digunakan untuk menyimpan material yang seharusnya tidak disimpan?
To Motion 62 Method B Apakah ada jadwal tetap untuk membersihkan pabrik?
From Motion 63 Method B Apakah aliran produksi dilakukan dengan satu arah?
From Motion 64 Method B Apakah ada suatu kelompok yang berhubungan dengan desain, konstruksi komponen, drafting, dan
bentuk lain dari standarisasi?
From Motion 65 Method B Apakah standar kerja mempunyai tujuan yang jelas dan spesifik?
From Over
Production 66
Method B Apakah ketidakseimbangan kerja dapat diprediksi?
From Process 67 Method B Apakah prosedur kerja yang sudah ada mampu menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau berlebihan?
From Defect 68 Method B Apakah hasil quality control, uji produk, dan evaluasi dilakukan dengan ilmu keteknikan?
Keterangan :
Hubungan pemborosan
A = berdampak terhadap pemborosan B = tidak berdampak terhadap pemborosan
34
Lampiran 7 Hasil penilaian kuesioner waste assessment
No Nilai
Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5
35 Lampiran 7 (Lanjutan) Hasil penilaian kuesioner waste assessment
No Nilai
Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5
49 1 0.5 1 0.5 1
50 1 1 1 0.5 1
51 1 1 1 1 1
52 1 1 1 0 0
53 1 1 1 1 0
54 1 1 1 0 1
55 1 0.5 1 0.5 0
56 1 1 1 1 0
57 1 1 1 1 1
58 1 1 1 0.5 1
59 1 1 1 1 1
60 1 1 1 0.5 0.5
61 0 0 0 0.5 0
62 1 0.5 1 0 0
63 1 0.5 1 1 1
64 0 0.5 1 0 0
65 1 1 1 0.5 1
66 1 1 1 1 0
67 1 1 1 0.5 1
36
Lampiran 8 Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj)
No Aspek
pertanyaan Jenis pertanyaan
Rata-rata jawaban
37 Lampiran 8 (Lanjutan) Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj)
No Aspek
pertanyaan Jenis pertanyaan
Rata-rata jawaban
Bobot awal untuk setiap jenis waste (Wj, k) Wo, k Wo, k Wo, k Wo, k Wo, k Wo, k Wo, k
48 To waiting 0.15 0.24 0.00 0.18 0.24 0.24 0.24 0.30
49 To defects 0.78 1.17 1.17 1.96 1.17 0.78 1.17 1.57
50 From motion 0.89 0.00 0.16 0.48 0.81 0.00 0.48 0.65
51 From defects 1.00 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75
52 From motion 0.52 0.00 0.09 0.28 0.47 0.00 0.28 0.38
53 To waiting 0.74 1.19 0.00 0.89 1.19 1.19 1.19 1.48
54 From process 0.74 0.85 0.64 0.64 1.06 0.00 1.06 0.85
55 From process 0.55 0.63 0.47 0.47 0.79 0.00 0.79 0.63
56 To defects 0.74 1.11 1.11 1.85 1.11 0.74 1.11 1.48
57 From inventory 1.00 1.00 1.67 1.00 1.00 1.00 0.00 0.00 58 To transportation 0.89 2.96 1.78 1.78 0.00 2.96 0.00 0.00
59 To motion 1.00 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00
60 To transportation 0.78 2.61 1.57 1.57 0.00 2.61 0.00 0.00
61 To motion 0.08 0.06 0.06 0.06 0.09 0.08 0.09 0.00
62 To motion 0.43 0.29 0.29 0.29 0.48 0.38 0.48 0.00
63 From motion 0.89 0.00 0.16 0.48 0.81 0.00 0.48 0.65
64 From motion 0.25 0.00 0.04 0.13 0.22 0.00 0.13 0.18
65 From motion 0.89 0.00 0.16 0.48 0.81 0.00 0.48 0.65
66 From
overproduction
0.74
2.47 1.98 1.48 1.48 2.47 0.00 1.98
67 From process 0.89 1.02 0.76 0.76 1.27 0.00 1.27 1.02
68 From defects 0.89 0.44 0.67 1.11 0.67 0.67 0.00 0.67
Skor (sj) 44.75 41.13 45.44 42.95 38.78 23.33 38.64