340
PEMURNIAN CAIRAN PULPA HASIL SAMPING FERMENTASI BIJI KAKAO
DENGAN WADAH SISTEM "TERMOS" UNTUK PRODUKSI ASAM ASETAT
G.P. Ganda-Putra
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Jalan Kampus
Bukit Jimbaran, Badung-Bali E-mail : putu gandaputra@yahoo.com
ABSTRACT
The application of cocoa fermentation methods using fermentation container of "thermos" system allows liquid waste of pulp of cocoa beans can be accommodated. The purpose of this study were: 1) to study the effect of evaporation, extraction, and distillation method to purification of the watery sweatings byproduct of cocoa beans fermentation for the characteristics and purity level of acetic acid and 2) get the standard conditions of acetic acid purification process from sources of watery sweatings byproduct of cocoa beans fermentation. This study used a factorial BRD with 3 factors. The first factor is the length of evaporation which consists of 3 levels: 15, 30, and 45 minutes; the second factor is the addition of a solvent extraction with water at a ratio: 1:1, 1:2, and 1:3, and the third factor is the length of distillation which consists of 3 levels: 10, 20, and 30 minutes. Each treatment combination were made in 2 groups to obtain 54 units of the experiment. Observations made include: the quantity (% w/w), pH, total acid (meq NaOH/ g), and acetic acid content (%). The results show that: 1) solvent ratio, length of distillation and the interaction between solvent ratio with the length of distillation effect on the yield, total acid and acetic acid content of distillate produced and 2) refining process of watery sweatings byproduct with long evaporation 30 minutes, adding water solvent at a ratio of 1:1, and long distillation 3 0 minutes produce the most potential distillate as a raw material of acetic acid.
Keywords: cocoa, watery sweatings, purification, acetic acid
PENDAHULUAN
Kakao merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipacu pengembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam negeri, seperti: industri makanan dan minuman, farmasi dan kosmetika. Dewasa ini pengusahaan perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik dalam bentuk pengembangan luas areal tanaman maupun peningkatan produksi biji kakao kering. Sampai dengan tahun 2010 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah mencapai 1.651.539 ha, dengan produksi mencapai 844.626 ton biji kakao kering (Ditjen Perkebunan, 2011). Data ICCO pada tahun 2009 menempatkan Indonesia sebagai produsen biji kakao ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, bahkan diprediksi akan dapat menjadi produsen terbesar dunia pada tahun 2014.
Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah kakao menjadi biji kakao kering yang memenuhi standar mutu dan dapat memunculkan karakteristik khas kakao, yaitu cita rasa. Tahapan pengolahan yang dianggap paling dominan mempengaruhi mutu hasil biji kakao kering adalah fermentasi (Alamsyah, 1991). Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menghancur-kan pulpa dan mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi biokimia dalam keping biji, yang berperan bagi pembentukan prekursor cita rasa dan warna coklat. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji, membentuk cairan pulpa (watery sweatings) yang menetes keluar tumpukan biji.
341
mengotori juga berdampak buruk atau mencemari lingkungan disekitarnya. Padahal asam asetat sebagai salah satu kandungan cairan pulpa mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Wadah fermentasi sistem "termos" adalah salah satu wadah fermentasi biji kakao yang menggunakan dua buah wadah yang saling bertumpukan. Wadah bagian dalam diberi lubang-lubang sebagai tempat keluarnya cairan pulpa, sedangkan wadah bagian luar tertutup, yang dapat dibuat dari bahan kayu maupun plastik. Wadah fermentasi tersebut selain berguna untuk mengisolasi panas yang terbentuk selama fermentasi biji kakao, juga dapat digunakan untuk menampung cairan pulpa. Perbedaan bahan wadah fermentasi dari kayu dan plastik adalah dalam mengisolasi panas yang timbul selama fermentasi, karena perbedaan dalam daya hantar panas.
Atas dasar hasil penelitian tahap I/2012 yang mendapatkan bahwa wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu dengan waktu fermentasi 1-2 hari menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao yang paling potensial sebagai bahan baku asam asetat. Selanjutnya terhadap cairan pulpa tersebut dilakukan evaporasi, ekstraksi, dan distilasi untuk pemurnian kandungan asam asetatnya.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji pengaruh proses evaporasi, ekstraksi dan distilasi pada pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terhadap karakteristik dan tingkat kemurnian asam asetat; dan (2) mendapatkan standar kondisi proses pemurnian asam asetat dari sumber cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao. Bila diketahui bahwa cairan pulpa potensial sebagai sumber bahan baku asam asetat, tentunya akan dapat meningkatkan nilai tambah hasil perkebunan kakao dan memberi kontribusi dalam penyediaan bahan baku asam asetat.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama pada penelitian ini adalah buah kakao jenis lindak yang diperoleh dari sentra-sentra produksi kakao Provinsi Bali (Kabupaten Jembrana dan Tabanan). Buah kakao yang dipilih adalah buah yang sudah masak optimal dan ukuran seragam. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya: NaOH, H2SO4_ kloroform, indikator fenolftalein, standar asam asetat, dan aquades. Peralatan yang digunakan diantaranya: wadah fermentasi sistem "termos" dari bahan kayu (hasil penelitian tahap I), timbangan, pengaduk magnetik, kertas saring Whatman, water bath, pH meter, dan alat gelas.
Metode
Rancangan Percobaan
Percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rangcangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 faktor. Faktor I adalah lama evaporasi yang terdiri atas 3 taraf : 15, 30, dan 45 menit; faktor II adalah proses ekstraksi dengan penambahan pelarut air pada perbandingan : 1:1, 1:2, dan 1:3; dan faktor III adalah lama proses distilasi yang terdiri atas 3 taraf : 10, 20, dan 30 menit. Masing-masing kombinasi perlakuan (27 kombinasi) dikelompokkan menjadi 3 kelompok sehingga diperoleh 54 unit percobaan.
Pelaksanaan
342
Pengamatan
Pengamatan terhadap sampel asam asetat yang dihasilkan, meliputi: rendemen ( %, v/v), pH, total asam (meq NaOH/g) (James, 1995), dan kadar asam asetat (%).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi (RAK faktorial 3 faktor) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5% bila perlakuan berpengaruh signifikan (p<0,05). Evaluasi penetapan standar kondisi proses pemurnian asam asetat didasarkan atas kriteria rendeman dan tingkat kemurnian asam asetat maksimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Destilat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan pelarut, lama destilasi, dan interaksi perbandingan pelarut dengan lama destilasi berpengaruh sangat nyata (p<0.01), sedang perlakuan dan interaksi yang lain tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap rendemen destilat yang dihasilkan. Rendemen destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rendemen destilat (%, v/v) hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Dari Tabel 1 selanjutnya dapat diuraikan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menunjukkan terjadinya penurunan rendemen distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 40,83%, 28,27%, dan 21,33% pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Begitu pula pada perlakuan lama destilasi terjadi peningkatan destilat dengan semakin lama waktu destilasi, yaitu berturut-turut dari 15,42% (10 menit), 28,96% (20 menit), dan 45,86% (30
343
menit). Sedangkan lama evaporasi menghasilkan rendemen yang cenderung relatif sama, yaitu 32,02% (15 menit), 28,52% (30 menit), dan 29,70% (45 menit). Rendemen destilat yang dihasilkan lebih banyak dipengaruhi oleh perbandingan pelarut dan lama destilasi yang dilakukan.
pH Destilat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan beserta interaksi antar perlakuan tidak tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Keasaman (pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keasaman (pH) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Dari Tabel 2 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pH destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian tersebut cenderung relatif sama. Pada perlakuan lama evaporasi diperoleh destilat dengan pH berkisar 3,05 -3.11, perlakuan perbandingan penambahan pelarut berkisar 3,03 - 3,10, dan pada perlakuan lama destilasi berkisar 3,04 - 3,12. Proses pemurnian yang dilakukan tidak banyak berpengaruh terhadap pH destilat yang dihasilkan karena pH (tingkat keasaman) lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekuatan ion H+ dari senyawa asam organik penyusunnya, sehingga pengolongan asam menjadi asam kuat - asam lemah.
Total Asam
344
total asam destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa biji kakao. Total asam destilat (meq NaOH/g)) hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Total asam destilat (meq NaOH/g) hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
Perlakuan Total asam (meq
NaOH/g)
Waktu Perbandingan Waktu Rata-r
ata Evaporasi dgn. Pelarut Distilasi I II
(menit) Air (menit)
15 1 : 1 10 0.032 0.017 0.024
15 1 : 1 20 0.024 0.017 0.021
15 1 : 1 30 0.040 0.021 0.031
15 1 : 2 10 0.019 0.013 0.016
15 1 : 2 20 0.022 0.015 0.018
15 1 : 2 30 0.027 0.013 0.020
15 1 : 3 10 0.016 0.010 0.013
15 1 : 3 20 0.017 0.010 0.013
15 1 : 3 30 0.024 0.011 0.017
30 1 : 1 10 0.027 0.020 0.024
30 1 : 1 20 0.036 0.020 0.028
30 1 : 1 30 0.041 0.031 0.036
30 1 : 2 10 0.019 0.013 0.016
30 1 : 2 20 0.024 0.015 0.019
30 1 : 2 30 0.028 0.016 0.022
30 1 : 3 10 0.012 0.011 0.011
30 1 : 3 20 0.017 0.011 0.014
30 1 : 3 30 0.016 0.013 0.014
45 1 : 1 10 0.029 0.019 0.024
45 1 : 1 20 0.035 0.018 0.026
45 1 : 1 30 0.038 0.021 0.029
45 1 : 2 10 0.018 0.010 0.014
45 1 : 2 20 0.022 0.012 0.017
45 1 : 2 30 0.023 0.012 0.017
45 1 : 3 10 0.015 0.010 0.012
45 1 : 3 20 0.016 0.009 0.012
45 1 : 3 30 0.016 0.010 0.013
Dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menun-jukkan terjadinya penurunan kadar total asam distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 0,027, 0,018, dan 0,013 meq NaOH/g pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian terjadi karena dengan semakin banyak penambahan pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar total asam. Sedangkan pada perlakuan lama evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45 menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar total asam berkisar 0,018 - 0,020 meq NaOH/g dan berkisar 0,018 - 0,022 meq NaOH/g. Hal ini terjadi kemungkinan karena kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu.
Kadar Asam asetat
345
Dari Tabel 4 selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pada perlakuan perbandingan pelarut menunjukkan terjadinya penurunan kadar asam asetat distilat dengan semakin banyak penambahan pelarut, yaitu berturut-turut dari 16,17%, 10,52%, dan 7,99% pada perbandingan pelarut 1:1, 1;2, dan 1:3. Hal demikian sejalan dengan
Tabel 4. Kadar asam asetat (%) destilat hasil perlakuan pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao
kadar total asam destilat, dimana dengan semakin banyak penambahan pelarut air, kemungkinan destilat yang dihasilkan juga makin banyak terdapat air sehingga secara relatif mengurangi kadar asam asetat. Sedangkan pada perlakuan lama evaporasi dan lama destilasi diperoleh destilat dengan kadar total asam cenderung relatif sama. Pada lama evaporasi 15 - 45 menit dan lama destilasi 10 - 30 menit, diperoleh destilat dengan kadar total asam berkisar 10,99% - 12,22% dan berkisar 10,20% - 13,28%. Hal ini terjadi kemungkinan karena kisaran waktu evaporasi tidak memberikan hasil destilat dengan kadar total asam yang berbeda, begitu pula pada kisaran waktu destilasi yang digunakan. Pada proses destilasi selain faktor waktu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor suhu sehingga sangat dianjurkan untuk melakukan destilasi dengan perlakuan interaksi antara waktu dan suhu sesuai dengan karakteristik titik didihnya.
346
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbandingan pelarut, lama destilasi, dan interaksi antara perbandingan pelarut dengan lama destilasi berpengaruh terhadap rendemen, total asam dan kadar asam asetat destilat yang dihasilkan dari proses pemurnian cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao.
2. Proses pemurnian cairan pulpa dengan lama evaporasi 30 menit, penambahan pelarut air pada perbandingan 1:1, dan lama destilasi 30 menit menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang relatif paling tinggi.
Saran
1. Perlu penelitian lanjutan untuk pemurnian cairan pulpa yang dapat menghasilkan destilat dengan kadar asam asetat yang lebih tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini melalui skim Penelitian Hibah Desentralisasi Univeritas Udayana, dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 175.81/UN14.2/PNL.01.03.00/2013 tanggal 16 Mei 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Abied. (2010). Penanganan Limbah Asam Asetat. http://www.w3.org/TR/ xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd. Diakses tanggal 11 April 2011.
Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao kering. Suatu Tinjauan. Berita Perkebunan, 1 (2) : 97-103.
Amin, S. (2004). Pentingnya Proses Fermentasi Biji Kakao. http://www.iptek.net.id/ ind/terapan/cocoa_idx.php?doc=a5. Diakses tanggal 13 Pebruari 2004.
Anonymous. 2011. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam asetat. Diakses tanggal 11 April 2011.
Case, C.L. 2004. The Microbiology of Chocolate. http://smccd.net/accounts/ case/chocolate.html. Diakses tanggal 18 Maret 2004.
Chong, C.F., R. Shepherd and Y.C. Foon. (1978). Mitigation of cocoa bean acidity-fermentary investigations. Proceedings of The International Conference on Cocoa and Coconut, Kualalumpur: 537-560.
Ditjen Perkebunan. (2011). Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen Perkebunan Deptan RI, Jakarta.
Galvez, S.L., G. Loiseau, J.L. Paredes, M.l Barel and J.P. Guiraud. (2007). Study on the microflora and biochemistry of cocoa fermentation in the Dominican Republic. International Journal of Food Microbiology, 114: 124-130. Ganda-Putra, G.P., Harijono, S. Kumalaningsih dan Aulani'am. (2008). Optimasi kondisi depolimerisasi pulp biji kakao oleh
enzim poligalakturonase endojinus. Jurnal Teknik Industri 9 (1): 24-34 (Terakreditasi).
Guritno, P. dan B. Hardjosuwito. (1984). Keasaman dan kadar lemak serta kadar asam amino; pengaruh suhu pengeringan terhadapnya. Menara Perkebunan, 52 (5a) : 189-192.
Haryadi dan M. Supriyanto. (1991). Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
James, C.S. (1995). Analytical Chemistry of Foods. Blackie Academic & Professional, London.
Lopez, A.S. (1986). Chemical change occurring during the processing of cacao. Proceeding of The Cacao Biotechnology Symposium. Dept. Of Food Science College of Agricultutre, The Pennsylvania State University, Pennsylvania, USA. Said, M.B. and R.J. Samarakhody. (1984). Cocoa fermentation : effect of surface area, frequency of turning and depth of
cocoa masses. Proceeding of International Conference on Coco and Coconut. Kualalumpur, 533-544.
Said, M.B., M.P.G.S. Jayawardena, R.J. Samarakhody and W.T. Parera. 1990. Preconditioning of fresh cocoa beans prior to fermentation to improve quality : A commercial approach. The Planter, 66 : 332-345.
Schwan, R.F. (1998). Cocoa fermentations conducted with a defined microbial cocktail inoculum. Appl. Environ Microbiol.,
64 (4) : 1477-1483.
Sulistyowati. 1988. Keasaman biji kakao dan masalahnya. PelitaPerkebunan, 3 (4) : 151-158.
Tomlins, K.I., D.M. Baker, P. Daplyn and D. Adomako. 1993. Effect of fermentation and drying practices on the chemical and physical profiles of Ghana cocoa. Food Chem., 46 (3) : 257-263.