• Tidak ada hasil yang ditemukan

Densitas Gizi Dan Keterkaitannya Dengan Status Gizi Pada Anak Sdn Pekayon 16 Pagi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Densitas Gizi Dan Keterkaitannya Dengan Status Gizi Pada Anak Sdn Pekayon 16 Pagi."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANNISA YURI EKANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Densitas Gizi dan Keterkaitannya dengan Status Gizi pada Anak SDN Pekayon 16 Pagi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Annisa Yuri Ekaningrum

NIM I151140471

(4)

Status Gizi pada Anak SDN Pekayon 16 Pagi. Dibimbing oleh DADANG SUKANDAR dan DRAJAT MARTIANTO.

Salah satu masalah gizi yang dialami oleh anak usia sekolah adalah gizi lebih. Masalah ini meningkat dari tahun ke tahunnya baik di negara maju maupun di negara berkembang. Gizi lebih tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik namun juga berdampak pada kesehatan psikologis. Provinsi dengan prevalensi gizi lebih tertinggi berdasarkan data RISKESDAS (2013) adalah DKI Jakarta. Fenomena ini tidak hanya terdapat pada masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah ke atas saja namun juga pada masyarakat menengah ke bawah. Penurunan daya beli membuat masyarakat mengganti makanan yang relatif mahal dengan makanan yang relatif murah harganya. Beberapa argumen menunjukkan bahwa makanan dengan harga murah biasanya merupakan makanan dengan densitas energi yang tinggi sedangkan makanan yang rendah densitas energi seperti sayur dan buah mahal biayanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui densitas gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak SDN Pekayon 16 Pagi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui hubungan densitas energi makanan dengan densitas zat gizi pangan, 2) untuk mengetahui hubungan densitas energi makanan dan densitas zat gizi pangan dengan harga pangan subjek, 3) untuk mengetahui hubungan densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status sosial ekonomi, dan 4) untuk menganalisis densitas asupan zat gizi dan faktor lainnya dengan status gizi.

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Mei 2016 di SDN Pekayon 16 Pagi. Subjek penelitian berjumlah 158 anak kelas 3, 4, dan 5 yang sehat, bersedia mengikuti penelitian, dan tidak menjalani upaya perbaikan makan seperti diet. Subjek dipilih berdasarkan metode penarikan sampel acak berlapis dengan alokasi proporsional. Data karakteristik anak dan karakteristik keluarga dikumpulkan dengan metode wawancara. Berat badan anak dan ibu diukur langsung menggunakan timbangan injak yang telah dikalibrasi dengan ketelitian 0.1 kg serta pengukuran tinggi badan anak dan ibu menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Penyajian data menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Analisis statistik yang digunakan adalah korelasi Spearman dan Pearson serta analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda dengan metode Backward.

(5)

Berdasarkan konteks nilai zat gizi per unit biaya, nilai tertinggi diperoleh pada pangan nabati, pangan sayuran buah, pangan sayuran daun, dan buah-buahan. Densitas asupan zat gizi tidak berhubungan dengan status gizi dan status sosial ekonomi (p>0.05). Densitas energi konsumsi berhubungan positif dan cukup kuat dengan status gizi (r=0.402). Densitas vitamin C baik pada anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan per kapita bawah, menengah, dan atas masih tergolong rendah.

Dari model akhir regresi linier berganda diperoleh bahwa variabel yang berhubungan terhadap status gizi adalah berat lahir, status gizi ibu, pengetahuan gizi ibu, pemberian makanan padat kurang dari 6 bulan, pemberian ASI eksklusif, tingkat kecukupan lemak, dan frekuensi konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dengan R2=0.15. Faktor yang berpengaruh sangat signifikan terhadap status gizi adalah berat lahir (p=0.001).

(6)

Nutritional Status among Pekayon 16 Pagi Elementary School Children.

Supervised by DADANG SUKANDAR and DRAJAT MARTIANTO.

One of nutrition problem among school-children is overweight and obesity. Overweight and obesity prevalence increases year by year in developing and developed countries. This problem does not affect not only towards physical health but also on physiological health. Province with highest overweight and obesity prevalence based on Basic Health Research Data (2013) is DKI Jakarta. This phenomenon does not only exist on people with high socioeconomic status but also on people with low socioeconomic status. Low purchasing power makes people replacing expensive foods with cheap foods relatively. The arguments from previous studies reveal that high energy density foods have lower cost whereas low energy density foods such as fruits and vegetables have higher cost.

The main objective of this study were to analyze nutrient density and factors related to nutritional status among Pekayon 16 Pagi elementary school children. Specifically, it was aimed to: 1) analyze relation between energy density and nutrient density, 2) analyze relation between nutrient density and food price, 3) analyze relation between nutrient intake density and socioeconomic status, and 4) analyze nutrient intake density and the other factors related to nutritional status.

This study used cross sectional design and was conducted on January 2016 until May 2016 in Pekayon 16 Pagi elementary school. Subjects were 158 children from 3rd, 4th, 5th grade who were healthy, ready to follow this study, and not go through on diet upgrading program. Subject were selected using stratified random sampling with proportional allocation technique. Data of children and family characteristics were collected by interview.

Children and mother’s weight was measured by weight scales 0.1 kg and height was measured by microtoise scales 0.1 cm. Data was displayed using frequency and percentage distribution. Statistic analysis used Spearman and

Pearson correlation and multivariate analysis using multiple linear regression with Backward method.

(7)

to nutritional status were birth weight, mother’s nutritional status, nutrition

knowledge of mother, complementary feeding history less than 6 months old, exclusive breast-feeding, fat adequacy level, and frequency of carbohydrate consumption with R square values 0.15. Birth weight was the factor that most related to nutritional status (p=0.001).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

ANNISA YURI EKANINGRUM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan ini November 2015 adalah Densitas Gizi dan Keterkaitannya dengan Status Gizi pada Anak SDN Pekayon 16 Pagi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Dadang Sukandar MSc dan Dr Ir Drajat Martianto MSi selaku pembimbing serta ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani dan Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha MS selaku penguji dan pembahas yang telah memberikan saran dan masukkan demi kesempurnaan penyusunan tesis ini. Disamping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada SDN Pekayon 16 Pagi yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data lapangan. Penulis berterima kasih kepada rekan-rekan tim enumerator dan Yuda Heksa Prayoga yang juga banyak membantu selama pelaksanaan penelitian,

partner Pasca Ilmu Gizi angkatan 2014 yang semasa pendidikan selalu saling membantu dan mendoakan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. Kemudian penulis juga menyampaikan terimakasih terutama kepada orang tua yaitu Bapak Urip Yulianto dan Ibu Noorbaity atas segala limpahan doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Pertanyaan Penelitian 3

Tujuan 3

Tujuan Umum 3

Kegunaan 3

Hipotesis 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Status Gizi 4

Cara Penilaian Status Gizi 6

Karakteristik Anak Usia Sekolah 8

Karakteristik Orang Tua 10

Karakteristik Sosial dan Ekonomi 11

Biaya Bahan Makanan 12

Penilaian Kualitas Pangan 13

Pola Makan Anak 15

3 KERANGKA PEMIKIRAN 16

4 METODE 18

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 18

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19

Pengolahan dan Analisis Data 21

Definisi Operasional 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Karakteristik Anak 29

Karakteristik Keluarga 34

Pola Konsumsi Anak 37

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 41

Densitas Energi dan Zat Gizi Pangan 43

Densitas Energi Konsumsi dan Asupan Zat Gizi 45

Hubungan Densitas Gizi dengan Harga Pangan 49

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 51

6 SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 62

(14)

DAFTAR TABEL

1 Komplikasi yang berhubungan dengan gizi lebih pada anak dan remaja

(Kliegman et al. 2006) 5

2 Klasifikasi status gizi berdasarkan nilai batas IMT 7 3 Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan Nilai Z-Skor Untuk IMT/U 7 4 Angka Kecukupan Gizi (2013) untuk anak usia sekolah 9 5 Pengelompokkan makanan berdasarkan densitas energi 13 6 Zat gizi yang dioptimalkan dan dibatasi pada model NRF 14

7 Jenis dan cara pengumpulan data 20

8 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 22 9 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 23 10 Acuan RDV dan MRV untuk zat gizi berdasarkan konsumsi 2000 kkal 24

11 Standar densitas asupan zat gizi 25

12 Kategori variabel penelitian 25

13 Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin dan status gizi 29 14 Sebaran kelompok pangan berdasarkan skor NRF dan harga pangan 31 15 Sebaran status gizi anak berdasarkan berat lahir 31

16 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik 32

17 Distribusi kegiatan aktivitas fisik berdasarkan median, nilai minimum, dan

nilai maksimum (menit) 33

18 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan keluarga, status gizi ibu, dan

pengetahuan gizi ibu 34

19 Item pertanyaan multiple choice terkait pengetahuan gizi 35

20 Item pernyataan mengenai pengetahuan gizi ibu 36

21 Sebaran status gizi anak berdasarkan riwayat pemberian makan 37 22 Frekuensi konsumsi pangan murid SDN Pekayon 16 Pagi (kali/minggu) 39 23 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi karbohidrat dan berlemak 40 24 Rata-rata asupan, angka kecukupan, serta tingkat kecukupan gizi siswa/i SDN

Pekayon 16 Pagi 41

25 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 41 26 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak 42 27 Median skor Dietary Energy Density (DED) dan Nutrient Rich Food (NRF)

9.3 Index Value 44

28 Rata-rata densitas asupan zat gizi siswa/i SDN Pekayon 16 Pagi 46 29 Sebaran subjek berdasarkan densitas asupan zat gizi 46 30 Sebaran densitas asupan zat gizi subjek berdasarkan status sosial ekonomi 48 31 Hasil uji korelasi Spearman antara densitas gizi dengan harga pangan 49 32 Model akhir regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi status

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian makanan 12 2 Kerangka pemikiran densitas gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

status gizi 17

3 Kerangka sampel penelitian 19

4 Sebaran status gizi (IMT/U) berdasarkan jenis kelamin siswa 30

5 Sebaran status gizi (IMT/U) subjek 30

6 Sebaran kualitas zat gizi pangan berdasarkan median skor densitas energi dan

zat gizi pangan 45

7 Boxplot densitas energi konsumsi diantara kelompok status gizi anak 47 8 Scatterplot densitas zat gizi pangan dengan harga pangan 50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran jenis pangan berdasarkan densitas zat gizi pangan dan densitas energi

pangan 63

2 Sebaran jenis pangan yang dikonsumsi responden berdasarkan kategori NRF

9.3/100 kkal 66

3 Sebaran jenis pangan berdasarkan biaya (rupiah)/100 kkal 68

4 Asumsi heteroskedastisitas 70

5 Asumsi normalitas dalam regresi linier berganda 70

6 Grafik P-P Plot dalam asumsi normalitas 71

7 Diagnostik multicollinearity 71

8 Dokumentasi penelitian 72

9 Lembar persetujuan komite etik FKUI 73

(16)
(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM). Anak merupakan suatu generasi penerus suatu bangsa yang harus diperhatikan sejak dini. Akan tetapi, di negara berkembang seperti Indonesia seringkali ditemukan masalah gizi baik gizi kurang maupun gizi lebih. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah yang disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait antara satu dengan lainnya (Supariasa 2001). Masalah tersebut dapat terjadi pada seluruh kelompok umur yang dapat mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact) (Salimar et al 2009). Salah satu siklus kehidupan yang sangat penting yaitu masa anak usia sekolah. Masa usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa remaja sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa ini akan berdampak besar pada masa kehidupan selanjutnya.

Anak usia sekolah membutuhkan makanan dengan jumlah dan kualitas lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Asupan zat gizi yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik anak sekolah. Selain itu, juga untuk melindungi anak terhadap penyakit infeksi dan menular (Harper, Brady & Judy 2009). Data RISKESDAS (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penduduk usia

≥10 tahun mengonsumsi makanan berisiko masih cukup tinggi yaitu makanan dan minuman berpemanis (53.1%) dan makanan berlemak (40.7%). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan anak di Indonesia masih sering mengkonsumsi makanan dengan nilai densitas energi tinggi. Konsumsi energi, gula dan lemak jenuh yang berlebih namun rendah konsumsi buah, dan sayur dapat menunjukkan kualitas konsumsi yang rendah. Kualitas konsumsi yang baik dikaitkan dengan tingginya konsumsi buah dan sayur yang memiliki densitas energi rendah serta mencukupi kebutuhan makronutrien secara tepat (Patterson et al. 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Kadim et al. (2007) rasa yang manis dan gurih menjadikan makanan dan minuman manis dan tinggi lemak lebih banyak disukai oleh masyarakat dibandingkan dengan makanan kaya zat gizi seperti sayur dan buah sehingga konsumsi dari makanan tersebut menyebabkan kegemukan. Prevalensi gizi lebih meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Pada tahun 2010, 35 juta anak di negara berkembang menderita gizi lebih. Prevalensi gizi lebih pada anak di dunia meningkat dari 4.2 % pada tahun 1990 menjadi 6.7% pada tahun 2010 (Onis M et al. 2010). Overweight dan obesitas pada anak-anak mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Hal tersebut meliputi

(18)

dari 260 ribu anak dengan gizi lebih, menunjukkan lebih dari setengahnya mengalami paling sedikit satu risiko penyebab penyakit kardiovaskular terutama hipertensi (Jander 2010). Selain itu kasus gizi lebih berdampak pada masalah ekonomi.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih pada anak 5-12 tahun di Provinsi DKI Jakarta sebesar 30.1 %. Prevalensi gemuk adalah sebesar 16.1 % sedangkan prevalensi obesitas adalah sebesar 14%. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka rata-rata nasional. Semua wilayah di DKI Jakarta prevalensinya di atas 10%. Masalah kegemukan juga sudah mulai tampak pada kelompok kuintil teratas. Anak dengan gizi lebih ini kemungkinan adalah anak yang lahir pendek dan setelah berusia 5-12 tahun asupan makanan tidak terkontrol terutama pada anak laki-laki. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, maka proporsi kegemukan juga semakin besar.

Ada beberapa argumen mengenai biaya makan yang juga mempengaruhi kualitas konsumsi dan juga berkontribusi terhadap kesenjangan sosial di bidang kesehatan (Darmon 2015). Hasil penemuan terdahulu didapatkan bahwa makanan padat energi seperti mengandung lemak, minyak, dan gula tambahan menyediakan banyak kalori namun dengan biaya yang murah, sedangkan makanan yang rendah densitas energi seperti sayur dan buah mahal biayanya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian lain di Amerika, Australia, dan di Belanda (Drewnowski 2010).

Berbagai studi terkait gradien sosial dalam jumlah gizi lebih juga mendapatkan hasil bahwa hubungan antara kemiskinan dan gizi lebih dapat dipengaruhi sebagian oleh biaya rendah dari makanan yang padat energi dan dapat diperkuat oleh palatabilitas dari gula dan lemak. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasa yang lezat dari makanan manis dan berlemak mudah dikonsumsi secara berlebihan. Palatabilitas, availabilitas, dan kenyamanan membuat makanan berkalori dengan biaya rendah menjadi prekursor langsung dalam penambahan berat badan (Darmon 2015).

(19)

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, masyarakat masih mengutamakan pemenuhan makanan dengan konsep kenyang daripada memperhatikan kandungan gizinya. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa masyarakat mengonsumsi makanan padat energi atau mengonsumsi pangan yang hanya tinggi pada salah satu zat gizi saja serta kurang pada asupan zat-zat gizi lainnya. Pada akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko gizi lebih yang berdampak pada penyakit generatif di masa yang akan datang. Oleh karena itu, terdapat berbagai permasalahan yang ingin diteliti dan dianalisis yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara densitas energi makanan dan densitas zat gizi dengan harga pangan?

2. Bagaimana hubungan densitas energi konsumsi dan asupan zat gizi dengan status sosial ekonomi?

3. Bagaimana hubungan antara densitas asupan zat gizi dan faktor lainnya dengan status gizi?

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis densitas gizi dan keterkaitannya terhadap harga pangan dan status gizi pada siswa SDN Pekayon 16 Pagi.

Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk menganalisis hubungan densitas energi makanan dan densitas zat gizi pangan dengan harga pangan subjek, 2) untuk menganalisis hubungan densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status sosial ekonomi, dan 3) untuk menganalisis densitas asupan zat gizi dan faktor lainnya yang mempengaruhi status gizi.

Kegunaan

(20)

Hipotesis

1. Ho = Tidak ada hubungan antara densitas energi makanan dan densitas zat gizi pangan dengan harga pangan

H1 = Ada hubungan antara densitas energi makanan dan densitas zat gizi pangan dengan harga pangan

2. Ho = Tidak ada hubungan antara densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status sosial ekonomi

H1 = Ada hubungan antara densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status sosial ekonomi

3. Ho = Tidak ada hubungan antara densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status gizi

H1 = Ada hubungan antara densitas energi konsumsi dan densitas asupan zat gizi dengan status gizi

TINJAUAN PUSTAKA Status Gizi

Status gizi merupakan suatu ukuran kondisi tubuh seseorang yang dapat diamati dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu status gizi kurang, normal, dan gizi lebih (Almatsier 2005). Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi lainnya (Nix 2005). Status gizi yang kurang merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dibandingkan dengan jumlah energi yang dikeluarkan dan akhirnya terjadi kelebihan zat gizi yang disimpan dalam bentuk lemak dan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk. Status gizi lebih akan dijelaskan lebih lanjut diawali dengan pembahasan definisinya.

Definisi Gizi Lebih

Gizi lebih didefinisikan berdasarkan keadaan overweight atau obesitas pada individu (Seidell dan Visscher 2004). Obesitas tidak sama dengan

(21)

Hidayat et al. (2009) mengungkapkan bahwa penyebab gizi lebih belum diketahui secara pasti. Gizi lebih adalah suatu keadaan multifaktoral yang diduga bahwa sebagian besar gizi lebih disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi, dan gizi yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.

Gizi lebih berdampak secara signifikan pada emosional, sosial, dan psikososial anak dan orang dewasa. Selama beberapa tahun, perubahan anatomi patologi metabolik mulai tampak dan membuat obesitas sebagai kondisi meningkatnya ketebalan dinding arteri, plak aterosklerosis pada arteri koroner serta aorta yang berkaitan dengan IMT dari kelahiran awal dan berkorelasi dengan resistensi insulin dan tingkat kolesterol LDL selama puasa.

Dampak Gizi Lebih

Gizi lebih berdampak terhadap tumbuh kembang anak baik aspek organik dan psikososial. Anak berisiko tinggi mengalami berbagai penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, dan kelainan metabolik (Yussac et al. 2007). Komplikasi yang terjadi pada anak obesitas dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komplikasi yang berhubungan dengan gizi lebih pada anak dan remaja (Kliegman et al. 2006)

Dampak atau Gangguan

Komplikasi Gizi Lebih

Sistem Kardiovaskuler Hipertensi,hiperkolesterol,hipertrigliserida, peningkatan lipoprotein, jantung koroner, gagal jantung kongestif, jantung iskemik, dan kematian mendadak

Sistem Endokrin Hiperinsulinemia dan resistensi insulin, DM tipe 2,

menarche dini, oligospermia, dan sindrom ovarium polikistik

Sistem Muskuloskeletal Epifisis kaput femoralis, osteoartritis, gout arthritis, low back pain

Sistem Imunologi Kerusakan imunitas yang diperantarai sel

Gangguan Psikososial Diskriminasi dalam kelompok, menurunkan peneriman dalam kelompok, isolasi sosial

Gangguan Pertumbuhan Pertumbuhan tulang terganggu, terjadinya menstruasi lebih awal pada anak perempuan.

(22)

Obstructive sleep apnea sering dijumpai pada anak gizi lebih dan ditunjukkan dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah dan menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan kurangnya suplai oksigen ke otak (hipoventilasi). Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan (Hidayati et al.2006)

Gizi lebih juga berdampak pada masalah ekonomi. Biaya gizi lebih kepada masyarakat dan individu dibagi menjadi biaya langsung pada sistem kesehatan dan tidak langsung atau biaya sosial pada individu dan masyarakat seperti hari sakit, pengeluaran individu untuk penurunan berat badan). Biaya langsung tergantung pada penyakit yang disebabkan oleh obesitas dan biaya penyakit ini. Salah satu masalah dalam penilaian ini adalah risiko relatif penyakit di komunitas dan kelompok etnis yang berbeda. Beberapa metode telah digunakan untuk menghitung biaya-biaya tersebut dan sudah ada berbagai hasil biaya obesitas di negara yang berbeda. Beberapa penyakit yang telah dimasukkan dalam perhitungan yaitu diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, kanker endometrium, artritis dan kanker kolorektal. Biaya tidak langsung juga sangat bervariasi. Salah satu perkiraan terbaru di Amerika Serikat untuk biaya tidak langsung adalah US $ 47.6 miliar per tahun. Masih sedikit data yang tersedia untuk wilayah Asia-Pasifik. Hal ini diperlukan untuk mengembangkan cara standar menghitung biaya obesitas sehingga pengeluaran kesehatan berbagai negara dapat dibandingkan dan manfaat untuk pengobatan dapat dihitung (WHO 2000).

Obesitas merupakan salah satu komponen terbesar dari pengeluaran budget nasional di bidang kesehatan. Meskipun belum banyak studi tentang besar biaya yang muncul akibat obesitas di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, beban biaya ekonomi yang terus meningkat dan adanya penyakit-penyakit kronis pada orang dewasa di negara-negara tersebut telah diketahui oleh beberapa lembaga internasional seperti WHO dan World Bank. Biaya terapi obesitas di negara-negara berkembang lebih besar dibandingkan di negara-negara maju oleh karena adanya beban tambahan akibat impor peralatan-peralatan dan obat dan untuk keperluan pelatihan tenaga kesehatan (WHO 2005).

Cara Penilaian Status Gizi Pengukuran Antropometri

(23)

Antropometri dapat mendeteksi kekurangan gizi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri yaitu memberikan informasi mengenai riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2003). Pengukuran antropometri dapat digunakan sebagai penanda tidak langsung adipositas atau sebagai penanda distribusi lemak (Gibson 2005).

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan perhitungan berdasarkan z-skor yang dilakukan dengan cara melihat distribusi normal nilai pertumbuhan orang yang diperiksa. Angka ini menggambarkan jarak nilai baku median dalam urutan simpangan baku. Nilai z-skor diperoleh dari hasil pembagian antara selisih ukuran antropometrik seperti BB, TB, LILA orang yang diperiksa dan nilai median baku referensi dengan nilai simpangan baku populasi (Arisman 2008). Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi seseorang adalah dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). Adapun kriteria status gizi yang digunakan berdasarkan Central for Disease Control Prevention (CDC) adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Klasifikasi status gizi berdasarkan nilai batas IMT

Status Gizi IMT

Kurus < 5 persentil Normal 5-84 persentil

Overweight ≥ 85 persentil

Obesitas ≥95 persentil

Dalam ilmu gizi, pengukuran berat badan atau tinggi badan tidak hanya mengetahui status gizi dengan umur secara independen tetapi juga kombinasi antara ketiganya. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Akan tetapi indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur tetapi juga oleh tinggi badan. Sementara itu, indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirman 2000). Menurut WHO (2007) bahwa pengukuran status gizi pada anak usia 5-19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan Nilai Z-Skor Untuk IMT/U

Variabel Kategori

≤ -3 SD Severe underweight

-3 SD < Z < -2 SD Underweight

-2 SD < Z < +1 SD Normal

+1 SD < Z < +2 SD Overweight

+2 SD < Z < +3 SD Obese

≥+3 SD Severe obese

Persentase Lemak Tubuh

(24)

cadangan energi. Jaringan bebas lemak terdiri dari massa protein seperti otot sebesar 19.4%, mineral 6.8%, dan cairan tubuh 73.8%. Sementara massa lemak terdiri dari lemak yang disimpan di tubuh dalam bentuk trigliserida dalam jaringan lemak (Gibson 2005). Menurut Almatsier (2005) lemak tubuh tersebar 50% di subkutan, 45% di sekeliling organ (rongga abdomen), dan 5% sisanya di jaringan intramuskular.

Berdasarkan bentuk fisiknya, anak obesitas dapat dibedakan menurut distribusi lemak di dalam tubuhnya yaitu bila lebih banyak lemak pada bagian atas tubuh (dada dan pinggang) sedangkan apabila ditemukan banyak lemak di bagian bawah tubuh (pinggul dan paha) maka disebut pear shape body (gynoid). Bentuk

apple shape cenderung berisiko lebih tinggi mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan diabetes dibandingkan dengan bentuk pear shape (Moller et al. 2000).

Tingkat keseimbangan antara asupan dengan penggunaan zat gizi seseorang dilambangkan dengan komposisi lemak tubuh. Ketika asupan zat gizi berlebih, zat gizi seperti karbohidrat dan protein akan dsimpan sebagai cadangan lemak tubuh. Pengukuran komposisi lemak tubuh dapat diukur dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan skinfold caliper. Beberapa alasan skinfold caliper baik untuk penggukuran komposisi lemak tubuh adalah karena skinfold adalah metode yang baik untuk mengukur lemak di bawah kulit. Distribusi lemak di bawah kulit sama pada setiap individu dan termasuk jenis kelamin. Selain itu, terdapat hubungan antara lemak tubuh dengan total lemak tubuh. Jumlah dari pengukuran ini juga dapat digunakan untuk memprediksi total lemak tubuh (Supariasa 2001).

Akan tetapi, terdapat cara paling mudah dalam pengukuran persentase lemak tubuh seseorang yaitu dengan menggunakan alat Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) yang bersifat cepat dan non invasif. Alat ini mengukur persentase lemak tubuh berdasarkan konduktivitas elektrik karena jaringan lemak tubuh memiliki konduktivitas yang relatif kecil sedangkan otot, pembuluh darah, dan tulang memiliki konduktivitas elektrik yang besar. Metode ini mengukur resistensi di dalam tubuh untuk arus listrik yang tak terlihat. Pengukuran ini berdasarkan hubungan antara volume konduktor, panjang konduktor, dan impedansi listriknya. Analisis bioimpedance mengasumsikan massa lemak anhidrat dan konduktivitas yang mencerminkan massa bebas lemak. Secara konseptual, seorang manusia yang sedikit memiliki jaringan adiposa akan memiliki impedansi inimum dan impedansi akan meningkat menjadi maksimal ketika semua jaringan digantikan oleh lemak atau jaringan adiposa. Pendekatan ini memperkirakan total air tubuh yang bisa diubah menggunakan rumus yang tepat dan pada gilirannya dapat memperkirakan massa bebas lemak dan massa lemak.

Karakteristik Anak Usia Sekolah

(25)

Masalah gizi utama pada anak usia sekolah meliputi stunting,

underweight, anemia, defisiensi iodium dan defisiensi vitamin A. Pada negara-negara yang mengalami transisi gizi, kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang semakin meningkat pada anak usia sekolah. Masalah kesehatan utama yang dihadapi anak usia sekolah yaitu malaria, infeksi cacing, penyakit diare, infeksi pernafasan serta pengaruh langsung dan tidak langsung dari HIV/AIDS (Partnership for Child Development 2002).

Tabel 4 Angka Kecukupan Gizi (2013) untuk anak usia sekolah Energi dan Zat

Gizi

10-12 tahun Laki-laki Perempuan

Energi (kkal) 2050 2050

Protein (g) 50 50

Vitamin A (RE) 600 600

Vitamin D (μg) 5 5

Vitamin E (mg) 11 11

Vitamin K (μg) 35 35

Vitamin B1 (mg) 1.0 1.0

Vitamin B2 (mg) 1.0 1.0

Niasin (mg) 12 12

Asam Folat (μg) 300 300

Piridoksin (mg) 1.3 1.2

Vitamin B12 (μg) 1.8 1.8

Vitamin C (mg) 50 50

Kalsium (mg) 1000 1000

Fosfor (mg) 1000 1000

Magnesium(mg) 170 170

Zat Besi (mg) 13 14

Iodium (μg) 120 120

Seng (mg) 14 14

Selenium (μg) 20 20

Mangan (mg) 1.9 1.6

Fluor (mg) 1.7 1.8

Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak (WHO 2000). Akan tetapi, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa laki-laki cenderung lebih besar kemungkinannya untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai saat akhir minggu atau waktu senggang.

Berat badan pada saat lahir berpengaruh pada berat badan anak kemudian. Menurut WHO (2000) bayi dengan berat badan lahir normal adalah berat badan diantara 2500-3800 gram. Sedangkan bayi dikatakan BBLR jika berat badannya kurang dari 2500 gram. Akan tetapi, pada penelitian di Australia yang dilakukan oleh Oldroyd J (2010) menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan faktor protektif overweight ataupun obesitas pada anak 4-5 tahun. Sementara itu, anak dengan berat badan lahir tinggi berisiko tinggi menjadi

(26)

Aktivitas Fisik

Gizi lebih terjadi karena tidak adanya keseimbangan energi dimana asupan energi jauh lebih besar dibandingkan energy expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari pengeluaran energi, yaitu sekitar 20-50 % dari total pengeluaran energi. Sekarang ini, aktivitas fisik cenderung menurun pada anak-anak. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah dibandingkan dengan diluar rumah, misalnya dengan bermain game komputer atau internet, menonton televisi (Lifshitz dan Moses 1991).

Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktivitas fisik dengan gizi lebih. Hasil penelitian Proper et al (2007) menunjukkan bahwa perilaku sedentary berhubungan langsung dengan overweight maupun obesitas. Penelitian Salmon et al (2005) menemukan bahwa ada hubungan antara waktu menonton TV dan IMT berdasarkan tingkat aktivitas fisik. Akan tetapi, kurang lebih dari 61 % orang dewasa Australia bekerja di luar rumah menghabiskan waktunya untuk melakukan perilaku yang menetap saja seperti duduk. Aktivitas yang terus-menerus tersebut merupakan prediktor penting dalam pertambahan berat badan. Hal tersebut juga diperkuat oleh penelitian Mushtaq et al. (2011) pada anak 5-12 tahun di Lahore, Pakistan yang menyatakan bahwa anak yang menonton tv dan bermain games/komputer lebih dari satu jam per hari mempunyai kemungkinan lebih besar menjadi gizi lebih.

Karakteristik Orang Tua Pengetahuan Gizi Ibu

Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan akan gizi. Rendah tingginya pendidikan seseorang menentukan mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Berdasarkan hal tersebut, seseorang dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, apabila dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga pendidikan sangat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya.

(27)

Faktor Genetik

Genetika merupakan suatu ilmu yang melihat bagaimana gen menurun dari satu generasi ke keturunannya. Obesitas jarang sekali disebabkan oleh glandular (hipotiroidisme atau gangguan kelenjar adrenal) ataupun penyakit genetik. Obesitas merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Genetik bekerja dengan cara lain, sel lemak menghasilkan hormon pengontrol nafsu makan yaitu leptin yang akan menghantarkan pada otak bahwa tubuh merasa kenyang. Ketika seseorang memiliki sedikit sel lemak, leptin akan diproduksi dan otak menghantarkan bahwa kita membutuhkan makanan (AAAS 2006).

Keterlibatan faktor genetik dalam meningkatkan faktor risiko kegemukan dan obesitas diketahui berdasarkan fakta adanya perbedaan kecepatan metabolisme tubuh antara satu individu dan individu lainnya. Individu yang memiliki kecepatan metabolisme berisiko lebih besar menderita obesitas. Selain itu, latar belakang ras juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan metabolisme tubuh. Di Amerika Serikat, ras kulit putih pada periode prapubertas memiliki kecepatan metabolisme yang lebih besar dibandingkan dengan sebaya dari ras kulit hitam. Dua orang tua yang obese memiliki peluang 6 kali untuk memiliki anak yang obese dibandingkan orang tua yang tidak obese (Wahyu G 2010).

Menurut Rubenstein et al. (2007) sebagian besar anak yang obesitas memiliki satu orang tua yang obesitas. Terdapat asumsi bahwa faktor endokrin yang mengendalikan namun masih harus ditentukan, anak obesitas memiliki kadar hormon pertumbuhan yang rendah. Obesitas akan semakin parah dengan mengkonsumsi makanan dengan kalori yang melebihi kebutuhan tubuh dan akan berkurang dengan menurunkan asupan kalori dan mempertahankan tingkat yang diturunkan ini.

Karakteristik Sosial dan Ekonomi Status Sosial Ekonomi

Status sosial dan ekonomi mempengaruhi kesehatan dan gizi dari berbagai cara. Orang tua pada keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi umumnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pengetahuan gizi dan kemampuan mencari informasi yang lebih baik di media. Penelitian yang dilakukan di negara maju telah menunjukkan hubungan yang negatif antara status sosial ekonomi dengan kelebihan berat badan pada anak-anak dan remaja (Goodman et al. 2003). Anak

obese seringkali dikaitkan juga dengan kelas ekonomi lebih tinggi di negara-negara berkembang.

(28)

menentukan berat badan. Salah satu pola yang konsisten dalam penelitian obesitas adalah hubungan langsung antara pendapatan dan berat badan di negara berkembang namun sebaliknya pada negara maju (Sobal dan Stunkard 1989).

Perubahan gaya hidup di antara anak dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi juga termasuk dalam konsumsi yang tidak sehat disertai dengan menurunnya aktivitas fisik dan meningkatnya hidup yang menetap. Selain itu, hal tersebut juga diperkuat oleh banyak perubahan budaya yang terkait dengan globalisasi yang merupakan penyebab obesitas pada anak. Anak-anak pada keluarga sosial ekonomi tinggi mengarah juga dengan pola hidup yang tidak sehat seperti menggunakan mobil dan bus dari dan ke sekolah. Aktivitas olahraga digantikan dengan menonton televisi, bermain game, dan internet. Orang tua lebih sibuk dari sebelumnya, pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh pegawai, keluarga makan lebih sedikit mengkonsumsi makanan di rumah, melewatkan sarapan, serta kebiasaan snacking diantara waktu makan merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinyaa obesitas (Wang dan Lobstein 2006).

Biaya Bahan Makanan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian makanan antara lain rasa, densitas energi, biaya, kenyamanan, dan keragaman. Densitas energi berhubungan dengan biaya bahan makanan. Masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah biasanya mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak tambahan, gula tambahan dan makanan lainnya dengan densitas energi yang tinggi namun dengan harga yang rendah. Makanan yang padat energi biasanya mengandung zat gizi yang rendah dapat dilihat dari zat gizi per kalori dan zat gizi per unit biaya (Drewnowski 2005).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmon et al. (2005) menunjukkan bahwa pada setiap level dari asupan energi, semakin tinggi densitas energi makanan maka semakin rendah biaya makanannya. Masyarakat menengah kebawah dan tidak bekerja, biaya dan rasa merupakan kunci determinan dari pemilihan makanan. Meskipun harga makanan mempengaruhi setiap orang, masalah biaya makan tetap menjadi hal yang menghambat perubahan pola makan yang khususnya relevan terjadi pada keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah. Hal tersebut dapat menjadi penjelasan mengapa mengkonsumsi makanan

Makanan yang Dibeli

- Rasa

- Densitas Energi

- Biaya

- Kenyamanan

- Kesehatan

- Keragaman

Metabolisme Fisiologis

Status Kesehatan

(29)

yang sehat seperti buah dan sayur masih sangat rendah dilakukan. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa kemiskinan dan obesitas berhubungan terkait dengan biaya yang rendah dan palatabilitas yang tinggi pada makanan padat energi (Molarius et al. 2000).

Penilaian Kualitas Pangan Densitas Energi

Densitas energi diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu densitas energi konsumsi dan densitas energi makanan. Menurut Avihani (2013) perhitungan densitas energi konsumsi diperoleh melalui total energi makanan sehari yang dikonsumsi dengan berat makanan sehari. Masing-masing makanan mempunyai nilai densitas energi masing-masing. Hal tersebut dilakukan dengan menghitung kalori masing-masing makanan dibagi dengan beratnya. Densitas energi pangan didefinisikan sebagai jumlah total energi yang tergandung dalam 100 gram suatu makanan yang dikonsumsi (Barclay 2008). Sementara itu, penentuan definisi zat gizi pangan hingga saat ini belum ditentukan secara resmi sebab setiap negara memiliki definisi operasional yang berbeda terkait hal tersebut.

Densitas energi berkisar antara 0 sampai dengan 9 kkal/g dipengaruhi oleh komposisi zat gizi makro dan kadar airnya. Kadar air merupakan pengaruh yang paling besar karena air menambah berat makanan tanpa menyumbangkan energi (Rolls et al. 2005). Makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan densitas energinya. Pengklasifikasian makanan berdasarkan nilai densitas energinya adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Pengelompokkan makanan berdasarkan densitas energi

Kategori Nilai Densitas Energi (kkal/g)

Contoh Makanan

Sangat Rendah 0-0.6 Buah-buahan dan sayuran tanpa pati seperti mentimun, brokoli, wortel, jeruk, pear, apel, dan sup sayuran yang bening

Rendah 0.6-1.5 Buah-buahan dan sayuran berpati seperti pisang, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan

Medium 1.5-4.0 Roti, nugget ayam, kentang goreng, telur, nuah yang dikeringkan, keju, dan pizza

Tinggi 4.0-9.0 Makanan dengan kadar air yang rendah seperti

crackers, cookies, keripik, dan makanan yang mengandung banyak lemak seperti kacang dan margarin

(30)

Densitas Zat Gizi Pangan

Dietary Guidelines for Americans tahun 2015 merekomendasikan konsumsi aneka ragam makanan dan minuman yang mengandung densitas zat gizi yang adekuat. Selanjutnya, densitas zat gizi pangan dapat diartikan sebagai ukuran untuk menghitung kandungan zat gizi yang tersedia per kalori suatu makanan (Barclay 2008). Terdapat beberapa metode yang dikembangkan oleh Drewnowski (2005, 2014) untuk menghitung densitas zat gizi pangan antara lain; 1) NNR (Naturally Nutrient Rich) yang didasarkan pada rata-rata dari persentase Daily Value (DV) 14 zat gizi yang terkandung dalam 2000 kkal makanan; 2) NQI (Nutritional Quality Index) adalah metode perhitungan rasio antara jumlah zat gizi dalam satu porsi yang memenuhi kebutuhan energi dan memenuhi angka kecukupan dan didasarkan pada 2000 kkal makanan; 3) RRR Score (Ratio Recommended to Restricted Score) merupakan suatu perhitungan rasio penjumlahan persentase daily value 6 zat gizi yang perlu dioptimalkan terdiri dari protein, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin C, dan serat dengan penjumlahan persentase daily value 5 zat gizi yang harus dibatasi terdiri dari (energi, lemak jenuh, kolesterol, gula, dan sodium); 4) LIM Score (Low Intake Method Score)

hanya menghitung berdasarkan zat gizi yang direkomendasikan untuk dibatasi seperti seperti asam lemak jenuh, gula tamahan, dan natrium; 5) NDS Score

(Nutrient Density Score) menghitung zat-zat gizi yang direkomendasikan untuk lebih banyak asupannya atau harus tercukupi dengan optimal; 6) NRF (The Nutrient Rich Food Index) menghitung asupan zat gizi yang ditingkatkan karena bermanfaat bagi tubuh serta zat gizi yang harus dibatasi.

TheNutrient Rich Food Index (NRF) merupakan salah satu alat ukur yang sudah divalidasi oleh Drewnowski et al. (2009). Alat ukur ini digunakan untuk mengukur kualitas gizi pangan dengan menghitung asupan-asupan zat gizi yang harus dioptimalkan serta zat-zat gizi yang harus dibatasi. Dalam mengembangkan dan melakukan validasi NRF, Healthy Eating Index (HEI) digunakan untuk menentukan ketepatan atau validitas alat ukur. Model NRF yang dibandingkan adalah LIM, LIMt, NRF 6.3, NRF 9.3, NRF 11.3, dan NRF 15.3. Hasil validitas terbaik adalah pada NRF 9.3. Berikut rincian zat gizi yang dioptimalkan dan dibatasi pada setiap model NRF.

Tabel 6 Zat gizi yang dioptimalkan dan dibatasi pada model NRF

Model NRF

Zat Gizi yang Dioptimalkan Zat Gizi yang Dibatasi LIM - Lemak jenuh, gula tambahan,

natrium

LIMt - Lemak jenuh, gula total, natrium

NRF 6.3 Protein, serat, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi

Lemak jenuh, gula tambahan, natrium

NRF 9.3 Protein, serat, vitamin A, vitamin C, vitamin E, kalsium, zat besi, magnesium, kalium

Lemak jenuh, gula tambahan,

NRF 15.3 Protein, serat, lemak tidak jenuh, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B12, tiamin, riboflavin, folat kalsium, zat besi, magnesium, kalium, zink

(31)

Densitas Asupan Zat Gizi

Terdapat beberapa makanan padat energi yang sehat contohnya adalah kacang kacangan, biji bijian, alpukat, telur, kentang dan susu. Makanan padat energi yang tidak sehat disebut makanan padat energi rendah gizi (Energy dense, nutrient-poor foods (EDNP)). EDNP dikategorikan menjadi 5 jenis yaitu visible fat (margarin, mentega, minyak, krim, saus dressing, gajih, steak, sosis dan makanan yang digoreng), sweeteners (gula, sirup, permen, minuman manis),

dessert (biskuit, pie, kue, pastry, donat, eskrim, milkshake, puding, kue keju); snack asin( keripik kentang, keripik jagung, tortilla) dan lain lain (kopi, teh, kaldu, saus tomat, saus sambal) (Ashima 2000).

Selain tingkat kecukupan zat gizi dari konsumsi pangan seseorang, densitas asupan zat gizi pangan dapat digunakan untuk menggambarkan kecukupan zat gizi individu. Konsep densitas asupan zat gizi digunakan untuk menggambarkan kecukupan zat gizi dari diet konsumsi pangan seseorang selain dari tingkat kecukupan gizi. Berdasarkan skor densitas energi dan zat gizi pangan, selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam konsumsi pangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kecukupan serta densitas asupan zat gizi, baik pada skala individu ataupun skala rumah tangga. Densitas asupan zat gizi didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi per hari per 1000 kkal energi (Drewnowski 2005).

Perbedaan antara tingkat kecukupan gizi dan densitas asupan zat gizi yaitu tingkat kecukupan gizi dihitung berdasarkan rasio atau perbandingan antara asupan zat gizi yang dikonsumsi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari, sedangkan densitas asupan zat gizi dihitung berdasarkan rasio asupan zat gizi terhadap total asupan energi dari makanan yang dikonsumsi per hari. Walaupun demikian, baik tingkat kecukupan gizi ataupun densitas asupan zat gizi dapat menggambarkan kecukupan zat gizi individu ataupun rumah tangga yang selanjutnya dapat mempengaruhi status gizi individu atau rumah tangga tersebut (Drewnowski 2005).

Pola Makan Anak Riwayat Pemberian Makan Anak

Obesitas pada anak disebabkan oleh asupan makanan yang berlebih. Selain itu, anak pada waktu lahir tidak dibiasakan mengkonsumsi ASI tetapi dibiasakan mengkonsumsi susu formula dalam botol. Asupan pada anak yang diberikan ASI biasanya sesuai dengan kebutuhannya. Anak yang terbiasa diberikan susu dalam botol, jumlah asupan yang diberikan tidak dapat dihitung secara tepat sehingga melebihi porsi yang dibutuhkan anak.

(32)

ASI pada masa bayi dapat menurunkan risiko anak untuk menjadi obese baik saat anak-anak maupun setelah ia menjadi dewasa.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan merupakan pola perilaku yang didapatkan dari pola yang terjadi berulang kali. Sedangkan kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku mengkonsumsi pangan karena terjadi berulangpulang. Kebiasaan makan juga berhubungan dengan cara individu maupun kelompok dalam memilih, mengonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia dan didasarkan pada faktor psikologi, fisiologi, sosial, dan budaya dimana ia hidup (Suhardjo 2003)

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa obesitas disebabkan oleh konsumsi yang berlebihan dari makanan yang mengandung protein, karbohidrat, gula, dan lemak. Masukkan energi tersebut lebih besar daripada energi yang digunakan. Anak-anak usia sekolah sekarang ini mempunyai kebiasaan lebih sering mengonsumsi fast food yang umumnya mengandung energi tinggi karena 40-50 % (Syarif 2002).

Perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi dipengaruhi oleh perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, gaya hidup dan pola makan serta faktor peningkatan pendapatan (Gortmaker 2003). Sebagai contoh dalam kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini ditemukan ibu-ibu yang cenderung berperan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita karier atau wanita pekerja. Kondisi ini berpengaruh pada pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga. Frekuensi makan diluar rumah cenderung meningkat, terutama dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Makanan jajan yang tersedia dan sering menjadi pilihan para orang tua maupun anak adalah jenis makanan junk food (Syarif 2002). Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa proporsi indeks BB/TB yang diantara persentil 90-97 dan lebih besar dari 97 lebih tinggi pada anak-anak dengan pendapatan keluarga yang tinggi (Sakamoto 2001).

KERANGKA PEMIKIRAN

Gizi lebih merupakan salah satu gizi yang multifaktorial. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak diantaranya adalah

parental fatness, densitas energi konsumsi, densitas asupan zat gizi, karakteristik anak, karakteristik keluarga, aktivitas fisik, kebiasaan makan anak serta riwayat pemberian ASI eksklusif.

Parental fatness berhubungan dengan status gizi orang tua yang dapat diketahui dari IMT yang diukur berdasarkan rasio antara berat badan dan kuadrat tinggi badan. Karakteristik anak meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, dan status gizi (IMT/U). Karakteristik keluarga meliputi pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu yang diukur dengan memberikan pertanyaan pada kuesioner yang ditujukan untuk ibu. Aktivitas fisik lebih menyoroti pada tingkat aktivitas fisik apakah tergolong sedentary, aktif atau sangat aktif.

(33)

biaya makanannya. Densitas energi yang tinggi adalah alasan untuk makan berlebihan sehingga meningkatkan prevalensi overweight (Drewnowski 2005). Anak-anak cenderung mengkonsumsi makanan dengan densitas energi tinggi yang biasanya tinggi kandungan karbohidrat sederhana dan lemak. Makanan tersebut cenderung memberikan rasa lezat dan harga murah sehingga banyak disukai. Konsumsi makanan dengan kepadatan energi tinggi (banyak mengandung lemak, gula dan kurang menggandung serat) serta rendah zat gizi secara berlebihan berkontribusi dalam peningkatan asupan energi total (Maillot et al. 2007). Densitas gizi yang akan diteliti meliputi densitas energi makanan, densitas energi konsumsi, densitas zat gizi pangan, dan densitas asupan zat gizi.

Kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi dapat menentukan tingkat konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan, sehingga untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi (Zulaikhah 2012).

Kebiasaan makan mencakup riwayat pemberian ASI eksklusif, apakah seorang anak diberikan ASI sampai dengan 6 bulan atau kurang. Selain itu, faktor yang ingin diteliti juga apakah anak diberikan makanan padat kurang dari 6 bulan atau tidak. Konsumsi pangan yang diteliti adalah konsumsi makan harian, konsumsi makanan berlemak, dan makanan mengandung karbohidrat. Konsumsi makanan berlemak dan makanan mengandung karbohidrat diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi energi pada anak yang nantinya berhubungan dengan terjadinya gizi lebih pada anak.

Gambar 2 Kerangka pemikiran densitas gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

-Densitas Asupan Zat Gizi & Energi Konsumsi

-Densitas Energi Makanan & Zat Gizi Pangan

Faktor Genetik

(34)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah desain observasional analitik dengan menggunakan jenis cross sectional. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pekayon 16 Pagi. SDN Pekayon 16 Pagi dijadikan lokasi penelitian dan dipilih secara purposive dengan pertimbangan sekolah tersebut memiliki keluarga dengan status sosial ekonomi yang heterogen dan memiliki jumlah murid yang paling banyak dibandingkan dengan SD lain di Kelurahan Pekayon. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2015 sampai dengan Mei 2016. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No. 274/UN2.F1/ETIK/2016.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar (SD) di SDN Pekayon 16 Pagi. Subjek pada penelitian ini yaitu anak sekolah dasar kelas 3, 4 dan 5 yang bersekolah di SD Pekayon 16 Pagi. Kriteria inklusi adalah anak laki-laki atau perempuan kelas 3, 4 dan 5 dengan kondisi sehat dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi adalah subjek tidak bersedia mengikuti penelitian, pengisian kuesioner tidak lengkap, dan sedang menjalani upaya perbaikan pola makan seperti diet.

Anak kelas 3, 4 dan 5 di sekolah dasar terpilih akan dipilih secara acak dengan asumsi anak-anak tersebut sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik, mengerti dengan pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, dan mampu mengisi kuesioner dengan baik. Sedangkan anak kelas 6 tidak dijadikan subjek karena sudah sibuk dengan persiapan Ujian Nasional (UN). Jumlah subjek dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Cochran 1977):

Keterangan :

= nilai t pada derajat kepercayaan 95% N = jumlah populasi

s = standar deviasi

(35)

Berdasarkan penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Simanjutak dan Hartono (2010) rata-rata z-score IMT/U anak usia 10 sampai dengan 12 tahun di SD 04 Petang adalah sebesar 1.6129 dengan standar deviasi 0.39836. Berdasarkan rumus di atas didapatkan bahwa besar sampel adalah sebanyak 156. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling with proportional allocation. Pengambilan subjek dilakukan secara proporsional dilakukan dengan mengambil subjek dari setiap strata ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata. Kemudian dilakukan teknik simple random sampling dengan menggunakan angka acak. Adapun jumlah subjek untuk masing-masing kelompok status gizi dengan menggunakan rumus menurut Scheffer et al. (1979) adalah sebagai berikut.

Keterangan :

nh = jumlah subjek yang diinginkan setiap strata

N = jumlah populasi murid kelas 3, 4, dan 5 SDN Pekayon 16 Pagi Nh = jumlah populasi pada setiap strata

n = jumlah subjek minimal

Berdasarkan rumus diatas, jumlah subjek dari masing-masing strata didapatkan sebagai berikut.

Gambar 3 Kerangka sampel penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik anak (umur, jenis kelamin, dan berat lahir anak), karakteristik keluarga (pengetahuan gizi ibu, IMT ayah, dan IMT ibu), biaya bahan makanan, densitas energi makanan, densitas energi konsumsi, densitas zat gizi pangan, densitas asupan zat gizi, tingkat kecukupan zat gizi, pengukuran antropometri (berat badan anak, tinggi badan anak, dan status gizi anak), riwayat pemberian ASI eksklusif, kebiasaan makan anak (makanan

Didapatkan Jumlah Populasi dari Setiap Kelompok Status Gizi Nkurus=238, Nnormal=49, Ngemuk=111

Didapatkan Jumlah Subjek dari Setiap Kelompok Status Gizi Berdasarkan Rumus

 nkurus=103, nnormal=21, ngemuk=48

Kelas 4 (4 Rombongan Belajar,

N = 135)

Kurus Normal Gemuk Kelas 3

(4 Rombongan Belajar, N = 116)

Kurus Normal Gemuk

Kelas 5 (4 Rombongan Belajar,

N = 147)

(36)

berlemak, makanan mengandung gula), dan tingkat aktivitas fisik. Sedangkan data sekunder berasal dari data SDN Pekayon 16 berupa gambaran umum sekolah, kegiatan ekstrakurikuler sekolah, jadwal kegiatan belajar mengajar di sekolah serta data siswa yang meliputi nama, tanggal lahir, dan jenis kelamin. Berat badan anak diukur langsung menggunakan timbangan injak yang telah dikalibrasi dengan ketelitian 0.1 kg, dan pengukuran tinggi badan anak menggunakan

microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data status gizi anak diperoleh dengan menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Nama, umur, dan tanggal lahir anak diperoleh dengan pengisian kuesioner olah anak.

Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Data berat lahir anak, karakteristik keluarga, pola konsumsi anak yang terdiri dari frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan mengandung karbohidrat, dan riwayat pemberian ASI eksklusif diperoleh dari pencatatan kuesioner dengan metode wawancara. Konsumsi pangan anak diketahui dengan metode food recall 2 x 24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Data aktivitas fisik anak diperoleh dari dari pencatatan kuesioner mengenai alokasi waktu kegiatan yang dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam, yaitu satu hari sekolah dan satu hari libur dengan metode wawancara. Kebiasaan makan anak diukur menggunakan kuesioner FFQ (Food Frequency Questionnaire) semi kuantitatif.

Pihak sekolah akan membantu pemantauan pengisian dan pengumpulan kuesioner. Setiap anak mendapatkan surat pengantar dari sekolah untuk orang tua berisi keterangan mengenai cara pengisian kuesioner sehingga orang tua lebih mudah dalam mengisinya. Kuesioner yang sudah dikumpulkan kemudian diperiksa kelengkapan pengisiannya oleh enumerator. Cara pengumpulan data primer dalam penelitian ini lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis Data Alat Ukur

(37)

Tabel 7 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)

8. Kebiasaan Makan -Frekuensi Makanan Berlemak

9. Aktivitas Fisik Tingkat Aktivitas Fisik Recall aktivitas fisik dimulai dari bangun tidur

Pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan cleaning. Tahap yang awal dilakukan adalah editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah data bersih yaitu data tersebut telah terisi semua, konsisten, relevansi, dan dapat dibaca dengan baik. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis atau pembersihan terhadap data yang hilang (missing data), sehingga tidak digunakan dalam analisis. Setelah itu, tiap data dilakukan coding untuk memudahkan keperluan analisa statistik dalam penelitian. Kemudian dilakukan cleaning untuk memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak. Selanjutnya data diolah serta dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0 for Windows.

(38)

penjualan makanan lainnya yang menjual makanan yang dikonsumsi oleh anak. Harga pangan dikonversikan ke dalam rupiah/100 kkal.

Data status gizi anak diperoleh dengan menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Klasifikasi yang telah diperoleh berdasarkan indikator IMT/U yaitu

overweight (+1 SD<Z<+2SD), obesitas (+2 SD<Z<+3 SD), normal (-2 SD<Z<+1 SD), thinness (-3 SD<Z<-2 SD), dan overthinness (<-3 SD) (WHO). Data berat badan dan tinggi badan orang tua digunakan untuk menghitung IMT ibu. IMT dihitung dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2). Aktivitas fisik merupakan jenis kegiatan yang dilakukan subjek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi. PAL adalah besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Rumus PAL adalah sebagai berikut:

Keterangan:

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PARi : Physical activity ratio dari masing-masing aktivitas (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)

Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas

Untuk menghitung nilai PAL, perlu diketahui nilai Physical Activity Ratio

(PAR). Nilai PAR berbeda untuk setiap aktivitas fisik yang dilakukan. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai PAR diklasifikasikan berdasarkan jenis aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang seperti yang tercantum pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Aktivitas Physical Activity Ratio

Tidur 1.0

Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2

Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4

Makan 1.5

Duduk 1.5

Mengendarai mobil/berjalan 2.0

Memasak 2.1

Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2

Mandi dan berpakaian 2.3

Menyapu, mencuci baju, dan piring tanpa mesin 2.3

Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8

Berjalan 3.2

Berkebun 4.1

Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

Transportasi dengan bus 1.2

Kegiatan ringan 1.4

(39)

Nilai PAR kemudian dikalikan dengan alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik tersebut sehingga seluruh waktu yang dihitung berjumlah 24 jam. Kemudian dengan perhitungan rumus, nilai PAL dapat diketahui. Nilai PAL dikategorikan untuk mendeskripsikan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan tiap individu, sebagaimana tercantum dalam Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69 Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99 Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40

Data konsumsi rumah tangga secara kuantitatif dihitung menggunakan jumlah dan jenis pangan aktual yang dikonsumsi berdasarkan food recall 2 x 24 pada hari sekolah dan hari libur. Data konsumsi pangan kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, karbohidrat, dan zat gizi lainnya menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (2007). Magnesium, kalium, natrium, dan asam lemak jenuh dihitung menggunakan software Nutrisurvey dan gula tambahan diperoleh dari nutrition fact produk makanan. Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

Keterangan :

Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persentase bahan makanan j yang dapat dimakan

Perhitungan kecukupan energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat berdasarkan kelompok usia digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

AKG = Angka kecukupan energi atau protein Ba = Berat badan aktual sehat (kg)

Bs = Berat badan rata-rata yang tercantum dalam AKG

AKGi = Angka kecukupan energi atau protein yang tercantum dalam AKG Tingkat kecukupan merupakan persentase konsumsi aktual anak dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2013. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi i

AKGi = Kecukupan energi dan zat gizi i yang dianjurkan Ki = Konsumsi energi dan zat gizi i

Kgij= (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

AKG = (Ba/Bs) x AKGi

(40)

Skor densitas energi ditentukan berdasarkan data asupan konsumsi dari

recall konsumsi 2 x 24 jam. Data asupan per hari menurut jenis pangan dikonversi ke dalam gram dan kilokalori (kkal). Nilai atau skor densitas energi pangan dihitung menggunakan metode dietary energy density (DED) dengan membandingkan jumlah asupan energi (kkal) dengan total berat pangan (gram) sebagaimana formulanya adalah sebagai berikut.

Metode yang digunakan untuk menentukan densitas zat gizi pangan adalah

Nutrient Rich Food Index (NRF 9.3), yang merekomendasikan untuk mengoptimalkan 9 jenis zat gizi esensial yaitu protein, serat, vitamin A, vitamin C, vitamin E, kalsium (Ca), zat besi (Fe), magnesium (Mg), dan kalium (K) dan membatasi konsumsi 3 jenis zat gizi yaitu gula tambahan, asam lemak jenuh, dan natrium (Drewnowski 2009). Acuan yang digunakan untuk melihat RDV dan MRV adalah berdasarkan Drewnowski (2010) pada Tabel 10. Persamaan yang digunakan untuk menghitung densitas zat gizi pangan dengan metode NRF 9.3 adalah sebagai berikut:

Keterangan:

AEi : Jumlah asupan zat gizi esensial ke-i ARj : Jumlah asupan zat gizi yang dibatasi ke-j

RDVi : Reference Daily Value untuk zat gizi esensial ke-i

MRVj : Maximum Recommended Value untuk zat gizi yang dibatasi ke-j

Tabel 10 Acuan RDV dan MRV untuk zat gizi berdasarkan konsumsi 2000 kkal

Zat gizi RDV MRV

Protein (g) 50 -

Serat (g) 25 -

Vitamin A (IU) 5000 -

Vitamin C (mg) 60 -

Vitamin E [IU (mg)] 30 (20) -

Kalsium (mg) 1000 -

Zat besi (mg) 18 -

Kalium (mg) 3500 -

Magnesium (mg) 400 -

Lemak jenuh (g) - 20

Gula tambahan (g) - 50

Gambar

Grafik P-P Plot dalam asumsi normalitas
Tabel 4 Angka Kecukupan Gizi (2013) untuk anak usia sekolah
Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian makanan
Tabel 5 Pengelompokkan makanan berdasarkan densitas energi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun kari (Murraya koenigii L.) terhadap kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi logistik untuk melihat apakah ada pengaruh penerapan sistem informasi akuntansi pada penurunan atau

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan memberikan kuesioner kepada 25 orang karyawan BPR Restu Artha Makmur dan 5 orang nasabah serta memberikan kuesioner

RPJMD Kabupaten Indramayu Tahun 2011 – 2015 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Sungai Latuppa, Kelurahan Latuppa, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo pada bulan Mei sampai Juni 2016 yang bertujuan untuk

Create a withdraw transaction for the escrow address: 3J2fuD… Choose a bitcoin address to send the balance: 3KQFR…. Unsigned transaction created to withdraw 0.08 BTC with 0.0001 BTC

berkesinambungan dengan kebijakan kepegawaian daerah didasarkan pula pada kondisi kebutuhan daerah, karakteristik dan budaya kerja. Beberapa kebijakan nasional dalam

IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Provinsi Gorontalo, terus melakukan peningkatan kualitas layanan secara