• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIDANAU

BANTEN

DESI WULANSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DESI WULANSARI. Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten.

Dibimbing oleh HENDRAYANTO.

Perubahan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kesesuaian lahan dapat menyebabkan penurunan pengisian air tanah, sehingga aliran permukaan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap debit langsung DAS Cidanau, Banten, serta mendapatkan penggunaan lahan optimal. Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit dianalisis menggunakan metode Soil Conservation Services–Curve Number (SCS-CN). Optimasi penggunaan lahan bertujuan menurunkan aliran permukaan dengan faktor pembatas kesesuaian lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan DAS Cidanau pada periode 1998−2013 berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan aliran permukaan. Selama periode tersebut terjadi peningkatan lebih dari 100% lahan terbangun dari 600 ha (1998) menjadi 1301 ha (2013) yang mengakibatkan aliran permukaan meningkat 1.96 % dari 1922.70 mm (1998) menjadi 1959.46 mm (2013). Penggunaan lahan optimal DAS Cidanau adalah hutan (8.21%), hutan tanaman (14.54%), lahan terbangun (5.81%), perkebunan (5.46%), pertanian lahan kering (9.34%), pertanian lahan kering campur (39.22%), sawah (17.27%), dan badan air (0.14%). Penggunaan lahan tersebut mampu menurunkan limpasan permukaan sebesar 1.71% dari limpasan permukaan pada penggunaan lahan tahun 2013.

Kata kunci: aliran permukaan, metode SCS-CN, optimasi

ABSTRACT

DESI WULANSARI. Optimization of Land Use In Cidanau Watershed Banten. Supervised by HENDRAYANTO.

Land use changes without considering land suitability to decrease groundwater recharge and cause increasing surface runoff. The purposes of this study are to analyze land use changes and their impact on direct discharge in Cidanau watershed, Banten, and to determine the optimal land use. Impact of land use changes on water discharge was analized by using the Soil Conservation Service-Curve Number (SCS-CN) method. Optimum land use was determined to reduce surface runoff with constrain factor of land suitability. The result of study showed that the land use of Cidanau watershed in the period 1998-2013 was changes, but they changes did not significantly effect the increasing of surface runoff. During this period, the developed land increase more than 100% from 600 ha (1998) to 1301 ha (2013) and caused the increasing of surface runoff about 1.96% from 1922.70 mm (1998) to 1959.46 mm (2013). The optimal land use in Cidanau watershed was forest (8.21%), forest plantation (14.54%), developed land (5.81%), plantation (5.46%), dry land farming (9.34%), dry land farming mixed (39.22%), paddy (17.27%), and water bodies (0.14%). The optimal land use decreased surface runoff about 1.71% of 2013 surface runoff .

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIDANAU

BANTEN

DESI WULANSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dengan judul yang diambil adalah “Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten”.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Hendrayanto MAgr selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan nasehat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak, Kakak dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayang kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC-3) Serang dan PT Krakatau Tirta Industri yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. Selain itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada teman-teman Manajemen Hutan angkatan 47, teman teman Wisma Edelweis (Ajeng, Dwi, Lili, Resi, Maya), Tias, Wulan “sunil”, Mba Nina, teman teman 406 (Desi K, Puti, Laura), rekan-rekan Laboratorium Hidrologi Hutan Departemen Manajemen Hutan (Winda, Yanuar “Doyok”, Alfred, Mawar dan Wulan) atas motivasi, bantuan, dukungan dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis berharap adanya saran yang dapat memperbaiki karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Pengumpulan Data 3

Pengolahan Data 3

Analisis Jumlah Limpasan Permukaan 3

Penentuan Bilangan Kurva 4

Analisis Perubahan Debit 5

Optimasi Penggunaan Lahan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Perubahan Penggunaan Lahan 6

Curah Hujan Wilayah 10

Hyetograf dan Hidrograf DAS Cidanau 10

Kelompok Hidrologi Tanah 11

Aliran Permukaan Dugaan dan Hasil Pengukuran 12

Optimasi Penggunaan Lahan DAS Cidanau 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi kelompok hidrologi tanah 5

2 Kondisi kandungan air tanah sebelumnya 5

3 Tipe penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013 7

4 Perubahan penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998−2013 8

5 Kesesuaian lahan tiap tipe penggunaan lahan DAS Cidanau 16

6 Penggunaan lahan hasil optimasi 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 2

2 Contoh pemisahan baseflow dan debit total (Q) 6

3 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998 8

4 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2005 9

5 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2013 9

6 Curah hujan wilayah tahunan DAS Cidanau tahun 1998−2013 10

7 Curah hujan (CH), (a) debit total (Q) dan (b) debit langsung (DRO)

DAS Cidanau 11

8 Kelompok hidrologi tanah DAS Cidanau 12

9 Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (QSCS)

dan pengukuran (QKTI) 13

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menuntut kebutuhan lahan yang semakin besar sehingga menyebabkan terjadinya persaingan pemanfaatan lahan untuk banyak kepentingan. Pemanfaatan lahan dapat bersifat positif jika memperhatikan daya dukung dan kemampuan lahan, dan sebaliknya. Hal itu sesuai dengan Arsyad (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuan lahannya akan berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti banjir, kekeringan dan erosi yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Asdak (1995), kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar atau memperkecil hasil air. Arsyad (2006) menambahkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah dapat mempengaruhi tata air di tempat tersebut dan tempat-tempat di hilirnya. Perubahan penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah dan meningkatkan aliran permukaan (runoff) (Pawitan 2002).

Daerah Aliran Sungai (DAS ) Cidanau merupakan daerah tangkapan air yang memiliki peran penting di Provinsi Banten, yaitu sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri-industri yang ada di wilayah provinsi Banten. Namun, dari tahun ke tahun kondisi DAS Cidanau mulai mengalami penurunan yang ditandai dengan ketersediaan air yang mulai menurun dan fluktuasi debit minimum dan maksimum yang semakin meningkat (Priyanto dan Titiresmi 2006). Hasil penelitian Munibah (2008) menunjukkan terjadi perubahan lahan DAS Cidanau pada periode 1982−2006 dengan dominan perubahan di dataran tinggi menjadi pemukiman sedangkan dataran rendah menjadi sawah.

Fenomena perubahan penggunaan lahan dan debit di DAS Cidanau tersebut mendorong perlu dilakukannya analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai di DAS Cidanau dan mencari alternatif penggunaan lahan yang dapat memperbaiki hasil air di DAS Cidanau.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap debit langsung DAS Cidanau Banten, serta mendapatkan penggunaan lahan optimal menggunakan metode Soil Conservation Services-Curve Number (SCS-CN).

Manfaat Penelitian

(12)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada keseluruhan DAS Cidanau. Analisis difokuskan pada perubahan penggunaan lahan dan debit langsung dengan mengambil titik outlet Rumah Pompa I PT Krakatau Tirta Industri. Penggunaan lahan optimal dalam penelitian ini dimaknai sebagai penggunaan lahan yang dapat mengurangi aliran permukaan dengan memperhatikan faktor kendala tempat tumbuh dalam memilih penggunaan lahan.

METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di DAS Cidanau yang terletak pada 06° 07’ 30”− 06°

18’ 00” LS dan 105° 49’ 00”−106° 04’ 00” BT. Titik outlet pengukuran terletak

pada 06°08’21.01” LS dan 105°52’3.86” BT yang merupakan Rumah Pompa I PT Krakatau Tirta Industri (Gambar 1).

Secara administratif DAS Cidanau terletak di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang yang meliputi enam kecamatan, yaitu Padarincang, Ciomas, Mancak, Pabuaran, Cinangka dan Mandalawangi. Lokasi DAS Cidanau dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(13)

3

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data Citra Landsat TM 5, Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI untuk tahun perekaman 1998, 2005 dan 2013 yang diunduh dari

www.earthexplorer.usgs.gov, Peta Jenis Tanah, Peta Sistem Lahan (Land System)

yang bersumber dari Peta RePPProT dan DEM Cidanau yang diperoleh dari Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), data curah hujan tahun 1998−2013 dari Pos Curah Hujan Cinangka, Padarincang dan Ciomas yang diperoleh dari BBWSC-3 Kota Serang dan data debit bulanan tahun 1998−2013 yang diperoleh dari PT Krakatau Tirta Industri. Lokasi Pos Curah Hujan disajikan dalam Gambar 1.

Pengolahan Data

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (LU) dianalisis dengan cara interpretasi citra Landsat 5 TM (LU 1998), Landsat 7 ETM+ (LU 2005) dan Landsat 8 OLI (LU 2013). Penggunaan citra Landsat yang berbeda-beda disesuaikan dengan ketersediaan citra Landsatnya. Interpretasi citra dilakukan terhadap citra hasil pengolahan band citra Landsat, yaitu 1−5 dan 7 untuk Landsat 5 dan 7 dan band 1−7 dan 9 untuk Landsat 8 OLI. Pengolahan citra dilakukan menggunakan ERDAS IMAGINE.

Interpretasi citra dilakukan secara visual menggunakan kunci interpretasi penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan (BAPLAN 2008), antara lain rona/warna, tekstur, pola, dan bentuk. Interpretasi dilakukan pada citra Landsat tahun 1998, 2005 dan 2013. Perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan cara tumpangtindih (overlay) peta penggunaan lahan hasil interpretasi tahun 1998, 2005 dan 2013. Interpretasi penggunaan lahan dan analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak ArcMap GIS 9.3.

Analisis Curah Hujan Wilayah

Analisis curah hujan wilayah dilakukan dengan Metode Polygon Thiessen yang dibuat menggunakan software ArcMap GIS 9.3. Metode Polygon Thiessen digunakan untuk menentukan besarnya rata-rata curah hujan wilayah dengan persamaan sebagai berikut :

(14)

4

Q=(P-0.2 S)²(P+0.8 S)... (2) Nilai S diduga dengan persamaan:

S=25400

CN

-

254

... (2a) Keterangan:

Q = Volume aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm)

S = Retensi potensial maksimum (mm)

Bilangan kurva atau Curve Number (CN) pada suatu DAS menggunakan nilai CN rata tertimbang luas yang dihitung dengan persamaan 3. Nilai rata-rata tertimbang luas memperhitungkan luasan dari setiap penggunaan lahan. Nilai Curve Number (CN) berkisar antara 1 sampai 100. Persamaan yang digunakan untuk menghitung CN tertimbang adalah sebagai berikut:

CNTA=∑ (CNᵢ x Aᵢ) n

i=1

∑ni=1Ai ... (3) Keterangan:

CNTA = Bilangan kurva rata-rata tertimbang

CNi = Bilangan kurva untuk setiap poligon penggunaan lahan-jenis tanah Ai = Luas setiap poligon penggunaan lahan

Penentuan Bilangan Kurva

Bilangan Kurva dipengaruhi oleh penggunaan lahan, keadaan hidrologi dan kandungan air tanah sebelumnya (AMC). Metode SCS-CN menentukan nilai CN dengan cara mengelompokkan tanah kedalam empat kelompok hidrologi, yaitu kelompok A,B,C dan D. Kelompok tersebut didasarkan pada sifat-sifat tanah dan laju infiltrasi seperti disajikan pada Tabel 1.

Kelompok hidrologi tanah (KHT) diperoleh dari analisis menggunakan software ArcMap GIS yang dilakukan terhadap peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan. Hasil analisis tersebut berupa peta sebaran kelompok hidrologi tanah (KHT) pada masing-masing jenis penggunaan lahan. Nilai kondisi air tanah sebelumnya (AMC) diketahui dengan menjumlahkan curah hujan selama lima hari sebelumnya.

(15)

5 Tabel 1 Klasifikasi kelompok hidrologi tanah

Kelompok

Potensi air larian paling kecil, termasuk tanah pasir dalam dengan unsur debu dan liat. Laju infiltrasi

tinggi 8−12

B

Potensi air larian kecil, tanah berpasir lebih dangkal dari A. Tekstur halus sampai sedang. Laju

infiltrasi sedang 4−8

C

Potensi air larian sedang, tanah dangkal dan mengandung cukup liat. Tekstur sedang sampai

halus. Laju infiltrasi rendah. 1−4

D

Potensi air larian tinggi, kebanyakan tanah liat, dangkal dengan lapisan kedap air dekat permukaan

tanah. Infiltrasi paling rendah. 0−1

Sumber: Asdak (2007).

Tabel 2 Kondisi kandungan air tanah sebelumnya

Sumber: Arsyad (2006).

Analisis Perubahan Debit

Data debit yang digunakan dalam analisis adalah debit bulanan hasil pengukuran PT Krakatau Tirta Industri pada outlet Rumah Pompa I tahun 1998-2013. Debit tersebut merupakan total debit yaitu jumlah aliran langsung (debit langsung) dan aliran dasar (baseflow), sehingga untuk mengetahui besarnya aliran langsung hasil pengukuran perlu adanya pemisahan antara baseflow dari total debit. Metode pemisahan debit yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu dengan cara menarik garis lurus di antara lengkung dasar yang mengapit dua puncak. Contoh pemisahan debit aliran dasar dari debit total ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil pemisahan tersebut kemudian digunakan untuk membandingkan aliran permukaan hasil pengukuran dan aliran permukaaan yang diduga dengan metode SCS-CN.

Kandungan airtanah sebelumnya

Total jumlah curah hujan 5 hari sebelumnya (mm)

Musim dorman Musim tumbuh

I <13 <35

II 13−28 35−53

(16)

6

Gambar 2 Contoh pemisahan baseflow dan debit total (Q)

Analisis debit dilanjutkan dengan penentuan rasio aliran langsung untuk mengetahui jumlah curah hujan yang menjadi aliran langsung. Rasio aliran langsung dihitung berdasarkan data curah hujan dan data aliran langsung bulanan pada tahun 1998−2013. Persamaan yang digunakan adalah:

Rasio aliran langsung=Aliran langsung (mm)CH bulanan (mm) ...(4)

Untuk memperoleh aliran permukaan dengan satuan milimeter (mm) seperti pada persamaan diatas perlu dilakukan konversi satuan menggunakan persamaan berikut:

Penggunaan lahan optimal ditentukan berdasarkan hasil aliran permukaan terendah dengan faktor kendala kelas kesesuaian lahannya. Asumsi yang digunakan

adalah “dengan hasil aliran permukaan rendah, sebagian besar hujan akan

berinfiltrasi ke dalam tanah, mengisi air tanah dan mengalir sebagai aliran dasar di sungai”. Kelas kesesuaian lahan menggunakan peta sistem lahan (land system) DAS Cidanau (RePPProt 1989). Berdasarkan kelas kesesuaian lahan tersebut, tipe penggunaan lahan tahun 2013 diubah menjadi skenario penggunaan lahan lain yang dapat menghasilkan aliran permukaan yang lebih rendah dari sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di DAS Cidanau terdiri dari hutan sekunder, hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

(17)

7 campur, sawah, tanah terbuka dan badan air. Penggunaan lahan di DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013 disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Tipe penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013

Tipe penggunaan lahan 1998 2005 2013

ha % ha % ha %

Hutan Sekunder 2289 10.22 1983 8.85 1841 8.21

Hutan Tanaman 3352 14.96 3291 14.68 3259 14.54

Lahan Terbangun 600 2.68 801 3.58 1301 5.81

Perkebunan 1684 7.51 1212 5.41 1223 5.46

Pertanian Lahan Kering 2197 9.81 2783 12.42 2650 1.83

Pertanian Lahan Kering Campur 6989 31.19 6853 30.58 6768 30.20

Sawah 5263 23.49 5450 24.33 5330 23.78

Tanah Terbuka 3 0.01 4 0.02 6 0.03

Badan Air 32 0.14 32 0.14 32 0.14

Total 22 409 100 22 409 100 22 409 100

Sumber: Badan Planologi Kehutanan 2008.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 1998, 2005 dan 2013 tipe penggunaan lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campur. Pertanian lahan kering campur merupakan jenis pertanian yang diselingi dengan semak, belukar, dan hutan bekas tebangan. Lahan ini sering disebut sebagai kebun campuran dengan jenis tanaman berupa tanaman kayu dan buah-buahan. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa selama periode 1998 hingga 2013 terjadi perubahan penggunaan lahan. Luas lahan yang mengalami perubahan signifikan adalah lahan terbangun yang meningkat lebih dari 100% dari 600 ha menjadi 1301 ha. Luas lahan pertanian lahan kering juga mengalami peningkatan sekitar 21%, sementara luas lahan hutan sekunder, perkebunan dan lahan pertanian lahan kering campur menurun.

(18)

8

Tabel 4 Perubahan penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998−2013

Penggunaan Lahan Tahun

1998

Penggunaan Lahan Tahun 2013 (ha)

JUMLAH (JML)

HS HT LT P PLK PLKC S TT BA

Hutan

Sekunder (HS) 1841 - - - 1841

Hutan

Tanaman (HT) 56 3203 - - - 3259

Lahan Terbangun

(LT) - 11 600 81 126 83 400 - - 1301

Perkebunan (P) 248 26 - 949 - - - 1223

Pertanian Lahan Kering

(PLK) - 46 - 49 1997 229 329 - - 2650

Pertanian Lahan Kering Campur

(PLKC) 54 - - - 17 6642 55 - - 6768

Sawah (S) 90 63 - 605 57 35 4479 - - 5329

Tanah Terbuka

(TT) - 3 - - - 3 - 6

Badan Air

(BA) - - - 32 32

JUMLAH

(JML) 2289 3352 600 1684 2197 6989 5263 3 32 22 409

(19)

9

Gambar 4 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2005

(20)

10

Curah Hujan Wilayah

Rata-rata curah hujan wilayah DAS Cidanau selama periode tahun

1998−2013 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Curah hujan wilayah tahunan DAS Cidanau tahun 1998−2013 Rata-rata curah hujan wilayah harian DAS Cidanau selama periode 1998−2013 sebesar 6.85 mm/hari dengan curah hujan harian tertinggi terjadi pada tanggal 08 Maret 2004 sebesar 162.51 mm. Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 30.60 mm.

Curah hujan bulanan tertinggi September 2010 sebesar 918.14 mm. Pada bulan tersebut terjadi hujan sebanyak 21 hari hujan. Curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan September 2006 sebesar 0.62 mm. Curah hujan tahunan berkisar antara 1112.40–4816.13 mm dengan rata-rata 2501.77 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010, sedangkan curah hujan wilayah tahunan terendah terjadi pada tahun 2008 (Gambar 3). Pada tahun 2010 tersebut hujan terjadi pada setiap bulan dengan rata-rata 401.34 mm/bulan. Menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, DAS Cidanau termasuk dalam iklim B yaitu wilayah yang beriklim basah.

Hyetograf dan Hidrograf DAS Cidanau

Besarnya curah hujan, debit total dan debit langsung DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013 disajikan dalam Gambar 7.

(21)

11

Gambar 7 Curah hujan (CH), (a) debit total (Q) dan (b) debit langsung (DRO) DAS Cidanau Q1998, Q2005, Q2013, CH1998, CH2005, CH2013

Gambar 7 menunjukkan bahwa alihragam hujan (rainfall transformation) menjadi debit total maupun debit langsung tidak terjadi pada waktu yang bersamaan. Curah hujan tinggi tidak selalu diikuti dengan debit yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Hujan di DAS besar memerlukan waktu untuk sampai di outlet DAS tempat pengukuran debit. Aliran langsung DAS Cidanau dari 762.05 mm (tahun 1998) menjadi 810.89 mm (tahun 2005) dan pada tahun 2013 mencapai 1246.51 mm. Besaran aliran langsung tidak hanya dipengaruhi besarnya curah hujan tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan yang mempengaruhi respon hujan menjadi aliran. Berdasarkan Gambar 6, jumlah curah hujan pada tahun 2005 lebih rendah dari tahun 1998 namun aliran langsung tahun 2005 lebih tinggi dari tahun 1998. Nilai koefisien aliran permukaan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013 berturut-turut adalah 0.26, 0.37 dan 0.55. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa curah hujan yang menjadi aliran permukaan mengalami peningkatan dari tahun 1998, 2005 dan 2013. Peningkatan debit langsung tahun 1998−2005 diduga lebih dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan, sedangkan peningkatan debit langsung yang nyata pada tahun 2013 disebabkan oleh kedua faktor tersebut, yaitu curah hujan dan perubahan penggunaan lahan.

Menurut Wibowo (2005), semakin bertambahnya luasan kawasan terbangun dan semakin berkurangnya luas hutan maka nilai koefisien limpasannya akan semakin bertambah besar begitu pula aliran permukaannya dan akhirnya akan meningkatkan debit sungai pada musim hujan dan sebaliknya akan menurunkan debit sungai pada musim kemarau. Pada tahun 1998−2005 luas lahan terbangun di DAS Cidanau bertambah 201 ha dan 500 ha pada tahun 2005−2013 (Tabel 4).

Kelompok Hidrologi Tanah

(22)

12

Gambar 8 Kelompok hidrologi tanah DAS Cidanau

Kelompok hidrologi tanah C merupakan kelompok hidrologi yang mendominasi DAS Cidanau seluas 19 816 ha atau 88.43% dari luas DAS dan sisanya merupakan kelompok hidrologi tanah B seluas 2593 ha atau 11.57%. Kelompok hidrologi tanah C memiliki tekstur lempung berliat, tanah dengan kadar liat tinggi dengan laju infiltrasi minimum 1−4 mm/jam, sedangkan kelompok hidrologi tanah B memiliki tekstur lempung berpasir dan tanah dangkal dengan laju infiltrasi minimum 4−8 mm/jam (Arsyad 2006). Kelompok hidrologi tanah C ini menggambarkan potensi terjadinya limpasan yang tergolong sedang, sedangkan kelompok hidrologi tanah B menggambarkan potensi limpasan permukaan yang tergolong kecil (Asdak 2007).

Aliran Permukaan Dugaan dan Hasil Pengukuran

(23)

13

Gambar 9 Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (QSCS) dan pengukuran (QKTI) tahun (a) 1998, (b) 2005 dan (c) 2013

Aliran permukaan pada Gambar 9 ditentukan dengan input curah hujan masing-masing tahun yaitu curah hujan 1998, 2005 dan 2013. Aliran permukaan dugaan (QSCS) dan hasil pengukuran (QKTI) menunjukkan adanya fluktuasi yang sama antara besarnya curah hujan dan aliran permukaan (Gambar 9). Ketika curah hujan tinggi aliran permukaan meningkat dan sebaliknya aliran permukaan turun ketika curah hujan rendah. Namun pada tahun 2013 terlihat adanya perbedaan perilaku aliran permukaan. Umumnya aliran permukaan menurun pada Bulan Juni−September dan meningkat pada Bulan Oktober−Mei. Aliran permukaan keduanya tidak selamanya sama, terlihat bahwa QSCS lebih besar daripada QKTI. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan penentuan aliran

(24)

14

permukaan tersebut. Aliran permukaan yang diduga dengan model SCS-CN ditentukan berdasarkan komponen curah hujan, nilai bilangan kurva (CN) dan tipe penggunaan lahan, sedangkan aliran permukaan langsung hasil pengukuran diperoleh dari pemisahan debit total dengan baseflow.

Berdasarkan perbedaan nilai QSCS dan QKTI dilakukan pengujian untuk mengetahui kecocokan antara keduanya. Hasil pengujian tingkat korelasi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) pada tahun 1998, 2005 dan 2013 berturut-turut sebesar 0.40, 0.75 dan 0.73. Menurut Soewarno (1995) nilai R2 berkisar antara 0.7−1.0 menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi, R2 antara

0.4−0.7 menunjukkan hubungan substansial dan R2 antara 0.2−0.4 menunjukkan adanya korelasi yang rendah, sedangkan R2 kurang dari 0.2 menunjukkan korelasi yang dapat diabaikan. Berdasarkan kriteria tersebut nilai R2 pada tahun 1998 menunjukkan korelasi yang rendah. Hal itu disebabkan adanya perbedaan sifat aliran langsung hasil pendugaan QSCS dan QKTI. Aliran permukaan hasil dugaan bersifat linier terhadap curah hujan (persamaan 2), yaitu pada saat hujan tinggi aliran permukaan yang dihasilkan juga tinggi , begitu juga sebaliknya. Sementara sifat aliran langsung hasil pengukuran tidak selalu linier terhadap curah hujan.

Adanya pengaruh kondisi tanah menyebabkan kejadian hujan tidak selalu diikuti dengan kejadian debit langsung. Pada saat hujan dengan intensitas tinggi namun kondisi tanah dalam keadaan kering menyebabkan air cenderung lebih banyak terinfiltrasi, sehingga potensi terjadinya aliran permukaan lebih kecil, sebaliknya jika kondisi tanah dalam keadaan jenuh, hujan dengan intensitas rendah dapat menyebabkan aliran permukaan. Hal itu sesuai dengan pernyataan Rahim (2006) bahwa air hujan yang menjadi run-off sangat bergantung pada intensitas hujan, penutupan tanah, dan ada tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadi hujan).

Selain uji R2 juga dilakukan uji NSE (NashSutcliffe Efficiency) untuk mengetahui tingkat kedekatan atau kecocokan data hasil pengukuran terhadap hasil pendugaan. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai koefisien efisisensi (E) pada tahun 1998, 2005 dan 2013 masing masing yaitu -11.78, -8.67 dan -3.43. Menurut Motovilov et al. (1999) nilai E atau NSE berkisar antar -∞−1. Semakin mendekati 1 maka semakin dekat hubungan antara hasil pengukuran dan hasil dugaan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Model SCS-CN dapat digunakan untuk menduga nilai aliran permukaan karena 2 dari 3 hasil uji menunjukkan hubungan yang dapat diterima sebagai metode pendugaan.

(25)

15 Berdasarkan Gambar 10 aliran permukaan yang terjadi pada tahun 1998 sebesar 1922.70 mm, pada tahun 2005 meningkat menjadi 1940.93 mm dan pada tahun 2013 sebesar 1959.46 mm pada curah hujan (CH) yang sama. Perubahan penggunaan lahan 1998−2005 terutama bertambah luasnya lahan pertanian lahan kering(585 ha) dan berkurangnya lahan perkebunan (472 ha) dan hutan sekunder (306 ha) yang merubah nilai CN rata-rata dari 74.31 menjadi 74.83. Demikian juga perubahan penggunaan lahan 2005−2013 terutama bertambah luasnya lahan terbangun (500 ha) dan berkurangnya lahan hutan sekunder (142 ha) dan lahan pertanian yang merubah nilai CN rata-rata dari 74.83 menjadi 75.33. Semakin besar nilai CN berarti koefisien aliran permukaan semakin besar sehingga curah hujan yang menjadi aliran permukaan juga akan meningkat.

Peningkatan aliran permukaan pada periode 1998−2013 diduga disebabkan oleh luas lahan terbangun yang memiliki nilai CN paling besar (98) meningkat sebesar 701 ha (3% dari luas DAS) menjadi 1301 ha, sedangkan luas lahan pertanian lahan kering campur (PLKC) yang mendominasi sekitar 30% DAS Cidanau hanya berkurang 221 ha (1% dari luas DAS) menjadi 6768 ha dengan nilai CN yang lebih rendah dari lahan terbangun yaitu 71. Hal ini menunjukkan bahwa aliran permukaan yang tinggi dari adanya perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun masih dapat dikembalikan oleh PLKC yang memiliki luasan lebih besar dari lahan terbangun. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa perubahan penggunaan lahan tahun 1998−2013 tidak berpengaruh nyata terhadap aliran permukaan DAS Cidanau.

Optimasi Penggunaan Lahan DAS Cidanau

Hasil tumpang tindih penggunaan lahan tahun 2013 dengan Kelas Kesesuaian Lahan (Gambar 11) menghasilkan penilaian kesesuaian lahan sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.

(26)

16

Tabel 5 Kesesuaian lahan tiap tipe penggunaan lahan DAS Cidanau Tipe penggunaan

lahan

Sistem lahan (Land System)a

SLK KNJ GJO TLU PKS BTG BMS TGM LPN

S: sesuai; penggunaan lahan tetap, N: tidak sesuai; tidak mungkin dipakai secara tetap, $: sesuai bersyarat; butuh masukan tambahan untuk menjadi “sesuai”, N/S: tidak sesuai dan hanya memeiliki faset kecil “sesuai”, V: sesuai bersyarat untuk wilayah Jawa dan Bali dengan slope 26-60%, -: penggunaan lahan tidak terdapat pada peta land system.

a)Kelompok lahan yang memiliki sifat lingkungan fisik yang sama, SLK: solok, KNJ: kuranji, GJO: gajo, TLU: talamau, PKS: pakasi, BTG: batuapung, BMS: bukit masung, TGM: tanggamus, LPN: liangpran.

Kondisi ketidaksesuaian lahan disebabkan oleh adanya kendala atau faktor pembatas antara lain karakteristik tanah, iklim dan kemiringan. Karakteristik tanah meliputi kedalaman, tekstur, drainase, kesuburan dan sebagainya, sedangkan iklim meliputi curah hujan dan suhu (RePPProt 1989).

Skenario yang digunakan dalam optimasi penggunaan lahan ini adalah skenario 1 dibuat dengan mengubah penggunaan lahan pertanian yang tidak sesuai (N) dan sesuai bersyarat ($) menjadi penggunaan lahan yang sesuai (S). Berdasarkan peta sistem lahan (Land system) (Tabel 5) pada sistem lahan Talamau (TLU), penggunaan lahan pertanian lahan kering (PLK) adalah tidak sesuai (N), namun pada lahan pertanian lahan kering campur (PLKC) adalah sesuai (S), sehingga penggunaan lahan diarahkan kepada penggunaan lahan PLKC. Selain itu lahan tanah terbuka (TT) juga diubah menjadi lahan PLKC agar dapat diusahakan sehingga lebih produktif. Lahan PLK yang diubah menjadi PLKC seluas 557 ha dan lahan PLKC meningkat menjadi 7331 ha (32.72% dari luas DAS).

(27)

17 Tabel 6 Penggunaan lahan hasil optimasi

Tipe penggunaan

Skenario perubahan penggunaan lahan tersebut mempertimbangkan bahwa perubahan lahan tanaman pangan (sawah) masih dimungkinkan namun tidak ekonomis dan untuk mencapai produktivitas yang diharapkan akan memakan waktu yang lama (Agus 2004). Lahan sawah memiliki nilai CN cukup besar (80) dan dapat menyebabkan aliran permukaan yang cukup tinggi dengan kondisi tanah yang bertekstur lempung dan kemampuan meresapkan air yang rendah sehingga dengan perubahan menjadi lahan lain yang lebih sesuai diharapkan dapat mengurangi aliran permukaan. Hasil pendugaan limpasan dari penggunaan lahan 2013, skenario 1 dan skenario 2 masing-masing adalah 1959.46 mm/tahun, 1949.00 mm/tahun dan 1925.90 mm/tahun pada kejadian hujan 2858.16 mm/tahun.

Kedua skenario penggunaan lahan dapat menurunkan aliran permukaan, walaupun masing-masing hanya sebesar 0.53 dan 1.71% dari limpasan permukaan pada penggunaan lahan tahun 2013. Peningkatan luas lahan pertanian lahan kering campur merubah nilai CN rata-rata dari 75.33 (tahun 2013) menjadi 75.04. Peningkatan luas PLKC dan penurunan luas lahan sawah menurunkan nilai CN menjadi 74.42. Laju limpasan permukaan pada penggunaan lahan skenario 2 mendekati limpasan permukaan pada penggunaan lahan tahun 1998, walaupun tidak lebih rendah. Hal itu dikarenakan cukup sulit untuk mengembalikan penggunaan lahan seperti sawah ataupun lahan pertanian kembali menjadi hutan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

18

Metode SCS-CN dapat digunakan untuk menduga aliran permukaan DAS Cidanau dengan nilai R2 sebesar 0.75 dan 0.73. Penggunaan lahan optimal DAS Cidanau adalah hutan (8.21%), hutan tanaman (14.54%), lahan terbangun (5.81%), perkebunan (5.46%), pertanian lahan kering (9.34%), pertanian lahan kering campur (39.22%), sawah (17.27%), dan badan air (0.14%).

Saran

Pada penelitian ini optimasi ditentukan berdasarkan kelas kesesuaian lahan pada tipe penggunaan lahan secara umum. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan optimasi lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan pada jenis tanaman tertentu agar dapat diketahui jenis tanaman atau komoditas yang cocok untuk penggunaan lahan di DAS Cidanau.

DAFTAR PUSTAKA

Agus F. 2004. Konversi dan Hilangnya Multi Fungsi Lahan Sawah. Tabloid Sinar Tani, Jakarta.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Motovilov YG, Gottschalk L, Engeland K, Rodhe A. 1999. Validation of a distributed hydrological model against spatial observations. Elsevier Agriculturaland Forest Meteorology. 98:257-277.

Munibah K. 2008. Model spasial perubahan penggunaan lahan dan arahan penggunaan lahan berwawasan lingkungan (Studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pawitan H. 2002. Flood hydrology and an intregated approach to remedy the Jakarta floods. Paper presented at the International Conference on Urban Hidrology for the 21th Century, the Humid Tropics Hydrology and Water Resources Center for Southeast Asia and Pasific (HTC kuala Lumpur) of the Department of Irrigation and Drainage Malaysia in Collaboration with UNESCO and LAHSO, 14-18 October 2002. Kuala Lumpur, Malaysia.

Priyanto B, Titiresmi. 2006. Beberapa aspek pengelolaan cagar alam Rawa Danau sebagai sumber air baku. Jurnal Teknologi Lingkungan.7(3):277-283. Jakarta, Indonesia.

Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah: Dalam rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

[RePPProT] Regional Physical Planning Programme for Transmigration. 1989. Peta Land System Banten. Balai Penelitian Tanah, Bogor (ID).

(29)

19 Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid I

dan II. Bandung (ID): Nova.

Suryani E, Agus F. 2005. Perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap karakteristik hidrologi: Suatu studi di DAS Cijalupang, Jawa Barat. Prosiding Multifungsi Pertanian: Bogor (ID).

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 24 Desember 1991 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Samiyo dan Ibu Sri Supatmi. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 3 Metro, Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi pada tahun 2013. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Roda Mas Timber Kalimantan, Kalimantan Timur pada tahun 2014.

(31)
(32)
(33)

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian
Tabel 1  Klasifikasi kelompok hidrologi tanah
Gambar 2  Contoh pemisahan baseflow dan debit total (Q)
Tabel 3  Tipe penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peta kelerengan &gt; 15 % dan jenis tanah sangat peka didapat dengan cara melakukan tumpang tindih antara peta dasar penelitian DAS Ular dengan peta tematik jenis tanah, namun

Akibat kelemahan regulasi serta kelembagaan maka sumberdaya hutan mangrove tidak tertata dengan baik. Tumpang tindih kegiatan dalam hal pemanfaatan ruang masih terjadi.

Penelitian ini dilanjutkan untuk melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan luas lahan permukiman, baik berdasarkan pada peta

bentuk lahan, dan peta penggunaan lahan. Hasil tumpang tindih ketiga buah peta tersebut adalah peta safuan lahan. Populasi telur dan larva Soil Transmitted Helminths di

Database kelas kesesuaian lahan di 6 subak (Data primer) dan 35 subak lainnya (Data sekunder) disajikan kedalam bentuk sistem informasi kesesuaian lahan, database 41 subak di

Hal tersebut disebabkan karena kondisi topografi dan tutupan lahan yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian lahan yang berbeda pada tiap unit lahan, dan

Kelas kesesuaian lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan (matching) antara data kualitas / karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan kriteria kelas

Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan hutan menjadi lahan kelapa sawit , memetakan kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit serta mengetahui kualitas tanah hutan