• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DAN

PENUTUPAN LAHAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI DAS CITAMIANG

NOVIERTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

(4)

   

ABSTRACT

 

NOVIERTA. Optimization of Land Use and Land Cover by Using Geographic Information System at the Watershed of Citamiang. Supervised by MUHAMMAD BUCE SALEH and I NENGAH SURATI JAYA

This study examines the use of linear program and geographic information systems to optimize land use and land cover at the watershed of Citamiang. To obtain the optimum land use and land cover, the factors to consider are land productivity, the degree of erosion and the preference of the community living in the study area. A spatial model of optimal land use and land cover allocation is formulated into the value of PPPL = 0.38 x productivity score + 0.31 x erosion score + 0.31 x community preferences score. The study found that the optimal land use in the study area requires a forest area of 1036.9 ha (58%), mixed plantation of 572.36 ha (32%), fields/moor area of 81.14 ha (5%), settlement area of 13.3 ha (1%), and rice field of 66.3 ha (4%). This optimization will reduce erosion from 339.90 tones/ha/year to 113.32 tons/ha/year. Based on the composite model as described above, the geographic information system could effectively portray the area allocated by the linear program.

Keywords: linear program, geographic information systems, degree of erosion, land productivity, community preferences.

(5)

RINGKASAN

NOVIERTA. Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang. Dibimbing oleh MUHAMMAD BUCE SALEH dan I NENGAH SURATI JAYA

DAS Citamiang merupakan bagian dari Sub DAS Cisadane bagian hulu yang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 ditetapkan sebagai wilayah Daerah Aliran Sungai prioritas II yang dinilai mengalami kerusakan lahan dengan prioritas penanganan erosi tinggi dan rawan banjir sehingga perlu segera mendapatkan penanganan / direhabilitasi karena DAS Citamiang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai daerah penyangga daerah hilir dan ekosistem di sekitarnya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi penggunaan lahan dan penutupan di DAS Citamiang yang diharapkan dapat menekan laju erosi yang terjadi, karena dampak dari erosi yang tinggi dapat menurunkan fungsi hidrologis DAS, terjadinya degradasi lahan dan meningkatnya luasan lahan kritis serta kerusakan lingkungan lainnya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan yang diperoleh dari menumpang susunkan peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan untuk memprediksi erosi dengan menggunakan persamaan USLE. Program linier dan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk memperoleh arahan penggunaan lahan optimal yang bertujuan untuk menahan laju erosi yang terjadi di daerah penelitian.

Hasil optimasi penggunaan lahan berbasis sistem informasi geografi dengan mempertimbangkan kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat memperoleh komposisi luas penggunaan lahan optimal yaitu hutan seluas 1036,9 ha (58%), kebun campuran seluas 572,36 ha (32%), tegalan/ladang seluas 81,14 ha (5%), pemukiman 13,3 ha (1%) dan sawah sebesar 66,3 ha, (4%) menghasilkan penurunan erosi sebesar 113,32 ton/ha/th dari semula 339,90 ton/ha/th.

(6)

   

tumpangsari, dengan konstruksi teras bangku yang baik dengan ditanami kacang tanah/jagung. Untuk penggunaan lahan pemukiman pada kemiringan lereng 15% perlu dilakukan perbaikan sitem teras dengan konstruksi yang baik.

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)
(9)

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DAN

PENUTUPAN LAHAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI DAS CITAMIANG

NOVIERTA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

   

(11)

Judul Tesis : Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang Nama : Novierta

NRP : E151080191

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Buce Saleh, MS. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M Agr.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 3 Mei 2011

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2010 ini berjudul “Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Buce Saleh, MS. dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. sebagai penguji luar komisi dan Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc. selaku pimpinan sidang.

2. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini.

3. Kementerian Kehutanan sebagai sponsor dan pimpinan Direktorat Jenderal Planologi yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini.

4. Rekan-rekan Ilmu Pengelolaan Hutan Angkatan 2008 untuk kebersamaan, persahabatan dan masukannya dalam mempertajam analisis karya tulis ini. 5. Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung dan pihak terkait atas fasilitas, data

dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

6. Isteri tercinta Kustina Umi Hadawiyah, S.TP, anak-anakku tersayang Nada Aviana, Adlina Zhafarina dan Fakhri Luvian Fatah, Papa Drs. Yusron Halim, Mama Sri Wiyani serta saudara-saudaraku tercinta atas dukungan materiil dan doa yang selama ini diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak, Amien.

Bogor, Mei 2011

(14)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 19 Nopember 1965 dari Papa Drs. Yusron Halim dan Mama Sri Wiyani. Penulis merupakan putra pertama dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Kustina Umi Hadawiyah S.TP dan dikaruniai putra-putri yaitu Nada Aviana, Adlina Zhafarina dan Fakhri Luvian Fatah.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 4

Tujuan Penelitian... 4

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS)... 5

Lahan dan Penggunaan Lahan... 5

Erosi... 6

Program Linier... 7

Sistem Informasi Geografis... 8

BAHAN DAN METODE Kerangka Pendekatan Masalah……….. 10

Lokasi dan Waktu Penelitian………. 11

Bahan dan Alat……….. 11

Metode... 13

Pengumpulan dan Penyusunan Basis Data... 13

Analisa Data... 17

Satuan Lahan... 17

Prediksi Tingkat Erosi... 17

Produktivitas Lahan... 19

Keinginan Masyarakat... 20

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Program Linier... 21

(16)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Kependudukan... 25

Iklim dan Hidrologi... 25

Kemiringan Lereng... 25

Jenis Tanah... 26

Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan... 27

Satuan Lahan... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Prediksi Tingkat Erosi ... 35

Produktivitas Lahan... 38

Keinginan Masyarakat... 39

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Linier Program... 47

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Sistem Informasi Geografis... 49

Penentuan Bobot Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 49

Penentuan Skor Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 50

Standarisasi Nilai Skor Arahan Penggunaan Lahan... 51

Penentuan Batas Ambang (threshold) Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 52

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan……… 56

Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA... 58

(17)

1 Data, sumber data dan penggunaan data... 13

2 Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data... 15

3 Kelas tingkat erosi……… 17

4 Nilai erodibilitas (K) beberapa jenis tanah………... 18

5 Penilaian kelas kelerengan... 19

6 Fungsi kendala... 22

7 Sebaran kelas lereng di DAS Citamiang... 26

8 Jenis dan karakteristik umum tanah di DAS Citamiang... 27

9 Penggunaan lahan di DAS Citamiang... 29

10 Satuan lahan di DAS Citamiang... 29

11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan DAS Citamiang... 35

12 Tingkat erosi (A) pada setiap penggunaan lahan (ha) DAS Citamiang... 36

13 Produktivitas lahan beberapa jenis penggunaan lahan di wilayah penelitian (Rp/ha/th)... 38

14 Keinginan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan DAS Citamiang... 40

15 Arahan luasan perubahan penggunaan lahan berdasarkan linier program... 49

16 Penentuan bobot untuk kriteria arahan penggunaan lahan... 50

17 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan berdasarkan produkvitas lahan... 50

18 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan tingkat erosi... 50

19 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan preferensi masyarakat... 51

20 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan produktivitas lahan... 51

21 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan preferensi masyarakat... 51

22 Penentuan skor minimal untuk nilai ambang (threshold) arahan penggunaan lahan optimal pada produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat... 52

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pendekatan masalah... 11

2 Peta lokasi daerah penelitian……… 12

3 Diagram alir analisa data………. 16

4 Kebun campuran……….. 28

5 Hutan pinus dan sawah……… 28

6 Ladang/tegalan dan kebun campuran………... 28

7 Peta Kemiringan Lereng DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat………. 31

8 Peta Tanah DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat……… 32

9 Peta Penggunaan Lahan DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat... 33

10 Peta Satuan Lahan DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat 33 11 Tingkat erosi dan penggunaan lahan... 36

12 Peta Tingkat Erosi DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat 37 13 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan hutan... 41

14 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan kebun campuran... 42

15 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan ladang/tegalan... 43

16 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan pemukiman... 44

17 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan sawah... 45

18 Grafik preferensi terhadap perubahan penggunaan lahan... 46

(19)

1 Tingkat erosi berdasarkan satuan lahan... 62

2 Analisa spasial perubahan penggunaan lahan/penutupan optimal berbasis sistem informasi geografis... 65

3 Nilai faktor C beberapa jenis tanaman……….. 68

4 Nilai faktor P beberapa jenis tanaman……….. 71

5 Beberapa alternatif simulasi prediksi erosi berdasarkan nilai CP... 73

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan lahan untuk kepentingan penyedian pangan dan perumahan telah

menyebabkan pergeseran pola penggunaan lahan seperti pertanian semusim telah

diusahakan di daerah-daerah yang semestinya tidak diperbolehkan. Penggunaan lahan

yang tidak memperhatikan kaidah penataan ruang dan kesesuaian lahan menyebabkan

dampak lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti terjadinya erosi,

menurunnya fungsi hidrologis hutan, terjadinya degradasi lahan dan meningkatnya

luasan lahan kritis serta kerusakan lingkungan lainnya

Lahan dapat dipandang sebagai produk dari proses interaksi antara dua

komponen utama, yaitu kemampuan lahan yang dimaksud disini adalah totalitas

aspek-aspek fisik yang meliputi curah hujan, tata air, sifat-sifat fisik tanah (kedalaman

efektif tanah, tekstur tanah dan permeabititas), kemiringan lereng, dan tingkat erosi,

Komponen kemampuan lahan ini bersifat pasif artinya dalam waktu yang relatif

pendek tidak mengalami perubahan di satu pihak, dan komponen kedua adalah

komponen penggunaan lahan yang mengandung maksud tidak hanya penggunaan

lahannya saja tetapi juga usaha-usaha konservasinya dan produktivitasnya. Komponen

penggunaan lahan memiliki sifat aktif artinya dalam waktu yang relatif pendek dapat

terjadi perubahan tergantung pada manusia dalam menggunakan lahan tersebut.

Bentuk dan cara penggunaan lahan yang benar mungkin tidak menggangu

keseimbangan alami dari komponen kemampuan lahan, sehingga produk dari proses

interaksi tersebut tidak membahayakan. Ini berarti bahwa kelestarian produktivitas

lahan akan terjamin. Sebaliknya bentuk dan cara penggunaan lahan tidak benar, dalam

arti tidak ada kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan, maka

keseimbangan alami kemampuan lahan terganggu, akibatnya produk dari interaksi

kedua komponen utama tersebut di atas bersifat membahayakan, akhirnya lahan dapat

mencapai titik keadaan yang membahayakan dan didapatkan apa yang disebut lahan

kritis. Perencanaan pengggunaan lahan akan baik apabila ada kesesuian antara

penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya.

Konsep pembangunan yang berkelanjutan, dalam konteks Daerah Aliran

Sungai (DAS) dapat dicapai apabila kebijakan yang akan diterapkan pada pengelolaan

(21)

merupakan suatu kendala. Oleh karena itu, semua aktor yang terlibat didalam aktivitas

pengeloaan sumberdaya alam pada skala DAS harus saling menyadari dampak yang

akan ditimbulkan oleh aktivitas yang dilakukannya (Asdak, 1995).

Kerusakan ekosistem di suatu DAS terutama disebabkan oleh kegiatan

manusia seperti penggundulan hutan, peladangan berpindah, pertanian lahan kering

yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, serta penggunaan

sumberdaya lahan yang tidak tepat. Kerusakan ekosistem tersebut menyebabkan

terganggunya kehidupan flora, fauna, sistem tata air, dan kualitas air dan tanah yang

pada gilirannya akan menyebabkan timbulnya kenaikan jumlah erosi sehingga lahan

menjadi kritis (Soemarwoto, 1996).

Erosi dan kekeringan merupakan masalah yang sering dihadapi akibat kurang

memperhatikan kaidah penataan ruang dalam pemanfaatan sumberdaya lahan yang

kurang bijaksana. Hal ini mendorong diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan

No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Penetapan Urutan Prioritas DAS

yang dinilai telah mengalami kerusakan lahan dan perlu segera mendapatkan

penanganan / direhabilitasi. Sebanyak 62 DAS ditetapkan sebagai prioritas I, 232

DAS sebagai prioritas II, dan 178 DAS sebagai prioritas III. Kondisi tersebut

menunjukan betapa banyaknya wilayah yang mengalami kerusakan hutan.

Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan (2007a), rekapitulasi DAS kritis

dan sangat kritis, sampai dengan tahun 2007 di Indonesia seluas 30.196.800 ha, yang

terdiri dari seluas 19.506.488 ha (65%) di dalam kawasan hutan dan seluas

10.690.312 ha (35%) di luar kawasan hutan. Sebagai gambaran, realisasi kegiatan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN – RHL) dari Departemen

Kehutanan tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 seluas 1.966.034 ha, yang terdiri

dari seluas 846.904 ha di dalam kawasan hutan dan seluas 1.119.130 ha di luar

kawasan hutan (Departemen Kehutanan 2007b).

DAS Citamiang sebagai daerah yang dipilih dalam penelitian ini merupakan

bagian DAS Cisadane hulu dan merupakan salah satu DAS prioritas II dengan

prioritas penanganan erosi tinggi dan rawan banjir. Konsekuensi dari kondisi tersebut

menunjukan bahwa perlunya segera dilakukan kegiatan rehabilitasi lahan, karena erosi

yang tinggi dampaknya dapat menghilangkan lapisan tanah, hilangnya unsur hara,

kemerosotan produktivitas tanah, pendangkalan sungai yang dapat berakibat banjir,

(22)

3

Penataan kembali penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang telah

berpenduduk dan perencanaan penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang belum atau

jarang penduduknya, akan menyangkut berbagai pihak dan masyarakat luas, sehingga

kegiatan ini sering mengundang munculnya berbagai permasalahan. Khususnya di

Indonesia, Sandy (1980) mengemukakan sejumlah masalah pokok dalam usaha

penataan penggunaan lahan dan lingkungan hidup antara lain (1) adanya kontradiksi

antara kebutuhan untuk menjadi pemakai yang lebih luas di satu pihak dan

batasan-batasan yang berat demi lingkungan hidup; (2) peningkatan keperluan hidup di

pedesaan yang tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja; (3) terjadinya

kerusakan tanah karena kurangnya pemeliharaan sebagai akibat dari adanya jarak

bathin atau status hukum yang terlalu jauh antara penggarap tanah dan pemilik tanah.

Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian penggunaan lahan untuk memperoleh

pengelolaan penggunaan lahan yang optimal yaitu pengelolaan penggunaan lahan

yang dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat di suatu DAS dan

sekaligus dapat mengendalikan erosi.

Pembahasan mengenai erosi dalam rangka arahan penggunaan lahan tidak

lepas dari masalah ruang, sehingga diperlukan teknologi komputer yang mampu

melakukan pengolahan data spasial sekaligus data tabular yang merupakan atribut dari

ruang. Teknologi yang mampu melakukan tugas itu adalah teknologi Sistem Informasi

Geografis (SIG). Dengan teknologi SIG dimungkinkan untuk mengolah data ruang

atau spasial yang mempunyai referensi geografis maupun data atribut secara

terintegrasi.

Beberapa penelitian sejenis pernah dilakukan salah satunya adalah penelitian

yang pernah dilakukan oleh Selian (2003). Dalam Penelitian ini dilakukan akibat

sering terjadi konflik pemanfaatan ruang sehingga potensi yang terdapat di wilayah

tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Analisis optimalisasi yang

dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga teknik analisa yang berbeda. Pertama

adalah analisis kesesuaian lahan, dilakukan dengan teknik analisis spasial dengan

metode index overlay model yaitu dengan teknik sistem informasi geografis dengan

menggunakan software Arc/info dan Arcview. Kedua adalah analisis produktivitas

lahan, yaitu menghitung besarnya revenue dikurangi dengan fixed cost dan variable

(23)

dilakukan dengan program linier menggunakan software General Algebraic Modeling

System(GAMS).

Soraya et al. (2008) melakukan penelitian di Sub DAS Opak Hulu yang terletak

di Kabupaten Sleman, Bantul, dan Klaten yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan

lahan secara optimal dengan erosi minimum. Untuk penentuan tingkat erosi dengan

metode USLE. Sedangkan untuk memperoleh alokasi penggunaan lahan optimal

digunakan program linier dan teknik informasi geografi dengan software Arcview.

Perumusan Masalah

Laju erosi yang tinggi, peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan

produktivitas lahan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya lahan

dan berakibat pada perubahan penggunaan lahan yang ada tidak sesuai dengan daya

dukung lingkungan. Dampak perubahan lahan/tutupan lahan di kawasan DAS

Citamiang akan semakin memburuk dan tingkat kerusakan lahan akan semakin

meningkat bilamana di kelola dengan kurang tepat.

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji

dalam penelitian ini :

1. Berapa besar tingkat erosi akibat dari penggunaan lahan yang ada ?

2. Bagaimana preferensi masyarakat terhadap setiap perubahan penggunaan lahan.

3. Bagaimana tingkat produktivitas lahan dari setiap penggunaan lahan.

4. Bagaimana arahan penggunaan lahan yang optimal dengan mempertimbangkan

faktor-faktor fisik, sosial dan ekonomi ?

Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk:

Optimalisasi penggunaan lahan/penutupan lahan di DAS Citamiang

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi pemerintah

daerah Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan dan masyarakat dalam monitoring

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh topografi sehingga hujan yang jatuh dalam DAS tersebut tertampung, disimpan dan dialirkan ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi biasanya berupa punggung bukit, sedangkan di bawah pemisah tanah tersebut berupa batuan kedap (Manan, 1979).

Manan (1979) juga mengatakan bahwa DAS merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terdiri dari kondisi fisik, biologi, dan manusia yang satu sama lain saling berhubungan erat membentuk keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang dapat menopang kehidupan manusia secara terus menerus, maka diperlukan pengelolaan DAS yang berarti pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah, dan vegetasi dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan masyarakat berupa air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dan sebagainya.

Lahan dan Penggunaan Lahan

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang (FAO, 1976).

Karakteristik suatu lahan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini yang menyebabkan perbedaan kualitas yang akan memberikan perbedaan kemampuan lahan untuk suatu penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan dapat merubah kualitas lahan. Perubahan ini bersifat positif bila memperhatikan daya dukung dan kemampuan lahan, dan dapat bersifat negatif bila dilakukan sebaliknya sehingga proses kerusakan lahan lebih menonjol.

Sedangkan penggunaan lahan pada dasarnya mempunyai pengertian mengenai

kegiatan manusia di bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Rintohardoyo, 2002).

Menurut Rintohardoyo (2002) penggunaan lahan didefinisikan sebagai suatu bentuk atau

(25)

rumput). Perubahan penggunaan lahan di Indonesia selalu dimulai dari wilayah lahan yang lingkungan fisik alamnya paling baik. Hal ini mengandung arti bahwa suatu kawasan yang memiliki keunikan, karakterisktik, tingkat kestrategisan dan potensi yang besar, dan lingkungan fisik alam yang baik itu setelah habis termanfaatkan, maka akan bergerak ke arah marginal, sebagaimana contoh perubahan fungsi ekologis penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan yang berorientasi ekonomi seperti penggunaan lahan untuk perkebunan, pertanian atau perumahan.

Bentuk penggunaan lahan yang tidak tepat karena aktivitas manusia dapat menyebabkan degradasi pada lahan, seperti erosi tanah dan penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dalam penggunaan lahan saat ini diperlukan karena kebutuhan lahan yang meningkat sedangkan kualitas dan kuantitas lahan terbatas. Lahan yang semakin terbatas mendorong terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan kondisi fisik lahannya tetapi di sisi lain mendorong terjadinya penggunaan lahan yang intensif. Intensifikasi penggunaan lahan selain dapat meningkatkan produktivitas lahan, akan tetapi sekaligus juga dapat meningkatkan luasan lahan kritis.

Erosi

Erosi adalah bentuk kerusakan tanah sebagai akibat dari kehilangan lapisan olah tanah (topsoil). Kehilangan lapisan olah tanah ini diakibatkan oleh terjadinya pengangkutan lapisan olah tanah dari suatu tempat ke tempat yang lain oleh media alam seperti air atau angin (Arsyad, 2006). Erosi yang terjadi secara alami dapat terjadi karena proses pembentukan tanah. Proses ini terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami sehingga proses erosi secara alami tidak perlu dikhawatirkan. Erosi pasti terjadi dan tidak mungkin tingkat erosi nol maka yang perlu dilakukan adalah mengusahakan erosi masih dalam batas yang dapat diterima. Aktivitas manusia seperti cara bertanam yang tidak mengikuti kaidah konservasi tanah dapat mempercepat proses erosi sehingga keseimbangan dapat terganggu. Oleh karena itu manusia harus memperhatikan kaidah konservasi tanah agar laju erosi tidak melebihi batas yang dapat diterima. Nilai batas erosi yang dapat diterima adalah nilai laju erosi yang tidak melebihi laju pelapukan batuan tetapi nilai ini bisa berbeda-beda tergantung tempatnya (Suripin, 2004).

(26)

7

menjadi erosi lembar (sheet erosion) yaitu pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah, erosi alur (riil erosion) yaitu pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal, erosi parit/ selokan (gully erosion) terjadinya sama seperti erosi alur tetapi alur yang terbentuk sudah besar sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa, erosi tebing sungai (river bank erosion) terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang mengalir dari atas tebing atau terjangan air sungai yang kuat pada belokan, tanah longsor (land slide) adalah erosi yang pengangkutan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar, erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah terangkatnya butir-butir tanah ke bawah ke dalam celah-celah tanah sehingga tanah menjadi kedap air atau udara.

Proses erosi terjadi melalui tiga tahap. Tahap-tahap tersebut adalah pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment), tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin (transportation), dan jika tidak tersedia lagi energi yang cukup untuk mengangkut pertikel maka tahap selanjutnya adalah pengendapan (sedimentation) (Suripin, 2004).

Program Linier

Program liner adalah salah satu metode untuk menyelesaikan masalah optimasi. Supranto (1993) dalam Selian (2003) program linier adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan nilai besarnya masing-masing variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan atau obyektif (objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan input yang ada. Pembatasan ini harus dinyatakan dalam pertidaksamaan-pertidaksamaan linier (linier inequalities). Dengan program linier dimungkinkan memperoleh alokasi optimal pemanfaatan tanah sampai fungsi obyektif mencapai nilai maksimumnya dengan semua persyaratan terpenuhi pada saat yang sama.

(27)

Dalam penelitian optimasi perancangan usaha tani sistem surjan ini yang menjadi faktor pembatas adalah : (1) jumlah air yang tersedia, (2) jumlah tenaga kerja yang tersedia, dan (3) luas lahan yang tersedia (sawah dan tegal).

Sistem Informasi Geografis

Wibawa (2006) melaksanakan penelitian Penyusunan Sistem Pendukung pengambilan keputusan dengan Sistem Informasi Geografis untuk Optimasi Penggunaan lahan. Dalam penelitian ini disusun sebuah aplikasi komputer berupa sistem pendukung pengambilan keputusan (DSS) berbasis SIG untuk melakukan prediksi erosi, penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) serta melakukan simulasi dampak perubahan penutupan lahan terhadap erosi dalam rangka merehabilitasi lahan sehingga dapat ditentukan penggunaan lahan yang optimal berdasarkan tingkat bahaya erosinya.

Campbell et al. (1992) melakukan penelitian dengan mengintegrasikan program linier dengan SIG untuk perencanaan alokasi pemanfaatan lahan untuk sektor pertanian di Antiqua. Tujuanya adalah untuk menentukan tanaman apa yang paling layak diusahakan dan luas lahan untuk mendapatkan hasil optimal.

Hal penting yang perlu diketahui dalam strategi pemanfaatan lahan untuk pertanian menggunakan metode ini adalah informasi tentang ketersedian sumber daya alam. Oleh karena ini tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menduga ketersedian sumberdaya alam yang dapat digunakan untuk pertanian. Di sini SIG digunakan untuk menduga konflik pemanfaatan lahan dan memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai data dasar sumberdaya alam. Sedangkan program linier digunakan untuk mengkombinasi data sumberdaya alam dengan informasi informasi ketersedian tenaga kerja, ramalan pasar, teknologi, dan informasi biaya yang digunakan untuk mengestimasi potensi ekonomi dari sektor pertanian tersebut

Selanjutnya, SIG digunakan lagi untuk pemetaan berdasarkan alokasi lahan yang dihasilkan oleh program linier. Hasil akhirnya adalah sebuah arahan kongkrit terhadap alokasi sumberdaya, menentukan ukuran lahan budidaya, aplikasi kebijakan dan pengimplementasiannya dalam bentuk proyek.

(28)

9

adalah optimasi pemanfaatan lahan guna meminimumkan pengangguran di daerah pedesaan. Dalam penelitian ini Chuvieco melakukan tiga pendekatan:

1 SIG digunakan untuk menyatukan data bagi alternatif pemanfaatan lahan yang luas

2 Data digunakan sebagai input dari model program linier yang menentukan pola pemanfaatan secara optimal, seperti diukur melalui fungsi obyektif terpilih dan tergantung pada semua hambatan yang diperlukan.

3 SIG sekali lagi dipakai untuk menghimpun pertimbangan spasial dari kriteria penerapan lainya bagi penyempitan solusi optimal program linier menjadi anjuran pemanfaatan lahan yang lebih rinci

Guerra dan Lewis (2002) juga telah berhasil memanfaatkan metode programming dengan teknik spasial sebagai proses untuk menemukan solusi ruang yang optimal sebagai habitat dari species margasatwa.

(29)

BAHAN DAN METODE

Kerangka Pendekatan Masalah

Dalam pengelolaan suatu daerah aliaran sungai (DAS) untuk mendapatkan

penggunaan lahan yang optimal perlu memperhatikan faktor fisik, ekonomi dan sosial.

Hal ini karena faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap pengelolaan suatu

daerah aliran sungai yang baik. Untuk itu tentunya diperlukan perencanaan tata ruang

yang baik dalam pengelolaan suatu DAS. Berdasarkan hal tersebut maka untuk dapat

menyusun perencanaan tata ruang dibutuhkan kajian arahan penggunaan lahan yang

tepat sehingga dapat diperoleh komposisi penggunaan lahan yang optimal seusai

dengan kondisi suatu DAS.

Untuk menyusun komposisi penggunaan lahan yang optimal di suatu DAS

tentunya diperlukan informasi tentang kondisi biofisik, ekonomi dan sosial. Informasi

biofisik tersebut meliputi kelas lereng, jenis tanah, dan penggunaan lahan aktual,

tingkat erosi.Untuk informasi faktor ekonomi yaitu seperti produktivitas lahan,

sedangkan untuk faktor sosialnya adalah keinginan masyarakat, sehingga diharapkan

dari ketiga faktor baik fisik, ekonomi dan sosial dapat disusun suatu skenario arahan

penggunaan lahan yang optimal dari suatu DAS yang telah terdegradasi.

Adapun analisis yang dilakukan untuk menentukan arahan penggunaan lahan

yang optimal yaitu dengan menumpang susunkan kriteria dari produktivitas lahan,

tingkat erosi serta preferensi masyarakat untuk mendapatkan skenario komposisi

penggunaan lahan yang optimal. Dengan demikian arahan penggunaan lahan dapat

dilakukan berdasarkan informasi tersebut. Pada akhirnya dapat disusun skenario

arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kebutuhan, daya dukung dan

karakteristik sumberdaya yang tersedia. Hal ini nantinya diharapkan dapat dijadikan

bahan pertimbangan dan penentuan kebijakan dan penyusunan perencanaan tata ruang

penggunaan lahan di daerah aliaran sungai. Secara diagramatis kerangka pemikiran

(30)

11

[image:30.612.103.474.90.318.2]

Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di DAS Citamiang yang secara administratif

terletak di wilayah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. DAS Citamiang sebagai

satu ekosistem merupakan salah satu bagian sub DAS Cisadane Hulu yang saat ini

berada pada kondisi kritis di wilayah Jawa Barat yang perlu segera dilakukan

rehabilitasi. Lokasi penelitian DAS Citamiang disajikan dalam Gambar 2.

Penelitian lapangan dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus

2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil

interpretasi citra dan pengamatan lapangan dan data sekunder yang terdiri dari data

dalam bentuk peta analog beserta deskripsinya untuk berbagai tema dan data statistik.

Data dan sumber data tersebut dirinci pada Tabel 1.

Alat yang digunakan terdiri dari perangkat pemasukan, pengolahan dan

pengelolaan serta penyajian data SIG yaitu perangkat komputer, perangkat lunak

Sistem Informasi Geografis (PC Arclnfo ver. 3.5.2 dan ArcView ver. 3.3), scanner,

printer. Alat dalam pengamatan lapangan antara lain receiver GPS (Global positioning

System).

Degradasi Lahan

Optimasi

PenggunaanLahan

Produktivitas Lahan Turun

Tingkat Erosi Tinggi

Kesesuaian Penggunaan Lahan Tekanan Sumber Daya

Lahan

Keinginan Pola Penggunaan

LahanMasyarakat

(31)
(32)
[image:32.612.86.492.115.557.2]

13

Tabel 1 Data, sumber data dan penggunaan data

Data Sumber Data Penggunaan

Jenis Instansi

Batas Sub DAS Peta DAS skala 1 : 50.000

BPDAS Dephut Membatasi daerah penelitian

Penutupan Lahan

Citra SPOT 5 /data penutupan lahan dan observasi lapangan Badan Planologi Dephut

Pembuatan satuan lahan

Tanah Peta Tanah skala

1 : 100.000

Puslittanak Pembuatan satuan lahan

dan evaluasi kemampuan lahan Kemiringan Lereng Peta Kemiringan Lereng/Peta RBI skala 1 : 25.000

BPDAS Dephut / Bakosurtanal

Pembuatan satuan lahan

Tingkat Erosi Peta Tingkat Erosi dan Pengamatan Lapangan

BPDAS Dephut / Puslittanak

Indikasi tingkat erosi

Pengelolaan Lahan

Pengamatan lapangan

Indikasi tingkat erosi

Hasil Produksi Lahan

BPS / BPDAS Tingkat produktivitas lahan

Kawasan Hutan Peta Kawasan Tanah skala 1 : 250.000 Dephut/BPKH Dephut Membedakan status kawasan Wilayah Administrasi Peta Administrasi skala 1 : 25.000

BPDAS/Bappeda Mengetahui batas desa

Metode

Pengumpulan Data dan Penyusunan Basis Data

Penelitian ini akan dilaksanakan bertujuan untuk optimalisasi penggunaan

lahan sebagai tujuan utama dan tujuan khusus untuk mengidentfikasi pola distribusi

spasial penggunaan lahan optimal. Bentuk data yang dikumpulkan untuk mencapai

kedua tujuan tersebut dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder

yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer yang dimaksudkan disini adalah data yang diperoleh melalui

pengamatan langsung untuk memperoleh kondisi fisik dilapangan faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat erosi (A) seperti : faktor kemiringan lereng (LS),

(33)

primer lainnya diperoleh dengan menggunakan wawancara untuk memperoleh

data produktivitas lahan seperti : identitas responden, luas tiap penggunaan lahan

(hutan, tegalan/ladang, kebun campuran, sawah dan pemukiman) yang dimiliki

responden, hasil panen persatuan waktu dan persatuan luas (Rp/ha/th) dan juga

informasi lain yang berhubungan dengan produktuvitas lahan, sedangkan untuk

aspek sosial data yang dikumpulkan seperti hal-hal yang terkait dengan preferensi

responden (bagaimana cara masyarakat tersebut mengungkapkan sesuatu yang

lebih disenangi/diminati) seperti: identitas responden (nama, pendidikan, umur,

penghasilan), keinginan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan (sangat

tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, setuju dan sangat setuju) dan sekaligus juga

status dari kepemilikan lahan. Data diperoleh dengan wawancara dengan

kuesioner, dimana pemilihan sebagai responden ditentukan secara purposive

sampling. Seleksi masyarakat adalah masyarakat yang dianggap mampu untuk

memberikan informasi yang tepat dan benar.

2. Data Sekunder

Untuk data sekunder diperoleh dengan cara studi literatur/pustaka. Data-data yang

dikumpulkan berupa data peta (spasial) seperti peta Rupabumi Indonesia, peta

penggunaan lahan, peta tanah, peta kawasan hutan, peta batas DAS, peta wilayah

administrasi dan data sosial ekonomi wilayah DAS Citamiang.

Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data disajikan

dalam Tabel 2, sedangkan diagram alir tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 3.

Untuk penyusunan basis data spasial dan atribut sistem informasi geografis

dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Data yang berupa data spasial (peta)

dilakukan proses digitasi dan proses transformasi koordinat dengan sistem proyeksi

yang telah ditentukan sehingga data spasial mempunyai sistem koordinat yang sama.

Dari peta-peta yang telah terkumpul kemudian dipilih tema yang akan

digunakan dan didigitasi untuk disimpan dalam bentuk data digital dalam basis data.

Penyusunan basis data menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis

Arclnfo dan ArcView. Dalam tahap penyusunan basis data dilakukan penyusunan data

spasial digital dan data atribut untuk masing-masing tema serta penyamaan sistem

(34)
[image:34.612.72.531.103.625.2]

15

Tabel 2 Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data

No Tujuan Jenis data Metode

pengumpulan data

Metode analisis data

1. Data primer

1 Tingkat erosi (A)

(ton/ha/th)

Panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)

Pengukuran langsung (abney level, meteran) + peta topografi

A = RKLSCP

(Wischmeir and Smith, 1978)

Faktor tanaman/penggunaan

lahan (C)

Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)

Faktor usaha konservasi (P) Pengecekan lapang,

wawancara (kuisioner) 2 Produktivitas

Lahan (P) (Rp/ha/th)

Jumlah penerimaan (Rr) Pengecekan lapang,

wawancara (kuisioner)

P = Rr - Cc

Biaya tetap dan

biaya operasional (Cc)

Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)

Jenis tanaman Pengecekan lapang,

wawancara (kuisioner)

3 Kenginan masyarakat Identitas responden (nama,

pendidikan,umur,penghasilan),

keinginan masyarakat (sangat

setuju, setuju, agak setuju, dan

tidak setuju).

Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)

Analisis deskriptif

2. Data sekunder

4 Satuan lahan Peta kelerengan, Peta

penggunaan lahan, Peta tanah

BPDAS Metode overlay

(tumpang susun)

5 Tingkat erosi Data curah hujan (R) Stasiun Pasir Buncir A = RKLSCP

Erodibilitas tanah (K) Penelitian

sebelumnya Kurnia dan Suwardjo, 1984 dalam Setiawan 2007; Sutrihadi, 2006

6 Data penunjang Hasil studi sebelumnya Laporan penelitian

(35)

Mulai

Persiapan Data

Peta Penggunaan

Lahan

Peta Curah Hujan

Citra SPOT5 Peta

Kelas Lereng Peta

Jenis Tanah

Overlay

Peta Satuan Lahan

Koreksi Peta Satuan Lahan

Preferensi Masyarakat

Perhitungan Erosi Aktual

(USLE) Karakteristik Fisik

Lahan

Tingkat Erosi

Model Optimasi Penggunan Lahan dengan Linier Program

Peta Arahan Penggunaan Lahan

[image:35.612.96.557.116.713.2]

Selesai

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian

Optimalisasi Spasial

Produktivitas Lahan Pengamatan/Pengambilan

(36)

17

Analisa Data

Satuan Lahan. Dalam penelitian ini wilayah kajian yaitu DAS Citamiang dimodelkan dengan pembuatan satuan lahan. Satuan lahan ini merukan hasil tumpang susun dari

peta kelerengan, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan. Tujuan dari pembuatan

satuan lahan yaitu memodelkan lahan yang mempunyai keseragaman faktor biofisik

seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya.

Prediksi tingkat erosi. Data wilayah kajian yang telah disusun satuan lahan berdasarkan kesamaan lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan tersebut. Selanjutnya

satuan-satuan lahan ini digunakan sebagai satuan analisa untuk prediksi tingkat erosi

(A). Prediksi tingkat erosi berdasarkan perhitungan prediksi nilai erosi aktual yaitu

dengan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeir and Smith,

1978).

Rumus prediksi erosi USLE adalah:

A = RKLSCP

dimana:

A = laju prediksi erosi atau besarnya kehilangan tanah persatuan

luas lahan (ton/ha/tahun) yang terjadi pada kondisi penggunaan

lahan sekarang.

R = erosivitas hujan,

K = erodibilitas tanah

LS = faktor kemiringan dan panjang lereng

C = faktor tanaman/penggunaan lahan

P = faktor usaha konservasi

Penentuan kriteria kelas tingkat erosi yang digunakan dalam penelitian ini disajikan

dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kelas tingkat erosi

No Tingkat erosi (ton/ha/th) Kelas tingkat erosi

1 < 15 Sangat rendah

2 15 ~ 60 Rendah

3 60 ~ 180 Sedang

4 180 ~ 480 Tinggi

5 > 480 Sangat tinggi

(37)

Erosivitas Hujan (R). Faktor R adalah angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. Sesuai kondisi di daerah

penelitian luas dearah penelitian yang relatif tidak luas, yang cukup dihitung dari data

satu stasiun saja , dalam penentuan nilai R ditetapkan berdasarkan rumus Lenvain

(1975) , dalam Bols (1978) yang diperoleh dari hasil penjumlahan RM selama setahun

yaitu sebagai berikut :

RM : 2,21 (Rain)m 1,36

Dimana RM : erosivitas hujan bulanan

(Rain) m : curah hujan bulanan (cm)

Erodibilitas Tanah (K). Erodibilitas tanah adalah yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran

air hujan Nilai faktor erodibilitas tanah diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya

K untuk beberapa jenis Tanah (Undang Kurnia dan Suwardjo 1984 dalam Setiawan,

2007; Sutrihadi, 2006). Tabel nilai K sebagaimana yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai erodibilitas (K) beberapa jenis tanah

Nilai K

Jenis tanah Bahan induk

Kisaran Rata - rata Latosol Darmaga

(Haplorthox) Tufa Volkan 0,02 ~ 0,04 0,03

Latosol Citayam

(Haplortox) Tufa Volkan 0,08 ~ 0,09 0,09

Regosol Tanjung

Hardjo (Troporthents) Batu Liat Berkapur 0,11 ~ 0,16 0,14 Grumusol Jegu, Blitar

(Chromuderst) Napal 0,24 ~ 0,30 0,27

Podsolik Jonggol

(Tropudults) Batu Liat 0,12 ~ 0,19 0,16

Mediteran Citayam

(Tropohumults) Tufa Volkan 0,09 ~ 0,11 0,1

Mediteran Putat

(Tropaqualfs) Breksi Berkapur 0,16 ~ 0,29 0,23

Mediteran Punung

(Tropaqualfs) Breksi Berkapur 0,18 ~ 0,25 0,22

Podsolik Merah Kuning Pekalongan, Lampung Tengah (Tropudults)

Dasitik 0,32

Typic Hapludands Tuff vulkan

andesitik 0,20

Andic Humitropepts Abu Volkan 0,19

[image:37.612.113.488.381.709.2]
(38)

19

Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi.

Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi

dan kemungkinan terjadinya deposisi sediment. Pada umumnya, kemiringan lereng

diperlakukan sebagai factor yang seragam.

Apabila sulit untuk mendapatkan / menentukan parameter lereng, maka

pengaruh panjang lereng dapat diabaikan dan yang berpengaruh hanya kemiringan

lereng (Hardjowigeno, Widiatmaka 2001). Tabel 5 menyajikan penilaian nilai LS

menurut kelas lereng.

Tabel 5 Penilaian kelas kelerengan

Kemiringan Lereng (%) Nilai LS

<=8 0,25

8 ~ < 15 1,20

15 ~ < 25 4,25

25 ~ < 40 9,50

>=40 12,00

Sumber : Hardjowigeno, Widiatmaka 2001

Faktor Tanaman/Penggunaan Lahan (C). Untuk pendugaan jenis penggunaan lahan pada setiap satuan lahan pengamatan didasarkan pada peta penggunaan lahan

dan pengamatan lapang. Penilaian faktor ini menggunakan nilai faktor C yang

disajikan pada Tabel Pemilihan Jenis Tanaman dan Nilai Faktor C dalam Tabel

Lampiran 3.

Faktor Usaha Konservasi (P). Sedangkan untuk penilaian faktor pengelolaan tanah (P) didasarkan pada hasil pengamatan lapang dan nilai factor P hasil penelitian

Puslitnak yang disajikan pada table Pemilihan Tindakan Konservasi dan Nilai Faktor

P dalam Lampiran 4.

Produktivitas lahan. Nilai produktifitas lahan per satuan luas per satuan waktu (ton/ha/th). Namun pada penelitian ini untuk memudahkan dalam perhitungan analisa

satuan (ton/ha/th) langsung dikonversi ke dalam satuan (Rp/ha/th), data untuk nilai

produktivitas lahan diambil dari pengamatan langsung dan wawancara terhadap

jumlah penerimaan dan biaya tetap dan operasional dari masing-masing komoditas

dari setiap penggunaan lahan terhadap responden terpilih di dua desa.. Perhitungan

nilai produktifitas untuk masing-masing penggunaan lahan secara umum didasarkan

(39)

operasional yang harus dikeluarkan (Rahayu, 2000) Nilai produktifitas tersebut dapat

dipresentasikan secara matematis sebagai berikut:

P = Rr – Cc

dimana :

P = Nilai produktifitas (productivity)

Rr = Jumlah penerimaan (revenue)

Cc = Biaya tetap dan biaya operasional (cost)

Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas maka dapat dihitung nilai

produktifitas lahan dari masing-masing penggunaan lahan dalam satuan hektar.

Nilai produktivitas lahan untuk masing-masing penggunaan lahan, dihitung

sebagai berikut :

- Nilai produktivitas hutan dihitung berdasarkan jumlah penerimaan hasil panen

per hektar dikurangi dengan jumlah biaya operasional (misal : pembelian

pupuk, benih dan tenaga kerja).

- Nilai produktivitas untuk kebun campuran dihitung bedasarkan nilai rata-rata

dari jenis penggunaan lahan untuk tananaman kayu (sengon, akasia) dan

tanaman semusim (tanaman obat : kumis kucing, ubi) dari jenis tanaman kayu

maupun tanaman semusim yang mendominasi di wilayah penelitian.

- Nilai produktivitas untuk ladang/tegalan dihitung dari jenis tanaman yang

mendominasi di wilayah penelitian yaitu tanaman jagung berdasarkan jumlah

penerimaan hasil panen per hektar dikurangi dengan jumlah biaya operasional

(misal : pembelian pupuk, benih dan tenaga kerja).

- Nilai produktivitas untuk sawah dihitung berdasarkan nilai rata-rata hasil

panen per hektar dikalikan dengan harga yang berlaku selanjutnya dikurangi

dengan biaya produksi yang dikeluarkan (misal : pembelian pupuk, benih dan

tenaga kerja).

- Nilai produktivitas untuk pemukiman dihitung berdasarkan pendekatan nilai

rumah yang disewa / di kontrakan di lokasi penelitian dalam setahun.

Keinginan masyarakat. Porteous (1977) mengemukakan bahwa persepsi yang berulang-ulang membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk

menyenangi, tertarik dan memilih sesuatu dengan membandingkan dengan sesuatu

(40)

21

perilaku yang bersifat pribadi dan subyektif, namun mempunyai arti penting dan

kedudukan yang kuat dalam diri setiap manusia. Dalam penelitian ini keinginan

masyarakat ini dinilai dari setuju/tidaknya terhadap perubahan penggunaan lahan

dalam rangka untuk optimalisasi penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan

dalam hal ini seperti : preferensi masyarakat terhadap perubahan sawah menjadi

hutan, kebun campuran menjadi hutan ataupun sebaliknya.

Keinginan masyarakat ini dianalisis secara deskriptif dengan mengambil data

dari wawancara dan kuisioner terhadap responden (petani/pemilik lahan) yang

ditentukan dengan teknik purposive sampling pada setiap kepemilikan lahan. Hasil

data ditabulasikan dalam bentuk tabel dan diagram dan kemudian dianalisa secara

deskriptif.

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Program Linier

Dalam usaha untuk meminimal erosi dalam rangka arahan penggunaan lahan

optimal dalam penelitian ini lebih ditekankan pada modifikasi faktor pengelolaan

tanaman/penggunaan lahan (faktor C) karena faktor ini merupakan faktor yang

sepenuhnya dapat direkayasa. Sedangkan skenario yang digunakan dalam

memformulasikan model optimasi ini di DAS Citamiang sebagai berikut:

1. Luas area DAS adalah luas total area penggunaan lahan/satuan lahan DAS.

2. Luas pemukiman adalah tetap

3. Luas sawah dapat mengalami pengurangan

4. Luasan hutan sebaiknya ditambah karena fungsinya sebagai penahan laju erosi.

Mengatur tata air tanah, dan sebagai fungsi lindung;

5. Kawasan lindung terdiri dari penggunaan lahan berupa hutan;

6. Kawasan penyangga terdiri dari kebun campur;

7. Kawasan budidaya terdiri dari sawah, pemukiman, ladang/tegalan.

8. Produktivitas lahan sebaiknya lebih besar dari produktivitas sebelum optimasi

9. Luas lahan harus positif

Dari asumsi-asumsi di atas, analisis model matematis skenario dari analisis

optimasi yang bertujuan untuk meminimalkan erosi (Z) dapat dinyatakan dengan

persamaan dan pertidaksamaan berikut:

MinimumZ =

C

X

i

A

n

i

i 2

/

1

(41)

Selanjutnya untuk fungsi kendala dari model, disajikan sebagaimana dalam

[image:41.612.100.516.127.747.2]

Tabel 6:

Tabel 6 Fungsi kendala

No Fungsi kendala Keterangan

(1)

= =

=

n i i n i i

X

X

1 1 1 2

Jumlah luas semua lahan sebelum optimasi sama dengan jumlah luas semua lahan setelah optimasi.

(2) X4(t2) > X 4(t1) Luas lahan pemukiman hasil optimasi (t2)dapat lebih besar dari luas lahan pemukiman sebelum konversi (t1).

(3) X1(t2) > X 1(t1) Luas lahan hutan hasil optimasi (t2) tidak berkurang.

(4) X5(t2) ≤ X 5(t1) Asumsi : luas lahan sawah hasil optimasi (t2) tetap

(5) X5(t2) > X 5(t1) Preferensi masyarakat : masyarakat ingin luas lahan sawah tetap.

(6) X2(t2) > X 2(t1) + P. X3(t1) Preferensi masyarakat : masyarakat ingin mengubah ladang X3(t1) menjadi kebun campur

X2(t2). Hasil survey preferensi masyarakat menunjukkan luas ladang ladang yang dapat dikonversi 84% luas ladang awal ( P = 0.84 )

(7) X2(t2) > X 2(t1) Luas lahan kebun campur hasil optimasi (t2) lebih besar dari luas lahan kebun campur sebelum optimasi (t1).

(8) X3(t2) > 0.26.X3(t1) Luas lahan ladang hasil optimasi (t2) lebih besar atau sama dengan merupakan luas ladang sebelum konversi dikurangi jumlah luasan ladang yang dikonversi

(9)

Yi

X

Yi

X

n i i n i i

= =

1 1 1 2

Asumsi : produktifitas lahan hasil optimasi hendaknya lebih besar dari produktivitas sebelum optimasi.

(10) Xi2 > 0 Kendala non negativitas : luas lahan harus positif

dimana :

Z = erosi (ton/ha/th)

Xij = luas lahan (area dari setiap penggunaan lahan ke i dan waktu ke j)

i = 1,2...5 (1 = hutan, 2 = kebun campuran, 3 = tegalan/ladang, 4 = pemukiman dan 5 = sawah).

n = 5 (jumlah penggunaan lahan/penutupan lahan pada areal penelitian) j = 1,2, (1 = awal dan 2 = optimal).

A = total luas lahan

(42)

23

P = proporsi preferensi masyarakat

Ci = tingkat erosi penggunaan lahan ke i (data aktual)

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Berbasis Sistem Informasi Geografis

Seiring dengan pesatnya pembangunan diikuti oleh laju pertumbuhan

penduduk, semakin meningkatkan kebutuhan akan lahan yang mengakibatkan lahan

berubah. Perubahan tersebut dapat terjadi dari hutan menjadi lahan pertanian, atau dari

lahan pertanian menjadi non-pertanian.

Kondisi di daerah penelitian, indikasi terjadinya peningkatan kebutuhan akan

lahan juga terjadi. Namun, peningkatan ini menyebabkan perubahan penggunaan

lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Salah satu indikasinya yaitu terjadi

tingkat erosi yang tinggi. Arsyad (2006) mengemukakan bahwa penggunaan lahan

yang kurang sesuai dengan kemampuan lahannya akan berdampak buruk terhadap

lingkungan, seperti banjir, kekeringan dan erosi yang pada giliranya akan menurunkan

produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam optimasi arahan penggunaan lahan berbasis sistem informasi geografis

skenario rancangannya dalam penelitian ini, ditetapkan berdasarkan produktivitas

lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat. Metode yang digunakan adalah dengan

metode tumpang susun (overlay) terhadap ketiga tema tersebut. Penetapan arahan

perubahan penggunaan lahan optimal (PPPL) diperoleh berdasarkan penjumlahan

aritmatik dari kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat

tersebut yang dimodelkan dengan formula sebagai berikut:

PPPL = {(a x PL) + (b x TE) + (c x PM)}

dimana :

a = bobot produktivitas lahan b = bobot tingkat erosi

c = bobot preferensi masyarakat PL = skor produktivitas lahan TE = skor tingkat erosi

PM = skor preferensi masyarakat

Penentuan bobot setiap kriteria dari produktivitas lahan, tingkat erosi dan

prefererensi masyarakat digunakan metode ranking, yaitu ditentukan oleh ahlinya

(expert judgment). Jaya (2009) mengemukakan bahwa dalam metode ini setiap elemen

peubah diberi nilai berdasarkan tingkat kepentinganya yang dinyatakan dengan nilai

(43)

Selanjutnya untuk penentuan skor kriteria dari produktivitas lahan dan

prefererensi masyarakat digunakan metode matrik perubahan penggunaan lahan yang

didasarkan pada ratio arahan perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan dengan

kondisi aktual produktivitas lahan dan prefererensi masyarakat hasil pengukuran di

lokasi penelitian. Sedangkan untuk skor tingkat erosi didasarkan pada klasifikasi

tingkat erosi dari Hardjowigeno, Widiatmaka (2001).

Jaya et al. (2007) mengemukakan bahwa stadarisasi nilai skor diperlukan jika

variabel yang digunakan memiliki skala yang berbeda. Proses standarisasi nilai skor

untuk ratio skala perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan dari kriteria

produktivitas lahan dan prefererensi masyarakat menggunakan rumus :

1 4+

− − =

min max

min

Skor Skor

Skor X Y

Dimana :

Y = Nilai skor standarisasi (baru)

X = Skor awal (input)

max

Skor = Skor maksimum

min

Skor = Skor minimum

Tahapan akhir penentuan perubahan penggunaan lahan optimal dengan

pendekatan sistem informasi geografi yaitu menentukan lokasi (spasial) dengan

menggunakan pendekatan tehnik penelurusan data (query) dari kriteria dari

produktivitas lahan, tingkat erosi dan prefererensi masyarakat dengan dasar dari

(44)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Kependudukan

Masyarakat yang bermukim di DAS Citamiang tersebar di dua RW di dua desa

yang berbeda. Jumlah penduduk di Desa Pasir Buncir dan desa Wates jaya. Kondisi

penduduk sebagai lokasi wilayah penelitian model arahan penggunaan lahan optimal

di DAS Citamiang merupakan bagian dari Sub DAS Cisadane bagian hulu sebanyak

13.030 orang yang terdiri dari 6.842 laki-laki dan 6.188 perempuan dengan jumlah

kepala keluarga 3.276 orang. Dengan demikian rata-rata tiap keluarga terdiri dari 4

orang.

Iklim dan Hidrologi

Kondisi iklim di DAS Citamiang didekati dengan menggunakan data iklim

yang diperoleh dari stasiun Pasir Jaya yang terletak didekat lokasi (berjarak sekitar 3

km dari outlet DAS Citamiang). Rata-rata curah hujan tahunan (data 5 tahun) yang

tercatat di stasiun tersebut disajikan pada Tabel Lampiran 6.

Pada tabel Lampiran 6 tersebut menunjukan bahwa curah hujan dilokasi studi

cukup tinggi dengan rata-rata tahunan sekitar 3256 mm. Distribusi hujan bulanan di

wilayah studi cukup merata, dengan bulan basah (bulan dengan jumlah hujan ≥ 200

mm) terjadi selama 9 bulan yaitu dari bulan September sampai Mei dan bulan kering

(bulan dengan curah hujan < 100 mm) hanya satu bulan, yaitu bulan Juni.

Kemiringan Lereng

Peta kemiringan lereng diperoleh dengan analisis kemiringan lereng dari peta

kontur. Pembuatan peta dilakukan dengan digital elevation model (DEM) yang dibuat

secara komputerisasi. Pembuatan peta kemiringan lereng dengan cara ini mempunyai

keuntungan yaitu dengan mudah dapat dilakukan berbagai manipulasi kelas

kemiringan lereng sesuai dengan keperluan pengguna, juga dapat ditampilkan dalam

bentuk tiga demensi dan aspek lereng.

Kondisi kemiringan lereng di Citamiang cukup beragam dengan kelerengan

yang bervariasi dari datar sampai sangat curam yang disajikan pada Tabel 7 dan

(45)
[image:45.595.40.491.44.830.2]

Tabel 7 Sebaran kelas lereng dilokasi DAS Citamiang

Kelas lereng Luas

Kode Deskripsi Kemiringan (%) Hektar %

A Datar 0 ~ ≤ 8 89,2 5,04

B Landai 8 ~ < 15 58,5 3,31

C Agak curam 15 ~ < 25 94,0 5.31

D Curam 25 ~ < 40 252,3 14.24

E Sangat curam ≥ 40 1276,0 72,10

Total 1770.0 100.00

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa kemiringan lereng daerah penelitian

bervariasi dari datar hingga sangat curam. Kemiringan lereng terluas adalah pada

kelas kemiringan lereng ≥ 40 % seluas 1276,0 Ha. Sedangkan yang terkecil pada kelas

kemiringan lereng 8 – < 15 % seluas 58,5 Ha.

Jenis Tanah

Jenis tanah di daerah penelitian berdasarkan peta tanah yang dikeluarkan oleh

Puslitanak (1992) yaitu sebagai berikut :

1) Andic Humitropeps

Tanah ini berkembang dari tuf volkan andesitik, tekstur halus, drainase cepat dan

baik, tersebar pada wilayah bergelombang sampai berbukit.

2) Typic Hapludands

Tanah Typic Hapludands terbentuk dari tuf dan abu volkan intermedier, terdapat

di lereng atas G. Salak. Bentuk wilayah bervariasi dari berombak sampai

bergunung. Tanah telah mempunyai perkembangan profil lemah, penampang

tanah sedang sampai sangat dalam, lapisan atas kaya bahan organik berwarna

coklat gelap sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai agak kasar berpasir

semu dan berbatu. Lapisan bawah berwarna coklat hingga coklat kekuningan,

struktur lemah granular. Tingkat kesuburan cukup baik, terutama yang betekstur

sedang. Tanah mudah meresapkan air, permeabilitasnya agak lambat, tanah

berbatu dan mudah longsor karena stabilitas agregat rendah. Potensi tanah cukup

baik untuk tanaman palawija dan sayuran dengan faktor pembatas utama adalah

berbatu dan adanya lapisan padas. Luas masing-masing Satuan Peta Tanah

disajikan dalam Tabel 8, sedangkan lokasi dan persebaranya disajikan pada

(46)

27

Tabel 8 Jenis dan karakteristik umum tanah di DAS Citamiang

Jenis tanah Bahan

induk Solum Drainase Tekstur

Luas

Hektar %

Typic Hapludands

Tuff vulkan andesitik

Dalam Baik Halus 1643,7 92,86

Andic Humitropepts

Abu

volkan Sedang Baik Halus 126,3 7,14

Jumlah 1770.0 100.00

Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

Penggunaan lahan di lokasi penelitian cukup bervariasi yang sebagian besar

digunakan untuk hutan, kebun campuran, ladang/tegalan, sawah dan pemukiman

Hutan (H)

Penggunaan lahan hutan di daerah penelitian merupakan hutan tanaman pinus

yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Kebun Campuran (K)

Kebun campuran di daerah penelitian kebun dengan beberapa jenis tanaman.

Tanaman campuran yang dijumpai merupakan campuran antara tanaman tahunan

dengan tanaman semusim, campuran antara berbagai tanaman dengan semak dan

belukar dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Ladang/Tegalan (TL)

Tegalan/ladang yang terdapat di daerah penelitian merupakan sistem pertanian

tanah kering dengan tanaman semusim. Tanaman yang diusahakan pada umumnya

ketela, jagung dan sayur-sayuran. Penyebaran penggunaan lahan tegalan/ladang pada

umumnya pada lereng bukit atau bagian tengah sampai bagian bawah.

Pemukiman (P)

Pemukiman yang berada di daerah penelitian merupakan pemukiman desa.

Pemukiman umumnya tergabung dengan penggunaan lain yang tersebar di

lahan-lahan berlereng datar hingga berlereng sedang.

Sawah (S)

Penggunaan lahan sawah di daerah penelitian sebagaian besar merupakan

sawah irigasi. Penyebaran untuk penggunaan lahan sawah umumnya berada di

(47)
[image:47.595.55.490.78.673.2]

Gambar 4 Kebun campuran

Gambar 5 Hutan pinus dan sawah Gambar 6 Ladang/tegalan

dan kebun campuran

Untuk luas dari masing-masing penggunaan lahan di daerah penelitian

disajikan pada Tabel 9 dan persebaranya dari penggunaan lahan disajikan pada

(48)

29

Tabel 9 Penggunaan lahan di lokasi DAS Citamiang

No Penggunaan lahan Luas

Hektar Persen

1 Hutan 1036,9 58,58

2 Kebun campuran 109,0 6,16

3 Ladang/tegalan 544,5 30,76

4 Pemukiman 13,3 0,75

5 Sawah 66,3 3,75

Jumlah 1770.0 100.00

Satuan Lahan

[image:48.595.101.513.414.780.2]

Satuan lahan merupakan satuan lahan yang mempunyai jenis tanah, kemiringan yang dan penggunaan lahan seragam, yang diperoleh dengan menumpang tindihkan (overlay) peta tanah dan peta lereng dan peta penggunaan lahan.. Sedangkan hasil tumpang susun (overlay) dan persebaran satuan lahannya disajikan dalam Gambar 10 dan untuk luas dari masing-masing satuan lahan disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Satuan lahan di DAS Citamiang

No Satuan lahan Penggunaan lahan Luas

Hektar Persen

1 H210 Hutan 2,9 0,2

2 H230 Hutan 5,3 0,3

3 H240 Hutan 154,8 8,7

4 H250 Hutan 874,0 49,4

5 K130 Kebun campuran 12,7 0,7 6 K140 Kebun campuran 12,7 0,7 7 K150 Kebun campuran 11,9 0,7 8 K210 Kebun campuran 0,05 0,003 9 K220 Kebun campuran 0,5 0,03 10 K230 Kebun campuran 6,3 0,4 11 K240 Kebun campuran 15,7 0,9 12 K250 Kebun campuran 49,3 2,8 13 P110 Pemukiman 2,2 0,1 14 P140 Pemukiman 3,0 0,2 15 P210 Pemukiman 4,7 0,3 16 P230 Pemukiman 3,3 0,2 17 P240 Pemukiman 0,4 0,02 18 P250 Pemukiman 0,5 0.03

(49)

Tabel 10 (lanjutan)

No Satuan lahan Penggunaan lahan Luas

Hektar Persen

20 S140 Sawah 0,7 0,04

21 S150 Sawah 2,9 0,2

22 S210 Sawah 41,6 2,4

23 S230 Sawah 7,4 0,4

24 S240 Sawah 2,0 0,1

25 TL110 Ladang/tegalan 2,4 0,1 26 TL120 Ladang/tegalan 1,4 0,08 27 TL130 Ladang/tegalan 19,2 1,1 28 TL140 Ladang/tegalan 21,9 1,2 29 TL150 Ladang/tegalan 34,2 1,9 30 TL210 Ladang/tegalan 31,1 1,8 31 TL220 Ladang/tegalan 46,2 2,6 32 TL230 Ladang/tegalan 74,3 4,2 33 TL240 Ladang/tegalan 50,0 2,8 34 TL250 Ladang/tegalan 263,65 14.817

Total 1770 100

[image:49.595.45.492.71.816.2]
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prediksi Tingkat Erosi

Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor-faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11.

Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th. Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000). Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang

Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun)

Luas (ha)

Hutan 17,17 1036,90

Kebun Campuran 168,37 109,00

Ladang/Tegalan 1033,88 544,50

Pemukiman 19,39 13,30

Sawah 34,09 66,3

Jumlah 1770,00 Sumber : Analisis peta

Prediksi tingkat erosi dalam berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 tingkat erosi sangat tinggi terjadi pada penggunaan lahan Tegalan/ladang seluas 463,36 ha, sedangkan erosi tinggi terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran seluas 61 ha. Untuk penggunaan lahan hutan erosi yang terjadi pada tingkat erosi rendah yaitu seluas 1028,30 ha dan sangat rendah seluas 8,60 ha. Sebaran tingkat erosi dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 11.

(55)
[image:55.595.51.489.72.802.2]

Tabel 12 Tingkat erosi (A) pada setiap penggunaan lahan (ha) di DAS Citamiang Penggunaan

lahan

Tingkat erosi (ha)

ST T S R SR Jumlah %

Hutan - - - 1.028,30 8,60 1036,90 59,00

Kebun campuran

- 61,12 47,39 0,49 - 109,00 6,00

Tegal/ladang 463,36 - 47.66 33,48 - 544,50 30,00

Pemukiman - - - 7,16 6,14 13,30 1,00

Sawah - - - 18,55 47,75 66,30 4,00

Total 1770,00 100

Sumber : Analisa Peta

Keterangan : ST = Sangat tinggi, T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah, SR = Sangat rendah

1028.3, 58%

8.6, 0% 61.12, 3% 47.39, 3% 0.49, 0% 463.36, 26%

47.66, 3%33.48, 2% 7.16, 0% 6.14, 0%

18.55, 1%

47.75, 3% Hutan R Hutan SR

Kebun campuran T Kebun campuran S

Kebun campuran R Tegal/Ladang ST

Tegal/Ladang S Tegal/Ladang R

Pemukiman R Pemukiman SR

Sawah R Sawah SR

(56)
(57)

Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan adalah salah satu dari kriteria yang dipakai untuk pendekatan dalam rangka meminimalkan erosi disamping sebagai ukuran keberhasilan pengelolaan suatu daerah aliran sungai. Nilai produktivitas lahan dihitung berdasarkan besarnya penerimaan setiap pemanfaatan ruang dikurangi biaya operasional dalam satuan Rp/ha/th, konversi nilai produktivitas lahan dalam satuan Rp/ha/th dimaksudkan untuk penyeragaman nilai produktivitas lahan dari berbagai penggunaan lahan yang terdapat di DAS Citamiang yang memiliki nilai produktivitas lahan yang berbeda-beda. Nilai produktivitas lahan per hektar diambil dari data sekunder dan survey lapangan, sedangkan harga nilai masing-masing komoditas berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk dan dinas terkait. Dalam setiap kegiatan pemanfaatan ruang akan menghasilkan output produksi yang memiliki nilai berbeda. Produktivitas lahan dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam berproduksi, disamping itu juga dipengaruhi oleh jenis kegiatan pemanfaatan tanah tersebut. Ini berarti bahwa jenis penggunaan lahan yang berbeda akan memiliki nilai produktivitas lahan yang berbeda pula.

Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap beberapa kegiatan penggunaan lahan di wilayah penelitian, diperoleh nilai produktivitas lahan terbesar adalah kebun campuran. Nilai produktivitas yang terkecil adalah penggunaan lahan tegalan / ladang. Nilai produktivitas lahan selengkapnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Produktivitas lahan beberapa jenis penggunaan lahan di DAS Citamiang (Rp/ha/tahun)

No Jenis penggunaan lahan Produktivitas lahan

(Rp/ha/th)

1 Hutan 1.065.000

2 Kebun campuran 1.822.900

3 Ladang/tegalan 925.000

4 Pemukiman 1.660.000

5 Sawah 1.440.000

Sumber : Hasil survey lapangan

Penelitian Selian (2003), mengukur produktivitas lahan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian dengan menggunakan metode yang sama

[image:57.595.5

Gambar

Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah
Tabel 1 Data, sumber data dan penggunaan data
Tabel 2 Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik orientasi berdasarkan wilayah dibagi menjadi dua, yaitu wilayah timur meliputi RT 5 (Kajuara dan Laleng Bata), 4 (Mappenrae), dan 3 (Cilellang) lebih

Jika mata diperbesar sampai diameter 5 mm, berapa jarak minimum antara dua sumber titik yang masih dapat dibedakan oleh mata pada jarak 40 cm dari mata?, Panjang

Tentu lebih banyak ilmu yang di dapat dari adanya kegiatan yang sekarang menjadi buah bibir di masyarakat ini, baik setiap ajaran baru maupun penerimaan siswa baru yang di gelar

akan mendapatkan biaya administrasi sebesar Rp. Jika Dita meminjam pinjaman sebesar Rp. 250.000, maka ia juga akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. Dari sini dapat

1. Menentukan ahli waris yang terhalang. Untuk menentukan ahliwaris yang terhalang yaitu menelusuri aturan-aturan yang menjadi sebab penghalang hingga mendapatkan

Berdasarkan analisis daripada dapatan kajian, pengkaji mendapati tahap kualiti guru dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Cina Sekolah Kebangsaan di negeri Selangor

Beban kognitif intrinsic yang muncul dalam belajar geometri berhubungan dengan kesulitan siswa dalam membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun

Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi, sedangkan Market Value Added (MVA) merupakan perbedaan antara nilai modal yang