OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DAN
PENUTUPAN LAHAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI DAS CITAMIANG
NOVIERTA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
ABSTRACT
NOVIERTA. Optimization of Land Use and Land Cover by Using Geographic Information System at the Watershed of Citamiang. Supervised by MUHAMMAD BUCE SALEH and I NENGAH SURATI JAYA
This study examines the use of linear program and geographic information systems to optimize land use and land cover at the watershed of Citamiang. To obtain the optimum land use and land cover, the factors to consider are land productivity, the degree of erosion and the preference of the community living in the study area. A spatial model of optimal land use and land cover allocation is formulated into the value of PPPL = 0.38 x productivity score + 0.31 x erosion score + 0.31 x community preferences score. The study found that the optimal land use in the study area requires a forest area of 1036.9 ha (58%), mixed plantation of 572.36 ha (32%), fields/moor area of 81.14 ha (5%), settlement area of 13.3 ha (1%), and rice field of 66.3 ha (4%). This optimization will reduce erosion from 339.90 tones/ha/year to 113.32 tons/ha/year. Based on the composite model as described above, the geographic information system could effectively portray the area allocated by the linear program.
Keywords: linear program, geographic information systems, degree of erosion, land productivity, community preferences.
RINGKASAN
NOVIERTA. Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang. Dibimbing oleh MUHAMMAD BUCE SALEH dan I NENGAH SURATI JAYA
DAS Citamiang merupakan bagian dari Sub DAS Cisadane bagian hulu yang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 ditetapkan sebagai wilayah Daerah Aliran Sungai prioritas II yang dinilai mengalami kerusakan lahan dengan prioritas penanganan erosi tinggi dan rawan banjir sehingga perlu segera mendapatkan penanganan / direhabilitasi karena DAS Citamiang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai daerah penyangga daerah hilir dan ekosistem di sekitarnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi penggunaan lahan dan penutupan di DAS Citamiang yang diharapkan dapat menekan laju erosi yang terjadi, karena dampak dari erosi yang tinggi dapat menurunkan fungsi hidrologis DAS, terjadinya degradasi lahan dan meningkatnya luasan lahan kritis serta kerusakan lingkungan lainnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan yang diperoleh dari menumpang susunkan peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan untuk memprediksi erosi dengan menggunakan persamaan USLE. Program linier dan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk memperoleh arahan penggunaan lahan optimal yang bertujuan untuk menahan laju erosi yang terjadi di daerah penelitian.
Hasil optimasi penggunaan lahan berbasis sistem informasi geografi dengan mempertimbangkan kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat memperoleh komposisi luas penggunaan lahan optimal yaitu hutan seluas 1036,9 ha (58%), kebun campuran seluas 572,36 ha (32%), tegalan/ladang seluas 81,14 ha (5%), pemukiman 13,3 ha (1%) dan sawah sebesar 66,3 ha, (4%) menghasilkan penurunan erosi sebesar 113,32 ton/ha/th dari semula 339,90 ton/ha/th.
tumpangsari, dengan konstruksi teras bangku yang baik dengan ditanami kacang tanah/jagung. Untuk penggunaan lahan pemukiman pada kemiringan lereng 15% perlu dilakukan perbaikan sitem teras dengan konstruksi yang baik.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DAN
PENUTUPAN LAHAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI DAS CITAMIANG
NOVIERTA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang Nama : Novierta
NRP : E151080191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Buce Saleh, MS. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M Agr.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 3 Mei 2011
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2010 ini berjudul “Optimasi Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Citamiang”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Buce Saleh, MS. dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. sebagai penguji luar komisi dan Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc. selaku pimpinan sidang.
2. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini.
3. Kementerian Kehutanan sebagai sponsor dan pimpinan Direktorat Jenderal Planologi yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini.
4. Rekan-rekan Ilmu Pengelolaan Hutan Angkatan 2008 untuk kebersamaan, persahabatan dan masukannya dalam mempertajam analisis karya tulis ini. 5. Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung dan pihak terkait atas fasilitas, data
dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.
6. Isteri tercinta Kustina Umi Hadawiyah, S.TP, anak-anakku tersayang Nada Aviana, Adlina Zhafarina dan Fakhri Luvian Fatah, Papa Drs. Yusron Halim, Mama Sri Wiyani serta saudara-saudaraku tercinta atas dukungan materiil dan doa yang selama ini diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak, Amien.
Bogor, Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 19 Nopember 1965 dari Papa Drs. Yusron Halim dan Mama Sri Wiyani. Penulis merupakan putra pertama dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Kustina Umi Hadawiyah S.TP dan dikaruniai putra-putri yaitu Nada Aviana, Adlina Zhafarina dan Fakhri Luvian Fatah.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang... 1
Perumusan Masalah... 4
Tujuan Penelitian... 4
Manfaat Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS)... 5
Lahan dan Penggunaan Lahan... 5
Erosi... 6
Program Linier... 7
Sistem Informasi Geografis... 8
BAHAN DAN METODE Kerangka Pendekatan Masalah……….. 10
Lokasi dan Waktu Penelitian………. 11
Bahan dan Alat……….. 11
Metode... 13
Pengumpulan dan Penyusunan Basis Data... 13
Analisa Data... 17
Satuan Lahan... 17
Prediksi Tingkat Erosi... 17
Produktivitas Lahan... 19
Keinginan Masyarakat... 20
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Program Linier... 21
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Kependudukan... 25
Iklim dan Hidrologi... 25
Kemiringan Lereng... 25
Jenis Tanah... 26
Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan... 27
Satuan Lahan... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Prediksi Tingkat Erosi ... 35
Produktivitas Lahan... 38
Keinginan Masyarakat... 39
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Linier Program... 47
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Sistem Informasi Geografis... 49
Penentuan Bobot Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 49
Penentuan Skor Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 50
Standarisasi Nilai Skor Arahan Penggunaan Lahan... 51
Penentuan Batas Ambang (threshold) Arahan Perubahan Penggunaan Lahan... 52
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan……… 56
Saran... 57
DAFTAR PUSTAKA... 58
1 Data, sumber data dan penggunaan data... 13
2 Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data... 15
3 Kelas tingkat erosi……… 17
4 Nilai erodibilitas (K) beberapa jenis tanah………... 18
5 Penilaian kelas kelerengan... 19
6 Fungsi kendala... 22
7 Sebaran kelas lereng di DAS Citamiang... 26
8 Jenis dan karakteristik umum tanah di DAS Citamiang... 27
9 Penggunaan lahan di DAS Citamiang... 29
10 Satuan lahan di DAS Citamiang... 29
11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan DAS Citamiang... 35
12 Tingkat erosi (A) pada setiap penggunaan lahan (ha) DAS Citamiang... 36
13 Produktivitas lahan beberapa jenis penggunaan lahan di wilayah penelitian (Rp/ha/th)... 38
14 Keinginan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan DAS Citamiang... 40
15 Arahan luasan perubahan penggunaan lahan berdasarkan linier program... 49
16 Penentuan bobot untuk kriteria arahan penggunaan lahan... 50
17 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan berdasarkan produkvitas lahan... 50
18 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan tingkat erosi... 50
19 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan preferensi masyarakat... 51
20 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan produktivitas lahan... 51
21 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal berdasarkan preferensi masyarakat... 51
22 Penentuan skor minimal untuk nilai ambang (threshold) arahan penggunaan lahan optimal pada produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat... 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pendekatan masalah... 11
2 Peta lokasi daerah penelitian……… 12
3 Diagram alir analisa data………. 16
4 Kebun campuran……….. 28
5 Hutan pinus dan sawah……… 28
6 Ladang/tegalan dan kebun campuran………... 28
7 Peta Kemiringan Lereng DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat………. 31
8 Peta Tanah DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat……… 32
9 Peta Penggunaan Lahan DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat... 33
10 Peta Satuan Lahan DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat 33 11 Tingkat erosi dan penggunaan lahan... 36
12 Peta Tingkat Erosi DAS Citamiang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat 37 13 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan hutan... 41
14 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan kebun campuran... 42
15 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan ladang/tegalan... 43
16 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan pemukiman... 44
17 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan sawah... 45
18 Grafik preferensi terhadap perubahan penggunaan lahan... 46
1 Tingkat erosi berdasarkan satuan lahan... 62
2 Analisa spasial perubahan penggunaan lahan/penutupan optimal berbasis sistem informasi geografis... 65
3 Nilai faktor C beberapa jenis tanaman……….. 68
4 Nilai faktor P beberapa jenis tanaman……….. 71
5 Beberapa alternatif simulasi prediksi erosi berdasarkan nilai CP... 73
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan lahan untuk kepentingan penyedian pangan dan perumahan telah
menyebabkan pergeseran pola penggunaan lahan seperti pertanian semusim telah
diusahakan di daerah-daerah yang semestinya tidak diperbolehkan. Penggunaan lahan
yang tidak memperhatikan kaidah penataan ruang dan kesesuaian lahan menyebabkan
dampak lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti terjadinya erosi,
menurunnya fungsi hidrologis hutan, terjadinya degradasi lahan dan meningkatnya
luasan lahan kritis serta kerusakan lingkungan lainnya
Lahan dapat dipandang sebagai produk dari proses interaksi antara dua
komponen utama, yaitu kemampuan lahan yang dimaksud disini adalah totalitas
aspek-aspek fisik yang meliputi curah hujan, tata air, sifat-sifat fisik tanah (kedalaman
efektif tanah, tekstur tanah dan permeabititas), kemiringan lereng, dan tingkat erosi,
Komponen kemampuan lahan ini bersifat pasif artinya dalam waktu yang relatif
pendek tidak mengalami perubahan di satu pihak, dan komponen kedua adalah
komponen penggunaan lahan yang mengandung maksud tidak hanya penggunaan
lahannya saja tetapi juga usaha-usaha konservasinya dan produktivitasnya. Komponen
penggunaan lahan memiliki sifat aktif artinya dalam waktu yang relatif pendek dapat
terjadi perubahan tergantung pada manusia dalam menggunakan lahan tersebut.
Bentuk dan cara penggunaan lahan yang benar mungkin tidak menggangu
keseimbangan alami dari komponen kemampuan lahan, sehingga produk dari proses
interaksi tersebut tidak membahayakan. Ini berarti bahwa kelestarian produktivitas
lahan akan terjamin. Sebaliknya bentuk dan cara penggunaan lahan tidak benar, dalam
arti tidak ada kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan, maka
keseimbangan alami kemampuan lahan terganggu, akibatnya produk dari interaksi
kedua komponen utama tersebut di atas bersifat membahayakan, akhirnya lahan dapat
mencapai titik keadaan yang membahayakan dan didapatkan apa yang disebut lahan
kritis. Perencanaan pengggunaan lahan akan baik apabila ada kesesuian antara
penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya.
Konsep pembangunan yang berkelanjutan, dalam konteks Daerah Aliran
Sungai (DAS) dapat dicapai apabila kebijakan yang akan diterapkan pada pengelolaan
merupakan suatu kendala. Oleh karena itu, semua aktor yang terlibat didalam aktivitas
pengeloaan sumberdaya alam pada skala DAS harus saling menyadari dampak yang
akan ditimbulkan oleh aktivitas yang dilakukannya (Asdak, 1995).
Kerusakan ekosistem di suatu DAS terutama disebabkan oleh kegiatan
manusia seperti penggundulan hutan, peladangan berpindah, pertanian lahan kering
yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, serta penggunaan
sumberdaya lahan yang tidak tepat. Kerusakan ekosistem tersebut menyebabkan
terganggunya kehidupan flora, fauna, sistem tata air, dan kualitas air dan tanah yang
pada gilirannya akan menyebabkan timbulnya kenaikan jumlah erosi sehingga lahan
menjadi kritis (Soemarwoto, 1996).
Erosi dan kekeringan merupakan masalah yang sering dihadapi akibat kurang
memperhatikan kaidah penataan ruang dalam pemanfaatan sumberdaya lahan yang
kurang bijaksana. Hal ini mendorong diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan
No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Penetapan Urutan Prioritas DAS
yang dinilai telah mengalami kerusakan lahan dan perlu segera mendapatkan
penanganan / direhabilitasi. Sebanyak 62 DAS ditetapkan sebagai prioritas I, 232
DAS sebagai prioritas II, dan 178 DAS sebagai prioritas III. Kondisi tersebut
menunjukan betapa banyaknya wilayah yang mengalami kerusakan hutan.
Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan (2007a), rekapitulasi DAS kritis
dan sangat kritis, sampai dengan tahun 2007 di Indonesia seluas 30.196.800 ha, yang
terdiri dari seluas 19.506.488 ha (65%) di dalam kawasan hutan dan seluas
10.690.312 ha (35%) di luar kawasan hutan. Sebagai gambaran, realisasi kegiatan
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN – RHL) dari Departemen
Kehutanan tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 seluas 1.966.034 ha, yang terdiri
dari seluas 846.904 ha di dalam kawasan hutan dan seluas 1.119.130 ha di luar
kawasan hutan (Departemen Kehutanan 2007b).
DAS Citamiang sebagai daerah yang dipilih dalam penelitian ini merupakan
bagian DAS Cisadane hulu dan merupakan salah satu DAS prioritas II dengan
prioritas penanganan erosi tinggi dan rawan banjir. Konsekuensi dari kondisi tersebut
menunjukan bahwa perlunya segera dilakukan kegiatan rehabilitasi lahan, karena erosi
yang tinggi dampaknya dapat menghilangkan lapisan tanah, hilangnya unsur hara,
kemerosotan produktivitas tanah, pendangkalan sungai yang dapat berakibat banjir,
3
Penataan kembali penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang telah
berpenduduk dan perencanaan penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang belum atau
jarang penduduknya, akan menyangkut berbagai pihak dan masyarakat luas, sehingga
kegiatan ini sering mengundang munculnya berbagai permasalahan. Khususnya di
Indonesia, Sandy (1980) mengemukakan sejumlah masalah pokok dalam usaha
penataan penggunaan lahan dan lingkungan hidup antara lain (1) adanya kontradiksi
antara kebutuhan untuk menjadi pemakai yang lebih luas di satu pihak dan
batasan-batasan yang berat demi lingkungan hidup; (2) peningkatan keperluan hidup di
pedesaan yang tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja; (3) terjadinya
kerusakan tanah karena kurangnya pemeliharaan sebagai akibat dari adanya jarak
bathin atau status hukum yang terlalu jauh antara penggarap tanah dan pemilik tanah.
Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian penggunaan lahan untuk memperoleh
pengelolaan penggunaan lahan yang optimal yaitu pengelolaan penggunaan lahan
yang dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat di suatu DAS dan
sekaligus dapat mengendalikan erosi.
Pembahasan mengenai erosi dalam rangka arahan penggunaan lahan tidak
lepas dari masalah ruang, sehingga diperlukan teknologi komputer yang mampu
melakukan pengolahan data spasial sekaligus data tabular yang merupakan atribut dari
ruang. Teknologi yang mampu melakukan tugas itu adalah teknologi Sistem Informasi
Geografis (SIG). Dengan teknologi SIG dimungkinkan untuk mengolah data ruang
atau spasial yang mempunyai referensi geografis maupun data atribut secara
terintegrasi.
Beberapa penelitian sejenis pernah dilakukan salah satunya adalah penelitian
yang pernah dilakukan oleh Selian (2003). Dalam Penelitian ini dilakukan akibat
sering terjadi konflik pemanfaatan ruang sehingga potensi yang terdapat di wilayah
tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Analisis optimalisasi yang
dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga teknik analisa yang berbeda. Pertama
adalah analisis kesesuaian lahan, dilakukan dengan teknik analisis spasial dengan
metode index overlay model yaitu dengan teknik sistem informasi geografis dengan
menggunakan software Arc/info dan Arcview. Kedua adalah analisis produktivitas
lahan, yaitu menghitung besarnya revenue dikurangi dengan fixed cost dan variable
dilakukan dengan program linier menggunakan software General Algebraic Modeling
System(GAMS).
Soraya et al. (2008) melakukan penelitian di Sub DAS Opak Hulu yang terletak
di Kabupaten Sleman, Bantul, dan Klaten yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan
lahan secara optimal dengan erosi minimum. Untuk penentuan tingkat erosi dengan
metode USLE. Sedangkan untuk memperoleh alokasi penggunaan lahan optimal
digunakan program linier dan teknik informasi geografi dengan software Arcview.
Perumusan Masalah
Laju erosi yang tinggi, peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan
produktivitas lahan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya lahan
dan berakibat pada perubahan penggunaan lahan yang ada tidak sesuai dengan daya
dukung lingkungan. Dampak perubahan lahan/tutupan lahan di kawasan DAS
Citamiang akan semakin memburuk dan tingkat kerusakan lahan akan semakin
meningkat bilamana di kelola dengan kurang tepat.
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji
dalam penelitian ini :
1. Berapa besar tingkat erosi akibat dari penggunaan lahan yang ada ?
2. Bagaimana preferensi masyarakat terhadap setiap perubahan penggunaan lahan.
3. Bagaimana tingkat produktivitas lahan dari setiap penggunaan lahan.
4. Bagaimana arahan penggunaan lahan yang optimal dengan mempertimbangkan
faktor-faktor fisik, sosial dan ekonomi ?
Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk:
Optimalisasi penggunaan lahan/penutupan lahan di DAS Citamiang
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi pemerintah
daerah Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan dan masyarakat dalam monitoring
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh topografi sehingga hujan yang jatuh dalam DAS tersebut tertampung, disimpan dan dialirkan ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi biasanya berupa punggung bukit, sedangkan di bawah pemisah tanah tersebut berupa batuan kedap (Manan, 1979).
Manan (1979) juga mengatakan bahwa DAS merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terdiri dari kondisi fisik, biologi, dan manusia yang satu sama lain saling berhubungan erat membentuk keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang dapat menopang kehidupan manusia secara terus menerus, maka diperlukan pengelolaan DAS yang berarti pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah, dan vegetasi dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan masyarakat berupa air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dan sebagainya.
Lahan dan Penggunaan Lahan
Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang (FAO, 1976).
Karakteristik suatu lahan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini yang menyebabkan perbedaan kualitas yang akan memberikan perbedaan kemampuan lahan untuk suatu penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan dapat merubah kualitas lahan. Perubahan ini bersifat positif bila memperhatikan daya dukung dan kemampuan lahan, dan dapat bersifat negatif bila dilakukan sebaliknya sehingga proses kerusakan lahan lebih menonjol.
Sedangkan penggunaan lahan pada dasarnya mempunyai pengertian mengenai
kegiatan manusia di bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Rintohardoyo, 2002).
Menurut Rintohardoyo (2002) penggunaan lahan didefinisikan sebagai suatu bentuk atau
rumput). Perubahan penggunaan lahan di Indonesia selalu dimulai dari wilayah lahan yang lingkungan fisik alamnya paling baik. Hal ini mengandung arti bahwa suatu kawasan yang memiliki keunikan, karakterisktik, tingkat kestrategisan dan potensi yang besar, dan lingkungan fisik alam yang baik itu setelah habis termanfaatkan, maka akan bergerak ke arah marginal, sebagaimana contoh perubahan fungsi ekologis penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan yang berorientasi ekonomi seperti penggunaan lahan untuk perkebunan, pertanian atau perumahan.
Bentuk penggunaan lahan yang tidak tepat karena aktivitas manusia dapat menyebabkan degradasi pada lahan, seperti erosi tanah dan penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dalam penggunaan lahan saat ini diperlukan karena kebutuhan lahan yang meningkat sedangkan kualitas dan kuantitas lahan terbatas. Lahan yang semakin terbatas mendorong terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan kondisi fisik lahannya tetapi di sisi lain mendorong terjadinya penggunaan lahan yang intensif. Intensifikasi penggunaan lahan selain dapat meningkatkan produktivitas lahan, akan tetapi sekaligus juga dapat meningkatkan luasan lahan kritis.
Erosi
Erosi adalah bentuk kerusakan tanah sebagai akibat dari kehilangan lapisan olah tanah (topsoil). Kehilangan lapisan olah tanah ini diakibatkan oleh terjadinya pengangkutan lapisan olah tanah dari suatu tempat ke tempat yang lain oleh media alam seperti air atau angin (Arsyad, 2006). Erosi yang terjadi secara alami dapat terjadi karena proses pembentukan tanah. Proses ini terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami sehingga proses erosi secara alami tidak perlu dikhawatirkan. Erosi pasti terjadi dan tidak mungkin tingkat erosi nol maka yang perlu dilakukan adalah mengusahakan erosi masih dalam batas yang dapat diterima. Aktivitas manusia seperti cara bertanam yang tidak mengikuti kaidah konservasi tanah dapat mempercepat proses erosi sehingga keseimbangan dapat terganggu. Oleh karena itu manusia harus memperhatikan kaidah konservasi tanah agar laju erosi tidak melebihi batas yang dapat diterima. Nilai batas erosi yang dapat diterima adalah nilai laju erosi yang tidak melebihi laju pelapukan batuan tetapi nilai ini bisa berbeda-beda tergantung tempatnya (Suripin, 2004).
7
menjadi erosi lembar (sheet erosion) yaitu pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah, erosi alur (riil erosion) yaitu pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal, erosi parit/ selokan (gully erosion) terjadinya sama seperti erosi alur tetapi alur yang terbentuk sudah besar sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa, erosi tebing sungai (river bank erosion) terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang mengalir dari atas tebing atau terjangan air sungai yang kuat pada belokan, tanah longsor (land slide) adalah erosi yang pengangkutan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar, erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah terangkatnya butir-butir tanah ke bawah ke dalam celah-celah tanah sehingga tanah menjadi kedap air atau udara.
Proses erosi terjadi melalui tiga tahap. Tahap-tahap tersebut adalah pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment), tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin (transportation), dan jika tidak tersedia lagi energi yang cukup untuk mengangkut pertikel maka tahap selanjutnya adalah pengendapan (sedimentation) (Suripin, 2004).
Program Linier
Program liner adalah salah satu metode untuk menyelesaikan masalah optimasi. Supranto (1993) dalam Selian (2003) program linier adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan nilai besarnya masing-masing variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan atau obyektif (objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan input yang ada. Pembatasan ini harus dinyatakan dalam pertidaksamaan-pertidaksamaan linier (linier inequalities). Dengan program linier dimungkinkan memperoleh alokasi optimal pemanfaatan tanah sampai fungsi obyektif mencapai nilai maksimumnya dengan semua persyaratan terpenuhi pada saat yang sama.
Dalam penelitian optimasi perancangan usaha tani sistem surjan ini yang menjadi faktor pembatas adalah : (1) jumlah air yang tersedia, (2) jumlah tenaga kerja yang tersedia, dan (3) luas lahan yang tersedia (sawah dan tegal).
Sistem Informasi Geografis
Wibawa (2006) melaksanakan penelitian Penyusunan Sistem Pendukung pengambilan keputusan dengan Sistem Informasi Geografis untuk Optimasi Penggunaan lahan. Dalam penelitian ini disusun sebuah aplikasi komputer berupa sistem pendukung pengambilan keputusan (DSS) berbasis SIG untuk melakukan prediksi erosi, penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) serta melakukan simulasi dampak perubahan penutupan lahan terhadap erosi dalam rangka merehabilitasi lahan sehingga dapat ditentukan penggunaan lahan yang optimal berdasarkan tingkat bahaya erosinya.
Campbell et al. (1992) melakukan penelitian dengan mengintegrasikan program linier dengan SIG untuk perencanaan alokasi pemanfaatan lahan untuk sektor pertanian di Antiqua. Tujuanya adalah untuk menentukan tanaman apa yang paling layak diusahakan dan luas lahan untuk mendapatkan hasil optimal.
Hal penting yang perlu diketahui dalam strategi pemanfaatan lahan untuk pertanian menggunakan metode ini adalah informasi tentang ketersedian sumber daya alam. Oleh karena ini tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menduga ketersedian sumberdaya alam yang dapat digunakan untuk pertanian. Di sini SIG digunakan untuk menduga konflik pemanfaatan lahan dan memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai data dasar sumberdaya alam. Sedangkan program linier digunakan untuk mengkombinasi data sumberdaya alam dengan informasi informasi ketersedian tenaga kerja, ramalan pasar, teknologi, dan informasi biaya yang digunakan untuk mengestimasi potensi ekonomi dari sektor pertanian tersebut
Selanjutnya, SIG digunakan lagi untuk pemetaan berdasarkan alokasi lahan yang dihasilkan oleh program linier. Hasil akhirnya adalah sebuah arahan kongkrit terhadap alokasi sumberdaya, menentukan ukuran lahan budidaya, aplikasi kebijakan dan pengimplementasiannya dalam bentuk proyek.
9
adalah optimasi pemanfaatan lahan guna meminimumkan pengangguran di daerah pedesaan. Dalam penelitian ini Chuvieco melakukan tiga pendekatan:
1 SIG digunakan untuk menyatukan data bagi alternatif pemanfaatan lahan yang luas
2 Data digunakan sebagai input dari model program linier yang menentukan pola pemanfaatan secara optimal, seperti diukur melalui fungsi obyektif terpilih dan tergantung pada semua hambatan yang diperlukan.
3 SIG sekali lagi dipakai untuk menghimpun pertimbangan spasial dari kriteria penerapan lainya bagi penyempitan solusi optimal program linier menjadi anjuran pemanfaatan lahan yang lebih rinci
Guerra dan Lewis (2002) juga telah berhasil memanfaatkan metode programming dengan teknik spasial sebagai proses untuk menemukan solusi ruang yang optimal sebagai habitat dari species margasatwa.
BAHAN DAN METODE
Kerangka Pendekatan Masalah
Dalam pengelolaan suatu daerah aliaran sungai (DAS) untuk mendapatkan
penggunaan lahan yang optimal perlu memperhatikan faktor fisik, ekonomi dan sosial.
Hal ini karena faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap pengelolaan suatu
daerah aliran sungai yang baik. Untuk itu tentunya diperlukan perencanaan tata ruang
yang baik dalam pengelolaan suatu DAS. Berdasarkan hal tersebut maka untuk dapat
menyusun perencanaan tata ruang dibutuhkan kajian arahan penggunaan lahan yang
tepat sehingga dapat diperoleh komposisi penggunaan lahan yang optimal seusai
dengan kondisi suatu DAS.
Untuk menyusun komposisi penggunaan lahan yang optimal di suatu DAS
tentunya diperlukan informasi tentang kondisi biofisik, ekonomi dan sosial. Informasi
biofisik tersebut meliputi kelas lereng, jenis tanah, dan penggunaan lahan aktual,
tingkat erosi.Untuk informasi faktor ekonomi yaitu seperti produktivitas lahan,
sedangkan untuk faktor sosialnya adalah keinginan masyarakat, sehingga diharapkan
dari ketiga faktor baik fisik, ekonomi dan sosial dapat disusun suatu skenario arahan
penggunaan lahan yang optimal dari suatu DAS yang telah terdegradasi.
Adapun analisis yang dilakukan untuk menentukan arahan penggunaan lahan
yang optimal yaitu dengan menumpang susunkan kriteria dari produktivitas lahan,
tingkat erosi serta preferensi masyarakat untuk mendapatkan skenario komposisi
penggunaan lahan yang optimal. Dengan demikian arahan penggunaan lahan dapat
dilakukan berdasarkan informasi tersebut. Pada akhirnya dapat disusun skenario
arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kebutuhan, daya dukung dan
karakteristik sumberdaya yang tersedia. Hal ini nantinya diharapkan dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan penentuan kebijakan dan penyusunan perencanaan tata ruang
penggunaan lahan di daerah aliaran sungai. Secara diagramatis kerangka pemikiran
11
[image:30.612.103.474.90.318.2]
Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di DAS Citamiang yang secara administratif
terletak di wilayah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. DAS Citamiang sebagai
satu ekosistem merupakan salah satu bagian sub DAS Cisadane Hulu yang saat ini
berada pada kondisi kritis di wilayah Jawa Barat yang perlu segera dilakukan
rehabilitasi. Lokasi penelitian DAS Citamiang disajikan dalam Gambar 2.
Penelitian lapangan dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus
2010.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil
interpretasi citra dan pengamatan lapangan dan data sekunder yang terdiri dari data
dalam bentuk peta analog beserta deskripsinya untuk berbagai tema dan data statistik.
Data dan sumber data tersebut dirinci pada Tabel 1.
Alat yang digunakan terdiri dari perangkat pemasukan, pengolahan dan
pengelolaan serta penyajian data SIG yaitu perangkat komputer, perangkat lunak
Sistem Informasi Geografis (PC Arclnfo ver. 3.5.2 dan ArcView ver. 3.3), scanner,
printer. Alat dalam pengamatan lapangan antara lain receiver GPS (Global positioning
System).
Degradasi Lahan
Optimasi
PenggunaanLahan
Produktivitas Lahan Turun
Tingkat Erosi Tinggi
Kesesuaian Penggunaan Lahan Tekanan Sumber Daya
Lahan
Keinginan Pola Penggunaan
LahanMasyarakat
13
Tabel 1 Data, sumber data dan penggunaan data
Data Sumber Data Penggunaan
Jenis Instansi
Batas Sub DAS Peta DAS skala 1 : 50.000
BPDAS Dephut Membatasi daerah penelitian
Penutupan Lahan
Citra SPOT 5 /data penutupan lahan dan observasi lapangan Badan Planologi Dephut
Pembuatan satuan lahan
Tanah Peta Tanah skala
1 : 100.000
Puslittanak Pembuatan satuan lahan
dan evaluasi kemampuan lahan Kemiringan Lereng Peta Kemiringan Lereng/Peta RBI skala 1 : 25.000
BPDAS Dephut / Bakosurtanal
Pembuatan satuan lahan
Tingkat Erosi Peta Tingkat Erosi dan Pengamatan Lapangan
BPDAS Dephut / Puslittanak
Indikasi tingkat erosi
Pengelolaan Lahan
Pengamatan lapangan
Indikasi tingkat erosi
Hasil Produksi Lahan
BPS / BPDAS Tingkat produktivitas lahan
Kawasan Hutan Peta Kawasan Tanah skala 1 : 250.000 Dephut/BPKH Dephut Membedakan status kawasan Wilayah Administrasi Peta Administrasi skala 1 : 25.000
BPDAS/Bappeda Mengetahui batas desa
Metode
Pengumpulan Data dan Penyusunan Basis Data
Penelitian ini akan dilaksanakan bertujuan untuk optimalisasi penggunaan
lahan sebagai tujuan utama dan tujuan khusus untuk mengidentfikasi pola distribusi
spasial penggunaan lahan optimal. Bentuk data yang dikumpulkan untuk mencapai
kedua tujuan tersebut dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer yang dimaksudkan disini adalah data yang diperoleh melalui
pengamatan langsung untuk memperoleh kondisi fisik dilapangan faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat erosi (A) seperti : faktor kemiringan lereng (LS),
primer lainnya diperoleh dengan menggunakan wawancara untuk memperoleh
data produktivitas lahan seperti : identitas responden, luas tiap penggunaan lahan
(hutan, tegalan/ladang, kebun campuran, sawah dan pemukiman) yang dimiliki
responden, hasil panen persatuan waktu dan persatuan luas (Rp/ha/th) dan juga
informasi lain yang berhubungan dengan produktuvitas lahan, sedangkan untuk
aspek sosial data yang dikumpulkan seperti hal-hal yang terkait dengan preferensi
responden (bagaimana cara masyarakat tersebut mengungkapkan sesuatu yang
lebih disenangi/diminati) seperti: identitas responden (nama, pendidikan, umur,
penghasilan), keinginan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan (sangat
tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, setuju dan sangat setuju) dan sekaligus juga
status dari kepemilikan lahan. Data diperoleh dengan wawancara dengan
kuesioner, dimana pemilihan sebagai responden ditentukan secara purposive
sampling. Seleksi masyarakat adalah masyarakat yang dianggap mampu untuk
memberikan informasi yang tepat dan benar.
2. Data Sekunder
Untuk data sekunder diperoleh dengan cara studi literatur/pustaka. Data-data yang
dikumpulkan berupa data peta (spasial) seperti peta Rupabumi Indonesia, peta
penggunaan lahan, peta tanah, peta kawasan hutan, peta batas DAS, peta wilayah
administrasi dan data sosial ekonomi wilayah DAS Citamiang.
Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data disajikan
dalam Tabel 2, sedangkan diagram alir tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 3.
Untuk penyusunan basis data spasial dan atribut sistem informasi geografis
dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Data yang berupa data spasial (peta)
dilakukan proses digitasi dan proses transformasi koordinat dengan sistem proyeksi
yang telah ditentukan sehingga data spasial mempunyai sistem koordinat yang sama.
Dari peta-peta yang telah terkumpul kemudian dipilih tema yang akan
digunakan dan didigitasi untuk disimpan dalam bentuk data digital dalam basis data.
Penyusunan basis data menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis
Arclnfo dan ArcView. Dalam tahap penyusunan basis data dilakukan penyusunan data
spasial digital dan data atribut untuk masing-masing tema serta penyamaan sistem
15
Tabel 2 Tujuan, jenis data, metode pengumpulan data dan metode analisis data
No Tujuan Jenis data Metode
pengumpulan data
Metode analisis data
1. Data primer
1 Tingkat erosi (A)
(ton/ha/th)
Panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)
Pengukuran langsung (abney level, meteran) + peta topografi
A = RKLSCP
(Wischmeir and Smith, 1978)
Faktor tanaman/penggunaan
lahan (C)
Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)
Faktor usaha konservasi (P) Pengecekan lapang,
wawancara (kuisioner) 2 Produktivitas
Lahan (P) (Rp/ha/th)
Jumlah penerimaan (Rr) Pengecekan lapang,
wawancara (kuisioner)
P = Rr - Cc
Biaya tetap dan
biaya operasional (Cc)
Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)
Jenis tanaman Pengecekan lapang,
wawancara (kuisioner)
3 Kenginan masyarakat Identitas responden (nama,
pendidikan,umur,penghasilan),
keinginan masyarakat (sangat
setuju, setuju, agak setuju, dan
tidak setuju).
Pengecekan lapang, wawancara (kuisioner)
Analisis deskriptif
2. Data sekunder
4 Satuan lahan Peta kelerengan, Peta
penggunaan lahan, Peta tanah
BPDAS Metode overlay
(tumpang susun)
5 Tingkat erosi Data curah hujan (R) Stasiun Pasir Buncir A = RKLSCP
Erodibilitas tanah (K) Penelitian
sebelumnya Kurnia dan Suwardjo, 1984 dalam Setiawan 2007; Sutrihadi, 2006
6 Data penunjang Hasil studi sebelumnya Laporan penelitian
Mulai
Persiapan Data
Peta Penggunaan
Lahan
Peta Curah Hujan
Citra SPOT5 Peta
Kelas Lereng Peta
Jenis Tanah
Overlay
Peta Satuan Lahan
Koreksi Peta Satuan Lahan
Preferensi Masyarakat
Perhitungan Erosi Aktual
(USLE) Karakteristik Fisik
Lahan
Tingkat Erosi
Model Optimasi Penggunan Lahan dengan Linier Program
Peta Arahan Penggunaan Lahan
[image:35.612.96.557.116.713.2]Selesai
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
Optimalisasi Spasial
Produktivitas Lahan Pengamatan/Pengambilan
17
Analisa Data
Satuan Lahan. Dalam penelitian ini wilayah kajian yaitu DAS Citamiang dimodelkan dengan pembuatan satuan lahan. Satuan lahan ini merukan hasil tumpang susun dari
peta kelerengan, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan. Tujuan dari pembuatan
satuan lahan yaitu memodelkan lahan yang mempunyai keseragaman faktor biofisik
seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya.
Prediksi tingkat erosi. Data wilayah kajian yang telah disusun satuan lahan berdasarkan kesamaan lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan tersebut. Selanjutnya
satuan-satuan lahan ini digunakan sebagai satuan analisa untuk prediksi tingkat erosi
(A). Prediksi tingkat erosi berdasarkan perhitungan prediksi nilai erosi aktual yaitu
dengan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeir and Smith,
1978).
Rumus prediksi erosi USLE adalah:
A = RKLSCP
dimana:
A = laju prediksi erosi atau besarnya kehilangan tanah persatuan
luas lahan (ton/ha/tahun) yang terjadi pada kondisi penggunaan
lahan sekarang.
R = erosivitas hujan,
K = erodibilitas tanah
LS = faktor kemiringan dan panjang lereng
C = faktor tanaman/penggunaan lahan
P = faktor usaha konservasi
Penentuan kriteria kelas tingkat erosi yang digunakan dalam penelitian ini disajikan
dalam Tabel 3.
Tabel 3 Kelas tingkat erosi
No Tingkat erosi (ton/ha/th) Kelas tingkat erosi
1 < 15 Sangat rendah
2 15 ~ 60 Rendah
3 60 ~ 180 Sedang
4 180 ~ 480 Tinggi
5 > 480 Sangat tinggi
Erosivitas Hujan (R). Faktor R adalah angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. Sesuai kondisi di daerah
penelitian luas dearah penelitian yang relatif tidak luas, yang cukup dihitung dari data
satu stasiun saja , dalam penentuan nilai R ditetapkan berdasarkan rumus Lenvain
(1975) , dalam Bols (1978) yang diperoleh dari hasil penjumlahan RM selama setahun
yaitu sebagai berikut :
RM : 2,21 (Rain)m 1,36
Dimana RM : erosivitas hujan bulanan
(Rain) m : curah hujan bulanan (cm)
Erodibilitas Tanah (K). Erodibilitas tanah adalah yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran
air hujan Nilai faktor erodibilitas tanah diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya
K untuk beberapa jenis Tanah (Undang Kurnia dan Suwardjo 1984 dalam Setiawan,
2007; Sutrihadi, 2006). Tabel nilai K sebagaimana yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai erodibilitas (K) beberapa jenis tanah
Nilai K
Jenis tanah Bahan induk
Kisaran Rata - rata Latosol Darmaga
(Haplorthox) Tufa Volkan 0,02 ~ 0,04 0,03
Latosol Citayam
(Haplortox) Tufa Volkan 0,08 ~ 0,09 0,09
Regosol Tanjung
Hardjo (Troporthents) Batu Liat Berkapur 0,11 ~ 0,16 0,14 Grumusol Jegu, Blitar
(Chromuderst) Napal 0,24 ~ 0,30 0,27
Podsolik Jonggol
(Tropudults) Batu Liat 0,12 ~ 0,19 0,16
Mediteran Citayam
(Tropohumults) Tufa Volkan 0,09 ~ 0,11 0,1
Mediteran Putat
(Tropaqualfs) Breksi Berkapur 0,16 ~ 0,29 0,23
Mediteran Punung
(Tropaqualfs) Breksi Berkapur 0,18 ~ 0,25 0,22
Podsolik Merah Kuning Pekalongan, Lampung Tengah (Tropudults)
Dasitik 0,32
Typic Hapludands Tuff vulkan
andesitik 0,20
Andic Humitropepts Abu Volkan 0,19
[image:37.612.113.488.381.709.2]19
Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi.
Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi
dan kemungkinan terjadinya deposisi sediment. Pada umumnya, kemiringan lereng
diperlakukan sebagai factor yang seragam.
Apabila sulit untuk mendapatkan / menentukan parameter lereng, maka
pengaruh panjang lereng dapat diabaikan dan yang berpengaruh hanya kemiringan
lereng (Hardjowigeno, Widiatmaka 2001). Tabel 5 menyajikan penilaian nilai LS
menurut kelas lereng.
Tabel 5 Penilaian kelas kelerengan
Kemiringan Lereng (%) Nilai LS
<=8 0,25
8 ~ < 15 1,20
15 ~ < 25 4,25
25 ~ < 40 9,50
>=40 12,00
Sumber : Hardjowigeno, Widiatmaka 2001
Faktor Tanaman/Penggunaan Lahan (C). Untuk pendugaan jenis penggunaan lahan pada setiap satuan lahan pengamatan didasarkan pada peta penggunaan lahan
dan pengamatan lapang. Penilaian faktor ini menggunakan nilai faktor C yang
disajikan pada Tabel Pemilihan Jenis Tanaman dan Nilai Faktor C dalam Tabel
Lampiran 3.
Faktor Usaha Konservasi (P). Sedangkan untuk penilaian faktor pengelolaan tanah (P) didasarkan pada hasil pengamatan lapang dan nilai factor P hasil penelitian
Puslitnak yang disajikan pada table Pemilihan Tindakan Konservasi dan Nilai Faktor
P dalam Lampiran 4.
Produktivitas lahan. Nilai produktifitas lahan per satuan luas per satuan waktu (ton/ha/th). Namun pada penelitian ini untuk memudahkan dalam perhitungan analisa
satuan (ton/ha/th) langsung dikonversi ke dalam satuan (Rp/ha/th), data untuk nilai
produktivitas lahan diambil dari pengamatan langsung dan wawancara terhadap
jumlah penerimaan dan biaya tetap dan operasional dari masing-masing komoditas
dari setiap penggunaan lahan terhadap responden terpilih di dua desa.. Perhitungan
nilai produktifitas untuk masing-masing penggunaan lahan secara umum didasarkan
operasional yang harus dikeluarkan (Rahayu, 2000) Nilai produktifitas tersebut dapat
dipresentasikan secara matematis sebagai berikut:
P = Rr – Cc
dimana :
P = Nilai produktifitas (productivity)
Rr = Jumlah penerimaan (revenue)
Cc = Biaya tetap dan biaya operasional (cost)
Dengan menggunakan persamaan tersebut di atas maka dapat dihitung nilai
produktifitas lahan dari masing-masing penggunaan lahan dalam satuan hektar.
Nilai produktivitas lahan untuk masing-masing penggunaan lahan, dihitung
sebagai berikut :
- Nilai produktivitas hutan dihitung berdasarkan jumlah penerimaan hasil panen
per hektar dikurangi dengan jumlah biaya operasional (misal : pembelian
pupuk, benih dan tenaga kerja).
- Nilai produktivitas untuk kebun campuran dihitung bedasarkan nilai rata-rata
dari jenis penggunaan lahan untuk tananaman kayu (sengon, akasia) dan
tanaman semusim (tanaman obat : kumis kucing, ubi) dari jenis tanaman kayu
maupun tanaman semusim yang mendominasi di wilayah penelitian.
- Nilai produktivitas untuk ladang/tegalan dihitung dari jenis tanaman yang
mendominasi di wilayah penelitian yaitu tanaman jagung berdasarkan jumlah
penerimaan hasil panen per hektar dikurangi dengan jumlah biaya operasional
(misal : pembelian pupuk, benih dan tenaga kerja).
- Nilai produktivitas untuk sawah dihitung berdasarkan nilai rata-rata hasil
panen per hektar dikalikan dengan harga yang berlaku selanjutnya dikurangi
dengan biaya produksi yang dikeluarkan (misal : pembelian pupuk, benih dan
tenaga kerja).
- Nilai produktivitas untuk pemukiman dihitung berdasarkan pendekatan nilai
rumah yang disewa / di kontrakan di lokasi penelitian dalam setahun.
Keinginan masyarakat. Porteous (1977) mengemukakan bahwa persepsi yang berulang-ulang membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk
menyenangi, tertarik dan memilih sesuatu dengan membandingkan dengan sesuatu
21
perilaku yang bersifat pribadi dan subyektif, namun mempunyai arti penting dan
kedudukan yang kuat dalam diri setiap manusia. Dalam penelitian ini keinginan
masyarakat ini dinilai dari setuju/tidaknya terhadap perubahan penggunaan lahan
dalam rangka untuk optimalisasi penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan
dalam hal ini seperti : preferensi masyarakat terhadap perubahan sawah menjadi
hutan, kebun campuran menjadi hutan ataupun sebaliknya.
Keinginan masyarakat ini dianalisis secara deskriptif dengan mengambil data
dari wawancara dan kuisioner terhadap responden (petani/pemilik lahan) yang
ditentukan dengan teknik purposive sampling pada setiap kepemilikan lahan. Hasil
data ditabulasikan dalam bentuk tabel dan diagram dan kemudian dianalisa secara
deskriptif.
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Program Linier
Dalam usaha untuk meminimal erosi dalam rangka arahan penggunaan lahan
optimal dalam penelitian ini lebih ditekankan pada modifikasi faktor pengelolaan
tanaman/penggunaan lahan (faktor C) karena faktor ini merupakan faktor yang
sepenuhnya dapat direkayasa. Sedangkan skenario yang digunakan dalam
memformulasikan model optimasi ini di DAS Citamiang sebagai berikut:
1. Luas area DAS adalah luas total area penggunaan lahan/satuan lahan DAS.
2. Luas pemukiman adalah tetap
3. Luas sawah dapat mengalami pengurangan
4. Luasan hutan sebaiknya ditambah karena fungsinya sebagai penahan laju erosi.
Mengatur tata air tanah, dan sebagai fungsi lindung;
5. Kawasan lindung terdiri dari penggunaan lahan berupa hutan;
6. Kawasan penyangga terdiri dari kebun campur;
7. Kawasan budidaya terdiri dari sawah, pemukiman, ladang/tegalan.
8. Produktivitas lahan sebaiknya lebih besar dari produktivitas sebelum optimasi
9. Luas lahan harus positif
Dari asumsi-asumsi di atas, analisis model matematis skenario dari analisis
optimasi yang bertujuan untuk meminimalkan erosi (Z) dapat dinyatakan dengan
persamaan dan pertidaksamaan berikut:
MinimumZ =
C
X
iA
n
i
i 2
/
1⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
∑
Selanjutnya untuk fungsi kendala dari model, disajikan sebagaimana dalam
[image:41.612.100.516.127.747.2]Tabel 6:
Tabel 6 Fungsi kendala
No Fungsi kendala Keterangan
(1)
∑
∑
= ==
n i i n i iX
X
1 1 1 2Jumlah luas semua lahan sebelum optimasi sama dengan jumlah luas semua lahan setelah optimasi.
(2) X4(t2) > X 4(t1) Luas lahan pemukiman hasil optimasi (t2)dapat lebih besar dari luas lahan pemukiman sebelum konversi (t1).
(3) X1(t2) > X 1(t1) Luas lahan hutan hasil optimasi (t2) tidak berkurang.
(4) X5(t2) ≤ X 5(t1) Asumsi : luas lahan sawah hasil optimasi (t2) tetap
(5) X5(t2) > X 5(t1) Preferensi masyarakat : masyarakat ingin luas lahan sawah tetap.
(6) X2(t2) > X 2(t1) + P. X3(t1) Preferensi masyarakat : masyarakat ingin mengubah ladang X3(t1) menjadi kebun campur
X2(t2). Hasil survey preferensi masyarakat menunjukkan luas ladang ladang yang dapat dikonversi 84% luas ladang awal ( P = 0.84 )
(7) X2(t2) > X 2(t1) Luas lahan kebun campur hasil optimasi (t2) lebih besar dari luas lahan kebun campur sebelum optimasi (t1).
(8) X3(t2) > 0.26.X3(t1) Luas lahan ladang hasil optimasi (t2) lebih besar atau sama dengan merupakan luas ladang sebelum konversi dikurangi jumlah luasan ladang yang dikonversi
(9)
Yi
X
Yi
X
n i i n i i∑
∑
= =≥
1 1 1 2Asumsi : produktifitas lahan hasil optimasi hendaknya lebih besar dari produktivitas sebelum optimasi.
(10) Xi2 > 0 Kendala non negativitas : luas lahan harus positif
dimana :
Z = erosi (ton/ha/th)
Xij = luas lahan (area dari setiap penggunaan lahan ke i dan waktu ke j)
i = 1,2...5 (1 = hutan, 2 = kebun campuran, 3 = tegalan/ladang, 4 = pemukiman dan 5 = sawah).
n = 5 (jumlah penggunaan lahan/penutupan lahan pada areal penelitian) j = 1,2, (1 = awal dan 2 = optimal).
A = total luas lahan
23
P = proporsi preferensi masyarakat
Ci = tingkat erosi penggunaan lahan ke i (data aktual)
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Berbasis Sistem Informasi Geografis
Seiring dengan pesatnya pembangunan diikuti oleh laju pertumbuhan
penduduk, semakin meningkatkan kebutuhan akan lahan yang mengakibatkan lahan
berubah. Perubahan tersebut dapat terjadi dari hutan menjadi lahan pertanian, atau dari
lahan pertanian menjadi non-pertanian.
Kondisi di daerah penelitian, indikasi terjadinya peningkatan kebutuhan akan
lahan juga terjadi. Namun, peningkatan ini menyebabkan perubahan penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Salah satu indikasinya yaitu terjadi
tingkat erosi yang tinggi. Arsyad (2006) mengemukakan bahwa penggunaan lahan
yang kurang sesuai dengan kemampuan lahannya akan berdampak buruk terhadap
lingkungan, seperti banjir, kekeringan dan erosi yang pada giliranya akan menurunkan
produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam optimasi arahan penggunaan lahan berbasis sistem informasi geografis
skenario rancangannya dalam penelitian ini, ditetapkan berdasarkan produktivitas
lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat. Metode yang digunakan adalah dengan
metode tumpang susun (overlay) terhadap ketiga tema tersebut. Penetapan arahan
perubahan penggunaan lahan optimal (PPPL) diperoleh berdasarkan penjumlahan
aritmatik dari kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat
tersebut yang dimodelkan dengan formula sebagai berikut:
PPPL = {(a x PL) + (b x TE) + (c x PM)}
dimana :
a = bobot produktivitas lahan b = bobot tingkat erosi
c = bobot preferensi masyarakat PL = skor produktivitas lahan TE = skor tingkat erosi
PM = skor preferensi masyarakat
Penentuan bobot setiap kriteria dari produktivitas lahan, tingkat erosi dan
prefererensi masyarakat digunakan metode ranking, yaitu ditentukan oleh ahlinya
(expert judgment). Jaya (2009) mengemukakan bahwa dalam metode ini setiap elemen
peubah diberi nilai berdasarkan tingkat kepentinganya yang dinyatakan dengan nilai
Selanjutnya untuk penentuan skor kriteria dari produktivitas lahan dan
prefererensi masyarakat digunakan metode matrik perubahan penggunaan lahan yang
didasarkan pada ratio arahan perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan dengan
kondisi aktual produktivitas lahan dan prefererensi masyarakat hasil pengukuran di
lokasi penelitian. Sedangkan untuk skor tingkat erosi didasarkan pada klasifikasi
tingkat erosi dari Hardjowigeno, Widiatmaka (2001).
Jaya et al. (2007) mengemukakan bahwa stadarisasi nilai skor diperlukan jika
variabel yang digunakan memiliki skala yang berbeda. Proses standarisasi nilai skor
untuk ratio skala perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan dari kriteria
produktivitas lahan dan prefererensi masyarakat menggunakan rumus :
1 4+
− − =
min max
min
Skor Skor
Skor X Y
Dimana :
Y = Nilai skor standarisasi (baru)
X = Skor awal (input)
max
Skor = Skor maksimum
min
Skor = Skor minimum
Tahapan akhir penentuan perubahan penggunaan lahan optimal dengan
pendekatan sistem informasi geografi yaitu menentukan lokasi (spasial) dengan
menggunakan pendekatan tehnik penelurusan data (query) dari kriteria dari
produktivitas lahan, tingkat erosi dan prefererensi masyarakat dengan dasar dari
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Kependudukan
Masyarakat yang bermukim di DAS Citamiang tersebar di dua RW di dua desa
yang berbeda. Jumlah penduduk di Desa Pasir Buncir dan desa Wates jaya. Kondisi
penduduk sebagai lokasi wilayah penelitian model arahan penggunaan lahan optimal
di DAS Citamiang merupakan bagian dari Sub DAS Cisadane bagian hulu sebanyak
13.030 orang yang terdiri dari 6.842 laki-laki dan 6.188 perempuan dengan jumlah
kepala keluarga 3.276 orang. Dengan demikian rata-rata tiap keluarga terdiri dari 4
orang.
Iklim dan Hidrologi
Kondisi iklim di DAS Citamiang didekati dengan menggunakan data iklim
yang diperoleh dari stasiun Pasir Jaya yang terletak didekat lokasi (berjarak sekitar 3
km dari outlet DAS Citamiang). Rata-rata curah hujan tahunan (data 5 tahun) yang
tercatat di stasiun tersebut disajikan pada Tabel Lampiran 6.
Pada tabel Lampiran 6 tersebut menunjukan bahwa curah hujan dilokasi studi
cukup tinggi dengan rata-rata tahunan sekitar 3256 mm. Distribusi hujan bulanan di
wilayah studi cukup merata, dengan bulan basah (bulan dengan jumlah hujan ≥ 200
mm) terjadi selama 9 bulan yaitu dari bulan September sampai Mei dan bulan kering
(bulan dengan curah hujan < 100 mm) hanya satu bulan, yaitu bulan Juni.
Kemiringan Lereng
Peta kemiringan lereng diperoleh dengan analisis kemiringan lereng dari peta
kontur. Pembuatan peta dilakukan dengan digital elevation model (DEM) yang dibuat
secara komputerisasi. Pembuatan peta kemiringan lereng dengan cara ini mempunyai
keuntungan yaitu dengan mudah dapat dilakukan berbagai manipulasi kelas
kemiringan lereng sesuai dengan keperluan pengguna, juga dapat ditampilkan dalam
bentuk tiga demensi dan aspek lereng.
Kondisi kemiringan lereng di Citamiang cukup beragam dengan kelerengan
yang bervariasi dari datar sampai sangat curam yang disajikan pada Tabel 7 dan
Tabel 7 Sebaran kelas lereng dilokasi DAS Citamiang
Kelas lereng Luas
Kode Deskripsi Kemiringan (%) Hektar %
A Datar 0 ~ ≤ 8 89,2 5,04
B Landai 8 ~ < 15 58,5 3,31
C Agak curam 15 ~ < 25 94,0 5.31
D Curam 25 ~ < 40 252,3 14.24
E Sangat curam ≥ 40 1276,0 72,10
Total 1770.0 100.00
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa kemiringan lereng daerah penelitian
bervariasi dari datar hingga sangat curam. Kemiringan lereng terluas adalah pada
kelas kemiringan lereng ≥ 40 % seluas 1276,0 Ha. Sedangkan yang terkecil pada kelas
kemiringan lereng 8 – < 15 % seluas 58,5 Ha.
Jenis Tanah
Jenis tanah di daerah penelitian berdasarkan peta tanah yang dikeluarkan oleh
Puslitanak (1992) yaitu sebagai berikut :
1) Andic Humitropeps
Tanah ini berkembang dari tuf volkan andesitik, tekstur halus, drainase cepat dan
baik, tersebar pada wilayah bergelombang sampai berbukit.
2) Typic Hapludands
Tanah Typic Hapludands terbentuk dari tuf dan abu volkan intermedier, terdapat
di lereng atas G. Salak. Bentuk wilayah bervariasi dari berombak sampai
bergunung. Tanah telah mempunyai perkembangan profil lemah, penampang
tanah sedang sampai sangat dalam, lapisan atas kaya bahan organik berwarna
coklat gelap sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai agak kasar berpasir
semu dan berbatu. Lapisan bawah berwarna coklat hingga coklat kekuningan,
struktur lemah granular. Tingkat kesuburan cukup baik, terutama yang betekstur
sedang. Tanah mudah meresapkan air, permeabilitasnya agak lambat, tanah
berbatu dan mudah longsor karena stabilitas agregat rendah. Potensi tanah cukup
baik untuk tanaman palawija dan sayuran dengan faktor pembatas utama adalah
berbatu dan adanya lapisan padas. Luas masing-masing Satuan Peta Tanah
disajikan dalam Tabel 8, sedangkan lokasi dan persebaranya disajikan pada
27
Tabel 8 Jenis dan karakteristik umum tanah di DAS Citamiang
Jenis tanah Bahan
induk Solum Drainase Tekstur
Luas
Hektar %
Typic Hapludands
Tuff vulkan andesitik
Dalam Baik Halus 1643,7 92,86
Andic Humitropepts
Abu
volkan Sedang Baik Halus 126,3 7,14
Jumlah 1770.0 100.00
Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan
Penggunaan lahan di lokasi penelitian cukup bervariasi yang sebagian besar
digunakan untuk hutan, kebun campuran, ladang/tegalan, sawah dan pemukiman
Hutan (H)
Penggunaan lahan hutan di daerah penelitian merupakan hutan tanaman pinus
yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kebun Campuran (K)
Kebun campuran di daerah penelitian kebun dengan beberapa jenis tanaman.
Tanaman campuran yang dijumpai merupakan campuran antara tanaman tahunan
dengan tanaman semusim, campuran antara berbagai tanaman dengan semak dan
belukar dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Ladang/Tegalan (TL)
Tegalan/ladang yang terdapat di daerah penelitian merupakan sistem pertanian
tanah kering dengan tanaman semusim. Tanaman yang diusahakan pada umumnya
ketela, jagung dan sayur-sayuran. Penyebaran penggunaan lahan tegalan/ladang pada
umumnya pada lereng bukit atau bagian tengah sampai bagian bawah.
Pemukiman (P)
Pemukiman yang berada di daerah penelitian merupakan pemukiman desa.
Pemukiman umumnya tergabung dengan penggunaan lain yang tersebar di
lahan-lahan berlereng datar hingga berlereng sedang.
Sawah (S)
Penggunaan lahan sawah di daerah penelitian sebagaian besar merupakan
sawah irigasi. Penyebaran untuk penggunaan lahan sawah umumnya berada di
Gambar 4 Kebun campuran
Gambar 5 Hutan pinus dan sawah Gambar 6 Ladang/tegalan
dan kebun campuran
Untuk luas dari masing-masing penggunaan lahan di daerah penelitian
disajikan pada Tabel 9 dan persebaranya dari penggunaan lahan disajikan pada
29
Tabel 9 Penggunaan lahan di lokasi DAS Citamiang
No Penggunaan lahan Luas
Hektar Persen
1 Hutan 1036,9 58,58
2 Kebun campuran 109,0 6,16
3 Ladang/tegalan 544,5 30,76
4 Pemukiman 13,3 0,75
5 Sawah 66,3 3,75
Jumlah 1770.0 100.00
Satuan Lahan
[image:48.595.101.513.414.780.2]Satuan lahan merupakan satuan lahan yang mempunyai jenis tanah, kemiringan yang dan penggunaan lahan seragam, yang diperoleh dengan menumpang tindihkan (overlay) peta tanah dan peta lereng dan peta penggunaan lahan.. Sedangkan hasil tumpang susun (overlay) dan persebaran satuan lahannya disajikan dalam Gambar 10 dan untuk luas dari masing-masing satuan lahan disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Satuan lahan di DAS Citamiang
No Satuan lahan Penggunaan lahan Luas
Hektar Persen
1 H210 Hutan 2,9 0,2
2 H230 Hutan 5,3 0,3
3 H240 Hutan 154,8 8,7
4 H250 Hutan 874,0 49,4
5 K130 Kebun campuran 12,7 0,7 6 K140 Kebun campuran 12,7 0,7 7 K150 Kebun campuran 11,9 0,7 8 K210 Kebun campuran 0,05 0,003 9 K220 Kebun campuran 0,5 0,03 10 K230 Kebun campuran 6,3 0,4 11 K240 Kebun campuran 15,7 0,9 12 K250 Kebun campuran 49,3 2,8 13 P110 Pemukiman 2,2 0,1 14 P140 Pemukiman 3,0 0,2 15 P210 Pemukiman 4,7 0,3 16 P230 Pemukiman 3,3 0,2 17 P240 Pemukiman 0,4 0,02 18 P250 Pemukiman 0,5 0.03
Tabel 10 (lanjutan)
No Satuan lahan Penggunaan lahan Luas
Hektar Persen
20 S140 Sawah 0,7 0,04
21 S150 Sawah 2,9 0,2
22 S210 Sawah 41,6 2,4
23 S230 Sawah 7,4 0,4
24 S240 Sawah 2,0 0,1
25 TL110 Ladang/tegalan 2,4 0,1 26 TL120 Ladang/tegalan 1,4 0,08 27 TL130 Ladang/tegalan 19,2 1,1 28 TL140 Ladang/tegalan 21,9 1,2 29 TL150 Ladang/tegalan 34,2 1,9 30 TL210 Ladang/tegalan 31,1 1,8 31 TL220 Ladang/tegalan 46,2 2,6 32 TL230 Ladang/tegalan 74,3 4,2 33 TL240 Ladang/tegalan 50,0 2,8 34 TL250 Ladang/tegalan 263,65 14.817
Total 1770 100
[image:49.595.45.492.71.816.2]HASIL DAN PEMBAHASAN
Prediksi Tingkat Erosi
Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor-faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11.
Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th. Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000). Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang
Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun)
Luas (ha)
Hutan 17,17 1036,90
Kebun Campuran 168,37 109,00
Ladang/Tegalan 1033,88 544,50
Pemukiman 19,39 13,30
Sawah 34,09 66,3
Jumlah 1770,00 Sumber : Analisis peta
Prediksi tingkat erosi dalam berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 tingkat erosi sangat tinggi terjadi pada penggunaan lahan Tegalan/ladang seluas 463,36 ha, sedangkan erosi tinggi terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran seluas 61 ha. Untuk penggunaan lahan hutan erosi yang terjadi pada tingkat erosi rendah yaitu seluas 1028,30 ha dan sangat rendah seluas 8,60 ha. Sebaran tingkat erosi dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 11.
Tabel 12 Tingkat erosi (A) pada setiap penggunaan lahan (ha) di DAS Citamiang Penggunaan
lahan
Tingkat erosi (ha)
ST T S R SR Jumlah %
Hutan - - - 1.028,30 8,60 1036,90 59,00
Kebun campuran
- 61,12 47,39 0,49 - 109,00 6,00
Tegal/ladang 463,36 - 47.66 33,48 - 544,50 30,00
Pemukiman - - - 7,16 6,14 13,30 1,00
Sawah - - - 18,55 47,75 66,30 4,00
Total 1770,00 100
Sumber : Analisa Peta
Keterangan : ST = Sangat tinggi, T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah, SR = Sangat rendah
1028.3, 58%
8.6, 0% 61.12, 3% 47.39, 3% 0.49, 0% 463.36, 26%
47.66, 3%33.48, 2% 7.16, 0% 6.14, 0%
18.55, 1%
47.75, 3% Hutan R Hutan SR
Kebun campuran T Kebun campuran S
Kebun campuran R Tegal/Ladang ST
Tegal/Ladang S Tegal/Ladang R
Pemukiman R Pemukiman SR
Sawah R Sawah SR
Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan adalah salah satu dari kriteria yang dipakai untuk pendekatan dalam rangka meminimalkan erosi disamping sebagai ukuran keberhasilan pengelolaan suatu daerah aliran sungai. Nilai produktivitas lahan dihitung berdasarkan besarnya penerimaan setiap pemanfaatan ruang dikurangi biaya operasional dalam satuan Rp/ha/th, konversi nilai produktivitas lahan dalam satuan Rp/ha/th dimaksudkan untuk penyeragaman nilai produktivitas lahan dari berbagai penggunaan lahan yang terdapat di DAS Citamiang yang memiliki nilai produktivitas lahan yang berbeda-beda. Nilai produktivitas lahan per hektar diambil dari data sekunder dan survey lapangan, sedangkan harga nilai masing-masing komoditas berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk dan dinas terkait. Dalam setiap kegiatan pemanfaatan ruang akan menghasilkan output produksi yang memiliki nilai berbeda. Produktivitas lahan dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam berproduksi, disamping itu juga dipengaruhi oleh jenis kegiatan pemanfaatan tanah tersebut. Ini berarti bahwa jenis penggunaan lahan yang berbeda akan memiliki nilai produktivitas lahan yang berbeda pula.
Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap beberapa kegiatan penggunaan lahan di wilayah penelitian, diperoleh nilai produktivitas lahan terbesar adalah kebun campuran. Nilai produktivitas yang terkecil adalah penggunaan lahan tegalan / ladang. Nilai produktivitas lahan selengkapnya disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Produktivitas lahan beberapa jenis penggunaan lahan di DAS Citamiang (Rp/ha/tahun)
No Jenis penggunaan lahan Produktivitas lahan
(Rp/ha/th)
1 Hutan 1.065.000
2 Kebun campuran 1.822.900
3 Ladang/tegalan 925.000
4 Pemukiman 1.660.000
5 Sawah 1.440.000
Sumber : Hasil survey lapangan
Penelitian Selian (2003), mengukur produktivitas lahan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian dengan menggunakan metode yang sama
[image:57.595.5