UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN KARYAWAN OUTSOURCING”
(Studi Kasus Pada PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau di Medan)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH :
MONICA. THEODORA. B NIM : 040309076
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama : MONICA. THEODORA. B
NIM : 040309076
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Analisis Perbandingan Kinerja Antara Pegawai Tetap dengan Karyawan Outsourcing (Studi Kasus pada PT.PLN (Persero Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau di Medan)
Medan, Agustus 2008
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
(Dra.Beti Nasution, M.Si) (Dr. Marlon Sihombing, MA)
NIP. 131 757 009 NIP. 131 568 391
Dekan Fisip USU
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
memberikan kasih-Nya tiada berpilih, sayang-Nya tiada terbilang, dan atas berkat dan
karunia-Nya pulalah yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk
menyusun proposal skripsi ini.
Dan karena-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul
“Pengaruh Program Program Outsourcing Terhadap Kinerja Karyawan Outsourcing
(Studi Kasus pada Karyawan Outsourcing pada PT. PLN (Persero) Proyek Induk
Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau”.
Dalam proses penyelesaian proposal ini, penulis telah berusaha semaksimal
mungkin. Namun penulis menyadari, bahwa proposal ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, bahkan jauh dari kesempurnaan dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sajalah penulis serahkan,
karena hanya Dia-lah yang Maha Sempurna dan Maha Besar.
Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama
kepada penulis, serta bisa menjadi salah satu rujukan atau referensi bagi yang akan
melakukan penelitian dalam bidang yang sama dan bagi yang membutuhkannya.
Semoga berkat dan kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa menyertai kita semua
Medan, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAK ... ix
BAB.I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH ... 1
I.2 PERUMUSAN MASALAH ... 4
I.3 TUJUAN PENELITIAN ... 5
I.4 MANFAAT PENELITIAN ... 5
I.5 KERANGKA TEORI ... 6
I.5.1 OUTSOURCING (Alih Daya) ... 6
I.5.1.1 Pengertian Outsourcing ... 6
I.5.1.2 Manfaaf dan Tujuan Outsourcing ... 8
I.5.1.3 Sumber Hukum Outsourcing ... 10
I.5.1.4 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Outsourcing ... 15
I.5.1.5Sejarah PenggunaanOutsourcing pada PT.PLN (Persero) ... 16
I.5.2 Pembagian Tenaga Kerja ... 19
I.5.3 Motivasi ... 20
I.5.3.1 Teori-Teori Motivasi ... 22
I.5.3.2 Asas-Asas Motivasi ... 27
I.5.4 KINERJA ... 28
I.5.4.1 Pengertian Kinerja ... 28
I.5.4.2 Kinerja Individu (Karyawan) ... 30
I.5.4.3 Semangat dan Gairah Kerja Karyawan ... 32
I.6 HIPOTESIS ... 37
I.7 DEFENISI KONSEP ... 38
I.8 DEFENISI OPERASIONAL ... 39
BAB.II METODE PENELITIAN
II.1 BENTUK PENELITIAN ... 42
II.2 LOKASI PENELITIAN ... 42
II.3 POPULASI DAN SAMPEL ... 42
II.3.1 Populasi ... 42
II.3.2 Sampel ... 43
II.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 44
II.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer ... 44
II.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 44
II.5 TEKNIK PENGUKURAN SKOR ... 45
II.6 TEKNIK ANALISA DATA ... 46
BAB.III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PT.PLN (Persero) di INDONESIA ... 48
III.1.1 Sebelum Kemerdekaan sampai tahun 1965 ... 48
III.1.2 Dari Eksploitasi II Sampai Wilayah II ... 49
III.1.3 Dari Perum Menjadi Persero... 50
III.1.4 Pemisahan Wilayah Pembangkit dan Penyaluran ... 51
III.1.5 Sejarah PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan ... 51
III.2 VISI, MISI, MOTTO DAN LOGO PT.PLN (Persero) ... 52
III.3 TUJUAN UMUM PT.PLN (Persero) ... 54
III.4 NILAI-NILAI PERUSAHAAN ... 55
III.5 DASAR HUKUM PERUSAHAAN ... 56
III.6 STRATEGI/LANGKAH MEMBANGUN CITRA PERUSAHAAN ... 56
III.7 STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 57
III.8 RUANG LINGKUP PERUSAHAAN ... 58
III.9 TUGAS POKOK dan FUNGSI UNSUR-UNSUR ORGANISASI ... 59
BAB.IV PENYAJIAN DATA IV.1 IDENTITAS RESPONDEN ... 68
IV.1.1 Jenis Kelamin ... 68
IV.1.2 Tingkat Usia ... 69
IV.1.3 Tingkat Pendidikan ... 70
IV.2 VARIABEL KONDISI KERJA KARYAWAN ... 71
IV.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Hidup Karyawan... 72
IV.2.2 Perasaan Aman Dalam Melaksanakan Pekerjaan ... 73
IV.2.3 Merasa Diterima Oleh Lingkungan ... 74
IV.2.4 Perlakuan Buruk ... 74
IV.2.5 Kesempatan Karir... 76
IV.2.6 Peningkatan Pendapatan ... 77
IV.2.7 Jaminan Kesehatan ... 78
IV.2.8 Jaminan Hari Tua ... 78
IV.2.9 Adanya Penghargaan ... 79
IV.2.10 Adanya Intensif ... 80
IV.2.11 Keadilan dan Upah ... 81
IV.2.12 Pemberlakuan Hukuman ... 82
IV.2.13 Kelayakan Tempat Kerja ... 83
IV.2.14 Pengakuan dan Penghargaan Oleh Lingkungan Kerja ... 83
IV.2.15 Harapan Masa Depan ... 84
IV.3 KLASIFIKASI PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP KONDISI KERJA ... 86
IV.3.1 Klasifikasi Persepsi Responden Pegawai Tetap ... 86
IV.3.2 Klasifikasi Persepsi Responden Karyawan Outsourcing ... 87
IV.4 VARIABEL KINERJA KARYAWAN ... 88
IV.4.1 Ketelitian dan Keakuratan ... 89
IV.4.2 Kualitas Kerja ... 90
IV.4.3 Sikap dan Perilaku... 90
IV.4.4 Ketaatan Tenaga Kerja ... 91
IV.4.5 Penggunaan Jam Istirahat ... 92
IV.4.6 Penyelesaian Pekerjaan ... 93
IV.4.7 Meninggalkan Pekerjaan Jika Ada Keperluan ... 94
IV.4.8 Pemberian Dukungan dan Perhatian ... 95
IV.4.9 Kerjasama ... 96
IV.4.10 Pembagian Pekerjaan ... 97
IV.4.11 Kesediaan Menerima Pendapat ... 98
IV.4.12 Pengambilan Keputusan ... 99
IV.4.13 Kemampuan Melaksanakan Tugas Yang Berat ... 100
IV.5 KLASIFIKASI TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI KINERJA (Y) ... 103
IV.5.1 Klasifikasi Tanggapan Karyawan Outsourcing terhadap Kinerja (Y) ... 103
IV.5.2 Klasifikasi Tanggapan Pegawai Tetap terhadap Kinerja (Y) ... 103
IV.6 PENGUJIAN HIPOTESIS ... 105
IV.6.1 Analisis Perbedaan Persepsi Karyawan Terhadap Kondisi Kerja (X) ... 105
IV.6.2 Pengujian Hipotesis I (Variabel Kinerja Karyawan) ... 106
IV.6.3 Pengujian Hipotesis II ... 108
BAB.V ANALISA DATA ... 111
BAB.VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 KESIMPULAN ... 118
VI.2 SARAN ... 120
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Populasi Karyawan... 43
Tabel 2.2 Sampel penelitian... 43
Tabel 3.1 Distribusi Pegawai Tetap Berdasarkan Jenis Kelamin... 63
Tabel 3.2 Distribusi Pegawai Tetap Menurut Usia... 64
Tabel 3.3 Distribusi Pegawai Tetap Menurut Tingkat Pendidikan... 64
Tabel 3.4 Distribusi Pegawai Tetap Menurut Masa Kerja... 65
Tabel 3.5 Distribusi Karyawan Outsourcing Menurut Jenis Kelamin... 65
Tabel 3.6 Distribusi Karyawan Outsourcing Berdasarkan Usia... 66
Tabel 3.7 Distribusi Karyawan Outsourcing Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 66
Tabel 3.8 Distribusi Karyawan Outsourcing Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 67
Tabel 3.9 Distribusi Karyawan Outsourcing Berdasarkan Masa Kerja... 67
Tabel 4.1 Distribusi Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 68
Tabel 4.2 Distribusi Komposisi Responden Berdasarkan Usia... 69
Tabel 4.3 Distribusi Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 70
Tabel 4.4 Distribusi Komposisi Responden Berdasarkan Masa Kerja... 71
Tabel 4.5 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Pemenuhan Kebutuhan Hidup Karyawan... 72
Tabel 4.6 Distribusi Tanggapan Responden Tentang Perasaan Aman Dalam Melaksanakan Pekerjaan... 73
Tabel 4.7 Distribusi Tanggapan Responden Tentang Perasaan Diterima Oleh Lingkungan... 74
Tabel 4.8 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Perlakuan Buruk... 75
Tabel 4.10 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Peningkatan Pendapatan...
77
Tabel 4.11 Distribusi Tanggapan Responden Tentang Jaminan Kesehatan.... 78
Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden Tentang Jaminan Hari Tua... 79
Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Penghargaan... 80
Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Intensif... 80
Tabel 4.15 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keadilan Upah
Dengan Beban Kerja... 81
Tabel 4.16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemberlakuan
Hukuman... 82
Tabel 4.17 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kelayakan Tempat
Kerja... 83
Tabel 4.18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengakuan Dan
Penghargaan... 84
Tabel 4.19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Masa Depan... 85
Tabel 4.20 Distribusi Persepsi Pegawai Tetap Terhadap Kondisi Kerja (X)... 87
Tabel 4.21 Distribusi Persepsi Karyawan Outsourcing Terhadap Kondisi
Kerja (X)... 88
Tabel 4.22 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Ketelitian dan
Keakuratan Dalam Melaksanakan Tugas... 89
Tabel 4.23 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Seringnya dipakai
untuk Menyelesaikan Tugas Penting... 90
Tabel 4.24 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Sikap dan Perilaku.. 91
Tabel 4.25 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Perasaan Pegawai
Jika Telat... 92
Tabel 4.26 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Penggunaan Jam
Istirahat... 93
Tabel 4.27 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Ketepatan
Penyelesaian Pekerjaan... 94
Tabel 4.28 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Seringnya
Tabel 4.29 Ditribusi Tanggapan Responden Mengenai Pemberian Dukungan dan Perhatian... 96
Tabel 4.30 DistribusiTanggapan Responden Mengenai Kerjasama... 97
Tabel 4.31 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Keberhasilan
Pembagian Pekerjaan... 97
Tabel 4.32 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Penerimaan
Pendapat... 98
Tabel 4.33 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Pengambilan
Keputusan... 99
Tabel 4.34 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan
Melaksanakan Tugas Yang Berat... 100
Tabel 4.35 Distribusi Tanggapan Responden Mencari Pekerjaan Lain... 101
Tabel 4.36 Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Perasaan Pegawai
Bila Meninggalkan Pekerjaan Terbengkalai... 102
Tabel 4.37 Distribusi Frekuensi Tanggapan Karyawan Outsourcing
Terhadap Kinerja... 103
Tabel 4.38 Distribusi Frekuensi Tanggapan Pegawai Tetap Terhadap
Kinerja... 104
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perbedaan Kondisi Kerja Antara Pegawai Tetap Dengan Karyawan Outsourcing... 106
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perbedaan Kinerja Antara Pegawai Tetap
Dengan Karyawan Outsourcing... 107
Tabel 5.3 Perhitungan Chi Square Tentang Kinerja Karyawan... 107
Tabel 6 Tabulasi Data Kinerja Pegawai Tetap... 7
Tabel 7 Tabulasi Data Kinerja Karyawan Outsourcing...
Tabel 8 Tabulasi Data Tanggapan Responden Tentang Kondisi Kerja
(Pada Pegawai Tetap)...
Tabel 9 Tabulasi Data Tanggapan Responden Tentang Kondisi Kerja
(Pada Karyawan Outsourcing)...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lambang/Tanda PT.PLN (Persero)... 53
Gambar 2 Bagan Organisasi PT.PLN (Persero) Proyek induk Pembangkit
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner.
2. Tabulasi Data Variabel (X), Kondisi Kerja Karyawan. 3. Tabulasi Data Variabel (Y), Kinerja Karyawan.
4. Koefisien Korelasi Antara Variabel (X) Pendidikan dan pelatihan dan Variabel (Y) Efektivitas Kerja Pegawai.
5. Tabel Nilai Chi Square.
6. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas.
7. Surat Izin Penelitian Dari PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan
Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau di Medan.
8. Daftar hadir peserta seminar proposal rancangan usulan penelitian. 9. Berita acara seminar usulan penelitian.
10.Undangan seminar usulan penelitian.
11.Penunjukan dosen pembimbing.
ABSTRAK
”ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN KARYAWAN OUTSOURCING”
(Studi Pada Kantor Pt.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau di Medan)
Nama : Monica. Theodora. B
NIM : 040309076
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Dra. Beti Nasution. M.A
Kinerja merupakan “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang diberikan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu ”.
Outsourcing merupakan salah satu hasil samping dari business process reengineering (BPR), yaitu pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja dan perubahan pengelolaan secara mendasar oleh suatu perusahaan yang bukan sekedar bersifat perbaikan tetapi juga bertujuan meningkatkan kinerja. BPR dilakukan untuk memberikan respons atas perkembangan teknologi yang pesat, yang menimbulkan persaingan global yang sangat ketat
Dengan adanya pelaksanaan outsourcing pada PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau diharapkan dapat meningkatkan kinerja baik itu para pegawai tetap maupun karyawan outsourcing itu sendiri, yang dapat dilihat dari prestasi kerja, ketaatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, kerjasama karyawan, prakarsa dan kesetiaan karyawan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana persepsi karyawan outsourcing dan bagaimana persepsi pegawai tetap terhadap kondisi kerja yang dialami tenaga kerja dan untuk menjelaskan apakah ada perberdaan kinerja antara karyawan outsourcing dengan pegawai tetap yang mempunyai status berbeda dalam PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Disamping itu juga untuk menjelaskan apakah kondisi kerja (X) berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan (Y)
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dan data dikumpulkan dengan cara menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan tabel frekuensi dan uji statistik dan kemudian diuraikan secara deskriptif.
Permasalahan pertama dianalisa dengan menggunakan tabel frekuensi, permasalahan kedua dianalisa dengan menggunakan rumus Chi-square dan permasalahan ketiga dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana.diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden sebesar 146 orang sebagai sampel, dengan pembagian 73 orang pegawai tetap dan 73 orang karyawan outsourcing.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil
1. Terdapat perbedaan persepsi tentang kondisi kerja antara pegawai tetap dengan
terbesar ada pada kategori Tinggi yakni 97,26%, lalu diikuti oleh kategori Sedang, yakni 2,74%, dan yang terakhir pada kategori Rendah yang hanya 0%. Dan pada responden karyawan outsourcing, persentase jawaban terbesar ada pada kategori Sedang, yaitu 50,68%, kemudian diikuti oleh kategori Rendah yaitu 49,32%, sedangkan pada kategori Tinggi hanya 0%. Adanya perbedaan persepsi antara responden Pegawai Tetap dengan Karyawan Outsourcing, disebabkan karena adanya perbedaan status kedua kelompok tenaga kerja dalam PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR, Medan. Karyawan Outsourcing yang bekerja pada perusahaan tersebut bukan merupakan Tenaga Kerja PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR, tetapi adalah karyawan dari PT.Sejahtera Mulia Kencana yang hanya bersifat karyawan kontrak dengan PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR.
2. Pengujian Hipotesis pertama diterima (Ho ditolak) dan Hi diterima yakni Terdapat perbedaan kinerja antara karyawan outsourcing dengan pegawai tetap. Hal ini diakibatkan oleh selain adanya perbedaan status kerja karyawan dalam perusahaan juga terdapat kondisi kerja yang dialami karyawan outsourcing jika dibandingkan dengan Pegawai Tetap.
3. Pengujian Hipotesis 2 menggunaan rumus regresi linier menunjukkan bahwa
variabel kondisi kerja (X) dengan variabel kinerja karyawan (Y) mempunyai hubungan yang positif dengan 0,033 skala.
_____________
ABSTRAK
”ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN KARYAWAN OUTSOURCING”
(Studi Pada Kantor Pt.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau di Medan)
Nama : Monica. Theodora. B
NIM : 040309076
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Dra. Beti Nasution. M.A
Kinerja merupakan “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang diberikan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu ”.
Outsourcing merupakan salah satu hasil samping dari business process reengineering (BPR), yaitu pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja dan perubahan pengelolaan secara mendasar oleh suatu perusahaan yang bukan sekedar bersifat perbaikan tetapi juga bertujuan meningkatkan kinerja. BPR dilakukan untuk memberikan respons atas perkembangan teknologi yang pesat, yang menimbulkan persaingan global yang sangat ketat
Dengan adanya pelaksanaan outsourcing pada PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau diharapkan dapat meningkatkan kinerja baik itu para pegawai tetap maupun karyawan outsourcing itu sendiri, yang dapat dilihat dari prestasi kerja, ketaatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, kerjasama karyawan, prakarsa dan kesetiaan karyawan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana persepsi karyawan outsourcing dan bagaimana persepsi pegawai tetap terhadap kondisi kerja yang dialami tenaga kerja dan untuk menjelaskan apakah ada perberdaan kinerja antara karyawan outsourcing dengan pegawai tetap yang mempunyai status berbeda dalam PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Disamping itu juga untuk menjelaskan apakah kondisi kerja (X) berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan (Y)
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dan data dikumpulkan dengan cara menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan tabel frekuensi dan uji statistik dan kemudian diuraikan secara deskriptif.
Permasalahan pertama dianalisa dengan menggunakan tabel frekuensi, permasalahan kedua dianalisa dengan menggunakan rumus Chi-square dan permasalahan ketiga dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana.diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden sebesar 146 orang sebagai sampel, dengan pembagian 73 orang pegawai tetap dan 73 orang karyawan outsourcing.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil
1. Terdapat perbedaan persepsi tentang kondisi kerja antara pegawai tetap dengan
terbesar ada pada kategori Tinggi yakni 97,26%, lalu diikuti oleh kategori Sedang, yakni 2,74%, dan yang terakhir pada kategori Rendah yang hanya 0%. Dan pada responden karyawan outsourcing, persentase jawaban terbesar ada pada kategori Sedang, yaitu 50,68%, kemudian diikuti oleh kategori Rendah yaitu 49,32%, sedangkan pada kategori Tinggi hanya 0%. Adanya perbedaan persepsi antara responden Pegawai Tetap dengan Karyawan Outsourcing, disebabkan karena adanya perbedaan status kedua kelompok tenaga kerja dalam PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR, Medan. Karyawan Outsourcing yang bekerja pada perusahaan tersebut bukan merupakan Tenaga Kerja PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR, tetapi adalah karyawan dari PT.Sejahtera Mulia Kencana yang hanya bersifat karyawan kontrak dengan PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR.
2. Pengujian Hipotesis pertama diterima (Ho ditolak) dan Hi diterima yakni Terdapat perbedaan kinerja antara karyawan outsourcing dengan pegawai tetap. Hal ini diakibatkan oleh selain adanya perbedaan status kerja karyawan dalam perusahaan juga terdapat kondisi kerja yang dialami karyawan outsourcing jika dibandingkan dengan Pegawai Tetap.
3. Pengujian Hipotesis 2 menggunaan rumus regresi linier menunjukkan bahwa
variabel kondisi kerja (X) dengan variabel kinerja karyawan (Y) mempunyai hubungan yang positif dengan 0,033 skala.
_____________
BAB.I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH.
Merenungkan dan menggagas pengembangan kinerja pegawai nampaknya
sudah sangat urgent. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang
sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak dapat ditunda. Karena dalam
pelaksanaan pekerjaan di perusahaan, persoalan kinerja menjadi biang keladi dan
akar permasalahan utama. Maju-mundurnya sebuah kantor atau perusahaan bahkan
organisasi tergantung dari kinerja pegawainya. Apalagi jika unit ini berkeinginan
mengutamakan fokus pada pelayanan pelanggan. Maka prasyarat utama yang harus
dibangun adalah manajemen yang berorientasi pada pegawai! Karena dari tangan
pegawai-pegawai inilah, layanan kepada pelanggan dibangun, citra perusahaan
diwujudkan.
Dalam upaya mengatasi permasalahan ini, bagian manajemen melakukan
perbaikan kinerja melalui pengembangan Manajemen SDM, salah satunya
Outsourcing. Outsourcing yang berasal dari bahasa Inggris berarti “alih daya”,
merupakan trend manajemen sekarang yang dapat memperkecil biaya produksi
karena perhatian perusahaan dapat dipusatkan kepada hal lain yang menjadi fokus
utama.
outsourcing merupakan langkah efektif dan efisien yang sangat strategis untuk
Namun, fenomena yang mencuat ke permukaan baru-baru ini, khususnya di
dunia perusahaan BUMN adalah banyaknya karyawan outsourcing merasa bahwa
outsourcing banyak merugikan tenaga kerja, karena aktivitas kerja mereka dalam
organisasi selalu dibayangi perasaan ketidakpastian, khususnya menjelang kontrak
berakhir. Luapan dari perasaan ketidakpastian ini tak jarang berakhir dengan aksi
demonstrasi karyawan yang menuntut kepastian nasib mereka kedepan. Seperti
yang terjadi pada Bank BNI ’46, di mana 200 karyawan yang tergabung dalam tim
perjuangan karyawan honorer, kontrak, borongan dan outsourcing BNI 1946
melakukan unjuk rasa menuntut kepastian nasib mereka kedepan.
(http://www.tempo Interaktif.com, 2003).
Selain itu ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting dan fenomena
terbesar yang terjadi berkaitan dengan outsourcing, yang berakibat negatif terhadap
kinerja karyawan, yaitu:
1. Upah pekerja dipotong, pekerja yang bekerja berdasar kontrak dengan
perusahaan outsourcing/penyedia tenaga kerja, sering mengalami
pemotongan upah.
2. Tak Ada Tanggung Jawab Perusahaan Pengguna (Users), jika perusahaan
pengguna tidak berkenan dengan pekerja, apa pun alasannya mereka akan
mengembalikan ke perusahaan outsourcing..
3. Karir Tak Jelas, pekerja tidak akan mungkin menduduki posisi strategis di
tempat kerja. Perusahaan (user) mungkin juga tidak menilai kinerja pekerja.
4. Pekerja Tak Punya Teman, teman disini artinya yang mau berjuang bersama
pekerja, menegakkan hak-hak pekerja sesuai dengan peraturan
5. Berkas Ditahan Perusahaan Outsourcing, berkas-berkas seperti ijazah dan
sebagainya, ditahan oleh perusahaan outsourcing. Jika mau keluar dari
perusahaan tersebut harus mengalami proses administrasi yang panjang dan
membutuhkan biaya yang banyak
Meskipun ditengah fenomena-fenomena yang tejadi berkaitan dengan
outsourcing dalam tubuh BUMN seperti tersebut diatas, akan tetapi
karyawan-karyawan outsourcing yang bekerja pada PT.PLN (Persero) Proyek Induk
Pembangkit dan Jaringan Sumut, Aceh dan Riau (Pikitring Suar) tetap mempunyai
kinerja yang tinggi dan merasa betah bekerja pada salah satu badan usaha milik
negara tersebut. Hal tersebut terbukti dengan tingkat absensi karyawan outsourcing
yang rendah, jarangnya terjadi pengunduran diri karyawan, pemogokan ataupun
unjuk rasa karyawan outsourcing PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR seperti
yang terjadi pada BNI’46. Malah sebaliknya, semakin banyak calon tenaga kerja
yang ingin bekerja sebagai karyawan outsourcing pada perusahaan tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya motivasi yang diberikan
PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR kepada karyawan outsourcing dalam bentuk
jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, upah kerja dan kesejahteraan, baiknya
hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja,
nyamannya lingkungan kerja ataupun tingginya harapan karyawan outsourcing
untuk diangkat menjadi pegawai tetap PT.PLN (Persero) PIKITRING SUAR.
Semangat dan gairah kerja para karyawan akan terpupuk jika mereka mempunyai
harapan dan perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka. (Nitisemito, 1986
Mengingat peranan BUMN dalam Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1983
(PP), yaitu melaksanakan fungsi komersial, sebagai unit ekonomi dan wahana
pembangunan (agent of development). Berperan sebagai demikian, BUMN, dalam
hal ini PT.PLN (Persero) khususnya pegawai-pegawainya harus mempunyai
kinerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan perusahaan kepada masyarakat dan
memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. (Westra 1998:2). Namun
apakah dengan adanya karyawan outsourcing di PT.PLN PIKITRING SUAR,
pegawai tetap mempunyai kinerja lebih tinggi karena efisiensi pelaksanaan
pekerjaan. Atau malah sebaliknya, karyawan tetap PT.PLN (Persero) menjadi lebih
malas karena selalu didampingi karyawan outsourcing yang mempunyai kinerja
lebih tinggi.
Berdasarkan pokok pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengetahui perbandingan kinerja pegawai tetap dengan karyawan outsourcing
yang selalu dibayang-bayangi perasaan ketidakpastian masa depan. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mengangkat topik dengan judul “ANALISIS
PERBANDINGAN KINERJA ANTARA KARYAWAN OUTSOURCING
DENGAN PEGAWAI TETAP PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan
Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau.
I.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada perbedaan
kinerja antara karyawan outsourcing dengan pegawai tetap PT. PLN (Persero)
Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau) dalam
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui persepsi pegawai tetap terhadap kodisi kerja yang
dialami karyawan.
2. Untuk mengetahui persepsi karyawan karyawan outsourcing terhadap
kodisi kerja yang dialami karyawan.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kinerja antara pegawai tetap
dengan karyawan outsourcing PT.PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit
dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau.
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara subyektif, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis
dalam menulis karya ilmiah dan menganalisa permasalahan yang ada
dilapangan.
2. Secara metodologis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian
ilmu sosial sebelumnya, khususnya dalam bidang Ilmu Administrasi
Negara.
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
ataupun informasi tentang bagaimana perbedaan kinerja antara karyawan
Outsourcing dengan pegawai tetap PT.PLN (Persero) Proyek Induk
Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh dan Riau.
4. Secara akademis, penelitian ini diharapkan akan menyumbangkan khasanah
I.5 KERANGKA TEORI
I.5.1 Outsourcing (Alih Daya)
I.5.1.1 Pengertian Outsourcing
Pada dasarnya praktik dari prinsip-prinsip outsoucing telah diterapkan sejak
revolusi industri, dimana perusahaan-perusahaan di eropa berusaha untuk
menemukan terobosan-terobosan baru dalam memenangkan persaingan.
Kemampuan untuk mengerjakan sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara
kompetitif, melainkan harus disertai dengan kesanggupan untuk menciptakan
produk paling bermutu dengan biaya terendah.
Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan menghadapi persaingan global, dan
mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang
bengkak. Akibatnya, resiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan
awal timbulnya pemikiran outsourcing di dunia usaha. Sekitar tahun 1990,
outsourcing mulai berperan sebagai jasa pendukung. Tingginya persaingan
menuntut manajemen perusahaan untuk melakukan perhitungan pengurangan
biaya. Perusahaan mulai melakukan outsource fungsi-fungsi yang penting bagi
perusahaan akan tetapi tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, outsourcing tidak lagi sekedar membagi
risiko, melainkan berkembang lebih kompleks menjadi alat manajemen untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Outsourcing bukan hanya untuk menyelesaikan
masalah, tetapi juga mendukung tujuan dan sasaran bisnis.
Sedangkan di Indonesia praktik outsourcing telah dikenal sejak zaman
kolonial Belanda. Praktik ini dapat dilihat dari adanya pengaturan mengenai
pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 1601b KUH Perdata.
suatu kesepakatan dua belah pihak yang saling mengikatkan diri, untuk
menyerahkan suatu pekerjaan kepada pihak lain dan pihak lainnya membayarkan
sejumlah harga. (Damanik, 2007 : 6-9)
Outsourcing merupakan salah satu hasil samping dari business process
reengineering (BPR), yaitu pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan
meningkatkan kinerja dan perubahan pengelolaan secara mendasar oleh suatu
perusahaan yang bukan sekedar bersifat perbaikan tetapi juga bertujuan
meningkatkan kinerja. BPR dilakukan untuk memberikan respons atas
perkembangan teknologi yang pesat, yang menimbulkan persaingan global yang
sangat ketat. (Eko, 2004 : 1)
Outsourcing secara khusus didefinisikan oleh Maurice.F.Greaver II, pada
bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing:
Decisions and Initiatives dalam (Nurcahyo 2006:57), dijabarkan sebagai berikut:
“tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak
pengambilan keputusannya diserahkan kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama”.
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing di Indonesia juga memberikan
defenisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan sebagai alih daya, yaitu
pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak
luar (perusahaan outsourcing). (Suwondo 2006:2). Melalui pendelegasian, maka
pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan penyedia pekerjaan, melainkan
dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. (Damanik 2007:2)
Di bidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai
pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan
(Damanik 2007:3). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai,
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai
memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya
dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima
pekerjaan.
Istilah Outsourcing tidak ditemukan secara langsung dalam UU No.13
tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan, dalam pasal 64 UU tersebut hanya dikatakan
“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.
Berdasarkan ketentuan pasal diatas, maka outsourcing atau yang disebut
dengan perjanjian pemborongan pekerjaan, outsourcing dapat dikategorikan dalam
dua kelompok, yaitu : penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada
perusahaan lain untuk dikerjakan ditempat perusahaan lain tersebut, atau
penyediaan jasa pekerja oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yang
dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan. (Damanik, 2007 : 3)
I.5.1.2 Manfaat dan Tujuan Outsourcing
Pada dasarnya pelaksanaan outsourcing mempunyai beberapa tujuan, antara
lain untuk mengembangkan kemitraan usaha, sehingga satu perusahaan tidak akan
menguasai suatu kegiatan industri. Dengan kemitraan tersebut, diharapkan akan
terjadi pemerataan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah urban, serta akan
mendorong terjadinya pendidikan dan alih teknologi dalam bidang industri dan
Dari sisi pemerintah, pelaksanaan outsourcing memberikan manfaat untuk
mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi nasional melalui pengembangan kegiatan usaha kecil
menengah dan koperasi. Secara tidak langsung, hal ini dapat mengurangi beban
pemerintah kota dalam penyediaan fasilitas umum seperti transportasi, listrik,
telepon, air dan pelaksanaan ketertiban umum, karena telah diambil alih oleh
perusahaan outsourcing.
Sedangkan dari visi bisnis itu sendiri, banyak manfaat outsourcing bagi
perusahaan, antara lain untuk :
1. Meningkatkan fokus perusahaan
2. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia
3. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering
4. Membagi resiko
5. Sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain
6. Memungkinkan tersedianya dana kapital
7. Menciptakan dana segar
8. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi
9. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
10.Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.
Pilihan outsourcing oleh perusahaan merupakan satu langkah untuk
menerapkan spesialisasi, sehingga produk atau layanan yang diberikan menjadi
lebih bermutu dan efisien. Dalam hal ini perusahaan hanya akan mengurus bisnis
utamanya, sedangkan bisnis pendukung diserahkan kepada pihak ketiga, karena
justru pekerjaan-pekerjaan kecil yang banyak menyita waktu dan pikiran
Adapun Tujuan utama pelaksanaan Outsourcing:
a. Melaksanakan anjuran Pemerintah dalam mengembangkan kemitraan agar
perusahaan tidak menguasai kegiatan industri dari hulu ke hilir
b. Meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah
suburban
c. Mendorong terjadinya proses pendidikan & alih teknologi dalam bidang
industri & managemen pengelolaan pabrik.
d. Mengurangi kegiatan pemusatan industri di perkotaan yang dapat
menimbulkan gangguan kerawanan sosial, keamanan & konflik perburuhan.
Selain menghasilkan keuntungan, outsourcing juga membawa dampak
negatif, yaitu terjadinya restrukturisasi kegiatan industri secara nasional yang akan
mengakibatkan keresahan di kalangan usaha kecil menengah. Restrukturisasi
tersebut dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan usaha kecil menengah (UKM)
dalam berusaha, karena semua kegiatan industri akan dipusatkan di perusahaan
induk. Penggunaan mesin-mesin juga akan semakin marak untuk mencapai tujuan
efisiensi perusahaan, akibatnya kesempatan kerja menjadi berkurang yang tentu
saja berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi secara nasional.
I.5.1.3 Sumber Hukum Outsourcing
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) merupakan sumber
hukum yang paling awal dalam masalah outsourcing dan merupakan tonggak awal
pengaturan pekerjaan pemborongan, yang secara khusus difokuskan pada objek
tertentu, diatur dalam pasal 1601 KUHPerdata, yang secara luas mengatur tentang
hukum perjanjian outsourcing adalah memuat hal-hal yang telah disepakati kedua
belah pihak dalam perjanjian berlaku sebagai undang-undang yang mengikat, yang
dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak.
Undang-undang tersebut memberikan kebebasan untuk menentukan isi
perjanjian pemborongan pekerjaan. Akan tetapi, syarat dan ketentuan dalam
perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
norma keadilan.
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No.13 tahun 2003 merupakan tonggak baru yang mengatur
dan melegalisasi masalah outsourcing. Istilah yang dipakai dalam Undang-Undang
tersebut adalah perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh.
Meskipun didalamnya tidak pernah ditemukan kata outsourcing secara
langsung, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pada satu sisi telah berupaya untuk
melindungi pekerja/buruh dari ketidakpastian hukum dalam hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha outsourcing, dan pada sisi lain telah juga
membuka peluang terjadinya efisiensi bagi pengusaha.
Adapun pasal-pasal yang mengatur masalah outsourcing,yaitu :
Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 merupakan dasar diperbolehkannya
outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: “Perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis.”
Sedangkan Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis
2. pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
- dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan
- merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan - tidak menghambat proses produksi secara langsung.
3. perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum,
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan
4. perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut
dalam keputusan menteri, hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur
dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang
dipekerjakannya hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh
dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
5. bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan
bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih
menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemberi
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur tentang pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja
untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk
tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
a. adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa
tenaga kerja
b. perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa
tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu
yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak
c. perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI
No.:KEP.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia
Jasa Pekerja/Buruh
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) dibuat
untuk memenuhi perintah pasal 66 ayat 3 Undang-Undang No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut memerintahkan pembuatan peraturan
Apabila perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan
pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang
sekurang-kurangnya memuat :
1. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa.
2. Hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan
pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa, sehingga
perlindungan, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
3. Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan
yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi kerja, dalam hal terjadi
penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Dengan keluarnya Permenakertrans (Peraturan Menteri Tenaga Kerja &
Transmigrasi) ini, maka pengaturan terhadap perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh telah terpenuhi, sehingga pedoman pelaksanaan dan pengawasan atas
setiap pelanggaran dapat diterapkan dengan tegas.
d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.:
Kep.220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain.
Hal-hal yang diatur dalam Kepmenaker ini menyangkut persyaratan yang
harus dipenuhi ketika perusahaan menyerahkan pekerjaannya kepada perusahaan
lain. Kepmenaker ini juga mengharuskan adanya jaminan atas pemenuhan seluruh
pemberi pekerjaan hanya dapat dilakukan terhadap pekrjaan-pekerjaan yang bukan
merupakan kegiatan utama perusahaan, melainkan hanya berupa kegiatan
penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
I.5.1.4 Prinsip–prinsip pelaksanaan Outsourcing
Dalam dunia outsourcing, baik dalam bentuk pemborongan pekerjaan
maupun penyediaan jasa tenaga kerja, perusahaan harus menjamin perlindungan
jaminan terhadap hak-hak pekerja/buruh. Rangkaian tindakan perlindungan
etrsebut dimulai dengan adanya kewajiban, bahwa perusahaan harus berbadan
hukum. Selanjutnya ketika kerjasama pemborongan pekerjaan dilakukan,
kerjasama tersebut harus dibuat secara tertulis dan di daftarkan di instansi yang
berwenang. Prinsip-prinsip atau asas yang berlaku dalam hukum perjanjian
(Damanik, 2007 : 54-57), yaitu :
a. Asas dilarang Main Hakim Sendiri
Berdasarkan asas ini, setiap persoalan yang timbul, penyelesaian harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penyelesaian melalui
jalur hukum mempunyai pengertian yang luas, yakni setiap penyelesaian yang
tidak melanggar hukum, tidak terbatas pada penyelesaian melalui pengadilan,
melainkan termasuk juga penyelesaian secara kekeluargaan.
b. Asas Konsensualitas
Artinya, bahwa pembuatan perjanjian harus dilakukan berdasarkan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Segala syarat hak dan kewajiban, sanksi atas
pelanggaran, tata cara penyelesaian perselisihan dan sebagainya, harus dibuat
bersama-sama, secara jujur dan sukarela.
c. Asas Kebebasan Berkontrak
untuk membuat isi perjanjian sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Artinya Undang-undang yang mengatur hukum perjanjian tidak mencampuri
pokok-pokok atau syarat-syarat yang akan menjadi kesepakatan para pihak.
Dengan adanya kejelasan dan ketegasan kerjasama perusahaan, maka
apabila perusahaan yang memperkerjakan pekerja/buruh ternyata tidak
memberikan perlindungan, perusahaan pemberi pekerjaan bisa diminta
pertanggung-jawabannya untuk memenuhi hak-hak pekerja.
Hal ini sesuai dengan KepMenakertrans No.: Kep 101/MEN/IV/2004
tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Kedua belah
pihak harus membuat perjanjian tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :
1. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/ buruh dari perusahaan
penyedia jasa jasa.
2. Pengesahan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam perjanjian, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan
penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia
jasa, sehingga upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
3. Pengesahan bahwa perusahaan penyedia jasa pekeja/buruh bersedia menerima
pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya, untuk
jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus di perusahaan pemberi kerja dalam hal
terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
1.5.1.5 Sejarah Penggunaan Outsourcing pada PT.PLN (Persero)
Sebagai tindak lanjut dari pasal 5 Kep. Direksi PT.PLN (Persero) No.147
Penunjang di lingkungan PT.PLN (Persero) untuk keseragaman dalam
melaksanakan Outsourcing pada lingkungan BUMN. Dalam Kep.Direksi PT.PLN
(Persero) No.118. K/001/DIR/2004 tentang Penataan Outsourcing di lingkungan
PT.PLN (Persero) pelaksanaan outsourcing di lingkungan PT.PLN (Persero) sudah
lama berlangsung sebelum adanya ketentuan Ketenaga-kerjaan yang mengatur
secara tegas tentang pelaksanaan Outsourcing, yaitu UU No.13 tahun 2003.
Sebelumnya semua pekerjaan yang sekarang sudah diserahkan kepada perusahaan
lain dikerjakan oleh Koperasi Karyawan PT.PLN.
Adapun pengertian Outsourcing menurut Surat Edaran Direksi
No.001.E/DIR/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyerahan Sebagian Pekerjaan
ke Perusahaan Lain di lingkungan PT.PLN (Persero) yaitu, “penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain”.
Dengan tujuan utama, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dalam
mengelola perseroan, terutama yang menyangkut pelaksanaan pekerjaan penunjang
yang bersifat non-esensial, dengan cara menyerahkan pekerjaan penunjang yang
bersifat non-esensial tersebut kepada perusahaan lain melalui Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan atau Perjanjian Penyediaan Jasa Tenaga Kerja.
a. perlu dikerjakan terus-menerus, tetapi pekerjaan tersebut tidak memerlukan
keahlian khusus dan dapat dikerjakan oleh setiap orang tanpa kualifikasi
tertentu.
Adapun jenis pekerjaan yang boleh di-Outsourcingkan :
b. pekerjaan yang kompetensinya tidak dipelihara/dipertahankan.
1. kegiatan perseroan yang termasuk dalam pekerjaan utama, tidak dapat
dilakukan outsourcing
Ketentuan Penyerahan Kegiatan PT.PLN kepada Perusahaan Lain :
2. kegiatan perseroan yang dapat dikerjakan oleh outsourcing adalah kegiatan
yang termasuk dalam pekerjaan penunjang dan bukan kegiatan yang
berkaitan dengan rahasia Perseroan (pekerjaan esensial) dan atau bukan
kegiatan dengan kompetensi yang dibutuhkan perseroan untuk menunjang
kesinambungan bisnis jangka panjang.
a. Pekerjaan tersebut bukan kegiatan yang berkaitan dengan 5rahasia
perseroan atau bukan merupakan pekerjaan esensial Pertimbangan Penggunaan Outsourcing :
b. Telah mempertimbangkan kompetensi yang dibutuhkan perseroan untuk
menunjang kesinambungan bisnis jangka panjang, sehingga tidak membuat
perseroan kehilangan kompetensi.
c. Telah melakukan upaya-upaya perbaikan proses kerja untuk meningkatkan
efisiensi proses pelaksanaan pekerjaan
d. Telah mengoptimalisasi pemberdayaan Pegawai berdasarkan formasi
jabatan dan formasi tenaga kerja
e. Telah mempertimbangkan bahwa suatu pekerjaan tertentu lebih
menguntungkan jika di-outsourcingkan
f. biaya yang diperlukan untuk melakukan outsorcing sudah dimasukkan
I.5.2 Pembagian Tenaga Kerja
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di sektor publik berusaha
mengungkap manusia sebagai sumber daya seutuhnya dalam konsepsi
pembangunan bangsa yang utuh dan menyeluruh. Masalah yang dihadapi
organisasi (negara) semakin kompleks karena manajemen harus menghadapi
kemajuan teknologi, pembatasan berbagi peraturan pemerintah, pertumbuhan
persaingan nasional dan internasional (globalisasi), tuntutan peningkatan perhatian
pegawai dan sebagainya. Tantangan utama adalah bagaimana mengelola sumber
daya manusia yang ada dalam organisasi yang efektif dan menghapus praktek yang
tidak efektif.
Dalam kondisi lingkungan tersebut, manajemen dituntut mengembangkan
cara baru untuk dapat mempertahankan pegawai pada produktivitas tinggi serta
mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi maksimal pada organisasi
untuk mencapai sasaran organisasi melalui mekanisme pengarahan serta berupaya
untuk memadukan antara manusia dan teknologi ke dalam fungsionalisasi sebuah
sistem melalui proses pengorganisasian dan desain pegawai. Tenaga kerja adalah
penduduk pada usia kerja (15 tahun keatas) atau penduduk yang secara potensial
dapat bekerja. Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah
personalia, didalamnya meliputi buruh, karyawan dan pegawai.
Adapun pengertian Sumber Daya Manusia meliputi :
1. Manusia yang bekerja pada lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil,
tenaga kerja, pegawai atau karyawan).
2. Potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan
3. Potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal (non material/non
finansial) di dalam organisasi, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata
secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Hadari
Nawawi dalam Sedarmayanti, 2007 : 350)
Secara deskriptif perbedaan antara buruh, karyawan atau pegawai menurut
Sedarmayanti (2007 : 10) adalah:
1. Buruh
Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan
imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja
tersebut diberikan secara harian.
2. Karyawan
Karyawan adalah mereka yang bekerja pada suatu badan usaha atau
perusahaan, baik swasta maupun pemerintah, dan diberi imbalan kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang bersifat harian,
mingguan, maupun bulanan yang biasanya imbalan tersebut diberikan secara
mingguan.
3. Pegawai
Pegawai adalah mereka yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas jabatan negeri atau tugas negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.5.3 Motivasi
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
karyawan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan
dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya
perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang “mampu, cakap dan
mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi penting karena dengan motivasi ini
diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk
mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
Motivasi menurut Wayne.F.Cascio adalah “suatu kekuatan yang dihasilkan
dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya: rasa lapar,
haus, dan bermasyarakat)”, sedangkan menurut Drs.Malayu.S.P.Hasibuan
“Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
sesorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. (Hasibuan 1996 : 95)
Tujuan pemberian Motivasi :
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
1.5.3.1 Teori-Teori Motivasi
1.
Dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor, yang mengatakan motivasi para
pekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Kebutuhan
biologis adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji
atau upah (uang atau barang) yang diberikan cukup besar. Jadi jika gaji atau upah
karyawan dinaikkan maka semangat bekerja mereka akan meningkat.
Teori Motivasi Klasik
2.
Dikemukakan oleh A.H.Maslow tahun 1943, merupakan kelanjutan dari
“Human Science Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa
kebutuhan dari kepuasan sesorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan
psikologis berupa materiil dan non-materiil.
Dasar Maslows’s Need Hierarchy Theory :
Maslow’s Needs Hierarchy Theory (Teori Kebutuhan Maslow)
a. Manusia adalah mahkluk sosial yang berkeinginan, ia selalu menginginkan
lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya
tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
c. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut :
1. Physiological Needs, yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsunmgan hidup seseorang, seperti makan, minum,
udara, perumahan, dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi
kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat.
yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam
melakukan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu :
a). Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa ditempat pekerjaan
pada saat mengerjakan di waktu jam-jam kerja.
b). Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu
jam-jam kerja, misalnya motor yang disimpan jangan sampai hilang.
3. Affiliation or Acceptance Needs, adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai
dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan
lingkungannya. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan
tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil.
4. Esteem or Status Needs, adalah kebutuhan akan penghargaan diri,
pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak
selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi
seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan
maka semakin tinggi pula prestasinya.
5. Self Actualization, adalah kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan
kecakapan, kemampuan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja
yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh.
3.
Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah
“peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan
peluang untuk mengembangkan kemampuan”. Herzberg menyatakan bahwa orang
dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan, yaitu :
• Maintenance Factors, yaitu faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan
dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah, dan
merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, seperti : gaji,
kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan,
mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya.
• Motivation Factors, yaitu faktor motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan,
faktor ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya : kursi yang empuk,
ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat, dan lain sebagainya.
Konsep higiene juga disebut teori dua faktor, yaitu :
1. Isi (Content = Satisfiers) Pekerjaan
a. Prestasi (Achievement) b. Pengakuan (Recognition) c. Pekerjaan itu sendiri
d. Tanggung jawab
e. Pengembangan potensi individu.
2. Faktor higienis (Demotivasi = Dissatisfiers)
a. Gaji atau upah b. Kondisi kerja
c. Kebijaksanaan dan adminstrasi perusahaan d. Hubungan antar pribadi
e. Kualitas supervisi
4.
Dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori
ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan A.H.Maslow. Alderfer
mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
a). Kebutuhan akan keberadaan (Existence Needs), berhubungan dengan
kebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs and Safety
Needs dari maslow.
b). Relatedness, menekankan akan pentingnya hubungan antar individu
(interpersonal relationships) dan juga bermasyarakat (social relationships).
Kebutuhan ini berkaitan juga dengan Love Needs dan Esteem Needs dari
Maslow.
c). Growth Needs, adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju
atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
5.
Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang
berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan tempat ia bekerja, yaitu:
Teori Motivasi Claude S. George
1. upah yang layak
2. kesempatan untuk maju
3. pengakuan sebagai individu
4. keamanan kerja
5. tempat kerja yang baik
6. penerimaan oleh kelompok
7. perlakuan yang wajar 8. pengakuan atas prestasi.
6.
Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa
kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan
pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang ia inginkan
dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan
memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang
dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh
kepuasannya, maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
Teori Harapan ini didasarkan atas :
a. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi
karena perilaku. Harapan ini dinyatakan dalam “kemungkinan
(probabilitas)”
b. Nilai (Valence), adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai
nilai/martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu
bersangkutan. Suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan
dengan preferensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu.
c. Pertautan (Instrumentality), adalah persepsi dari individu bahwa hasil
tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Besarnya
kemungkinan bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan
dan kebutuhan tertentu yang diharapkan.
7.
Menurut Hasibuan (2005:120) menyatakan bahwa keadilan merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak
adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku
bawahan harus dilakukan secara objektif (baik/salah). Pemberian kompensasi atau
hukuman harus berdasarkan atas penilaian yang objektif dan adil.
Teori Keadilan
8.
Teori ini beranggapan manusia sebagai berikut :
Teori X (Teori Tradisional)
o Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.
o Umumnya karyawan tidak selalu berambisi mencapai prestasi yang optimal
dan selalu menghindarkan tanggung-jawabnya dengan cara mengkambing
hitamkan orang lain
melaksanakan pekerjaannya.
o Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan
tujuan organisasi.
Menurut teori ini untuk memotivasi harus dilakukan dengan cara yang ketat,
dipaksa dan diarahkan supaya mau bekerja secara sungguh-sungguh. Jenis motivasi
yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi yang negatif yakni dengan
menerapkan hukuman yang tegas
1.5.3.2 Asas-Asas Motivasi
1. Asas Mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipaso
dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat,
rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2. Asas Komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang
ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Asas Pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang
tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4. Asas Wewenang yang Didelegasikan, artinya memberikan kewenangan, dan
kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya
ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5. Asas Adil dan Layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus
berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.
6. Asas Perhatian Timbal-Balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan
dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis
I.5.4 Kinerja
I.5.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah suatu hal yang penting untuk mengatur keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Setiap organisasi penting untuk selalu
melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya karena hal tersebut dapat
dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja perusahaan dikemudian
hari. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas
maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun
kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja terjemahan dari “performance”, berarti :
1. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal,
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2. Pencapaian/prestasi seseorang berkenan dengan tugas yang diberikan
kepadanya.
3. Hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi
secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan
buktinya secara konkrit dan dapat diukur. (Sedarmayanti, 2007 : 260)
Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja (prestasi
kerja) adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
diberikan kepadanya”.
Malayu S.P. Hasibuan (2001: 34) juga mengemukakan “kinerja (prestasi
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman
dan kesungguhan serta waktu”
Sementara itu, menurut wibowo “kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut dan tentang apa yang
dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.” (Wibowo, 2007:7)
Hersey and Blanchard dalam Rivai (2005 : 15) mengemukakan kinerja:
“merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan”. Untuk menyelesaikan
tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu.
Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika
pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya
imbalan/upah yang layak, dan mempunyai harapan masa depan. Oleh karena itu,
agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keahlian dan
keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya serta
diimbangi dengan imbalan yang layak dan jaminan masa depan.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat didefinisikan bahwa pada hakikatnya,
kinerja merupakan “kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan
sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan”. Jika dikaitkan dengan performance sebagai
kata benda dimana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing
done), pengertian performance atau kinerja (Rivai, 2005 : 16) adalah :
I.5.5 Kinerja Individu (Karyawan)
Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu
sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu
hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu
memuaskan kebutuhannya.
Kinerja dalam menjalankan fungsinya selalu berhubungan dengan kepuasan
kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan dan
sifat-sifat individu dan merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan,
membantu mendefenisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi
supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan
harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi. Kesesuaian antara upaya
pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan
kinerja yang baik.
Oleh karena itu, menurut model Partner-Lawyer oleh Donnelly, Gibson dan
Ivancevich dalam (Rivai, 2005:16), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi
oleh faktor-faktor :
a. Harapan mengenai imbalan
b. Dorongan
c. Kemampuan, kebutuhan dan sifat
d. Persepsi terhadap tugas
e. Imbalan eksternal dan internal
f. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja
Pada umumnya unsur-unsur yang perlu dilakukan penilaian atau
pengukuran terhadap kinerja individu (Satrohadiwiryo, 2002 : 235-236) adalah :
1. Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan
tanggungjawab.
2. Prestasi Kerja, adalah kinerja yang dicapai oleh seseorang tenaga kerja
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3. Tanggung Jawab, kesanggupan seorang tenaga kerja dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas
keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4. Ketaatan, kesanggupan seorang tenaga kerja manaati segala ketetapan,
peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
menaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang,
serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah
ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun
tak tertulis.
5. Kejujuran, ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalah-gunakan
wewenang yang t