• Tidak ada hasil yang ditemukan

Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1

SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA

RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN

HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH

IIP SUKRILLAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

IIP SUKRILLAH. Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit darah domba jantan muda. Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba jantan muda dengan umur 2-4 bulan dan bobot badan 10.36±1.62 kg dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok sebagai ulangan. Perlakuan terdiri dari R1: konsentrat mengandung bungkil kedelai, R2: konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik, R3: konsentrat mengandung tepung jangkrik, semua perlakuan diberi 40% rumput Brachiaria humidicola dan 60% konsentrat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan analisis ragam (ANOVA) dengan parameter yang diamati meliputi konsumsi nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi serat, konsumsi BETN dan konsumsi karbohidrat), hematologi darah (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, diferensiasi leukosit) dan metabolit darah (glukosa dan protein darah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan kering ransum, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, diferensiasi leukosit dan glukosa darah. Perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai hematokrit darah dan kadar protein darah. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa didalam darah membentuk persamaan Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 dan hubungan

antara konsumsi protein dengan kadar protein didalam darah mengikuti persamaan yaitu Y = 0.016X2 – 1.802X + 56.032. Disimpulkan bahwa tepung jangkrik dapat

menggantikan bungkil kedelai sebagai sumber protein domba jantan muda tanpa mempengaruhi palatabilitas dan status kesehatan.

Kata kunci : tepung jangkrik, domba jantan muda, metabolit darah

ABSTRACT

IIP SUKRILLAH. Subtitution Soybean Meal with Crickets Meal as a Source Protein Ration of Growing Lamb on Ration to Hematology and Blood Metabolite. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and LILIS KHOTIJAH.

The aim of this study was to evaluate the effect of subtitution of soybean meal by cricket meal on nutrient consumption, hematology and blood metabolites of growing lamb. This study used complete randomized block design, with 3 treatments and 4 replications. Twelve growing lamb in 2-4 month of age and average of body weight 10.36±1.62 kg, were divided into R1: concentrate containing soybean meal, R2: concentrate containing soybean meal and cricket meal, R3: concentrate containing cricket meal and all animals fed 40% of Brachiaria humidicola and 60% concentrate. Data were analyzed using ANOVA with parameters: nutrient consumption, hematology (hemoglobin, hematocrit, eritrosito, leukosit and differensial leukosit) and blood glucose and protein. The relationship between the consumption of carbohydrates with blood glucose levels following the equation Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 and the relationship

between the protein consumption with blood protein of following equation Y = 0.016X2 – 1.802X + 56.032. The results showed that the treatments did not significant affect on nutrient consumption, hemoglobin, erythrocyte, leukocytes, leukocyte differentiation and glucose. It was concluded that soybean meal can be substituted by crickets meal for growing lamb without any problem with palatability and health status.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA

RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN

HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH

IIP SUKRILLAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

3

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung jangkrik sebagai Sumber Protein Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi informasi tentang gambaran hematologi dan metabolit darah domba jantan muda yang diberikan alternatif ransum sumber protein hewani berupa tepung jangkrik sebagai pengganti bungkil kedelai.

Latar belakang penelitian ini adalah tingginya harga bungkil kedelai dan tingginya impor bungkil kedelai dari negara lain menjadi kendala bagi peternak domba, sehingga diperlukan alternatif bahan sumber protein lain yang memiliki kualitas sama. Bahan pakan alternatif sumber protein yang dapat digunakan yaitu tepung jangkrik yang merupakan limbah dari induk jangkrik afkir, memiliki kandungan protein yang sama dengan bungkil kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit darah domba jantan muda.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, Agustus 2015

(10)
(11)

3

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 METODE 3

Alat 3

Bahan 3 Lokasi dan Waktu 4

Prosedur 4 Pembuatan Tepung Jangkrik 4 Pemeliharaan Ternak 5

Pengukuran Konsumsi Ransum 5 Pengambilan Sampel Darah 5

Analisis Hematologi dan Metabolit Darah 5

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Konsumsi Ransum 8

Hematologi Darah 10

Metabolit Darah 13

Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Glukosa Darah 14

Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Protein Darah 15 SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 22

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan pakan penelitian 3

2 Analisis proksimat bahan pakan penelitian 4

2 Kandungan nutrient ransum perlakuan 4

3 Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat 8 4 Kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit 10 5 Presentase differensiasi leukosit dan rasio neutrofil dan limfosit 12 6 Kadar glukosa darah dan protein darah domba jantan muda 13

DAFTAR GAMBAR

1 Kamar hitung counting chamber 6

2 Grafik hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah 14 3 Grafik hubungan konsumsi protein dengan kadar protein darah 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering 19

2 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar 19

3 Hasil analisis ragam konsumsi serat kasar 19

4 Hasil analisis ragam konsumsi BETN 19

5 Hasil analisis ragam konsumsi karbohidrat 20

6 Hasil analisis ragam kadar hemoglobin darah 20

7 Hasil analisis ragam nilai hematokrit darah 20

8 Uji Duncan test nilai hematokrit darah 20

9 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit darah 20

10 Hasil analisis ragam jumlah leukosit darah 21

11 Hasil analisis ragam kadar glukosa darah 21

12 Hasil analisis ragam kadar protein darah 21

13 Uji Duncan test kadar protein darah 21

12 Hasil analisis ragam kadar protein darah 21

(13)

1

PENDAHULUAN

Domba merupakan ternak ruminansia yang berpotensi tinggi untuk dikembangbiakan. Domba memiliki sifat prolifik dengan rata-rata kelahiran 1.77 ekor per induk dalam satu kali kelahiran (Inounu 1996). Sifat prolifik tersebut mengakibatkan populasi ternak domba di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2010 populasi ternak domba mencapai 10 725 ekor dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 15 715 ekor (Badan Pusat Statistik 2014). Meningkatnya populasi ternak domba di Indonesia mengakibatkan tingginya permintaan pakan. Direktorat Pakan Ternak Nasional (2011) menyatakan sebesar 100 000 ton bahan kering konsentrat dan 7.5 juta ton bahan kering pakan hijauan diperlukan oleh ternak domba. Meningkatnya populasi ternak nasional dan tingginya kebutuhan pakan nasional tidak disertai dengan meningkatnya produksi daging nasional, hal ini diduga dikarenakan kualitas pakan yang relatif rendah. Direktorat Jendral Peternakan (2014) menyatakan produksi daging domba nasional pada tahun 2009 hanya sebesar 2 204.9 ton.

Rendahnya produksi daging domba nasional diduga dikarenakan oleh manajemen pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan domba dan pemberian pakan sumber protein belum termanfaatkan secara optimal. Pakan sumber protein sangat diperlukan oleh domba untuk pertumbuhan dan pembentukan daging. NRC (2007) menyatakan domba dengan umur 4 bulan, bobot badan 20 kg dan pertambahan bobot badan harian 100 g ekor-1 hari-1 memerlukan protein 13.33% dan energi 52.63% dalam bentuk TDN. Kearl (1982) menyatakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian domba sekitar 100 g ekor-1 hari-1, diperlukan asupan protein sekitar 95 g ekor-1 hari-1. Pakan sumber protein dapat berasal dari protein nabati dan protein hewani. Bungkil kedelai adalah salah satu contoh pakan sumber protein nabati yang sering digunakan oleh peternak domba. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum domba tumbuh sangat diperlukan, hal ini terkait dengan kandungan protein bungkil kedelai yang sangat tinggi sebesar 49% (NRC 2006). Dendi (2012) melaporkan penggunaan bungkil kedelai sebanyak 15% di dalam ransum lebih efisien dalam meningkatkan performa induk domba dan anak domba lepas sapih, namun tingginya harga bungkil kedelai menjadi kendala bagi peternak domba, dimana sebagian besar bungkil kedelai masih merupakan hasil impor dari negara lain, oleh karena itu perlu penggunaan alternatif bahan pakan inkonvensional sumber protein lain seperti jangkrik, pupa dan belalang.

(14)

2

jenis ternak unggas dan ikan, namun belum diuji cobakan pada ternak ruminansia. Pengkajian mengenai penggunaan tepung jangkrik pada ternak ruminansia seperti domba lepas sapih perlu dilakukan. Secara kualitas nutrisi tepung jangkrik memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 48.84%, selain protein yang tinggi tepung jangkrik juga mengandung serat sebesar 1.02%, lemak sebesar 24.41%, kalsium 0.71%, phospor 0.30% dan energi 4 610 kkal kg-1 (Sinaga et al. 2010). Kadar protein yang tinggi pada tepung jangkrik sangat diperlukan oleh domba lepas sapih untuk proses pertumbuhan, dikarenakan domba lepas sapih belum mampu memanfaatkan sumber serat dan NPN (non protein nitrogen) secara maksimal. Penggunaan tepung jangkrik pada ransum ternak perlu dibatasi, hal ini terkait dengan tingginya kandungan kitin pada tepung jangkrik. Wang et al. (2005) menyatakan dalam 100 gram tepung jangkrik mengandung protein sebesar 58.30% dan kitin sebesar 8.70%. Kandungan kitin didalam tepung jangkrik yang dapat mempengaruhi kecernaan dan secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap gambaran darah dan nutrien darah.

Darah yang tersusun atas benda darah dan cairan darah yang memiliki fungsi sebagai pembawa nutrien, pembawa oksigen, sistem pertahanan dan pembekuan serta penggumpalan darah, dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh konsumsi ransum, kandungan nutrisi ransum dan kecarnaan ransum (Frandson 1992). Penggunaan pakan sumber protein tinggi berupa bungkil kedelai dan tepung jangkrik di dalam ransum dapat memberikan pengaruh terhadap gambaran hematologi darah terutama terhadap kadar hemoglobin darah. Protein yang tinggi pada bungkil kedelai dan tepung jangkrik dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah (Dellmann dan Brown 1989), namun tingginya protein di dalam ransum dapat menurunkan nilai hematokrit darah, hal ini terkait dengan metabolisme protein yang memerlukan air untuk memecah ikatan peptida dengan asam amino, sehingga konsumsi air meningkat (Frandson 1992). Konsumsi air yang meningkat akan mengakibatkan darah menjadi lebih cair (Sonjaya 2012). Selain sumber protein tinggi, tepung jangkrik yang diguakan didalam ransum memiliki kandungan kitin sebesar 8.70%. Kitin yang terkadung pada tepung jangkrik dapat membentuk antigen dan memicu terbentuknya antibodi, hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah leukosit darah (Mathius dan Sinurat 2001), namun kandungan kitin pada tepung jangkrik dapat menurunkan kecernan ransum (Suryaningsih dan Parakkasi 2006). Kecernaan ransum yang menurun akan mengakibatkan menurunnya nutrien darah.

(15)

3

METODE

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu domba yang dilengkapi tempat makan dan air minum, timbangan domba dan timbangan digital kapasitas 500 gram, tabung EDTA, haemocytometer, timbangan pakan kapasitas 3 kg, seperangkat pipet pengencer butir darah merah dan butir darah putih, tabung sahli, sentrifuge, object glas, cover glass dan mikroskop Olympus CX 31, syringe, tabung heparin, tabung efendorf, vortex dan spektrofotometer merk Genesys 10S UV-VIS.

Bahan

Ternak Percobaan

Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal jantan muda, dengan umur 2-4 bulan dan rataan bobot badan 10.36±1.62 kg.

Bahan Analisis Darah

Bahan yang digunakan untuk analisis darah yaitu larutan Turk, larutan Hayem, larutan Gymsa, HCl, dan aquadest, larutan KIT glukosa dengan nomer katalog 112191, larutan KIT protein dengan nomer katalog 118000, larutan standar dan blanko merk Rajawali Nusindo.

Ransum Penelitian

Pakan yang diberikan pada domba lokal jantan muda yaitu rumput Brachiaria humicola dan konsentrat dengan ratio 40:60. Konsentrat tersusun dari lakto A, bungkil kedelai dan tepung jangkrik. Konsentrat diberikan pada pagi hari pukul 07:00 WIB dan rumput Brachiaria humicola diberikan pada siang hari pukul 13:00 WIB. Pemberian air minum secara ad libitum. Komposisi bahan makanan ransum penelitian untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Analisis proksimat bahan pakan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2. Kandungan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1 Komposisi bahan pakan penelitian

Bahan Ransum Penelitian

R1 R2 R3

---%---

Rumput Brachiaria humidicola 40 40 40

Konsentrat terdiri atas: 60 60 60

 Lakto A 45 45 45

 Bungkil kedelai 15 7.5 0

 Tepung jangkrik 0 7.5 15

(16)

4

Tabel 2. Analisis proksimat bahan pakan penelitian

Proksimat Bahan pakan

Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien.

Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan

Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien ; R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung jangkrik.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Maret 2015, bertempatan di Laboratorium lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja serta Laboratorium analisis nutrisi ternak daging dan kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertamian Bogor.

Prosedur

Pembuatan Tepung Jangkrik

(17)

5

Pemeliharaan Ternak

Domba jantan muda dipelihara dalam kandang individu selama 60 hari dan diberikan pakan sesuai kebutuhan yaitu 3% bobot badan. Pemberian pakan sesuai menejemen yang sudah ada yaitu pemberian konsentrat pada pagi hari pukul 07:00 dan pemberian rumput pada siang hari pukul 13:00. Air minum diberikan secara ad libitum.

Pengukuran Konsumsi Ransum

Pengukuran konsumsi ransum (g-1e-1h-1) dilakukan dengan menimbang ransum yang diberikan pada ternak dan dikurangi dengan penimbang sisa ransum yang tidak dikonsumsi ternak. Perhitungan konsumsi ransum meliputi perhitungan konsumsi bahan kering dan konsumsi nutrien (protein kasar, serat kasar, BETN dan karbohidrat). Konsumsi karbohidrat dihitung dari penjumlahan konsumsi serat kasar dengan konsumsi BETN.

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian dan pada pagi hari setelah 2 jam pemberian pakan. Pengambilan darah dilakukan dari vena jugularis menggunakan syring sebanyak kurang lebih 5 mL dan dimasukan ke dalam vaccum tube yang berisi anti koagulan EDTA, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis darah meliputi analisis hematologi (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan differensiasi leukosit) dan analisis metabolit darah (Glukosa dan Protein darah).

Analisis Hematologi dan Metabolit Darah

Hemoglobin Darah. Kadar hemoglobin darah diukur menggunakan Metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan sebanyak 0.1 mL ke dalam tabung Sahli. Sampel darah dihisap dan dimasukan kedalam tabung Sahli sebanyak 2 µl menggunakan pipet hemoglobin. Campuran larutan didalam tabung diaduk hingga rata dan didiamkan selama 3 menit. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit seiring dengan dilakukannya pengadukan. Ketika warna larutan sesuai dengan standar warna pada hemoglobinometer penambahan aquadest dihentikan. Kadar hemoglobin darah dapat dilihat pada garis tabung (g/%) (Sastradipradja dan Hartini 1989).

(18)

6

mengendap terhadap total darah dengan menggunakan alat baca microcapillary hematokrit reader (Sastradipradja dan Hartini 1989).

Jumlah Etitrosit dan Leukosit Darah. Jumlah eritrosit darah diamati dengan cara menghisap sampel darah menggunakan aspirator atau pipet eritrosit sampai tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan Hayem yang dihisap hingga tanda 101. Pipet eritrosit yang telah berisi sampel darah dan larutan hayem di homogenkan dengan membuat angka 8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers yang sudah tertutup cover glass dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Perhitungan eritrosit darah dilakukan pada 5 kotak dari total 25 kotak kecil yang berada di tengah counting chambers. Lima kotak yang dihitung berada dibagian pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah, pojok kiri bawah dan bagian tengah (Gambar 1). Perhitungan jumlah eritrosit (per mm3) dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh eritrosit yang telah dihitung pada masing-masing kotak kecil dan dikalikan dengan 104 (Sastradipradja dan Hartini 1989).

Jumlah leukosit darah dilakukan dengan cara menghisap sampel darah menggunakan pipet leukosit sampai tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan pengencer Turk yang dihisap hingga tanda 11. Pipet leukosit yang telah berisi sampel darah dan larutan pengencer Turk dihomogenkan dengan membuat angka 8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers yang sudah tertutup cover glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Perhitungan jumlah leukosit dilakukan pada 16 kotak kecil yang terdapat didalam 4 buah kotak besar. Posisi kotak berada di bagian pojok kanan atas, bagian pojok kiri atas, bagian pojok kiri bawah dan bagian pojok kanan bawah (Gambar 1). Jumlah leukosit (per mm3) dihitung dengan cara menjumlahkan leukosit yang terhitung pada masing-masing kotak dan dikalikan dengan 50 (Sastradipradja dan Hartini 1989).

Gambar 1 Kamar hitung counting chamber

(19)

7

menggunakan 10µl larutan standar dan 1000µl reagen KIT. Masing-masing dari ketiga larutan diatas dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan dihomogenkan menggunakan Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Larutan sampel, blanko, dan standar dimasukan dalam spektrofotometer untuk dilihat nilai absornamsinya dengan panjang gelombang 500 nm untuk glukosa. Nilai absorbansi dimasukan kedalam rumus kadar glukosa darah sebagai berikut.

Rumus :

Perhitungan kadar glukosa darah (mg dL-1) = 100 x ΔA sampel ΔA sampel

Kadar protein darah dianalisis menggunakan KIT dengan nomer katalog 118000. Sampel plasma darah sebanyak 10µl ditambahkan dengan 1000µl reagen KIT protein 118000. Larutan blanko menggunakan 10µl aquades ditambahkan 1000µl reagen KIT protein. Larutan standar menggunakan 10µl larutan standar dan 1000µl reagen KIT protein. Masing-masing dari ketiga larutan diatas dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan dihomogenkan menggunakan Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Larutan sampel, blanko, dan standar dimasukan dalam spektrofotometer untuk dilihat nilai absornamsinya dengan panjang gelombang 546 nm untuk kadar protein darah. Nilai absorbansi dimasukan kedalam rumus kadar protein darah sebagai berikut.

Rumus :

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan bobot badan sebagai kelompok. Model matematik rancangan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

Yij = μ + τi j + εij

Keterangan: Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = Rataan umum pengamatan

R1 = konsentrat mengandung bungkil kedelai

R2 = konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik R3 = konsentrat mengandung tepung jangkrik

(20)

8

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (Analyses of Variance, ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Data konsumsi karbohidrat dan protein dengan gambaran metabolit darah (glukosa dan protein darah) dinyatakan sebagai kolerasi regresi pola kuadratik dengan persamaan sebagai berikut:

y = ax2+ bx + c.

Keterangan: y = titik potong sumbu x x = titik potong sumbu y a = koefisien dari x2

b = koefisien dari x c = konstanta

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi protein kasar, konsumsi serat kasar, konsumsi BETN, konsumsi karbohidrat, hematologi darah (kadar hemoglobin, nilai hematokrit, eritrosit, leukosit, differensiasi leukosit), glukosa dan protein darah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Berdasarkan hasil uji statistik, perbedaan penggunaan jenis pakan sumber protein nabati dan hewani ke dalam ransum tidak memberikan perbedaan nyata terhadap konsumsi nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi serat, konsumsi BETN dan konsumsi karbohidrat). Tabel 4 menunjukkan konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, BETN dan karbohidrat domba.

Tabel 4 Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat

Parameter Perlakuan

R1 R2 R3

Konsumsi (g e-1 h-1)

Bahan kering 383.53±8.64 368.90±45.55 338.52±45.45 Protein kasar 64.98±1.80 57.99±9.05 56.52±9.92 Serat kasar 91.63±2.06 83.92±11.27 90.27±11.15 BETN 170.14±3.83 141.09±18.94 159.29±19.67 Karbohidrat 261.76±5.90 225.01±30.21 249.56±30.81 Keterangan : BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung jangkrik.

(21)

9 menunjukkan penggunaan sumber protein tepung jangkrik sebanyak 7.5% dan 15% didalam ransum mempunyai palatabilitas yang sama dengan penggunaan sumber protein bungkil kedelai sebanyak 7.5% dan 15% didalam ransum yang tidak mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) yang menyatakan tingkat konsumsi bahan kering ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu palatabilitas ternak, breed, bobot badan, stres, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan.

Konsumsi protein yang tidak berbeda nyata didasari oleh kandungan protein ransum yang tidak jauh berbeda dan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda nyata. Kandungan protein ransum penelitian yaitu 17.00%, 16.77% dan 17.27% untuk perlakuan R1, R2 dan R3. Kearl (1982) menyatakan domba dengan umur 3 bulan dan bobot badan 10 kg dan PBBH 100 g e-1 h-1 membutuhkan konsumsi protein kasar 31.67 g e-1 h-1. Diny (2011) melaporkan konsumsi protein kasar domba dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge yaitu 67.91 g e-1 h-1 sampai 76.98 g e-1 h-1. Konsumsi protein kasar domba yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan pernyataan Kearl (1982), namun lebih rendah dari penelitian Diny (2011). Rendahnya konsumsi protein kasar domba penelitian dibandingkan dengan penelitian Diny (2011) disebabkan oleh perbedaan penggunaan hijauan dan jenis konsentrat.

Diny (2011) melaporkan konsumsi serat kasar domba dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge yaitu 87.43 g e-1 h-1 sampai 303.55 g-1 e-1 h-1. Konsumsi serat kasar hasil penelitian lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Diny (2011), hal ini disebabkan oleh perbedaan penggunaan hijauan sebagai sumber serat. Konsumsi serat kasar yang tidak berbeda nyata pada penelitian terkait dengan konsumsi bahan kering yang juga tidak berbeda nyata.

Perbedaan penggunaan sumber protein ke dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi BETN, hal ini terkait dengan konsumsi bahan kering juga yang tidak berpengaruh. Diny (2011) melaporkan konsumsi BETN domba muda dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge yaitu sebesar 202.31 g e-1 h-1 sampai 344.94 g e-1 h-1. Konsumsi BETN domba hasil penelitian lebih rendah dari konsumsi BETN domba hasil penelitian Diny (2011). Rendahnya konsumsi BETN domba penelitian dibandingkan dengan penelitian Diny (2011) dikarenakan oleh perbedaan konsumsi bahan kering dan kandungan BETN ransum. Konsumsi bahan kering domba penelitian Diny (2011) berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3 g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.

(22)

10

Rendahnya konsumsi karbohidrat domba yang digunakan dalam penelitian dibandingkan dengan penelitian Diny (2011) disebabkan oleh Perbedaan konsumsi bahan kering kadar serat ransum dan kadar BETN ransum. Konsumsi bahan kering domba penelitian Diny (2011) berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3 g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.dan kadar serat 33.18%.

Hematologi Darah

Hasil analisis statistik menunjukkan penggunaan sumber protein berupa bungkil kedelai dan tepung jangkrik didalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit darah. Penggunaan sumber protein berupa bungkil kedelai dan tepung jangkrik berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai hematokrit darah. Kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit darah domba jantan muda penelitian disajikan pada Tabel 5.

Penggunaan sumber protein bungkil kedelai dan tepung jangkrik di dalam ransum menghasilkan jumlah eritrosit yang sama. Jumlah eritrosit darah domba hasil pengamatan berada dalam kisaran normal. Musmulyadi (2011) melaporkan jumlah eritrosit domba dengan bobot badan 12.56 kg berkisar 6.50 106 mm-3 sampai 7.50 106 mm-3. Jumlah eritrosit darah domba hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah eritrosit domba hasil penelitian Musmulyadi (2011). Jumlah eritrosit darah dipengaruhi oleh perbedaan breed, konsumsi protein, aktivitas fisik dan umur (Dellman dan Brown 1989). Sonjaya (2012) menyatakan jumlah sel darah merah pada domba dipengaruhi oleh faktor internal seperti genetik, bangsa ternak dan status fisiologis serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kualitas pakan, kondisi daerah, pemeliharaan dan penyakit. Kadar hemoglobin darah pun dapat mempengaruhi jumlah eritrosit darah. Dellman dan Brown (1989) menyatakan pigmen warna merah pada eritrosit darah disebabkan oleh 40% konjugasi kadar hemoglobin akan membentuk sel darah merah.

Kadar Hemoglobin

(23)

11

dengan pendapat Soeharsono et al. (2010) menyatakan bahwa kadar hemaglobin yang dominan tersusun atas globin sebanyak 40%, berasal dari asupan protein, sehingga penambahan pakan sumber protein dapat mempengaruhi kadar hemoglobin darah. Kadar hemoglobin darah hasil penelitian berada dalam kisaran normal. Musmulyadi (2011) melaporkan domba muda dengan umur 3 bulan dan bobot 12.56 kg yang diberikan pakan daun Moringa oleifera lamk, Glirisidia sepium dan Artocarpus heterophyllus mempunyai kadar hemoglobin 8.69 g dL-1 sampai 10.29 g dL-1. Kadar hemoglobin domba penelitian lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Musmulyadi (2011). Sonjaya (2012) menyatakan kadar hemoglobin dipengaruhi oleh umur, spesies, besar tubuh, aktivitas, status kesehatan, status gizi dan kondisi fisiologis. Sonjaya (2012) mengatakan bahwa kadar hemoglobin dipengaruhi oleh asupan nutrisi, spesies, besar tubuh, aktivitas, status kesehatan, umur dan kondisi fisiologis. Wang et al. (2005) menyatakan jangkrik mengandung kadar globulin sekitar 20.88%.

Kadar Hematokrit

Kadar hematokrit darah cenderung mengalami penurunan, namun masih dalam kisaran normal. Penggunaan pakan sumber protein pada perlakuan R1 dapat meningkatkan nilai hematokrit darah sebesar 2.5% dari perlakuan R2 dan 3.5% dari perlakuan R3. Tingginya nilai hematokrit pada perlakuan R1 disebabkan oleh tingginya jumlah eritrosit, dimana jumlah eritrosit perlakuan R1 yaitu 9.43 106 mm-3. Achmad et al. (2013) menyatakan kadar hematokrit darah dipengaruhi oleh kerusakan eritrosit (eritrositosis) dan jumlah eritrosit, jumlah konsumsi air minum, jenis dan kualitas pakan. Frandson (1992) menyatakan meningkatnya konsentrasi sel darah merah akan mengakibatkan nilai hematokrit meningkat. Musmulyadi (2011) melaporkan kadar hematokrit domba jantan muda dengan bobot 12.56 kg yang diberikan pakan daun Moringa oleifera lamk, Glirisidia sepium dan Artocarpus heterophyllus yaitu 23.66% sampai 33.25%. Kadar hematokrit darah domba hasil penelitian adalah 27.25% sampai 30.75%, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Musmulyadi (2011).

Jumlah Leukosit Darah

(24)

12

pembentukan antigen dan memicu terbentuknya antibodi tubuh, sehingga jumlah leukosit darah dapat mengalami peningkatan (Mathius dan Sinurat 2001).

Differensiasi Leukosit Darah

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan bungkil kedelai dan tepung jangkrik dalam ransum domba jantan muda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Differensiasi leukosit darah domba (nilai neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit dan rasio neutrofil dengan limfosit). Presentase differensiasi leukosit darah domba jantan muda penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Presentase differensiasi leukosit dan rasio neutrofil dan limfosit

Diferensiasi Leukosit Perlakuan Mangkoewidjojo (1988); **= Dellman dan Brown (1989).

Kadar neutrofil tidak berbeda nyata, hal ini sejalan dengan jumlah leukosit darah yang tidak berbeda nyata. Kadar neutrofil domba berada dalam kisaran normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Musmulyadi (2011) melaporkan domba jantan muda dengan bobot 12.56 kg yang diberikan pakan daun Moringa oleifera lamk, Glirisidia sepium dan Artocarpus heterophyllus memiliki kadar neutrofil sebesar 31.50% sampai 58.25%. Kadar neutrofil domba penelitian sesuai dengan hasil penelitian Musmulyadi (2011). Kadar neutrofil didalam darah akan meningkat cepat apabila terjadi infeksi pada domba (Frandson 1992). neutrofil berperan dalam sistem pertahanan melawan infeksi dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang terserang oleh bakteri (Frandson 1992).

Kadar eosinofil domba tidak berbeda nyata, hal ini menggambarkan ternak yang diberikan ransum bungkil kedelai dan tepung jangkrik memiliki kemampuan yang sama dalam proses pencegahan infeksi cacing, hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan Eosinofil memiliki fungsi mencegah infeksi yang disebabkan oleh parasit terutama cacing. Kadar eosinofil domba hasil penelitian berada dalam kisaran normal. Musmulyadi (2011) melaporkan domba jantan muda dengan bobot 12.56 kg mempunyai kadar eosinofil sebesar 3. 10% sampai 7.12%. Kadar eosinofil domba hasil penelitian sama dengan kadar eosinofil domba penelitian Musmulyadi (2011).

(25)

13

koagulan yang akan dilepaskan di daerah peradangan guna mencegah timbulnya pembekuan darah dan limfa (Frandson 1992).

Kadar limfosit darah hasil penelitian berada dalam kisaran normal. Musmulyadi (2011) melaporkan kadar limfosit domba dengan bobot 12.56 kg yaitu berkisar 21.00% sampai 33.25%. Kadar limfosit domba hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Musmulyadi (2011), hal ini disebabkan oleh penggunaan jenis pakan sumber protein hewani dan nabati dapat meningkatkan kandungan protein ransum. Dellman dan Brown (1989) menyatakan kadar limfosit darah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu stres, aktivitas fisiologi, asupan gizi terutama protein dan umur. Kadar limfosit domba yang berbeda nyata mempunyai arti kemampuan ternak untuk membentuk anti bodi sama, Hal ini sesuai dengan pernyatakan Frandson (1992) bahwa limfosit berperan dalam merespon imunitas terhadap antigen dengan membentuk anti bodi yang bersirkulasi didalam darah.

Kadar monosit darah domba muda hasil penelitian berada dalam kisaran normal. Musmulyadi (2011) melaporkan domba jantan muda dengan bobot 12.56 kg mempunyai kadar monosit sebesar 0.44% sampai 3.27%. Kadar monosit domba penelitian sesuai dengan penelitian Musmulyadi (2011). Monosit berperan sebagai fagositik yang mempunyai kemampuan untuk melawan bakteri. Monosit akan bekerja pada keadaan infeksi yang tidak terlalu akut seperti tuberkulosis (Frandson 1992).

Rasio N/L darah berada diatas kisaran normal. Walfitri (2011) melaporkan rasio N/L domba jantan muda dengan bobot 13.752.85 kg berkisar 0.66% sampai 1.11%. Rasio neutrofil dengan limfosit hasil penelitian lebih tinggi dari kisaran normal namun sesuai dengan penelitian Walfitri (2011). Tingginya rasio N/L hasil pengamatan diduga karena terjadinya stres akibat tingginya suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban kandang penelitian mencapai 26.91±2.210C dan kelembaban 90.83±2.60%. Dellman dan Brown (1989) menyatakan rasio Neutrofil dan limfosit dipengaruhi oleh stres, aktivitas fisiologis, asupan nutrisi dan umur.

Metabolit Darah

Hasil analisis statistik didapatkan bahwa penggunaan pakan bungkil kedelai dan tepung jangkrik kedalam ransum domba jantan muda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar glukosa, namun memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein darah. Kadar glukosa dan kadar protein darah domba jantan muda disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar glukosa darah dan protein darah domba jantan muda

(26)

14

Glukosa Darah

Kadar glukosa darah pada perlakuan R1 berada diatas kisaran normal dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya kadar glukosa pada perlakuan R1 dibandingkan perlakuan lainnya dikarenakan konsumsi karbohidrat dan konsumsi protein pada perlakuan R1 lebih tinggi yaitu sebesar 261.76 g e-1 h-1 dan 64.98 g e-1 h-1 bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Mathius et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi glukosa darah dipengaruhi oleh imbangan konsumsi protein dan energi pakan. Astuti et al. (2008) menyatakan domba dengan umur 5-6 bulan yang diberikan rumput lapang dengan perlakuan waktu pemberian pakan memiliki kadar glukosa 47.00 mg dL-1 sampai 51.86 mg dL-1. Kadar glukosa domba hasil penelitian lebih tinggi dibandingan dengan hasil penelitian Astuti et al. (2008). Tingginya kadar glukosa domba penelitian dibandingkan dengan kadar glukosa domba penelitian Astuti et al. (2008) dikarenakan oleh perbedaan jenis pakan dan waktu pengambilan sampel darah. Pakan yang digunakan dalam penelitian Astuti et al. (2008) yaitu rumput lapang sedangkan pakan yang digunakan dalam penelitian yaitu konsentrat dan rumput Brachiaria humidicola dengan pengambilan sampel darah 2 jam setelah makan. Astuti et al. (2008) menyatakan konsentrasi glukosa darah akan meningkat 2 jam setelah makan disebabkan oleh pakan yang dikonsumsi telah mengalami hidrolisa karbohidrat dengan adanya enzim pemecah karbohidrat menjadi glukosa.

Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Glukosa Darah Hasil fermentasi karbohidrat terurai menjadi beberapa molekul komponen gula yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Glukosa yang termaksud kedalam molekul monosakarida mempunyai hubungan positif dengan konsumsi karbohidrat. Hal ini mengakibatkan adanya keterkaitan yang kuat antara konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara konsumsi karbohidrat domba terhadap kadar glukosa darah.

(27)

15

sebesar 0.24 yang artinya sebesar 24% kadar glukosa yang terbentuk dalam darah domba dipengaruhi oleh konsumsi karbohidrat sedangkan sebesar 76% dipengaruhi oleh faktor lain seperti mikroba rumen (selulolitik dan amilolitik). Astuti et al. (2008) menyatakan kadar glukosa darah dipengaruhi jumlah mikroba selulolitik, amilolitik dan mekanisme homeostasis darah. Titik optimum terendah untuk konsumsi karbohidrat berada pada 220.37 g e-1 h-1 dengan kadar glukosa 56.26 mg dL-1.

Protein Darah

Kadar protein darah domba pada perlakuan R2 sebesar 8.321.29 lebih tinggi dari pada kontrol yaitu sebesar 6.760.24. Astuti et al. (2008) menyatakan domba muda dengan umur 4-6 bulan yang diberikan rumput lapang dengan perlakuan waktu pemberian pakan mempunyai kadar protein sebesar 6.26 g dL-1 sampai 6.51 g dL-1. Kadar protein domba hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Astuti et al. (2008). Tingginya kadar protein darah perlakuan R2 diatas kisaran normal dan kontrol dikarenakan penambahan 7.5% tepung jangkrik kedalam ransum dapat meningkatkan kadar asam amino ransum glutamat dan treonin. Yelmida et al. (2010) menyatakan bahwa tepung jangkrik memiliki kadar asam amino glutamat yang tinggi sebesar 7.5% dan asam amino treonin sebesar 2.59%. Treonin memiliki peranan dalam menyumbangkan nitrogen dan Glutamat memiliki fungsi sebagai sumber NH3 (Purwaningsih 2012), namun penambahan 15% tepung jangkrik dalam ransum tidak dapat meningkatkan kadar protein darah, hal ini dikarenakan tingginya penggunaan tepung jangkrik dalam ransum dapat menurunkan kecernaan ransum yang disebabkan oleh adanya zat kitin pada tepung jangkrik. Wang et al. (2005) menyatakan dalam 100 gram tepung jangkrik mengandung protein sebesar 58.30% dan kitin sebesar 8.70%. Suryaningsih dan Parakkasi (2006) menyatakan senyawa kitin sulit dicerna oleh tubuh karena berupa polimer glukosa dengan kadar serat tinggi mencapai 72.52%. Penambahan 15% tepung jangkrik dapat menghambat kerja sistem pencernaan domba dikarenakan oleh konsumsi kitin yang tinggi yaitu 29.45%, namun penambahan 7.5% tepung jangkrik dalam ransum masih dapat diatasi oleh sistem pencernaan domba dikarenakan jumlah kitin yang terkonsumsi lebih sedikit yaitu 16.05%.

Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Protein Darah

(28)

16

Gambar 3 Grafik hugungan konsumsi protein dengan kadar protein darah Persamaan regresi linear pola kuadratik yang terbentuk antara konsumsi protein (X) dengan kadar protein darah (Y) yaitu Yp = 0.016X2–1.802X+56.032. Nilai R2 pada persamaan garis sebesar 0.48 yang artinya sebesar 48% kadar protein yang terbentuk dalam darah domba dipengaruhi oleh konsumsi protein dan 52% dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti non protein nitrogen dan sintesa protein mikroba. Kadar protein darah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu waktu pengambilan darah, jumlah mikroba proteolitik didalam rumen dan konsentrasi amoniak (Astuti et al. 2008). Titik optimal pada persamaan garis terjadi ketika konsumsi protein sebesar 55.95 g e-1 h-1 dan kadar protein darah 5.62 g dL-1.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik tidak mempengaruhi konsumsi nutrien, hematologi darah dan kadar glukosa darah. Penggunaan 7.5% tepung jangkrik dalam ransum dapat meningkatkan kadar protein darah. Disimpulkan bahwa tepung jangkrik dapat menggantikan bungkil kedelai sebagai sumber protein ransum sampai dengan taraf 15% tidak mempengaruhi palatabilitas dan kesehatan domba tumbuh.

Saran

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Achmad SA, Ismoyowati, Diana I. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis ternak ruminansia terhadap penambahan prebiotik dalam ransum. JIP 1 (3): 1001-1013.

Agus S. 2011. Budidaya Ternak Jangkrik (Gryllus mitratus burm). Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Astuti DA, Ekastuti DR, Sugiarti Y, Marwah. 2008. Profil darah dan nilai hematologi domba lokal yang dipelihara di hutan pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Agripet 8(2):1-8.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. Jakarta (ID): Pusat Statistik [diunduh 21 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/. Bayu GBK, Osfar S, Irfan HD. 2010. Pembuatan tepung jangkrik sebagai pakan

alternativ ternak. JIP 1 (1): 6-8.

Dellman HD, Brown EM. 1989. Text book of Veterinary Histologi. Penerjemah Hartono R. Ed ke-3. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Dendi V. 2012. Evaluasi substitusi tepung ikan dan bungkil kedelai dalam ransum domba lokal terhadap performa induk laktasi dan anak prasapih. [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Diny SW. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Pakan Ternak. 2011. Rencana strategi (Renstra) Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011-2014. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.

Direktorat Jendral Peternakan. 2010. Buku Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Kementrian pertanian.

Direktorat Jendral Peternakan. 2014. Buku Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Kementrian pertanian.

Frandson RD. 1992. The Goat Keepers Veterinary Book. Ipswich. Ed ke-3. United Kingdom (US): Farming Press.

Gayuh M. 2009. Pemanfaatan protein pada domba lokal jantan dengan bobot badan dan asar pemberian pakan yang berbeda. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Semarang (ID): Universitas Diponogoro.

Inounu I. 1996. Keragaman produksi ternak prolifik [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kearl L. 1982. Nutrient Requirement of Ruminants in Developing Countries. Washington DC (US): International Feedstuff Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah State University Press.

Mathius IW, Sinurat AP. 2001. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk tenak. J Wartazoa 11 (2): 26-27.

Mathius IW, Sastradipradja D, Sutardi T, Natasasmita A, Sofyan LA, Sihombing DTH. 2002. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba lokal 4 Induk fase Bunting tua. JITV 7 (3): 167-180.

(30)

18

[NRC] National Research Council. 2006. Nutrient Requirements of Small Ruminants. Washington DC (US): National Academy Press.

[NRC] National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small Ruminants. Washington DC (US): National Academy Press.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Purwaningsih S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong mata merah (Cerithidea obtusa). JIK 17 (1): 39-48.

Riis PM. 1983. Dynamic Biochemistry of Animal Production. NY. pp 363.

Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.

Sinaga W, Astuti DA, Iskandar E, Wirdateti, Pamungkas J. 2010. Konsumsi pakan asal hewan pada kungkang (Nycticebus coucang) difasilitasi penangkaran, Pusat Satwa Primata (PSSP) IPB. JPI 7(2): 69-75.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Soeharsono, Amushawwir, E Hermawan, L Andriani, KA Kamil. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Biokimia Dasar, Fungsi dan Interaksi Organ pada Hewan. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran Press.

Sonjaya H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri, Edisi ke-2 cetakan ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum.

Suryaningsih L, Parakkasi A. 2006. Pengaruh pemberian tepung cangkang udang (Karapas) sebagai sumber kitin dalam ransum terhadap kadar LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan Presentase karkas. JIT 6(1): 63-67.

Walfitri YO. 2011. Respon fisiologi domba garut yang dipelihara secara semi intensif dengan perlakuan pencukuran di peternakan PT Indocement. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wang D, Zhai SW, Zhang CX, Bai YY, An SH, Xu YN. 2005. Evaluation on nutritional value of field crickets as a poultry feedstuff. J Anim Sci 18(5): 667-670.

(31)

19

Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi bahan kering

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 4218.08 2109.04 1.26 5.14 10.92

Kelompok 3 2592.25 864.08 0.52 4.76 9.78

Galat 6 10052.64 1675.44

Total 11 16862.97 1532.99

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi protein kasar

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 161.96 80.98 1.67 5.14 10.92

Kelompok 3 75.03 25.01 0.52 4.76 9.78

Galat 6 291.35 48.56

Total 11 528.34 48.03

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi serat kasar

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 135.40 67.70 0.67 5.14 10.92

Kelompok 3 156.64 52.21 0.51 4.76 9.78

Galat 6 609.72 101.62

Total 11 901.76 81.98

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi BETN

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 1722.79 861.40 2.85 5.14 10.92

Kelompok 3 469.41 156.47 0.52 4.76 9.78

Galat 6 1811.68 301.95

Total 11 4003.88 363.99

(32)

20

Lampiran 5 Analisis ragam konsumsi karbohidrat

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 2802.54 1401.27 1.86 5.14 10.92

Kelompok 3 1168.12 389.37 0.52 4.76 9.78

Galat 6 4522.60 753.77

Total 11 8493.26 772.11

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 6 Analisis ragam kadar hemoglobin darah

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 0.50 0.25 0.32 5.14 10.92

Kelompok 3 1.10 0.37 0.47 4.76 9.78

Galat 6 4.66 0.78

Total 11 6.26 0.57

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 7 Analisis ragam nilai hematokrit darah

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 26.00 13.00 10.64* 5.14 10.92

Kelompok 3 14.92 4.97 4.07 4.76 9.78

Galat 6 7.33 1.22

Total 11 48.25 4.39

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

*: signifikan.

Lampiran 8 Duncan test nilai hematokrit darah

Perlakuan N Subset

1 2

R2 4 27.25

R3 4 28.25

R1 4 30.75

(33)

21

Lampiran 9 Analisis ragam jumlah eritrosit darah.

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 0.30 0.15 0.17 5.14 10.92

Kelompok 3 1.30 0.43 0.49 4.76 9.78

Galat 6 5.28 0.88

Total 11 6.88 0.63

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 10 Analisis ragam jumlah leukosit darah

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 6.04 3.02 1.59 5.14 10.92

Kelompok 3 7.97 2.66 1.40 4.76 9.78

Galat 6 11.42 1.90

Total 11 25.43 2.31

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 11 Analisis ragam kadar glukosa darah

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 165.86 82.93 0.97 5.14 10.92

Kelompok 3 76.39 25.46 0.30 4.76 9.78

Galat 6 511.55 85.26

Total 11 753.80 68.53

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 12 Analisis ragam kadar protein darah

SK Db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 10.48 5.24 8.42* 5.14 10.92

Kelompok 3 2.57 0.86 1.38 4.76 9.78

Galat 6 3.73 0.62

Total 11 16.79 1.53

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, F 0.05 dan F 0.01 : signifikansi.

Lampiran 13 Duncan test kadar protein darah

Perlakuan N Subset

1 2

R2 4 6.09

R1 4 6.75

R3 4 8.32

(34)

22 Kampung Sawah pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 01 Rumpin pada tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 01 Rumpin pada tahun 2008-2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di

Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Selama kuliah, penulis mengikuti beberapa kegiatan kampus, seperti kepanitiaan Magang BEM TPB, BEM TPB 2008-2009, Dekan Cup 2013, Livestockporia 2013, Masa Perkenalan Fakultas (MPF 2013), Dies Natalis ISMAPETI ke-32, Dransum 2010-2012, Malam Keakraban INTP angkatan 49, mengikuti seminar Nasional “Fapet Golden Week’, International Feed Seminar 2012, Seminar Nasional Hari Susu Nusantara. Penulis bersama teman INTP angkatan 48 meraih Juara 1 lomba perkusi dalam SEMARAK BIDIKMISI dan Juara terfavorit perkusi dalam IAC (IPB Art Contest) tahun 2012-2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelsaikan penelitian dan skripsi sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan Salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Terima kasih penulis ucapkan pula kepada kedua orang tua penulis yang selalu melimpahkan do’a dan memberikan banyak pelajaran serta ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS sebagai dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Lilis Khotijah, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 26 Mei 2015. Terima kasih kepada Dr. Ir. Idat galih Permana, MSc, Agr dan M. Siduresta Soenarno, S.Pt, M.Sc sebagai dosen penguji skripsi pada tanggal 28 Juli 2015.

Gambar

Tabel 1 Komposisi bahan pakan penelitian
Tabel 2. Analisis proksimat bahan pakan penelitian
Tabel 6 Presentase differensiasi leukosit dan rasio neutrofil dan limfosit
Gambar 2 Grafik hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Suhu di kabupaten Merauke pada kondisi kemarau dan siang hari dapat mencapai 30 o C-33 o C dengan kelembapan mencapai 87% (BMKG, 2018). Lingkungan yang tidak stabil seperti suhu

PIHAK PERTAMA menyerahkan kepada PIHAK KEDUA berupa kartu sebagaimana tersebut di atas1. PIHAK KEDUA menerima kartu tersebut dan selanjutnya akan

This study aims at describing the interlanguage errors made by the students of SMA Negeri 1 Sumberlawang in their written descriptive text; identify the types of

Objek penelitian ini adalah implementasi tugas dan fungsi Kepala Urusan Pembangunan dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat di Desa Payungan Kecamatan Kaliwungu Kabupaten

yang telah ditetapkan 0.05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya Sistem Informasi Akuntansi (Persediaan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Oleh karena itu, wartawan harus bisa menilai segala macam informasi yang diterima dari sumber berita, baik dari pemerintah, pejabat militer ataupun pihak tertentu.12 Berangkat

Melalui metode kualitatif- deskriptif, penjelasan tentang perlombaan antariksa yang terjadi saat ini, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang peluang-peluang baru bagi

Menurut Solomon ukuran nanopartikel perak dapat ditentukan dari puncak serapan maksimum panjang gelombang dimana semakin besar ukuran partikel maka puncak serapan