i SKRIPSI
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA
I MADE ADI DWI PRANATHA
1116051087
FAKULTAS HUKUM
UNIVERISTAS UDAYANA
DENPASAR
ii
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
KCU SINGARAJA
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
I MADE ADI DWI PRANATHA
1116051087
FAKULTAS HUKUM
UNIVERISTAS UDAYANA
DENPASAR
v
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kehadapanIda Sang HyangWidhiWasa / Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberi karunia dan rahmat-NYA sehingga sayadapat
menyelesaikan tepat pada waktunya laporan akhir skripsi ini yang berjudul
“Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Bank Pada PT. Bank
Negara Indonesia (BNI) KCU Singaraja”.
Tugas laporan akhir SKRIPSI ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
dapat menyelesaikan studi pada Fakultas HukumUniversitas Udayana. Dalam
penyusunan laporan penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa mendapatkan
bantuan moral dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan rasa hormat
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I KetutSudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas
vi
5. BapakDr. I Wayan Wiryawan, SH., MH. Ketua Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
6. Ibu Ni PutuPurwanti, SH., MH., Dosen Pembimbing I, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran-saran dan
petunjuk di dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak A.A. Gede Agung Dharmakusuma, SH., MH., Dosen
Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, saran-saran dan petunjuk di dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak I Gusti Ngurah Dharma Laksana, SH., Mkn., Dosen Pembimbing
Akademik di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
9. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi ini.
10. Bapak dan Ibu pegawai staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Udayana atas segala pelayanan administrasi yang diberikan selama saya
mengikuti perkuliahan.
11. Kepada Keluarga Bapak dan Ibu serta kakak dan adik tercinta yang telah
membantu melalui doa, perhatian, semangat, dan memberikan dukungan
moril maupun materiil selama masa perkuliahan serta dukungan untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12. Teman – teman saya khususnya Bagus Yudhanegara, Dumi Hardina, Ida
Bagus Guntur, Dharma Sucipta, Pasek Pariasa, Arik Sanjaya, A.A.
Raka Adnyana, Adi Dana Pratama, Pebri Paradiksa, Doni Laksmana,
Dede Wahyu Widyatmika, yang telah memberikan doa, dukungan moril,
serta motivasi dalam proses saya menulis skripsi ini.
13. Teman-temanangkatan 2011 di Program Reguler dan Ekstensi Fakultas
Hukum Universitas Udayana yang selalu memberikan dukungan selama
saya menulis skripsi ini.
Saya menya dari bahwa skripsi ini belum dan masih jauh dari sempurna,
Dan seperti pepatah lama mengatakan bahwa tiada gading yang tak retak. Hal ini
vii
pengetahuan maupun pengalaman. Demi penyempurnaan selanjutnya, saya
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kepentingan ilmu
hukum. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang
telah turut membantu, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan
berkah-nya kepada kita semua.
Om Cantih, Cantih, Cantih, Om
Denpasar, 18 Februari2016
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….. i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ………… ii
HALAMAN PENGESAHAN OLEH PEMBIMBING ………. iii
HALAMAN PENGESAHAN OLEH PENGUJI ………... iv
KATA PENGANTAR ……… v
DAFTAR ISI ……….. vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ……….. viii
ABSTRAK ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.2. Rumusan Masalah ……….... 8
1.3. Ruang Lingkup Masalah ……….. 8
1.4. Orisinalitas Penelitian ……….. 8
1.5. Tujuan Penelitian ………. 11
a. Tujuan umum ……… 11
x
1.6. Manfaat Penelitian ………... 11
a. Manfaat teoritis ………. 11
b. Manfaat praktis ……….. 12
1.7. Landasan Teoritis ………. 12
1.8. Metode Penelitian ……… 22
a. Jenis penelitian ……….. 22
b. Jenis Pendekatan ………. 22
c. Sifat penelitian ………... 22
d. Jenis dan sumber data ……….. 23
e. Teknik pengumpulan data ………... 24
f. Teknik pengolahan dan analisis data ……….... 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN WANPRESTASI 2.1. Perjanjian Kredit ……….. 25
2.1.1. Pengertian Perjanjian Kredit ……….. 25
2.1.2. Asas-Asas Perjanjian Kredit ………. 27
2.1.3. Bentuk Perjanjian Kredit ……… 30
2.1.4. Pihak-pihak dalam Perjanjian Kredit ………….... 32
xi
2.1.6. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Kredit .………... 35
2.1.7. Berakhirnya Perjanjian Kredit ……… 35
2.2. Wanprestasi ……….. 39
2.2.1. Pengertian Wanprestasi ………. 39
2.2.2. Bentuk Wanprestasi ……….... 40
2.2.3. Akibat Hukum Wanprestasi ……….. 44
BAB III UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT PADA BANK BNI KCU SINGARAJA 3.1. Landasan Hukum Pemberian Kredit Bank ……….... 45
3.2. Penilaian dan Analisis Pemberian Kredit Oleh Bank BNI KCU Singaraja……… 51
3.3. Upaya yang Ditempuh Oleh Pihak Bank dalam Penyelesaian Wanprestasi dalam Pemberian Kredit pada Bank BNI KCU Singaraja ……….…….… 54
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASI DALAM
xii
4.1. Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi dalam Perjanjian
Kredit di Bank BNI KCU Singaraja ……….. 61
4.2. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit di
Bank BNI KCU Singaraja ……….. 64
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ………... 67
5.2. Saran ………. 68
DAFTAR PUSTAKA ……….
DAFTAR INFORMAN ………..
xiii ABSTRAK
Perjanjian kredit bank adalah merupakan perjanjian antara pihak debitur dan
kreditur. Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dimaksud dengan perjanjian disebutkan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Suatu perjanjian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban. Perikatan merupakan suatu
hubungan hukum antara yang mana salah satu pihak berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain memiliki kewajiban untuk memenuhi
tuntutan tersebut. Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga.” Dalam pelaksanaan kredit bank dapat diperhatikan bahwa
umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam
kepada pihak pemberi pinjaman. Pemberian kredit pada dasarnya merupakan
salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam pasal
1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam uang menurut bab XIII Buku III
KUHPerdata mempunyai sifat riil. Ketika salah satu pihak melanggar isi
perjanjian, maka dapat dikatakan adanya wanprestasi atau ingkar janji walaupun
hanya dikarenakan jatuh tempo tenggang waktu pembayaran. Selanjutnya suatu
penyelesaian wanprestasi dapat melalui badan peradilan dan diluar badan
peradilan.
xiv ABSTRACT
Bank credit agreement is a contract between the debtor and the creditor. In article 1313 of Civil Law is an agreement described as follows: "an agreement is an act in which one or more persons bind themselves to one or more persons". An agreement is legally binding between the parties, to obtain the rights or obligations. Engagement is a legal relationship between that which one of the parties the right to demand something from the other party and the other party has an obligation to meet these demands. Definition of credit in Article 1 number 11 of Act No. 10 of 1998 about banking, declared: "Credit is the provision of money or bills can be equated with it, based on agreements between bank lending with another party that requires the borrower to repay the debt after a certain period with the amount of interest." In the implementation of bank credit may be noted that generally required the delivery of collateral by the borrower to the lender. Giving credit is basically a borrowing agreement as provided for in Article 1754-1769 of Civil Law. Agreement to borrow money in accordance with Chapter XIII of the Civil Law Book III has a real nature. When one party breach of the contract, it can be said to be the default or breach of the contract if only because of the maturity deadline of payment. Furthermore, a breach of contract completion can be solve through the judiciary and outside the judiciary.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem keuangan merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga
keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya dibidang keuangan yaitu menarik dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Berkaitan dengan sistem keuangan, keberadaan lembaga perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam segimenunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional. Hal itu diwujudkan dalam fungsi utama bank sesuai yang diatur
dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998yang menyebutkan bahwa “fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Sebagai
tempat menghimpun dana dari masyarakat, bank bertugas mengamankan uang tabungan dan
deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro. Sebagai penyalur dana atau
pemberi kredit, bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk
usaha-usaha produktif. Selain itu fungsi perbankan yaitu sebagai institusi perantara antara
debitur dan kreditur, jadi seseorangsebagai pelaku ekonomi apabila memerlukanuang atau dana
untuk menunjang kegiatan yang telah direncanakannya dapat dipenuhi dan selain itu roda
perekonomian juga dapat terus bergerak dan mengalami perkembangan. Oleh karena bank
memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian dan kepercayaan masyarakat yang
harus dijaga menyebabkan suatu bank ini ketat diatur. Semua ketentuan yang telah di buat
olehindustri perbankan pastinya akan mengharapkan satu tujuan yaitu menghasilkan sistem
Pasal 1 ayat (2) Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang -
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan ”Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.” Jadi pada umumnya penyaluran dana kepada masyarakat yaitu
melalui pemberian kredit oleh bank. Kredit bank merupakan semua realisasi pemberian kredit
dalam bentuk rupiah maupun valuta asing kepada pihak ketiga bukan bank termasuk kepada
pegawai bank sendiri.1
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan untuk selanjutnya disebut (undang-undang perbankan). Pasal 1
ayat (2)Undang-Undang Perbankan, bank diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai
institusi perantara dengan baik dan optimal serta dapat menunjang keberlangsungan
pembangunan nasional yang berkelanjutan. Lembaga perbankan harus terarah dengan baik, tidak
semata-mata hanya mencari keuntungan sendiri, melainkan agar taraf hidup dan ekonomi
masyarakat dapat ditingkatkan. Ini merupakan salah satu tanggung jawab setiap lembaga
perbankan demi mencapai cita-cita negara seperti halnya yaitumencapaimasyarakat yang adil dan
makmur. Sehingga dalam pelaksanaan sehari-hari lembaga perbankan tidak lepas dari kegiatan
pembangunan. Oleh karena peranan bank begitu setrategis, maka dipandang perlu untuk
membangun bank sebagai lembaga ekonomi yang dapat dipercaya masyarakat. Karena dalam
penyaluran dana kepada masyarakat melalui pemberian kredit oleh bank, hal itu mengandung
resiko yang tinggi. Agar dalam pelaksanannya tepat dan sehat maka dalam keberlangsungan dan
1
pelaksanaannya juga harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat agar tidak terjadi
kecurangan atau dalam salah satu pihak mengalami kerugian.
PT. Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) yang merupakan salah satu bank yang ikut serta
dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional adalah bank komersial tertua dalam
sejarah Republik Indonesia. Bank ini didirikan pada tanggal 5 Juli tahun 1946. Saat ini BNI
mempunyai 914 kantor cabang di Indonesia dan 5 di luar negeri. Pada tahun 1955 Peran Bank
Negara Indonesia beralih menjadi bank pembangunan dan kemudian mendapat hak untuk
bertindak sebagai bank devisa. Sejalan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank
Negara Indonesia beralih menjadi bank umum dengan penetapan secara yuridis melalui
Undang-Undang Darurat nomor 2 tahun 1955. Dengan inovasi perbankan yang luas, menimbulkan
kepercayaan pemerintah terhadap perusahaan BNI. Maka, pada 1968, status hukum Bank Negara
Indonesia ditingkatkan ke Persero dengan nama PT Bank Negara Indonesia.2
Bank BNI KCU Singaraja yang terletak di jalanNgurah Rai no. 48 Singaraja, hingga saat
ini masih tetap konsisten memfokuskan pelayanan kepada masyarakat, diantaranya dengan
memberikan fasilitas kredit kepada golongan masyarakat yang ingin menjadi wirausahawan.
Salah satu produk yang menjadi unggulan adalah kredit BNI Wira Usaha (BWU). BWU adalah
suatu fasilitas kredit yang dikeluarkan oleh Bank BNI untuk para pengusaha yang sedang
merintis untuk mengembangkan serta meningkatkan usahanya, baik yang telah dibantu dengan
fasilitas kredit maupun yang belum pernah memperoleh fasilitas kredit dari lembaga perbankan
yang lain.
2
Wikipedia, Sejarah Bank Negara Indonesia, dikutip dari
Ada dua bentuk fasilitas Kredit BWU yang yang dapat disalurkan kepada pengusaha.
Dalam bentuk Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK merupakan Kredit
yang digunakan sebagai modal kerja yang biasanya digunakan untuk pembelian stok barang
maupun pengembangan usahanya oleh pengusaha yang dalam hal ini sebagai debitur.
Sedangkan dalam bentuk KI merupakan kredit yang digunakan untuk pembelian alat operasional
maupun mengembangkan usahanya, seperti pembelian mobil, tanah, dan lainnya yang bisa
dijadikan investasi untuk jangka panjang. Kredit BWU merupakan kredit yang diberikan dengan
proses cepat dan persyaratan yang mudah serta bunga yang ringan dengan flatfond
Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Bank BNI KCU Singaraja merupakan bank yang tergolong pada sistem perbankan yang
kuat, stabil, dan sehat. Saat ini yang menjadi unggulan pada Bank BNI KCU Singaraja yaitu
kredit BWU dan dalam pemberian kredit yang mudah cukup memakai surat keterangan dari
ketua lingkungan setempat untuk pengajuan kredit dibawah Rp.150.000.000 (seratus lima puluh
rupiah).
BNI KCU Singaraja dalam pemberian kredit kepada masyarakat melalui suatu perjanjian
kredit antara BNI KCU Singaraja dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum
antara keduanya. Perjanjian kredit dibuat oleh pihak kreditur yaitu bank, sedangkan debitur
hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik, selanjutnya ditanda tangani oleh debitur,
maka terjadilah perjanjian kredit, yang mempunyai funngsi sangat penting dalam pemberian dan
pengelolaan kredit tersebut dalam kesepakatan yang dilakukan antara debitur dan kreditur.
Apabila debitur menandatangani perjanjian kredit maka dianggap mengikat kedua belah pihak
dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi keduanya, sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 Ayat
yaitu dibuat dibawah tangan dan perjanjian kredit yanng dibuat secara akta notariil. Perjanjian
kredit yang dibuat dibawah tangan, bentuk dan formatnya telah ditentukan oleh bank dengan
menyediakan blanko (formulir), yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak bank.
Sedangkan perjanjian kredit yang dibuat secara akta notariil, bentuk dan format dari perjanjian
kredit diserahkan sepenuhnya kepada notaris yang ditunjuk oleh pihak bank. Perjanjian kredit
yang digunakan pada Bank BNI KCU Singaraja dalam pemberian kredit yaitu perjanjian kredit
yang dibuat secara akta notariil.
Apabila pada saat mengajukan permohonan kredit di Bank BNI KCU Singaraja,
sebelumnya kedua belah pihak melakukan perjanjian jaminan antara BNI KCU Singaraja dan
pemohon kredit maka si calon peminjam menyiapkan barang jaminan. Jaminan merupakan
pemberian keyakinan kepada pihak kreditur (pihak yang berpiutang) atas pembayaran
utang-utang yang telah diberikannya kepada debitur (pihak yang berutang-utang).3Jaminan kredit yang dapat diterima di BNI KCU Singaraja dapat berupa jaminan fidusia dan jaminan hak tanggungan.
Perjanjian jaminan dilakukan guna mengantisipasi apabila terjadi masalah. Masalah yang sering
timbul dalam perjanjian kredit adalah kredit macet, dimana debitur lalai untuk melakukan
kewajibannya dan ingkar janji melunasi kredit yang telah diberikan kepadanya sesuai waktu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tindakan debitur tersebut dapat dianggap sebagai suatu
bentuk wanprestasi. Adakalanya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi
debitur tidak diperlukan lagi pernyataan lalai, ialah :
1. Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termijn) 2. Debitur menolak pemenuhan
3. Debitur mengakui kelalaiannya
3
4. Pemenuhan prestasi tidak mungkin (di luar overmacht) 5. Pemenuhan tidak lagi berarti (zinloos)
6. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.4
Apabila terjadi wanprestasi debitur berkewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang yang
dijadikan jaminan, tidak ada kewajiban untuk memelihara barang sebagaimana disyaratkan oleh
undang-undang. Fakta yang terjadi hingga dewasa ini di dalam perjanjian kredit adalah debitur
terlambat dalam melakukan pembayaran baik angsuran pokok atau bunga dikarenakan
kelalaiannya. Hal tersebut jelas mengakibatkan pihak bank yang memberikan kredit mengalami
kerugian, sehingga pihak bank dapat saja menuntut debitur yang ingkar janji dan dapat disertai
dengan adanya ganti rugi. Jadi sangat diperlukan suatu langkah penyelesaian untuk menghindari
kerugian dan terhambatnya penyaluran kredit terhadap debitur yang lain. Dalam penyelesaian
masalah kredit pada Bank BNI KCU Singaraja dengan debitur maka langkah yang ditempuh
yaitu pendekatan dengan jalur kekeluargaan yang lebih kental yang dilakukan oleh
masing-masing pengelola kredit terhadap nasabah kredit agar kesadaran nasabah dalam pembayaran
kredit bisa lebih dioptimalkan. Sehingga sampai saat ini masih dipercayai oleh masyarakat
setempat. Karena Bank BNI mempunyai keunggulan dimana memberikan syarat yang mudah
dalam pemberian kredit yang berbentuk kredit BWU, penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut dan melaksanakan penelitian di Bank BNI KCU Singaraja tentang penyelesaian jika
terjadinya wanprestasi .
Berdasarkan uraian latar belakang diatas melalui tulisan yang berbentuk skripsi ini, tentang
pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yang mana mengangkat judul yaitu :
4
”PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT.
BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KCU SINGARAJA”.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada uaraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
dikemukakan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit yang terjadi
pada bank BNI KCU Singaraja?
2. Bagaimanakah akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam
perjanjian kredit pada bank BNI KCU Singaraja?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dalam penulisan skripsi ini, maka
mengenai ruang lingkup pembahasannya diberikan batasan-batasan terhadap masalah yang akan
di teliti yaitu disesuaikan dengan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas. Hal yang
akan dibahas pada permasalahan pertama akan membahas mengenai bagaimana upaya
penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit pada bank BNI KCU Singaraja dan
permasalahan yang kedua akan membahas akibat hokum dari wanprestasi yang terjadi dalam
perjanjian kredit pada Bank BNI KCU Singaraja.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Terkait orisinalitas dari penelitian ilmiah ini, penulis akan memperlihatkan skripsi
terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan denganupaya penyelesaian
wanprestasidalamkredit bank,berdasarkan pengamatan penulis dari sumber media seperti
Hukum Perbankan, namun sebagai pembanding yang menunjukkan orisinalitas penelitian ini
maka penulis mencantumkan penelitian sebelumnya yaitu berupa jurnal dan skripsi dalam ilmu
hukum sebagai berikut:
No. Judul Penelitian Penulisan Rumusan Masalah
fidusia dalam hal
debitur wanprestasi
pada jaminan perjanjian
kredit?
Melihat skripsi yang sudah dibahas sebelumnya dan dijadikan perbandingan, maka tidak
ada kesamaan dengan skripsi yang telah dibahas oleh penulis, yaitu :
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Penyelesaian
2. Untuk mengetahui praktek di lapangan mengenai bagaimana pelaksanaan perjanjian
kredit perbankan.
1.5.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara penyelesaian wanprestasi yang
terjadi dalam perjanjian kredit yang terjadi pada bank BNI KCU Singaraja.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum dari wanprestasi dalam
perjanjian kredit yang terjadi pada bank BNI KCU Singaraja.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.6.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu
hukum pada umumnya, dan khususnya dalam ilmu hukum perdata mengenai pelaksanaan
perjanjian kredit.
1.6.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para praktisi hukum
yang akan melakukan penelitian selanjutnya dan pihak-pihak yang sedang bersengketa dalam hal
terjadinya wanprestasi perjanjian kredit.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teori atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum,
akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap
penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, Oleh karena itu ada
hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data,
analisa, serta kontruksi data.5
Perjanjian kredit bank adalah merupakan kontrak antara pihak debitur dan
kreditur.Perjanjian atau kontraktual tidak lepas dalam hubungannya dengan Teori keadilan. Teori
keadilan menurut Aristoteles adalah berbuat kebijakan atau dengan kata lain, keadilan adalah
kebijakan yang utama.6Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil.Oleh karena itu,
sangat tepat dan mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang asas proporsionalitas dalam
kontrak justru dimulai dari aspek filosofis keadilan kontrak. Dalam melakukan suatu perjanjian
atau kontraktual para pihak bertitik tolak pada keadilan.Selain teori keadilan adapun teori
kepercayaan yang diperlukan dalam melakukan suatu perjanjian atau berkontrak. Menurut teori
kepercayaan, Suatau pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian apabila pernyataan tersebut
menurut kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal
yang dinyatakan memang benar dikehendaki. Dengan kata lain, hanya pernyataan yang
disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian.7Lebih lanjut menurut teori kepercayaan, terbentuknya perjanjian bergantung pada kepercayaan atau
pengharapan yang mmuncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.8
5
Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hal. 64.
6
Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, hal.36.
7
Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidag Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung, hal.80
8
Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dimaksud
dengan perjanjian disebutkan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian dengan demikian
mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang
ditentukan dalam perjanjian itu.9 Sebuah perjanjian dapat menimbulkan perikatan, yang dalam bentuknya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.10
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antaradua pihak, dimana salah satu pihak
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain memiliki kewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang menuntut dinamakan kreditur atau si berpiutang
sedangkan yang diwajibkan memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Unsur-unsur
dari perikatan adalah merupakan hubungan hukum di lapangan harta kekayaan, ada kata sepakat,
ada dua orang/pihak atau lebih, ada hak dan kewajiban atas suatu prestasi.11Hubungan hukum tersebut berarti hak si berpiutang dijamin oleh hukum.Jadi hubungan antara perjanjian dengan
perikatan adalah perjanjian menerbitkan suatu perikatan. Perjanjian merupakan sumber perikatan
yang terpenting.
Perikatan diatur dalam Buku ke III KUHPerdata yang menyebutkan perikatan adalah
“suatu hubunngan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak
kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, Sedangkan orang yang
9
Artadi I Ketut, Rai Asmara Putra I Dewa Nyoman, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal.28.
10
Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, , PT. Intermasa, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Subekti I) , hal. 1.
11
lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.” Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut
dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.12
Pada pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian harus memenuhi empat syarat untuk
dapat terpenuhi yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Pemberian kreditpada dasarnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam
sebagaimana diatur dalam pasal 1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam uang menurut bab
XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Hal tersebut terlihat dalam kalimat “pihak
kesatu menyerahkan uang kepada pihak lain” dan bukan “ mengikatkan diri” untuk
menyerahkan. Bila kedua belah pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam
perjanjian pinjam mengganti, bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi .
Setiap kredit yang telah disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan
dalam perjanjian kredit secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari
perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan namun demikian ada
hal-hal yang tetap dijadikan pedoman yaitu bahwa perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus
12
memperhatikan, keabsahan dan persayaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara
jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu dan tata cara pembayaran kembali kredit
serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.13Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.Selanjutnya asas
konsensualisme ini terjadi pada saat penandatanganan perjanjian kredit bank.
Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga.”
Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan
yang nilainya dapat dikubur dengan uang. Kemudian ada kespakatan antara bank (kreditur)
dengan nasabah penerima kredit (debitur) bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang
telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak,
termasuk jangka waktu serta terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.14
Dalam kegiatan pemberian kredit oleh bank dapat diperhatikan bahwa umumnya
dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi
pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan
dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan
kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan.Hukum jaminan merupakan
himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan peminjaman dalam rangka utang
13Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 385.
14
piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku saat ini.15
Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan, dalam KUHPerdata telah diatur tentang
kedudukan harta pihak peminjam. Dalam pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan segala
barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Ketentuan pasal 1131
KUHPerdata tersebut merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu
mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan
utangnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat
menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta
yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk
menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari.
Bank dalam memberikan kredit kepada pengusaha/nasabah wajib mempunyai keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan, krena kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam
pelaksanannya bank harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat.16
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya merupakan faktor penting yang
15
M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 3.
16
harus diperhatikan oleh bank.Sehingga secara umum, bank wajib memberikan kredit dengan
menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C yaitu:
1. Character (watak);
Bank melakukan analisis terhadap karakter nasabah untuk meyakini bahwa nasabah mau
membayar kembali pembiayaan yang diterima hingga lunas.
2. Capacity (kemampuan);
Hal ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan keuangan nasabah dalam memenuhi
kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan.
3. Capital (modal);
Analisis terhadap modal yang dimiliki calon nasabah yang akan disertai dalam proyek
yang dibiayai.
4. Condition of Economic (kondisi ekonomi)
Bank perlu mempertimbangkan mempertimbangkan sektor usaha calon nasabah dikaitkan
dengan kondisi ekonominya.
5. Collateral (jaminan/agunan)
Merupakan agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas pembiayaan kredit yang
diajukan.17
Prinsip 5C dapat digunakan untuk mengantisipasi dalam pemberian kredit debitur tidak
melanggar dan melakukan wanprestasi. jikalau debitur ada melakukan wanprestasi maka itu
bukan semata kesalah pihak bank dalam pemberian kredit.
17
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.18Apabila hal tersebut digolongkan ke dalam kredit macet, maka ada 3 macam perbuatan yang tergolong wanprestasi,
sebagai berikut :
1. Nasabah sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya).
2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya. Walaupun nasabah
kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.
3. Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah
perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas permohonan nasabah,
karena telah terjadi perubahan poerjanjian yang disepakati bersama. Keadaan tersebut
dapat terjadi setelah bank mengambil langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan,
nasabah bersangkuan bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasaah merasa khawatir
apabilasampa dihukum secara perdata di pengadilan akan mengakibatkan kepercayaan
masyarakat keapdanya akan berkurang, dan mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh
kepercayaan kembali dalam menjalankan perusahaan.19
Dalam dunia usaha acapkali dijumpai seorang debitur mengalami kesulitan untuk
membayar utang-utangnya atau mengembalikan kreditnya yang mengakibatkan terjadinya kredit
macet, sehingga hal inilah yang menjadi sengketa dalam perjanjian kredit. Untuk itu maka
diperlukan jalan keluar untuk penyelesaian wanprestasi tersebut. Penyelesaian wanprestasi pada
umumnya selain melalui pengadilan (litigasi) dapat juga diselesaikan diluar pengadilan (non
18
Salim HS, 2009, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 180.
19
litigasi) yakni penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, mediasi, konsultasi, negosiasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli.20 Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Bagi kredit macet (dan telah diupayakan penagihannya/penyelesaiannya secara kekeluargaan,
tetapi tidak berhasil) yang menyangkut bank milik Negara,maka bank akan menyerahkan
penyelesaiannya melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), sebab apabila
bank telah memperoleh “kuasa menjual” maka ia dapat menjual harta jaminan tersebut secara
dibawah tangan.21
Kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak untuk mengeksekusi barang
jaminan untuk dijual secara lelang guna pembayaran utang debitur jika debitur lalai
melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit atau biasa disebut dengan
wanprestasi. Pemberian hak kepada kreditur untuk mengeksekusi jaminan kebendaan yang
diberikan oleh debitur dapat kita lihat dalam KUHPerdata serta beberapa peraturan
perundang-undangan berikut ini:
1. Pasal 1155 KUHPerdata: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk menjual
barang gadai, setelah lewatnya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukannya
peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan jangka waktu yang
pasti.
2. Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi
benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).
20
Artadi I Ketut dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, hal. 10.
21
3. Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah: yang memberikan hak kepada
kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).
1.8 Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan sekripsi ini adalah jenis penelitian hukum
empiris, karena mendekati masalah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kenyataan yang ada dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris merupakan mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.22
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini :
a. pendekatan yuridis yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
wanprestasi.
22
b. Pendekatan sosiologis yaitu fakta-fakta yang ada dilapangan,tentang bagaimana upaya
penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit bank pada Bank BNI KCU Singaraja.
1.8.3 Sifat penelitian
Penelitian skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat
hubungan antara hukum dalam kenyataan di dalam masyarakat yaitu dalam penelitian ini
pelaksanaan perjanjian kredit di lingkungan Bank BNI KCU Singaraja.
1.8.4 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh dari dua sumber, yaitu :
1. Data Primer, yaitu dengan cara penelitianlapangan (field research). Dalam hal ini
pengumpulan data diperoleh berdasarkan hasil penelitian di lapangan yaitu pada Bank
BNI KCU Singaraja.
2. Data Sekunder, dimana data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library
research) yaitu data yang diperoleh dari buku-buku literature dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya mengikat, antara lain Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang No 7 tahun 1992, Undang-Undang-Undang-Undang No 10
tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif PenyelesaianSengketa.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, antara lain literatur-literatur, buku-buku, dan sebagai karya tulis
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari artikel, kamus hukum, dan
internet.
1.8.5 Tehnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain :
a. Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu pembicaraan yang diarahkan kepada suatu masalah tertentu
atau lebih berhadapan fisik dengan mengajukan daftar pertanyaan yang diajukan secara
sistematis.Dalam hal ini terlebih dahulu disiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk
berwawancara kepada informan guna memperoleh jawaban yang relevan dengan
masalah penelitian.
b. Teknik kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan membaca buku-buku literature dan mengutip
teori-teori dari beberapa buku yang berhubungan deengan rumusan masalah yang ada.
1.8.6 Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada penelitian hukum yuridis pada analisis data ilmu-ilmu
sosial. Dalam hal ini data yang diperoleh terlebih dahulu disusun secara sistematis, kemudian
diolah dan dianalisis secara kualitatif, sehingga dapat memberi jawaban atas permasalahan
25
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN
WANPRESTASI
2.1. Perjanjian Kredit
2.1.1. Pengertian Perjanjian Kredit
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju
untuk melakukan sesuatu. Perjanjian diatur dalam buku ke III KUHPerdata
mengenai perikatan pada umumnya. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313
KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Jadi paling sedikit harus ada dua
pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing pihak telah sepakat untuk
mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Menurut R Subekti, Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau diman
dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.23 Dari perjanjian itu akan
timbul suatu perhubungan diantara ke dua belah pihak tersebut yang dinamakan
perikatan.
Istilah kredit dalam bahasa latin disebut “ Credere” yang artinya percaya.
Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada sipenerima kredit, bahwa kredit
yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si
26
penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban
untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka
waktunya.Kredit didasari oleh kepercayaan atau keyakinan dan kreditur bahwa
pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang
telah diperjanjikan.24
Menurut Rachmadi Usman, Kredit adalah penyedia uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antar bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
25 Kredit juga berarti meminjamkan uang atau pemindahan pembayaran, apabila
orang menyaakan membeli secara kredit maka hal ini berarti si pembeli tidak
harus membayarnya pada saat itu juga.26
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan menyatakan “Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Perjanjian kredit Bank merupakan perjanjian pendahuluan
(woorowereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan hasil
24
Eugenia Liliawati Muljono, 2003, Tinjauan Yuridis Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya Denngan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvaindo, Jakarta, hal. 8.
25Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT.
Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, Hal. 237.
26 Budi Untung.H, 2000, Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Andi,
27
permufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai
hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian kredit merupakan perikatan antara
dua belah pihak atau lebih dimana perjanjian kredit menggunakan uang sebagai
obyek dari perjanjian. Jadi perjanjian kredit itu merupakan perjanjian pinjam
meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur,
dimana dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap
nasabahnya dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah disepakati akan
dikembalikan (dibayar) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan
kembali prestasi ini merupakan sesuatu yang abstrak, yang sulit diraba, karena
masa antara pemberian dan penerimaan prestasi dapat berjalan dalam beberapa
bulan, tetapi dapat pula berjalan selama beberapa tahun.27 Perjanjian kredit adalah
perjanjian pokok (prinsiipil) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian kredit
adalah prejanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya. Ada atau
berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah
bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada
nasabah kreditur.28
2.1.2. Asas-Asas Perjanjian Kredit
Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang menjadi dasar
dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya dalam perjanjian kredit, asas-asas ini
merupakan pedoman dan dasar kehendak masing-masing pihak dalam mencapai
tujuannya. Terdapat 5 asas dalam membuat perjanjian, yaitu :
27Eugenia Liliawati Muljono, loc. Cit.
28 Hermansyah, 2009, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia,
28
1. Asas Pacta Sunt Servada
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata , yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Artinya bahwa mereka belah pihak wajib
mentaati dan melaksaakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana
mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt
servada adalah perjanjian tiak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan
dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam pasal 1338 ayat (2)
KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa
untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya
suatusyarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata
dan bahwa perjanjian tersebut telah dilahirkan pada saat telah
tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam
perjanjian tersebut. Dengan begitu, suatu perjanjian telah sah ketika
syarat-syarat yang ada dalamPasal 1320 KUHPerdata tersebut telah
dipenuhi dan lahir ketika para pihak telah mengucapkan kata sepakat.
3. Asas Itikad Baik
Dalam KUHPerdata pada Pasal 1338 ayat (3) menyatakan bahwa :
29
setiap orang atau badan hukum (subyek hukum) yang ingin mengadakan
perjanjian harus mempunyai itikatbaik. Itikad baik di sini merupakan
suatu bentuk perlindungan untuk memberikan perlindungan hokum bagi
salah satu pihak yang mempunyai itikad baik dalam perjanjian baik
dalam waktu pembuatan perjanjian maupun pada waktu pelaksanaan
perjanjian.
4. Asas Kepribadian
Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu
perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam pasal
1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku
antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa
perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat
pula perjanjia diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang
lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
5. Asas Kebebasan Berkontrak
Hal ini menjelaskan bahwa, setiap subyek hokum mempunyai kebebasan
dalam mengadakan suatu bentuk perjanjian apa saja maupun perjanjian
yang telah diatur dalam undang-undang. Perbuatan ini mengasumsikan
bahwa adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat
30
berkontrak adalah begitu esensial, baikbagi individu untuk
mengembangkan diri di dalam kehidupan pribadi dan didalam lalulintas
kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan
harta kekayaannya, maupun bagi masyarakatnya sebagai suatu kesatuan,
sehingga hal-hal tersebut oleh beberapa peneliti dianggap sebagai suatu
hak dasar.29
Dari pemaparan asas di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam asas
kebebasan berkontrak para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas
sesuai keinginan kedua belah pihak sepanjang dapat dipertanggung jawabkan
secara hokum. Selanjutnya asas konsensualisme lahir pada saat para pihak
mencpai puncak kesepakatannya yaitu dalam penandatanganan perjanjian.
Kemudian setelah dilakukan tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan
kehendak yang sah terhadap isi perjanjian, akibatnya perjanjian tersebut telah
mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
2.1.3. Bentuk Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum perikatan
yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan landasan
hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak karena merupakan suatu alat bukti
tertulis sah yang diperlukan oleh para pihak.
31
Bentuk perjanjian kredit dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam
pemberian kredit sebaiknya dibuat dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak kreditur apabila terjadi
sesuatu dikemudian hari. Bentuk perjanjian kredit ada yang lisan dan ada yang
berbentuk tertulis. Perjanjian kredit pada umumnya dibuat dibuat secara tertulis,
karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman dibandingkan dalam bentuk
lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah
diperjanjikan, dan ini merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu
terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh
para pihak.
Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai
alat bukti. Dalam praktek bank bentuk perjanjian kredit dapat dibuat dengan 2
(dua) cara yaitu :
1. Perjanjian Kredit yang dibuat dibawah tangan.
Akta dibawah tangan berarti perjanjian yang disiapkan dan dibuat
sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati.
Untuk mempercepat kinerja bank, umumnya bank telah mempersiapkan
formulir perjanjian dalam bentuk standar (standard form) dimana isi,
syarat-syarat dan ketentuan disipakan terlebih dahulu secara lengkap.
Saat penandatatangan perjanian kredit yang mana isinya telah
disiapkan sebelumnya oleh bank kemudian diberikan kepada setiap calon
32
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit. Maka
mau atau tidak mau calon debitur harus bisa menerima semua ketentuan dan
persyaratan yang telah tercantum dalam formulir perjanjian kredit.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris yang dinamakan
akta otentik atau akta notariil.
Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaries, Sebenarnya semua syarat dan
ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu barulah
diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan sebagai akta notariil. Intinya
yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat
oleh atau dihadapan notaris.
2.1.4. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit
Sesuai Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih. Hal ini merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan
hukum antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian tersebut
nantinya akan menimbulkan suatu perikatan.
Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
itu sendiri. Perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewaiban-kewajiban antara
para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam kredit pada dasarnya hanya dua,
yaitu pihak kreditur yaitu bank dan pihak debitur yaitu nasabah. Menurut
33
masyarakat dalam bentuk simapanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.” Sedangkam “nasabah adalah pihak yang
menggunakan jasa bank” dan “nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.” Pihak dalam perjanjian kredit menjadi beda apabila jaminan
diberikan oleh pihak ketiga yang ikut serta menandatangani perjanjian kredit
(hutang piutang) atau Personal Guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disni
pihak ketiga bertindak sebagai penjamin. Hal itu akan berdampak luas apabila
debitur wanprestasi.30
Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur.
Sedangkan debitur adalah pihak yang meminjam atau menerima pinjaman dari
kreditur. Kreditur memiliki hak untuk dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu
kepada debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya.
2.1.5. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit
Dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan
dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitor) telah menimbulkan hubungan
hokum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai
kesepakatan yang telah mereka sepakati.Bank sebagai kreditor berkewajiban
untuk memberikan kredit sesuai jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya itu.
34
Selanjutnya bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari
debitor sebagai kontraprestasi. Sebagai kreditur, bank berhak secara sepihak dan
sewaktu-waktu tanpa meberitahukan atau menegur debitur untuk tidak
mengijinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh
debitur dan menghakiri jangka waktu kredit tersebut. Sebagai pemberi kredit bank
memiliki posisi lebih kuat daripada nasabah sebagai penerima kredit. Pasal
1759-1762 KUHPerdata mengatur mengenai kewajiban-kewajiban orang yang
meminjamkan dalam perjanjian pinjam meminjam yang berlaku pula dalam
perjanjian kredit. Pemberi pinjaman (kreditur) tidak dapat meminta kembali
barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
Sedangkan debitur memiliki kewajiban pokok yaitu mengembalikan hutang
atau pinjaman sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. Debitur memiliki
kewajiban untuk membayar utang, biaya dan bunga. Biaya yang dimaksud adalah
sejumlah biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit, antara lain biaya
persiapan dan bunga. Sedangkan bunga sesuai pasal 1264 KUHPerdata adalah
keuntungan yang sedianya harus dinikmati. Tetapi dalam perjanjian kredit,
pembebanan bunga pada debitur berarti bunga adalah kerugian yang harus dibayar
untuk pemakaian pinjamanatau kredit tersebut. Pasal 1763-1764 KUHPerdata
mengatur tentang kewajiban-kewajiban si peminjam. Kewajiban pokok peminjam
(debitur) adalah mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama
dan pada waktu yang ditentukan. Sedangkan hak debitur selaku penerima kredit
35
kreditur. Debitur berhak menikmati dan menggunakan fasilitas kredit yang
diterima dari pihak kreditur.
2.1.6. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit
Suatu perjanjian menjadi sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata, antara lain :
a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikatkan diri
Kata sepakat berarti adanya titik temu diantara para pihak tentang
kepentingan-kepentingan para pihak. Kesepakatan mengandung pengertian
bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk
menutup sebuah perjanjian dengan pernyataan salah satu pihak “cocok”
dengan pernyataan pihak yang lain.31
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Para pihak yang membuat
perjanjian apabila orang-perorangan harus sudah dewasa, sehat akal-fikir,
dan tidak di bawah perwalian/pengampuan. Apabila yang melakukan
perjanjian adalah suatu badan hukum atau organisasi, maka harus orang
yang mempunyai kewengangan atau kompeten untuk melakukan hubungan
hukum dengan pihak lain.
c. Suatu hal tertentu
31Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Dilahirkan Dari
36
Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang
diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus
jelas disebutkan di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan
bahwa :“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang
yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa
jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan
atau dihitung”.
d. Suatu sebab yang halal
Sebab adalah yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang
mendorong orang membuat perjanjian. Suatu sebab yang halal berarti obyek
yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh
hokum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar
hokum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum.
Perjanjian kredit bank antara pihak bank dengan pihak debitur harus
memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1320
KUHPerdata tersebut di atas.
2.1.7. Berakhirnya Perjanjian Kredit
Perjanjian berakhir apabila terjadi hapusnya perikatan, perikatan akan hapus
apabila terjadi32 :
a. Pembayaran
32 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2005, Hukum Perjanjian, Cet 21, PT.
37
Yang dimaksud dengan “pembayaran” disini bukan hanya batas pembayaran
sejumlah uang, tetapi termasuk setiap tindakan, pemenuhan prestasi,.
Penyerahan barang oleh penjual, merupakan bentuk dari pembayaran yang
dilakukan oleh penjual. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan.
b. Pembaharuan hutang
Dalam Pasal 1413 KUHPerdata ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu
pembaharuan hutang :
1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna
orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama
yang dihapuskan karenanya;
2. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;
3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap si berpiutang
dibebaskan dari perikatannya.
c. Perjumpaan hutang atau kompensasi
Perjumpaan hutang atau kompensasi dengan jalan memperhitungkan utang
piutang secara timbale balik antara kreditur dan debitur merupakan suatu cara
penghapusan hutang.
38
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang
(debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hokum suatu
percampuran hutang dengan mana uutang-piutang itu dihapuskan.
e. Pembebasan hutang
Pembebasan hutang terjadi apabila berpiutang menyatakan dengan tegas tidak
menginginkan lagi prestasi dari yang berhutang.
f. Musnahnya barang terhutang
Musnahnya barang yang diperjanjikan akan menghapuskan perikatannya
selama musnahnya barang tersebut di luar kesalahan berutanng.
g. Batal/pembatalan
Perjanjian yang kekurangan syarat objektifnya dapat dimintakan
pembatalanoleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap, atau oleh
pihak yang dalam paksaan atau karena khilaf atau tipu.
h. Berlakunya syarat batal
Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa “suatu syarat batal adalah syarat
yang apabila dipenuhi menghentikan perikatan, dan membawa segala sesuatu
kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.”
Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah mewajibkan si
berpitang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan terjadi.
i. Lewatnya waktu /daluwarsa
Menurut Pasal 1946 KUHPerdata yang dimaksud “daluwarsa adalah suatu alat
39
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang”.
2.2. Wanprestasi
2.2.1.Pengertian Wanprestasi
Sebelum membahas apa itu wanprestasi terlebih dahulu harus diketahui apa
itu prestasi. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu
perjanjian atau kontrak. Setiap perikatan memuat seperangkap hak dan kewajiban
yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak yang dinamakan prestasi.33
Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur
untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan
terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan ingakar
janji.34
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang
dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi
seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.35 Menurut pasal 1234
KUHPerdata, prestasi dapat berupa :
a. Memberikan sesuatu
33Johanes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Colletral Sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, hal. 49.
34 Yahman, 2014, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang
Lahir Dari Hubungan Kontraktual, Prenadamedia, Jakarta, Hal.81.
35Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, Hal.
40
Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib membayar uang
sewa guna usaha tiap bulannya sesuai tanggal jatuh tempo sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam perjanjian leasing.
b. Berbuat sesuatu
Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib atas pemeliharaan
barang modal.
c. Tidak berbuat sesuatu
Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee tidak boleh
memindahtangankan barang modal tanpa persetujuan lessor.
Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi yang berarti tidak
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan bersama. Wanprestasi adalah suatu
keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan
kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan. Debitur yang tidak memenuhi
prestasinya karena kesalahan disebut wanprestasi, sedangkan kalau tidak ada
kesalahan debitur, maka terjadi overmacht (force majeure, keadaan memaksa).36
2.2.2. Bentuk Wanprestasi
Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan prestasi,
maka ada tiga bentuk wanprestasi, yaitu :
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
36 Sigit Arianto, 2000, Asas-Asas Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari