• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT ( KCU ) SINGARAJA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT ( KCU ) SINGARAJA."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI)

KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

I MADE ADI DWI PRANATHA

1116051087

FAKULTAS HUKUM

UNIVERISTAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI)

KCU SINGARAJA

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I MADE ADI DWI PRANATHA

1116051087

FAKULTAS HUKUM

UNIVERISTAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kehadapanIda Sang HyangWidhiWasa / Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberi karunia dan rahmat-NYA sehingga sayadapat

menyelesaikan tepat pada waktunya laporan akhir skripsi ini yang berjudul

“Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Bank Pada PT. Bank

Negara Indonesia (BNI) KCU Singaraja”.

Tugas laporan akhir SKRIPSI ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

dapat menyelesaikan studi pada Fakultas HukumUniversitas Udayana. Dalam

penyusunan laporan penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa mendapatkan

bantuan moral dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan rasa hormat

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I KetutSudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas

(6)

vi

5. BapakDr. I Wayan Wiryawan, SH., MH. Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Ibu Ni PutuPurwanti, SH., MH., Dosen Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran-saran dan

petunjuk di dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak A.A. Gede Agung Dharmakusuma, SH., MH., Dosen

Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan, saran-saran dan petunjuk di dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak I Gusti Ngurah Dharma Laksana, SH., Mkn., Dosen Pembimbing

Akademik di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi ini.

10. Bapak dan Ibu pegawai staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Udayana atas segala pelayanan administrasi yang diberikan selama saya

mengikuti perkuliahan.

11. Kepada Keluarga Bapak dan Ibu serta kakak dan adik tercinta yang telah

membantu melalui doa, perhatian, semangat, dan memberikan dukungan

moril maupun materiil selama masa perkuliahan serta dukungan untuk

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Teman – teman saya khususnya Bagus Yudhanegara, Dumi Hardina, Ida

Bagus Guntur, Dharma Sucipta, Pasek Pariasa, Arik Sanjaya, A.A.

Raka Adnyana, Adi Dana Pratama, Pebri Paradiksa, Doni Laksmana,

Dede Wahyu Widyatmika, yang telah memberikan doa, dukungan moril,

serta motivasi dalam proses saya menulis skripsi ini.

13. Teman-temanangkatan 2011 di Program Reguler dan Ekstensi Fakultas

Hukum Universitas Udayana yang selalu memberikan dukungan selama

saya menulis skripsi ini.

Saya menya dari bahwa skripsi ini belum dan masih jauh dari sempurna,

Dan seperti pepatah lama mengatakan bahwa tiada gading yang tak retak. Hal ini

(7)

vii

pengetahuan maupun pengalaman. Demi penyempurnaan selanjutnya, saya

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kepentingan ilmu

hukum. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang

telah turut membantu, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan

berkah-nya kepada kita semua.

Om Cantih, Cantih, Cantih, Om

Denpasar, 18 Februari2016

(8)
(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ………… ii

HALAMAN PENGESAHAN OLEH PEMBIMBING ………. iii

HALAMAN PENGESAHAN OLEH PENGUJI ………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ……….. vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ……….. viii

ABSTRAK ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……….... 8

1.3. Ruang Lingkup Masalah ……….. 8

1.4. Orisinalitas Penelitian ……….. 8

1.5. Tujuan Penelitian ………. 11

a. Tujuan umum ……… 11

(10)

x

1.6. Manfaat Penelitian ………... 11

a. Manfaat teoritis ………. 11

b. Manfaat praktis ……….. 12

1.7. Landasan Teoritis ………. 12

1.8. Metode Penelitian ……… 22

a. Jenis penelitian ……….. 22

b. Jenis Pendekatan ………. 22

c. Sifat penelitian ………... 22

d. Jenis dan sumber data ……….. 23

e. Teknik pengumpulan data ………... 24

f. Teknik pengolahan dan analisis data ……….... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN WANPRESTASI 2.1. Perjanjian Kredit ……….. 25

2.1.1. Pengertian Perjanjian Kredit ……….. 25

2.1.2. Asas-Asas Perjanjian Kredit ………. 27

2.1.3. Bentuk Perjanjian Kredit ……… 30

2.1.4. Pihak-pihak dalam Perjanjian Kredit ………….... 32

(11)

xi

2.1.6. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Kredit .………... 35

2.1.7. Berakhirnya Perjanjian Kredit ……… 35

2.2. Wanprestasi ……….. 39

2.2.1. Pengertian Wanprestasi ………. 39

2.2.2. Bentuk Wanprestasi ……….... 40

2.2.3. Akibat Hukum Wanprestasi ……….. 44

BAB III UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT PADA BANK BNI KCU SINGARAJA 3.1. Landasan Hukum Pemberian Kredit Bank ……….... 45

3.2. Penilaian dan Analisis Pemberian Kredit Oleh Bank BNI KCU Singaraja……… 51

3.3. Upaya yang Ditempuh Oleh Pihak Bank dalam Penyelesaian Wanprestasi dalam Pemberian Kredit pada Bank BNI KCU Singaraja ……….…….… 54

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASI DALAM

(12)

xii

4.1. Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi dalam Perjanjian

Kredit di Bank BNI KCU Singaraja ……….. 61

4.2. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit di

Bank BNI KCU Singaraja ……….. 64

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………... 67

5.2. Saran ………. 68

DAFTAR PUSTAKA ……….

DAFTAR INFORMAN ………..

(13)

xiii ABSTRAK

Perjanjian kredit bank adalah merupakan perjanjian antara pihak debitur dan

kreditur. Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dimaksud dengan perjanjian disebutkan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Suatu perjanjian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban. Perikatan merupakan suatu

hubungan hukum antara yang mana salah satu pihak berhak menuntut sesuatu hal

dari pihak yang lain, dan pihak yang lain memiliki kewajiban untuk memenuhi

tuntutan tersebut. Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

jumlah bunga.” Dalam pelaksanaan kredit bank dapat diperhatikan bahwa

umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam

kepada pihak pemberi pinjaman. Pemberian kredit pada dasarnya merupakan

salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam pasal

1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam uang menurut bab XIII Buku III

KUHPerdata mempunyai sifat riil. Ketika salah satu pihak melanggar isi

perjanjian, maka dapat dikatakan adanya wanprestasi atau ingkar janji walaupun

hanya dikarenakan jatuh tempo tenggang waktu pembayaran. Selanjutnya suatu

penyelesaian wanprestasi dapat melalui badan peradilan dan diluar badan

peradilan.

(14)

xiv ABSTRACT

Bank credit agreement is a contract between the debtor and the creditor. In article 1313 of Civil Law is an agreement described as follows: "an agreement is an act in which one or more persons bind themselves to one or more persons". An agreement is legally binding between the parties, to obtain the rights or obligations. Engagement is a legal relationship between that which one of the parties the right to demand something from the other party and the other party has an obligation to meet these demands. Definition of credit in Article 1 number 11 of Act No. 10 of 1998 about banking, declared: "Credit is the provision of money or bills can be equated with it, based on agreements between bank lending with another party that requires the borrower to repay the debt after a certain period with the amount of interest." In the implementation of bank credit may be noted that generally required the delivery of collateral by the borrower to the lender. Giving credit is basically a borrowing agreement as provided for in Article 1754-1769 of Civil Law. Agreement to borrow money in accordance with Chapter XIII of the Civil Law Book III has a real nature. When one party breach of the contract, it can be said to be the default or breach of the contract if only because of the maturity deadline of payment. Furthermore, a breach of contract completion can be solve through the judiciary and outside the judiciary.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem keuangan merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga

keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya dibidang keuangan yaitu menarik dana dari

masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Berkaitan dengan sistem keuangan, keberadaan lembaga perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam segimenunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

ekonomi dan stabilitas nasional. Hal itu diwujudkan dalam fungsi utama bank sesuai yang diatur

dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998yang menyebutkan bahwa “fungsi utama

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Sebagai

tempat menghimpun dana dari masyarakat, bank bertugas mengamankan uang tabungan dan

deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro. Sebagai penyalur dana atau

pemberi kredit, bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk

usaha-usaha produktif. Selain itu fungsi perbankan yaitu sebagai institusi perantara antara

debitur dan kreditur, jadi seseorangsebagai pelaku ekonomi apabila memerlukanuang atau dana

untuk menunjang kegiatan yang telah direncanakannya dapat dipenuhi dan selain itu roda

perekonomian juga dapat terus bergerak dan mengalami perkembangan. Oleh karena bank

memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian dan kepercayaan masyarakat yang

harus dijaga menyebabkan suatu bank ini ketat diatur. Semua ketentuan yang telah di buat

olehindustri perbankan pastinya akan mengharapkan satu tujuan yaitu menghasilkan sistem

(16)

Pasal 1 ayat (2) Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang -

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan ”Bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.” Jadi pada umumnya penyaluran dana kepada masyarakat yaitu

melalui pemberian kredit oleh bank. Kredit bank merupakan semua realisasi pemberian kredit

dalam bentuk rupiah maupun valuta asing kepada pihak ketiga bukan bank termasuk kepada

pegawai bank sendiri.1

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan untuk selanjutnya disebut (undang-undang perbankan). Pasal 1

ayat (2)Undang-Undang Perbankan, bank diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai

institusi perantara dengan baik dan optimal serta dapat menunjang keberlangsungan

pembangunan nasional yang berkelanjutan. Lembaga perbankan harus terarah dengan baik, tidak

semata-mata hanya mencari keuntungan sendiri, melainkan agar taraf hidup dan ekonomi

masyarakat dapat ditingkatkan. Ini merupakan salah satu tanggung jawab setiap lembaga

perbankan demi mencapai cita-cita negara seperti halnya yaitumencapaimasyarakat yang adil dan

makmur. Sehingga dalam pelaksanaan sehari-hari lembaga perbankan tidak lepas dari kegiatan

pembangunan. Oleh karena peranan bank begitu setrategis, maka dipandang perlu untuk

membangun bank sebagai lembaga ekonomi yang dapat dipercaya masyarakat. Karena dalam

penyaluran dana kepada masyarakat melalui pemberian kredit oleh bank, hal itu mengandung

resiko yang tinggi. Agar dalam pelaksanannya tepat dan sehat maka dalam keberlangsungan dan

1

(17)

pelaksanaannya juga harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat agar tidak terjadi

kecurangan atau dalam salah satu pihak mengalami kerugian.

PT. Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) yang merupakan salah satu bank yang ikut serta

dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional adalah bank komersial tertua dalam

sejarah Republik Indonesia. Bank ini didirikan pada tanggal 5 Juli tahun 1946. Saat ini BNI

mempunyai 914 kantor cabang di Indonesia dan 5 di luar negeri. Pada tahun 1955 Peran Bank

Negara Indonesia beralih menjadi bank pembangunan dan kemudian mendapat hak untuk

bertindak sebagai bank devisa. Sejalan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank

Negara Indonesia beralih menjadi bank umum dengan penetapan secara yuridis melalui

Undang-Undang Darurat nomor 2 tahun 1955. Dengan inovasi perbankan yang luas, menimbulkan

kepercayaan pemerintah terhadap perusahaan BNI. Maka, pada 1968, status hukum Bank Negara

Indonesia ditingkatkan ke Persero dengan nama PT Bank Negara Indonesia.2

Bank BNI KCU Singaraja yang terletak di jalanNgurah Rai no. 48 Singaraja, hingga saat

ini masih tetap konsisten memfokuskan pelayanan kepada masyarakat, diantaranya dengan

memberikan fasilitas kredit kepada golongan masyarakat yang ingin menjadi wirausahawan.

Salah satu produk yang menjadi unggulan adalah kredit BNI Wira Usaha (BWU). BWU adalah

suatu fasilitas kredit yang dikeluarkan oleh Bank BNI untuk para pengusaha yang sedang

merintis untuk mengembangkan serta meningkatkan usahanya, baik yang telah dibantu dengan

fasilitas kredit maupun yang belum pernah memperoleh fasilitas kredit dari lembaga perbankan

yang lain.

2

Wikipedia, Sejarah Bank Negara Indonesia, dikutip dari

(18)

Ada dua bentuk fasilitas Kredit BWU yang yang dapat disalurkan kepada pengusaha.

Dalam bentuk Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK merupakan Kredit

yang digunakan sebagai modal kerja yang biasanya digunakan untuk pembelian stok barang

maupun pengembangan usahanya oleh pengusaha yang dalam hal ini sebagai debitur.

Sedangkan dalam bentuk KI merupakan kredit yang digunakan untuk pembelian alat operasional

maupun mengembangkan usahanya, seperti pembelian mobil, tanah, dan lainnya yang bisa

dijadikan investasi untuk jangka panjang. Kredit BWU merupakan kredit yang diberikan dengan

proses cepat dan persyaratan yang mudah serta bunga yang ringan dengan flatfond

Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Bank BNI KCU Singaraja merupakan bank yang tergolong pada sistem perbankan yang

kuat, stabil, dan sehat. Saat ini yang menjadi unggulan pada Bank BNI KCU Singaraja yaitu

kredit BWU dan dalam pemberian kredit yang mudah cukup memakai surat keterangan dari

ketua lingkungan setempat untuk pengajuan kredit dibawah Rp.150.000.000 (seratus lima puluh

rupiah).

BNI KCU Singaraja dalam pemberian kredit kepada masyarakat melalui suatu perjanjian

kredit antara BNI KCU Singaraja dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum

antara keduanya. Perjanjian kredit dibuat oleh pihak kreditur yaitu bank, sedangkan debitur

hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik, selanjutnya ditanda tangani oleh debitur,

maka terjadilah perjanjian kredit, yang mempunyai funngsi sangat penting dalam pemberian dan

pengelolaan kredit tersebut dalam kesepakatan yang dilakukan antara debitur dan kreditur.

Apabila debitur menandatangani perjanjian kredit maka dianggap mengikat kedua belah pihak

dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi keduanya, sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 Ayat

(19)

yaitu dibuat dibawah tangan dan perjanjian kredit yanng dibuat secara akta notariil. Perjanjian

kredit yang dibuat dibawah tangan, bentuk dan formatnya telah ditentukan oleh bank dengan

menyediakan blanko (formulir), yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak bank.

Sedangkan perjanjian kredit yang dibuat secara akta notariil, bentuk dan format dari perjanjian

kredit diserahkan sepenuhnya kepada notaris yang ditunjuk oleh pihak bank. Perjanjian kredit

yang digunakan pada Bank BNI KCU Singaraja dalam pemberian kredit yaitu perjanjian kredit

yang dibuat secara akta notariil.

Apabila pada saat mengajukan permohonan kredit di Bank BNI KCU Singaraja,

sebelumnya kedua belah pihak melakukan perjanjian jaminan antara BNI KCU Singaraja dan

pemohon kredit maka si calon peminjam menyiapkan barang jaminan. Jaminan merupakan

pemberian keyakinan kepada pihak kreditur (pihak yang berpiutang) atas pembayaran

utang-utang yang telah diberikannya kepada debitur (pihak yang berutang-utang).3Jaminan kredit yang dapat diterima di BNI KCU Singaraja dapat berupa jaminan fidusia dan jaminan hak tanggungan.

Perjanjian jaminan dilakukan guna mengantisipasi apabila terjadi masalah. Masalah yang sering

timbul dalam perjanjian kredit adalah kredit macet, dimana debitur lalai untuk melakukan

kewajibannya dan ingkar janji melunasi kredit yang telah diberikan kepadanya sesuai waktu

yang telah ditetapkan sebelumnya. Tindakan debitur tersebut dapat dianggap sebagai suatu

bentuk wanprestasi. Adakalanya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi

debitur tidak diperlukan lagi pernyataan lalai, ialah :

1. Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termijn) 2. Debitur menolak pemenuhan

3. Debitur mengakui kelalaiannya

3

(20)

4. Pemenuhan prestasi tidak mungkin (di luar overmacht) 5. Pemenuhan tidak lagi berarti (zinloos)

6. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.4

Apabila terjadi wanprestasi debitur berkewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang yang

dijadikan jaminan, tidak ada kewajiban untuk memelihara barang sebagaimana disyaratkan oleh

undang-undang. Fakta yang terjadi hingga dewasa ini di dalam perjanjian kredit adalah debitur

terlambat dalam melakukan pembayaran baik angsuran pokok atau bunga dikarenakan

kelalaiannya. Hal tersebut jelas mengakibatkan pihak bank yang memberikan kredit mengalami

kerugian, sehingga pihak bank dapat saja menuntut debitur yang ingkar janji dan dapat disertai

dengan adanya ganti rugi. Jadi sangat diperlukan suatu langkah penyelesaian untuk menghindari

kerugian dan terhambatnya penyaluran kredit terhadap debitur yang lain. Dalam penyelesaian

masalah kredit pada Bank BNI KCU Singaraja dengan debitur maka langkah yang ditempuh

yaitu pendekatan dengan jalur kekeluargaan yang lebih kental yang dilakukan oleh

masing-masing pengelola kredit terhadap nasabah kredit agar kesadaran nasabah dalam pembayaran

kredit bisa lebih dioptimalkan. Sehingga sampai saat ini masih dipercayai oleh masyarakat

setempat. Karena Bank BNI mempunyai keunggulan dimana memberikan syarat yang mudah

dalam pemberian kredit yang berbentuk kredit BWU, penulis tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut dan melaksanakan penelitian di Bank BNI KCU Singaraja tentang penyelesaian jika

terjadinya wanprestasi .

Berdasarkan uraian latar belakang diatas melalui tulisan yang berbentuk skripsi ini, tentang

pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yang mana mengangkat judul yaitu :

4

(21)

”PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT.

BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KCU SINGARAJA”.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak pada uaraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat

dikemukakan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit yang terjadi

pada bank BNI KCU Singaraja?

2. Bagaimanakah akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam

perjanjian kredit pada bank BNI KCU Singaraja?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dalam penulisan skripsi ini, maka

mengenai ruang lingkup pembahasannya diberikan batasan-batasan terhadap masalah yang akan

di teliti yaitu disesuaikan dengan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas. Hal yang

akan dibahas pada permasalahan pertama akan membahas mengenai bagaimana upaya

penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit pada bank BNI KCU Singaraja dan

permasalahan yang kedua akan membahas akibat hokum dari wanprestasi yang terjadi dalam

perjanjian kredit pada Bank BNI KCU Singaraja.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Terkait orisinalitas dari penelitian ilmiah ini, penulis akan memperlihatkan skripsi

terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan denganupaya penyelesaian

wanprestasidalamkredit bank,berdasarkan pengamatan penulis dari sumber media seperti

(22)

Hukum Perbankan, namun sebagai pembanding yang menunjukkan orisinalitas penelitian ini

maka penulis mencantumkan penelitian sebelumnya yaitu berupa jurnal dan skripsi dalam ilmu

hukum sebagai berikut:

No. Judul Penelitian Penulisan Rumusan Masalah

(23)

fidusia dalam hal

debitur wanprestasi

pada jaminan perjanjian

kredit?

Melihat skripsi yang sudah dibahas sebelumnya dan dijadikan perbandingan, maka tidak

ada kesamaan dengan skripsi yang telah dibahas oleh penulis, yaitu :

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1 Penyelesaian

(24)

2. Untuk mengetahui praktek di lapangan mengenai bagaimana pelaksanaan perjanjian

kredit perbankan.

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara penyelesaian wanprestasi yang

terjadi dalam perjanjian kredit yang terjadi pada bank BNI KCU Singaraja.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum dari wanprestasi dalam

perjanjian kredit yang terjadi pada bank BNI KCU Singaraja.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu

hukum pada umumnya, dan khususnya dalam ilmu hukum perdata mengenai pelaksanaan

perjanjian kredit.

1.6.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para praktisi hukum

yang akan melakukan penelitian selanjutnya dan pihak-pihak yang sedang bersengketa dalam hal

terjadinya wanprestasi perjanjian kredit.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teori atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum,

(25)

akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap

penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, Oleh karena itu ada

hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data,

analisa, serta kontruksi data.5

Perjanjian kredit bank adalah merupakan kontrak antara pihak debitur dan

kreditur.Perjanjian atau kontraktual tidak lepas dalam hubungannya dengan Teori keadilan. Teori

keadilan menurut Aristoteles adalah berbuat kebijakan atau dengan kata lain, keadilan adalah

kebijakan yang utama.6Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil.Oleh karena itu,

sangat tepat dan mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang asas proporsionalitas dalam

kontrak justru dimulai dari aspek filosofis keadilan kontrak. Dalam melakukan suatu perjanjian

atau kontraktual para pihak bertitik tolak pada keadilan.Selain teori keadilan adapun teori

kepercayaan yang diperlukan dalam melakukan suatu perjanjian atau berkontrak. Menurut teori

kepercayaan, Suatau pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian apabila pernyataan tersebut

menurut kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal

yang dinyatakan memang benar dikehendaki. Dengan kata lain, hanya pernyataan yang

disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian.7Lebih lanjut menurut teori kepercayaan, terbentuknya perjanjian bergantung pada kepercayaan atau

pengharapan yang mmuncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.8

5

Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hal. 64.

6

Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, hal.36.

7

Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidag Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung, hal.80

8

(26)

Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dimaksud

dengan perjanjian disebutkan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu

orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian dengan demikian

mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang

ditentukan dalam perjanjian itu.9 Sebuah perjanjian dapat menimbulkan perikatan, yang dalam bentuknya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan yang

diucapkan atau ditulis.10

Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antaradua pihak, dimana salah satu pihak

berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain memiliki kewajiban untuk

memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang menuntut dinamakan kreditur atau si berpiutang

sedangkan yang diwajibkan memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Unsur-unsur

dari perikatan adalah merupakan hubungan hukum di lapangan harta kekayaan, ada kata sepakat,

ada dua orang/pihak atau lebih, ada hak dan kewajiban atas suatu prestasi.11Hubungan hukum tersebut berarti hak si berpiutang dijamin oleh hukum.Jadi hubungan antara perjanjian dengan

perikatan adalah perjanjian menerbitkan suatu perikatan. Perjanjian merupakan sumber perikatan

yang terpenting.

Perikatan diatur dalam Buku ke III KUHPerdata yang menyebutkan perikatan adalah

“suatu hubunngan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak

kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, Sedangkan orang yang

9

Artadi I Ketut, Rai Asmara Putra I Dewa Nyoman, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal.28.

10

Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, , PT. Intermasa, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Subekti I) , hal. 1.

11

(27)

lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.” Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut

dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa :

1. Menyerahkan suatu barang;

2. Melakukan suatu perbuatan;

3. Tidak melakukan suatu perbuatan.12

Pada pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian harus memenuhi empat syarat untuk

dapat terpenuhi yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Pemberian kreditpada dasarnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam

sebagaimana diatur dalam pasal 1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam uang menurut bab

XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Hal tersebut terlihat dalam kalimat “pihak

kesatu menyerahkan uang kepada pihak lain” dan bukan “ mengikatkan diri” untuk

menyerahkan. Bila kedua belah pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam

perjanjian pinjam mengganti, bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi .

Setiap kredit yang telah disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan

dalam perjanjian kredit secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari

perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan namun demikian ada

hal-hal yang tetap dijadikan pedoman yaitu bahwa perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus

12

(28)

memperhatikan, keabsahan dan persayaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara

jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu dan tata cara pembayaran kembali kredit

serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.13Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.Selanjutnya asas

konsensualisme ini terjadi pada saat penandatanganan perjanjian kredit bank.

Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan jumlah bunga.”

Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan

yang nilainya dapat dikubur dengan uang. Kemudian ada kespakatan antara bank (kreditur)

dengan nasabah penerima kredit (debitur) bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang

telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak,

termasuk jangka waktu serta terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.14

Dalam kegiatan pemberian kredit oleh bank dapat diperhatikan bahwa umumnya

dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi

pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan

dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan

kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan.Hukum jaminan merupakan

himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan peminjaman dalam rangka utang

13Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

hal. 385.

14

(29)

piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangan-undangan yang

berlaku saat ini.15

Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan, dalam KUHPerdata telah diatur tentang

kedudukan harta pihak peminjam. Dalam pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan segala

barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,

menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Ketentuan pasal 1131

KUHPerdata tersebut merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu

mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan

utangnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat

menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta

yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk

menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari.

Bank dalam memberikan kredit kepada pengusaha/nasabah wajib mempunyai keyakinan

atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang

diperjanjikan, krena kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam

pelaksanannya bank harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat.16

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya merupakan faktor penting yang

15

M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 3.

16

(30)

harus diperhatikan oleh bank.Sehingga secara umum, bank wajib memberikan kredit dengan

menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C yaitu:

1. Character (watak);

Bank melakukan analisis terhadap karakter nasabah untuk meyakini bahwa nasabah mau

membayar kembali pembiayaan yang diterima hingga lunas.

2. Capacity (kemampuan);

Hal ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan keuangan nasabah dalam memenuhi

kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan.

3. Capital (modal);

Analisis terhadap modal yang dimiliki calon nasabah yang akan disertai dalam proyek

yang dibiayai.

4. Condition of Economic (kondisi ekonomi)

Bank perlu mempertimbangkan mempertimbangkan sektor usaha calon nasabah dikaitkan

dengan kondisi ekonominya.

5. Collateral (jaminan/agunan)

Merupakan agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas pembiayaan kredit yang

diajukan.17

Prinsip 5C dapat digunakan untuk mengantisipasi dalam pemberian kredit debitur tidak

melanggar dan melakukan wanprestasi. jikalau debitur ada melakukan wanprestasi maka itu

bukan semata kesalah pihak bank dalam pemberian kredit.

17

(31)

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang

ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.18Apabila hal tersebut digolongkan ke dalam kredit macet, maka ada 3 macam perbuatan yang tergolong wanprestasi,

sebagai berikut :

1. Nasabah sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya).

2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya. Walaupun nasabah

kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.

3. Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang

diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah

perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas permohonan nasabah,

karena telah terjadi perubahan poerjanjian yang disepakati bersama. Keadaan tersebut

dapat terjadi setelah bank mengambil langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan,

nasabah bersangkuan bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasaah merasa khawatir

apabilasampa dihukum secara perdata di pengadilan akan mengakibatkan kepercayaan

masyarakat keapdanya akan berkurang, dan mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh

kepercayaan kembali dalam menjalankan perusahaan.19

Dalam dunia usaha acapkali dijumpai seorang debitur mengalami kesulitan untuk

membayar utang-utangnya atau mengembalikan kreditnya yang mengakibatkan terjadinya kredit

macet, sehingga hal inilah yang menjadi sengketa dalam perjanjian kredit. Untuk itu maka

diperlukan jalan keluar untuk penyelesaian wanprestasi tersebut. Penyelesaian wanprestasi pada

umumnya selain melalui pengadilan (litigasi) dapat juga diselesaikan diluar pengadilan (non

18

Salim HS, 2009, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 180.

19

(32)

litigasi) yakni penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, mediasi, konsultasi, negosiasi,

konsiliasi, dan penilaian ahli.20 Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Bagi kredit macet (dan telah diupayakan penagihannya/penyelesaiannya secara kekeluargaan,

tetapi tidak berhasil) yang menyangkut bank milik Negara,maka bank akan menyerahkan

penyelesaiannya melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), sebab apabila

bank telah memperoleh “kuasa menjual” maka ia dapat menjual harta jaminan tersebut secara

dibawah tangan.21

Kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak untuk mengeksekusi barang

jaminan untuk dijual secara lelang guna pembayaran utang debitur jika debitur lalai

melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit atau biasa disebut dengan

wanprestasi. Pemberian hak kepada kreditur untuk mengeksekusi jaminan kebendaan yang

diberikan oleh debitur dapat kita lihat dalam KUHPerdata serta beberapa peraturan

perundang-undangan berikut ini:

1. Pasal 1155 KUHPerdata: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk menjual

barang gadai, setelah lewatnya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukannya

peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan jangka waktu yang

pasti.

2. Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi

benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).

20

Artadi I Ketut dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, hal. 10.

21

(33)

3. Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah: yang memberikan hak kepada

kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).

1.8 Metode Penelitian

1.8.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan sekripsi ini adalah jenis penelitian hukum

empiris, karena mendekati masalah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

kenyataan yang ada dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris merupakan mengenai

pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.22

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini :

a. pendekatan yuridis yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

wanprestasi.

22

(34)

b. Pendekatan sosiologis yaitu fakta-fakta yang ada dilapangan,tentang bagaimana upaya

penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit bank pada Bank BNI KCU Singaraja.

1.8.3 Sifat penelitian

Penelitian skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat

hubungan antara hukum dalam kenyataan di dalam masyarakat yaitu dalam penelitian ini

pelaksanaan perjanjian kredit di lingkungan Bank BNI KCU Singaraja.

1.8.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh dari dua sumber, yaitu :

1. Data Primer, yaitu dengan cara penelitianlapangan (field research). Dalam hal ini

pengumpulan data diperoleh berdasarkan hasil penelitian di lapangan yaitu pada Bank

BNI KCU Singaraja.

2. Data Sekunder, dimana data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library

research) yaitu data yang diperoleh dari buku-buku literature dan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya mengikat, antara lain Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang No 7 tahun 1992, Undang-Undang-Undang-Undang No 10

tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif PenyelesaianSengketa.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, antara lain literatur-literatur, buku-buku, dan sebagai karya tulis

(35)

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari artikel, kamus hukum, dan

internet.

1.8.5 Tehnik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain :

a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah suatu pembicaraan yang diarahkan kepada suatu masalah tertentu

atau lebih berhadapan fisik dengan mengajukan daftar pertanyaan yang diajukan secara

sistematis.Dalam hal ini terlebih dahulu disiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk

berwawancara kepada informan guna memperoleh jawaban yang relevan dengan

masalah penelitian.

b. Teknik kepustakaan

Teknik pengumpulan data dengan membaca buku-buku literature dan mengutip

teori-teori dari beberapa buku yang berhubungan deengan rumusan masalah yang ada.

1.8.6 Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada penelitian hukum yuridis pada analisis data ilmu-ilmu

sosial. Dalam hal ini data yang diperoleh terlebih dahulu disusun secara sistematis, kemudian

diolah dan dianalisis secara kualitatif, sehingga dapat memberi jawaban atas permasalahan

(36)

25

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN

WANPRESTASI

2.1. Perjanjian Kredit

2.1.1. Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju

untuk melakukan sesuatu. Perjanjian diatur dalam buku ke III KUHPerdata

mengenai perikatan pada umumnya. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313

KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih

mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Jadi paling sedikit harus ada dua

pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing pihak telah sepakat untuk

mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Menurut R Subekti, Perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau diman

dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.23 Dari perjanjian itu akan

timbul suatu perhubungan diantara ke dua belah pihak tersebut yang dinamakan

perikatan.

Istilah kredit dalam bahasa latin disebut “ Credere” yang artinya percaya.

Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada sipenerima kredit, bahwa kredit

yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si

(37)

26

penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban

untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka

waktunya.Kredit didasari oleh kepercayaan atau keyakinan dan kreditur bahwa

pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang

telah diperjanjikan.24

Menurut Rachmadi Usman, Kredit adalah penyedia uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antar bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

25 Kredit juga berarti meminjamkan uang atau pemindahan pembayaran, apabila

orang menyaakan membeli secara kredit maka hal ini berarti si pembeli tidak

harus membayarnya pada saat itu juga.26

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan menyatakan “Kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan dengan pihak

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Perjanjian kredit Bank merupakan perjanjian pendahuluan

(woorowereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan hasil

24

Eugenia Liliawati Muljono, 2003, Tinjauan Yuridis Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya Denngan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvaindo, Jakarta, hal. 8.

25Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT.

Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, Hal. 237.

26 Budi Untung.H, 2000, Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Andi,

(38)

27

permufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai

hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian kredit merupakan perikatan antara

dua belah pihak atau lebih dimana perjanjian kredit menggunakan uang sebagai

obyek dari perjanjian. Jadi perjanjian kredit itu merupakan perjanjian pinjam

meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur,

dimana dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap

nasabahnya dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah disepakati akan

dikembalikan (dibayar) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan

kembali prestasi ini merupakan sesuatu yang abstrak, yang sulit diraba, karena

masa antara pemberian dan penerimaan prestasi dapat berjalan dalam beberapa

bulan, tetapi dapat pula berjalan selama beberapa tahun.27 Perjanjian kredit adalah

perjanjian pokok (prinsiipil) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian kredit

adalah prejanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya. Ada atau

berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah

bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada

nasabah kreditur.28

2.1.2. Asas-Asas Perjanjian Kredit

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang menjadi dasar

dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya dalam perjanjian kredit, asas-asas ini

merupakan pedoman dan dasar kehendak masing-masing pihak dalam mencapai

tujuannya. Terdapat 5 asas dalam membuat perjanjian, yaitu :

27Eugenia Liliawati Muljono, loc. Cit.

28 Hermansyah, 2009, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia,

(39)

28

1. Asas Pacta Sunt Servada

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata , yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Artinya bahwa mereka belah pihak wajib

mentaati dan melaksaakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana

mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt

servada adalah perjanjian tiak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan

dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam pasal 1338 ayat (2)

KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa

untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya

suatusyarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata

dan bahwa perjanjian tersebut telah dilahirkan pada saat telah

tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam

perjanjian tersebut. Dengan begitu, suatu perjanjian telah sah ketika

syarat-syarat yang ada dalamPasal 1320 KUHPerdata tersebut telah

dipenuhi dan lahir ketika para pihak telah mengucapkan kata sepakat.

3. Asas Itikad Baik

Dalam KUHPerdata pada Pasal 1338 ayat (3) menyatakan bahwa :

(40)

29

setiap orang atau badan hukum (subyek hukum) yang ingin mengadakan

perjanjian harus mempunyai itikatbaik. Itikad baik di sini merupakan

suatu bentuk perlindungan untuk memberikan perlindungan hokum bagi

salah satu pihak yang mempunyai itikad baik dalam perjanjian baik

dalam waktu pembuatan perjanjian maupun pada waktu pelaksanaan

perjanjian.

4. Asas Kepribadian

Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu

perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam pasal

1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku

antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa

perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang

membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya,

sebagaimana yang diatur dalam pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat

pula perjanjia diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang

lain, mengandung suatu syarat semacam itu.

5. Asas Kebebasan Berkontrak

Hal ini menjelaskan bahwa, setiap subyek hokum mempunyai kebebasan

dalam mengadakan suatu bentuk perjanjian apa saja maupun perjanjian

yang telah diatur dalam undang-undang. Perbuatan ini mengasumsikan

bahwa adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat

(41)

30

berkontrak adalah begitu esensial, baikbagi individu untuk

mengembangkan diri di dalam kehidupan pribadi dan didalam lalulintas

kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan

harta kekayaannya, maupun bagi masyarakatnya sebagai suatu kesatuan,

sehingga hal-hal tersebut oleh beberapa peneliti dianggap sebagai suatu

hak dasar.29

Dari pemaparan asas di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam asas

kebebasan berkontrak para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas

sesuai keinginan kedua belah pihak sepanjang dapat dipertanggung jawabkan

secara hokum. Selanjutnya asas konsensualisme lahir pada saat para pihak

mencpai puncak kesepakatannya yaitu dalam penandatanganan perjanjian.

Kemudian setelah dilakukan tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan

kehendak yang sah terhadap isi perjanjian, akibatnya perjanjian tersebut telah

mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

2.1.3. Bentuk Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum perikatan

yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan landasan

hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak karena merupakan suatu alat bukti

tertulis sah yang diperlukan oleh para pihak.

(42)

31

Bentuk perjanjian kredit dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam

pemberian kredit sebaiknya dibuat dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak kreditur apabila terjadi

sesuatu dikemudian hari. Bentuk perjanjian kredit ada yang lisan dan ada yang

berbentuk tertulis. Perjanjian kredit pada umumnya dibuat dibuat secara tertulis,

karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman dibandingkan dalam bentuk

lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah

diperjanjikan, dan ini merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu

terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh

para pihak.

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai

alat bukti. Dalam praktek bank bentuk perjanjian kredit dapat dibuat dengan 2

(dua) cara yaitu :

1. Perjanjian Kredit yang dibuat dibawah tangan.

Akta dibawah tangan berarti perjanjian yang disiapkan dan dibuat

sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati.

Untuk mempercepat kinerja bank, umumnya bank telah mempersiapkan

formulir perjanjian dalam bentuk standar (standard form) dimana isi,

syarat-syarat dan ketentuan disipakan terlebih dahulu secara lengkap.

Saat penandatatangan perjanian kredit yang mana isinya telah

disiapkan sebelumnya oleh bank kemudian diberikan kepada setiap calon

(43)

32

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit. Maka

mau atau tidak mau calon debitur harus bisa menerima semua ketentuan dan

persyaratan yang telah tercantum dalam formulir perjanjian kredit.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris yang dinamakan

akta otentik atau akta notariil.

Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaries, Sebenarnya semua syarat dan

ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu barulah

diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan sebagai akta notariil. Intinya

yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat

oleh atau dihadapan notaris.

2.1.4. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit

Sesuai Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih. Hal ini merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan

hukum antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian tersebut

nantinya akan menimbulkan suatu perikatan.

Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian

itu sendiri. Perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewaiban-kewajiban antara

para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam kredit pada dasarnya hanya dua,

yaitu pihak kreditur yaitu bank dan pihak debitur yaitu nasabah. Menurut

(44)

33

masyarakat dalam bentuk simapanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.” Sedangkam “nasabah adalah pihak yang

menggunakan jasa bank” dan “nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh

fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.” Pihak dalam perjanjian kredit menjadi beda apabila jaminan

diberikan oleh pihak ketiga yang ikut serta menandatangani perjanjian kredit

(hutang piutang) atau Personal Guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disni

pihak ketiga bertindak sebagai penjamin. Hal itu akan berdampak luas apabila

debitur wanprestasi.30

Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur.

Sedangkan debitur adalah pihak yang meminjam atau menerima pinjaman dari

kreditur. Kreditur memiliki hak untuk dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu

kepada debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya.

2.1.5. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan

dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitor) telah menimbulkan hubungan

hokum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai

kesepakatan yang telah mereka sepakati.Bank sebagai kreditor berkewajiban

untuk memberikan kredit sesuai jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya itu.

(45)

34

Selanjutnya bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari

debitor sebagai kontraprestasi. Sebagai kreditur, bank berhak secara sepihak dan

sewaktu-waktu tanpa meberitahukan atau menegur debitur untuk tidak

mengijinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh

debitur dan menghakiri jangka waktu kredit tersebut. Sebagai pemberi kredit bank

memiliki posisi lebih kuat daripada nasabah sebagai penerima kredit. Pasal

1759-1762 KUHPerdata mengatur mengenai kewajiban-kewajiban orang yang

meminjamkan dalam perjanjian pinjam meminjam yang berlaku pula dalam

perjanjian kredit. Pemberi pinjaman (kreditur) tidak dapat meminta kembali

barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan dalam

perjanjian.

Sedangkan debitur memiliki kewajiban pokok yaitu mengembalikan hutang

atau pinjaman sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. Debitur memiliki

kewajiban untuk membayar utang, biaya dan bunga. Biaya yang dimaksud adalah

sejumlah biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit, antara lain biaya

persiapan dan bunga. Sedangkan bunga sesuai pasal 1264 KUHPerdata adalah

keuntungan yang sedianya harus dinikmati. Tetapi dalam perjanjian kredit,

pembebanan bunga pada debitur berarti bunga adalah kerugian yang harus dibayar

untuk pemakaian pinjamanatau kredit tersebut. Pasal 1763-1764 KUHPerdata

mengatur tentang kewajiban-kewajiban si peminjam. Kewajiban pokok peminjam

(debitur) adalah mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama

dan pada waktu yang ditentukan. Sedangkan hak debitur selaku penerima kredit

(46)

35

kreditur. Debitur berhak menikmati dan menggunakan fasilitas kredit yang

diterima dari pihak kreditur.

2.1.6. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Suatu perjanjian menjadi sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320

KUHPerdata, antara lain :

a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikatkan diri

Kata sepakat berarti adanya titik temu diantara para pihak tentang

kepentingan-kepentingan para pihak. Kesepakatan mengandung pengertian

bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk

menutup sebuah perjanjian dengan pernyataan salah satu pihak “cocok”

dengan pernyataan pihak yang lain.31

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Para pihak yang membuat

perjanjian apabila orang-perorangan harus sudah dewasa, sehat akal-fikir,

dan tidak di bawah perwalian/pengampuan. Apabila yang melakukan

perjanjian adalah suatu badan hukum atau organisasi, maka harus orang

yang mempunyai kewengangan atau kompeten untuk melakukan hubungan

hukum dengan pihak lain.

c. Suatu hal tertentu

31Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Dilahirkan Dari

(47)

36

Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang

diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus

jelas disebutkan di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan

bahwa :“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang

yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa

jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan

atau dihitung”.

d. Suatu sebab yang halal

Sebab adalah yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang

mendorong orang membuat perjanjian. Suatu sebab yang halal berarti obyek

yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh

hokum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar

hokum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum.

Perjanjian kredit bank antara pihak bank dengan pihak debitur harus

memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1320

KUHPerdata tersebut di atas.

2.1.7. Berakhirnya Perjanjian Kredit

Perjanjian berakhir apabila terjadi hapusnya perikatan, perikatan akan hapus

apabila terjadi32 :

a. Pembayaran

32 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2005, Hukum Perjanjian, Cet 21, PT.

(48)

37

Yang dimaksud dengan “pembayaran” disini bukan hanya batas pembayaran

sejumlah uang, tetapi termasuk setiap tindakan, pemenuhan prestasi,.

Penyerahan barang oleh penjual, merupakan bentuk dari pembayaran yang

dilakukan oleh penjual. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan

penyimpanan atau penitipan.

b. Pembaharuan hutang

Dalam Pasal 1413 KUHPerdata ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu

pembaharuan hutang :

1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna

orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama

yang dihapuskan karenanya;

2. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang

berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;

3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru

ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap si berpiutang

dibebaskan dari perikatannya.

c. Perjumpaan hutang atau kompensasi

Perjumpaan hutang atau kompensasi dengan jalan memperhitungkan utang

piutang secara timbale balik antara kreditur dan debitur merupakan suatu cara

penghapusan hutang.

(49)

38

Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang

(debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hokum suatu

percampuran hutang dengan mana uutang-piutang itu dihapuskan.

e. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang terjadi apabila berpiutang menyatakan dengan tegas tidak

menginginkan lagi prestasi dari yang berhutang.

f. Musnahnya barang terhutang

Musnahnya barang yang diperjanjikan akan menghapuskan perikatannya

selama musnahnya barang tersebut di luar kesalahan berutanng.

g. Batal/pembatalan

Perjanjian yang kekurangan syarat objektifnya dapat dimintakan

pembatalanoleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap, atau oleh

pihak yang dalam paksaan atau karena khilaf atau tipu.

h. Berlakunya syarat batal

Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa “suatu syarat batal adalah syarat

yang apabila dipenuhi menghentikan perikatan, dan membawa segala sesuatu

kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.”

Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah mewajibkan si

berpitang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang

dimaksudkan terjadi.

i. Lewatnya waktu /daluwarsa

Menurut Pasal 1946 KUHPerdata yang dimaksud “daluwarsa adalah suatu alat

(50)

39

lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh

undang-undang”.

2.2. Wanprestasi

2.2.1.Pengertian Wanprestasi

Sebelum membahas apa itu wanprestasi terlebih dahulu harus diketahui apa

itu prestasi. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu

perjanjian atau kontrak. Setiap perikatan memuat seperangkap hak dan kewajiban

yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak yang dinamakan prestasi.33

Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur

untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan

terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan ingakar

janji.34

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi

buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang

dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi

seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.35 Menurut pasal 1234

KUHPerdata, prestasi dapat berupa :

a. Memberikan sesuatu

33Johanes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Colletral Sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, hal. 49.

34 Yahman, 2014, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang

Lahir Dari Hubungan Kontraktual, Prenadamedia, Jakarta, Hal.81.

35Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, Hal.

(51)

40

Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib membayar uang

sewa guna usaha tiap bulannya sesuai tanggal jatuh tempo sebagaimana

yang telah ditetapkan dalam perjanjian leasing.

b. Berbuat sesuatu

Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib atas pemeliharaan

barang modal.

c. Tidak berbuat sesuatu

Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee tidak boleh

memindahtangankan barang modal tanpa persetujuan lessor.

Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi yang berarti tidak

memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan bersama. Wanprestasi adalah suatu

keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan

kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan. Debitur yang tidak memenuhi

prestasinya karena kesalahan disebut wanprestasi, sedangkan kalau tidak ada

kesalahan debitur, maka terjadi overmacht (force majeure, keadaan memaksa).36

2.2.2. Bentuk Wanprestasi

Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan prestasi,

maka ada tiga bentuk wanprestasi, yaitu :

a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

36 Sigit Arianto, 2000, Asas-Asas Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan definisi gadai pada Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2 (dua), yaitu pihak yang

Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal 1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan

Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi pasal 1313 kitab undang undang hukum perdata sebagai berikut, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah

6 Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan yang diatur dalam bab kedua Buku III BW dengan menyatakan bahwa “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

Sebagaimana tersebut dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diatur dalam Bab Kedua Buku III, yaitu ” suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek ) Buku II Bab 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 disebutkan pengertian gadai adalah suatu hak yang

Gadai dapat dijadikan sebagai pengikat jaminan yang sebagaimana diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH

Menurut Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Pasal 1313 menyatakan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu