• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIANPERIKATAN - Tanggung Jawab Dokter Akibat Terjadinya Kesalahan Medis Dari Sudut Hukum Perdata (Studi Pada Ikatan Dokter Indonesia Cabang Asahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIANPERIKATAN - Tanggung Jawab Dokter Akibat Terjadinya Kesalahan Medis Dari Sudut Hukum Perdata (Studi Pada Ikatan Dokter Indonesia Cabang Asahan)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN

A. Pengertian Perjanjian/Perikatan

Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang di terjemahkan dengan menggunakan istilah adalah perjanjian maupun persetujuan. ada yang menerjemahkan overeenkomst dengan perjanjian tetapi ada yang menterjemahkan dengan persetujuan. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mengenai pengertian perjanjian sebagai berikut : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Kemudian setiawan yang berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya defenisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena dipergunakan kata perbuatan yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi :

a. Perbuatan tersebut harus diatikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan perbutan hukum.

(2)

Namun menurut Kartini dan Muljadi & Gunawan Widjaja dalam bukunya bahwa perjanjian adalah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang mana menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Pasal tersebut menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi dan pihak lainya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih bandan hukum.15 Setiap sarjana memnpunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai defenisi perjanjian. Berikut adalah beberapa pendapat para sarjana :

1. Sudikno Mertokusumo

Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dua pihak itu sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, menimbulkan hak dan kewajiban dan apabila sepakat dilanggar maka akibat haknya si pelangaar dikenakan sanksi.16 2. Abdulkadir Muhammad

perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.17

15

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta, PT raja Grafindo Persada, 2006, hlm .92

16

Sudikno Mertokusumo, Mengenal HukumSuatu Pengantar,Yogyakarta, Liberty,1988, hlm. 97 17

(3)

3. Setiawan

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.18

4. Subekti

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal itu.19

5. Wirjono Prodjodikoro

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap tidak berjanji untuk melakukan sesuatu, atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain menurut pelaksanaan sautu hal itu.20

6. Menurut Mariam Darus Badrulzaman

Perjanjian adalah suatu perhubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan mana pihak satu berhak atas prestasi dan pihak lain wajib memenuhi kewajiban itu. 21

Dengan demikian, perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu hal tertentu. Perjanjian itu

18

Apit Nurwidijanto, pelaksanaan Perjanjian pemborongan bangunan pada puri kencana mulya persada di semarang, tesis ilmu hukum, universitas diponegoro, 2007, hal 41

19

Subekti, Hukum Perjanjian, Pembimbing Masa, Jakarta, 1980, hal 1 20

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu,sumur, Bandung,1992,hal.12

21

(4)

merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksankan prestasi. Perikatan dan perjanjian adalah dua hal yang berbeda. Perikatan adalah suatu isitilah atau pernyataan yang bersifat abstrak, yang menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua atau lebih orang atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut.22

Dalam KUHPerdata terjemahan subekti dan Tjirosudibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah istilah perikatan sebagaimana yang disebut dalam pasal 1233 KUH perdata yang mana menyebutkan bahwa : tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang. Artinya Perikatan lahir dari suatu perjanjian dan undang-undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan adalah terjemahan dari istilah bahasa belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataanya dapat berupa perbuatan.

Untuk memahami perbedaan dua istilah tersebut, menurut Prof subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan pernjanjian. Beliau memberikan definisi sebagai berikut : suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian didefinisikan

22

(5)

sebagai berikut suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada oranglain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Hakekat

antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu, merupakan hubungan

hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan

lebih luas dari perjanjian sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan

munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan undang-undang.23

Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang

mengadakan perjanjian itu. Jadi perjanjian adalah merupakan salah satu sumber

perikatan disamping sumber-sumber lainya, perjanjian disebut sebagai

persepekatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentunya

menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan suatu prestasi

tertentu.

Dari beberapa pengeretian tentang perjanjian yang telah diuraikan diatas,

terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan

hukum dari para pihak yang membuat perjanjian. Masing-masing pihak terikat satu

sama lain dan menimbukan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat

perjanjian. Namun dalam praktiknya bukan hanya orang perorangan yang membuat

perjanjian, namun termasuk juga badan hukum juga merupakan subjek hukum.

Dari berbagai pengertian Perjanjian yang telah diuraikan diatas, Dapat

disimpulkan bahwa suatu perjanjian terdiri dari beberapa unsur yaitu : 24

23

http://NuruFatimah123.Wordpress.com/2010/05/13/Perbedaan-perikatan-dan-perjanjian/, diakses pada tanggal 1 maret 2014

24

(6)

1. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih

Dalam hal ini kata sepakat dapat dimaknakan sebagai pernyataan kehendak.

Suatu perjanjian hanya akan terjadi apabila terdapat dua pihak atau lebih

yang saling menyatakan kehendak untuk berbuat sesuatu.

2. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak

Kehendak dari para pihak saja tidak cukup untuk melahirkan suatu

perjanjian. Kehendak tersebut harus dinyatakan. Sehingga setelah para

pihak saling menyatakan kehendaknya dan terdapat kesepakatan di antara

para pihak, terbentuklah suatu perjanjian di antara meraka.

3. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum

Suatu janji atau pernyataan kehendak tidak selamanya menimbulkan akibat

hukum. Terkadang suatu pernyataan kehendak hanya menimbukan

kewajiban sosial atau kesusilaan.

4. Akibat hukum untuk kepentingan pihak satu dan atas beban yang lain atau

timbal balik

Akibat hukum yang terjadi adalah kepentingan pihak yang satu dan atas

beban terhadap pihak yang lainya atau bersifat timbal balik. Yang perlu

diperhatikan adalah akibat hukum dari suatu perjanjian hanya berlaku bagi

para pihak dan tidak boleh merugikan pihak ketiga.

5. Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan

Pada umumnya para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian. Namun

dalam beberpa perjanjian tertentu undang-undang telah menentukan bentuk

(7)

B. Jenis-Jenis Perjanjian

secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah

perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar

sesuatu. Sedangkan perjanjian non obligatoir adalah perjanjian yang tidak

mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar seseuatu.

Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :25

1. Perjanjian Sepihak

Perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak. Misalnya

perjanjian hibah, perjanjian penanggungan, dan perjanjian pemberian kuasa

tanpa upah. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang

membebankan prestasi pada kedua belah pihak, misalnya jual beli.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian atas Beban

Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian dimana pihak yang satu

memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima

suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, pinjam pakai, pinjam

meminjam tanpa bunga, dan peneletian barang tanpa biaya. Sedangkan

perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu

untuk melaksanakan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus

dilakukan oleh pihak lain. Contoh perjanjian atas beban adalah jual beli.

Sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.

3. Perjanjian Konsensuil, Perjanjian Riil dan Perjanjian Formil

25

(8)

Perjanjian konsensuil adalah Perjanjian yang mengikat sejak adanya

kesepakatan dari kedua belah pihak. Contohnya Perjanjian jual beli dan

Perjanjian sewa menyewa. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang

tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan

penyerahan obyek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penelitian

barang dan perjanjian pinjam pakai. Perjanjian formil adalah perjanjian

yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu,

sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya

pembebasan jaminan fidusia.

4. Perjanjian bernama, perjanjian tidak bernama dan perjanjian campuran

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur dalam

undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur

secara khusus didalam undang-undang. Misalnya perjanjian Leaseing,

franchising dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah

perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian

bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang merupakan

campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk melakukan

suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan

kamar).

Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi :

1. Zakelijk overeenkomst

Perjanjian yang menetapkan dipindahkanya suatu hak dari seseorang

(9)

2. Bevifs overeenkomst

Perjanjian untuk membuktikan sesuatu

3. Liberatoir overeenkomst

Perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban

4. Vatstelling overeenkomst

Perjanjian untuk mengkhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan

hukum diantara para pihak.

C. Asas Perjanjian

Asas hukum merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum

yang masih bersifat abstrak. Dapat pula dikatakan bahwa asas hukum merupakan

dasar yang melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat konkrit dan bagaimana

hukum itu dapat dilaksanakan. Asas hukum juga bukanlah peraturan hukum yang

konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya. Atau, merupakan latar

belakang yang mendasari peraturan yang konkrit, yang terdapat di dalam dan

dibelakang setiap system hukum yang terjelma dalam peraturan undang-undang

dan putusan hakim yang merupakan hukum psotif dan dapat diketemukan dengan

mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.26

Secara umum ada 3 asas perjanjian yaitu asas personalia, asas konsesualitas

dan asas kebebasan berkontrak. Menurut herlien budiono, ketiga asas tersebut perlu

26

(10)

ditambah dengan asas keseimbangan, sehingga lebih sesuai dengan keadaan

Indonesia.27

1. Asas personalia

Asas ini diatur dan dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUHPerdata,

yang berbunyi Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama

sendiri atau meminta ditetapkanya suatu janji selain untuk dirinya sendiri. Dari

rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang

dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi,

hanya akan berlaku dan mengikat dirinya sendiri. Asas personalia merupakan asas

yang menetukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak

hanya untuk kepentingan perseorangan saja.

2. Asas konsensualitas

Asas ini dapat ditemukan dalam rumusan pada pasal 1320 KUHPerdata, yang

berbunyi :

Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan 4 syarat :

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kesepakatan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang dilarang;

Asas konsensualitas memperlihatkan kedapa kita semua, bahwa pada

dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang

mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih

27

(11)

pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai

kesepakatan, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan

semata-mata. ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai

perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walaupun

demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (pihak yang berkewajiban

memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan

adanya suatu tindakan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

konsensualitas itu sebuah perjanjian disebut sah bila ada suatu kesepakatan, yakni

perseuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3. Asas kebebasan berkontrak

Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan bekontrak menemukan

dasar hukumnya pada rumusan pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi :

“Untuk diperlukan perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat :

a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang tidak terlarang;

Dengan asas kebebasan bekontrak ini, para pihak yang membuat dan

mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan

atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi

yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Artinya asas

(12)

perjanjian dan mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Namun

kebebasan tersebut tidak oleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.

D. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat yang diperlukan agar suatu

perjanjian atau kontrak itu sah dan mengikat secara hukum, syarat sahya perjanjian

dapat dilihat didalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi :28

1. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya

Yaitu adanya titik temu diantara pihak tentang kepentingan-kepentingan

mereka yang berbeda.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Yaitu mampu melakukan perbuatan hukum, prinsipnya, semua orang

berhak melakukan perbuatan hukum, kecuali orang yang belum dewasa,

dibawah pengampuan, dan orang-orang tertentu yang dilarang oleh

undang-undang.

3. Suatu pokok persoalan tertentu

Yaitu objek perjanjianya harus terang dan jelas, dapat ditentukan baik jenis

maupun jumlahnya.

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Yaitu objek yang diperjanjikan bukanlah objek terlarang tapi diperbolehkan

oleh hukum.

28

(13)

Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif sahnya perjanjian.

Sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat objekftif dalam dalam suatu

perjanjian . berikut adalah penjelasan dari syarat tersebut :29

i. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya

Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang mengadakan

atau melangsungkan perjanjian. Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi

pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa

kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan,

sebagaimana ditentukan dalam pasal 1321 KUHPerdata, yang berbunyi :

“Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena

kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih

pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan,

bagaimana cara melakasanakanya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus

melaksanakan.

ii. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Artinya kecakapan untuk bertindak dengan adanya kecakapan untuk

bertindak dalam hukum merupakan syarat subjektif kedua terbentuknya perjanjian

yang sah diantara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal

berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum.

29

(14)

Didalam masalah kewenangan bertindak orang perorangan dalam hukum, menurut

doktrin ilmu hukum yang berkembang dapat dibedakan dalam :

a. Kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan

dengan kecakapanya untuk bertindak dalam hukum;

b. Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain, yang dalam hal ini

tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Bab XVI KUHPerdata dibawah judul

“pemberi kuasa”

c. Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari

pihak lain.

 Kecakapan

Hal –hal yang berhubungan dengan kecakapan dan kewenangan bertindak

dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi dan orang-perorangan ini

diatur dalam pasal 1329 sampai dengan pasal 1331 kitab undang-undang hukum

perdata. Pasal 1329 kitab undang-undang hukum perdata menyataka bahwa : setiap

orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh

undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Namun dalam pasal 1330 KUHperdata memberikan batasan siapa saja yang

dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa :

1. Anak yang belum dewasa

2. Orang yang ditaruh dibawh pengampunan

3. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan

undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang-undang-undang

(15)

 Pemberi Kuasa

Sedangkan kewenangan bertindak berdasarkan pemberian kuasa pihak lain,

diatur dalam BAB XVI KUHPerdata didalam pasal 1792 KUHPerdata menyatakan

bahwa : Pemberian kuasa ialah suatu perjanjian yang berisikan pemberian

kekuasaaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas

nama orang yang memberikan kuasa.

Dengan pemberian kuasa, pemberi kuasa dapat memberikan kuasa kepada

penerima kuasa khusus hanya untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang

berkaitan dengan hal-hal berhubungan dengan perubahan harta kekyaan pemberi

kuasa.

iii. Suatu pokok persoalan tertentu

Tentang hal tertentu dalam perjanjian KUHPerdata menjelaskan maksud hal

tertentu dengan memberikan rumusan dalam pasal 1333 KUHPerdata yang

berbunyi sebagai berikut : Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok

perjanjian berupa suatu kebendaaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah

itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Secara sepintas, dengan rumusan “ pokok perjanjian berupa barang yang telah

ditentukan jenisnya” tampaknya KUHPerdata hanya menekankan pada perikatan

untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu.namun dari rumusan tersebut

hendak menjelaskan kepada kita semua bahwa apapun jenis perikatanya, baik itu

(16)

sesuatu, KUHPerdata menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti

melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan tertentu.

iv. Suatu sebab yang tidak terlarang

Tentang sebab yang halal diatur dalam pasal 1335 hingga pasal 1337 kitab

undang-undang hukum perdata. Pasal 1335 kitab undang-undang Hukum perdata

menyatakan bahwa : Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena

suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.

KUHPerdata tidak memberikan pengertian atau defenisi dari “sebab” yang

dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata. Hanya saja dalam pasal 1335

KUHPerdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :30

1. Bukan tanpa sebab;

2. Bukan sebab yang palsu;

3. Bukan sebab yang terlarang;

E. Wanprestasi

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena

kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Ada bebrapa pendapat

para sarjana tentang wanprestasi yakni:31

1. J.satrio

Suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan

kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.

30

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja ,Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Jakarta, PT Raja Grafindo, hlm. 161

31

(17)

2. Yahya harahap

Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada

waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan

keharusan bagi pihak debitur untuk membayarkan ganti rugi, atau dengan

adanya wanprestasi oleh satu pihak, pihak yang lainya dapat menuntut

pembatalan perjanjian.

Bentuk-bentuk wanprestasi

 Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;

 Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);

 Melaksankan tetapi tidak seperti diperjanjikan

 Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.32

Pembelaan Debitur Yang Wanprestasi

Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya

diberikan hukuman atas kelalaianya, ia dapat membela dirinya dengan mengajukan

beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu.

Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu : 33

1. Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht).

Dengan memajukan pembelaan ini debitur berusaha menunjukan bahwa tidak

terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali

tidak dapat diduga, dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan

atau peristiwa yang timbul dari diluar dugaan. Contoh : Gempa bumi, tsunami

dll.

32 Ibid. 33

(18)

2. Menyatakan bahwa kreditur lalai

Bahwa kreditur sendiri juga tidak menepati janjinya. Dalam setiap perjanjian

timbal balik dianggap ada suatu azas bahwa kedua belah pihak itu harus

sama-sama melakukan kewajibannya, masing-masing dapat mengatakan “jangan

menggap saya lalai kalau kamu sendiri juga sudah melalaikan kewajibanmu”.

Contoh : Si pembeli menuduh si penjual terlambat menyerahkan barangnya,

tetapi ia sendiri ternyata sudah tidak menepati janjinya untuk memberikan uang

muka.

3. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknnya

Suatu sikap dari pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan

bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Contoh : si pembeli,

meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kualitas atau mengandung

cacat yang tersembunyi dan tidak menegor si penjual atau mengembalikan

barangnya tetapi barang itu dipakainya. Bahkan barang tersebut dipesan lagi

dengan dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli.

Dalam hal ini jika ia kemudia menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian

maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.

F. Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas

dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya

(19)

dengan undang-undang pidana tetapijuga jika perbuatan tersebut bertentangan

dengan unadng-udang lainya dan bahkan dengan ketentuan ketentuan hukum yang

tidak tertulis.34

Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam

undang-undang, sehingga sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum

adalah tidak demikian. Undang-undang hanya menentukan satu pasal umum, yang

memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum. Perbuatan

melawan hukum dalam bahasa belanda disebut dengan onrechtmatigedaad dan

dalam bahasa inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti

salah. Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri

berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan

berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Jadi serupa dengan

pengertian perbuatan melawan hukum disebut onrechtmatigedaad dalam system

hukum belanda atau dinegara-negara eropa continental lainya. Kata “tort” berasal

dari kata latin ”torquere” atau “tortus” dalam bahasa perancis, seperti kata

“wrong” yang berarti kesalahan atau kerugian “injury”. Sehingga pada prinsipnya,

tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan

melawan hukum ini adalah untuk mencapai seperti apa yang dilakukan dalam

pribahasa bahasa latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non

laedre, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak

merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).35

34

http://yasminelisasih.com/2012/05/31/perbuatan-melawan-hukum/, terakhir di akses pada tanggal 5 februari 2014

35

(20)

Onrechtmatigedaad pada pasal 1365 KUHPerdata dinyatakan : tiap

perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut. Para pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum itu

disebut sebagai subjek hukum yaitu biar manusia sebagai subjek hukum dan juga

badan hukum sebagai subjek hukum, dalam ilmu hukum terdapat tiga kategori

perbuatan melawan hukum yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum :

Sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan melawan

hukum harus mengandung unsur-sebagai berikut :

a. Adanya suatu perbuatan;

b. Perbuatan tersebut melawan hukum;

c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;

d. Adanya kerugian bagi korban;

e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Perbuatan melawan hukum menurut perspektif hukum pidana berarti apabila

perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada kekeliruan.

Letak perbuatan melawan hukumnya sudah ternyata dari sifat melanggarnya

(21)

oleh undang-undang, melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab

hukum adalah undang-undang yang disebut sebagai pendirian formal, dan belum

tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang yang

bersifat melawan hukum, karena hukum bukanlah undang-undang saja disamping

undang-undang ada pula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau

kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat yang disebut sebagai

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Terjadinya perbedaan pendapat antara hakim Pengadilan Agama Buntok dan Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya dalam menilai saksi anak kandung pada perkara yang diteliti

Hasil dari diskusi bersama pemuda dan masyarakat Peneleh mereka sepakat akan menghidupkan kampung mereka melalui keberadaan napak tilas HOS.Cokroaminoto masyarakat bisa

Deasy Christia Sera, 111314253007, Efektifitas Peer-Assisted Learning Srategies (PALS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pada Anak Kelas III Sekolah Dasar,

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dukungan keluarga yang diterima oleh responden di TK ABA Mlangi, Gamping, Sleman, Yogyakarta dari

Gambar karikarur “Gurita Cikeas” yang ada pada surat kabar Jawa Pos edisi 29 Desember 2009 merupakan penggambaran suatu dari peristiwa yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia

Dengan demikian berdasarkan gambar dan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap PT yang didalamnya terdapat modal asing, baik karena pengambilan saham pada saat

Berdasarkan simpulan tersebut di atas, maka saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1) Kepada praktisi pendidikan khususnya guru matematika di SDN 9 Sesetan