• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Vitamin D Serta Dampaknya Terhadap Gejala Stres Kerja Pada Pekerja Perempuan Usia Subur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Vitamin D Serta Dampaknya Terhadap Gejala Stres Kerja Pada Pekerja Perempuan Usia Subur"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

STATUS VITAMIN D SERTA DAMPAKNYA TERHADAP

GEJALA STRES KERJA PADA PEKERJA

PEREMPUAN USIA SUBUR

ANWAR LUBIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul faktor – faktor yang berhubungan dengan status vitamin D serta dampaknya terhadap gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

ANWAR LUBIS. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Status Vitamin D serta Dampaknya terhadap Gejala Stres Kerja pada Pekerja Perempuan Usia Subur. Dibimbing oleh DADANG SUKANDAR dan ALI KHOMSAN

Vitamin D diduga berhubungan dengan menurunnya kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Dugaannya adalah hipovitaminosis D mampu memperbesar terjadinya stres kerja. Penelitian – penelitian pada manusia memperlihatkan adanya

Vitamin D Reseptor (VDR) dan 1α-hidroksilase mengkatalisis sintesa 1,25 – dihidroksivitamin D (kalsitriol, bentuk bioaktif vitamin D) dalam struktur otak seperti korteks prefrontal, amygdala dan hipocampus.

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi status vitamin D dan dampaknya terhadap gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1) Mengidentifikasi karakteristik pekerja perempuan; 2) Menilai status gizi dan pola konsumsi pangan pekerja perempuan; 3) Menganalisis faktor – faktor yang berhubungan dengan status vitamin D dan gejala stres pekerja perempuan.

Desain yang digunakan pada penelitian adalah penelitian survei. Penelitian ini telah mendapatkan Persetujuan Etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro No. 11/EC/FKM/2015. Total subjek penelitian 65 wanita usia subur yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang dikumpulkan adalah data primer, diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran analisis biokimia darah.

Analisis data tahap awal adalah analisis diskriptif terhadap beberapa parameter diantaranya karakteristik sosio ekonomi demografi subjek (umur, pendapatan, pengeluaran jumlah anggota keluarga). analisis diskriptif juga dilakukan pada faktor – faktor yang mempengaruhi status vitamin D (paparan sinar matahari, penggunaan jilbab, penggunaan tabir surya, dan konsumsi pangan sumber vitamin D), variabel serum vitamin D dan gejala stres kerja. Model regresi linear berganda digunakan untuk analisis faktor – faktor yang berhubungan dengan status serum vitamin D dan faktor – faktor yang berhubungan dengan gejala stres kerja.

(5)

pernikahan, sebagian besar subjek statusnya menikah (80.0%) dan sebagian kecil (20.0%) subjek status cerai. pada umumnya pekerja WUS memiliki keluarga yang kecil (66.2%). pengeluaran non pangan subjek lebih besar (61.6%) daripada pengeluaran pangan (38.4%) dengan rata – rata pengeluaran sebesar Rp 2 921 600 per bulan dengan standar deviasi Rp 796 150.

Berdasarkan status gizi, Rata rata lingkar pinggang subjek 78.8 cm yang menunjukkan bahwa sebagian besar subjek tergolong dalam status gizi normal. Menurut komposisi lemak tubuh (%LT), sebagian besar subjek (81.5%) memiliki komposisi lemak tubuh sedang dan sebagian kecil (18.5%) memiliki komposisi lemak tubuh lebih. Berdasarkan lemak viseral, sebagian besar subjek (89.2%) memilik lemak viseral kurang dari 10 dan hanya sedikit dari subjek (10.2%) yang lebih dari 10. berdasarkan IMT, lebih dari separuh subjek tergolong normal (69.2%) dan overweight (20.0%).

Berdasarkan gaya hidup, sebagian besar subjek terpapar sinar matahari kurang dari 30 menit (76.9%), rata-rata subjek terpapar hanya 17.7 menit dengan simpangan baku 15.3 menit. Berdasarkan penggunaan sunblock (tabir surya) sebagian besar subjek selalu menggunakan Sunblock ( 80%) dan hanya 7% subjek yang tidak pernah menggunakan sunblock. Berdasarkan penggunaan jilbab lebih dari separuh (66.2%) pekerja perempuan menggunakan jilbab setiap hari kerja.

Pekerja perempuan di pabrik garmen berusia muda dan sebagian besar memiliki masa kerja belum lama. Rata-rata pendapatan per bulan pekerja perempuan cukup tinggi. Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), pada umumnya status gizi pekerja perempuan normal. Berdasarkan status serum 25(OH)D, diperoleh lebih dari dua per tiga (90.2%) memiliki serum vitamin D tidak normal terbagi menjadi 46.2% kategori defisiensi dan 44.6% kategori tidak cukup. Hanya 9.2% subjek yang memiliki kadar serum vitamin D normal.

Berdasarkan analisis regresi linear berganda, penggunaan jilbab, lingkar pinggang dan konsumsi susu berpengaruh signifikan (R2=0.623) terhadap status serum vitamin D pada pekerja perempuan. Sedangkan gejala stres kerja dipengaruhi secara signifikan oleh faktor pengeluaran non pangan. Status serum vitamin D diketahui tidak berpengaruh signifikan terhadap timbulnya gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur.

Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang faktor risiko lain yang diketahui mempengaruhi status serum vitamin D seperti aktifitas fisik,warna kulit, pengaruh iklim, jenis kelamin dan genetik. Selain itu perlu dilakukan program perbaikan gizi dan kesehatan terhadap pekerja perempuan dalam menunjang produktivitas mereka, program suplementasi vitamin D atau program senam di pagi hari. Rekomendasi program tersebut bisa dilaksanakan pada semua instansi perkantoran baik di pemerintah maupun swasta, utamanya yang memiliki karyawan lebih banyak bekerja dalam ruangan.

(6)

SUMMARY

ANWAR LUBIS. Factors Related To The Status of Vitamin D and Impact on Work Stress Symptoms in Working Female Of Childbearing Age. Supervised by DADANG SUKANDAR and ALI KHOMSAN.

Vitamin D allegedly associated with decreased cognitive abilities and mental health. Expectations were capability of hipovitaminosis D to enlarge the work stress. Research - human studies showed that Vitamin D Receptor (VDR) and 1α -hydroxylase catalyzed the synthesis of 1,25 - dihydroxyvitamin D (calcitriol, bioactive form of vitamin D) in the structure of the brain such as the prefrontal cortex, amygdala and hipocampus.

In general, this study aimed to analyze factors affecting the status of vitamin D and the impact against the symptoms of job stress in women workers of childbearing age . Specifically, this study aimed : 1) To identify the characteristics of women workers ; 2) Assessing nutritional status and food consumption patterns of women workers ; 3) Analyze the factors related to vitamin D status and symptoms of stress working women of childbearing age .

The design used in the study was a survey study. This study has gained approval from the Ethics Committee of Health Research Ethics School of Public Health, University of Diponegoro No. 11 / EC / FKM / 2015. A total of research was 65 subjects female of childbearing age who met the inclusion criteria. The data collected was of primary data, obtained using a questionnaire and measurement of the biochemical analysis of blood.

Early stages of data analysis is descriptive analysis on several parameters including characteristics of subjects (age, income, expenditure number of family members). Descriptive analysis was also conducted on the factors - factors that affected vitamin D status (exposure to sunlight, the use of the veil, use sunscreen, and consumption of food sources of vitamin D), serum vitamin D variables and symptoms of job stress. Multiple linear regression model was used for analysis of factors associated with serum vitamin D status and factors associated with symptoms of job stress.

This study showed the average 29.7 years old women workers. almost half the level of education subject was only primary school graduates (40.0%), with the average - average study period of 8.5 years. Sovereign, when seen in the categories of marital status, most of the subjects status were married (80.0%) and a small proportion (20.0%) subjects was divorce status. women workers generally had a small family (66.2%). non-food expenditures subject was larger (61.6%) than food expenditure (38.4%) with the average expenditure of Rp 2 9216 million per month with a standard deviation of Rp 796 150.

(7)

had moderate body fat composition and a fraction (18.5%) had more body fat composition. Based on visceral fat, the majority of subjects (89.2%) having an visceral fat is was less than 10 and only a few of the subjects (10.2%) were more than 10 based on BMI, more than half of the subjects classified as normal (69.2%) and overweight (20.0%),

Based on the lifestyle, the majority of subjects exposed to the sun was for less than 30 minutes (76.9%), the average subjects exposed were only 17.7 minutes with a standard deviation of 15.3 minutes. Based on the use of sunblock (sunblock) largely subject always used Sunblock (80%) and only 7% of the subjects who never used sunblock. Based on the use of the hijab was more than half the women wear veils workers every weekday (66.2%).

Women workers in the garment factory had a mean age - average 29.7 years and most had a work of service ≤ 5 years . The average monthly income of female workers was 1974 700 IDR. Based on Body Mass Index (BMI), was generally normal nutritional status of women workers . Based on the status of serum 25 (OH) D , obtained more than two -thirds (90.2%) had normal serum vitamin D with categories deficiencies 46.2 % and 44.6 % category were not enough. Only 9.2 % of the subjects was who had normal vitamin D serum levels .

Based on the multiple linear regression analysis , the use of the veil , waist circumference and milk consumption significantly influenced serum vitamin D status on women workers. While work stress symptoms significantly influenced by factors non-food expenditures . Serum vitamin D status was known no significant effect on the onset of symptoms of job stress in women of childbearing age workers

Keywords: sun exposure, working female of childbearing age, vitamin D, work stress

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

FAKTOR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

STATUS VITAMIN D SERTA DAMPAKNYA TERHADAP

GEJALA STRES KERJA PADA PEKERJA

PEREMPUAN USIA SUBUR

ANWAR LUBIS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan sejak Januari hingga April 2015 adalah “Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Status Vitamin D serta Dampaknya terhadap Gejala Stres Kerja pada Pekerja Perempuan Usia Subur”.

Ucapan terima kasih dengan penuh hormat penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc sebagai ketua komisi pembimbing yang selalu bersedia berdiskusi dan memberikan solusi pada setiap masalah yang penulis hadapi. Terima kasih dan penuh hormat penulis haturkan kepada Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam penulisan tesis ini. Penulis sampaikan terimakasih juga kepada Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Neys-van Hoogstraten Foundation-The Netherland, selaku pemberi dana penelitian ini.

Terima kasih sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat FEMA IPB, yang telah bersabar dan ikhlas berbagi ilmu dan inspirasi selama penulis menuntut ilmu di Kampus IPB, tidak lupa kepada staf dan pengelola yang telah membantu dan memberikan layanan optimal selama penulis menjadi mahasiswa.

Ungkapan terima kasih dengan penuh kebanggaan penulis haturkan kepada teman – teman seperjuangan Pasca GMS 2013, atas kebaikan ketulusan dan dukungannya selama penulis menimba ilmu di IPB.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Mahasiswa Pascasarjana asal Sulawesi Selatan (RUMANA IPB), atas kebersamaan selama di bogor. Terima kasih telah menjadi saudara “sedaerah” yang selalu menghadirkan keceriaan dan obat rindu penulis ketika kangen rumah di kampung.

Terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada bapak dan ibu saya tercinta atas, doa, perhatian tulus, kasih sayang dan dukungan moril materil yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan jenjang pendidikan magister. Semoga ini menjadi bagian dari kebanggaan harapan bapak ibu yang di ijabah lewat saya. Aamiin.

Penulis sangat menyadari tesis ini masih belum sempurna, saran dan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Tujuan umum 3

Tujuan khusus 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 4

Vitamin D 4

Mekanisme Aktivitas Vitamin D 5

Penilaian Status Vitamin D 6

Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Gejala Stres kerja 7

3. KERANGKA PEMIKIRAN 10

4. METODE 13

Desain, Lokasi, dan Waktu 13

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 13

Teknik Pengumpulan Data 13

Pengukuran Serum Vitamin D 14

Pengukuran Gejala Stres kerja 14

Pengolahan dan Analisis Data 16

Definisi Operasional 17

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Karakteristik Subjek 18

Karakterstik berdasarkan Status Gizi 20

Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Status Vitamin D 22

Pola Konsumsi Pangan 24

Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Status Vitamin D 25

Gejala Stres Kerja 29

Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Gejala Stres Kerja 29

6. SIMPULAN DAN SARAN 32

Kesimpulan dan Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(16)

DAFTAR TABEL

1. Nilai standar status vitamin D berdasarkan konsentrasi 25(OH)D 6

2. Metode pengukuran dan pengumpulan data 14

3. Metode pengukuran dan pengumpulan data (lanjutan) 15

4. Statistik pekerja perempuan menurut status sosial demografi 18

5. Statistik pengeluaran rumah tangga pekerja perempuan (Rp/bulan) 19

6. Statistik pekerja perempuan berdasarkan pekerjaan 19

7. Sebaran pekerja perempuan berdasarkan status gizi 21

8. Sebaran pekerja perempuan status vitamin D 22

9. Gaya hidup yang berhubungan dengan status vitamin D 23

10. Sebaran pekerja perempuan berdasarkan pola konsumsi pangan 24

11. Analisis regresi linear berganda faktor – faktor yang berhubungan dengan

status serum vitamin D 25

12. Sebaran pekerja perempuan berdasarkan gejala Stres kerja 29

13. Analisis linear berganda faktor faktor yang berhubungan dengan gejala stres

kerja pekerja perempan usia subur 30

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner 37

2. Ringkasan analisis data 42

3. Naskah penjelasan peneliti untuk mendapat informed consent dari subjek

penelitian 44

4. Surat Persetujuan untuk Penelitian (Informed consent) 46 5. Penjelasan Rinci Tentang Tata Cara Pengukuran Status Gizi 47

6. Prosedur Pengambilan Serum Vitamin D 51

(17)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stres adalah masalah kesehatan masyarakat yang diprediksi menjadi penyebab kedua kejadian disabilitas di dunia pada tahun 2020 nanti (Murray dan Lopez 1997). Tren ini diikuti dengan makin melambungnya biaya pengobatan dan menurunnya produktivitas kerja. Etiologi dan patofisiologi stres kerja belum sepenuhnya diuraikan secara teoritis. Penelitian dasar dan penelitian klinis terkini menjelaskan peran potensial faktor biologis terbaru bahwa kondisi kejiwaan dipengaruhi oleh kimia saraf dan mekanisme neuro endokrin. Berdasarkan riskesdas 2013 disebutkan bahwa prevalensi penderita gangguan mental emosional di Indonesia 6,0%. Di Jawa Barat sendiri prevalensi penderita gangguan mental emosional 9.3% yang melebihi prevalensi nasional.

Vitamin D diduga berhubungan dengan menurunnya kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Dugaannya adalah hipovitaminosis D mampu memperbesar terjadinya stres kerja. Penelitian - penelitian pada manusia memperlihatkan adanya Vitamin D Reseptor (VDR) dan 1α-hidroksilase mengkatalisis sintesa 1,25- dihidroksivitamin D (kalsitriol, bentuk bioaktif vitamin D) dalam struktur otak seperti korteks prefrontal, amygdala dan hipocampus (Eyles et al. 2005).

Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang fungsinya di dalam tubuh cukup unik karena mirip dengan fungsi hormon. Fungsi biologis utama dari vitamin D adalah mempertahankan konsentrasi kalsium dan fosfor serum dalam kisaran normal dengan meningkatkan efisiensi usus halus untuk menyerap mineral-mineral tersebut dari makanan. Salah satu dampak dari kekurangan vitamin D dan kalsium meningkatkan risiko fraktur.

Hoang et al. (2011) menemukan bahwa rendahnya tingkat serum vitamin D berhubungan dengan gejala stres kerja di Kota Dallas Amerika. Selain itu pada penelitian Milaneschi et al. (2010) mengambil sampel lansia 531 wanita dan 423 pria, menemukan bahwa hipovitaminosis D adalah faktor risiko yang tumbuhnya gejala stres kerja pada lansia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, pekerja di Indonesia mencapai 100.316.007 orang dimana 64,63% pekerja laki-laki dan 35.37% pekerja perempuan, dan mengalami peningkatan pada tahun 2015, pekerja perempuan mencapai 36,03%. Peningkatan ini selain dipandang sebagai hal positif karena bertambahnya tenaga produktif, juga merupakan tantangan dilakukan perbaikan SDM pekerja tersebut. Terlebih, Sebagian besar pekerja tersebut adalah Perempuan Usia Subur, yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah, yang tidak terbebas dari masalah kesehatan. Kondisi ekonomi keluarga yang lemah menyebabkan pekerja perempuan sulit memenuhi kebutuhan zat gizi mikro. Dari data tersebut dapat diduga populasi orang yang berpotensi terkena stres, terutama bagi perempuan yang bekerja dengan variasi statusnya dalam keluarga.

(18)

yang berasal dari kelas sosial atas, menengah, maupun bawah pernah mengalami stres. Hanya jenis, tingkatan atau bobot stresnya berbeda-beda dan kemampuan dalam mengelola stres pun berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stres, disebut stressor, dapat bersifat fisik (misalnya polusi udara), fisiologis (seperti kekurangan oksigen), dan bersifat sosial (seperti interaksi interpersonal). Berbagai peristiwa dalam kehidupan juga dapat menimbulkan stres, seperti peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pekerjaan dan keluarga, termasuk yang berkaitan dengan kondisi ekonomi.

Pekerja perempuan merupakan irisan dari kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang dinilai perlu mendapatkan perhatian karena rentan terhadap masalah gizi. Masalah gizi tersebut bisa disebabkan peran fisiologis WUS menstruasi dan melahirkan. Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan walaupun sinar matahari yang melimpah, prevalensi hipovitaminosis D pada WUS meningkat di negara – negara Asia dan telah menjadi epidemi. Studi terbaru Arabi et al. (2010) tentang pengukuran konsentrasi serum 25(OH)D pada wanita dewasa berusia di bawah 50 tahun menemukan prevalensi kekurangan vitamin D yang tinggi di beberapa negara yaitu Tunisia (47.6%), Maroko (91%) Yordania (62.3%), Chili (27%), dan Indonesia – Malaysia (60%). Penyebabnya antara lain, pertama pekerja perempuan bekerja pada ruangan tertutup sehingga jarang terpapar sinar matahari, kedua aktivitas luar ruangan terbatas karena jam bekerja dimulai dari pagi sampai sore hari. Ketiga pekerja perempuan menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh serta kurangnya konsumsi sumber vitamin D dan kalsium (Islam et al. 2008; Looker et al. 2008; Islam et al. 2010)

Defisiensi vitamin D mengakibatkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga meningkatkan Paratiroid Hormon (PTH). Selain itu, berdasarkan hasil studi terbaru, defisit vitamin D meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2, gangguan kardiovaskular yang disebabkan hipertensi, obesitas dan gangguang profil lipid. Defisiensi vitamin D juga berkaitan dengan resistensi insulin, diabetes melitus, disfungsi sel beta, penyakit outoimun, arthritis, multipel sclerosis, kanker kolon, kanker payudara , kanker prostat, hipertensi dan penyakit kardiovaskular (Stroud et al. 2008). Penelitian Forman et al. (2007) pada kelompok wanita berusia 40-43 tahun menemukan dua pertiga wanita mengalami kekurangan vitamin D, dan proporsi kejadian hipertensi pada wanita muda dapat dikaitkan dengan kekurangan vitamin D. Pada penelitian Hanwell et al. (2010) menjelaskan pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar serum vitamin D pada pekerja rumah sakit di Italia. Hasilnya adalah rata – rata serum 25(OH)D lebih tinggi pada musim panas daripada pada musim dingin dengan nilai serum masing – masing 58.6±16.5 nmol/ L dan 38.8±29.0 nmol/L (p = 0.003). Selain itu pada hasil penelitian Pilz et al. (2012) pada penderita hipertensi berusia 34 – 64 tahun di Austria dengan pemberian paparan sinar matahari pada musim panas dan musim dingin menunjukkan bahwa ada peningkatan serum 25(OH)D yang lebih tinggi pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin disertai menurunnya paratiroid hormon (PTH). Paparan sinar matahri menjadi penting dalam menjaga fisiologi vitamin D dan status PTH.

(19)

3

saraf dan sel glial. (Eyles et al. 2005). Vitamin D sekarang ditemukan berpengaruh pada aktivitas neurosteroid dan berdampak pada serotonin otak (Bertone-Johnson 2009), vitamin D juga berperan dalam regulasi mood. Bukti empiris menunjukkan bahwa rendahnya serum 25-hidroksivitamin D (25(OH)D), berhubungan dengan gangguan kejiwaan , termasuk gangguan stres kerja, gangguan afeksi , dan gangguan premenstruasi berat. (Bertone-Johnson et al. 2011). Pada studi meta-analisis Anglin et al. (2013) menemukan bahwa vitamin D konsentrasi rendah berhubungan dengan stres kerja (HR = 1.31).

Berdasarkan uraian di atas ditambah saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan terkait defisiensi vitamin D di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian ini yang mengidentifikasi faktor – faktor yang berhubungan dengan status vitamin D dan dampaknya terhadap gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur.

Perumusan Masalah

1. Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi status serum vitamin D pada pekerja perempuan usia subur?

2. Apakah ada hubungan defisiensi vitamin D dengan gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status vitamin D dan dampaknya terhadap gejala stres kerja pada wanita usia subur.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik pekerja perempuan.

2. Menilai status gizi dan pola konsumsi pangan pekerja perempuan. 3. Menganalisis faktor – faktor yang berhubungan dengan status vitamin

D dan gejala stres pekerja WUS

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan signifikan status vitamin D dengan gejala stres kerja pada pekerja perempuan usia subur.

Manfaat Penelitian

(20)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Vitamin D

Vitamin D merupakan secosteroid yang dibentuk di kulit melalui proses fotosintesis oleh sinar matahari. Struktur vitamin D diturunkan dari senyawa steroid yang memiliki empat cincin senyawa cyclo-pentano-perhydrophenanthrene (cincin A,B,C,D). Cincin A, C dan D merupakan struktur cincin yang utuh, sedangkan struktur cincin B tidak utuh lagi. Dikenal sebagai secosteroid karena cincin B telah lepas ikatan karbon-karbonnya. Vitamin D secara biologik bersifat inert dan menjalani dua (2) kali proses hidroksilasi berturut-turut di hati dan di ginjal sehingga terbentuk metabolit aktif yaitu 1,25(OH)2D3 (Holick 1995). Efek biologik utama vitamin D3 aktif ialah memelihara konsentrasi kalsium serum dalam rentang normal (Holick 2007). Kondisi tersebut dicapai dengan meningkatkan absorpsi usus terhadap kalsium yang berasal dari makanan dan dengan memobilisasi cadangan kalsium di tulang untuk masuk ke sirkulasi (Lips et al. 2001). Vitamin D penting untuk pembentukan skeleton dan untuk hemostatis mineral, termasuk untuk peningkatan absorpsi kalsium dan posfor.

Vitamin D3 berasal dari sintesis di kulit berdifusi ke pembuluh darah menggunakan α 2 globulin vitamin D – binding protein (DBP). Cholecalciferol ini akan diambil dan diangkut oleh DBP. Sekitar 60% Cholecalciferol yang terikat dengan DBP akan diangkut ke jaringan tubuh terutama hati serta jaringan lain seperti otot dan jaringan lemak.

Vitamin D2 dan vitamin D3 yang berasal dari makanan diabsopsi dalam bentuk misel secara difusi pasif dan masuk ke dalam usus. Hanya sekitar 50% dari asupan vitamin D yang diabsorpsi. Saat berada dalam usus, vitamin D2 dan vitamin D3 bergabung dengan kilomikron selanjutnya menuju sistem limpatik dan dibawa ke sirkulasi pembuluh darah. Sejumlah vitamin D2 dan D3 dipindahkan dari kilomikron ke DBP untuk diangkut kejaringan ekstrahepatik, kilomikron remnan akan membawa vitamin D2 dan D3 ke hati (Gropper dan Groff 2009).

(21)

5

Adapun kalsidiol yang telah dihasilkan merupakan bentuk vitamin D yang paling banyak bersirkulasi dalam darah, namun tidak aktif secara biologis, mempunyai waktu paruh sekitar 10 hari sampai tiga minggu dalam sirkulasi. Agar menjadi aktif senyawa kalsidiol dibawa ke korteks ginjal untuk mengalami hidroksilasi tahap kedua oleh enzim α1 – hydroxylase menjadi bentuk vitamin D aktif yaitu 1,25 dihidroksi vitamin D atau 1,25(OH)2D3 atau kalsitriol. Kadar kalsitriol mempunyai aktivitas 1 – hydroxylase, tingginya kadar kalsitriol menghambat aktivitas 1- hydroxylase, sehingga kadar 1 – hydroxylase menurun. Kerja 1 hydroxylase ginjal yang menurun akan digantikan oleh aktivitas enzim 24 – hydroxylase. Enzim ini berlawanan kerjanya dengan 1 – hydroxylase, menurunkan kebutuhan dan pembentukan kalsitriol di dalam tubuh agar tidak terjadi kelebihan dengan cara membentuk metabolit. Enzim 24 – hydroxylase akan menghidrolisasi kalsidiol dan kalsitriol menjadi 24,25(OH)2D3 dan 1,24,25(OH)2D3. Bentuk metabolit 24,25(OH)2D3 dan 1,24,25(OH)2D3. Bentuk metabolit 24,25(OH)2D3 dilepaskan di jaringan sirkulasi dan terikat dengan DBP untuk dibawa ke jaringan target sedangkan 1,24,25(OH)2D3 dapat dibawa ke ginjal untuk diubah menjadi senyawa yang dapat diekskresikan (Gropper dan Smith 2012).

Sebagian besar vitamin D akan diekskresikan dari tubuh di dalam feses, melalui empedu; kurang dari 5% diekskresikan sebagai metabolit larut air di dalam urin. Sekitar 2 – 3% vitamin D yang terdapat di empedu adalah kolekalsiferol, 25(OH)D dan 1,25(OH)2D3 tetapi sebagian besar adalah metabolit lain seperti 24 – oxo-deridative, 23-hydroxylation dan calcitroic acid (Bender 2003).

Mekanisme Aktivitas Vitamin D

Kalsitriol sebagai bentuk aktif dari vitamin D mempunyai dua mekanisme dalam menjalankan fungsinya, yaitu secara genomik dan non genomik. Mekanisme genomik diawali dengan masuknya kalsitriol ke dalam sel target selanjutnya berinteraksi dengan vitamin D receptors (VDRs) di dalam inti sel. Ikatan VDRs – kalsitriol – inti sel akan mengalami fosforilasi, kemudian terikat dengan Retinoid Acid X Receptor (RXR) membentuk heterodimer yang akan berikatan dengan vitamin D responsive element (VDRE) dalam DNA membentuk komplek nukleoprotein. Selanjutnya dikenali sebagai specific site di dalam kromosom yang akan meregulasi terjadinya transkripsi gen (transfer informasi dari DNA ke RNA untuk memulai transkripsi gen) (Mertens dan Muller 2010).

(22)

VDRs atau vitamin D akan mengalami hiperreninemia dan meningkatkan tekanan tekanan darah ( Gropper dan Groff 2009).

Mekanisme non genomik vitamin D terjadi tanpa adanya transkripsi gen misalnya homeostatis kalsium. Sintesis kalsitriol merupakan respon terhadap perubahan kadar kalsium dalam darah dan pelepasan hormon paratiroid. Hipokalsemia menstimulasi sekresi hormion tiroid. Hormon paratiroid ini selanjutnya akan menstimulasi 1 – hidrosksilase di ginjal yang akan mengubah kalsidiol menjadi kalsitriol . keberadaan kalsitriol dan hormon paratiroid di jaringan target menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum (Gropper dan Smith 2012).

Penilaian Status Vitamin D

Kerja kalsitriol seratus kali lebih potensial dibandingkan kalsidiol, namun konsentrasi kalsidiol di dalam darah seratus kali lebih banyak, hal tersebut disebabkan lebih dari 99% kalsitriol terikat dengan DBP dan albumin serta mempunyai paruh pendek yaitu 4-6 jam ; sehingga untuk menilai status vitamin D seseorang digunakan pengukuran konsentrasi kalsidiol (Gropper dan Smith 2012). Selain itu konsentrasi kalsitriol juga merupakan indikator baik dalam mengukur status vitamin D, karena (1) penurunan mendadak konsentrasi kalsium akibat defisiensi vitamin D menyebabkan hormon paratiroid (PTH) meningkat kemudian menginduksi peningkatan aktivitas 1α -hidroksilase, sehingga kadar konsentrasi 1,25(OH)2D3 tersebut akan menjadi normal atau bahkan akan meningkat. Jadi walaupun terjadi defisiensi vitamin D , konsentrasi 1,25(OH)2D3 bisa tetap normal bahkan meningkat , dan (2) konsentrasi 1,25(OH)2D3 yang beredar dalam darah 100 – 1000 kali lebih rendah dibandingkan 25(OH)D (Grant dan Hollick 2005)

Metabolit yang digunakan untuk penelitian status vitamin D adalah kadar kalsidiol, yang ketersediaannya dipengaruhi oleh asupan vitamin D3 dan paparan sinar matahari. Sebagian besar peneliti menyetujui penggunaan kalsidiol sebagai indikator penilaian status vitamin D, oleh karena (1) enzim 25 hidroksilase tidak dapat dipengaruhi kerjanya sehingga kadar kalsidiol merupakan indikator adekuat untuk kadar vitamin D yang berasal dari sintesis di kulit dan asupan sehari – hari, (2) konsentrasi kalsidiol berkaitan dengan banyak manifestasi klinis penyakit. Status vitamin D berdasarkan serum 25(OH)D dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Nilai standar status vitamin D berdasarkan konsentrasi 25(OH)D 25(OH)D (ng/mL) 25(OH)D (nmol/L) Implikasi kesehatan

< 12 < 30 Defisiensi

12.0 – 19.9 30 – 49.9 Tidak cukup

≥ 20 ≥ 50 Cukup

Ket : untuk mengkonversi 1 nmol/L menjadi 1 ng/mL dibagi 2.5 (Ross et al. 2011)

(23)

7

serum 25(OH)D antara 12.0 sampai 19.9 ng/mL, dan dikatakan cukup jika seseorang memiliki kadar serum 25(OH)D lebih dari atau sama dengan 20 ng/mL.

Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Gejala Stres kerja

Stres berhubungan dengan respons yang tidak spesifik atau bersifat umum dari tubuh terhadap suatu demand. Respons ini terjadi bila demand tersebut muncul dalam tubuh, apakah merupakan tuntutan dari kondisi lingkungan yang harus kita penuhi atau suatu demand yang kita buat sendiri dalam rangka mencapai suatu tujuan pribadi (Seyle dalam Berry dan Houston, 1993). Selanjutnya Seyle membedakan dua bentuk stres: disteress dan eustress. Distress merupakan respons terhadap peristiwa negatif, sedangkan eustress merupakan respons terhadap peristiwa positif. Menurut Goldsmith (1996) stress biasanya melibatkan tekanan/ketegangan (tension).

Pengukuran terhadap gejala stres kerja dilakukan dengan menggunakan Stress Assessment Questionairre (SAQ) yang dikembangkan oleh Koeswara (2009), kemudian dimodifikasi dengan instrumen Life Change Index Scale (Holmes dan Rahe 1967) dan diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia. Instrumen ini memuat 15 pertanyaan dengan masing – masing jawaban mendaapatkan skor 1 – 4 . Skor minimal untuk gejala stres ini 5 dan skor maksimal 25. Gejala stess yang termasuk kategori sangat tinggi 5 – 10, kategori tinggi pada skor 10 –15, kategori rendah pada skor 16 – 20, kategori sangat rendah pada skor lebih dari 21.

Stress merupakan suatu proses dan bukan keadaan akhir. Proses yang dimaksud adalah tahapan perubahan yang terjadi melalui waktu dan situasi situasi yang berbeda. Seseorang yang terkena stress mengalami beberapa tahapan atau tingkatan stress. Beberapa stress tidak dapat dihindarkan, tidak mengenal waktu, dan terjadi pada semua masyarakat. Potensi stress muncul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain atau dengan lingkungan. Stress juga dapat terjadi ketika seseorang merasa terancam atau takut. Bila potensi yang merusak tinggi atau orang merasa kekurangan sumberdaya untuk mereduksi ancaman, maka stres meningkat. Safarino dalam Smet (1994) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumberdaya sistem biologis, psikologis, dan sosial seseorang.

(24)

umumnya meliputi keributan, kerumunan, terisolasi, kelaparan, bahaya, infeksi, dan membayangkan suatu ancaman atau mengingat peristiwa yang berbahaya. Pada umumnya, bila ancaman berlalu, maka respons menjadi tidak aktif dan tingkat stres hormonnya kembali normal. Kondisi tersebut disebut relaxation response.

Dalam kehidupan modern, dimana orang sering mengalami situasi-situasi yang bersifat stressful secara terus-menerus, tidak sebentar, dan mendorong untuk bertindak (melawan atau menghindar), yang mestinya menekan, maka stres menjadi kronis. Sumber stres kronis pada umumnya meliputi pekerjaan yang sangat menekan secara terus menerus, masalah-masalah relasi jangka panjang, kesepian, dan kehawatiran finansial yang terus-menerus.

Stres dapat bersifat eksternal, yang disebabkan oleh perubahan atau kurangnya/gagalnya kontrol, atau bersifat internal, berdasarkan persepsi dan ekspektasi kita. Stres biasanya merupakan hasil dari faktor-faktor eksternal dan internal, dan juga dapat disebabkan oleh peristiwa positif (seperti kawin, memulai pekerjaan baru) dan perisitiwa negatif (seperti perceraian, berhenti bekerja atau kena PHK).

Menurut Goldsmith (1996) situasi-situasi atau peristiwa-peristiwa yang menyebabkan stres disebut stressors. Situasi-situasi atau peristiwa-peristiwa tersebut dikategorikan bersifat relasional atau lingkungan, seperti kebisingan, polusi, pencahayaan dan ventilasi yang kurang, kerumunan, isolasi, vibrasi, kurangnya tempat parkir yang memadai, gangguan udara, sampah/kotoran, bau kendaraan, rumah yang buruk rancangannya dan tidak kedap suara, pabrik dan kantor-kantor. Sekolah dan pekerjaan juga dapat mengakibatkan stres sebab lingkungannya merupakan pusat kehidupan sebagian besar orang. Orang-orang menganggap dirinya berhasil atau gagal dalam area lingkungan tersebut. McCubbin dan Thompson (1987) mendefinisikan stressor sebagai suatu peristiwa kehidupan atau suatu transisi, misalnya kematian, membeli rumah, menjadi orangtua, dll yang memberikan dampak bagi atau dalam unit keluarga, yang menghasilkan atau potensial menghasilkan perubahan dalam sistem sosial keluarga. Perubahan-perubahan ini terjadi dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, seperti status kesehatan, pembatasan-pembatasan, tujuan-tujuan, pola pola interaksi, atau nilai-nilai. Berat tidaknya suatu stressor atau transisi ditentukan oleh tingkat mana peristiwa-peristiwa atau transisi-transisi mengancam, atau merusak/mengacaukan stabilitas keluarga. Atau demand yang terlalu tinggi dibanding sumberdaya dan kemampuan keluarga, yang akibatnya juga dapat mengancam stabilitas keluarga.

(25)

9

Allen (2001) juga mengemukakan hal yang sama mengenai tanda-tanda atau gejala-gejala (symptoms) orang mengalami stres. Tanda-tanda orang mengalami stres, meliputi:

1. Kelelahan, ketika pulang ke rumah pada akhir sebuah hari orang tidak memiliki enerji untuk melakukan apapun dan tampak seperti sedikit koma.

2. Pola tidur, banyak orang yang terpengaruh secara berbeda, tetapi ada perubahan khusus bagi setiap individu dalam pola tidur.

3. Pola makan, hal ini juga menunjukkan ada pengaruh yang berbeda, tetapi ada perubahan pola makan yang spesifik bagi setiap individual. 4. Keluh kesah, berkeluh kesah secara mendalam dan berat, demikian pula

dengan cara mengambil nafasnya, ini cenderung terjadi ketika orang merasa kewalahan.

5. Kebosanan, ketika seseorang belum menguasai tugas kemudian harus mengerjakannya, mereka dapat merasa sengsara.

Swarth (1993) menjelaskan bagaimana respons tubuh terhadap stres. Epineprin (adrenalin), suatu hormon stres, dilepaskan dari kelenjar adrenal. Hormon ini bersama hormon lainnya beredar dalam tubuh untuk meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, kecepatan bernafas, dan mengubah proses tubuh lainnya. Kadar gula darah juga meningkat. Sel-sel lemak melepaskan lemak ke dalam aliran darah untuk meningkatkan persediaan enerji otot. Kelainankelainan yang berkaitan dengan stres adalah penyakit jantung, tukak, alergi, asma, ruam kulit, hipertensi (tekanan darah tinggi) dan kemungkinan kanker. Stres juga dapat menyebabkan msalah psikologis, seperti stres kerja, kecemasan, sikap masa bodoh, kelainan makan, dan penyalahgunaan alkohol serta obat-obatan terlarang.

Menurut Swarth (1993) gizi yang baik merupakan cara penting untuk mengatasi stres dalam kehidupan. Alasannya: 1) gizi dapat mempengaruhi kemampuan individu mengatasi stres secara fisik dan mental, 2) gizi yang buruk menyebabkan stres pada tubuh dan pikiran, dan 3) stres meningkatkan kebutuhan akan zat-zat gizi.

Menurut Smet (1994) hampir semua orang mengalami stres sehubungan dengan pekerjaannya. Michael (1998) menyebutnya sebagai stres pekerjaan (job stress), yang didefinisikan sebagai the harmful physical and emotional responses that occur when the requirements of the job do not match the capabilities, resources, or needs of the workers. Mengacu pada pendapat Michael tersebut

(26)

jenis pekerjaan itu sendiri yang bersifat stressful, dan tanggungjawab bagi kehidupan manusia, seperti pekerjaan dokter.

Michael (1998) memandang stres pekerjaan sebagai diakibatkan oleh interaksi pekerjaan dengan kondisi-kondisi pekerjaan. Terdapat suatu pandangan bahwa karakteristik-karakeristik pekerja versus kondisi-kondisi pekerjaan merupakan penyebab utama stres pekerjaan. Perbedaan-perbedaan karakteristik individual, seperti personality dan coping style merupakan hal yang paling penting dalam memprediksi apakah kondisi pekerjaan tertentu akan mengakibatkan stres. Dengan kata lain, sesuatu yang menyebabkan stres bagi seseorang mungkin tidak menyebabkan stres bagi yang lain. Meskipun demikian, bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa kondisi-kondisi pekerjaan tertentu menyebabkan stres atau bersifat stressful bagi sebagian besar orang, misalnya tuntutan beban kerja yang berlebihan dan konflik harapan.

Vitamin D memiliki fungsi penting pada otak manusia. Banyak peneliti menilai Vitamin D sebagai neurosteroid pada sistem saraf manusia, dan kemungkinan hal ini terkait dengan kejadian stres kerja (Garcion et al 2002). Eyles menemukan bahwa Vitamin D Receptor (VDR) banyak ditemukan pada hampir semua bagian otak manusia, termasuk korteks prefrontal, hippocampus, thalamus, hypothalamus, gyrus cingulate , yang terkait dengan patofisiologi stres kerja (Drevets et al 2008)

Pada daerah – daerah tersebut terjadi reaktivitas immuno sustansial dimana ada enzim 1 alpha hydroxylase mampu melakukan metabolisme 25(OH)D menjadi 1,25 (OH)D (Eyles et al 2005 ; Zehnder et al 2001). Wilayah otak yang memiliki 1,25 (OH)D kemungkinan terjadi aktivitas autokrin dan parakrin, sehingga metabolisme vitamin D mampu melewati barier darah dan otak ( eyles et al 2005). Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pada proses metabolisme vitmamin D di bagian otak terjadi sedikit penyerapan 1,25 (OH)D (Gascon – Barre et al 1983; Pardridge et al 1985).

Sejumlah penelitian penting terkait vitamin D memperkuat dugaan adanya peran vitamin D pada perkembangan otak dan perilaku yang diperoleh dari studi pada hewan yang melibatkan percobaan mencit yang dikondisikan kekurangan vitamin D selama dalam kandungan atau setelah lahir agar mengalami kekurangan fungsi VDR.

Pada penelitian tentang pengaruh defisiensi vitamin D pada perkembangan otak mencit, anak anjing dalam rahim yang sangat kekurangan vitamin D, otak berkembang dengan kondisi neokorteks menipis, perkembangbiakan sel lebih besar, bobot lebih berat, faktor pertumbuhan sel saraf dengan GDNF (Glial cell line – Derived Neurotrophic Factor) menurun, dibandingkan dengan kelompok kontrol cukup vitamin D (McGrath et al 2004). Hal ini menunjukkan bahwa bobot otak meningkat sebagai akibat dari proses menurunnya apoptosis.

3.

KERANGKA PEMIKIRAN

(27)

aturan-11

aturan bekerja, disiplin kerja, dan produktivitas kerja. Waktu pekerjaan mencakup jam kerja dan batas waktu penyelesaian setiap pekerjaan. Beban kerja, jarak ke tempat kerja dan cara mencapai tempat kerja juga sering menimbulkan stres bagi para pekerja. Oleh karena itu, variabel-variabel tersebut perlu diteliti.

Hampir semua orang mengalami stres sehubungan dengan pekerjaannya. Michael dalam koswara (2009) menyebutnya sebagai stres pekerjaan (job stress), yang didefinisikan sebagai the harmful physical and emotional responses that occur when the requirements of the job do not match the capabilities, resources, or needs of the workers. Mengacu pada pendapat Michael tersebut Stres Pekerjaan merupakan respons-respons fisikal dan emosional yang berbahaya, yang terjadi bila persyaratan-persyaratan pekerjaan tidak cocok dengan kemampuan-kemampuan, sumberdaya-sumberdaya, dan kebutuhan-kebutuhan pekerja.

Klitzman et al (1990) melakukan studi longitudinal tentang Work Stress, Non-Work Stress and Health. Studi ini menguji hubungan di antara stres pekerjaan, stres di luar pekerjaan dan kesehatan. Studi ini juga dilatarbelakangi oleh adanya dua stressor di luar pekerjaan yang berperanan dalam proses stress-illness, yaitu pertengkaran kronis sehari-hari di dalam keluarga (seperti konflik finansial, konflik perkawinan, konflik keluarga, dsb) dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang besar (kematian orang-orang yang dicintai seperti pasangan hidup, anak, keluarga sakit kronis, dan sebagainya). Klitzman et al (1990) menemukan bahwa konflik pekerjaan dan konflik diluar pekerjaan secara signifikan berhubungan dengan perasaan negatif dan gejala kesehatan kurang baik.

Allen dalam Koswara (2009) mengidentifikasi gejala – gejala orang mengalami stres, secara fisik, mental maupun psikologis. Gejala tersebut paling berat adalah gejala stres kerja. Kejadian stres kerja sendiri menunjukkan hubungan terbalik dengan Defisiensi vitamin D (Lee et al. 2010;

Hoogendijk et al.2008). Reseptor serum 25(OH)D pada otak yang

mempengaruhi sistem saraf seperti korteks, serebellum, dan sistem limbik memperkuat hipotesis bahwa defisiensi vitamin D berhubungan dengan disfungsi neuropsikologi seperti stres kerja (Jaddou et al. 2012)

Bukti terkini melihat vitamin D kemungkinan besar memiliki fungsi penting pada otak manusia dan banyak peneliti meyebut vitamin D sebagai neurotsteroid . Vitamin D Reseptor (VDR) ditemukan pada hampir semua jaringan tubuh, termasuk sel neuronal dan sel glial di sistem saraf pusat. Eyles et al. (2005) menemukan banyaknya VDR di bagian otak manusia, termasuk korteks prefrontal, hippocampus, cingulate gyrus, thalamus, hypothalamus, dan substantia nigra, dan pada bagian lain yang mempengaruhi patofisiologi stres kerja.

Metabolisme vitamin D bisa melewati batas antara darah dan otak. Studi sebelumnya pada hewan menemukan bahwa ada 1,25(OH)D mudah masuk di bagian otak. Eyles et al. (2005) menemukan Adanya VDR pada jaringan otak menunjukkan terjadinya metabolisme 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D dengan bantuan enzim α1- hidroksilase. Metabolisme ini

(28)

neurotropis (perkembangan saraf, neurotrophin-3, neurotrophin-4) pada daerah hippocampus dan neokorteks (Eyles et al. 2009).

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa stres kerja dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, pekerjaan dan status vitamin D. Metabolisme Vitamin D sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya, faktor usia, jenis kelamin, kadar melanin (warna kulit), pemakaian tabir surya, cuaca/musim (tempat tinggal), aktivitas fisik serta lama dan waktu paparan sinar matahari (Norman 1998; Norman 2008). Dalam usaha menganalisis hubungan gejala stres kerja dengan masalah defisiensi vitamin D, maka dilakukanlah penelitian ini.

Keterangan :

Variabel yang diamati Variabel yang tidak diamati

(29)

13

4.

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain survey study. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Yosephin et al. (2014) yang berjudul

“Faktor- Faktor yang mempengaruhi Status Vitamin D pada Pekerja

perempuan Usia Subur“. Penelitian ini rencananya akan berlangsung dari

Januari hingga Mei 2015 dilaksanakan di Industri garmen PT Gunung Salak Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung Yosephin, Anwar, Riyadi, Elly (2015) dengan judul

“Faktor faktor yang Mempengaruhi Status Vitamin D pada Pekerja perempuan Usia Subur” yang disponsori oleh Neys-van Hoogstraten Foundation, The Netherland.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Subjek penelitian ini adalah pekerja perempuan Usia Subur , pada pabrik garmen di Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dan sampel penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu : pekerja perempuan adalah kelompok usia subur yang berisiko mendapatkan paparan sinar matahari sangat sedikit, jam bekerja pabrik mulai dari pukul 8 pagi sampai pukul 6 sore, tingkat sosial ekonomi dan aktivitas fisik pekerja perempuan relatif mirip, dan sebagian besar dari mereka sarapan dan makan siang dibeli dari warung makan sekitar pabrik.

Populasi penelitian adalah responden penelitian utama, wanita usia subur, berusia 18-40 tahun dan bekerja di pabrik garmen lebih dari 1 tahun. Alasan pemilihan kelompok WUS adalah secara biologis rata – rata umur tersebut periode produktif, sehingga nantinya pemberian intervensi gizi pada umur tersebut akan memberikan keuntungan ganda, yaitu meningkatkan status gizi pada wanita, juga meningkatkan status gizi janin jika mereka menikah kemudian hamil.

Subjek penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan dipilih secara sukarela. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu, wanita pekerja usia produktif, sehat, sudah menikah, tidak hamil dan menyusui, tidak merokok dan minum alkohol, tidak sedang diet, masa kerja lebih dari setahun dan bersedia menandatangani surat persetujuan penelitan. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah menderita infeksi kronis. Dari proses sampling tersebut, diperoleh total sampel 65 orang.

Teknik Pengumpulan Data

(30)

lama bekerja, jumlah hari kerja, jam kerja/hari, jarak tempat tinggal ke tempat kerja, dan lama waktu perjalanan dari tempat tinggal ke tempat kerja. Data konsumsi pangan diambil dengan menggunakan metode Food Frecuency Questionairy (FFQ). Pengumpulan data gejala stres kerja menggunakan kuesioner terstruktur yang telah di uji validitas dan reabilitasnya dengan alfa cronbarch (Sapp dan Jensen 1997).

Data berat badan (kg) diperoleh dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 200 kg dan ketelitian 0.1 kg. Data tinggi badan (cm) diukur dengan microtoise dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0.1 cm. Data komposisi lemak tubuh dan lemak viseral dengan mengunakan BIA (Bioelectrical Impedance Analysis).

Pengukuran Serum Vitamin D

Data biokimia darah yang diambil adalah serum 25(OH)D. Darah diambil sebanyak 5 mL dari vena mediana cubiti dan dilakukan pemisahan serum. Pengukuran konsentrasi serum 25(OH)D menggunakan metode Chemiluminiscence (CLIA).

Pengukuran Gejala Stres kerja

Pengukuran terhadap gejala stres kerja dilakukan dengan menggunakan Stress Assessment Questionairre (SAQ) yang dikembangkan oleh Koeswara (2009), kemudian dimodifikasi dengan instrumen Life Change Index Scale (Holmes & Rahe 1967) dan diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia. Instrumen ini memuat 15 pertanyaan dengan masing – masing jawaban mendaapatkan skor 1 – 4 . skor minimal untuk gejala stess ini 5 dan skor maksimal 25.

Tabel 2 Metode pengukuran dan pengumpulan data

(31)

15

Tabel 3 Metode pengukuran dan pengumpulan data (lanjutan)

Variabel Alat ukur Cara ukur Kategori Sumber

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi ikan

air tawar (lele)

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi ikan

segar

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi ikan

air tawar (lele)

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008

Konsumsi telur Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi

produk susu

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi buah Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari)

2 : Jarang (<1kali/hari)

Kemenkes 2008 Konsumsi sayur Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari)

2 : Jarang (<1kali/hari)

Kuesioner Wawancara 1 : Sering (≥1kali/hari) 2 : Jarang (<1kali/hari) Lemak visceral BIA Pria/Wanita

1 : <10

Kuesioner Wawancara Sangat tinggi : skor 5-10 Tinggi : skor 11-15 Rendah : skor 16- 20 Sangat rendah : skor ≥ 21

(32)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan semuanya merupakan data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), observasi dan pengukuran variabel. Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dari data yang terkumpul dilapangan hingga data siap di analisis. Data yang telah dikumpulkan akan melewati proses pemeriksaan oleh peneliti. Setiap jawaban pertanyaan akan dikoding oleh pewawancara agar mempermudah proses penginputan data dalam komputer. Selanjutnya dilakukan data cleaning (pembersihan data) caranya dengan mengamati sebaran data semua variabel penelitian. Hasil cleaning selanjutnya akan dianalisis secara diskriptif, meliputi minimal, maksimal, rata – rata dan standar deviasi. Proses analisis menggunakan Statistical Progam for Social Science (SPSS) for windows dan SAS 9.1.3 dengan tingkat kepercayaan 90% (α=0.1).

Analisis data tahap awal adalah analisis diskriptif terhadap beberapa parameter diantaranya karakteristik subjek (umur, pendapatan, pengeluaran jumlah anggota keluarga). analisis diskriptif juga dilakukan pada faktor – faktor yang mempengaruhi status vitamin D (paparan sinar matahari, penggunaan jilbab, penggunaan tabir surya, dan konsumsi pangan sumber vitamin D), variabel status vitamin D dan gejala stres kerja. Analisis selanjutnya adalah analisis hubungan antar variabel (bivariat), yaitu menguji hubungan faktor - faktor yang mempengaruhi status serum vitamin D dan gejala stres kerja dengan menggunakan uji regresi linear berganda. Model regresi linear berganda digunakan untuk analisis tujuan ketiga sebagai berikut:

Model pertama untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan status serum vitamin D

Keterangan:

1. Y1= status serum vitamin D (ng/mL)

2. X1 = umur subjek (tahun) X2 = lama pendidikan (tahun)

X3 = pendapatan perbulan perkapita (Rp) X4 = paparan sinar matahari (menit) X5 = penggunaan jilbab (0=ya; 1=tidak) X6 = konsumsi suplemen (0=ya;1=tidak) X7 = lingkar perut (cm)

X8 = lemak viseral (skala lemak) X9 = persen lemak tubuh (%) X10 = Indeks Massa Tubuh (Kg/m2) X11 = konsumsi ikan segar (frekuensi/hari)

X12 = konsumsi ikan air tawar/lele (frekuensi/hari) X13 = konsumsi daging/daging sapi (frekuensi/hari) X14 = konsumsi jeroan/hati sapi (frekuensi/hari)

(33)

17

X15 = konsumsi daging olahan/sosis (frekuensi/hari) X16 = konsumsi telur (frekuensi/hari)

X17 = konsumsi produk susu (frekuensi/hari) X18 = konsumsi buah (frekuensi/hari)

X19 = konsumsi sayur (frekuensi/hari)

X20 = konsumsi mentega/margarin (frekuensi/hari) 3. β0= Parameter intercept

4. β1, β2, β3 ... βi = Parameter koefisien regresi 5. ϵ = Galat (error)

Model kedua untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan gejala stres kerja :

Keterangan:

1. Y2 = Gejala stres kerja (1=sangat tertekan; 2=tertekan; 3=agak

tertekan; 4=tidak tertekan)

2. X1 = Pengeluaran nonpangan/bulan (Rp) X2 = lama bekerja (tahun)

X3 = lingkar pinggang (cm)

X4 = serum vitamin 25(OH)D (ng/mL) 3. β0= Parameter intercept

4. β1, β2, β3 ... βi = Parameter koefisien regresi 5. ϵ = Galat (error)

Definisi Operasional

Pekerja perempuan usia subur adalah pekerja perempuan berusia 18 sampai 40 tahun yang bekerja di pabrik garmen.

Vitamin D adalah yang larut dalam lemak yang sumber utamanya adalah paparansinar matahari yang akan mensintesis vitamin D3 (kolekalsiferol) dari kuli manusia.

Tabir surya adalah produk yang diformulasikan khusus untuk menyerap atau membelokkan sinar ultraviolet dan dilihat dari nilai SPF (Sun Protector Factor) yang terdapat pada kemasan.

Konsumsi Suplemen adalah jumlah, jenis dan frekuensi mengonsumsi suplemen.

Paparan sinar matahari adalah seberapa lama responden terkena sinar matahari dalam sehari.

Tingkat pendidikan adalah lama waktu menempuh pendidikan formal yang pernah diikuti dalam satuan tahun.

Pendapatan rumah tangga adalah total penghasilan yang diperoleh seluruh anggota rumah tangga baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan

(34)

tambahan atau lainnya (pemberian hadiah) selama satu bulan terakhir dinyatakan dalam rupiah/bulan.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah atau tidak yang masih menjadi tanggungan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Konsumsi pangan adalah konsumsi pangan dalam hal jenis dan jumlah yang dimakan dikumpulkan dengan cara Food Frecuency Questionnairy (FFQ)

Gejala Stres kerja adalah gejala yang mengidikasikan ketidaknyamanan pekerja dengan adanya tekanan terhadap pekerjaan dan lingkungan keluarganya.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek

Pada penelitian ini, subjek merupakan pekerja perempuan pada salah satu pabrik garmen di Kabupaten Sukabumi. Data karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 3 sekitar separuh (50.8%) subjek berusia ≥ 30 tahun. Secara keseluruhan rata – rata usia subjek adalah 29.7 tahun dengan simpangan baku 5.5 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Briawan et al 2013 dimana pekerjan garmen berusia rata – rata 41 tahun atau diatas 30 tahun.

Berdasarkan kategori pendidikan, hampir separuh subjek tingkat pendidikannya hanya lulusan sekolah dasar (40.0%), dengan rata – rata lama pendidikan 8.5 tahun dan simpangan baku 2.5 tahun. hal ini hampir sama hasilnya dari penelitian Solechah et al 2014 bahwa sebagian besar (81.4%) pekerja WUS garmen memiliki tingkat pendidikan rendah. Apabila dilihat pada kategori status pernikahan, sebagian besar subjek statusnya menikah (80.0%) dan sebagian kecil (20.0%) subjek status cerai.

Tabel 4 Statistik pekerja perempuan menurut status sosial demografi

Karakteristik Rerata±SD n %

Usia (tahun) 29.7 ± 5.5

< 30 32 49.2

≥ 30 33 50.8

Pendidikan (tahun) 8.5±2.5

SD 26 40.0

SMP 24 36.9

SMA 15 23.1

Status pernikahan

Nikah 52 80.0

Cerai 13 20.0

Besar keluarga (orang) 4.14±1.75

Kecil (≤4 orang) 43 66.2

Sedang (5-6 orang) 16 24.6

(35)

19

Menurut Hurlock (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga

yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang). Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya pekerja memiliki keluarga yang kecil (66.2%). Jumlah anggota keluarga yang kecil menjadi pilihan bagi sebagian besar pekerja dikarenakan kehidupan ekonomi yang semakin berat. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga pekerja dan pengeluaran untuk konsumsi pangan (Martianto dan Ariani 2004). Kemudian berdasarkan besar keluarga lebih dari separuh subjek (66.2%) tergolong keluarga kecil. Secara keseluruhan rata-rata besar keluarga dari subjek adalah 4,14 orang dengan simpangan baku 1.75 orang. Hal ini sesuai dari penelitian Solechah et al 2014, bahwa besar keluarga pekerja WUS garmen hampir semua (86.4%) adalah keluarga kecil.

Kostakis (2014) menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan, jenis kelamin, usia, status perkawinan, tempat tinggal, dan status pekerjaan. Salah satu kemampuan ekonomi subjek dilihat dari pengeluran, baik pengeluaran pangan maupun non pangan. Berdasarkan Tabel 4, pengeluaran non pangan subjek lebih besar (61.6%) daripada pengeluaran pangan (38.4%) dengan rata – rata pengeluaran sebesar Rp 2 921 600 per bulan dengan standar deviasi Rp 796 150.

Tabel 5 Statistik pengeluaran rumah tangga pekerja perempuan (Rp/bulan)

Statistik mean±sd(Rp) %

Pengeluaran 2 921 600±796 150 100.0 a. Pangan 1 120 800±631.020 38.4

b. Non pangan 1 800 800±961.280 61.6

Berdasarkan hasil tersebut pengeluaran non pangan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran pangan. Hasil ini sejalan dengan pendapat Upadhayay dan Pathania (2013) yang menyatakan bahwa pengeluaran non pangan pada masyarakat perdesaan lebih tinggi dari pada pengeluaran masyarakat di perkotaan. Pengeluaran non pangan pada penelitian ini yaitu kesehatan, rokok, kebersihan, bahan bakar, pendidikan anak, pakaian, pulsa, dan cicilan (kredit atau arisan). Pengeluaran pangan berupa makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah, dan jajan. Menurut Jacobson (2009) pengeluaran pangan pada rumah tangga miskin berhubungan dengan kepentingan tertentu, seperti ukuran keluarga, dipengaruhi oleh budaya dan faktor sosial lain.

Tabel 6 Statistik pekerja perempuan berdasarkan pekerjaan

Karakteristik Rerata±SD n %

Pendapatan (Rp) 1 974 700±375.800

< UMR (1969000) 31 47.7

(36)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebaran pekerja perempuan menurut unit kerja, hampir seluruh (89.2%) subjek bekerja pada unit produksi, dan hanya 10,2% subjek yang bekerja pada bagian administrasi Pada umumnya, subjek pada penelitian ini telah bekerja relatif belum lama atau kurang dari lima tahun di pabrik yakni 69.2% (Tabel 5). Secara tidak langsung, masa kerja yang sebentar tersebut belum menjadi jaminan mereka akan mendapat gaji sesuai dengan upah minimum regional (UMR). Berdasarkan UMR Provinsi Jawa Barat (Rp 1 969 000), diketahui bahwa hampir separuh dari subjek (47.7%) masih menerima gaji di bawah UMR. Rata-rata pendapatan per bulan pekerja perempuan Rp.1 974 700. Hasil ini sejalan dengan Solechah et al. (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar dari pekerja pabrik di bogor masih menerima gaji dibawah UMR pemerintah. Masalah ini perlu menjadi perhatian karena pendapatan menjadi salah satu faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Pendapatan yang tinggi memungkinkan seseorang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik (Madanijah 2004).

Pendapatan adalah salah satu karakteristik ekonomi seorang pekerja, yang akan menentukan daya belinya. Pendapatan juga merupakan salah satu indikator kelas sosial. Bahkan pendapatan juga menentukan tingkat kesejahteraan sebuah keluarga, karena tinggi-rendahnya pemilikan pribadi (private properties) yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga ditentukan oleh tingkat pendapatan. Akan tetapi, pendapatan juga dapat menjadi sumber masalah atau menjadi stressor bagi pekerja ketika pendapatan tidak sesuai dengan yang diharapkan, terutama jika tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar. Salah satu penyebab kemiskinan adalah rendahnya tingkat pendapatan. Ini merupakan masalah sosial yang dapat menyebabkan masalah sosial lainnya.

Upah yang tinggi tidak menjamin seseorang untuk dapat memilih dan mengonsumsi pangan yang berkualitas karena selain upah, pemilihan pangan juga ditentukan oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang untuk dapat menerima informasi, khususnya yang terkait gizi dan kesehatan, dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari (Atmarita dan Fallah 2004).

Karakterstik berdasarkan Status Gizi

Status gizi subjek pada penelitian ini dinilai dengan melakukan pengukuran antropometri yang terdiri dari pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar pinggang (LP), komposisi lemak tubuh (LT), lemak viseral (LV). Selanjutnya, dilakukan penghitungan dan pengkategorian indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lemak tubuh dan lemak viseral. Tabel 6 menyajikan sebaran subjek berdasarkan indikator status gizi.

Lingkar pinggang merupakan dasar penentuan obesitas sentral yang menjadi salah satu faktor dari sirkulasi vitamin D (Jacobs et al. 2011). Rata – rata lingkar pinggang subjek 78.8 cm yang menunjukkan bahwa sebagian besar subjek tergolong dalam status gizi normal.Sementara itu, prevalensi obesitas sentral subjek ditemukan hampir separuh dari total subjek (49.2%)

(37)

21

Solechah et al. (2014) yang menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral berdasarkan lingkar pinggang hampir setengahnya diamali oleh pekerja garmen di Bogor. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena prevalensi dari defisiensi vitamin D akan meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi obesitas sentral.

Berdasarkan komposisi lemak tubuh (% LT), sebagian besar subjek (81.5%) memiliki komposisi lemak tubuh sedang dan sebagian kecil (18.5%) memiliki komposisi lemak tubuh lebih. Komposisi lemak tubuh erat kaitannya dengan status obesitas individu. Obesitas berkaitan dengan defisiensi vitamin D. Hal ini bisa terjadi karena vitamin D terperangkap di dalam lemak dan tidak dapat dengan mudah untuk dimetabolisme dalam tubuh. Akibatnya, seseorang yang mengalami obesitas memerlukan setidaknya dua kali lebih banyak vitamin D dibandingkan dengan individu tidak obesitas untuk mempertahankan serum 25(OH)D antara 30-60 ng/mL (Wortsman et al. 2000).

Tabel 7 Sebaran pekerja perempuan berdasarkan status gizi

Variabel Rerata±SD n %

Lingkar pinggang 78.8 ± 7.9

Normal < 80 cm 33 50.8

Gemuk ≥ 80 cm 32 49.2

Komposisi lemak tubuh 30.5 ± 3.9

Ringan (<21%) 0 0

Sedang (21≤%<35) 53 81.5

Lebih (P≥35%) 12 18.5

Lemak viseral 5.2 ± 2.6

<10 58 89.2

≥10 7 10.8

Indeks massa tubuh 23.4 ± 3

Kurus (IMT < 18.5) 1 1.5

Normal (≤ 18.5 sampai < 25.0) 45 69.2 Overweight (≤25.0 sampai < 27.0) 13 20.0

Obesitas (IMT ≥ 27.0) 6 9.2

Selain komposisi lemak tubuh, diambil juga lemak viseral sebagai indikator tumpukan lemak subjek. Berdasarkan lemak viseral, sebagian besar subjek (89.2%) memilik lemak viseral kurang dari 10 dan hanya sedikit dari subjek (10.2%) yang lebih dari 10. Kemudian indikator status gizi selanjutnya adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT rata – rata subjek adalah 23.4 kg/m2yang berarti bahwa sebagian besar subjek termasuk dalam kategori normal (Depkes 2008).berdasarkan IMT, lebih dari separuh (69.2%) subjek tergolong normal dan 20.0% overweight.

Status Vitamin D Pekerja WUS

(38)

enzim 25 hidroksilase tidak dapat dipengaruhi sehingga kadar 25(OH)D merupakan indikator adekuat untuk kadar vitamin D yang berasal dari sintesis di kulit dan asupan sehari – hari ,(2) konsentrasi kalsidiol berkaitan dengan banyak manifestasi klinis penyakit. Dalam melakukan kategori status vitamin D berdasarkan konsentrasi serum 25(OH)D, digunakan nilai standar Ross et al (2011) dikatakan defisiensi jika 25(OH)D kurang dari 12 ng/mL, tidak cukup jika 25(OH)D 12.0 – 19.9 ng/mL dan cukup jika 25(OH)D lebih dari atau sama dengan 20 ng/mL.

Berdasarkan Tabel 7, diperoleh bahwa hampir separuh subjek (46.2%) memiliki kadar serum 25(OH)D kurang dari 12 ngl/mL (defisiensi) dan 53.8% memiliki kadar serum lebih dari atau sama dengan 12ng/mL. Sebagian besar subjek (90.8%) menderita ketidakcukupan vitamin D dan hanya 9.2% subjek status serum vitamin D kategori cukup. Rata – rata status serum vitamin 13.2 ng/mL dengan standar deviasi 4.4 ng/mL. Hasil ini sejalan dengan Briawan et al. (2014) yang mengemukakan bahwa sekitar 88.1% pekerja mengalami ketidakcukupan vitamin D. Green et al. (2008) meenemukan bahwa 63% WUS di Jakarta mengalami defisiensi vitamin D dengan rata – rata kosentrasi serum 25(OH)D adalah 19.2 ng/mL.

Tabel 8 Sebaran pekerja perempuan status vitamin D

Status serum 25(OH)D n %

Defisiensi (<12 ng/mL) 30 46.2 Tidak cukup (12 – 19.9 ng/mL) 29 44.6

Cukup (≥ 20 ng/mL) 6 9.2

Total 65 100

Rerata±SD 13.2 ± 4.4

Peran utama vitamin D yang selama ini paling banyak diketahui adalah menjaga mineralisasi tulang disebut sebagai efek kalsiotropik, mengatur metabolisme kalsium dan fosfat di usus kecil, osteoblast, ginjal dan kelenjar paratiroid. Studi terbaru diketahui bahwa VDR juga ditemukan pada hampir seluruh sel dan jaringan tubuh seperti otak, jantung, kulit, pankreas, payudara, kolon dan sel imun dan sekaligus diketahui juga adanya produksi 1,25(OH)2D3 ekstrarenal di sel-sel tersebut (Holick 2003).

Penurunan vitamin D merusak homeostasis kalsium dan posfor dalam tubuh. Vitamin D terutama bertanggung jawab untuk mengatur efisiensi penyerapan kalsium di usus. Defisiensi vitamin D menurunkan penyerapan kalsium dari usus kecil. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan PTH ke dalam sirkulasi, sehingga mengembalikan homeostasis kalsium dengan meningkatkan reabsorpsi tubular kalsium di dalam ginjal, meningkatkan mobilisasi kalsium tulang dari tulang, dan meningkatkan produksi 1,25(OH)2D3. Ligan 1,25(OH)2D3 berikatan dengan reseptor vitamin D (VDR) dan memicu peningkatan penyerapan kalsium dan fosfor di usus.

Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Status Vitamin D

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan
Tabel 2 Metode pengukuran dan pengumpulan data
Tabel 3 Metode pengukuran dan pengumpulan data (lanjutan)
Tabel 4 Statistik pekerja perempuan menurut status sosial demografi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran deskriptif dari penelitian ini dipandu dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yaitu : (1) Bagaimana tingkat kejujuran mahasiswa terhadap orang tua,

Nilai rata-rata pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan panjang mutlak ikan gabus tertinggi ditunjukkan pada perlakuan yang persentase ikan gabusnya paling tinggi

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang - orang terpenting dihidup saya, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada mereka semua

35+ Contoh Soal PG dan Essay Bahasa Indonesia Kelas 11 SMA/MA dan Kunci Jawabnya Terbaru - Bagi sahabat bospedia dimana saja berada yang ingin sekali mempelajari Soal PG dan

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : Tesis yang berjudul : “PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN TENTANG INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN PENERAPAN

Bunty bhi Munna ke badan ki masti lene men doob gaya tha aur dono ek doosre pe apni jaanghen chaDha chaDha kar ek doosre men kho jana chahte the, kuchh der men Bunty ne Munna ki

Dalam menganalisis faktor yang mempengaruhi meningkatnya penderita kanker serviks, metode analisis faktor dianggap sangat cocok untuk penelitian ini, disebabkan

Citra Raya, Tangerang bersama komplotannya, Tri.. “Aksi pembantu rumah tangga ini bukan kali ini saja. Sebelumnya majikan korban sudah sering kehilangan barang mewah termasuk