MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI
FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN
DI PROVINSI JAWA TIMUR
RESTU ARISANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2011
Restu Arisanti
ABSTRACT
RESTU ARISANTI. Performance Spatial Regression Models for detecting factors of poverty in East Java Province. Under Direction of AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.
Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is to determine the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model (OLS). However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also by various aspects related to surrounding locations. Therefore, this research employed spatial regression models, i.e. Spatial Autoregressive Models (SAR), Spatial Error Models (SEM), and Spatial General Models (SGM). Contiguity matrix is as spatial weighting matrix. The model selection criteria are the coefficient of determination (R2), slope regression of dependent variable to its estimator and the value of RMSE (Root Mean Square Error). The results show that SAR is better regression model than OLS and the factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people who live in unhealthy houses with floor area at least 8 m2 per capita.
RINGKASAN
RESTU ARISANTI. Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia. Sampai dengan tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur masih relatif tinggi. Menurut BPS Provinsi Jawa Timur (2008), jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Timur pada bulan Maret 2008 sebesar 6.65 juta (18.51%). Sebagian besar (65,26%) penduduk miskin berada di wilayah pedesaan dan sisanya (34.74%) tinggal di perkotaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Penentuan faktor-faktor kemiskinan ini tergantung pada karakteristik wilayah masing-masing yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing.
Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor kemiskinan dengan melibatkan pengaruh aspek spasial adalah sangat penting. Hal ini disebabkan aspek-aspek kemiskinan tidak hanya dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas saja, namun aspek lokasi juga menentukan dimana pengamatan di suatu wilayah dipengaruhi oleh pengamatan di wilayah lain. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial.
Beberapa metode pada model spasial yang digunakan antara lain model umum regresi spasial/General Spatial Model (GSM), model lag spasial/Spatial Autoregressive Model (SAR) dan model galat spasial/Spatial Error Model (SEM). Ketiga model di atas didasarkan pada pengujian efek spasial yaitu uji ketergantungan spasial yaitu dengan uji pengganda Lagrange dan uji keragaman spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks dengan pendekatan area. Hasil pengujian efek spasial menunjukkan model SAR yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan.
Model SAR merupakan model regresi linier yang terdapat korelasi spasial pada peubah tak bebasnya. Analisis regresi juga menunjukkan model SAR lebih baik dibanding dengan model OLS dengan kriteria RMSE yang lebih rendah, serta nilai R2 dan koefisien y terhadap yang lebih tinggi.
PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, dan persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m2.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI
FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN
DI PROVINSI JAWA TIMUR
RESTU ARISANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur
Nama : Restu Arisanti NIM : G151080131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. Ketua Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Statistika
Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 19 Juli 1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak H. Suyanto Muchtar dan Ibu Taty Suprapti. Istri dari Gunawan Setia Budi,S.SiT, dan mempunyai seorang putri bernama Almira Zahra Styabudi.
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini adalah “Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur”. Karya ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Pada penulisan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh ilmu, inspirasi, dan pelajaran yang begitu berharga, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih, antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah,M.S. selaku komisi pembimbing, terima kasih atas bimbingan, saran, dan waktunya.
2. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin,M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan juga sebagai ketua hibah Program Pascasarjana 2010 atas kesempatan dan motivasi yang terus diberikan selama penelitian ini. 3. Ibu Dr. Ir. Erfiani,M.Si. selaku ketua Program Studi atas motivasi yang
diberikan.
4. Orang tuaku, Ibu dan Bapak (Eyang, Akung dan Akung ndut) yang selalu memberi semangat dan kasih sayang yang tulus.
5. Keluarga kecilku, suami dan putri kecilku “Rara” yang merupakan semangat hidupku.
6. Tim Hibah Pascasarjana 2010 (bu Titin, mbak Dian, mbak Yekti, Rita, Dai, dan Mira) yang selalu bergandengan tangan untuk memotivasi dan bekerjasama.
7. Teman-teman Statistika dan Statistika Terapan angkatan 2008 dan 2009 atas semangat dan kebersamaannya.
8. Seluruh staf akademik jurusan Statistika atas bantuan yang diberikan.
9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Klasik ... 3
Model Umum Regresi Spasial ... 3
Uji Efek Spasial ... 5
Model Lag Spasial ... 7
Model Galat Spasial ... 8
Matriks Pembobot Spasial ... 10
DATA DAN METODE Data ... 12
Metode Analisis ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Klasik Parsial ... 16
Model Regresi Klasik OLS Simultan ... 22
Identifikasi Efek Spasial ... 24
Model Regresi Lag Spasial ... 26
Perbandingan Model Regresi Klasik OLS dan Model SAR ... 28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Pengganda Lagrange ... 25
2 Koefisien Pada Model Regresi ... 26
Halaman
DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi Pembobot Spasial ……….. 11
2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di JawaTimur ………. 12
3. Skema Tahapan Penelitian ………. 15
4. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta Huruf dan Kemiskinan.. 16
5. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah dan Kemiskinan ……… 17
6. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan ……… 18
7. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak sehat dan Kemiskinan ………. 19
8. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan Kemiskinan ……… 20
9. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan ……… 20 10. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan ………. 21
11. Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan ……… 22 12. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS ………..………. 23
13. Uji Kenormalan pada Model OLS ………..………….. 24
14. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR …………..………. 27
15. Uji Kenormalan pada Model SAR ……….…………... 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persoalan kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Salah satu cara menentukan faktor-faktor kemiskinan yaitu dengan analisis pemodelan regresi. Namun, aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi oleh peubah-peubah penjelas saja, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing.
Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyi:”Everything is related to everything else, but near thing are more
related than distant thing”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial.
GWR adalah suatu yang membawa kerangka dari model regresi sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham et al. 2002). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan titik. Setiap nilai parameter dihitung pada setiap titik lokasi geografis sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Sedangkan SAR, SEM, dan SGM didasarkan pada efek lag spasial dan galat spasial dengan menggunakan pendekatan area.
Winarno (2009) melakukan pemodelan dengan SAR, SEM, dan Rataan Bergerak Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam mendeskripsikan angka kematian bayi (AKB) dan peubah yang mempengaruhinya dari sudut pandang kewilayahan serta memodelkan AKB dengan model regresi spasial. Matriks pembobot spasial yang digunakan yaitu pembobot spasial Rock murni, pembobot spasial Rock terpusat, dan pembobot spasial Queen. Bekti dan Sutikno (2010) melakukan pemodelan SAR dan SEM untuk mengetahui hubungan aset kehidupan masyarakat dalam memenuhi kehidupan pangan terhadap kemiskinan dengan pemodelan spasial.
Komponen yang mendasar dari model spasial adalah matriks pembobot spasial, Matriks ini mencerminkan adanya hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (Arbia 2005). Pada penelitian ini, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah pembobot spasial Queen. Diharapkan penggunaan model regresi spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di setiap wilayah, hasilnya dapat dijadikan salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran.
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Klasik
Model regresi klasik dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:
�= � + � (1) � ~ N(0 ,σ2I)
dengan y adalah vektor pengamatan terhadap peubah tak bebas, X adalah matriks peubah bebas, � adalah vektor koefisien dan � adalah vektor galat acak. Pendugaan parameter � pada model regresi klasik dengan metode kuadrat terkecil. Penduga parameter � adalah
� = ( T )−1 T�
Asumsi pada model regresi klasik adalah:
1. E � = 0 , untuk i = 1, 2, …, n sehingga nilai harapannya menjadi
E � = β0+ β1 i1+ β2 i2+ …+βp ip
2. Var � = σ2, untuk i = 1, 2, …, n atau sama dengan Var � = σ2
3. cov � ,� = 0 , untuk i≠ j.
Model Umum Regresi Spasial
Bentuk persamaan model umum regresi spasial adalah :
�= ρ �+ � + � (2)
�= λ �+ � (3) � ~ N(0 ,σ2I)
dengan y adalah peubah tak bebas berukuran n × 1, X adalah matriks peubah bebas berukuran (n × (p + 1)) , � adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran p × 1, adalah koefisien autoregresi lag spasial , � adalah koefisien autoregresi galat spasial yang bernilai |� | < 1, u adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi yang berukuran n × 1, W adalah matriks pembobot spasial yang berukuran n × n, n adalah banyak pengamatan.
Pendugaan parameter pada model GSM diperoleh dengan metode penduga kemungkinan maksimum (Anselin 1988). Dari persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk:
� − �= � +� atau
I− �= � +� (5) Dan dari persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk:
� − λ �= � atau
�= (� − λ )− � (6)
persamaan (6) disubstitusi ke persamaan (5) diperoleh:
� − �= � + (� − λ )− � (� − λ )− �= � − � − �
jika semua ruas dikalikan dengan (� − λ ), maka:
�= � − λ � − � − � (7) Nilai fungsi kemungkinan peubah �adalah:
L 2;� = c � | |− exp −1 2�
T −1� (8)
dengan V adalah matriks ragam-koragam dari � yang bernilai = 2�.
Determinan matriks V adalah 2n dan kebalikan dari matriks ragam koragam dari
− = 1/( 2�). Dengan mensubstitusikan nilai |V| dan − pada persamaan (8)
maka diperoleh:
L 2;� = c � 2nexp − 1 2 2�
T� (9)
Dari hubungan �dan y pada persamaan (7), didapatkan nilai Jacobian:
J = ���� = � − λ |� − |
Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke dalam persamaan (9) diperoleh fungsi kemungkinan untuk y yaitu:
L ,λ, 2,� ;� = c � 2n −
1
2 � − λ |� − |
exp − 1
2 2 � − � − � − � �{ � − � − � − � }
dan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) diperoleh persamaan (10) berikut:
l ,λ, 2,� ;� = c � −� 2ln
2 + ln I− λW + ln|I− W|
− 1
Misalkan kuadrat matriks pembobot � − �(� − ) dinotasikan sebagai � dan penduga � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (10). Penduga �adalah:
� = ′� − ′� � − λ �
Uji Efek Spasial
Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu otokorelasi spasial dan keragaman spasial. Otokorelasi spasial terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data spasial (korelasi galat spasial). Sedangkan keragaman spasial terjadi akibat adanya perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (random region effect).
Menguji keberadaan random region effect dan korelasi galat spasial dalam model regresi data spasial sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan menyebabkan penduga tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh tidak tepat.
Untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial pada data dapat menggunakan beberapa metode pengujian. Pada penelitian ini, pengujian ketergantungan spasial menggunakan uji pengganda
Lagrange sedangkan untuk menguji adanya keragaman spasial menggunakan uji
Breusch-Pagan.
Ketergantungan spasial diuji dengan uji Pengganda Lagrange (Anselin 1988). Pengujian hipotesis pengganda Lagrange adalah:
a) Model Umum Regresi Spasial (GSM)
H0 ∶ ρ dan atau λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial)
H1 ∶ ρ dan λ ≠0 (ada ketergantungan spasial)
b) Model Regresi Lag Spasial (SAR)
H0 ∶ ρ= 0 (tidak ada ketergantungan lag spasial) H1 ∶ ρ≠0 (ada ketergantungan lag spasial) c) Model Regresi Galat Spasial (SEM)
Statistik LM yang digunakan berbentuk :
LM = E-1 {(Ry)2T – 2RyReT+ (D+T)} ~ �(2�)
dengan:
�� = �T �/ σ2
�� = �T e/ σ2
� = I− ( T )−1 T Tij = tr{ i j+ iT j}
D = σ−2( � )T M( � ) E = D + T T− (T)2
q = jumlah parameter spasial T = tr{(WT +W)W}
Kriteria uji LM = ≤ χ
2
(q), terima H0 > χ2(q), tolak Ho Uji Keragaman Spasial
Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah:
H0 ∶ σ12 = σ22 =⋯ = σn2 = σ2 (ketidakragaman antar wilayah/varians sama)
H1 : minimal ada satu σi2 ≠ σ2 (terdapat keragaman antar wilayah /
bersifat heteroskedastisitas)
Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah
BP = 1 2
T� �T� −1�T ~ χ2 (p)
elemen vektor h adalah
hi = ( ei2
σ2− 1)
dengan ei adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan Z adalah vektor y berukuran n × 1 yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan.
Kriteria uji BP= ≤ χ
2
(p), terima H0 > χ2(p), tolak Ho
Model Lag Spasial (SAR)
Jika ≠0 dan λ= 0, maka persamaan (2) menjadi
�= ρ � + �+ � (11)
� ~ N 0, 2I
Peubah tak bebas pada model SAR berkorelasi spasial. Pendugaan parameter pada model ini menggunakan metode kemungkinan maksimum.
Pada persamaan (11) εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam 2, εi adalah galat pada lokasi i.
Fungsi kepekatan peluang dari εi:
f εi =
Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang � berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persamaan (11) diperoleh
�=� − ρ � − �
Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y f � = f � J
Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y:
L � , , 2;� = f �;� , , 2
= |I− |
2 n /2 n exp −
�− �− � T(�− �− � )
Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (12).
l = L � , , 2;�
= ln |I− |
(2 )n/2 n exp −
� − � − � T(� − � − � )
2 2
= −n
2ln 2 − n 2ln
2+ ln I− − �− �− � T(�− �− � )
2 2 (13) Pendugaan untuk 2,� dan diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (13). Penduga untuk 2 adalah:
2 = �− �− �
T
(�− �− �)
n (14)
Persamaan (14) dapat ditulis sebagai:
2 = (yi−yi) 2
n =
SSE n
dengan yi adalah peubah tak bebas pada lokasi i, yi adalah nilai penduga peubah
tak bebas pada lokasi i, n adalah banyak pengamatan, dan SSE adalah jumlah kuadrat galat.
Penduga untuk � adalah:
� = ( T )−1 T� −( T )−1 �
dan penduga untuk adalah:
= (�T T �)−1�T T� Model Galat Spasial (SEM)
Jika = 0 dan λ ≠ 0 , maka persamaan (2) menjadi
�= � +� , �= λ �+ � (15)
� ~ N 0, 2I
peubah tersebut berkorelasi spasial dengan galat pada lokasi lain. Pendugaan parameter model galat spasial menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pada persamaan (15), εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam 2, εi adalah galat pada lokasi i. Fungsi kepekatan peluang dari �:
f εi = 1
Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang � berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persaaman (15)
Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y:
f � = f � J
Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y:
L � ,λ, 2;� = f �;� ,λ, 2
= |�−λ |
2 n /2 n exp −
�−λ (�− � )T �−λ (�− � )
Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (14).
l = L � ,λ, 2;�1,…,�n
= ln |I− |
(2 )n/2 n e p −
� − � T � − λ T(� − λ )(� − )
2 2
= −n
2ln 2 − n 2ln
2+ ln � − λ − �− T �−λ T(�−λ )(�− )
2 2 (17)
Pendugaan untuk 2,� dan diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) pada persamaan (17).
Penduga untuk 2 adalah:
� 2 = � − λ )(� − � T
� − λ (� − �) n
Penduga untuk � adalah:
� = [ − λ T − λ ]−1 − λ T � − λ �
Untuk menduga parameter � diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga untuk �yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan tersebut.
Matriks Pembobot Spasial
Gambar 1 Ilustrasi Pembobot Spasial
Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah:
Baris dan kolom di atas menunjukkan wilayah yang ada pada peta. Susunan matriks di atas distandardisasi yaitu jumlah baris sama dengan satu, sehingga matriks pembobot menjadi:
Wqueen =
0 1/2 1/2 0 0
1/3 0 1/3 1/3 0
1/3 0 0
1/3 1/3 0
0 1/3 0
1/3 0 1/3
0 1 0
R1
R2 R3
R4
R5
0 1 1 0 0 1 0 1 1 0
1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 R1
R2
R3
R4
R5
DATA DAN METODE
DATA
Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Wilayah yang diteliti adalah Provinsi Jawa Timur dengan peta wilayah kabupaten/kota yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur: 01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang 02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri 05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar 06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang 07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan
GKNM. Penduduk yang yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan penduduk miskin.(BPS 2008).
GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.
GKNM adalah penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Peubah-peubah prediktor yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kriteria kemiskinan menurut informasi kemiskinan BPS. Adapun peubah-peubahnya adalah :
Pendidikan
(x1) yaitu persentase penduduk yang tidak dapat membaca pada usia 15-55 tahun.
(x2) yaitu persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar.
Fasilitas Perumahan
(x3) adalah persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung.
(x4) persentase penduduk yang menempati rumah sehat dimana Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai per kapita yang ditempati minimal 8 m2.
Ketenagakerjaan
(x5) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian
(x6) adalah persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian (x7) adalah persentase penduduk yang bekerja di sektor formal
Metode Analisis
Tahapan untuk memperoleh persamaan model regresi spasial adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik serta menguji asumsi galat (identik, independen, dan berdistribusi normal). 2. Menguji efek spasial yaitu uji dependensi spasial dan uji heterogenitas
spasial. Uji dependensi spasial dilakukan dengan metode LM dan uji keragaman spasial dilakukan dengan uji Breusch-Pagan.
3. Menentukan matriks pembobot spasial W.
4. Menduga parameter untuk persamaan model regresi spasial dengan metode penduga kemungkinan maksimum.
5. Menguji asumsi model regresi spasial.
6. Menentukan model yang paling sesuai dengan membandingkan model regresi klasik dengan metode OLS dan model regresi spasial menggunakan kriteria nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien regresi y terhadap terbesar, dan nilai RMSE (Root Mean Square Error) terkecil kemudian menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.
Skema Tahapan Penelitian
Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian
Uji Efek Spasial
Uji Dependensi Spasial Uji Heterogenitas Spasial
�= λ �+ �
�= ρ �+ � + �
�= 0
�= 0
Ya
�= �+ �
OLS
Tidak
GSM SAR SEM
�,� ≠0 � ≠0,�= 0 �= 0,� ≠0 OLS Model Spasial
Tolak Ho Terima Ho
Pengujian Asumsi Regresi
Pemilihan Model Terbaik
Model Spasial �= ρ �+ � + �
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Regresi Klasik Parsial
Jawa Timur mempunyai 38 kabupaten/kota terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota. Provinsi Jawa Timur secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencapai 90 persen dari luas keseluruhan, sedangkan wilayah Madura hanya sekitar 10 persen. Jumlah penduduk Jawa Timur adalah 37.794.003 jiwa (BPS 2008). Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar (2.720.156 jiwa), kabupaten Malang (2.442.422 jiwa) dan kabupaten Jember (2.293.740 jiwa). Pemodelan regresi spasial diawali dengan pemodelan regresi klasik baik secara parsial maupun simultan. Model regresi klasik secara parsial bertujuan untuk melihat kontribusi masing-masing peubah penjelas terhadap peubah tak bebas. Sedangkan model regresi klasik secara simultan bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih menyeluruh mengenai pengaruh bersama dari peubah penjelas yang bersifat nyata terhadap persentase kemiskinan.
a) Hubungan Buta Huruf terhadap Kemiskinan
Buta Huruf
Gambar 4 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Buta huruf dan kemiskinan
Gambar 4 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara kemiskinan dengan penduduk yang tidak dapat membaca atau buta huruf. Terlihat ada satu daerah yang menjadi outlier pada persentase buta huruf, yaitu Kabupaten
Sampang. Pada kabupaten Sampang kenaikan persentase penduduk yang buta huruf setara dengan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten tersebut.
b) Hubungan Tidak Bersekolah terhadap kemiskinan
Penduduk tidak Bersekolah
Gambar 5 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Tidak Bersekolah Kemiskinan
Gambar 5 memperlihatkan semakin tinggi persentase penduduk yang tidak bersekolah maka persentase kemiskinan semakin meningkat. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa tidak bersekolah bisa memicu tingginya persentase kemiskinan. Tidak bersekolah berdampak pada kurangnya pengetahuan sehingga sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan kemampuan mencukupi kebutuhan hidupnya.
Persentase penduduk yang tidak bersekolah terbesar ada di kabupaten Sampang dan kabupaten Bangkalan dan kabupaten ini juga memiliki persentase kemiskinan yang tinggi. Madura identik dengan “kantong-kantong” persentase kemiskinan dengan nilai persentase kemiskinan yang tinggi.
c) Hubungan Penggunaan Air Minum tidak Layak terhadap Kemiskinan
Penyebaran daerah berdasarkan peubah persentase kemiskinan dan pengguna air minum tidak layak dapat dicermati dari Gambar 5. Terlihat adanya hubungan linier antara persentase pengguna air minum yang tidak layak dan persentase kemiskinan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi persentase penduduk yang
mengkonsumsi air minum yang tidak layak akan meningkatkan persentase penduduk.
Persentase Pengguna A ir Minum tidak Layak
P
Gambar 6 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Pengguna Air Minum tidak Layak dan Kemiskinan
Kabupaten Bangkalan merupakan wilayah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan daerah yang persentase penduduk yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak terendah di Jawa Timur adalah kota Mojokerto.
d) Hubungan Menempati Rumah tidak Sehat terhadap Kemiskinan
Salah satu indikator kualitas hidup adalah menempati rumah dengan kategori sehat. Hal ini terkait dengan perilaku pola hidup sehat dari masyarakat. Persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat berkorelasi positif dengan persentase kemiskinan, semakin tinggi persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat maka persentase kemiskinan akan meningkat. Pada Gambar 7 terlihat bahwa kabupaten Sampang merupakan kabupaten yang mempunyai persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat tertinggi di Jawa Timur disertai persentase kemiskinan yang juga tinggi diikuti oleh kabupaten Bangkalan dan Probolinggo. Sedangkan kota Batu, Madiun, Malang, dan Surabaya adalah daerah yang persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat terendah begitupun nilai persentase kemiskinannya. Hubungan antara persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak sehat dengan
persentase kemiskinan cukup erat, dari persamaan regresi sederhana ini bisa menerangkan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 57.2 persen.
Rumah Tangga Menempati Rumah tidak Sehat
K
Gambar 7 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Menempati Rumah tidak Sehat dan Kemiskinan
e) Hubungan Bekerja di Sektor Pertanian terhadap Kemiskinan
Pada Gambar 8 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan persentase kemiskinan berhubungan secara linier yang menunjukkan semakin banyak penduduk yang bekerja di sektor pertanian akan meningkatkan persentase kemiskinan. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan penduduk dalam usaha mengolah dan meningkatkan hasil pertaniannya sehingga berdampak pada kualitas hidup penduduk tersebut.
Kabupaten Sampang mempunyai penduduk yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan juga mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi diikuti oleh kabupaten Pamekasan, Bangkalan, dan Sumenep. Namun ada juga daerah yang separuh penduduknya bekerja di sektor pertanian tetapi persentase kemiskinannya rendah, yaitu kota Batu. Hal ini menunjukkan tingkat kemajuan sektor pertanian di kota Batu.
Penduduk yang Bekerja di Sektor Pertanian
Gambar 8 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Pertanian dan kemiskinan
f) Hubungan Bekerja di Sektor Non Pertanian terhadap Kemiskinan
Hubungan linier ditunjukkan pada persentase penduduk yang bekerja di sektor non pertanian terhadap persentase kemiskinan (lihat Gambar 9). Semakin bertambah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian berarti persentase kemiskinan semakin menurun.
Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Pertanian
K
Gambar 9 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Pertanian dan Kemiskinan
Kota Blitar, Surabaya, dan Mojokerto merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor non pertanian dengan nilai persentase kemiskinan
= 7.07 + 0.226 5
yang terendah. Sedangkan kabupaten Sampang merupakan daerah yang mempunyai penduduk yang berkerja di sektor non pertanian paling sedikit namun mempunyai persentase kemiskinan yang tertinggi di Jawa Timur.
g) Hubungan Bekerja di Sektor Formal terhadap Kemiskinan
Semakin tinggi persentase penduduk yang bekerja di sektor Formal akan mengakibatkan semakin rendahnya persentase kemiskinan. Hal ini memperlihatkan bahwa penduduk yang bekerja di sektor formal relatif mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.
Kota Surabaya dan Madiun merupakan kota yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan yang rendah. Kota Batu adalah daerah yang hampir separuh penduduknya bekerja di sektor formal dengan persentase kemiskinan paling rendah. Sedangkan daerah yang penduduknya bekerja di sektor formal paling rendah mempunyai persentase kemiskinan tertinggi yaitu kabupaten Sampang.
Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal
K
Gambar 10 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Formal dan Kemiskinan
h) Hubungan Bekerja di Sektor Non Formal terhadap Kemiskinan
Persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terhadap persentase kemiskinan menunjukkan hubungan linier positif, semakin besar persentase
penduduk yang bekerja di sektor non formal akan meningkatkan persentase kemiskinan.
Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Non Formal
Pe
Gambar 11 Diagram Pencar dan Regresi Parsial antara Bekerja di Sektor Non Formal dan Kemiskinan
Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan merupakan daerah yang persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal tertinggi begitupun persentase kemiskinannya. Sedangkan persentase penduduk yang bekerja di sektor non formal terendah begitupun persentase kemiskinannya adalah kota Madiun.
Model Regresi Klasik OLS Simultan
Pembentukan model regresi klasik diawali dengan pemilihan peubah penjelas yang digunakan dalam model. Peubah penjelas yang bersifat nyata dan digunakan dalam model regresi yaitu x2 (persentase penduduk yang tidak bersekolah), x3 (persentase penduduk yang menggunakan air minum tidak layak), dan x4 (persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori tidak sehat).
Pada model diperoleh nilai uji-F sebesar 907.75 dengan p-value=0.000 (tolak H0), ini menunjukkan bahwa peubah penjelas secara simultan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 82.3 persen yang berarti model regresi OLS mampu menjelaskan ragam dari persentase kemiskinan sebesar 82.3 persen, sedangkan sisanya (17.7 persen) dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Model regresi klasik (OLS).
Model regresi klasik (OLS) yang terbentuk adalah: � = 1.13 + 0.471X2+ 0.181X3 + 0.705X4. Ketiga peubah penjelas berkorelasi positif dengan
persentase kemiskinan. Jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X1 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 0.471 persen. Jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X2 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 0.181 persen, dan jika faktor yang lain tetap, maka setiap kenaikan 1 satuan X3 akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 0.705 persen.
Pengujian asumsi pada model klasik OLS adalah uji kehomogenan, kenormalan dan uji tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model klasik OLS yang terbentuk.
a. Asumsi Kehomogenan
Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan berikut:
Nilai Dugaan
S
is
a
a
n
35 30
25 20
15 10
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Gambar 12. Plot Kehomogenan Sisaan pada Model OLS
Dari plot di atas terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi.
b. Asumsi Kenormalan
Sisaan
Gambar 13 Uji Kenormalan pada Model OLS c. Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan
Uji ini dilakukan dengan uji Durbin Watson. Hasil pengolahan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1.83. Pada k=3, = 5%, n=38, dL = 1.32, dU = 1.66, karena d > dU yaitu 1.83 > 1.66 maka d tidak nyata yang berarti tidak tolak H0 sehingga dapat disimpulkan asumsi tidak ada otokorelasi pada sisaan terpenuhi.
Kesimpulan dari ketiga uji asumsi di atas adalah model OLS sudah memenuhi asumsi identik, independen dan menyebar normal (IIDN).
Identifikasi Efek Spasial
Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui adanya heterogenitas spasial dan ketergantungan spasial. Kedua hal di atas dilakukan untuk menentukan pemodelan berikutnya, yaitu menentukan model spasial yang akan digunakan untuk memodelkan persentase kemiskinan. Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mendeteksi ketergantungan spasial secara lebih spesifik yaitu ketergantungan spasial dalam lag, error, atau keduanya (lag dan error), sedangkan uji heterogenitas spasial dilakukan dengan uji Breusch Pagan. Hasil uji ketergantungan dapat dilihat pada Tabel 1.
yang berarti tidak adanya ketergantungan spasial gabungan yaitu ketergantungan lag dan ketergantungan error.
Tabel 1. Hasil Uji Ketergantungan Spasial dengan Lagrange Multiplier
Model Nilai
Khi-kuadrat
p-value Kesimpulan
General Spatial Model/GSM 0.4773 5.99 0.4897 Terima Ho Spatial Autoregressive Model/SAR 13.278 3.84 0.0002 Tolak Ho Spatial Error Model/SEM 1.4002 3.84 0.2367 Terima Ho
Hasil Pengolahan diperoleh nilai LM-lag adalah 13.2781. Nilai ini lebih besar dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = 0.0002 (�= 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan tolak Ho, yang berarti adanya ketergantungan lag spasial sehingga perlu dilanjutkan pada pembentukan model SAR.
LM-galat sebesar 1.4002 lebih kecil dari nilai khi-kuadrat dengan db=1 (3.84), hal ini diperkuat dengan nilai p-value = 0.2367 (�= 5% ). Dengan demikian, dapat disimpulkan terima Ho, yang berarti tidak adanya ketergantungan galat spasial sehingga tidak dapat dilanjutkan pada pembentukan model SEM.
Pengujian efek spasial selanjutnya adalah uji heterogenitas spasial yaitu dengan uji Breusch Pagan. Nilai statistik Breusch pagan sebesar 9.677025 dengan nilai khi kuadrat pada derajat bebas=3 sebesar 7.81 dan p-value=0.0079, maka tolak H0 yang berarti terdapat keragaman antar wilayah. Hasil kedua uji di atas (ketergantungan dan heterogenitas spasial) mengindikasikan terdapat efek spasial dalam data sehingga model regresi yang digunakan sebaiknya memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model.
Model Regresi Lag Spasial (SAR)
Tabel 2. Koefisien Pada Model Regresi
*) nyata pada = 5%
Model regresi spasial lag yang terbentuk:
y = 0.11 + 0.3Wy + 1.38 x2 + 0.15 x3 + 0.72 x4
Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari delapan peubah penjelas, hanya tiga peubah penjelas dan peubah tak bebass spasial yang berpengaruh nyata terhadap model
regresi spasial. Nilai dugaan parameter (� ) ketiga peubah penjelas yaitu x2, x3, dan x4 dan peubah tak bebass spasial bernilai positif berarti semakin meningkatnya persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan persentase rumah tangga yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung serta meningkatnya rumah tangga yang tidak menempati rumah dengan kategori sehat di suatu kabupaten/kota maka mengindikasikan meningkatnya persentase kemiskinan di kabupaten/kota tersebut.
Pengujian asumsi pada model regresi spasial adalah uji homoskedastisitas atau uji kehomogenan, uji sisaan berdistribusi normal atau uji kenormalan dan uji error antar pengamatan saling bebas atau tidak ada korelasi pada sisaan. Pengujian asumsi dilakukan pada setiap model regresi spasial yang terbentuk.
a) Asumsi Kehomogenan
Uji asumsi ini dapat dilihat dari plot sisaan pada Gambar 14. Dari plot terlihat sebaran sisaan menyebar tidak membentuk pola sehingga asumsi kehomogenan terpenuhi.
OLS SAR
Intercept 1.13* 0.11*
X2 0.47* 1.38*
X3 0.18* 0.15*
X4 0.7* 0.72*
R2 0.8230 0.9989
Nilai Dugaan
Gambar 14 Plot Kehomogenan Sisaan pada Model SAR b) Asumsi Kenormalan
Uji normalitas dari sisaan digunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS). Hasil pengolahan diperoleh nilai KS adalah 0.097 dengan nilai p-value lebih dari 0.15 (< 0.15), ini menunjukkan sisaan berdistribusi normal. Uji kenormalan dapat dilihat pada Gambar berikut.
Sisaan
Gambar 15 Uji Kenormalan pada Model SAR c) Asumsi Tidak Ada Otokorelasi Pada Sisaan
Perbandingan Model regresi Klasik OLS dan Model SAR
Pemilihan model terbaik yang digunakan adalah kriteria nilai R2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE . Nilai dari ketiga kriteria di atas dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan nilai R2, koefisien regresi y terhadap dan RMSE
Kriteria
Model Regresi
OLS SAR
R2 0.8230 0.9989
Koefisien Regresi 0.8020 0.9980
RMSE 0.7814 0.5867
Pemilihan model terbaik di atas, nilai RMSE semakin kecil semakin baik untuk suatu model, sebaliknya nilai R2 dan koefisien regresi y terhadap semakin besar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Model regresi SAR lebih baik dibandingkan model klasik OLS dalam penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persentase kemiskinan berdasarkan model SAR adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak bersekolah, persentase penduduk yang menggunakan air minum yang tidak berasal dari air mineral, air PAM, pompa air, sumur atau mata air terlindung, dan persentase penduduk yang menempati rumah dengan kategori sehat yaitu dengan luas lantai lebih dari 8 m2 berbanding terbalik dengan persentase kemiskinan.
Saran
1. Hasil model SAR dan OLS hampir yang kemungkinan disebabkan oleh pola spasial yang hanya melibatkan wilayah terdekat dan menggunakan hanya satu matriks pembobot saja. Ada kemungkinan hubungan spasial juga terjadi antar wilayah yang tidak langsung bersebelahan. Perlu dikaji lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Academic Publishers,
Anselin L. 2002. Under the Hood Issues in the Spesification and Interpretation of Spatial Regression Model. Dordrecht: Academic Publishers.
Arbia G. 2005. Spatial Econometrics:Statistical Foundation and Application to Regional Convergence. Berlin: Springer.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Fotheringham AS., Brunsdon C., Charlton M. 2000. Quantitative geography: perspectives on spatial data analysis. England: Jhon Willey & Sons Ltd.
Grasa AA. 1989. Econometric Model Selection: A new Approach. Dordrecht: Academic Publishers.
Kelejian HH, Prucha IR. 1999. A generalized moments estimator for the autoregressive parameter in a spatial model. International Economic Review. Vol. 40, 509-533.
Le Sage JP. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Toledo: Department of Economics University of Toledo.
Schabenberger O, Gotway CA. 2005. Statistical Methods for Spatial Data Analysis. New York: Chapman and Hall.
Ward MD, Kristian SG. 2008. Spatial Regression Models. California: Sage Publication, Inc.
ABSTRACT
RESTU ARISANTI. Performance Spatial Regression Models for detecting factors of poverty in East Java Province. Under Direction of AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.
Poverty is one of the biggest problems in Indonesia. An approach to overcome this problem is to determine the factors that affect poverty usually using ordinary least square regression model (OLS). However, poverty is not only influenced by explanatory variables but also by various aspects related to surrounding locations. Therefore, this research employed spatial regression models, i.e. Spatial Autoregressive Models (SAR), Spatial Error Models (SEM), and Spatial General Models (SGM). Contiguity matrix is as spatial weighting matrix. The model selection criteria are the coefficient of determination (R2), slope regression of dependent variable to its estimator and the value of RMSE (Root Mean Square Error). The results show that SAR is better regression model than OLS and the factors that affect poverty are the percentage of people who did not complete primary school (SD), the percentage of people who drink another kind of water instead of drinking water, and the percentage of people who live in unhealthy houses with floor area at least 8 m2 per capita.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persoalan kemiskinan masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Salah satu cara menentukan faktor-faktor kemiskinan yaitu dengan analisis pemodelan regresi. Namun, aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi oleh peubah-peubah penjelas saja, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada wilayah masing-masing.
Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyi:”Everything is related to everything else, but near thing are more
related than distant thing”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, peubah tak bebas yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam peubah tak bebas akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial.
GWR adalah suatu yang membawa kerangka dari model regresi sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham et al. 2002). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan titik. Setiap nilai parameter dihitung pada setiap titik lokasi geografis sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Sedangkan SAR, SEM, dan SGM didasarkan pada efek lag spasial dan galat spasial dengan menggunakan pendekatan area.
Winarno (2009) melakukan pemodelan dengan SAR, SEM, dan Rataan Bergerak Otoregresi Spasial/Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam mendeskripsikan angka kematian bayi (AKB) dan peubah yang mempengaruhinya dari sudut pandang kewilayahan serta memodelkan AKB dengan model regresi spasial. Matriks pembobot spasial yang digunakan yaitu pembobot spasial Rock murni, pembobot spasial Rock terpusat, dan pembobot spasial Queen. Bekti dan Sutikno (2010) melakukan pemodelan SAR dan SEM untuk mengetahui hubungan aset kehidupan masyarakat dalam memenuhi kehidupan pangan terhadap kemiskinan dengan pemodelan spasial.
Komponen yang mendasar dari model spasial adalah matriks pembobot spasial, Matriks ini mencerminkan adanya hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (Arbia 2005). Pada penelitian ini, matriks pembobot spasial yang digunakan adalah pembobot spasial Queen. Diharapkan penggunaan model regresi spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di setiap wilayah, hasilnya dapat dijadikan salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran.
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Klasik
Model regresi klasik dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:
�= � + � (1) � ~ N(0 ,σ2I)
dengan y adalah vektor pengamatan terhadap peubah tak bebas, X adalah matriks peubah bebas, � adalah vektor koefisien dan � adalah vektor galat acak. Pendugaan parameter � pada model regresi klasik dengan metode kuadrat terkecil. Penduga parameter � adalah
� = ( T )−1 T�
Asumsi pada model regresi klasik adalah:
1. E � = 0 , untuk i = 1, 2, …, n sehingga nilai harapannya menjadi
E � = β0+ β1 i1+ β2 i2+ …+βp ip
2. Var � = σ2, untuk i = 1, 2, …, n atau sama dengan Var � = σ2
3. cov � ,� = 0 , untuk i≠ j.
Model Umum Regresi Spasial
Bentuk persamaan model umum regresi spasial adalah :
�= ρ �+ � + � (2)
�= λ �+ � (3) � ~ N(0 ,σ2I)
dengan y adalah peubah tak bebas berukuran n × 1, X adalah matriks peubah bebas berukuran (n × (p + 1)) , � adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran p × 1, adalah koefisien autoregresi lag spasial , � adalah koefisien autoregresi galat spasial yang bernilai |� | < 1, u adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi yang berukuran n × 1, W adalah matriks pembobot spasial yang berukuran n × n, n adalah banyak pengamatan.
Pendugaan parameter pada model GSM diperoleh dengan metode penduga kemungkinan maksimum (Anselin 1988). Dari persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk:
� − �= � +� atau
I− �= � +� (5) Dan dari persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk:
� − λ �= � atau
�= (� − λ )− � (6)
persamaan (6) disubstitusi ke persamaan (5) diperoleh:
� − �= � + (� − λ )− � (� − λ )− �= � − � − �
jika semua ruas dikalikan dengan (� − λ ), maka:
�= � − λ � − � − � (7) Nilai fungsi kemungkinan peubah �adalah:
L 2;� = c � | |− exp −1 2�
T −1� (8)
dengan V adalah matriks ragam-koragam dari � yang bernilai = 2�.
Determinan matriks V adalah 2n dan kebalikan dari matriks ragam koragam dari
− = 1/( 2�). Dengan mensubstitusikan nilai |V| dan − pada persamaan (8)
maka diperoleh:
L 2;� = c � 2nexp − 1 2 2�
T� (9)
Dari hubungan �dan y pada persamaan (7), didapatkan nilai Jacobian:
J = ���� = � − λ |� − |
Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke dalam persamaan (9) diperoleh fungsi kemungkinan untuk y yaitu:
L ,λ, 2,� ;� = c � 2n −
1
2 � − λ |� − |
exp − 1
2 2 � − � − � − � �{ � − � − � − � }
dan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) diperoleh persamaan (10) berikut:
l ,λ, 2,� ;� = c � −� 2ln
2 + ln I− λW + ln|I− W|
− 1
Misalkan kuadrat matriks pembobot � − �(� − ) dinotasikan sebagai � dan penduga � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (10). Penduga �adalah:
� = ′� − ′� � − λ �
Uji Efek Spasial
Efek spasial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu otokorelasi spasial dan keragaman spasial. Otokorelasi spasial terjadi akibat adanya ketergantungan dalam data spasial (korelasi galat spasial). Sedangkan keragaman spasial terjadi akibat adanya perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (random region effect).
Menguji keberadaan random region effect dan korelasi galat spasial dalam model regresi data spasial sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan menyebabkan penduga tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh tidak tepat.
Untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial pada data dapat menggunakan beberapa metode pengujian. Pada penelitian ini, pengujian ketergantungan spasial menggunakan uji pengganda
Lagrange sedangkan untuk menguji adanya keragaman spasial menggunakan uji
Breusch-Pagan.
Ketergantungan spasial diuji dengan uji Pengganda Lagrange (Anselin 1988). Pengujian hipotesis pengganda Lagrange adalah:
a) Model Umum Regresi Spasial (GSM)
H0 ∶ ρ dan atau λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial)
H1 ∶ ρ dan λ ≠0 (ada ketergantungan spasial)
b) Model Regresi Lag Spasial (SAR)
H0 ∶ ρ= 0 (tidak ada ketergantungan lag spasial) H1 ∶ ρ≠0 (ada ketergantungan lag spasial) c) Model Regresi Galat Spasial (SEM)
Statistik LM yang digunakan berbentuk :
LM = E-1 {(Ry)2T – 2RyReT+ (D+T)} ~ �(2�)
dengan:
�� = �T �/ σ2
�� = �T e/ σ2
� = I− ( T )−1 T Tij = tr{ i j+ iT j}
D = σ−2( � )T M( � ) E = D + T T− (T)2
q = jumlah parameter spasial T = tr{(WT +W)W}
Kriteria uji LM = ≤ χ
2
(q), terima H0 > χ2(q), tolak Ho Uji Keragaman Spasial
Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah:
H0 ∶ σ12 = σ22 =⋯ = σn2 = σ2 (ketidakragaman antar wilayah/varians sama)
H1 : minimal ada satu σi2 ≠ σ2 (terdapat keragaman antar wilayah /
bersifat heteroskedastisitas)
Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah
BP = 1 2
T� �T� −1�T ~ χ2 (p)
elemen vektor h adalah
hi = ( ei2
σ2− 1)
dengan ei adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan Z adalah vektor y berukuran n × 1 yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan.
Kriteria uji BP= ≤ χ
2
(p), terima H0 > χ2(p), tolak Ho
Model Lag Spasial (SAR)
Jika ≠0 dan λ= 0, maka persamaan (2) menjadi
�= ρ � + �+ � (11)
� ~ N 0, 2I
Peubah tak bebas pada model SAR berkorelasi spasial. Pendugaan parameter pada model ini menggunakan metode kemungkinan maksimum.
Pada persamaan (11) εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam 2, εi adalah galat pada lokasi i.
Fungsi kepekatan peluang dari εi:
f εi =
Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang � berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persamaan (11) diperoleh
�=� − ρ � − �
Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y f � = f � J
Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y:
L � , , 2;� = f �;� , , 2
= |I− |
2 n /2 n exp −
�− �− � T(�− �− � )
Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (12).
l = L � , , 2;�
= ln |I− |
(2 )n/2 n exp −
� − � − � T(� − � − � )
2 2
= −n
2ln 2 − n 2ln
2+ ln I− − �− �− � T(�− �− � )
2 2 (13) Pendugaan untuk 2,� dan diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan pada persamaan (13). Penduga untuk 2 adalah:
2 = �− �− �
T
(�− �− �)
n (14)
Persamaan (14) dapat ditulis sebagai:
2 = (yi−yi) 2
n =
SSE n
dengan yi adalah peubah tak bebas pada lokasi i, yi adalah nilai penduga peubah
tak bebas pada lokasi i, n adalah banyak pengamatan, dan SSE adalah jumlah kuadrat galat.
Penduga untuk � adalah:
� = ( T )−1 T� −( T )−1 �
dan penduga untuk adalah:
= (�T T �)−1�T T� Model Galat Spasial (SEM)
Jika = 0 dan λ ≠ 0 , maka persamaan (2) menjadi
�= � +� , �= λ �+ � (15)
� ~ N 0, 2I
peubah tersebut berkorelasi spasial dengan galat pada lokasi lain. Pendugaan parameter model galat spasial menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pada persamaan (15), εi diasumsikan menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam 2, εi adalah galat pada lokasi i. Fungsi kepekatan peluang dari �:
f εi = 1
Fungsi kepekatan bersama peubah tak bebas y diperoleh dengan transformasi ruang � berdimensi n ke sebuah ruang y berdimensi n. Dari persaaman (15)
Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas y:
f � = f � J
Fungsi kemungkinan peubah tak bebas y:
L � ,λ, 2;� = f �;� ,λ, 2
= |�−λ |
2 n /2 n exp −
�−λ (�− � )T �−λ (�− � )
Pendugaan parameter model diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang ekivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada persamaan (14).
l = L � ,λ, 2;�1,…,�n
= ln |I− |
(2 )n/2 n e p −
� − � T � − λ T(� − λ )(� − )
2 2
= −n
2ln 2 − n 2ln
2+ ln � − λ − �− T �−λ T(�−λ )(�− )
2 2 (17)
Pendugaan untuk 2,� dan diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan (log-likelihood) pada persamaan (17).
Penduga untuk 2 adalah:
� 2 = � − λ )(� − � T
� − λ (� − �) n
Penduga untuk � adalah:
� = [ − λ T − λ ]−1 − λ T � − λ �
Untuk menduga parameter � diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga untuk �yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan tersebut.
Matriks Pembobot Spasial
Gambar 1 Ilustrasi Pembobot Spasial
Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah:
Baris dan kolom di atas menunjukkan wilayah yang ada pada peta. Susunan matriks di atas distandardisasi yaitu jumlah baris sama dengan satu, sehingga matriks pembobot menjadi:
Wqueen =
0 1/2 1/2 0 0
1/3 0 1/3 1/3 0
1/3 0 0
1/3 1/3 0
0 1/3 0
1/3 0 1/3
0 1 0
R1
R2 R3
R4
R5
0 1 1 0 0 1 0 1 1 0
1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 R1
R2
R3
R4
R5
DATA DAN METODE
DATA
Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah Data dan Informasi Kemiskinan tahun 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Wilayah yang diteliti adalah Provinsi Jawa Timur dengan peta wilayah kabupaten/kota yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur: 01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang 02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri 05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar 06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang 07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan