• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA KEMISKINAN

KABUPATEN DI PULAU JAWA

MIA AMELIA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MIA AMELIA. Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan DIAN KUSUMANINGRUM.

Analisis regresi spasial merupakan analisis yang menduga pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon dengan ditambahkan pengaruh spasial di dalamnya. Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase buruh tani, persentase desa pertanian, persentase desa pertambangan, persentase desa industri, persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase Tenaga Kerja Indonesia (TKI), daerah kumuh, persentase keluarga tanpa listrik, persentase fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, industri skala kecil dan rumah tangga, pasar, fasilitas kredit, stasiun TV yang dapat diterima di desa, persentase jalan aspal di sebuah desa, dan persentase jalan yang dapat digunakan oleh kendaraan beroda empat. Peubah respon berisi persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Kemiskinan suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh kemiskinan di kabupaten sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan analisis regresi spasial, yaitu model otoregresif spasial (SAR) dan model galat spasial (SEM). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data berasal dari dua sumber, yaitu Data dan Informasi Kemiskinan (BPS 2008) dan Potensi Desa (PODES) tahun 2008. Hasil analisis menunjukkan bahwa model SAR memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 57.18% dan Akaike Information Criterion (AIC) sebesar 647.080, sedangkan model SEM memiliki nilai R2 sebesar 50.99% dan AIC sebesar 653.650. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model SAR lebih baik daripada SEM dalam memodelkan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Pada model SAR peubah penjelas yang berpengaruh terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa adalah persentase desa pertanian, persentase fasilitas pendidikan, dan kemiskinan kabupaten di sekelilingnya.

(3)

PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA KEMISKINAN

KABUPATEN DI PULAU JAWA

MIA AMELIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

: Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di

Pulau Jawa

Mahasiswa

: Mia Amelia

NRP

: G14080052

Disetujui :

Pembimbing I

Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M. S.

NIP. 196008181989031004

Pembimbing II

Dian Kusumaningrum, S. Si, M. Si

Diketahui :

Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M. S.

NIP. 196504211990021001

(5)

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Karya ilmiah ini berjudul

“Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa”. Karya ilmiah ini Penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M. S. dan Ibu Dian Kusumaningrum, S. Si, M. Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan ilmu kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Mama Rustiawati, Bapak Didi Tohardi, adik-adikku, Dini Apriani dan Chaerul Al-Karim yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, perhatian dan dukungannya dari Penulis mulai kuliah sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Di samping itu, Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Statistika IPB yang telah memberikan ilmu dan membuka wawasan selama Penulis menuntut ilmu di Departemen Statistika, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB yang telah banyak membantu Penulis. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Andri Maulana Yusuf yang telah banyak memberikan semangat, dukungan, dan perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Iky dan Lukman sebagai teman satu bimbingan skripsi. Terima kasih juga untuk Ami, Sella, dan Mba Anna yang telah menjadi teman diskusi dalam pembuatan skripsi ini. Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada Aisyah, Anni, Tata, dan Dila yang telah memberikan semangat dan dukungannya. Teman-teman statistika 45 sebagai teman seperjuangan dan juga semua pihak yang telah membantu sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, September 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 15 Mei 1990 dari pasangan Didi Tohardi dan Rustiawati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Jenjang perguruan tinggi Penulis mulai pada tahun 2008 dengan diterimanya penulis di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Sebelum masuk perguruan tinggi, Penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor, SMP Negeri 1 Bogor, dan SD Negeri Kebon Pedes 1.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan ... 1

Regresi Klasik ... 1

Regresi Spasial ... 2

Model Otoregresif Spasial (SAR) ... 2

Model Galat Spasial (SEM) ... 3

Uji Lagrange Multiplier (LM) ... 3

Matriks Continguity ... 4

Uji Breusch Pagan (BP) ... 4

Ukuran Kebaikan Model ... 5

BAHAN DAN METODE Bahan ... 5

Metode ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data ... 5

Model Regresi Klasik ... 6

Pemeriksaan Asumsi Model Regresi Klasik ... 7

Model Regresi Spasial Matriks Pembobot Spasial ... 8

Uji Lagrange Multiplier (LM) ... 8

Model Otoregresif Spasial (SAR) ... 8

Pemeriksaan Asumsi Model SAR ... 9

Model Galat Spasial (SEM) ... 10

Pemeriksaan Asumsi Model SEM ... 10

Ukuran Kebaikan Model SAR dan SEM ... 11

Perbandingan Koefisien Parameter Regresi Klasik dan Spasial... 11

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 11

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Penghitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu ... 4

2 Persentase kemiskinan terhadap total penduduk di Pulau Jawa ... 5

3 Uji kenormalan sisaan untuk model regresi klasik ... 7

4 Uji kenormalan sisaan untuk model SAR ... 9

5 Uji kenormalan sisaan untuk model SEM ... 10

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Daftar jumlah desa di Pulau Jawa ... 5

2 Kriteria kemiskinan menurut Badan Ketahanan Pangan ... 7

3 Pendugaan dan pengujian model regresi klasik ... 6

4 Pendugaan dan pengujian model regresi klasik terbaik ... 7

5 Hasil uji ketergantungan spasial dengan uji LM ... 8

6 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR ... 9

7 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR dengan menggunakan dua peubah penjelas ... 9

8 Pendugaan dan pengujian parameter model SEM ... 10

9 Pendugaan dan pengujian parameter model SEM dengan menggunakan dua peubah penjelas ... 10

10 Ukuran kebaikan Model SAR dan SEM ... 11

11 Ringkasan koefisien model regresi klasik (OLS) dan spasial ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Daftar peubah penjelas yang digunakan dalam analisis ... 14

2 Sintaks program R yang digunakan dalam penelitian ... 16

3 Peta sebaran kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa ... 17

4 Hasil korelasi Pearson ... 18

5 Hasil pemilihan peubah penjelas ... 19

6 Matriks pembobot spasial ... 20

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah semua negara di dunia, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat data kemiskinan di Indonesia masih cukup besar dan tidak merata. Pada tahun 2010, Bappenas mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 31.02 juta jiwa. Selain itu, Bappenas mencatat bahwa sebanyak 55.83% dari total penduduk miskin di Indonesia menetap di Pulau Jawa (Bappenas 2010).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Kemiskinan suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh kemiskinan di kabupaten sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial. Berdasarkan Hukum I Geografi, segala sesuatu yang berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan yang berjauhan (Lee & Wong 2001).

Purwaningsih (2011) melakukan pemodelan regresi logistik spasial untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik daripada model regresi logistik ordinal non spasial. Metode analisis yang digunakan oleh Purwaningsih (2011) tersebut belum mengakomodir pengaruh ketergantungan spasial sehingga dilanjutkan oleh penulis dengan menggunakan analisis regresi spasial tetapi dengan menggunakan data Potensi Desa (Podes) tahun 2008. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka topik penelitian yang diangkat oleh penulis adalah penerapan regresi spasial untuk data kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Penggunaan model ini diharapkan dapat mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan analisis regresi spasial, yaitu model otoregresif spasial (SAR) dan model galat spasial (SEM).

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Penelitian ini menggunakan data persentase kemiskinan yang terdapat dalam buku Data dan Informasi Kemiskinan (BPS 2008). Pada buku tersebut, kemiskinan diukur dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar untuk makan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dalam pendekatan ini dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk dapat dihitung melalui pendekatan ini (BPS 2008).

Metode yang digunakan dalam mengukur kemiskinan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Menurut BPS, suatu rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan per kapita di bawah GK. GKM adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Regresi Klasik

Bentuk model umum regresi klasik adalah sebagai berikut:

dengan adalah vektor dari peubah respon berukuran Nx1, adalah matriks peubah penjelas berukuran Nx(p+1), adalah vektor koefisien regresi berukuran (p+1)x1, dan adalah vektor acak sisaan berukuran Nx1. Pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil (Draper & Smith 1992). Penduga untuk model ini adalah sebagai berikut:

̂

Asumsi yang harus dipenuhi pada model regresi klasik adalah kenormalan, kehomogenan ragam, dan kebebasan sisaan.

(10)

2

mengindikasikan adanya pengaruh spasial. Pada penelitian ini adanya pengaruh spasial dalam peubah respon menyebabkan asumsi kebebasan sisaan pada model regresi klasik dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu model yang mempertimbangkan pengaruh spasial yaitu regresi spasial.

Regresi Spasial

Regresi spasial merupakan suatu analisis untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial. Model umum regresi spasial adalah sebagai berikut:

dengan adalah peubah respon berukuran Nx1, ρ adalah koefisien otoregresif lag spasial, W adalah matriks pembobot spasial yang berukuran NxN, X adalah matriks peubah penjelas berukuran (p+1)x1, β adalah vektor koefisien parameter regresi yang berukuran Nx(p+1), u adalah vektor sisaan yang diasumsikan mengandung otokorelasi berukuran Nx1, λ adalah koefisien otoregresif sisaan spasial, dan adalah vektor sisaan yang bebas otokorelasi berukuran Nx1 (Anselin 1999).

Model Otoregresif Spasial (SAR)

Model SAR merupakan model regresi linier yang pada peubah responnya terdapat korelasi spasial (Anselin 1999). Model umum untuk SAR adalah sebagai berikut:

(1)

Parameter lag spasial ( menunjukkan tingkat korelasi pengaruh spasial dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya (Ward & Kristiani 2008).

Pada persamaan (1) εi diasumsikan

menyebar normal, bebas stokastik, identik, dengan nilai tengah nol dan ragam σ2, εi

adalah sisaan pada lokasi i. Fungsi kepekatan peluang dari εi adalah sebagai berikut:

f(εi) =

exp

dimana i=1, 2, …, n. Fungsi kepekatan peluang bersama f(ε) adalah sebagai berikut:

dengan ρ adalah koefisien otoregresif lag spasial dan W adalah matriks pembobot spasial. Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon adalah sebagai berikut:

f(y)= f(ε) | J | Pendugaan parameter dilakukan dengan memaksimumkan fungsi likelihood di bawah ini:

L(β, ρ, σ2 ; y ) = f(y ; β, ρ, σ2) = | |

(2)

Fungsi log likelihood diperoleh dengan melogaritmanaturalkan persamaan (2). Fungsi log likelihood adalah sebagai berikut:

l = ln L(β,ρ, σ2 ; y )

= | |

(3)

Pendugaan parameter untuk β diperoleh

dengan cara memaksimumkan persamaan (3). Penduga untuk Model SAR adalah sebagai berikut:

̂

(11)

3

Model Galat Spasial (SEM)

SEM adalah model regresi linier yang pada sisaannya terdapat korelasi spasial. Model umum untuk SEM adalah sebagai tingkat korelasi pengaruh sisaan spasial dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya (Ward & Kristiani 2008).

Fungsi kepekatan peluang dari εi adalah

Berdasarkan persamaan (5), sisaan yang diasumsikan mengandung otokorelasi (u) sebagai berikut:

(6)

dengan u adalah vektor sisaan yang

diasumsikan mengandung otokorelasi, λ

adalah koefisien otoregresif sisaan spasial, dan W adalah matriks pembobot spasial. Persamaan (6) disubstitusikan pada persamaan (4).

sehingga sisaan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

(7)

Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon adalah sebagi berikut: Pendugaan parameter dilakukan dengan memaksimumkan fungsi likelihood di bawah ini:

L(β, ρ, σ2 ; y ) = f(y ; β, ρ, σ2) = | |

(8)

Fungsi log likelihood diperoleh dengan melogaritmanaturalkan persamaan (8).Fungsi log likelihood adalah sebagai berikut:

l = ln L(β,λ, σ2 ; y )

= | |

(9)

Pendugaan parameter untuk β diperoleh

dengan cara memaksimumkan persamaan (9). Penduga untuk SEM adalah sebagai berikut:

̂ [ ]

Pendugaan parameter untuk tidak dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan persamaan (9). Hal ini disebabkan oleh adanya | | yang merupakan fungsi dari parameter sehingga diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga yang memaksimalkan fungsi log likelihood (Ward & Kristiani 2008).

Uji Lagrange Multiplier (LM)

(12)

4 klasik, tr menyatakan operasi teras matriks yaitu penjumlahan elemen diagonal suatu matriks (Anselin 2009). Keputusan tolak H0 dilakukan jika nilai statistik uji LM

lebih besar dari , dengan q adalah banyaknya parameter spasial. Jika H0

ditolak maka model regresi spasial yang dibuat adalah model SAR.

b. Model SEM menyatakan operasi teras matriks yaitu penjumlahan elemen diagonal suatu matriks (Anselin 2009). Keputusan tolak H0 dilakukan jika nilai statistik uji LM

lebih besar dari , dengan q adalah banyaknya parameter spasial. Jika H0

ditolak maka model regresi spasial yang dibuat adalah model SEM.

Matriks Continguity

Matriks continguity adalah matriks yang menggambarkan kedekatan antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung kedekatan suatu wilayah adalah langkah ratu. Pada metode ini, wilayah yang berhimpit ke arah kanan, kiri, atas, bawah, dan diagonal didefinisikan sebagai wilayah yang saling berdekatan.

Matriks continguity akan memberikan nilai satu jika wilayah-i bertetangga langsung atau berhimpit dengan wilayah-j dan nol jika wilayah-i tidak bertetangga langsung dengan wilayah-j. Lee dan Wong (2001) menyebut matriks ini dengan connectivity matrix yang dinotasikan dengan C dan merupakan nilai dalam matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai pada matriks akan digunakan untuk

perhitungan matriks pembobot spasial W. Isi dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i penghitungan matriks pembobot spasial menggunakan sembilan kabupaten yang saling bertetangga (Fotheringham & Rogerson 2009).

1 2 3

4 5 6

7 8 9

a Ilustrasi sembilan kabupaten

b. Matriks Continguity

c. Matriks pembobot spasial

Gambar 1 Penghitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu.

Uji Breusch Pagan (BP)

Pada model regresi, uji BP dapat digunakan untuk mendeteksi asumsi kehomogenan ragam sisaan. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

(13)

5

H0: = =…= (ragam homogen)

H1: minimal ada satu 0 (ragam tidak

homogen)

Statistik uji BP adalah sebagai berikut:

BP = (∑ ) ∑

dengan fi = ̂

̂ , ̂ = ( ̂ ), dan ̂ = ∑ ̂ (Anselin 1988, diacu dalam Arbia 2006). Statistik uji BP menyebar dengan k adalah banyaknya parameter regresi. Keputusan tolak H0 dilakukan jika nilai

statistik uji BP lebih besar dari .

Ukuran Kebaikan Model

Ukuran kebaikan model yang digunakan adalah koefisien determinasi (R2) dan Akaike Information Criterion (AIC). Menurut Draper & Smith (1992) persamaan untuk R2 adalah adalah nilai rataan dari N wilayah. Persamaan untuk AIC adalah sebagai berikut:

( )

dengan RSS adalah jumlah kuadrat sisaan, K adalah jumlah parameter, N adalah jumlah amatan (Dray et al. 2006).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data berasal dari dua sumber, yaitu Data dan Informasi Kemiskinan (BPS 2008) dan Potensi Desa (PODES) tahun 2008. Data dan Informasi Kemiskinan digunakan sebagai data untuk peubah respon. Peubah respon dalam penelitian ini adalah persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Data PODES digunakan sebagai data untuk peubah penjelas. Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 17 peubah. Daftar peubah tersebut ditunjukkan pada Lampiran 1.

Penelitian ini menggunakan studi kasus kabupaten di Pulau Jawa yang berjumlah 112

kabupaten. Tabel 1 menunjukkan jumlah desa untuk setiap provinsi di Pulau Jawa.

Tabel 1 Daftar jumlah desa di Pulau Jawa No Nama Provinsi Jumlah Desa

1 DKI Jakarta 261

Tahapan analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan eksplorasi data untuk melihat karakteristik data secara umum

2. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik

3. Memeriksa asumsi pada model regresi klasik yang dihasilkan

4. Membuat matriks pembobot spasial (W) 5. Menguji efek ketergantungan spasial

dengan menggunakan uji LM

6. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi spasial

7. Memeriksa asumsi pada model regresi yang dihasilkan

8. Mengukur kebaikan model

9. Membandingkan koefisien parameter regresi klasik dan spasial

Software yang digunakan pada penelitian ini adalah R Versi 2.15.0. Sintaks program R yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.

Gambar 2 Persentase kemiskinan terhadap total penduduk di Pulau Jawa.

(14)

6

Persentase kemiskinan terhadap total penduduk di Pulau Jawa pada tahun 2008 ditunjukkan pada Gambar 2. Persentase kemiskinan diperoleh dari perbandingan antara jumlah penduduk miskin dengan total penduduk di Pulau Jawa kemudian dikalikan 100%. Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa sebesar 4.97% berada di Provinsi Jawa Timur sedangkan persentase kemiskinan terendah di Pulau Jawa sebesar 0.26% berada di Provinsi DKI Jakarta.

Peta sebaran kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dapat dilihat pada Lampiran 3. Peta tematik tersebut dibuat dengan membagi kabupaten menjadi enam kelompok. Pengelompokkan tersebut dibuat sesuai dengan kriteria kemiskinan Badan Ketahanan Pangan (2005). Kriteria kemiskinan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria kemiskinan menurut Badan Ketahanan Pangan

Tingkat Kemiskinan Zona Prioritas

> 35% Pertama pertama. Kota Tasikmalaya, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Rembang, Brebes, Kulon Progo, Gunung Kidul, Probolinggo, dan Tuban merupakan wilayah-wilayah yang masuk ke dalam zona prioritas kedua. Sementara itu, Kota Depok memiliki persentase kemiskinan paling rendah sebesar 2.69%. Selain itu, peta tematik pada Lampiran 3 juga menunjukkan bahwa kelompok yang terdiri dari kabupaten-kabupaten yang berwarna sama memiliki korelasi spasial yang tinggi.

Model Regresi Klasik

Sebelum melakukan analisis regresi, pendeteksian terhadap multikolinearitas perlu dilakukan. Multikolinearitas antar peubah penjelas dapat dideteksi dengan menggunakan korelasi Pearson. Nilai korelasi antar peubah penjelas dapat ditunjukkan pada Lampiran 4. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tujuh pasang peubah penjelas memiliki korelasi yang cukup kuat, yaitu peubah buruh tani (X1)

dengan desa pertanian (X2), buruh tani (X1)

dengan desa perdagangan (X5), buruh tani

(X1) dengan desa jasa (X6), desa pertanian

(X2) dengan desa perdagangan (X5), desa

pertanian (X2) dengan desa jasa (X6), desa

pertanian (X2) dengan industri skala kecil dan

rumah tangga (X12), dan daerah kumuh (X8)

dan fasilitaas pendidikan (X10). Nilai korelasi

untuk tujuh pasang peubah penjelas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tahapan yang dilakukan setelah mendeteksi adanya multikolinearitas adalah pemilihan peubah penjelas. Pada tahapan tersebut dipilih salah satu peubah penjelas yang dapat digunakan untuk mewakili peubah penjelas lain yang berkorelasi kuat dengannya. Pemilihan peubah penjelas tersebut dilakukan dengan melihat besarnya korelasi peubah penjelas dengan peubah respon. Hasil korelasi antara peubah penjelas dan peubah respon dapat ditunjukkan pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil tersebut, maka peubah penjelas yang dihilangkan adalah peubah buruh tani (X1), desa perdagangan (X5), desa

jasa (X6), daerah kumuh (X8), serta industri

skala kecil dan rumah tangga (X12) sehingga

peubah penjelas yang tetap dipertahankan dalam analisis adalah desa pertanian (X2) dan

fasilitas pendidikan (X10).

Peubah penjelas yang tersisa dalam analisis berjumlah 12 peubah. Setelah diperoleh peubah penjelas tersebut, selanjutnya dilakukan korelasi antara peubah penjelas dengan peubah respon. Hasil korelasi antara peubah penjelas dan peubah respon dapat ditunjukkan pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil korelasi tersebut diperoleh informasi bahwa dua peubah penjelas, yaitu desa pertambangan (X3) dan jalan yang dapat

digunakan oleh kendaraan beroda empat (X17)

tidak memiliki korelasi dengan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa (Y). Peubah penjelas tersebut tidak digunakan dalam analisis selanjutnya sehingga peubah penjelas yang digunakan dalam analisis regresi klasik dan spasial berjumlah sepuluh peubah.

Tabel 3 menunjukkan bahwa ada dua peubah penjelas, yaitu desa pertanian (X2) dan

fasilitas pendidikan (X10) yang berpengaruh

nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah tersebut yang lebih

(15)

7

Tabel 3 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik

Prediktor Koefisien t Pr(>|t|) Intersep -19.489 -0.696 0.488

Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah memilih model regresi terbaik. Pemilihan model regresi terbaik dilakukan dengan menggunakan lima metode, yaitu All Possible Regression, Backward Regression, Forward Regression, Stepwise Regression, dan Best Subset. Hasil dari kelima metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil tersebut, maka ada dua peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa, yaitu desa pertanian (X2) dan

fasilitas pendidikan (X10). Kedua peubah

penjelas tersebut kemudian diregresikan kembali untuk mendapatkan model regresi terbaik. Hasil pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik terbaik

Prediktor Koefisien t Pr(>|t|) Intersep 10.500 5.950 0.000* X2 9.995 6.230 0.000*

X10 -0.319 -2.210 0.029*

*) signifikan pada α=5%

Hasil uji secara simultan untuk kedua peubah penjelas menunjukkan bahwa model ini memiliki nilai F sebesar 53.400 dengan nilai-p=0.000. Nilai-p yang diperoleh lebih kecil

dari α=5%. Hal ini mengindikasikan bahwa H0

ditolak, artinya ada sedikitnya satu peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Tabel 4 menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2) dan fasilitas pendidikan (X10)

yang berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada

α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah tersebut

yang lebih kecil dari α=5%. Peubah desa pertanian (X2) memiliki hubungan positif

dengan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan desa pertanian sebesar satu persen, maka akan meningkatkan persentase kemiskinan suatu kabupaten. Sementara itu, peubah fasilitas pendidikan (X10) memiliki hubungan negatif dengan

persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan fasilitas pendidikan sebesar satu persen, maka akan menurunkan persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Persamaan regresi klasik yang terbentuk adalah sebagai berikut:

̂

Kesesuaian model pada regresi klasik dapat digambarkan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 yang diperoleh untuk model ini bahwa sebesar 49.95%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebesar 49.95% keragaman persentase kemiskinan mampu dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 50.05% dijelaskan oleh peubah lain di luar model. Selain menggunakan nilai R2, kebaikan model yang dihasilkan dapat dilihat melalui nilai Akaike Information Criterion (AIC). Nilai AIC yang diperoleh untuk model ini adalah sebesar 670.500.

Pemeriksaan Asumsi Model Regresi Klasik Setelah mendapatkan model regresi klasik terbaik, maka dilakukan pemeriksaan asumsi untuk model tersebut. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi adalah kenormalan, kehomogenan ragam, dan kebebasan sisaan. Kenormalan sisaan dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS). Hipotesis awal (H0) pada uji

KS adalah sisaan menyebar normal dan hipotesis tandingannya (H1) adalah sisaan

tidak menyebar normal. Keputusan tolak H0

dilakukan jika nilai-p lebih kecil dari α=5%.

(16)

8

Gambar 3 menunjukkan uji kenormalan sisaan untuk model regresi klasik. Nilai KS yang diperoleh sebesar 0.072 dengan nilai-p lebih besar dari 0.150. Nilai-p yang dihasilkan

lebih besar dari α=5% sehingga H0 diterima,

artinya sisaan menyebar normal pada α=5%. Kehomogenan ragam sisaan dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji Breusch Pagan (BP). Pada uji BP, H0 adalah

ragam sisaan homogen pada α=5%.

Kebebasan sisaan dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Pada uji DW, H0 adalah sisaan

saling bebas dan H1 adalah sisaan tidak saling

bebas. Jika nilai DW yang dihasilkan lebih besar dari nilai Durbin Upper (dU), maka dapat disimpulkan bahwa sisaan saling bebas. Nilai DW yang dihasilkan sebesar 1.608. Pada k=2, α=5%, n=112 dihasilkan nilai dL=1.656 dan dU=1.728. Nilai DW yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan nilai Durbin Lower (dL) sehingga H0 ditolak, artinya sisaan tidak

saling bebas pada α=5%. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi kebebasan sisaan dilanggar. Pelanggaran asumsi ini terjadi karena adanya hubungan spasial di dalam peubah respon. Untuk mengatasi asumsi tersebut maka akan dilakukan analisis regresi spasial.

Model Regresi Spasial

Matriks Pembobot Spasial

Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk menentukan matriks pembobot spasial adalah konsep ratu catur. Bentuk matriks pembobot spasial yang dihasilkan ditunjukkan pada Lampiran 6. Setelah matriks pembobot spasial terbentuk maka dilakukan normalisasi terlebih dahulu. Normalisasi dilakukan untuk memperoleh rataan dari wilayah yang mengelilingi suatu kabupaten. Metode yang dapat digunakan untuk menormalisasi matriks tersebut adalah normalisasi baris dan normalisasi kolom. Pada penelitian, metode normalisasi yang dipilih adalah normalisasi baris. Metode tersebut dipilih atas dasar perhitungan nilai wij yang

telah dijelaskan pada tinjauan pustaka. Bentuk matriks pembobot spasial yang telah dinormalisasi ditunjukkan pada Lampiran 7.

Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji LM dilakukan untuk menguji efek ketergantungan spasial. Hasil yang diperoleh dari uji LM akan dijadikan dasar dalam pembentukan model regresi spasial. Tabel 5 menunjukkan hasil uji ketergantungan spasial dengan uji LM.

Tabel 5 Hasil uji ketergantungan spasial dengan uji LM

Koefisien Statistik Uji

LM Nilai-p

SAR 19.148 3.840 0.000*

SEM 7.947 3.840 0.004*

*) signifikan pada α=5%

Tabel 5 menunjukkan nilai statistik uji LM untuk koefisien SAR sebesar 19.148. Nilai tersebut lebih besar dari pada α=5% sehingga H0 ditolak, artinya terdapat

ketergantungan lag spasial sehingga perlu dilanjutkan pada pembentukan model SAR.

Nilai statistik uji LM untuk koefisien SEM sebesar 7.947. Nilai tersebut lebih besar dari pada α=5% sehingga H0 ditolak,

artinya terdapat ketergantungan sisaan spasial sehingga perlu dilanjutkan pada pembentukan model SEM. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji LM, maka dapat disimpulkan bahwa model SAR dan SEM dapat digunakan untuk memodelkan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Model Otoregresif Spasial (SAR)

Model SAR memiliki kriteria bahwa ρ≠0

dan λ=0. Pembentukan model ini diawali

dengan menguji ketergantungan lag spasial. Jika model yang dihasilkan memiliki ketergantungan lag spasial, maka model SAR dapat digunakan. Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SAR dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2), fasilitas pendidikan (X10), dan

lag spasial (ρ) berpengaruh nyata terhadap

persentase kemiskinan kabupaten di Pulau

Jawa pada α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah

tersebut yang lebih kecil dari α=5%. Tahapan

(17)

9

Tabel 6 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR

Prediktor Koefisien z Pr(>|z|) Intersep -3.749 -0.159 0.874

Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SAR dengan menggunakan dua peubah penjelas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR dengan menggunakan dua peubah penjelas

Prediktor Koefisien z Pr(>|z|) Intersep 1.626 0.720 0.472 persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah

tersebut yang lebih kecil dari α=5%. Koefisien

ρ yang signifikan mengindikasikan bahwa H0

pada model SAR ditolak, artinya ketergantungan lag pada spasial berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Persamaan SAR yang diperoleh adalah sebagai berikut:

̂ (10)

Persamaan (10) menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2) memiliki hubungan positif

dengan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan desa pertanian sebesar satu persen, maka akan meningkatkan persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Sementara itu, peubah fasilitas pendidikan (X10) memiliki hubungan negatif dengan

persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan fasilitas pendidikan sebesar satu persen, maka akan menurunkan persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Koefisien ρ sebesar 0.480 menunjukkan bahwa adanya peningkatan pengaruh dari wilayah yang mengelilingi suatu kabupaten, maka akan meningkatkan persentase kemiskinan suatu kabupaten. Kebaikan model yang dihasilkan oleh model SAR dapat dilihat melalui nilai R2 dan AIC. Nilai R2 dan AIC yang diperoleh untuk model ini masing-masing sebesar 57.18% dan 647.080.

Pemeriksaan Asumsi Model SAR

Setelah mendapatkan model SAR maka dilakukan pemeriksaan asumsi untuk model tersebut. Kenormalan sisaan diuji secara formal dengan menggunakan uji KS. Hasil uji kenormalan sisaan untuk model SAR ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai KS yang diperoleh sebesar 0.069 dengan nilai-p lebih besar dari 0.150. Nilai-p yang dihasilkan lebih

besar dari α=5% sehingga H0 diterima, artinya

sisaan menyebar normal pada α=5%.

Gambar 4 Uji kenormalan sisaan untuk model SAR

Kehomogenan ragam sisaan dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji BP. Nilai BP yang dihasilkan sebesar 1.328. Nilai tersebut lebih besar dari sehingga H0 diterima, artinya ragam sisaan

homogen pada α=5%.

Kebebasan sisaan diuji secara formal dengan menggunakan uji DW. Nilai DW yang dihasilkan sebesar 2.222. Pada k=3, α=5%, n=112 dihasilkan nilai dL=1.637 dan dU=1.747. Nilai DW yang dihasilkan lebih besar dibandingkan nilai Durbin Upper (dU) sehingga H0 diterima. Hal ini mengindikasikan

(18)

10

Model Galat Spasial (SEM)

Model SEM memiliki kriteria bahwa nilai

ρ=0 dan λ≠0. Pembentukan model SEM diawali dengan menguji ketergantungan sisaan spasial. Jika model yang dihasilkan memiliki ketergantungan sisaan spasial, maka model SEM dapat digunakan. Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SEM dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Pendugaan dan pengujian parameter model SEM

Prediktor Koefisien z Pr(>|z|) Intersep -19.642 0.795 0.427

Tabel 8 menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2), fasilitas pendidikan (X10), dan

sisaan spasial (λ) berpengaruh nyata terhadap

persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah

tersebut yang lebih kecil dari α=5%. Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah meregresikan kembali peubah penjelas yang berpengaruh nyata dengan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SEM dengan menggunakan dua peubah penjelas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pendugaan dan pengujian parameter model SEM dengan menggunakan dua peubah penjelas

Prediktor Koefisien z Pr(>|z|) Intersep 10.341 6.108 0.000* X2 8.813 6.273 0.000*

X10 -0.310 -2.229 0.041*

λ 0.518 5.370 0.000*

*) signifikan pada α=5%

Tabel 9 menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2), fasilitas pendidikan (X10), dan

sisaan spasial (λ) berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau

Jawa pada α=5%. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat nilai-p dari peubah-peubah

tersebut yang lebih kecil dari α=5%. Koefisien

λ yang signifikan mengindikasikan bahwa H0

pada model SEM ditolak, artinya ketergantungan sisaan pada spasial berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Persamaan SEM yang diperoleh adalah sebagai berikut:

̂ (11)

Persamaan (11) menunjukkan bahwa peubah desa pertanian (X2) memiliki hubungan positif

dengan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan desa pertanian sebesar satu persen, maka akan meningkatkan persentase kemiskinan suatu kabupaten. Sementara itu, peubah fasilitas pendidikan (X10) memiliki hubungan negatif dengan

persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan fasilitas pendidikan sebesar satu persen, maka akan menurunkan persentase kemiskinan suatu kabupaten.

Koefisien λ sebesar 0.518 mengindikasikan bahwa adanya peningkatan pengaruh sisaan dari wilayah yang mengelilingi suatu kabupaten, maka akan meningkatkan persentase kemiskinan suatu kabupaten. Kebaikan model yang dihasilkan oleh model SEM dapat dilihat melalui nilai R2 dan AIC. Nilai R2dan AIC yang diperoleh untuk model ini masing-masing sebesar 50.99% dan 653.650.

Pemeriksaan Asumsi Model SEM

Setelah mendapatkan model SEM maka dilakukan pemeriksaan asumsi untuk model tersebut.

Gambar 5 Uji kenormalan sisaan untuk model SEM

Kenormalan sisaan diuji secara formal dengan menggunakan uji KS. Gambar 5 menunjukkan

(19)

11

hasil uji kenormalan sisaan untuk SEM. Nilai KS yang diperoleh sebesar 0.077 dengan nilai-p sebesar 0.101. Nilai-nilai-p yang dihasilkan lebih besar dari α=5% sehingga H0 diterima, artinya

sisaan menyebar normal pada α=5%.

Kehomogenan ragam sisaan dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji BP. Nilai BP yang dihasilkan sebesar 1.283. Nilai tersebut lebih besar dari sehingga H0 diterima, artinya ragam sisaan

homogen pada α=5%.

Kebebasan sisaan diuji secara formal dengan menggunakan uji DW. Nilai DW yang dihasilkan sebesar 2.149. Pada k=3, α=5%, n=112 dihasilkan nilai dL=1.637 dan dU=1.747. Nilai DW yang dihasilkan lebih besar dibandingkan nilai Durbin Upper (dU) sehingga H0 diterima. Hal ini mengindikasikan

bahwa sisaan saling bebas pada α=5%.

Ukuran Kebaikan Model SAR dan SEM Model regresi spasial terbaik dipilih dengan melihat besarnya nilai kebaikan model. Kebaikan suatu model dapat dilihat dari nilai R2 dan AIC yang dihasilkan. Nilai R2 yang lebih besar dibandingkan model lainnya menunjukkan bahwa model tersebut lebih baik dibandingkan model lainnya. Nilai AICyang lebih kecil dibandingkan model lainnya menunjukkan bahwa model tersebut lebih baik dibandingkan model lainnya. Tabel 10 menunjukkan ukuran kebaikan model yang dihasilkan oleh model SAR dan SEM.

Tabel 10 Ukuran kebaikan model SAR dan penelitian ini tidak terlalu besar adalah ukuran pengamatan yang besar yaitu 112 kabupaten. Akan tetapi, secara keseluruhan nilai R2 yang dihasilkan oleh model SAR lebih besar dibandingkan SEM. Selain itu, nilai AIC yang dihasilkan oleh model SAR lebih kecil dibandingkan SEM. Hal ini menunjukkan bahwa model SAR lebih baik digunakan dalam memodelkan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Perbadingan Koefisien Parameter Regresi Klasik dan Spasial

Tabel 11 menunjukkan ringkasan koefisien parameter yang dihasilkan oleh model regresi klasik (OLS) dan spasial.

Tabel 11 Ringkasan koefisien model regresi klasik (OLS) dan spasial

Pendugaan koefisien untuk pengaruh dari peubah respon jauh lebih besar dalam SEM daripada model SAR. Selain itu, besarnya dugaan koefisien yang dihasilkan oleh OLS cenderung lebih besar dibandingkan model SAR dan SEM. Hal ini terjadi karena model OLS tidak memperhitungkan pengaruh spasial yang ada dalam peubah respon. Selain itu, dampak dari peningkatan peubah respon wilayah ke-i akan berpengaruh langsung kepada wilayah ke-j. Besarnya pengaruh tersebut digambarkan oleh besarnya nilai

koefisien ρ.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Model Otoregresif Spasial (SAR) memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 57.18% dan AIC sebesar 647.080, sedangkan dan Model Galat Spasial (SEM) memiliki nilai R2 sebesar 50.99% dan AIC sebesar 653.650. Nilai R2 yang dihasilkan oleh model SAR lebih besar dibandingkan SEM. Selain itu, nilai AIC yang dihasilkan oleh model SAR lebih kecil dibandingkan SEM. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model SAR lebih baik daripada SEM dalam memodelkan persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Pada model SAR peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan di Pulau Jawa adalah persentase desa pertanian (X2), persentase fasilitas

pendidikan (X10), dan kemiskinan kabupaten

(20)

12

Saran

Pemerintah perlu melakukan pemerataan pembangunan antar kabupaten untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menurunkan persentase desa pertanian di suatu kabupaten. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan fasilitas pendidikan untuk mengatasi kemiskinan suatu kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models, Kluwer Academic Publishers. Netherlands.

Anselin L. 1999. Spatial Econometrics. Dallas: School of Social Sciences.

Anselin L. 2009. Spatial Regression. Fotheringham AS, PA Rogerson, editor, Handbook of Spatial Analysis. London : Sage Publications. hlmn 255-275.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2005. A Food Insecurity Atlas of Indonesia. Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI: Jakarta

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Kemiskinan di Indonesia dan Penanggulangannya. [terhubung berkala]. http://www.bappenas.go.id [1 September 2012].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Draper NR, H. Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan. Bambang Sumantri, penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

Dray S, Pierre L, Pedro RP. 2006. Spatial modeling: a comprehensive framework for principal coordinate analysis of neighbor matrices (PCNM). Ecological Modelling 196 483-493. Department of Biology, University of Regina.

Fotheringham AS, PA Rogerson. 2009. Spatial Analysis. London: Sage Publications, Inc. Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis

ArchView GIS. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Purwaningsih T. 2011. Penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga status kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(21)

19

(22)

14

Lampiran 1 Daftar peubah penjelas yang digunakan dalam analisis

Sektor Peubah Definisi Keterangan

Kependudukan dan ketenagakerjaan

X1 Buruh tani %

X2 Desa pertanian Desa yang sumber penghasilan utama

mayoritas penduduknya berasal dari sektor/bidang usaha pertanian tanaman pangan dan tanaman pertanian lainnya; peternakan; jasa pertanian dan peternakan; kehutanan dan penebangan hutan; perburuan/penangkapan, dan pembiakan binatang liar; perikanan laut dan perikanan darat.

Desa tani/total desa di kabupaten tersebut

X3 Desa

pertambangan

Desa yang sumber penghasilan utama mayoritas penduduknya berasal dari sektor/bidang usaha pertambangan dan penggalian, seperti pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi biji logam, penggalian batu-batuan, tanah liat, pasir, penambangan dan penggalian garam, pertambangan mineral bahan kimia dan bahan pupuk, penambangan gips, aspal dan lain-lain.

Desa tambang/total desa di kabupaten tersebut

X4 Desa industri Desa yang sumber penghasilan utama

mayoritas penduduknya berasal dari sektor/bidang usaha pengubahan bahan baku menjadi barang setengah jadi atau jadi, dari barang yang nilainya lebih rendah menjadi barang yang lebih tinggi nilainya.

Desa industri/total desa di kabupaten tersebut

X5 Desa

perdagangan

Desa yang sumber penghasilan utama mayoritas penduduknya berasal dari sektor/bidang usaha jual beli barang termasuk juga usaha restoran/rumah makan dan minuman, katering, restorasi di kereta api, kafetaria, kantin, warung, dan lain-lain.

Desa dagang/total desa di kabupaten tersebut

X6 Desa jasa Desa yang sumber penghasilan utama

mayoritas penduduknya berasal dari sektor/bidang usaha yang menyediakan layanan (service) dengan tujuan untuk dijual baik seluruh atau sebagian,

(23)

15

Sektor Peubah Definisi Keterangan

Pendidikan dan Kesehatan

X10 Fasilitas

pendidikan

Fasilitas

pendidikan/total desa di kabupaten tersebut X11 Fasilitas

kesehatan

Fasilitas kesehatan/total desa di kabupaten tersebut

Ekonomi

X12 Industri skala

kecil dan rumah tangga

Industri skala kecil dan rumah tangga/total

X13 Pasar Pasar/total desa di

kabupaten tersebut

X14 Fasilitas kredit Fasilitas kredit/total

desa di kabupaten tersebut

Angkutan, komunikasi, dan informasi

X15 Stasiun TV

yang dapat diterima di desa

Stasiun tv diterima/total desa di kabupaten tersebut

X16 Jalan aspal di

sebuah desa

Panjang jalan aspal dibagi total desa di kabupaten tersebut dikalikan 100%

X17 Jalan yang

dapat digunakan oleh kendaraan beroda empat

(24)

16

Lampiran 2 Sintaks program R yang digunakan dalam penelitian

Membaca Data

> skripsi1<-read.table("D:/kemiskinan.csv",sep=",",header=TRUE) > attach(skripsi1)

> bobot<-read.table("D:/mbobot.csv",sep=",",header=FALSE) > bot<-as.matrix(bobot)

> mat2listw(bot)

Model Regresi Klasik

> linier<-lm(Y~X2+X4+X7+X9+X10+X11+X13+X14+X15+X16, data=skripsi1) > summary (linier)

> linier<-lm(Y~X2+X10, data=skripsi1) > bptest( Y~X2+X10, data=skripsi1) > dwtest(Y~X2+X10, data=skripsi1)

Uji Lagrange Multiplier

> reg<-lm(Y~X2+X4+X7+X9+X10+X11+X13+X14+X15+X16, data=skripsi1) > LM<-lm.LMtests(reg,mat2listw(bot),test=c("LMerr", "LMlag"))

> LM

Model SAR

> sar1<-lagsarlm(Y~X2+X4+X7+X9+X10+X11+X13+X14+X15+X16, data=skripsi1, mat2listw(bot)) > summary(sar1)

> sar2<-lagsarlm(Y~X2+X10, data=skripsi1, mat2listw(bot)) > summary(sar2)

Model SEM

> sem1<-errorsarlm(Y~X2+X4+X7+X9+X10+X11+X13+X14+X15+X16, data=skripsi1, mat2listw(bot)) > summary(sem1)

(25)

17

(26)

18

Lampiran 4 Hasil korelasi Pearson

Peubah Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17

Y 1.00

X1 0.61 1.00

X2 0.69 0.87 1.00

X3 0.07 -0.01 -0.01 1.00

X4 -0.40 -0.48 -0.53 -0.08 1.00

X5 -0.56 -0.71 -0.83 -0.03 0.28 1.00

X6 -0.54 -0.71 -0.81 0.06 0.12 0.51 1.00

X7 0.26 0.49 0.44 0.01 -0.25 -0.35 -0.35 1.00

X8 -0.50 -0.55 -0.66 0.09 0.22 0.62 0.54 -0.29 1.00

X9 0.29 0.46 0.45 -0.08 -0.33 -0.32 -0.37 0.16 -0.24 1.00

X10 -0.56 -0.55 -0.65 -0.06 0.14 0.54 0.64 -0.33 0.76 -0.25 1.00

X11 0.49 0.58 0.61 -0.09 -0.24 -0.50 -0.56 0.33 -0.56 0.12 -0.52 1.00

X12 0.46 0.64 0.71 0.06 -0.30 -0.62 -0.60 0.37 -0.43 0.36 -0.52 0.43 1.00

X13 -0.24 -0.14 -0.25 -0.01 0.08 0.23 0.22 -0.13 0.28 -0.13 0.30 -0.17 -0.21 1.00

X14 -0.21 -0.41 -0.41 -0.09 0.21 0.34 0.36 -0.25 0.08 -0.33 0.15 -0.18 -0.42 0.12 1.00

X15 -0.31 -0.48 -0.45 0.05 0.27 0.31 0.41 -0.15 0.19 -0.47 0.29 -0.13 -0.35 0.01 0.31 1.00

X16 -0.33 -0.52 -0.59 0.00 0.35 0.47 0.47 -0.27 0.31 -0.52 0.33 -0.20 -0.53 0.24 0.45 0.30 1.00

(27)

19

Lampiran 5 Hasil pemilihan peubah penjelas

Peubah All Possible Regression Backward Forward Stepwise Best Subset

X1 Buruh tani X X X X X

X2 Desa pertanian V V V V V

X3 Desa pertambangan X X X X X

X4 Desa industri X X X X X

X5 Desa perdagangan X X X X X

X6 Desa jasa X X X X X

X7 Tenaga Kerja Indonesia X X X X X

X8 Daerah kumuh X X X X X

X9 Keluarga tanpa listrik X X X X X

X10 Fasilitas pendidikan V V V V V

X11 Fasilitas kesehatan X X X X X

X12 Industri skala kecil dan

rumah tangga X X X X X

X13 Pasar X X X X X

X14 Fasilitas kredit X X X X X

X15 Stasiun TV yang dapat

diterima di desa X X X X X

X16 Jalan aspal di sebuah

desa X X X X X

X17

Jalan yang dapat digunakan oleh

kendaraan beroda empat

X X X X X

Keterangan: Tanda V menunjukkan bahwa peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah respon

(28)

20

Lampiran 6 Matriks pembobot spasial

Wilayah

W

ilay

ah

1 2 3 4 5 . . . 108 109 110 111 112 1 0 1 1 1 0 . . . 1 0 1 0 0 2 1 0 1 0 1 . . . 0 0 0 0 0 3 1 1 0 1 1 . . . 0 0 0 0 0 4 1 0 1 0 1 . . . 1 0 1 0 0 5 0 1 1 1 0 . . . 1 0 0 0 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108 1 0 0 1 1 . . . 0 1 1 0 0 109 0 0 0 0 0 . . . 1 0 0 1 1 110 1 0 0 1 0 . . . 1 0 0 0 0 111 0 0 0 0 0 . . . 0 1 0 0 1 112 0 0 0 0 0 . . . 0 1 0 1 0

Lampiran 7 Matriks pembobot spasial yang telah dinormalisasi menggunakan metode normalisasi baris

Wilayah

W

ilay

ah

1 2 3 4 5 . . . 108 109 110 111 112

1 0 0.2 0.2 0.2 0 . . . 0.2 0 0.2 0 0 2 0.2 0 0.2 0 0.2 . . . 0 0 0 0 0 3 0.3 0.3 0 0.3 0.3 . . . 0 0 0 0 0 4 0.2 0 0.2 0 0.2 . . . 0.2 0 0.2 0 0 5 0 0.2 0.2 0.2 0 . . . 0.2 0 0 0 0

. . . .

. . . .

. . . .

. . . .

. . . .

Gambar

Gambar 1  Penghitungan matriks pembobot  spasial dengan langkah ratu.
Tabel 1 Daftar jumlah desa di Pulau Jawa
Tabel 3 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik
Gambar 4  Uji kenormalan sisaan untuk model
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan desa di Kabupaten Majalengka dengan menggunakan analisis

Pemodelan data panel kemiskinan di Pulau Jawa tahun 2008-2012 menghasilkan model terbaik adalah dengan metode SDM panel pengaruh tetap, dengan matriks pembobot

Tujuan penelitian ini adalah menentukan faktor apa saja yang berpengaruh dan menerapkan model regresi spasial ensem- ble non-hybrid pada data kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah

Dari Tabel 2 terlihat bahwa faktor-faktor yang berpengaruh pada peningkatan persentase kemiskinan adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak

Dalam hal ini penulis ingin melakukan analisis yang mempengaruhi persentase kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yang terjadi di

Faktor-faktor yang berpengaruh pada persentase kemiskinan berdasarkan model SAR adalah persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau tidak

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Penerapan Model Regresi Spasial Ensemble Non-Hybrid pada Data Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah” belum pernah

Untuk itu, dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan terutama yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa,