• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial Untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten Di Pulau Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial Untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten Di Pulau Jawa"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TUTI PURWANINGSIH. Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan DIAN KUSUMANINGRUM.

Analisis regresi logistik ordinal spasial merupakan analisis yang menduga pengaruh variabel penjelas terhadap variabel respon yang berupa data ordinal dengan ditambahkan unsur spasial di dalamnya. Pengaruh Spasial yang dimaksud adalah adanya matriks kebertetanggaan antar kabupaten yang akan diperhitungkan ke dalam model regresi logistik ordinal. Variabel respon berisi data berskala ordinal berupa enam tingkatan kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak lepas dari daerah di sekelilingnya, hal ini menunjukan adanya korelasi spasial yang perlu diteliti lebih lanjut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial dan untuk membandingkan model regresi logistik ordinal spasial terhadap model regresi logistik ordinal non spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data variabel penjelas diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005 sedangkan data variabel respon diperoleh dari hasil hotspot kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada tesis Dian Kusumaningrum tahun 2010. Hasil analisis menunjukan bahwa model regresi logistik ordinal non spasial memiliki nilai Correct Classification Rate (CCR) sebesar 51.85%, sedangkan model Regresi logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR sebesar 55.56% dengan besarnya sumbangan keragaman dari variabel spasial sebesar 43.056. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model non spasialnya. Ada empat variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten di Pulau Jawa yaitu persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik dan variabel spasial kemiskinan kabupaten.

(2)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya di Indonesia. Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Masing-masing provinsi terdiri dari beberapa kabupaten.

Setiap provinsi memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan warganya terutama dalam hal mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada setiap kabupaten. Dana yang tersedia untuk program ini terbatas, untuk itu perlu ada pemilihan kabupaten yang berhak sebagai objek pada program ini. Salah satu caranya adalah dengan mengkategorikan

kabupaten menjadi enam tingkatan

kemiskinan sehingga penyaluran dananya memiliki skala prioritas. Status kemiskinan suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh status kemiskinan di kabupaten sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial. Berdasarkan Hukum I Geografi, segala sesuatu berhubungan satu sama lain tetapi sesuatu yang berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan yang berjauhan (Lee dan Wong 2001). Thaib (2008) dan Suprapti (2009) melakukan permodelan logistik spasial terhadap status kemiskinan tetapi masih pada level desa. Kedua penelitian tersebut menggunakan respon biner (miskin dan tidak miskin) dalam penelitiannya serta menyimpulkan bahwa pendugaan kemiskinan suatu desa dengan menggunakan regresi logistik spasial akan menghasilkan pendugaan yang lebih baik dibandingkan dengan regresi logistik non spasial. Regresi logistik spasial dengan respon ordinal belum pernah dilakukan sebelumnya serta studi kasus pada level kabupaten juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka dari itu penulis ingin mencoba melakukan permodelan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan pada level kabupaten.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Dian Kusumaningrum, M.Si

berjudul “Hotspot Analysis on Poverty,

Unemployment, and Food Security in Java,

Indonesia”. Penelitiannya dibuat dalam rangka

menyelesaikan studi pascasarjananya di Statistika IPB tahun 2010. Salah satu metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik ordinal untuk mengetahui faktor-faktor yang

spasial, sehingga dilanjutkan oleh penulis dengan menggunakan metode analisis yang sama tapi ditambahkan pengaruh spasial kedalam analisisnya sebagai variabel penjelas baru. Sehingga topik penelitian yang di angkat oleh penulis adalah penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial. 2. Membandingkan model regresi logistik

ordinal spasial dengan model regresi logistik ordinal non spasial.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Indonesia merupakan negara berkembang, sebagian besar penduduknya mengalami

masalah kemiskinan. Secara umum

kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan.

Ada beberapa definisi tentang kemiskinan yang dibuat oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik sebuah rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah ukuran minimum pendapatan seseorang yang masih dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

(3)

4

Regresi Logistik Ordinal Spasial

Regresi Logistik Ordinal Spasial

merupakan merupakan analisis yang

memasukan pengaruh spasial kedalam model regresi logistik ordinal. Model regresi logistik ordinal pada Hosmer dan Lemeshow (2000) adalah sebagai berikut:

Log = - Xβ+

Kemudian model regresi spasial berdasarkan Ward dan Gleditsch (2008) adalah sebagai berikut:

y= Xβ + Wy +

Dengan W adalah matriks pembobot spasial yang kemudian dikalikan dengan vektor variabel respon y. Kemudian dalam penelitian ini, model regresi logistik ordinal ditambahi dengan unsur spasial sebagai variabel penjelas baru. Model yang dibentuk sebagai berikut:

Log = -Xβ- Wy +

Dengan s merupakan kategori ke-s dari variabel tak bebas. Wy adalah variabel spasial hasil perkalian matriks pembobot spasial (W) dengan vektor variabel respon y. Secara umum proses pendugaan parameternya meliputi pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan serta interpretasi mengikuti kaidah dalam regresi logistik ordinal.

Kesesuaian Model

Kesesuaian model menggunakan Correct Classification Rate (CCR). CCR merupakan persentase ketepatan nilai dugaan dengan pengamataannya. CCR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

CCR

=

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan Lemeshow 2000).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data untuk variabel penjelas dan untuk variabel respon. Data variabel penjelas diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2005 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005. Kemudian data tersebut digunakan pada penelitian Kusumaningrum (2010) untuk membuat hotspot tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Selanjutnya hasil hotspot tingkat kemiskinan kabupaten tersebut digunakan sebagai data variabel respon pada penelitian ini.

Daftar variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Lampiran 1 yaitu sebanyak 24 variabel. Variabel respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori kemiskinan kabupaten yang didasarkan pada tiga indikator utama, disajikan pada Tabel 1 ada enam kategori tingkat kemiskinan, semakin mendekati kategori 6 berarti kabupaten tersebut cenderung semakin miskin, semakin mendekati kategori 1 berarti kabupatten tersebut cenderung kaya.

Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan

Poor Makanan Pengangguran

Kategori variabel respon

Ya(3) Ya(2) Ya(1) 6

Ya(3) Ya(2) Tidak(0) 5

Ya(3) No(0) Ya(1) 4

Tidak(0) Ya(2) Ya (1) 3

Ya(3) Tidak(0) Tidak(0) 3

Tidak(0) Ya(2) Tidak(0) 2

Tidak(0) Tidak(0) Ya(1) 1

Tidak(0) Tidak(0) Tidak(0) 0

Keterangan: Kabupaten yang memiliki kategori 0 (kaya), tidak dimasukan dalam model.

Penelitian ini menggunakan studi kasus kabupaten-kabupaten yang terdapat di Pulau Jawa. Daftar jumlah kabupaten untuk masing-masing Provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar jumlah kabupaten

No Nama Provinsi Jumlah

Kabupaten

1 DKI Jakarta 5

2 Jawa barat 22

3 Banten 6

4 Jawa Tengah 35

5 DI Yogyakarta 5

6 Jawa Timur 37

Metode

Untuk mencapai tujuan-tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial, dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan variabel-variabel penjelas dan variabel respon yang akan digunakan dalam analisis.

(4)

5

langsung dan 0 jika tidak berbatasan langsung.

3. Membuat matriks pembobot spasial (W)

4. Mengalikan matriks pembobot spasial

W dengan vektor y untuk membentuk variabel spasial

5. Mengecek asumsi regresi logistik dengan mempertimbangkan kondisi riil data.

6. Membentuk model regresi logistik ordinal yang telah ditambahkan variabel spasial menggunakan 100% data.

7. Menguji signifikansi variabel penjelas dan variabel spasial.

b. Untuk mengevaluasi model regresi logistik ordinal spasial terhadap model regresi logistik ordinal, dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Membentuk regresi logistik ordinal non spasial dengan 100% data. 2. Menghitung nilai CCR dari model

regresi logistik ordinal non spasial. 3. Menduga nilai variabel respon dengan

regresi logistik ordinal spasial menggunakan 100% data.

4. Mengukur nilai CCR dari model regresi logistik ordinal spasial. 5. Membandingkan nilai CCR dari

model regresi logistik ordinal spasial terhadap model non spasialnya untuk menentukan model yang terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel respon berupa enam kategori kemiskinan kabupaten dan 24 variabel penjelas. Sebaran kategori kemiskinan kabupaten kurang merata dengan masing-masing jumlahnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Kabupaten dengan tingkat kemiskinan kategori 5 dan kategori 1 jumlahnya lebih banyak dari pada kategori lainnya. Sedangkan kabupaten dengan tingkat kemiskinan kategori 3 dan 6 memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kategori lainnya. Sebaran kategori kemiskinan tidak merata, sehingga fungsi penghubung yang digunakan dalam penelitian ini adalah logit, karena dapat digunakan untuk kebanyakan distribusi data baik yang sebarannya merata maupun yang tidak merata.

Uji Asumsi Regresi Logistik Deteksi multikolinearitas dan penanganan-nya

Nilai korelasi antar variabel penjelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai tersebut menunjukan beberapa variabel terdapat korelasi yang cukup tinggi dan ada juga yang cukup rendah. Penanganan multikolinearitas yang penulis lakukan dengan memilih salah satu X yang bisa digunakan untuk mewakili variabel penjelas lain yang berkorelasi kuat dengannya. Sehingga penulis menggunakan 15 variabel yang tidak berkorelasi kuat dari 24 variabel yang ada sebagai variabel penjelas dalam pembentukan model. Daftar 15 variabel penjelas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Regresi Logistik Ordinal Non Spasial

Setelah memodelkan regresi logistik ordinal non spasial menggunakan 15 variabel penjelas didapatkan hasil pada Tabel 3 bahwa model ini memiliki nilai rasio likelihood G sebesar 63.44 dengan nilai p=0.00 yang mengindikasikan bahwa H0 di tolak artinya

sedikitnya ada satu variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten. Kemudian dari hasil uji wald didapatkan bahwa ada tujuh variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10% yaitu fasilitas pendidikan, persentase desa industri, fasilitas kredit, persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik dan rasio perusahaan pertanian. Terdapat korelasi negatif antara rasio fasilitas kredit, persentase desa perdagangan, persentase keluarga tanpa listrik dan rasio perusahaan dengan variabel responnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase atau rasio variabel-variabel tersebut maka peluang sebuah

1 2 3 4 5 6

26 14 8 15 36 9 Ju ml ah k ab u p at en

(5)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya di Indonesia. Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Masing-masing provinsi terdiri dari beberapa kabupaten.

Setiap provinsi memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan warganya terutama dalam hal mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada setiap kabupaten. Dana yang tersedia untuk program ini terbatas, untuk itu perlu ada pemilihan kabupaten yang berhak sebagai objek pada program ini. Salah satu caranya adalah dengan mengkategorikan

kabupaten menjadi enam tingkatan

kemiskinan sehingga penyaluran dananya memiliki skala prioritas. Status kemiskinan suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh status kemiskinan di kabupaten sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial. Berdasarkan Hukum I Geografi, segala sesuatu berhubungan satu sama lain tetapi sesuatu yang berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan yang berjauhan (Lee dan Wong 2001). Thaib (2008) dan Suprapti (2009) melakukan permodelan logistik spasial terhadap status kemiskinan tetapi masih pada level desa. Kedua penelitian tersebut menggunakan respon biner (miskin dan tidak miskin) dalam penelitiannya serta menyimpulkan bahwa pendugaan kemiskinan suatu desa dengan menggunakan regresi logistik spasial akan menghasilkan pendugaan yang lebih baik dibandingkan dengan regresi logistik non spasial. Regresi logistik spasial dengan respon ordinal belum pernah dilakukan sebelumnya serta studi kasus pada level kabupaten juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka dari itu penulis ingin mencoba melakukan permodelan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan pada level kabupaten.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Dian Kusumaningrum, M.Si

berjudul “Hotspot Analysis on Poverty,

Unemployment, and Food Security in Java,

Indonesia”. Penelitiannya dibuat dalam rangka

menyelesaikan studi pascasarjananya di Statistika IPB tahun 2010. Salah satu metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik ordinal untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Metode analisis tersebut belum mengakomodir pengaruh

spasial, sehingga dilanjutkan oleh penulis dengan menggunakan metode analisis yang sama tapi ditambahkan pengaruh spasial kedalam analisisnya sebagai variabel penjelas baru. Sehingga topik penelitian yang di angkat oleh penulis adalah penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial. 2. Membandingkan model regresi logistik

ordinal spasial dengan model regresi logistik ordinal non spasial.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Indonesia merupakan negara berkembang, sebagian besar penduduknya mengalami

masalah kemiskinan. Secara umum

kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan.

Ada beberapa definisi tentang kemiskinan yang dibuat oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik sebuah rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah ukuran minimum pendapatan seseorang yang masih dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

(6)

2

mengandalkan hidupnya dengan tenaganya; (3) kondisi fisik perumahan yang sangat memprihatinkan; (4) keterbatasan sarana dan prasarana (transportasi, telekomunikasi dan informasi); dan (5) kondisi kesehatan keluarga yang memprihatinkan, serta pengeluaran rumah tangga didominasi untuk pangan, terutama bahan pangan pokok.

Regresi Logistik Ordinal

Regresi logistik ordinal digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah respon yang berskala ordinal dengan peubah-peubah penjelasnya. Jika diasumsikan terdapat peubah respon Y berskala ordinal dengan S kategori dan = (x1, x2, …, xp) adalah vektor variabel

penjelas, maka peluang dari variabel respon kategori ke-k pada peubah penjelas X tertentu dapat dinyatakan dengan P[Y=s|x]= dan peluang kumulatifnya adalah (Hosmer & Lemeshow 2000)

Model logit kumulatif didefinisikan dengan:

dimana dan adalah

threshold model serta merupakan vektor koefisien regresi.

Metode pendugaan parameter yang dapat digunakan pada regresi logistik ordinal diantaranya adalah dengan metode Maximum Likelihood. Metode ini dapat dilakukan jika antara amatan yang satu dengan yang lain diasumsikan saling bebas. Fungsi likelihood -nya untuk sebuah sampel dengan n observasi independent, (yi, xi), i=1,2,…,n, dapat

dinyatakan sebagai berikut (Hosmer & Lemeshow 2000) :

 Dengan jumlah observasi=1 :

 Dengan n observasi :

dimana :

Sedangkan fungsi log likelihood-nya adalah :

Selanjutnya, untuk memperoleh penduga parameter dari regresi logistik ordinal adalah dengan memaksimumkan fungsi log likelihood tersebut terhadap parameternya.

Pengujian Signifikansi Model

Uji rasio Likelihood terhadap model digunakan untuk menduga parameter dengan hipotesis :

H0 : =… = = 0

H1 : sedikitnya ada satu 0; i=1,2,…,p,

dimana i adalah jumlah variabel penjelas.

Uji rasio Likelihood menggunakan G statistic, dimana G = -2 ln(L0/Lk) dimana L0

adalah fungsi Likelihood tanpa variabel penjelas dan Lk adalah fungsi Likelihood

dengan variabel penjelas (Hosmer & Lemeshow 2000). Jika H0 benar Statistik G

akan mengikuti sebaran Chi-square dengan derajat bebas p dan Ho akan ditolak jika nilai G > X2(p,α) atau p-value < α.

Uji Wald digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing koefisien di dalam model. Hipotesisnya adalah :

H0 : = 0

H1: 0; i=1,2,…,p, dimana i

adalah jumlah variabel penjelas. Uji Wald menghitung sebuah statistik W, yang dirumuskan sebagai

=[ ]2

Tolak H0 jika |W| > Z2α/2 atau p-value < α

(Agresti 2007).

Asumsi Regresi Logistik

Regresi logistik terkenal dibidangnya karena memudahkan peneliti mengatasi banyak asumsi yang membatasi penggunaan regresi OLS (Ordinary least Square):

1. Regresi Logistik tidak mengasumsikan hubungan linear antar variabel respon dan variabel penjelasnya.

2. Variabel penjelas tidak harus berdistribusi

normal (tetapi mengasumsikan

distribusinya masih dalam keluarga distribusi eksponensial seperti normal, poisson, binomial, gamma). Solusi akan lebih stabil jika variabel penjelas berdistribusi multivariate normal.

(7)

3

5. Regresi logistik tidak mengharuskan variabel penjelas memiliki skala pengukuran interval.

Bagaimanapun asumsi lain masih

menerapkan:

1. Data tidak memiliki pencilan. Dalam regresi logistik, pencilan dapat mempengaruhi hasil dugaan parameter secara signifikan. Peneliti harus menganalisis standardized residuals dari pencilan tersebut dan membandingkannya kembali dengan model yang pencilannya sudah dikeluarkan atau memodelkannya secara terpisah.

2. Sebaiknya tidak boleh ada

multikolinearitas antar variabel

penjelasnya. Jika ada korelasi yang tinggi antar variabel penjelas, maka galat baku dari koefisien logit akan meningkat. Multikolinearitas tidak mengubah besarnya hasil dugaan parameter, hanya dapat mengubah reliabilitasnya (Garson 2010).

Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan analisis yang memasukan pengaruh spasial atau ruang ke dalam analisisnya. Pada analisis spasial selalu ada korelasi antar ruang yang biasa disebut korelasi spasial. Jadi tiap amatan tidak bebas stokastik (Ward & Gleditsch 2008).

Tipe data spasial antara lain data titik, data garis, data poligon dan data latis. Data titik terbagi menjadi titik diskret dan titik kontinu. Data garis misalkan peta jalan, sungai atau garis pantai. Data Poligon contohnya seperti peta kebun karena memiliki bentuk segi tidak beraturan. Kemudian data latis misalkan peta provinsi yang di dalamnya terdapat kabupaten.

Matriks Contiguity

Matriks contiguity adalah matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Kedekatan suatu daerah dihitung berdasarkan Queen criterion. Queen criterion merupakan gerakan langkah ratu pada pion catur yaitu menunjukan daerah yang menghimpit pion catur kearah kanan, kiri, atas dan bawah (Gambar 1a). Matriks contiguity menunjukan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika daerah-i bertetangga langsung dengan daerah-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika daerah-i tidak bertetangga dengan daerah-j. Lee dan Wong (2001) menyebut matriks ini dengan binary matrix, dan juga disebut connectivity matrix, yang dinotasikan dengan C, dan cij merupakan

nilai dalam matriks baris ke-i dan kolom ke-j.

Nilai cij adalah 1 jika antar daerah-i

bertetangga dengan daerah-j dan cij bernilai 0

jika i tidak bertetangga dengan daerah-j. Nilai pada matriks ini akan digunakan untuk perhitungan matriks pembobot spasial W. Isi dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i dan kolom ke-j adalah wij. Nilai wij pada

penelitian ini, yaitu:

w

ij

=

Di bawah ini adalah contoh proses penghitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu. Dimisalkan ada sembilan

kabupaten yang saling bertetangga

(Fotheringham & Rogerson 2009).

1

2

3

4

5

6

7

8

9

a. Langkah ratu (Queen criterion)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 3

2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 5

3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3

4 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5

5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8

6 0 1 1 0 1 0 0 1 1 5

7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 3

8 0 0 0 1 1 1 1 0 1 5

9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 3

b. Matrik Contiguity

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ

1

0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0 1

2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0 1

3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0 1

4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0 1

5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8 1

6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5 1

7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 1

8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5 1

9 0 0 0 0 1/3 1/3 0 1/3 0 1 c. Matrik pembobot spasial Gambar 1 Penghitungan matrik pembobot

(8)

4

Regresi Logistik Ordinal Spasial

Regresi Logistik Ordinal Spasial

merupakan merupakan analisis yang

memasukan pengaruh spasial kedalam model regresi logistik ordinal. Model regresi logistik ordinal pada Hosmer dan Lemeshow (2000) adalah sebagai berikut:

Log = - Xβ+

Kemudian model regresi spasial berdasarkan Ward dan Gleditsch (2008) adalah sebagai berikut:

y= Xβ + Wy +

Dengan W adalah matriks pembobot spasial yang kemudian dikalikan dengan vektor variabel respon y. Kemudian dalam penelitian ini, model regresi logistik ordinal ditambahi dengan unsur spasial sebagai variabel penjelas baru. Model yang dibentuk sebagai berikut:

Log = -Xβ- Wy +

Dengan s merupakan kategori ke-s dari variabel tak bebas. Wy adalah variabel spasial hasil perkalian matriks pembobot spasial (W) dengan vektor variabel respon y. Secara umum proses pendugaan parameternya meliputi pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan serta interpretasi mengikuti kaidah dalam regresi logistik ordinal.

Kesesuaian Model

Kesesuaian model menggunakan Correct Classification Rate (CCR). CCR merupakan persentase ketepatan nilai dugaan dengan pengamataannya. CCR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

CCR

=

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan Lemeshow 2000).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data untuk variabel penjelas dan untuk variabel respon. Data variabel penjelas diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2005 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005. Kemudian data tersebut digunakan pada penelitian Kusumaningrum (2010) untuk membuat hotspot tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Daftar variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Lampiran 1 yaitu sebanyak 24 variabel. Variabel respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori kemiskinan kabupaten yang didasarkan pada tiga indikator utama, disajikan pada Tabel 1 ada enam kategori tingkat kemiskinan, semakin mendekati kategori 6 berarti kabupaten tersebut cenderung semakin miskin, semakin mendekati kategori 1 berarti kabupatten tersebut cenderung kaya.

Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan

Poor Makanan Pengangguran

Kategori variabel respon

Ya(3) Ya(2) Ya(1) 6

Ya(3) Ya(2) Tidak(0) 5

Ya(3) No(0) Ya(1) 4

Tidak(0) Ya(2) Ya (1) 3

Ya(3) Tidak(0) Tidak(0) 3

Tidak(0) Ya(2) Tidak(0) 2

Tidak(0) Tidak(0) Ya(1) 1

Tidak(0) Tidak(0) Tidak(0) 0

Keterangan: Kabupaten yang memiliki kategori 0 (kaya), tidak dimasukan dalam model.

Penelitian ini menggunakan studi kasus kabupaten-kabupaten yang terdapat di Pulau Jawa. Daftar jumlah kabupaten untuk masing-masing Provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar jumlah kabupaten

No Nama Provinsi Jumlah

Kabupaten

1 DKI Jakarta 5

2 Jawa barat 22

3 Banten 6

4 Jawa Tengah 35

5 DI Yogyakarta 5

6 Jawa Timur 37

Metode

Untuk mencapai tujuan-tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial, dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan variabel-variabel penjelas dan variabel respon yang akan digunakan dalam analisis.

(9)

8

H1 : variabel spasial memberikan

sumbangan keragaman terhadap model regresi logistik ordinal. Nilai Likelihood Ratio sebesar:

LR = 2 x ( -137.737 - (-159.265) = 43.056

Dengan taraf nyata α = 0.1, = 2.71,

maka LR > 2.71 maka Ho diterima, artinya variabel spasial mampu menyumbangkan keragaman pada model regresi logistik ordinal spasial dengan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 43.056.

Perbandingan Model Regresi Logistik Ordinal Spasial dan Non Spasial

Dengan membandingkan nilai CCR antara model regresi logistik ordinal spasial dengan model nonspasialnya, dapat dikatakan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model regresi logistik ordinal non spasial. Hal ini karena model regresi logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR yang lebih tinggi yaitu sebesar 55.56%, dibandingkan model non spasialnya yang hanya memiliki nilai CCR sebesar 51.85%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model non spasialnya. Pada model tersebut terdapat empat variabel penjelas yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan kabupaten-kabupaten di Pulau Jawa yaitu persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik serta variabel spasial kemiskinan kabupaten.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini,

disarankan agar pemerintah pusat

memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan tersebut, terutama asas pemerataan ekonomi antar kabupaten, karena kita ketahui bersama bahwa kemiskinan suatu kabupaten akan menular ke kabupaten disekelilingnya. Selain itu, untuk menurunkan status kemiskinan suatu

kabupaten maka pemerintah perlu

meningkatkan persentase desa jasa. Pemerintah juga perlu memberikan perhatian khusus terhadap besarnya persentase desa perdagangan, dan persentase keluarga tanpa listrik.

Penelitian ini menggunakan kabupaten sebagai observasinya, jika datanya

memungkinkan disarankan agar menggunakan unit observasi yang lebih mikro seperti tingkat kecamatan atau bahkan tingkat desa sehingga mendapatkan hasil analisis yang lebih spesifik. Selain itu, jika menggunakan kabupaten sebagai unit observasinya maka matriks pembobot spasial sebaiknya memperhatikan jarak antar kabupaten atau akses jalan antar kabupaten, karena hubungan ekonomi antar kabupaten biasanya dicirikan dengan adanya akses jalan antar kabupaten tersebut. Kemudian faktor-faktor ekonomi makro juga perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya yang membahas topik kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 2007. Categorical Data Analysis. New Jersey: John Wiley and Sons.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional. 2004. Pendapatan Keluarga; Selayang Pandang. [link]. [BPS dan World Bank Institute]. 2002.

Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Fotheringham AS, Rogerson PA. 2009. Spatial Analysis. London: Sage Publications, Inc.

Garson GD. Logistic Regression. [link] http://www.chass.ncsu.edu [13 januari 2011].

Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic RegressionSecond Edition. New York : John Wiley and Sons.

Kusumaningrum D. 2010. Hotspot Analysis on Poverty, Unemployment, and Food Security in Java, Indonesia [Tesis].

Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis ArchView GIS. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Suprapti. 2009. Pembobot Jarak dan Titik Potong optimum dalam Regresi Logistik Spasial untuk Pendugaan Status Kemiskinan Desa di Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Thaib Z. 2008. Permodelan Regresi Logistik Spasial dengan pendekatan Matriks Contiguity [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(10)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL SPASIAL

UNTUK MENDUGA STATUS KEMISKINAN KABUPATEN

DI PULAU JAWA

TUTI PURWANINGSIH

DEPARTEMEN STATISTIKA

(11)

8

H1 : variabel spasial memberikan

sumbangan keragaman terhadap model regresi logistik ordinal. Nilai Likelihood Ratio sebesar:

LR = 2 x ( -137.737 - (-159.265) = 43.056

Dengan taraf nyata α = 0.1, = 2.71,

maka LR > 2.71 maka Ho diterima, artinya variabel spasial mampu menyumbangkan keragaman pada model regresi logistik ordinal spasial dengan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 43.056.

Perbandingan Model Regresi Logistik Ordinal Spasial dan Non Spasial

Dengan membandingkan nilai CCR antara model regresi logistik ordinal spasial dengan model nonspasialnya, dapat dikatakan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model regresi logistik ordinal non spasial. Hal ini karena model regresi logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR yang lebih tinggi yaitu sebesar 55.56%, dibandingkan model non spasialnya yang hanya memiliki nilai CCR sebesar 51.85%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model non spasialnya. Pada model tersebut terdapat empat variabel penjelas yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan kabupaten-kabupaten di Pulau Jawa yaitu persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik serta variabel spasial kemiskinan kabupaten.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini,

disarankan agar pemerintah pusat

memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan tersebut, terutama asas pemerataan ekonomi antar kabupaten, karena kita ketahui bersama bahwa kemiskinan suatu kabupaten akan menular ke kabupaten disekelilingnya. Selain itu, untuk menurunkan status kemiskinan suatu

kabupaten maka pemerintah perlu

meningkatkan persentase desa jasa. Pemerintah juga perlu memberikan perhatian khusus terhadap besarnya persentase desa perdagangan, dan persentase keluarga tanpa listrik.

Penelitian ini menggunakan kabupaten sebagai observasinya, jika datanya

memungkinkan disarankan agar menggunakan unit observasi yang lebih mikro seperti tingkat kecamatan atau bahkan tingkat desa sehingga mendapatkan hasil analisis yang lebih spesifik. Selain itu, jika menggunakan kabupaten sebagai unit observasinya maka matriks pembobot spasial sebaiknya memperhatikan jarak antar kabupaten atau akses jalan antar kabupaten, karena hubungan ekonomi antar kabupaten biasanya dicirikan dengan adanya akses jalan antar kabupaten tersebut. Kemudian faktor-faktor ekonomi makro juga perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya yang membahas topik kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 2007. Categorical Data Analysis. New Jersey: John Wiley and Sons.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional. 2004. Pendapatan Keluarga; Selayang Pandang. [link]. [BPS dan World Bank Institute]. 2002.

Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Fotheringham AS, Rogerson PA. 2009. Spatial Analysis. London: Sage Publications, Inc.

Garson GD. Logistic Regression. [link] http://www.chass.ncsu.edu [13 januari 2011].

Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic RegressionSecond Edition. New York : John Wiley and Sons.

Kusumaningrum D. 2010. Hotspot Analysis on Poverty, Unemployment, and Food Security in Java, Indonesia [Tesis].

Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis ArchView GIS. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Suprapti. 2009. Pembobot Jarak dan Titik Potong optimum dalam Regresi Logistik Spasial untuk Pendugaan Status Kemiskinan Desa di Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Thaib Z. 2008. Permodelan Regresi Logistik Spasial dengan pendekatan Matriks Contiguity [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(12)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL SPASIAL

UNTUK MENDUGA STATUS KEMISKINAN KABUPATEN

DI PULAU JAWA

TUTI PURWANINGSIH

DEPARTEMEN STATISTIKA

(13)

ABSTRAK

TUTI PURWANINGSIH. Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan DIAN KUSUMANINGRUM.

Analisis regresi logistik ordinal spasial merupakan analisis yang menduga pengaruh variabel penjelas terhadap variabel respon yang berupa data ordinal dengan ditambahkan unsur spasial di dalamnya. Pengaruh Spasial yang dimaksud adalah adanya matriks kebertetanggaan antar kabupaten yang akan diperhitungkan ke dalam model regresi logistik ordinal. Variabel respon berisi data berskala ordinal berupa enam tingkatan kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak lepas dari daerah di sekelilingnya, hal ini menunjukan adanya korelasi spasial yang perlu diteliti lebih lanjut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial dan untuk membandingkan model regresi logistik ordinal spasial terhadap model regresi logistik ordinal non spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data variabel penjelas diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005 sedangkan data variabel respon diperoleh dari hasil hotspot kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa pada tesis Dian Kusumaningrum tahun 2010. Hasil analisis menunjukan bahwa model regresi logistik ordinal non spasial memiliki nilai Correct Classification Rate (CCR) sebesar 51.85%, sedangkan model Regresi logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR sebesar 55.56% dengan besarnya sumbangan keragaman dari variabel spasial sebesar 43.056. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model non spasialnya. Ada empat variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten di Pulau Jawa yaitu persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik dan variabel spasial kemiskinan kabupaten.

(14)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL SPASIAL

UNTUK MENDUGA STATUS KEMISKINAN KABUPATEN

DI PULAU JAWA

TUTI PURWANINGSIH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN STATISTIKA

(15)

Judul Skripsi

: Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga

Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa

Nama

: Tuti Purwaningsih

NRP

: G14070013

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S.

Dian Kusumaningrum, M.Si

NIP. 196008181989031004

Mengetahui :

Ketua Departemen Statistika,

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.S.

NIP. 196504211990021001

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Karya ilmiah ini berjudul “Penerapan Regresi

Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa ”. Semoga

karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang Statistika. Terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. dan Ibu Dian Kusumaningrum, M.Si selaku pembimbing, yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan ilmu kepada penulis.

2. Ibu Utami Dyah Syafitri, S.Si, M.Si selaku penguji luar yang telah memberi arahan dan saran kepada penulis.

3. Ibu, Bapak, adik-adikku, Niki Nurhayati dan Bening Normalia Saputri. Terimakasih banyak atas doa, semangat, kasih sayang, perhatian dan dukungannya kepada penulis dari mulai kuliah sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

4. Bu Mar, Bu Tri dan Bu Aat serta seluruh staf TU Departemen Statistika IPB, yang telah sabar melayani penulis membuat berbagai surat keterangan dan mengingatkan prosedur kolokium, seminar dan sidang.

5. Mba Rina terimakasih atas ilmu dan motivasi yang selama ini menemani penulis dalam menjalani proses kuliah dan penyusunan skripsi.

6. Temen-temen satu pembimbing skripsi, Umi, Resty dan Allan yang sama-sama berjuang mencari literatur serta janjian bersama untuk mengedraft skripsi.

7. Temen-temen satu kosan, Retno, Lutfi, Asih dan mba Resa, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

8. Seluruh saudaraku di Statistika 44, terimakasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

9. Keluarga besar Statistics Centre. Terimakasih atas motivasi, kerjasama, ilmu, pengalaman, semangat, dan kepercayaannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pemicu untuk bisa berkarya lebih baik di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 20 September 1989 dari pasangan Bapak Puji Handoyo dan Ibu Chadimah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Tanjunganom pada tahun 2001. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bawang, Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banjarnegara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi mayor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta minor Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Kemiskinan ... 1

Regresi Logistik Ordinal ... 2

Pengujian Signifikansi Model... 2

Asumsi Regresi logistik ... 2

Analisis Spasial ... 3

Matriks Contiguity ... 3

Regresi Logistik Ordinal Spasial ... 4

Kesesuaian Model ... 4

BAHAN DAN METODE ... 4

Bahan ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Eksplorasi Data ... 5

Uji Asumsi Regresi Logistik ... 5

Deteksi multikolinearitas dan penanganannya ... 5

Regresi Logistik Ordinal Non Spasial ... 5

Model Regresi Logistik Ordinal Spasial ... 6

1. Pembentukan model ... 6

2. Evaluasi model regresi logistik ordinal spasial ... 6

3. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan ... 7

4. Mengidentifikasi variabel spasial ... 7

Perbandingan Model Regresi Logistik Ordinal Spasial dan Non Spasial ... 8

KESIMPULAN DAN SARAN ... 8

Kesimpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Penghitungan matrik pembobot spasial dengan langkah ratu ... 3

2 Sebaran kategori kemiskinan ... 5

DAFTAR TABEL Halaman 1 Skala ordinal kemiskinan ... 4

2 Daftar jumlah kabupaten ... 4

3 Model regresi logistik ordinal non spasial ... 6

4 CCR model regresi logistik ordinal non spasial ... 6

5 Model regresi logistik ordinal spasial ... 6

6 CCR model regresi logistik ordinal spasial ... 7

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Variabel penjelas yang digunakan dalam analisis ... 10

2 Nilai korelasi pearson antar variabel penjelas ... 11

3 Variabel penjelas yang pada akhirnya digunakan dalam pembentukan model ... 12

4 Contoh perhitungan nilai peluang untuk model regresi logistik ordinal spasial ... 13

(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya di Indonesia. Pulau Jawa terdiri dari enam provinsi yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Masing-masing provinsi terdiri dari beberapa kabupaten.

Setiap provinsi memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan warganya terutama dalam hal mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada setiap kabupaten. Dana yang tersedia untuk program ini terbatas, untuk itu perlu ada pemilihan kabupaten yang berhak sebagai objek pada program ini. Salah satu caranya adalah dengan mengkategorikan

kabupaten menjadi enam tingkatan

kemiskinan sehingga penyaluran dananya memiliki skala prioritas. Status kemiskinan suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh status kemiskinan di kabupaten sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial. Berdasarkan Hukum I Geografi, segala sesuatu berhubungan satu sama lain tetapi sesuatu yang berdekatan lebih erat hubungannya dibandingkan dengan yang berjauhan (Lee dan Wong 2001). Thaib (2008) dan Suprapti (2009) melakukan permodelan logistik spasial terhadap status kemiskinan tetapi masih pada level desa. Kedua penelitian tersebut menggunakan respon biner (miskin dan tidak miskin) dalam penelitiannya serta menyimpulkan bahwa pendugaan kemiskinan suatu desa dengan menggunakan regresi logistik spasial akan menghasilkan pendugaan yang lebih baik dibandingkan dengan regresi logistik non spasial. Regresi logistik spasial dengan respon ordinal belum pernah dilakukan sebelumnya serta studi kasus pada level kabupaten juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Maka dari itu penulis ingin mencoba melakukan permodelan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan pada level kabupaten.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Dian Kusumaningrum, M.Si

berjudul “Hotspot Analysis on Poverty,

Unemployment, and Food Security in Java,

Indonesia”. Penelitiannya dibuat dalam rangka

menyelesaikan studi pascasarjananya di Statistika IPB tahun 2010. Salah satu metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik ordinal untuk mengetahui faktor-faktor yang

spasial, sehingga dilanjutkan oleh penulis dengan menggunakan metode analisis yang sama tapi ditambahkan pengaruh spasial kedalam analisisnya sebagai variabel penjelas baru. Sehingga topik penelitian yang di angkat oleh penulis adalah penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.

Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial. 2. Membandingkan model regresi logistik

ordinal spasial dengan model regresi logistik ordinal non spasial.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Indonesia merupakan negara berkembang, sebagian besar penduduknya mengalami

masalah kemiskinan. Secara umum

kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan.

Ada beberapa definisi tentang kemiskinan yang dibuat oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik sebuah rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah ukuran minimum pendapatan seseorang yang masih dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

(21)

2

mengandalkan hidupnya dengan tenaganya; (3) kondisi fisik perumahan yang sangat memprihatinkan; (4) keterbatasan sarana dan prasarana (transportasi, telekomunikasi dan informasi); dan (5) kondisi kesehatan keluarga yang memprihatinkan, serta pengeluaran rumah tangga didominasi untuk pangan, terutama bahan pangan pokok.

Regresi Logistik Ordinal

Regresi logistik ordinal digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah respon yang berskala ordinal dengan peubah-peubah penjelasnya. Jika diasumsikan terdapat peubah respon Y berskala ordinal dengan S kategori dan = (x1, x2, …, xp) adalah vektor variabel

penjelas, maka peluang dari variabel respon kategori ke-k pada peubah penjelas X tertentu dapat dinyatakan dengan P[Y=s|x]= dan peluang kumulatifnya adalah (Hosmer & Lemeshow 2000)

Model logit kumulatif didefinisikan dengan:

dimana dan adalah

threshold model serta merupakan vektor koefisien regresi.

Metode pendugaan parameter yang dapat digunakan pada regresi logistik ordinal diantaranya adalah dengan metode Maximum Likelihood. Metode ini dapat dilakukan jika antara amatan yang satu dengan yang lain diasumsikan saling bebas. Fungsi likelihood -nya untuk sebuah sampel dengan n observasi independent, (yi, xi), i=1,2,…,n, dapat

dinyatakan sebagai berikut (Hosmer & Lemeshow 2000) :

 Dengan jumlah observasi=1 :

 Dengan n observasi :

dimana :

Sedangkan fungsi log likelihood-nya adalah :

Selanjutnya, untuk memperoleh penduga parameter dari regresi logistik ordinal adalah dengan memaksimumkan fungsi log likelihood tersebut terhadap parameternya.

Pengujian Signifikansi Model

Uji rasio Likelihood terhadap model digunakan untuk menduga parameter dengan hipotesis :

H0 : =… = = 0

H1 : sedikitnya ada satu 0; i=1,2,…,p,

dimana i adalah jumlah variabel penjelas.

Uji rasio Likelihood menggunakan G statistic, dimana G = -2 ln(L0/Lk) dimana L0

adalah fungsi Likelihood tanpa variabel penjelas dan Lk adalah fungsi Likelihood

dengan variabel penjelas (Hosmer & Lemeshow 2000). Jika H0 benar Statistik G

akan mengikuti sebaran Chi-square dengan derajat bebas p dan Ho akan ditolak jika nilai G > X2(p,α) atau p-value < α.

Uji Wald digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing koefisien di dalam model. Hipotesisnya adalah :

H0 : = 0

H1: 0; i=1,2,…,p, dimana i

adalah jumlah variabel penjelas. Uji Wald menghitung sebuah statistik W, yang dirumuskan sebagai

=[ ]2

Tolak H0 jika |W| > Z2α/2 atau p-value < α

(Agresti 2007).

Asumsi Regresi Logistik

Regresi logistik terkenal dibidangnya karena memudahkan peneliti mengatasi banyak asumsi yang membatasi penggunaan regresi OLS (Ordinary least Square):

1. Regresi Logistik tidak mengasumsikan hubungan linear antar variabel respon dan variabel penjelasnya.

2. Variabel penjelas tidak harus berdistribusi

normal (tetapi mengasumsikan

distribusinya masih dalam keluarga distribusi eksponensial seperti normal, poisson, binomial, gamma). Solusi akan lebih stabil jika variabel penjelas berdistribusi multivariate normal.

3. Variabel respon tidak harus homoskedastis untuk setiap level variabel penjelas, bahwa tidak ada asumsi ragam homogen. Ragam tidak harus sama pada masing-masing kategorinya.

(22)

3

5. Regresi logistik tidak mengharuskan variabel penjelas memiliki skala pengukuran interval.

Bagaimanapun asumsi lain masih

menerapkan:

1. Data tidak memiliki pencilan. Dalam regresi logistik, pencilan dapat mempengaruhi hasil dugaan parameter secara signifikan. Peneliti harus menganalisis standardized residuals dari pencilan tersebut dan membandingkannya kembali dengan model yang pencilannya sudah dikeluarkan atau memodelkannya secara terpisah.

2. Sebaiknya tidak boleh ada

multikolinearitas antar variabel

penjelasnya. Jika ada korelasi yang tinggi antar variabel penjelas, maka galat baku dari koefisien logit akan meningkat. Multikolinearitas tidak mengubah besarnya hasil dugaan parameter, hanya dapat mengubah reliabilitasnya (Garson 2010).

Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan analisis yang memasukan pengaruh spasial atau ruang ke dalam analisisnya. Pada analisis spasial selalu ada korelasi antar ruang yang biasa disebut korelasi spasial. Jadi tiap amatan tidak bebas stokastik (Ward & Gleditsch 2008).

Tipe data spasial antara lain data titik, data garis, data poligon dan data latis. Data titik terbagi menjadi titik diskret dan titik kontinu. Data garis misalkan peta jalan, sungai atau garis pantai. Data Poligon contohnya seperti peta kebun karena memiliki bentuk segi tidak beraturan. Kemudian data latis misalkan peta provinsi yang di dalamnya terdapat kabupaten.

Matriks Contiguity

Matriks contiguity adalah matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Kedekatan suatu daerah dihitung berdasarkan Queen criterion. Queen criterion merupakan gerakan langkah ratu pada pion catur yaitu menunjukan daerah yang menghimpit pion catur kearah kanan, kiri, atas dan bawah (Gambar 1a). Matriks contiguity menunjukan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika daerah-i bertetangga langsung dengan daerah-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika daerah-i tidak bertetangga dengan daerah-j. Lee dan Wong (2001) menyebut matriks ini dengan binary matrix, dan juga disebut connectivity matrix,

Nilai cij adalah 1 jika antar daerah-i

bertetangga dengan daerah-j dan cij bernilai 0

jika i tidak bertetangga dengan daerah-j. Nilai pada matriks ini akan digunakan untuk perhitungan matriks pembobot spasial W. Isi dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i dan kolom ke-j adalah wij. Nilai wij pada

penelitian ini, yaitu:

w

ij

=

Di bawah ini adalah contoh proses penghitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu. Dimisalkan ada sembilan

kabupaten yang saling bertetangga

(Fotheringham & Rogerson 2009).

1

2

3

4

5

6

7

8

9

a. Langkah ratu (Queen criterion)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 3

2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 5

3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3

4 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5

5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8

6 0 1 1 0 1 0 0 1 1 5

7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 3

8 0 0 0 1 1 1 1 0 1 5

9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 3

b. Matrik Contiguity

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ

1

0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0 1

2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0 1

3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0 1

4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0 1

5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8 1

6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5 1

7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 1

8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5 1

(23)

4

Regresi Logistik Ordinal Spasial

Regresi Logistik Ordinal Spasial

merupakan merupakan analisis yang

memasukan pengaruh spasial kedalam model regresi logistik ordinal. Model regresi logistik ordinal pada Hosmer dan Lemeshow (2000) adalah sebagai berikut:

Log = - Xβ+

Kemudian model regresi spasial berdasarkan Ward dan Gleditsch (2008) adalah sebagai berikut:

y= Xβ + Wy +

Dengan W adalah matriks pembobot spasial yang kemudian dikalikan dengan vektor variabel respon y. Kemudian dalam penelitian ini, model regresi logistik ordinal ditambahi dengan unsur spasial sebagai variabel penjelas baru. Model yang dibentuk sebagai berikut:

Log = -Xβ- Wy +

Dengan s merupakan kategori ke-s dari variabel tak bebas. Wy adalah variabel spasial hasil perkalian matriks pembobot spasial (W) dengan vektor variabel respon y. Secara umum proses pendugaan parameternya meliputi pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan serta interpretasi mengikuti kaidah dalam regresi logistik ordinal.

Kesesuaian Model

Kesesuaian model menggunakan Correct Classification Rate (CCR). CCR merupakan persentase ketepatan nilai dugaan dengan pengamataannya. CCR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

CCR

=

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan Lemeshow 2000).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data untuk variabel penjelas dan untuk variabel respon. Data variabel penjelas diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2005 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005. Kemudian data tersebut digunakan pada penelitian Kusumaningrum (2010) untuk membuat hotspot tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa. Selanjutnya hasil hotspot tingkat kemiskinan kabupaten tersebut digunakan sebagai data variabel respon pada penelitian ini.

Daftar variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Lampiran 1 yaitu sebanyak 24 variabel. Variabel respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori kemiskinan kabupaten yang didasarkan pada tiga indikator utama, disajikan pada Tabel 1 ada enam kategori tingkat kemiskinan, semakin mendekati kategori 6 berarti kabupaten tersebut cenderung semakin miskin, semakin mendekati kategori 1 berarti kabupatten tersebut cenderung kaya.

Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan

Poor Makanan Pengangguran

Kategori variabel respon

Ya(3) Ya(2) Ya(1) 6

Ya(3) Ya(2) Tidak(0) 5

Ya(3) No(0) Ya(1) 4

Tidak(0) Ya(2) Ya (1) 3

Ya(3) Tidak(0) Tidak(0) 3

Tidak(0) Ya(2) Tidak(0) 2

Tidak(0) Tidak(0) Ya(1) 1

Tidak(0) Tidak(0) Tidak(0) 0

Keterangan: Kabupaten yang memiliki kategori 0 (kaya), tidak dimasukan dalam model.

Penelitian ini menggunakan studi kasus kabupaten-kabupaten yang terdapat di Pulau Jawa. Daftar jumlah kabupaten untuk masing-masing Provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar jumlah kabupaten

No Nama Provinsi Jumlah

Kabupaten

1 DKI Jakarta 5

2 Jawa barat 22

3 Banten 6

4 Jawa Tengah 35

5 DI Yogyakarta 5

6 Jawa Timur 37

Metode

Untuk mencapai tujuan-tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan

kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial, dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan variabel-variabel penjelas dan variabel respon yang akan digunakan dalam analisis.

(24)

5

langsung dan 0 jika tidak berbatasan langsung.

3. Membuat matriks pembobot spasial (W)

4. Mengalikan matriks pembobot spasial

W dengan vektor y untuk membentuk variabel spasial

5. Mengecek asumsi regresi logistik dengan mempertimbangkan kondisi riil data.

6. Membentuk model regresi logistik ordinal yang telah ditambahkan variabel spasial menggunakan 100% data.

7. Menguji signifikansi variabel penjelas dan variabel spasial.

b. Untuk mengevaluasi model regresi logistik ordinal spasial terhadap model regresi logistik ordinal, dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Membentuk regresi logistik ordinal non spasial dengan 100% data. 2. Menghitung nilai CCR dari model

regresi logistik ordinal non spasial. 3. Menduga nilai variabel respon dengan

regresi logistik ordinal spasial menggunakan 100% data.

4. Mengukur nilai CCR dari model regresi logistik ordinal spasial. 5. Membandingkan nilai CCR dari

model regresi logistik ordinal spasial terhadap model non spasialnya untuk menentukan model yang terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel respon berupa enam kategori kemiskinan kabupaten dan 24 variabel penjelas. Sebaran kategori kemiskinan kabupaten kurang merata dengan masing-masing jumlahnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Kabupaten dengan tingkat kemiskinan kategori 5 dan kategori 1 jumlahnya lebih banyak dari pada kategori lainnya. Sedangkan kabupaten dengan tingkat kemiskinan kategori 3 dan 6 memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kategori lainnya. Sebaran kategori kemiskinan tidak merata, sehingga fungsi penghubung yang digunakan dalam penelitian ini adalah logit, karena dapat digunakan untuk kebanyakan distribusi data baik yang sebarannya merata maupun yang tidak merata.

Uji Asumsi Regresi Logistik Deteksi multikolinearitas dan penanganan-nya

Nilai korelasi antar variabel penjelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai tersebut menunjukan beberapa variabel terdapat korelasi yang cukup tinggi dan ada juga yang cukup rendah. Penanganan multikolinearitas yang penulis lakukan dengan memilih salah satu X yang bisa digunakan untuk mewakili variabel penjelas lain yang berkorelasi kuat dengannya. Sehingga penulis menggunakan 15 variabel yang tidak berkorelasi kuat dari 24 variabel yang ada sebagai variabel penjelas dalam pembentukan model. Daftar 15 variabel penjelas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Regresi Logistik Ordinal Non Spasial

Setelah memodelkan regresi logistik ordinal non spasial menggunakan 15 variabel penjelas didapatkan hasil pada Tabel 3 bahwa model ini memiliki nilai rasio likelihood G sebesar 63.44 dengan nilai p=0.00 yang mengindikasikan bahwa H0 di tolak artinya

sedikitnya ada satu variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten. Kemudian dari hasil uji wald didapatkan bahwa ada tujuh variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10% yaitu fasilitas pendidikan, persentase desa industri, fasilitas kredit, persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa listrik dan rasio perusahaan pertanian. Terdapat korelasi negatif antara rasio fasilitas kredit, persentase desa perdagangan, persentase keluarga tanpa listrik dan rasio perusahaan dengan variabel responnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase atau rasio variabel-variabel tersebut maka peluang sebuah

1 2 3 4 5 6

26 14 8 15 36 9 Ju ml ah k ab u p at en

(25)

6

tersebut akan cenderung menjadi lebih miskin. Sedangkan variabel rasio fasilitas pendidikan, persentase desa industri dan persentase desa jasa berkorelasi positif dengan variabel responnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase atau rasio variabel-variabel tersebut maka peluang sebuah kabupaten untuk cenderung menjadi kaya lebih besar dibandingkan peluang untuk menjadi miskin, dengan kata lain kabupaten tersebut akan cenderung menjadi lebih kaya.

Tabel 3 Model regresi logistik ordinal non spasial

Prediktor Koef Galat

Baku Koef Wald Nilai P

Intersep1 -0.21 1.11 -0.19 0.85

Intersep2 0.83 1.10 0.75 0.45

Intersep3 1.30 1.10 1.18 0.24

Intersep4 2.08 1.11 1.88 0.06

Intersep5 4.56 1.21 3.78 0.00

X2 0.44 0.14 3.18 0.00

X6 -0.94 0.37 -2.54 0.01

X9 4.90 2.93 1.67 0.095

X10 -6.66 1.91 -3.49 0.00

X11 4.21 2.11 1.99 0.05

X13 -0.05 0.02 -2.56 0.01

X16 -0.21 0.10 -2.05 0.04

Berdasarkan Tabel 4 di dapatkan bahwa nilai CCR sebesar 51.85%, artinya ada sebanyak 51.85% kabupaten dari total observasi yang di prediksi dengan tepat melalui model regresi logistik non spasial.

Tabel 4 CCR model regresi logistik ordinal non spasial

Aktual

Prediksi Persentase

Tepat

1 2 3 4 5 6

1 19 0 0 0 7 0 73.08

2 8 0 0 0 6 0 0

3 1 0 0 0 7 0 0

4 4 0 0 0 11 0 0

5 0 0 0 0 36 0 100

6 0 0 0 0 8 1 11.11

Persentase Tepat Keseluruhan(CCR) 51.85

Model Regresi Logistik Ordinal Spasial 1. Pembentukan model

Model regresi logistik ordinal spasial yang dibentuk menggunakan 15 variabel penjelas. Ada empat variabel yang berpengaruh

signifikan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Model regresi logistik ordinal spasial

Prediktor Koef Galat Baku

Koef Wald Nilai P

Intersep1 2.97 0.87 3.40 0.00

Intersep2 4.16 0.91 4.56 0.00

Intersep3 4.64 0.93 4.97 0.00

Intersep4 5.52 0.97 5.65 0.00

Intersep5 8.24 1.14 7.24 0.00

X10 -3.02 1.67 -1.81 0.071

X11 5.01 1.79 2.79 0.005

X13 -0.04 0.02 -2.24 0.025

WY -1.06 0.18 -5.81 0.000

Berdasarkan Tabel 5, maka didapatkan model regresi logistik ordinal spasial sebagai berikut:

Dengan kategori ke-s, s=1, 2, 3, 4, 5 Model umumnya:

Model logit kumulatif untuk s=1:

Model logit kumulatif untuk s= 2:

Model logit kumulatif untuk s=3:

Model logit kumulatif untuk s=4:

Model logit kumulatif untuk s=5:

2. Evaluasi model regresi logistik ordinal spasial

(26)

7

Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa nilai CCR dari model regresi logistik ordinal spasial adalah sebesar 55.56%, hal ini menunjukan bahwa ada sebanyak 55.56%, kabupaten yang di prediksi secara tepat melalui model tersebut. Kemudian uji kesesuaian model (Goodness of Fit) menggunakan nilai Chi Square sebesar 531.48 dengan besarnya nilai p adalah 0.486 sehingga Ho diterima, artinya model regresi logistik spasial ini memiliki kesesuaian model yang baik.

Tabel 6 CCR model regresi logistik ordinal spasial

Aktual

Prediksi Persentase

Tepat

1 2 3 4 5 6

1 22 2 0 0 2 0 84.62

2 3 2 0 0 9 0 14.29

3 0 1 0 0 7 0 0.00

4 6 3 0 0 6 0 0.00

5 0 1 0 0 35 0 97.22

6 0 1 0 0 7 1 11.11

Persentase Tepat Keseluruhan(CCR) 55.56

Terlihat pada Tabel 6, persentase ketepatan klasifikasi untuk kategori 1 dan kategori 5 lebih besar dari pada kategori lainnya, hal ini dapat disebabkan karena jumlah kabupaten yang berstatus kemiskinan kategori 1 (mengalami masalah pengangguran) dan kategori 5 (mengalami masalah poor dan pengangguran) lebih banyak dari pada yang lainnya. Berdasarkan Gambar 2, jumlah kabupaten dengan kategori 1 sebanyak 26 kabupaten dan jumlah kabupaten dengan kategori 5 sebanyak 36 kabupaten, sedangkan jumlah kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan 6 masing-masing kurang dari 16. Maka dari itu keterwakilan karakteristik kabupaten dengan kategori 1 dan 5 lebih dominan dari pada kabupaten dengan kategori 2, 3, 4 dan 6. Sehingga model ini lebih sensitif untuk memprediksi kabupaten dengan kategori 1 dan 5 serta kurang sensitif untuk memprediksi kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan 6.

3. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa

secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten pada taraf nyata 10%. Jika ditelaah lebih lanjut, hubungan antara persentase desa jasa dengan variabel responnya adalah positif, artinya semakin terjadi peningkatan terhadap jumlah desa dengan potensi ekonomi berupa penyediaan jasa seperti transportasi, salon kecantikan, bengkel dan lain-lain, maka peluang sebuah kabupaten untuk cenderung menjadi kaya akan meningkat. Sedangkan variabel persentase desa perdagangan dan persentase keluarga tanpa listrik dengan variabel responnya memiliki korelasi yang negatif, hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah desa yang potensi ekonominya bergerak di bidang perdagangan seperti perdagangan eceran serta semakin banyak memiliki jumlah keluarga yang tidak menggunakan listrik maka peluang sebuah kabupaten untuk cenderung menjadi kaya akan menurun atau peluang untuk menjadi miskin meningkat.

4. Mengidentifikasi variabel spasial

Berdasarkan Tabel 5, nilai p dari variabel spasial kurang dari 0.1 maka Ho di tolak, artinya terdapat korelasi spasial yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten. Nilai korelasi spasial adalah negatif, yang berarti bahwa jika suatu kabupaten di kelilingi oleh kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi maka peluang sebuah kabupaten untuk menjadi lebih kaya akan menurun, dengan kata lain kabupaten tersebut akan cenderung untuk menjadi lebih miskin, sesuai dengan kondisi kabupaten disekitarnya.

Kemudian untuk mengetahui seberapa besar sumbangan keragaman spasial dari variabel spasial terhadap model regresi logistik ordinal maka dilakukan uji Likelihood Ratio dengan menghitung selisih antara nilai

Gambar

Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan
Gambar 2 Sebaran kategori kemiskinan
Gambar 1 Penghitungan matrik pembobot
Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai CV minimum sebesar 44.806 dengan nilai lebar jendela 322.274 km yang menunjukkan bahwa jarak antar kabupaten/kota yang

Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SAR pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ada dua peubah penjelas yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air

Analisis regresi digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Metode ini memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi, salah satunya

Kebaikan hasil pendugaan status kemiskinan desa dipengaruhi oleh radius jarak yang digunakan dalam variogram sebagai pembobot spasial dengan nilai titik potong klasifikasi

Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode regresi logistik ordinal dan metode regresi probit ordinal sama baiknya untuk menganalisis faktor-faktor yang

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah hasil analisis regresi ordinal tidak memenuhi syarat sehingga dilakukan uji regresi logistik