• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan: studi kasus anggota kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan: studi kasus anggota kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabu"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh : Nyimas Nadya Izana

I34070027

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

NYIMAS NADYA IZANA. Effectiveness implementation program of Corporate Social Responsibility (CSR) company geothermal in improving the living standard of rural community residents (case member community LKMS Kartini in Dusun Pamengpeuk and Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, West Java). (Supervised by: FREDIAN TONNY)

This research essentially aims to look at the effectiveness implementation program of Corporate Social Responsibility in improving the living standard of rural community residents. Subjects were local communities, the corporate staff department Policy, government and public affair an staff LKMS Kartini. The method of this research used purposive sampling technique to decide the sample. In this study there are two key informants and thirty respondents. The conclusion of this research non effectiveness implementation program of Corporate Social Responsibility (CSR) in improving the living standard of rural community residents.

Keywords: CSR, Geothermal Company, participation, program goals, implementation, improving living standard, effectiveness.

(3)

RINGKASAN

NYIMAS NADYA IZANA. Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal Dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat).

(Dibawah Bimbingan: Fredian Tonny Nasdian)

 

  Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam yang dimilikinya. Dengan banyaknya sumberdaya alam ini, maka perusahaan yang mengeksploitasi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pemerintah menetapkan UU PT tahun 2007 Pasal 74 agar perusahaan yang mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada untuk melakuan kegiatan Corporate Social Responsibility

(CSR) kepada semua pihak yang merasa dirugikan dimana tempat perusahaan beroperasi.

Perusahaan Geothermal merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung di dalam perut bumi (Geothermal Energy). Pada tahun 1982, perusahaan melakukan kegiatan eksplorasi di area Gunung Salak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari catatan perusahaan, saat ini kedua daerah operasional tersebut telah membangkitkan energi listrik lebih dari 600 Megawatt (MW) yang berasal dari 108 sumur. Keberlangsungan kegiatan eksploitasi, perusahaan juga melakukan pembayaran pajak dan melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Bagian yang membawahi CSR Perusahaan Geothermal yaitu Departemen Policy, Government and Public Affairs (PGPA) yang difokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan ke pengembangan kebudayaan lokal.

(4)

Kecamatan Pamijahan. Pada penelitian ini difokuskan di Kecamatan Kabandungan. Desa Cihamerang, Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur. Nama lembaga koperasi tersebut adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini. Dalam melihat keefektifan suatu program CSR yaitu LKMS Kartini, dalam penelitian ini dilihat dari partisipasi anggota LKMS Kartini dan meningkatkan taraf hidup. Oleh karena ini terdapat pertanyaan umum sejauhmana keefektifan program CSR dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Pertanyaan khusus dari penelitian ini adalah sampai sejauhmana proses pelaksanaan program melibatkan partisipasi anggota dalam program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, sejauhmana proses pelaksanaan program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program itu sendiri dan sejauhmana keefektifan program LKMS Kartini dilihat dari hubungan partisipasi dengan meningkatkan taraf hidup.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk wawancara mendalam kepada informan. Untuk menentukan responden dan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan kunci dalam penelitian ini adalah manajer departemen Policy, Government and Public Affairs Salak, spesialisasi

community engagement dan staf LKMS Kartini, sedangkan responden penelitian adalah anggota LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur sejumlah 30 orang. Data kuantitatif dari penyebaran kuesioner di olah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan uji rankesperman dengan SPSS v.15.0.

(5)
(6)

KEEFEKTIFAN IMPLEMNTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpuek dan Dusun

Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh

Nyimas Nadya Izana I34070027

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasisawa : Nyimas Nadya Izana

NRP : I34070027

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Keefektifan Implementasi Program Corporate Social

Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP: 19580214 198503 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI PRGRAM CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM

MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN (KASUS ANGGOTA KELOMPOK LKMS KARTINI DI DUSUN PAMENGPEUK DAN DUSUN PASIRHAUR, DESA CIHAMERANG, KECAMATAN KABANDUNGAN, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Februari 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nyimas Nadya Izana yang dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 20 Desember 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, berasal dari pasangan Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati. Penulis memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Kemas Buyung Fikri Wardana dan Kemas Robby Wirawan. Semenjak kecil, sekolah dan sampai saat ini penulis tinggal di kawasan Mojokerto-Jawa Timur. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Sandy Putra tahun 1995, SDN Keranggan III Mojokerto tahun 2001, SLTP Negeri 4 Mojokerto tahun 2004 dan SMA Negeri 1 Puri tahun 2007. Setelah itu pada bulan Juli 2007 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan, seminar dan berbagi perlombaan pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi. Adapun organisasi yang penulis ikuti di masa sekolah adalah Organisasi Siswa Intera Sekolah (OSIS) sebagai bendahara dan ekstrakulikuler Pasukan pengibar bendera (Paskibra). Selain itu penulis juga terpilih sebagai Pasukan pengibar bendera di tingkat Propinsi Jawa Timur pada tahun 2005. Pada masa kuliah, adapun kegiatan yang diikuti oleh penulis yaitu menjadi asisten dosen dasar-dasar komunikasi, HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) sebagai divisi Public Relation tahun 2009 dan divisi

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya melainkan izin-Nya. Ungkapan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini Di Dusun Pemangpeuk dan Dusun Pasirhaur)” sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk mengetahui keefektifan impelementasi program CSR Perusahaan Geothermal dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan, sedangkan tujuan umumnya yaitu menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini melibatkan masyarakat, menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKSM Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program, dan mengidentifikasi keefektifan program LKSM Kartini dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengetahui fenomena sosial yang terjadi di lapangan dan saran bagi perusahaan di bidang Corporate Social Responsibility (CSR).

Bogor, Februari 2011

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Keefektifan Implementasi Program

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan (Kasus Anggota Kelompok LKMS Kartini di Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur, Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)” ini telah diselesaikan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulis skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, atas kesabarannya membimbing, berdiskusi dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku dosen penguji utama dan Rina Mardiana, SP, M.Si selaku dosen peguji dari wakil departemen.

3. Para dosen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang memberikan ilmu kepada peneliti.

4. Kedua orangtua Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati serta kedua kakak laki-laki Kemas Buyung Fikri Wardana dan Kemas Robby Wirawan tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

(12)

6. Teman satu bimbingan Isma Rosyida yang telah sabar menerima keluhan, memberikan informasi dan saling memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Para pihak Perusahaan Geothermal yang telah memberikan informasi khususnya departemen Policy, Government and Public Affaire.

8. Para staf LKMS Kartini yang telah membantu penulis memberikan informasi dan membantu di lokasi penelitian.

9. Pemerintah Desa Cihamerang yang telah membantu peneliti dalam penelitian. 10.Sahabat-sahabatku tercinta Dyah Kusumaning Tyas, Rizky Budi Kurniawan ,

Ratih Justitia Kartika, Ikhsan Trinugroho, Nur Irfany Putri, Zuhaidah Khoirun Niswah, Dhanis Rahmida, Citra Muliani, Auliyaul H yang selalu berbagi cerita, berbagi informasi, canda dan tawa serta masukan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

11.Teman-teman akselerasi Aci Cipanas, Maya, Bio, Friska, Nene, Lele, Syifa, Dina, Mbak Yun, Ummi, Jeje, Mv, Nendy, Icha Padang, Dewi Agustina yang saling memberikan semangat satu sama lain.

12.Keluarga besar KPM 44 atas perhatian, kasih sayang dan kebersamaannya sampai saat ini. Semoga kita sukses di masa depan.

13.Semua pihak yang telah membantu terselsaikannya skripsi ini.

Penulis sadar bahwa penyususnan skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan, semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2011 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

           Halaman

DAFTAR ISI……….. xiii

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR GAMBAR………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN………. xvii

  BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Perumusan Masalah………... 4

1.3 Tujuan Penelitian………... 4

1.4 Kegunaan Penelitian……….. 5

  BAB II PENDEKATAN TEORITIS……….... 6

2.1 Tinjauan Pustaka………... 6

2.1.1 Corporate Social Resposibility……….. 6

2.1.1.1 Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility... 6

2.1.1.2 Pihak yang Terlibat dalam Corporate Social Responsibility…. 9 2.1.2 Pengembangan Masyarakat……….. 14

2.1.2.1 Definisi dan Konsep Pengembagan Masyarakat……… 14

2.1.2.2 Model dalam Pengembangan Masyarakat……….. 16

2.1.2.3 Pengembangan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility………... 17

2.1.3 Implementasi Corporate Social Responsibility………. 20

2.1.3.1 Menyusun Program Corporate Social Responsibility………… 20

2.1.3.2 Implementasi Program Corporate Social Responsibility... 24

2.1.4 Lembaga Keuangan Mikro……… 25

2.1.5 Taraf Hidup……….... 29

2.1.6 Efektifitas Implementasi Corporate Social Responsibility………... 29

2.1.7 Partisipasi………... 30

2.2 Kerangka Pemikiran……….. 33

2.3 Hipotesis Penelitian………... 34

2.4 Definisi Konseptual………... 34

2.5 Definisi Operasional………..   36 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN………... 37

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 37

3.2 Pendekatan Penelitian………... 37

3.3 Penentuan Responden dan Informan……… 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data……… 38

(14)

Halaman BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN LOKASI

PENELITIAN………. 42

4.1 Profil Perusahaan Geothermal……….. 42

4.2 Profil LKMS Kartini………. 43

4.3 Profil Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang………... 44

4.4 Profil Desa Binaan Perusahaan Geothermal……….   47 BAB V PROSES PELAKSANAAN PROGRAM LKMS KARTINI HINGGA MENCAPAI TUJUAN………. 50

5.1 Ikhtisar………... 54

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KEEFEKTIFAN PROGRAM LKMS KARTINI……… 57

6.1 Partisipasi……….. 57

6.1.1 Partisipasi Perusahaan, Pemrintah dan Pengusrus LKMS Kartini… 57 6.1.2 Partisipasi Masyarakat………... 60

6.2 Keefektifan LKMS Kartini dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan………. 61

6.3 Ikhtisar………... 65

BAB VII ANALISIS SINTESIS KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM MENINGKATKAN TARAF HIDUP WARGA KOMUNITAS PEDESAAN……….. 67

  BAB VIII PENUTUP……… 71

8.1 Kesimpulan………... 71

8.2 Saran………. 73

DAFTAR PUSTAKA………. 75

(15)

DAFTAR TABEL

 

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Kriteria Kepuasan Masing-Masing Stakeholder………... 14 Tabel 2. Tiga Model Pengembangan Masyarakat……… 17 Tabel 3. Karateristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial……… 20 Tabel 4. Jumlah Responden LKMS Kartini Menurut Kategori

Sosial………... 47 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Cihamerang Berdasarkan

Jenis Kelamin……….. 49 Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Cihamerang Menurut Jenis Pekerjaan…….. 47 Tabel 7. Rata-Rata Skor Partisipasi Masyarakat Menurut Kategori Sosial….. 60 Tabel 8. Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Pelaksanaan

LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial……… 61 Tabel 9. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata Pendapatan

Sesudah dan Sebelum mengikuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial………... 62 Tabel 10. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Jumlah Rata-rata

Pengeluaran Sesudah dan Sebelum mengikuti LKMS Kartini Menurut Kategori Sosial………..………... 63 Tabel 11. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Indeks Komposit Keadaan

Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini………. 63 Tabel 12. Signifikansi Korelasi antara Tingkat Partisipasi dengan Kondisi

Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini……….

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman Gambar 1. Anak Tangga Partisipasi Arnstein (1969)……… 31 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keefektifan Implementasi Program

Corporate Social Responsibility Perusahaan Geothermal dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga Komunitas Pedesaan……….

  34 

Gambar 3. Struktur Pengelolaan LKMS Kartini……… 45 Gambar 4. LKMS Kartini yang Dibentuk oleh Perusahaan Geothermal

Bersama Mitranya Permodal Nasional Madani (PNM)……… 52  Gambar 5. Jumlah Rata-Rata Persentase Responden Mengetahui LKMS

Kartini Menurut Sumber Informasi……… 51  Gambar 6. Penarikan yang Dilakukan Oleh Pegawai LKMS Kartini

Setiap

Minggu………... 54 

Gambar 7. Alur Proses Pelaksanaan Program LKMS Kartini Diimplementasikan Hingga Mencapai Tujuan……… 54 Gambar 8. Surat Pendirian LKMS Kartini Berbadan Hukum Koperasi no

22/Bh/XIII.IS/V/2009……… 58  Gambar 9. Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisispasi Menurut Kategori

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

Lampiran 1. Daftar Nama Anggota Kelompok LKMS Kartini di Desa Cihamerang……… 79 Lampiran 2. Data Responden yang Mengikuti LKMS Kartini di Desa

Cihamerang……….... 81 Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan

Pengeluaran Sesudah dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini….. 83 Lampiran 4. Data Responden Sebelum Mengikuti LKMS Kartini…………... 85 Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Responden Mengenai Pendapatan dan

Pengeluaran Sebelum Mengikuti LKMS Kartini………. 86 Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Responden Kondisi Fisik dan Fasilitas

Bangunan……… 88 Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data Responden Terhadap Pelaksanaan

LKMS Kartini……… 89 Lampiran 8. Indeks Komposit Keadaan Fisik dan Fasilitas Bangunan Sesudah

dan Sebelum Mengikuti LKMS Kartini………. 91 Lampiran 9. Panduan Pertanyaan………... 92 Lampiran 10. Kuesioner………... 93 Lampiran 11. Sketsa Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten

Sukambumi Tahun 2010……… 99 Lampiran 12. Data Kependudukan Desa Cihamerang, Kecamatan

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang kaya akan sumberdaya alam. Dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki, banyak isu-isu yang dibicarakan salah satunya adalah adanya kerusakan lingkungan, yang diakibatkan adanya industri atau perusahaan dalam mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan berkontribusi dalam perekonomian baik daerah maupun negara, tetapi pada kenyataanya banyak perusahaan yang belum dapat bertangggung jawab terhadap daerah, lingkungan dan masyarakat disekitar perusahaan khususnya dimana perusahaan tersebut beroperasi.

Pemerintah telah mengeluarakan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Setiap perusahaan yang berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Untuk menarik simpati masyarakat beberapa perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial atau yang biasanya disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Adanya undang-undang yang telah dikeluarkan pemerintah membuat beberapa perusahaan masih melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) secara terpaksa tanpa ada rasa sukarela. Menurut Elkington (1997) dalam Susanto (2009) Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit); masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet).

(19)

dirusak yaitu lingkungan dan masyarakat sekitar yang dirugikan oleh perusahaan. Ini membuat pola pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak efektif.

Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi. Energi ini telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer untuk menghasilkan energi listrik dan sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia1. Menurut Anonim (2007), energi panas bumi (geothermal) adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi, para peneliti dan ilmuan memberikan perkiraan bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang dapat memproduksi listrik hingga 27.000 Megawatt (MW) dan terletak di tiga wilayah yaitu Sumatera, Jawa dan Bali.

Perusahaan Geothermal merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung didalam perut bumi (Geothermal Energy). Anonim (2007) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1976 Perusahaan Geothermal melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi di daerah Drajat, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan pada tahun 1982 melakukan kegiatan eksloprasi di area Gunung Salak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari catatan perusahaan, saat ini kedua daerah operasional tersebut telah membangkitkan energi listrik lebih dari 600 Megawatt (MW) yang berasal dari 108 sumur.

Keberlangsungan perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya untuk membayar pajak dan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dalam prosesnya diurusi oleh bagian eksternal perusahaan atau yang biasa disebut kehumasan yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan atau yg dapat disebut dengan community engagement (CE). Bagian yang membawahi CSR Perusahaan Geothermal adalah departemen Policy, Government and Public Affairs

      

(20)

(PGPA) yang difokuskan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengutan ekonomi lokal, lingkungan hidup, hingga dukungan ke pengembangan kebudayaan lokal. Dalam Anonim (2008) Perusahaan Geothermal mendapakan penghargaan daru Bupati Kabupaten Bogor atas pelaksanaan dan komitmen dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat pada sektor Pendidikan, Kesehatan dan perekonomian masyarakat, selain itu juga mendapatkan predikat proper hijau Indonesia, dimana pada penilaian predikat hijau adalah salah satunya selain memenuhi standar nilai-nilai lingkungan, juga dinilai komitmennya dalam pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Dalam pegembangan ekonomi komunitas Perusahaan Geothermal bekerjasama dengan mitra yaitu Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk membentuk suatu program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga keuangan tersebut diikuti oleh tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan, dan Kecamatan Pamijahan. Penelitian ini difokuskan di Kecamatan Kabandungan, Desa Cihamerang, Dusun Pamengpeuk dan Dusun Pasirhaur yang menjadi anggota LKMS Kartini

(21)

1.2Perumusan Masalah

Banyak isu-isu yang beredar tentang sosial dan lingkungan. Karena datangnya perusahaan yang ingin mengeksploitasi sumberdaya alam. Dengan keadaan seperti ini diperlukannya suatu tindakan tanggung jawab perusahaan untuk menanggulangi masalah yang ada, baik masalah sosial dan masalah lingkungan. Tindakan tanggung jawab perusahan yaitu sebuah kegiatan yang dinamakan

Corporate Social Respnsibility (CSR). Salah satu isu CSR adalah pengembangan masyarakat. Dalam pembentukan suatu program CSR yang berbasis pengembagan masyarakat dibutuhkannya beberapa tahap partisispasi yaitu perencanaan, implementasi, evaluasi dan pelaporan. Pada proses pelaksanaan program ini dibutuhkannya partisipasi anggota kelompok Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Kartini, maka yang dilihat adalah sampai sejauhmana proses pelaksanaan program melibatkan partisipasi anggota dalam program LKMS Kartini. Setelah mengetahui bahwa proses pelaksanaan program yang dilakuakan melibatkan anggota maka yang dilihat tahap berikutnya adalah sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini diimplementasikan hingga mencapai sasaran tujuan program itu sendiri dan pada tahap terakhir adalah yang dilihat yaitu sejauhmana keefektifan program LKMS Kartini meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menggambarkan sejauhmana keefektifan program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian yaitu:

1. Menganalisis sejauhmana proses pelaksanaan program LKMS Kartini telah melibatkan partisispasi anggota kelompok.

(22)

3. Mengidentifikasi keefektifan program LKMS Kartini dalam meningkatkan taraf hidup menurut warga komunitas pedesaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah Corporate Social Responsibility

(CSR), khususnya kepada:

1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai CSR dalam rangka pengembangan masyarakat.

2. Kalangan akademik, dapat memberikan literatur dalam mengkaji CSR.

3. Kalangan non akademik, pemerintah dan swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam penerapan CSR yang berbasis pengembangan masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

(23)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility

2.1.1.1 Definisi dan Konsep Corporate Social Responsibility

Menurut Maiganan dan Farel (2004) dalam Susanto (2009) mendefinisikan

Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai “ a business act in socially responsible manner when its decision and action account for and balance diverse stakeholder interests”. Definisi ini menekankan bahwa perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan sebagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara bertanggung jawab.

Definisi CSR sangatlah beragam, tergantung dari visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan need, desire, wants dan interest komunitas. Berikut merupakan beberapa definisi CSR dalam Rahman (2009b), yaitu:

1. Melakukan tindakan sosial termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan undang-undang (Chambers dalam Irantara, 2004:49)

2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas (Trinidads dan Tobacco Bureau of Standards)

3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup (The World Business Council for Sustainable Development)

(24)

melakukan dan menghasilkan bisnis berdasarkan pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas (stakeholders). Di Indonesia, CSR secara gencar dikampanyekan oleh Indonesia Business Link (IBL). Disini terdapat lima pilar aktivitas CSR menurut Wahyudi dan Azheri (2008:37) dalam Rahman (2009b), yaitu:

1. Building human capital

Berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan SDM yang handal, di sisi lain, perusahaan juga dituntut melakuan peberdayaan masyarakat.

2. Strengtening economies

Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, agar terjadi pemerataan kesejahteraan.

3. Assessing social chesion

Upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar, agar tidak menimbulkan konflik.

4. Encouraging good governance

Persahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate Governance (GCG).

5. Protecting the environment

Mengharuskan perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitarnya.

Dalam prakteknya dilapangan, suatu kegiatan disebut CSR ketika memiliki sejumlah unsur berikut:

a. Continuity and sustainability atau berkesinambungan dan berkelanjutan merupakan unsur vital dari CSR. CSR adalah suatu mekanisme kegiatan yang terencanakan, sitematis, dan dapat dievaluasi.

(25)

yaitu bersifat charity atau philantrophy semata yang tidak menjadikan komunitas menjadi mandiri.

c. Two ways merupakan program CSR bersifat dua arah. Perusahaan bukan hanya menjadi komunikator semata, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas.

Menururt Samuel dan Saarf dalam Rahman (2009b), ada tiga perspektif terkait dengan CSR, yaitu:

1. Capital reputasi

Memandang penting reputasi untuk memperoleh dan memperhatikan pasar. CSR dipandang sebagai strategi bisnis yang bertujuan untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan dengan menjaga kepercayaan

stakeholder. 2. Ekososial

Memandang stabilitas dan keberlanjutan sosial dan lingkungan sebagai strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis perusahaan.

3. Hak-hak pihak lain

Memandang konsumen, pekerja, komunitas yang terpengaruh bisnisnya dan pemengang saham, memiliki hak untuk mengetahui tentang perusahaan dan bisnisnya.

Hess dan Siciliano (1996) dalam Soemanto dkk. (2007) memberikan penjelasan mengenai CSR dengan membedakannya melalui dua pendekatan, yakni

(26)

kebenaran yang berbeda-beda dan perbedaan itu berimplikasi pada perbedaan persepsi terhadap CSR.

2.1.1.2 Pihak yang Terlibat dalam Corporate Social Responsibility

Istilah triple bottom line oleh Jhon Elkington (1997) dalam Wibisono (2007) memberikan pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan 3P (profit, people, planet). Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Maka dari itu perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial-nya saja, namun juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.

Profit (keuntungan) merupakan unsur penting dan menjadi rujukan utama setiap kegiatan usaha. Maka tidak heran fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah menjadi profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. People (masyarakat) menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaannya, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan, maka perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar mungkin kepada masyarakat. Planet (lingkungan) jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan pada tanggung jawab kepada lingkungan. Hubungan masyarakat dengan lingkungan adalah hubungan yang sebab akibat, dimana jika merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, begitu juga sebaliknya.

(27)

Corporate Governance yaitu sebagai sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Definisi Good Corporate Governance yang disampaikan diatas, memiliki kesamaan makna yang menekankan pada bagaimana mengatur hubungan antara pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan. Terdapat lima prinsip dalam GCG dalam Emirzon (2006) yaitu:

1. Transparancy, sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability, kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility, kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan

terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Independency, suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness, perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder

yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(28)

Setelah mengetahui bagaimana perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosialnya. Secara singkat perusahaan bertanggung jawab kepada siapapun yang terpengaruh operasinya yaitu pemangku kepentingan “stakeholder”. Teori pemangku kepentingan, semakin kuat hunbungan perusahaan dengan pemangku kepentingannya, semakin besar kemungkinan tujuan perusahan dapat tercapai. Akan halnya derajat kedekatan hubungan itu, setidaknya dibagi menjadi:

1. Inactive : perusahaan tidak mempedulikan pemangku kepentingannya 2. Reactive : hubungan hanya terjadi bila perusahaan merasa terpaksa

melakukan dan biasanya dalam suasana defensif.

3. Proactive : perusahaan bersifat antisipatif terhadap berbagai kepentingan yang memiliki legitimasi, hingga tidak pernah dikagetkan oleh krisis hubungan.

4. Interactive : perusahaan secara terus menerus berhubungan dengan pemangku kepentingan dalam suasana yang saling menghormati, terbuka dan saling percaya.

Kemitraan tiga sektor dalam konteks wacana dan praktik CSR mengandung arti kerjasama berdasarkan pengalokasian sumberdaya secara efisien dan saling melengkapi antara perusahaan, pemerintah, serta masyarakat sipil, berkenaan dengan tercapainya keberlanjutan. Konsep pemangku kepentingan lebih menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat yang dilakukan berhubungan dengan setidaknya kelompok masyarakat dimana program diselenggarakan yaitu kemitraan tiga sektor.

(29)

pemilik, konsumen, karyawaan, pemasok, dan mitra bisnis, sedangkan pemangku kepentingan sekunder keberadaannya berperan penting terhadap keberlangsungan operasionalnya.

Karya Mitchell dan kawan-kawan dalam Sukanda (2007) mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu kekuasaan, legitimasi dan urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur pemaksaan; insentif atau disentif material; dan normatif atau simbolik. Legitimasi operasional berasal dari pelaku yang disetujui norma-norma yang berlaku setempat. Urgensi dalah klaim pemangku kepentingan untuk tindakan segera yang didasarkan pada sensitivitas waktu atau sejauhmana keterlibatan dapat diterima.

Jika penyelenggaraan kegiatan CSR dimulai akibat dari tekanan masyarakat sipil atau pemerintah, serta tanggapan yang diberikan perusahaan masih bersifat reaktif, maka pelibatan pemangku kepentingan belum dianggap berlandaskan kesukarelaan. Sehingga keterlibatan dan kemitraan dengan para pihak sebagai korelasi berdasarkan kepercayaan antara individu atau institusi yang perbedaan tujuannya dapat dicapai bersama. Kemitraan tidak pihak dibangun dari pemikiran bahwa setiap pihak memiliki kopetensi dan sumber yang saling melengkapi satu sama lain. Pemahaman mengenai peran masing-masing pihak merupakan kekuatan saat muncul keinginan berkolaborasi. Dalam konteks pengelolaan isu sosial dalam Sukanda (2007), peran masing-masing pihak menyangkut antara lain:

1. Perusahaan memainkan peran sebagai penyedia peluang ketenagakerjaan, bisnis, infrastruktur lokal, keterampilan teknis, dan kapasitas bagi penyelanggara advokasi untuk pihak lain. Kebanyakan peran perusahaan ini terkait dengan inti bisnisnya.

(30)

3. Organisasi masyarakat sipil berperan terkait dengan kemampuannya menyelanggarakan partisipasi komunitas, memastikan relevansi program rancangan perusahaan dengan kebutuhan lokal, sebagai pengawas independen kreativitas perusahaan, serta memberikan nasihat untuk penggunaan pengetahuan teknologi lokal.

Tujuan perusahaan tidak akan tercapai jika tidak adanya kerjasama yang sinergis antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Sebab perusahaan adalah agen yang melakukan aksi, masyarakat adalah agen sasaran dan sekaligus

stakeholders, sedangkan pemerintah adalah agen yang berposisi sebagai regulator. Bagi masyarakat kehadiran CSR merupakan ruang akuntabilitas pengembangan sumberdaya yang pada akhirnya dapat mendukung peningkatan kesejahteraan. Bagi pemerintah dengan adanya CSR perusahaan menjadi patner dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang menjadi agenda pemerintah, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan bagi perusahaan, CSR bermanfaat untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah dan pada saat yang sama berguna untuk mendukung kinerja melalui citra korporasi.

Stakeholder yang jamak diterjemahkan dengan para pihak Wheelen dan Hunger dalam Wibisono (2007) adalah pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsusng, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenannya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perusahaan. Definisi yang dilontarkan oleh Rhenald Kasali dalam Wibisono (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun diluar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Apapun definisi tentang

(31)

Tabel 1. Kriteria Kepuasan Masing-Masing Stakeholder

Stakeholders Kriteria Kepuasan

Pemegang saham Prestasi keuangan

Karyawan Kepuasan kerja

Konsumen Kualitas, pelayanan, lokasi, harga

Kreditor Creditwothiness

Komunitas Konstribusi terhadap komunitas

Pemasok Transkasi yang memuaskan

Pemerintah Kepatuhan terhadap hokum

Sumber: Wibisono (2007)

2.1.2 Pengembangan Masyarakat

2.1.2.1 Definisi dan Konsep Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut Johnson (1984) dalam Suharto (2005), pengembangan masyarakat merupakan spesialisasi atau setting praktik pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice). Meskipun pengembangan masyarakat memiliki peran penting dalam pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat tidak dilakukan oleh para pekerja sosial. Pengembangan masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan profesi lain, seperti perencanaan kota, pengembangan perumahan, dan bahkan kini sangat populer diterapkan oleh para industriawan di perusahaan-perusahaan besar, seperti Caltex, Rio Tinto, Freeport, dan Pertamina melalui pendekatan yang dikenal dengan nama corporate social responsibility atau corporate social investment.

(32)

masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin, usia dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memilki kesamaan minat bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sebagaimana asal katanya, yakni pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”. Secara singkat pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Sementara itu, masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo, 1998:162 dalam Suharto 2005):

1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografis yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan.

2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

(33)

yang bertanggung jawab (Payne 1995:165 dalam Ambadar 2008). Prinsip-prinsip yang sebaiknya dipegang dalam pengembangan masyarakat (berdasarkan acuan dari ICSD 2004 dalam Ambadar 2008), anatar lain:

1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komunitas yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan mobilitas individu-individu untuk tujuan saling tolong-menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integritas sosial dan atau tindakan sosial.

2. Sebanyak mungkin adanya kemungkinan dan kesesuaian. Community development harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan inisiatif dari kelompok relevafan dan komunitas lokal untuk mengidentifikasi kebutuhan, masalah dan merencanakan serta melaksanakan pelatihan tentang tindakan.

3. Sumberdaya komunitas dan kemungkinan sumberdaya dari luar komunitas harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk kesinambungan dalam pembangunan.

2.1.2.2 Model dalam Pengembangan Masyarakat

Jack Rothman dalam karya klasiknya yang terkenal, Three Models of Community Organization Practice (1968) dalam Suharto (2005), mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsep tentang pengembangan masyarakat: (1) pengembangan masyarakat lokal (locality development), (2) perencanaan sosial ( social planning) dan (3) aksi sosial (social action) lihat Tabel 2. Paradigma ini merupakan format ideal yang dikembangakan terutama untuk tujuan analisis dan konseptualisasi. Dalam praktiknya, ketiga model tersebut saling bersentuhan satu sama lain. Setiap komponennya dapat digunakan secara kombinasi dan simultan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada.

(34)

masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum dikembangkan. Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Tabel 2. Tiga Model Pengembangan Masyarakat

Parameter Pengembangan Masyarakat Lokal

Perencanaan Sosial Aksi Sosial

Orientasi tujuan Kemandirian, integrasi

dan kemampuan masyarakat (tujuan proses)

Pemecahan masalah sosial yang ada di masyarakat (tujuan tugas/hasil)

Perubahan struktur kekuasaan proses, lembaga

dan sumber (tujuan proses dan tugas)

Rationalist-unitary Idealist-unitary Realist-individualist

Orientasi terhadap sasaran aks, dominasi elit

kekuasaan harus

Media perubahan Mobilisasi kelompok-kelompok kecil

Mobilisasi organisasi formal

Mobilisasi organisasi massa dan politik

Strategi perubahan Pelibatan masyarakat dalam pemecahan

Teknik perubahan Konsensus dan diskusi kelompok, partisispasi,

brainstorming, role

playing, bimbingan dan

penyuluhan

Advokasi, andragogy, perumusan kebijakan, perencananan program

(35)

Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangakan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapakan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada “tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan. Pengembangan masyarakt lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottom-up.

Perencanaan sosial menunjuk pada proses pragmatis untuk menetukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, dan kesehatan masyarakat buruk. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas” (task goal). Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau kelompok rawan sosial-ekonomi. Aksi sosial dalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi ‘korban’ ketidakadilan struktur.

2.1.2.3 Pengembangan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility

(36)

Rudito dan Budimanta (2003) Communitry development merupakan suatu proses adaptasi sosila budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komunitas-komunitas lokal. Artinya bahwa industri adalah sebuah element dari serangkaian element hidup yang berlaku di masyarakat. Kesetaraan sebagai suatu kesatuan komunitas, saling menghargai dan mengakui adanya perbedaan yang berarti tidak adanya usaha untuk saling mendominasi antara masing-masing stakeholder yang didalamnya terkandung pengutamakan hak asasi manusia (Prasetijo, 2003 dalam Rudito dan Budimanta, 2003). Prinsip dasar pengembangan masyarakat (community develompment) yang bersumber dari dunia usaha dan pemerintah pada dasarnya masih memandang komunitas lokal, sebagai obyek yang harus diperhatikan dan dirubah agar dapat setara dengan kehidupannya komunitas lainnya dan mandiri. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah dan pihak industri seharusnya memastikan keberlanjutan investasinya melalui program-program keterlibatan komunitas lokal, pendekatan kemitraan, mengembangakan pola-pola adaptasi dunia usaha terhadap komunitas lokal dan menggabungkan pemikiran komunitas lokal.

Dalam melakukan aktivitas CSR kepada masyarakat melakukannya dengan konsep community development dalam Susanto (2009), yaitu kesadaran yang memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lain tanpa adanya tumpang tindih, yang berada di dalam lingkungan sekitar perusahaan. Masyarakat mengharapkan perusahaan dapat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya, sedangkan perusahaan berharap kepada masyarakat sekitar untuk berperilaku secara adil baik dalam bertingkah laku dan berpikir. Aktivitas CSR yang berdasarkan konsep community development harus mengetahui bahwa aktivitas yang dilakukan dengan mengandung unsur pemberdayaan dan tidak mendidik masyarakat menjadi ketergantungan dengan perusahaan.

Community development diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada hanya sekedar aktivitas charity. Dalam pelaksanaan

(37)

dengan komunitas, adanya partisispasi, produktifitas dan keberlanjutan. Kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorphosis, dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial yang pernah diungkapkan oleh Za’im Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008) yaitu (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial

Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate

Citizenship (GCC)

Motivasi Agama, Tradisi,

adaptasi

Norma, etika dan hukum universal

Pencerahan diri & reaksional dengan ketertiban sosial

Misi Mengatasi masalah

setempat

Pengelolaan Jangka pendek,

mengatasi masalah

Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana abadi/profesionalitas

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain

Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah (sosial & pembangunan) serta leterlibatan sosial

Inpirasi Kewajiban Kepentingan Bersama

Sumber Za’im Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008)

Dengan demikian tampak bahwa community development merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan. Diharapakn dengan aktivitas CSR yang bernapaskan community development dapat mencapai tujuan strategi perusahaan, disamping mencapai profit optimum, juga dapat bermanfaat bagi komunitas.

2.1.3 Implementasi Corporate Social Responsibility

2.1.3.1 Menyusun Program Corporate Social Reponsibility

(38)

dengan lembaga bisnis. Menurut DeMartinis dalam Rahman (2009b) menyebutkan beberapa langkah yang dilakukan oleh perusahaan nonprofit dalam menyusun program CSR, yaitu:

1. Merumuskan Komunitas Organisasi

Yaitu dengan melakukan penyusunan pembatasan kategori masyarakat lokal, mengidentifikasi norma, adat, nilai dan hukum setempat, mengidentifikasi pemuka pendapat yang berpengaruh dan memiliki komunitas primer dan sekunder.

2. Menentukan tujuan

Menentukan tujuan dapat dilakukan dengan menemukan data yang terdapat dilapangan kemudian diformulasikan menjadi tujuan program CSR, atau dapat juga diarahkan dalam upaya aplikasi dari visi dan misi organisasi yang bersangkutan.

3. Menyusun pesan yang hendak disampaikan.

Program CSR mengandung sejumlah isu yang menjadi fokus kegiatannya, maka perlu disampaikan kepada khalayak. Kesuksesan program CSR sangat ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat.

4. Memilih metode yang paling baik dalam penyampaian pesan

Pemilihan metode merupakan sebuah tahap eksekusi dari mekanisme pemilihan pesan. Eksekusi dalam hal ini, berkaitan dengan pemilihan apakah akan menggunakan media atau tidak (mediated communication/non mediated communication), maupun penggabungannya dan metode komunikasi seperti apa yang digunakan. Cara penyampaian pesan harus selaras dengan kemampuan audiens dalam memahami pesan.

5. Realisasi program

(39)

6. Analisis hasil/evaluasi

Evaluasi harus dilakuan, untuk mengetahui efektifitas dan tingkat keberhasilan program CSR yang dijalankan.

Sementara itu Brown (Iriantara 2004:88 dalam Rahman 2009b) menunjukkan langkah yang dilakukan korporat bisnis dalam menyusun program CSR sebagai berikut:

1. Segmentasi

Segmentasi merupakan mekanisme penggolongan berdasarkan sejumlah faktor tertentu yang membedakan karakter audiens. Faktor yang dapat digunakan antara lain faktor demografi, psikografi dan geografi.

2. Skala prioritas

Penentuan skala prioritas mengkategorikan audiens dalam kelompok primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer merupakan kelompok yang menjadi sasaran utama dari aktivitas CSR, disusul kelompok sekunder dan kelompok tersier. Kelompok tersier bias jadi hanya terpaan (exposure) karena perannya yang sangat kecil. Kelompok sekunder sering kali diinterprestasi sebagai kelompok “tetangga” yang mempunyai relevansi dengan kelompok primer. 3. Penelitian tentang need, desire, wants dan interest komunitas

Tahap ini merupakan langkah yang mutlak dilakukan guna mendapatkan data tentang komunitas yang nantinya digunakan sebagai dasar pertimbangan penyususnan program CSR.

4. Dialog dengan opinion leader dalam komunitas

Salah satu metode yang dapat ditempuh utnuk mendapatkan data asli tentang komunitas. Selain pengumpulan data dengan dialog langsung dengan anggota masyarakat, dialog dengan pemuka pendapat juga dianggap representatif untuk mewakili aspirasi komunitas.

5. Penyelarasan

(40)

Wibisono (2007) menyatakan ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:

1. Tahap perencanaan

Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR

Assesment, danCSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.

2. Tahap implementasi

Tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.

3. Tahap evaluasi

Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR.

4. Pelaporan

(41)

2.1.3.2 Implementasi Program Corporate Social Responsibility

Untuk mempermudah implementasi program dalam Soemanto (2007), pemilihan dampak dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Ring 1 yaitu daerah yang menerima dampak paling besar. Daerah yang menjadi prioritas pertama ini tidak selalu berada dekat dengan perusahaan. Misalnya, daerah yang jauh dari aktivitas produksi perusahaan, tetapi menjadi daerah pelintasan truk membawa bahan mentah. Tidak bisa dipungkiri bahwa aktivitas pengangkutan bahan mentah menimbulkan debu yang merugikan masyarakat.

2. Ring 2 yaitu daerah yang menjadi tempat pembanguan infrastruktur pendukung perusahaan seperti pipa air atau sarana lainnya. Adanya pemabangunan infrastruktur ini menimbulkan dampak fisik maupun psikologi.

3. Ring 3 yaitu wilayah yang menerima dampak paling kecil atau sama sekali tidak ada dampak negatif.

Selain ketiga ring tersebut, perusahaan juga memiliki komitmen untuk membantu masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Dalam pelaksanaan CSR harus mengetahui daerah-daerah yang akan diberikan suatu program agar program yang diberikan sesuai dengan apa yang dialami oleh masyarakat setempat. Terdapat tiga pilar utama yang harus diperhatikan dalam Mapisangka (2009), yaitu pertama, format CSR yang sesuai dengan nilai lokal masyarakat; kedua, kemapuan diri perusahaan tekait dengan kapasitas SDM dan institusi dan ketiga, adalah peraturan dan kode etik dalam dunia usaha.

2.1.4 Lembaga Keuangan Mikro

(42)

pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegitan usaha dalam meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam Rahman (2009a), LKM adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposito), kredit (loan), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment service) serta bantuan yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Wijono (2005 dalam Rahman 2009a) menyatakan bahwa lembaga keuangan mikro dapat berupa (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi non-pemerintahan dan (3) sumber-sumber informal. Ada prinsip-prinsip kunci keuangan mikro2, yaitu

1. Masyarakat miskin membutuhkan aneka ragam jasa keuangan, tidak hanya pinjaman.

Sebagaimana halnya dengan banyak orang lainnya, orang miskin juga membutuhkan bermacam-macam jasa keuangan yang nyaman, fleksibel, dan penetapan harga yang wajar. Tergantung keadaan mereka, orang miskin tidak saja membutuhkan kredit, tetapi juga tabungan, transfer uang, dan asuransi.

2. Keuangan mikro adalah instrumen yang berdaya guna untuk melawan kemiskinan.

Akses terhadap jasa keuangan berkelanjutan memungkinkan masyarakat miskin meningkatkan pendapatan, meningkatkan aset, dan mengurangi kerentanan mereka terhadap goncangan eksternal. Keuangan mikro memungkinkan rumah tangga berpendapatan rendah untuk beralih dari sekedar perjuangan untuk bertahan hidup dari hari ke hari menuju perencanaan masa depan, investasi untuk gizi yang lebih baik, peningkatan kondisi kehidupan, serta peningkatan kesehatan dan pendidikan anak-anak.

3. Keuangan mikro artinya membangun sistem keuangan untuk melayani masyarakat miskin.

Orang miskin merupakan mayoritas luas dari penduduk dikebanyakan Negara berkembang. Namun, orang miskin yang jumlahnya sangat besar terus kekurangan

      

2 . http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2751/KeyPrincMicrofinance_in.pdf diakses pada tanggal 4

(43)

akses terhadap jasa keuangan mendasar. Dibanyak negara, keuangan mikro masih terus dipandang sebagai sektor marjinal dan terutama menjadi kepedulian pengembangan untuk lembaga donor, pemerintahan, dan investor dengan tanggung jawab sosial. Agar dapat mencapai potensi keuangan mikro secara penuh dalam menjangkau sejumlah besar orang miskin, keuangan mikro harus menjadi bagian yang utuh dari sektor keuangan.

4. Keberlanjutan keuangan sangat diperlukan agar mampu menjangkau orang miskin dalam jumlah besar.

Kebanyakan orang miskin tidak bisa mengakses jasa keuangan karena kurangnya perantara keuangan yang kuat. Membangun lembaga keuangan yang berkelanjutan bukanlah tujuan akhir itu sendiri. Lembaga keuangan yang berkelanjutan merupakan satu-satunya cara untuk menjangkau orang miskin dalam skala dan dampak yang lebih berarti melampaui apa saja yang sanggup didanai oleh lembaga donor. Berkelanjutan adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk menutupi seluruh biaya yang diperlukan. Kemampuan ini memungkinkan keberlanjutan operasional penyedia keuangan mikro dan penyediaan jasa keuangan yang terus menerus bagi masyarakat miskin. Mencapai keberlanjutan keuangan artinya mengurangi biaya-biaya transaksi, menawarkan produk dan jasa lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan menemukan cara-cara baru untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan dari bank.

5. Keuangan mikro itu mengenai pembangunan lembaga keuangan lokal yang permanen.

(44)

6. Kredit mikro tidak selau merupakan jawaban.

Kredit mikro tidak sesuai bagi setiap orang atau setiap situasi. Orang melarat dan lapar yang tidak memiliki pendapatan atau uang untuk mengembalikan pinjaman, membutuhkan bentuk bantuan lain sebelum mereka dapat memanfaatkan pinjaman. Dalam banyak hal, hibah dalam jumlah kecil, peningkatan infrastruktur, program lapangan kerja dan pelatihan, dan jasa bukan keuangan lainnya mungkin adalah alat yang lebih sesuai bagi pengentasan kemiskinan. Dimana memungkinkan, jasa bukan keuangan seperti itu harus digabungkan dengan membangun tabungan.

7. Pembatasan suku bunga bisa merugikan akses masyarakat miskin terhadap jasa keuangan

Biayanya lebih besar jika memberikan banyak pinjaman kecil daripada memberikan beberapa pinjaman besar. Kecuali para penyalur kredit mikro dapat membebankan suku bunga jauh diatas rata-rata suku bunga pinjaman bank, mereka tidak akan mampu menutupi biaya mereka, dan pertumbuhan serta kesinambungan mereka akan terbatas karena pasokan pendanaan bersubsidi yang langka dan tak menentu. Ketika pemerintahan mengatur tingkat suku bunga, mereka biasanya menetapkannya pada tingkat yang terlampau rendah untuk memungkinkan kredit mikro berkelanjutan. Pada saat yang sama, para penyalur kredit mikro tak seharusnya meneruskan operasional yang tidak efisien kepada para pelanggan dalam bentuk harga (tingkat suku bunga dan provisi lainnya) yang jauh lebih tinggi dari semestinya.

8. Peran pemerintah adalah sebagai pemberi kemudahan, bukan sebagai penyedia jasa keuangan secara langsung.

(45)

lingkungan bisnis bagi para pengusaha, membasmi korupsi, dan memperbaiki akses pasar dan infrastruktur. Dalam beberapa situasi istimewa, pendanaan dari pemerintah untuk lembaga-lembaga keuangan mikro yang sehat dan independen bisa dibenarkan manakala dana lainnya tidak tersedia.

9. Subsidi donor harus bersifat melengkapi, tidak bersaing dengan modal sektor swasta.

Para donor harus memanfaatkan penyediaan hibah, pinjaman dan perlengkapan modal yang tepat untuk sementara waktu bagi membangun kapasitas kelembagaan para penyedia jasa keuangan, mengembangkan infrastruktur pendukung (seperti lembaga penilaian, biro kredit, kapasitas audit, dll.), dan mendukung berbagai jasa dan produk percobaan. Dalam beberapa kasus, subsidi donor jangka panjang mungkin dibutuhkan untuk menjangkau sejumlah wilayah dengan jumlah penduduk sedikit dan sukar didatangi. Untuk menjadi efektif, pendanaan donor harus berupaya mengintegrasikan jasa keuangan bagi masyarakat miskin kedalam pasar keuangan setempat; menerapkan keahlian khusus pada perancangan dan pelaksanaan proyek; mempersyaratkan lembaga keuangan serta mitra lainnya memenuhi ukuran kinerja minimum sebagai syarat untuk kelangsungan dukungan; dan merencanakan jalan keluar sejak awal.

(46)

11. Pentingnya transparansi keuangan dan jangkauan.

Informasi yang akurat, standar, dan informasi kinerja keuangan dan sosial yang dapat diperbandingkan dari lembaga-lembaga keuangan yang menyediakan pelayanan untuk orang miskin adalah sangat penting. Badan pengawas dan penyusun peraturan bank, donor, investor, dan lebih penting lagi, masyarakat miskin yang merupakan para pelanggan keuangan mikro membutuhkan informasi ini agar dapat menilai risiko dan hasilnya secara memadai.

2.1.5 Taraf Hidup

Tarah hidup dilihat dari Data BPS tahun 2005 dalam Rahman (2009a) yaitu variabel kemiskinan yaitu luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar ungtuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu/perminggu, pembeliaan pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, frekuensi makan dalam sehari, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, lapangan pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dan kepemilikan asset/harta bergerak maupun tidak bergerak. Taraf hidup adalah tingkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.1.6 Efektivitas Implementasi Corporate Social Responsibility

(47)

fasilitas pendukungnya terjadi dan terpilihnya dengan aman, (3) Operasional, seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancer, sedangkan ukuran skunder yaiu (1) tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL BUMN) dan (2) tingkat

compliance pada aturan yang berlaku. Indikator eksetranal terdiri dari indakator ekonomi yang terdiri dari tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum, tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonmis dan tingkat pengingkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan, sedangkan indikator sosial terdiri dari frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial, tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat, dan tingkat kepuasan masyarakat (dilakukan dengan survey kepuasan) Nurdiana (2008) dalam Rahmawati (2010) mengekukaan bahwa implementasi CSR merupakan pelaksanaan program-program aktivitas CSR yang telah dibuat dan direncanakan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada lingkungan dan masyarakat.

2.1.7 Partisipasi

Nasdian (2003) mengungkapkan selama ini, peranserta masyaraat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak dikembangkan dayanya, menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusa yang sudah diambil “pihak luar”. Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2003) melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmat hasil dan evaluasi.

Arstein (1969)3 menggambarkan delapan tingkatan yang setiap tingkatannya menggambarkan peningkatan pengaruh masyarakat dalam menentukan produk akhir pembangunan, yaitu dari tingkat terendah hingga tertinggi adalah manipulation

(manipulasi), therapy (terapi), information (informasi), consultation (konsultasi),

placation (penentraman), partnership (kemitraan), delegated power (pelimpahan

      

(48)

kekuasaan) dan citizen kontrol (kontrol masyarakat). Partisispasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis) dan partisispasi juga membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi mereka (Lihat Gambar 1).

Sumber : Mengawal PP tentang CSR, Berharap “ Bubur yang Enak dan Sehat” oleh CSR Indonesia4

Gambar 1. Anak Tangga Partisipasi Arnstein (1969)

Dalam Septiani, dkk5 Tingkatan terendah adalah manipulation dan therapy

yang dideskripsikan sebaga non-participation atau tiadanya partisipasi. Pada tingkatan ini tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam merencanakan maupun melaksanakan program. Pemegang kekuasaan mendikte masyarakat dimana tidak ada dialog diantara mereka. Tingkatan tiga, empat dan lima merupakan peningkatan pada

      

4http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=6&ved=0CDsQFjAF&url=http\\%3A%2F%2F

www.csrindonesia.com%2Fdata%2Farticles%2F20080208131154-a.pdf&rct=j&q=tangga%20partisipasi%20arstein&ei=DnPoTPCoBoWivgOnv_zCCA&usg=AF QjCNGmsG_OiqzDDsW_cj7p_gOhBb5hFw&cad=rja di akses pada tanggal 21 Novmber 2010 pukul 9.00

5

 http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10255-Paper.pdf di akses pada tanggal 4 Desember 2010 pukul 12.56

(49)

level tokenism atau partisipasi semu yang memungkinkan masyarakat yang semula tidak didengarkan menjadi didengarkan dan memiliki suara. Ada tindakan dari masyarakat untuk mulai terlibat dalam partisipasi. Namun pada tingkatan ini, tidak ada jaminan bahwa suara mereka akan didengarkan oleh pemegang kekuasaan. Pada tingkatan citizen power atau terdapat partisipasi aktif, masyarakat dapat bermitra dengan pemegang kekuasaan yang memungkinkan mereka bernegoisasi. Dan jika tingkat partisipasi diperdalam hingga level tertinggi yaitu citizen control, masyarakat memiliki kekuasaan penuh untuk membuat keputusan. Tingkatan partisipasi masyarakat dapat diidentifikasikan dengan mengkaji darimana asal partisipasi apakah dari pemerintah, masyarkaat ataukah bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat.

Menurut Nasdian (2003) ada beberapa cara untuk mengembagkan pertisispasi di tingkat komunitas. Pada dasarnya orang-orang akan berpartisipasi dalam kegitan komunikasi apabila kondisi-kondisinya kondusif melakukan kegiatan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut adlah seperti berikut :

1. Warga komunitas akan berpartisipasi kalau merea memandang penting issue-issue atau aktifitas tertentu. Untuk menentukan issue atau tindakan mana yang penting, warga komunitaslah yang menentukan dan bukan orang lain. Biasanya isu-isu yang menyentuh kebutuhan merupakan prioritas komunitas.

2. Warga komunitas berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu, kelompok dan komunitas.

3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Jenis partisipasi yang harus dihargai tidak hanya keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan formal (kepanitiaan, pertemuan dan lain-lain), tetapi juga kegitan-kegiatan yang lainnya (menyiapkan konsumsi, membuat notulen, kegiatan kesenian dan lain-lain).

Gambar

Tabel 1. Kriteria Kepuasan Masing-Masing Stakeholder
Tabel 2. Tiga Model Pengembangan Masyarakat
Tabel 3. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial
Gambar 1. Anak Tangga Partisipasi Arnstein (1969)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rasa syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi yang berjudul “Keefektifan Ekstrak Etanol Daun Petai Cina (

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Keefektifan Pelatihan Perawatan Diri

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas hidayah dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul “Keefektifan

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-NYA, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Program

Syukur Alhamdulilah Kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul