• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi sintesis monolaurin menggunakan katalis enzim lipase imobil pada circulated packed bed reaktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi sintesis monolaurin menggunakan katalis enzim lipase imobil pada circulated packed bed reaktor"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

PRIMA LUNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil pada Circulated Packed Bed Reaktor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi dan kutipan dari karya penulis lain, yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

(3)

Circulated Packed Bed Reactor. Supervised by NURI ANDARWULAN and TRI HARYATI

Monolaurin is a special food grade monogliceride, which has a function beside as emulsifier and food preservative, also has an ability to destroy Herpes and HIV-1 virus. It was reported that monolaurin had the greatest antimicrobial activity among monoglycerides. Novozyme® 435 catalyze the esterification of lauric acid and glycerol in organic solvent. The purpose of this research were : 1) to obtain optimum condition to synthesis monolaurin using Novozyme® 435; 2) to analyze the stability of Novozyme®

Continuous circulated packed bed reactor had residence time of 23,57 minute, glycerol/ oil molar ratio of 5:1, solvent/substrate ratio of 8,8:1, and the process produced MAG up to 80%. Optimization of synthesis MAG obtained quadratic equation which was Y= - 61,700 + 6,088 x

435 in continuous system. Continuous Esterification was employed in circulated packed bed reactor. This researchwas using Response Surface Methods (RSM) as experimental design and temperature and time reaction were as variables.

1+3,259 x2 – 0,065 x12 + 0,017 x1x2 – 1,792 x22 with R2 = 0,5408, optimum temperature and time reaction of 46,92oC and 1,1 hour, respectively. The product yield was 81,09% and contained MAG of 83,15%. The product had acid value of 1,78±0,08 %, peroxide value of 0,49 ± 0,14 meq O2/kg MAG, free glycerol content of 0,26%, and melting point 53-53,5oC. The enzyme remain stable during 10 reaction cycles and up to 70% produced of MAG at each cycle.

(4)

PRIMA LUNA. Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil Pada Circulated Packed Bed Reaktor. Dibimbing oleh: NURI ANDARWULAN dan TRI HARYATI

Monoasilgliserol (MAG) adalah salah satu emulsifier yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan. MAG secara luas digunakan dalam produk bakeri, margarine, produk susu, dan confectionary karena sifat emulsifikasi, stabilisasi, dan conditioning (Damstrup et al., 2005). Salah satu jenis MAG, yaitu monolaurin, monogliserida dari asam laurat, merupakan salah satu produk turunan dari minyak, yang memiliki keistimewaan. Kegunaan monolaurin adalah sebagai bahan pengawet pangan dan sanitizer. Saat ini monolaurin sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi dan obat-obatan. Monolaurin dilaporkan memiliki kemampuan menghancurkan virus herpes dan HIV-1 serta menurunkan resiko penularan virus ini pada bayi dari ibu hamil yang terinfeksi HIV, selain itu monolaurin juga efektif menghambat sel vegetative B. Cereus,

mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein intraselular dan asam nukleat sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme pada bakteri gram prositif (Cotton dan Marshall, 1997; Kabara 1993). Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mencari kondisi optimum untuk sintesis monolaurin melalui proses esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor; 2) Menguji stabilitas enzim Novozyme®

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor. Rancangan percobaan optimasi pada penelitian ini menggunakan Central Composite Design dari

Response Surface Methods (RSM). Hasil penelitian pendahuluan menghasilkan MAG 77,33 % dengan rendemennya sebesar 82,26% pada proses batch reaksi esterifikasi enzimatis. Kondisi reaksi pada proses reaksi batch tersebut kemudian dikonversi ke esterifikasi menggunakan reaktor packed bed sirkulasi. Kondisi reaksi kontinyu menggunakan rasio asam lemak/gliserol (1:5); volume reaktan 50 ml, rasio substrat/ pelarut (1:8,8), dan residence time 23,57 menit. Hasil optimasi reaksi kontinyu menggunakan respon permukaan tanggap menunjukkan persamaan kuadrat optimasi MAG adalah Y= - 61,700 + 6,088 X

435 dalam reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor.

1+3,259 X2 – 0,065 X12 + 0,017 X1X2 – 1,792 X22 . Suhu dan waktu reaksi optimum yaitu 46,92oC dan 1,1 jam. Hasil optimasi diverifikasi sebanyak lima kali menghasilkan MAG 83,19% dan rendemen 81,09. Karakterisasi sifat kimia produk hasil verifikasi memiliki bilangan asam 1,78 ±0,08 %, bilangan peroksida 0,49 ± 0,14 meq O2/kg MAG, kadar gliserol bebas 0,26%, dan memiliki kisaran titik leleh 53-53,5 oC. Berdasarkan jumlah produk MAG yang dihasilkan terlihat bahwa selama 10 kali reaksi terjadi penurunan jumlah produk MAG sekitar 7% dari komposisi MAG awal, sedangkan rendemen produk MAG dan Jumlah MAG selama 10 kali siklus reaksi mengalami penurunan masing-masing sekitar 16% dari rendemen serta jumlah MAG awal.

(5)

 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(6)

CIRCULATED PACKED BED REAKTOR

PRIMA LUNA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

NRP : F251080341 Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si

NIP. 19630701 198811 2 001 Anggota Dr. Ir. Tri Haryati, MS

Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc

NIP. 19620920 198603 2 002 NIP. 19650814 199002 1 001 Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(9)

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil pada Circulated Packed Bed Reaktor” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Tri Haryati, MS selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, bimbingan dan pendanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji atas ilmu, saran dan masukan bagi sempurnanya karya ilmiah penulis ini.

3. Orang tuaku Papah dan Mamah (Prof. H. Sambas Basuni dan Hj. Nurahmat, SE. M.Pd) yang selalu menjadi inspirasi bagi penulis, Papa dan Mama Palembang (H. Sumanto dan Hj. Swati), adik-adik tercinta (de tiara&de utik) serta keluarga besar atas doa dan semangat yang telah diberikan.

4. Suami dan anak-anak tercinta (Koko Setiawan, Abang Ayyash, dan Dede Nusaibah) atas doa, pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Sahabat seperjuangan IPN 2008 : Ibu-ibu manis (Teh Elin, Teh Susi, Mba Titin, Mb Siti, Mb Yeni), Alin, Lia, Ira, Nono, Arief atas segala bantuan dan motivasinya, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

6. WAMY (World Assembly Moslem Youth) atas bantuan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Indofood Riset Nugraha 2010 atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 08 Juni 1983 dari ayah Prof. Dr. Ir. H. Sambar Basuni, MS dan Ibu Hj. Nurahmat, SE. M.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK. Penulis memilih Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjananya pada bulan Juni tahun 2005. Kemudian pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi Magister Sains di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(11)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Monoasilgliserol (MAG) adalah salah satu emulsifier yang banyak

digunakan sebagai bahan tambahan pangan. MAG secara luas digunakan dalam

produk bakeri, margarine, produk susu, dan confectionary karena sifat

emulsifikasi, stabilisasi, dan conditioning (Damstrup et al., 2005). Komersial

MAG banyak terbuat dari gliserolisis minyak atau lemak. Reaksi gliserolisis

dipercepat dengan penggunaan katalis basa inorganik, seperti NaOH atau

Ca(OH)2 pada temperatur tinggi (220-260o

Penelitian sintesis monoasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG)

secara enzimatis telah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain Pujiastuti (1998)

dan Nuraeni (2008) telah berhasil memanfaatkan Destilat Asam Lemak Minyak

Sawit (DALMS) sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono- dan

diasilgliserol (M-DAG), kemudian Kitu (2000) telah berhasil memanfaatkan

Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa (DALMIK) sebagai bahan baku pembuatan

emulsifier mono- dan diasilgliserol (M-DAG) secara enzimatis.

C). Kandungan MAG dalam

keseimbangan bervariasi antara 10-60% tergantung pada rasio gliserol dengan

minyak dalam campuran reaksi.

Salah satu jenis MAG, yaitu monolaurin, monogliserida dari asam laurat,

merupakan salah satu produk turunan dari minyak, yang memiliki keistimewaan.

Kegunaan monolaurin adalah sebagai bahan pengawet pangan dan sanitizer. Saat

ini monolaurin sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi dan

obat-obatan. Produk paten dari monolaurin yang sudah beredar adalah

Lauricidin(R). Monolaurin dilaporkan memiliki kemampuan menghancurkan virus

herpes dan HIV-1 serta menurunkan resiko penularan virus ini pada bayi dari ibu

hamil yang terinfeksi HIV, selain itu monolaurin juga efektif menghambat sel

vegetative B. cereus (Cotton dan Marshall, 1997). Monolaurin juga dilaporkan

dapat mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein

intraselular dan asam nukleat sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan

(12)

Produk monolaurin dapat dibuat dari berbagai macam minyak yang

memiliki kandungan asam laurat tinggi seperti Destilat Asam Lemak Minyak

Kelapa (DALMIK), minyak kelapa, minyak inti sawit, dan asam laurat komersial

itu sendiri. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang

mengandung 12 atom karbon dan tidak memiliki ikatan rangkap. Asam laurat

mengandung gugus hidrokarbon non polar pada bagian ekornya dan asam

karboksilat yang polar pada bagian kepala. Hal tersebut menyebabkan asam laurat

ini dapat berinteraksi baik dengan air maupun minyak.

Pembuatan MAG dan DAG dilakukan secara kimia dan enzimatis. Cara

kimia merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam industri, namun

reaksi kimia seperti ini berlangsung lama, tidak selektif, dan menggunakan energi

dalam jumlah besar. Selain itu, cara ini akan menghasilkan produk samping yang

tidak dikehendaki seperti warna gelap, rasa terbakar, dan flavor yang

menyimpang. Sintesis MAG secara enzimatis menjadi pilihan peneliti beberapa

tahun terakhir, karena aktivitas katalitik enzim yang sangat tinggi dan

kemampuannya bekerja pada suhu relatif rendah (McNeill et al., 1992). Sintesis

enzimatis dapat dilakukan dengan hidrolisis, esterifikasi asam lemak,

transesterifikasi ester asam lemak dan gliserolisis minyak atau lemak dengan

menggunakan enzim lipase. Berkembangnya teknologi enzim imobil

meningkatkan stabilitas enzim (Haryadi, 1996), salah satu enzim imobil yang

banyak digunakan adalah Lipozyme dan Novozyme.

Dengan pertimbangan nilai ekonomi dan kesehatan dari produk turunan

minyak dan lemak, monolaurin, maka perlu upaya kajian teknologi pengolahan

minyak atau lemak untuk menghasilkan produk tersebut. Pada penelitian ini

monolaurin disintesis dengan cara esterifikasi yaitu mereaksikan asam laurat dan

gliserol menggunakan enzim lipase imobil. Faktor-faktor yang menentukan agar

sintesis MAG secara esterifikasi enzimatis berlangsung optimal antara lain: faktor

suhu, waktu reaksi, dosis enzim, dan jumlah pelarut yang digunakan. Suhu dan

waktu reaksi pada penelitian terdahulu, akan digunakan sebagai titik tengah

optimasi setelah diuji cobakan dan hasilnya konstan. Kemudian dilakukan tahap

(13)

laurat secara enzimatis serta dilakukan pula pengujian stabilitas enzim imobil

yang digunakan, yaitu Novozyme®

Harga lipase komersial biasanya sangat tinggi karena proses produksinya

yang sulit dan memakan waktu. Selain itu, dalam proses reaksi enzimatis, lipase

tidak dapat digunakan kembali lagi karena terlarut dalam media reaksi. Hal ini

menyebabkan biaya reaksi yang dikatalisis lipase menjadi meningkat. Perlu

adanya penelitian tentang teknik penggunaan kembali lipase, salah satunya adalah

teknik reaksi immobilisasi dengan bantuan support sebagai media pembantu yang

dapat menahan enzim dalam struktur molekulnya. 435.

Recovery dan penggunaan kembali (reuse) enzim dari reaksi esterifikasi

dikarenakan alasan biaya (cost). Oleh karena itu stabilitas lipase dalam reaksi

adalah parameter penting (Rozendaal,1997). Kehilangan aktivitas selama reaksi

inesterifikasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu inaktivasi panas lipase dan

kontaminasi oleh komponen minor dalam reaktan. Kontaminasi reaktan dapat

dicegah dengan cara penyaringan secara hati-hati dari reaktan tersebut, tapi lipase

harus tahan pada suhu relatif tinggi yang digunakan dalam reaksi.

Stabilitas enzim imobil diuji dengan cara penggunaan kembali (re-use)

enzim pada reaksi esterifikasi dengan cara enzim dipisahkan dari reaksi, kemudian

dicuci dengan pelarut dan dikeringkan. Setelah itu digunakan kembali pada proses

dan kondisi reaksi yang sama beberapa kali. Hal ini bertujuan untuk melihat

seberapa stabil enzim imobil komersial dapat digunakan dengan menganalisis

parameter rendemen dan komposisi MAG yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mencari kondisi optimum untuk sintesis monolaurin melalui proses

esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor.

2. Menguji stabilitas enzim Novozyme® 435 dalam reaksi esterifikasi

circulated packed bed reactor dengan melihat parameter rendemen dan

(14)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Pengembangan teknologi pembuatan monolaurin dengan metode enzimatis

2. Informasi seberapa stabil enzim lipase imobil dapat digunakan dalam reaksi

esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor memproduksi

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Laurat

Asam laurat atau asam dodekanoat adalah

sedang (middle-chained fatty acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom

utama asam lemak ini adal

laurat, sertapalm kernel oil). Sumber lain adalah susu sapi.

Asam laurat memiliki titik lebur 44°C dan titik didih 225°C sehingga pada suhu

ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan.

Rumus kimia: CH3(CH2)10COOH, berat molekul 200,3 g.mol-1. Asam-asam

lemak rantai pendek memiliki kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin

panjang rantai asam-asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin

berkurang. Asam kaprilat pada 30 oC mempunyai nilai kelarutan 1, yang artinya 1

gram asam kaprilat dapat larut dalam setiap 100 g air pada suhu 30 oC. Sedangkan

asam stearat mempunyai nilai kelarutan sekitar 0,00034 pada suhu 30 o

Sifat fisikokimia asam laurat banyak dimanfaatkan oleh industri yang

menghasilkan produk personal care dan farmasi, misalnya pada industri

C

(Ketaren, 2005). Sifat kelarutan tersebut digunakan sebagai dasar untuk

memisahkan berbagai asam lemak yang tidak jenuh, yaitu dengan proses

kristalisasi.

Natrium laurilsulfat adalah turunan yang paling sering dipakai dalam industri

sabun dan shampoo, sedangkan pada industri kosmetik, asam laurat ini berfungsi

sebagai pengental, pelembab dan pelembut. Asam laurat atau asam lemak berantai

menengah berbeda dengan asam lemak berantai panjang yang memiliki molekul

lebih besar. Sifat-sifat metabolisme asam lemak rantai menengah jauh lebih

mudah dicerna dan diserap usus dan dibawa ke hati untuk diubah menjadi energi.

Itu karena asam lemak rantai menengah memiliki molekul ukuran lebih kecil

sehingga cepat menghasilkan energi untuk tubuh.

Asam laurat banyak terdapat pada minyak kelapa yang telah dikenal sejak

4000 tahun yang lalu sebagai minyak kesehatan dalam obat-obatan Ayurvedic.

Penelitian terakhir menyebutkan kandungan minyak dan lemak dalam minyak

kelapa, yaitu asam lemak rantai sedang (MCFA) dan monogliserida dari asam

(16)

lemak dalam air susu ibu (ASI) (Kabara, 1983; Jensen et al., 1992; Jensen, 1996;

Kolezko et al., 1992). Asam lemak jenuh pada minyak kelapa didominasi oleh

asam lemak laurat yang memiliki rantai karbon 12, sehingga minyak kelapa sering

juga disebut minyak laurat. Asam lemak jenuh rantai menengah inilah yang

membuat minyak kelapa murni bermanfaat bagi kesehatan.

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam

minyak asam laurat (Ketaren, 2005), karena kandungan asam lauratnya paling

besar jika dibandingkan asam lemak lainnya. Komposisi asam lemak minyak

kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa asam

lemak jenuh minyak kelapa lebih kurang 90 persen. Minyak kelapa mengandung

84 persen trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen

trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4 persen trigliserida dengan satu

asam lemak jenuh.

Tabel 1 Komposisi Asam lemak Minyak Kelapa

Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam lemak jenuh:

Asam kaproat C5 H11 COOH 0,0 – 0,8

Asam kaprilat C7 H17 COOH 5,5 – 9,5

Asam Kaprat C9 H19 COOH 4,5 – 9,5

Asam Laurat C11 H23 COOH 44,0 – 52,0

Asam miristat C13 H27 COOH 13,0 – 19,0

Asam palmitat C15 H31 COOH 7,5 – 10,5

Asam stearat C17 H35 COOH 1,0 – 3,0

Asam arachidat C19 H39 COOH 0,0 – 0,4

Asam lemak tidak jenuh:

Asam palmitoleat C15 H29 COOH 0,0 – 1,3

Asam oleat C17 H33 COOH 5,0 – 8,0

Asam linoleat C17 H31 COOH 1,5 – 2,5

Sumber: Thieme (1968) Di dalam Ketaren (2005)

Sumber asam laurat lain adalah minyak inti sawit (PKO). Minyak inti

sawit adalah minyak berwarna putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari

proses ekstraksi inti buah tanaman Elaeis guineensis Jacq (SNI 01-0003-1992),

sedangkan Crude Palm Oil (CPO) didapatkan dari ekstraksi daging sawit. Bagian

buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Kedua jenis minyak tersebut akan

(17)

and Deodorized Palm Oil (RBDPO), RBDPKO, minyak goreng, minyak makan,

margarine, shortening dan lain sebagainya.

Gambar 1 Bagian-bagian buah kelapa sawit (FAO, 2006)

Minyak inti sawit mengandung berbagai komponen asam lemak.

Komposisi trigliserida yang mendominasi minyak inti sawit adalah trilaurin, yaitu

trigliserida dengan tiga asam laurat sebagai ester asam lemaknya. Minyak inti

sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang

sempit, sedangkan minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam

laurat dan kisaran titik leleh yang luas. Minyak sawit mengandung asam lemak

jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh

yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan

pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52 %), asam miristat

(14-17%), dan asam oleat (13-19%). Kandungan asam lemak dalam kedua jenis

(18)

Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit

Asam Lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%)

Asam kaprilat - 3 – 4

Asam kaproat - 3 – 7

Asam laurat - 46 – 52

Asam miristat 1.1 – 2.5 14 – 17

Asam palmitat 40 – 46 6.5 – 9

Asam stearat 3.6 – 4.7 1 – 2.5

Asam oleat 39 – 45 13 – 19

Asam linoleat 7 – 11 0.5 – 2

Sumber : Eckey (1995)

Minyak inti sawit memiliki kemiripan sifat dan komposisi asam lemak

dengan minyak kelapa, sehingga dalam penggunaannya dapat bersifat sebagai

bahan subtitusi. PKO dan minyak kelapa sering digunakan oleh industri oleokimia

sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk surfaktan dan emulsifier.

Kandungan asam laurat yang cukup tinggi pada minyak inti sawit menjadi salah

satu kelebihan karena asam lemak ini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh.

Pengolahan minyak dari kelapa sawit ini akan mengalami peningkatan

seiring dengan semakin tingginya permintaan pasar dan majunya teknologi

rekayasa pengolahan minyak. Teknologi tersebut diharapkan dapat menghasilkan

produk yang dapat diaplikasikan di berbagai aspek industri pengolahan serta dapat

bersaing dengan produk minyak nabati lainnya di pasar dalam negeri maupun

internasional.

Gliserol

Gliserol, disebut juga gliserin, adalah suatu larutan kental yang memiliki

rasa manis, tidak berwarna, tidak memiliki bau, dan bersifat higroskopis. Gliserol

merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus hidroksil yang bersifat

hidrofilik sehingga dapat larut dalam air. Oleh karena itu, larutan kental ini

banyak digunakan sebagai pelembab pada kosmetik. Rumus kimia gliserol adalah

C3H8O3 dengan nama kimia propane-1,2,3-triol. Gliserol memiliki berat molekul

92. 10, massa jenis 1,261 g/cm3, titik didih 290oC, dan viskositas 1.5 Pa.s

(19)

Gambar 2 Struktur molekul gliserol

Gliserol dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan

monogliserida, digliserida, dan trigliserida melalui proses reaksi gliserolisis,

esterifikasi atau inesterifikasi secara kimia atau enzimatis. Bila suatu radikal asam

lemak berkaitan dengan gliserol maka akan terbentuk suatu monogliserida. Reaksi

asam lemak dan gliserol dapat dilihat pada Gambar 3. Trigliserida akan terbentuk

bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol (Winarno,

2002). Penggunaan gliserol akan menyebabkan reaksi keseimbangan menuju ke

arah kanan reaksi esterifikasi sehingga menghasilkan produk MAG yang cukup

tinggi (Fischer, 1998).

O

H2C-OH O H2C-O-C-R

HC-OH + HO-C-R HC-OH + H 1

2

H

O

2C-OH H2

Gliserol Asam lemak Monoasilgliserol air

C-OH

Gambar 3 Reaksi esterifikasi satu molekul asam lemak dengan satu gliserol (Winarno, 2002)

Monoasilgliserol

Monoasilgliserol atau MAG tersusun atas sebuah asam lemak dan dua

gugus hidroksil bebas yang menempel pada sebuah molekul gliserol. Bagian asam

lemaknya atau rantai asil lemaknya bersifat lipofilik dan dapat bercampur dengan

bahan-bahan yang berlemak, sedangkan grup hidroksilnya bersifat hidrofilik dapat

(20)

banyak digunakan dalam pangan, farmasi, dan industri kosmetik (Bornscheuer,

1995). MAG dan turunannya sebanyak 75% digunakan sebagai emulsifier pangan

di dunia dan di Amerika Serikat sekitar 100 juta kilogram digunakan per tahunnya

(Sagalowicz, 2006; Birnbaum, 1981 di dalam Chetpattananondh et al.., 2008).

Menurut Li dan Ward (1993) di dalam Bornscheuer (2005), MAG juga

bermanfaat untuk kesehatan, misalnya MAG yang mengandung n-3-PUFA seperti

EPA dan DHA positif mencegah kerusakan cardiovascular, dan

monopentadecanoglycerol digunakan sebagai bahan tambahan perawatan rambut.

Struktur molekul MAG dapat dilihat pada Gambar 4.

H2

H C OH

C O C R1

H2

Gambar 4 Monoasilgliserol C OH

Pada skala industri, MAG telah banyak diproduksi dengan menggunakan

metode gliserolisis kimia minyak/lemak dan gliserol. Reaksi gliserolisis kimia ini

dilakukan pada suhu tinggi (220 – 250o C) menggunakan katalis basa inorganik

dalam atmosfer gas nitrogen. Penggunaan suhu tinggi memiliki

Gliserolisis kimia komersial biasanya menghasilkan 30-60% MAG, 35-50%

DAG, 1-20% TAG, 1-10% asam lemak bebas dan logam garam basa (Damstrup

et al., 2006). Menurut WHO dan arahan EU, MAG dan DAG dari asam lemak

disyaratkan mengandung kurang lebih 70% MDAG, 30% MAG, dan maksimum

gliserol 7% (Damstrup et al., 2006). Untuk menghasilkan produk MAG dengan

kemurnian tinggi (90-95%), MAG sering dimurnikan dari campuran

kesetimbangan dengan distilasi.

beberapa

kelemahan, seperti warna gelap, rasa terbakar, dan mengkonsumsi energi yang

banyak.

Gliserolisis dengan katalis enzim lipase lebih banyak digunakan beberapa

tahun belakangan, hal ini dikarenakan teknologi yang digunakan lebih baik

(21)

membuat produksi MAG yang sensitif terhadap panas dengan asam lemak tidak

jenuh rantai panjang lebih mudah, dimana jika dilakukan dengan proses kimia

sulit dilakukan. MAG dari gliserolisis kimia menjadi bahan atau senyawa

potensial bagi industri dengan fungsional yang lebih baik atau profil nutrisi asam

lemak yang lebih sehat (Damstrup et al., 2005).

Reaksi gliserolisis enzimatis pada suhu rendah memiliki kelemahan karena

mengandung tiga fase, yaitu fase hidrofobik minyak, fase gliserol hidrofilik, dn

fase enzim padat. Karena enzim memiliki karakteristik hidrofilik, gliserol sering

mengikat partikel enzim dan membuat akses molekul minyak ke partikel enzim

menjadi sulit. Hal ini menyebabkan rendemen MAG menjadi relatif rendah dan

waktu reaksi tidak praktis dari sudut pandang industri.

Tabel 3 Kandungan MAG setelah reaksi gliserolisis dalam berbagai pelarut

Pelarut Kandungan MAG

Tidak menggunakan pelarut 0.0 + 0.00

Kloroform 0.0 + 0.00

n-Heptan 1.1 + 0.02

n-Heksan 1.4 + 0.03

Iso-oktan 1.5 + 0.17

Asetonitril 2.0 + 0.07

Toluen 2.9 + 0.20

2- Butanon 5.4 + 0.10

Aseton 11.5 + 0.73

Isopropanol 18.0 + 0.31

Etanol 21.0 + 0.18

3-Pentanon 29.4 + 0.26

Tert-Pentanol 64.9 + 1.12

Tert-Butanol 83.6 + 0.14

Sumber: Damstrup et al. (2005)

Pengunaan pelarut yang cocok pada sistem akan memperbaiki

bercampurnya substrat sehingga sistem akan homogen dan meningkatkan

konversi substrat, waktu reaksi, dan distribusi produk membentuk MAG

(Damstrup et al., 2005). Pelarut seperti n-heksan, n-heptan, dioksan, asetonitril,

aseton, isooktan, 2-metil-2 propanol butanol), 2-metil-2 butanol

(tert-pentanol), atau campuran beberapa pelarut akan berguna untuk reaksi

inesterifikasi lipase. Data pada Tabel 3 menunjukkan kandungan MAG setelah

(22)

gliserol/minyak, 5:1; waktu reaksi 150 menit; suhu 50o

MAG terdiri dari beberapa jenis, salah satu diantaranya adalah gliserol

monolaurat atau monolaurin adalah senyawa multifungsi dengan sifat sebagai

emulsifier dan antimikroba (Cotton dan Marshall, 1997). Monolaurin terbentuk

dari reaksi antara gliserol dan asam laurat. Keistemewaan dari monolaurin lainnya

adalah dapat menghambat sel vegetative Bacillus cereus (Cotton et al., 1997).

Penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa monolaurin dapat

menghambat aktivitas Listeria monocytogenes, B. stearothermophilus dan B.

subtilis (Kabara, 1983).

C; pelarut 50 ml/10 g

minyak; dosis enzim 30% (w/w minyak).

Transesterifikasi

Pembuatan MAG dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode

seperti esterifikasi langsung, reaksi gliserolisis, serta dapat dilakukan secara

enzimatis maupun kimia. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat

dan alkohol untuk membentuk ester. Reaksi esterifikasi kimia sederhana dapat

dilakukan pada suhu tinggi tanpa menggunakan katalis dan pada suhu yang lebih

rendah dilakukan dengan katalis.

Reaksi esterifikasi langsung terjadi antara ester asam lemak dengan gliserol

dan dilakukan pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama dengan bantuan

katalis asam. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi sangat dihindari karena akan

terjadi reaksi sekunder yaitu polimerisasi gliserol, dehidratasi gliserol dengan

pembentukan akrolein. Air yang merupakan hasil samping dari reaksi esterifikasi

ini harus dijerap dengan menggunakan zat kimia tertentu agar reaksi tidak

reversible. Pada metode gliserolisis, lemak/ minyak dalam bentuk trigliserida

direaksikan dengan gliserol dan ditambahkan katalis kimia kemudian dipanaskan

pada suhu yang tidak terlalu tinggi (± 1200

Metode pembuatan MAG secara enzimatis dilakukan pada suhu yang lebih

rendah dibandingkan dengan metode kimia dikarenakan enzim yang digunakan

memiliki karakteristik kerja yang spefisik pada suhu tertentu. Tahapan reaksi C) atau tergantung tingkat kereaktifan

(23)

transesterisfikasi antara gliserol dan minyak atau lemak (reaksi gliserolisis) dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5 Reaksi esterisfikasi antara gliserol dan minyak atau lemak (reaksi gliserolisis). (Monteiro et al. 2003)

Reaksi inesterifikasi ini dapat terjadi secara acak maupun terarah. Secara

umum reaksi inesterifikasi dapat terjadi secara batch, semi-continously, atau

continously. Reaksi ini akan berjalan dengan empat tahapan, yaitu: perlakuan awal

minyak, penambahan katalis, terjadi reaksi, dan deaktivasi enzim. Reaksi terjadi

secara acak mengikuti hukum keseimbangan hingga menghasilkan komposisi

MAG, DAG, dan TAG tertentu.

Penggunaan katalis dalam reaksi inseterifikasi akan berpengaruh terhadap

peningkatan laju reaksi yang terjadi. Katalis yang digunakan dalam reaksi

inesterifikasi dapat berupa katalis kimia maupuan katalis enzimatis. Kedua jenis

katalis ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan katalis kimia lebih

banyak dilakukan, karena katalis kimia memiliki kelebihan antara lain mudah

penanganannya, harganya yang murah, mudah dipisahkan, dan dapat digunakan

dalam konsentrasi yang relatif rendah. Namun penggunaan katalis kimia pun

memiliki kekurangan antara lain terjadinya variasi produk yang beragam karena

gugus asil terdistribusi dengan acak. Menurut Bornscheuer (1995), produk hasil

sintesis secara kimiawi memiliki rendemen yang rendah, warna yang gelap, dan

(24)

Penggunaan katalis enzimatis mulai dilirik untuk memperbaiki kekurangan

yang terdapat pada penggunaan katalis kimia. Katalis enzimatis memiliki

keunggulan antara lain produk yang dihasilkan tidak memiliki keragaman besar.

Hal ini dikarenakan penggunaan enzim lipase memiliki kespesifikan tertentu

artinya enzim ini akan memotong ikatan antara gliserol dan asam lemak pada titik

tertentu (Elizabeth dan Boyle, 1997). Sintesis MAG enzimatis dapat dilakukan

dengan hidrolisis, esterifikasi asam lemak, transesterifikasi ester asam lemak dan

gliserolisis minyak atau lemak dengan katalis lipase. Kelemahan metode

enzimatis ini adalah harga enzim yang relatif mahal dan bersifat labil. Namun,

dengan berkembangnya teknologi enzim imobil, enzim dapat digunakan ulang

sampai beberapa kali sehingga mengurangi biaya keseluruhan. Sifat labil enzim

dapat diatasi dengan berkembangnya teknik enzimologi mikroakueus dimana

stabilitas enzim dapat ditingkatkan (Hariyadi, 1996). Mikroakueus adalah kondisi

lingkungan reaksi dengan konsentrasi air terbatas, yaitu tidak lebih dari 0.1% v/v.

Kondisi ini akan mempermudah reaksi sintesis produk, isolasi produk, dan

pemakaian ulang enzim. Kondisi mikroakueus dapat diterapkan dengan

menggunakan pelarut organik sebagai pengganti air dalam reaksi. Kehadiran air

dalam campuran reaksi dapat membentuk asam lemak bebas yang tidak

diinginkan (Damstrup et al., 2005)

Damstrup et al. (2005) telah melakukan penelitian memproduksi MAG

secara enzimatis dengan reaksi gliserolisis menggunakan pelarut organik yang

sesuai. Beberapa pelarut murni dan campuran digunakan dalam sistem reaksi

batch yang menggunakan 5.26 g gliserol, 10 g minyak bunga matahari, 50 ml

pelarut, 3 g Novozym® 435 lipase, suhu reaksi 50o C, selama 150 menit. Dari 13

pelarut yang diuji tert-butanol dan tert-pentanol adalah pelarut murni yang cocok

untuk reaksi gliserolisis cepat dengan menghasilkan kandungan MAG 68-82%.

Pada tahun berikutnya, Damstrup et al. (2006) melakukan penelitian kembali

dengan memproduksi MAG secara gliserolisis enzimatis dalam pelarut tert-

pentanol dengan optimasi menggunakan RSM (Response Surface Methodology).

Bahan yang digunakan adalah 10 g minyak bunga matahari, berbagai rasio

substrat, dan berbagai jumlah pelarut dalam sistem pada suhu 50o C, serta

(25)

dosis enzim, waktu reaksi, rasio substrat gliserol/minyak, dan jumlah pelarut.

Parameter yang paling signifikan dalam pengujian untuk menghasilkan MAG

adalah dosis enzim dan waktu reaksi. Kondisi optimal yang menghasilkan

rendemen MAG tinggi adalah dosis enzim 18 % (w/w minyak); rasio

gliserol/minyak 7:1 (mol/mol); jumlah pelarut 500 ml (v/w minyak)dan waktu

reaksi 115 menit. Kandungan MAG yang dihasilkan adalah 76%.

Monteiro et al. (2003) melakukan penelitian reaksi esterifikasi enzimatis

dengan substrat asam laurat dan gliserol (rasio molar 1:5) dalam sistem

homogenus dengan katalis enzim Lipozyme IM. Aktivitas enzim Lipozyme IM

adalah 5-6 BAUN/g (Batch Acidolysis Units Novo). Pelarut yang digunakan

adalah heksan dan tert-butanol (1:1 v/v). Hasil reaksi pada sistem homogenus

n-heksan/tert butanol (1:1 v/v) lebih baik karena produk yang dihasilkan adalah

monolaurin dengan sedikit sekali dilaurin. Sedangkan pada reaksi menggunakan

pelarut heksan saja, produk yang dihasilkan adalah campuran monolaurin dan

dilaurin. Hal ini berarti penggunaan campuran pelarut tert butanol dan heksan (1:1

v/v) dapat meminimalisir terjadinya migrasi asil. Sistem pelarut menjadi lebih

polar dari heksan murni menyebabkan pengambilan air dari medium sehingga

mencegah terjadinya inaktivasi enzim dan meningkatkan konversi substrat

menjadi produk yang diinginkan. Konversi asam laurat menjadi monolaurin

dianalisis menggunakan GC dengan waktu retensi 22 menit sebesar 65% selama 8

jam reaksi.

Haryati et al. (2007, tidak dipubilkasikan) melakukan penelitian reaksi

esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu asam lemak laurat dan

gliserol. Asam lemak laurat dan gliserol direaksikan dalam tabung erlenmeyer

sebanyak 1:5 (mol/mol substrat), ditambah campuran pelarut heksan 250 ml dan

tertier butanol 190 ml, kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker dengan

kecepatan 200 rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50o C. Setelah suhu reaksi yang

diinginkan dalam rotary shaker tercapai, ditambahkan enzim lipase dengan

perbandingan 5% (w/w minyak). Reaksi dibiarkan berjalan hingga 55 jam.

Kemudian produk dari enzim dipisahkan dengan cara disaring, kemudian filtrat

(26)

pada suhu 7o

Suhu dan waktu reaksi merupakan faktor penting dalam reaksi esterifikasi.

Suhu dan waktu reaksi dijadikan sebagai parameter dalam penelitian ini.

Pemilihan suhu reaksi 50

C. Pemisahan endapan yang merupakan produk hasil fraksinasi

kemudian dilakukan dengan cara penyaringan.

o

Tabel 4 Perbandingan kondisi reaksi esterifikasi menggunakan enzim lipase C dalam reaksi esterifikasi enzimatis telah banyak

dilakukan oleh beberapa peneliti seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan

pemilihan waktu reaksi 55 jam adalah berdasarkan hasil penelitian terdahulu pada

sintesis monolaurin (Haryati et al., 2007, tidak dipublikasikan).

Parameter Kitu (2000)

Arbianti

et al. (2008) Nuraeni (2008) Damstrup, et al. (2006) Watanabe, et al. (2003)

Substrat 10 g DALMS: 14 g gliserol Asam laurat: gliserol 3:3 DALMS: gliserol 2:3 (mol/mol) Sunflower oil: gliserol 1:7 (mol/mol) Minyak kaya DAG: gliserol 2:1

Jumlah Enzim 1,2 g Sumber lipase biji wijen 90% dari berat substrat

4 % (w/w dari total substrat)

18% (w/w oil)

5% (bk)

Kondisi reaksi Shaker 200 rpm, suhu 60o

Suhu 53

C, 4 jam

o

Shaker 250 rpm, suhu 50 C, 18

jam o

Suhu 50

C, 5 jam

o

Suhu 50 C, 115

menit

o

C, 7 hari

Kromatogram GC untuk standar 1-monolaurin menunjukkan puncak

dengan waktu retensi 11,074 menit (Luas Area 9,32068%) dan 11,709 ( Luas

Area 90,67392%). Adanya dua puncak pada standar tersebut kemungkinan

dikarenakan oleh bentuk isomernya. Berdasarkan waktu retensi puncak standar,

Haryati (2007, tidak dipublikasikan) menyimpulkan bahwa produk yang

dihasilkan pada kromatogram GC dengan waktu retensi 11,162;11,973; 12,210,

dan 12,536 menit dengan luas area total adalah 73,69194 % adalah monolaurin,

sedangkan pada puncak dengan waktu retensi 18,723 DAG dengan luas area

(27)

hasil analisis LC-MS terhadap diester yang diperkirakan dilaurin, menghasilkan

kromatogram dengan puncak dominan pada waktu retensi 17,8 menit.

Gambar 6 Kromatogram GC untuk sintesis monolaurin dengan reaksi esterifikasi enzimatis secara batch (Haryati et al., 2007, tidak dipublikasikan)

Enzim Lipase

Lipase (triasilgliserol ester hidrolase, EC. 3.1.1.3) adalah enzim yang

memilki kemampuan mensintesis minyak atau lemak. Lipase juga mengkatalisis

hidrolisis triasilgliserol pada interfase minyak dalam air dan akan membentuk

ikatan ester pada lingkungan dengan kondisi sedikit air. Reaksi yang mungkin

terjadi pada kondisi lingkungan tersebut adalah esterifikasi, transesterifikasi,

polimerisasi, laktonisasi (Divakar dan Manohar, 2007). Lipase sebagai katalis

dapat diperoleh dari berbagai organisme seperti tanaman, hewan, dan

mikroorganisme. Lipase komersial yang tersedia saat ini terutama diperoleh dari

mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir. Pada umumnya lipase dari Waktu Retensi (menit)

R

es

pon D

et

ekt

(28)

hewan dan tumbuhan memiliki stabilitas termal yang lebih rendah daripada lipase

mikrobial, sehingga industri lebih banyak menggunakan lipase dari

mikroorganisme. Mikroorganisme penghasil lipase dari bakteri antara lain P.

Flourescens, S. Carnosus, B. Stearothermophillus, C. Viscocum. Lipase yang

berasal dari kapang adalah A. Niger, R. Miehei, R. Delemar. Sedangkan lipase dari

khamir dapat diperoleh dari C. Cylindriceae, C. Auriculariae, C. Curvata, dan

Hansenula aromala (Borgstrom et al., 1984).

Beberapa jenis lipase yang dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi adalah R.

Miehei, A. Niger, R. Delemar, G. Candidum, P. Camembertii, R. Arrhizus, C.

Antartica, Pseudomonas sp., C. Viscosum. Lipase-lipase tersebut telah diteliti

dapat menghasilkan MAG sebagai produk utama pada beberapa jenis substrat

(Bornscheuer, 1995). Novozym®

Reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase berlangsung pada sisi aktif enzim.

Menurut Brady et al. (1990) di dalam Hariyadi (1995), sisi aktif lipase terdiri dari

trio residu asam amino yaitu Ser-Asp-His. Dalam struktur enzim, sisi aktif ini

tersembunyi di balik suatu tutup, yaitu polipeptida yang sering disebut lid enzim.

Secara fisiologis lid enzim tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan

proteolitik asam-asam amino sisi aktif, yang akan berdampak negatif terhadap

aktivitas enzim. Lid bersifat fleksibel dan pada waktu membuka menyebabkan

substrat dapat mencapai sisi aktif enzim. Lid mengandung residu triptofan (Trp)

yang bersifat nonpolar. Pada saat enzim inaktif, sisi aktif lipase masih berada

dalam keadaan tertutup karena lid berinteraksi dengan residu hidrofobik di sekitar

inti katalitik. Keberadaan lingkungan hidrofobik (nonpolar) di sekitar enzim akan

memberikan kesempatan bagi lid untuk membuka, karena adanya interaksi antara

area nonpolar lid dengan lingkungan hidrofobik. Perubahan struktur yang 435 yang disuplai oleh Novozymes A/S

(Bagsvaerd, Denmark) adalah lipase komersial yang berasal dari C. Antartica

yang diproduksi submerged fermentation rekayasa genetik dari mikroorganisme

Aspergillus oryzae dan diabsorbsi dalam macroporous resin (Damstrup et al.,

2006). Candida antartica termasuk kedalam kelompok enzim yang

selektifitasnya tidak signifikan dan mengkatalisis reaksi gliserol pada tiga posisi

(29)

menyebabkan terbukanya sisi aktif ini, menyebabkan substrat mudah untuk

berafinitas dengan sisi aktif lipase, sehingga terjadi proses katalisis.

Stabilitas Enzim Lipase Imobil

Stabilitas enzim dapat diartikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama

penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut,serta kestabilan terhadap senyawa

yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam,basa) dan oleh pengaruh suhu

atau pH ekstrim. Stabilitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh

enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis. Pasa prinsipnya, ada dua cara yang

dapat ditempuh untuk memperoleh enzim yang mempunyai stabilitas tinggi yaitu:

(1) menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim alami; (2)

mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak/ kurang

stabil. Peningkatan stabilitas dapat ditempuh melalui: (a) imobilisasi enzim; (b)

modifikasi kimia; dan (c) protein engineering (Janecek, 1993). Lipase merupakan

enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak

industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase

terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia

sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi hidrolisis,

esterifikasi, alkoholisis, asidolisis atau aminolisis. Candida dan Rhizopus yang

merupakan organisme yang paling sering dipakai sebagai sumber sintesis

penghasil lipase (Pandey et al., 1999).

Enzim Lipase akan mengkatalis reaksi pada interfase, dan untuk

menghasilkan kecepatan reaksi yang tinggi, maka area interfase antara reaktan dan

fase enzim yang lebih hidrofilik dibutuhkan. Hal ini dapat dicapai dengan

produksi dispersi lipase yang baik dalam fase organik misalnya dengan

menggunakan surfaktan atau dengan mengimobilisasi enzim pada partikel

pendukung macroporous. Imobilisasi lipase biasanya dipilih untuk proses

inesterifikasi (Rozendaal, 1997). Imobilisasi lipase akan memperbaiki stabilitas,

pemisahan produk, dan pemisahan enzim dari reaksi untuk digunakan kembali

(Nawani et al., 2006).

Penggunaan enzim lipase dalam reaksi esterifikasi untuk menghasilkan

(30)

daripada dengan katalis kimia. Hanya saja secara ekonomis penggunaan katalis

enzim lipase lebih mahal. Untuk mengatasi masalah ini enzim lipase digunakan

pada fase imobil sehingga dapat digunakan berulang-ulang dan memungkinkan

untuk diaplikasikan pada proses circulated packed bed reactor. Dengan

perkembangan teknologi peneliti dari Novozymes A/S, Bagsvaerd, Denmark telah

berhasil memproduksi Novozyme®

Enzim lipase imobil menjadi pilihan dalam reaksi untuk mencapai

kecepatan reaksi inesterifikasi. Enzim imobil dilakukan dengan cara

mengadsorpsi enzim ke dalam partikel macroporous dengan interaksi ionik atau

hidrofobik, karena protein tidak dapat larut dalam reaksi campuran. Partikel

macroporous harus memiliki area yang cukup pada permukaan dalam untuk

mengadsorpsi sejumlah lipase dan area permukaan bahan sekitar 10-100 m 435 yang diklaim sebagai enzim yang

harganya terjangkau. Lipase imobil ini kemudian dikomersialisasikan untuk

memenuhi kebutuhan produksi komoditas minyak dan lemak.

2

Enzim imobil yang digunakan pada penelitian ini adalah Novozyme

/g

yang normal digunakan. Diameter rata-rata pori partikel pendukung > 100 nM

banyak dipilih. Kemudian asal bahan kimia permukaan partikel juga penting

diperhatikan.

®

435.

Novozyme® 435 dibeli dari Novozymes A/S (Bagsvaerd, Denmark) adalah lipase

komersial yang berasal dari C. Antartica yang diproduksi rekayasa genetik dengan

submerged fermentation dari mikroorganisme Aspergillus oryzae dan diadsorbsi

dalam macroporous resin (Damstrup et al., 2006). Novozyme®

Novozyme

435 adalah

katalis yang stabil pada suhu tinggi dan pelarut organik. Bisa digunakan pada

operasi reaksi batch dan column tapi khususnya cocok digunakan untuk fixed-bed

reactor.

®

435 digunakan sebagai esterase untuk memproduksi spesifik

ester seperti yang digunakan di industri kosmetik pada suhu proses rendah. Enzim

ini juga digunakan dalam re-sintesis lemak dari gliserol dan asam lemak dimana

asam lemak spesifik dimasukkan. Dengan mengoperasikan pada suhu relatif

rendah (60-70o C), pembentukan produk samping dapat diminimumkan dan akan

(31)

Stabilitas enzim merupakan parameter penting dalam reaksi, hal ini

dikarenakan harga enzim yang mahal. Oleh karena itu recovery dan penggunaan

kembali (re-use) dari reaksi sangat dibutuhkan. Kehilangan aktivitas enzim

selama reaksi inesterifikasi dikarenakan dua faktor, yaitu inaktivase enzim lipase

dan kontaminasi dari komponen minor dalam reaktan. Kontaminasi reaktan dapat

dicegah dengan cara penyaringan reaktan secara hati-hati, sedangkan ketahanan

enzim pada suhu tinggi adalah syarat mutlak sebagai katalis.

Nawani, et al. (2006) telah melakukan penelitian tentang imobilisasi

enzim dan stabilitas lipase dari enzim thermofilik yang berasal dari Bacillus sp.

Beberapa uji dilakukan untuk melihat stabilitas dari enzim imobil antara lain uji

kestabilan enzim pada suhu tinggi. Enzim yang diuji adalah enzim dalam aqueous,

diimobilisasi, dan dimobilisasi dengan cross linked pada suhu 0-80o C.

Gambar 7 Pengaruh suhu pada enzim aqueous, imobil, dan imobil cross link (Nawani et al., 2006)

Data pada Gambar 7, .menunjukkan bahwa enzim imobil lebih stabil pada

reaksi suhu tinggi. Kemudian dilakukan juga uji stabilitas enzim dalam siklus

yang circulated packed bed reactor. Metode pengujian mengacu pada

Sigurgisladottir et al. (1993), yaitu enzim yang diimobilisasi dengan Silica dan

HP 20 diuji dalam 25 siklus masing-masing selama 30 menit. Pada setiap siklus, 2

ml campuran reaksi mengandung substrat ditambahkan enzim imobil dan

diinkubasi selama 30 menit dengan shaker yang kontinyu pada suhu 60o C.

Kemudian di sentrifuse dan supernatan diukur absorpsinya pada 420 nm.

Endapan dicuci dengan 0,05 M buffer fosfat (pH 8.0) dan digunakan dalam siklus

berikutnya dengan prosedur yang sama. Hasil pengujian penggunaan enzim dalam

(32)

Tabel 5 Retensi aktivitas lipase dalam penyangga padat pada siklus yang berbeda

No

Padatan penyangga

Sisa Aktivitas Enzim (%)

5 siklus 10 siklus 15 siklus 20 siklus 25 siklus

1 HP 20 100 93 86 79 71

2 Silica 100 89 78 58 46

(Sigurgisladottir et al., 1993)

Berdasarkan Tabel di atas, Lipase dalam penyangga padat (imobil) pada

siklus 10 kali belum mengalami penurunan aktivitas enzim yang signifikan.

Menurut penelitian Fernandez-Lorente, et al. (2001) Lipase imobil yang berikatan

hidrofobik dapat digunakan dalam 10 kali reaksi esterifikasi tanpa penurunan

yang signifikan sebagai biokatalis. Yang et al. (2006) melaporkan bahwa stabilitas

enzim pada operasi reaksi gilserolisis minyak bunga matahari secara kontinyu

aktivitas lipase (novozyme 435) cukup stabil selama 31 hari reaksi (Gambar 8).

Tidak terdeteksi asam lemak bebas setelah 15 hari reaksi. Tidak ada penurunan

aktivitas lipase hingga hari terakhir reaksi.

Gambar 8 Stabilitas reaksi kontinyu Novozyme®

gliserolisis minyak bunga matahari. Kondisi reaksi:

435 mengkatalisis

gliserol/minyak 3.5:1 (mol/mol), suhu 40 C, waktu tinggal 40 menit, dan tert butyl alcohol/minyak 2:1 (w/w)

(Yang et al., 2006)

Yang et al. (2003), melakukan penelitian penggunaan ulang Novozyme®

435 dengan recovery lipase pada reaksi esterifikasi dan menggunakan kembali

enzim hasil recovery pada percobaan selanjutnya. Seperti terlihat pada gambar 8,

(33)

batch. Sekitar 90% dari aktivitas enzim (selama pembentukan MAG)

dipertahankan setelah 14 kali reaksi (Gambar 9).

Gambar 9 Kandungan MAG vs jumlah reaksi batch pada penelitian penggunaan kembali Novozyme®

reaksi sama (Yang et al., 2003)

(34)

METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Februari

2011 bertempat di Laboratorium Kimia SEAFAST Center IPB dan Laboratorium

Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), IPB .

Bahan Dan Alat

Bahan baku untuk sintesis monolaurin adalah asam lemak laurat teknis

komersial, gliserol, enzim lipase Novozyme® 435 dari Novozymes A/S

(Bagsvaerd, Denmark), standar monolaurin dari Sigma, heksan teknis, dan

tert-butanol p.a (Sigma). Bahan kimia yang digunakan (NA2S2O3

Alat-alat yang digunakan dalam penellitian ini adalah rangkaian reaktor

packed bed yang dilengkapi dengan tangki stok, pompa peristaltik (BT 100-1 F),

waterbath (Stephen Haake, Germany) serta wadah penampung produk,

serangkaian peralatan GC (Gas Chromatography) dengan detektor FID (Flame

Ionization Detector), GC-MS Pyrolisis, neraca analitik, Aw-meter (Shibaura

WA-360), pH meter, kertas saring dan peralatan gelas.

) 0.1N, larutan

Wijs, larutan Alkohol 95%, indikator PP dan pati, Larutan NaOH 0.01N, larutan

kloroform, Dimetil formamida (DMF), benzena, dan aquades.

Reaktor packed bed yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sesuai

dengan disain pada Gambar 10. Reaktor dibuat dari bahan gelas dan dibuat

berjaket untuk sirkulasi air dari waterbath, sehingga suhu reaktor dapat

dipertahankan. Reaktor juga dilengkapi dengan filter pada bagian atas dan bawah

untuk memisahkan antara enzim dan substrat. Tinggi reaktor 62 mm, diameter

luar 52 mm, diameter dalam 21 mm dan volume kosong 16,5 mililiter. Volume

kerja reaktor 15 mililiter setelah diisi enzim novozyme sebanyak 4,6 gram.

Volume kerja reaktor ditentukan dengan cara menghitung waktu yang diperlukan

oleh substrat dengan laju aliran tertentu untuk mengalir melalui reaktor packed

bed yang berisi enzim novozyme. Hasil perkalian antara waktu untuk mengalir

(35)
[image:35.595.200.406.68.251.2]

Gambar 10 Desain reaktor

Skema proses produksi MAG secara circulated packed bed reactor dapat

dilihat pada Gambar 12. Rangkaian alat esterifikasi enzimatis menggunakan

reaktor packed bed dapat dilihat pada Gambar 11 dimana substrat dari wadah

reaktan (B) dialirkan dengan laju tertentu ke dalam reaktor packed bed yang berisi

enzim lipase (A) menggunakan pompa peristaltik(E). Produk yang dihasilkan

ditampung dalam wadah produk (C).

Keterangan : A. Reaktor Enzim B. Wadah Reaktan C.Wadah Produk D. Waterbath

E. Pompa Peristaltik

Gambar 11 Rangkaian alat reaksi esterifikasi menggunakan Reaktor Packed Bed (Soekopitojo, 2003)

[image:35.595.134.472.438.658.2]
(36)

Gambar 12 Skema alur reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor

Metode Penelitian Analisis Sifat Kimia Bahan Baku

Asam laurat dan enzim yang digunakan dalam proses esterifikasi dianalisis

terlebih dahulu untuk menentukan kualitas bahan baku. Analisis yang dilakukan

meliputi kadar air, asam lemak bebas (ALB), dan bilangan peroksida. Enzim

dilakukan karakterisasi terlebih dahulu dengan dilakukan pengukuran pH dan Aw

enzim.

Uji Coba Reaksi Sintesis Monolaurin Secara Batch

Uji coba hasil penelitian mengacu pada metode penelitian terdahulu. Proses

esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu asam lemak laurat dan

gliserol (Gambar 12). Asam lemak laurat dan gliserol direaksikan dalam tabung

erlenmeyer sebanyak 1 : 5 (mol/mol substrat), ditambah campuran pelarut

organik, kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 200

rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50o

Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker tercapai,

ditambahkan enzim lipase dengan perbandingan 5% (w/w minyak). Reaksi

dibiarkan berjalan hingga 55 jam. Kemudian produk dari enzim dipisahkan

dengan cara disaring, kemudian filtrat disentrifuse untuk memisahkan dari pelarut.

Setelah itu di fraksinasi 16-18 jam pada suhu 7 C.

o

C. Endapan yang merupakan

(37)

[image:37.595.80.506.66.718.2]

(38)

Optimasi dan Verifikasi Reaksi Esterifikasi untuk Sintesis Monoasilgliserol dalam Circulated Packed Bed Reactor

Konversi Reaksi Esterifikasi Proses Batch ke Circulated Packed Bed Reactor Sebelum dilakukan optimasi reaksi, terlebih dahulu dilakukan konversi dari

proses batch ke proses circulated packed bed reactor. Hasil dari proses batch

dipilih yang memiliki hasil dengan kadar MAG dan rendemen tertinggi, serta

rasio substrat dan pelarut yang efektif untuk dilakukan proses secara circulated

packed bed reactor.

Optimasi Reaksi Esterifikasi Circulated Packed Bed Reactor

Pada tahap ini dilakukan penelitian untuk mencari kondisi optimum proses

esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor yang dapat

menghasilkan produk dengan kadar MAG tinggi. Diagram alir tahap optimasi dan

proses reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15. Rancangan

percobaan yang digunakan pada tahap ini mengikuti rancangan Central

Composite Design (CCD) dari Respon Surface Methodology (RSM) dengan dua

variabel yaitu waktu dan suhu reaksi esterifikasi.

Penentuan titik tengah diambil dari reaksi circulated packed bed reactor

yang menghasilkan kadar MAG dan rendemen terbaik serta dari referensi literatur.

Sebagai contoh perlakuan dan kode perlakuan, serta rancangan percobaan

(39)
[image:39.595.97.552.102.339.2]

Gambar 14 Diagram alir proses optimasi sintesis monolaurin dengan metode circulated packed bed reactor

Tabel 6 Perlakuan dan kode perlakuan untuk reaksi esterifikasi

Perlakuan Kode perlakuan

-1,414 -1 0 1 1,414

Suhu 45 oC 46,5 oC 50oC 53,5 oC 55 oC Waktu 1jam 1,3 jam 2 jam 2,7 jam 3 jam

Tabel 7 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean No Suhu ( C) Waktu Reaksi (jam)

1 -1 -1

2 1 -1

3 -1 1

4 1 1

5 -1,414 0

6 1,414 0

7 0 -1,414

8 0 1,414

9 0 0

10 0 0

11 0 0

12 0 0

13 0 0

Sumber : Cochran dan Cox (1962)

Enzim

Enzim

Lauric acid gliserol

Produk

Optimasi

Central Composite Design

Waktu reaksi Suhu reaksi

Metode Permukaan Tanggap

Esterifikasi Filtrasi

(40)
[image:40.595.75.517.69.712.2]
(41)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Central Composite Design.

Model Respon Surface digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan waktu dan

suhu reaksi terhadap rendemen produk dan komposisi MAG dalam produk. Titik

tengah perancangan penelitian diambil dari suhu dan waktu reaksi pada hasil

penelitian pendahuluan.

Model Response Surface Methodology atau RSM adalah kumpulan teknik

matematika dan statistik yang digunakan untuk membentuk model dan

menganalisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah

dan bertujuan untuk mengoptimalisasi respon tersebut. RSM digunakan untuk

mengetahui hubungan antara faktor percobaan dengan variabel respon.

Berdasarkan hubungan tersebut dapat diperoleh nilai faktor percabaan yang akan

menghasilkan nilai variabel respon yang dikehendaki. Seluruh perlakuan terdiri

dari 13 set percobaan, dimana model umum rancangan percobaan yang digunakan

adalah:

k k k -1,k

Y = β

o

+

Σ

β

i

X

i

+

Σ

β

ii

X

i

2

+

Σ

β

i,j

X

i

i=1 i=1 i=1,j=2

Xj +

ε

Keterangan:

Y = Respon Pengamatan

β

o

β

i = = Intercept

β

ii = Pengaruh linier

β

ij Pengaruh kuadratik

Xi = Kode untuk faktor ke-i = Pengaruh interaksi percobaan

Xj = Kode untuk fakyor ke-j k = Jumlah faktor yang dicobakan

(42)

Verifikasi Kondisi Optimum Reaksi Esterifikasi Circulated packed bed reactor

Tahap verifikasi merupakan tahap pengujian terhadap kondisi proses

optimum. Verifikasi dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki tingkat

keyakinan bahwa berdasarkan kondisi optimum yang diasumsikan, model yang

dikembangkan dapat mewakili sistem yang sebenarnya. Verifikasi dilakukan

dengan cara mengaplikasikan kondisi proses tersebut sebanyak lima kali ulangan,

Tujuan verifikasi adalah melihat konsistensi produk yang dihasilkan berdasarkan

pada nilai CV (Coeficeient Varians). Parameter yang dianalisis pada tahap

verifikasi adalah komposisi MAG dan rendemen.

Uji Stabilitas Enzim Novozyme 435 pada Reaksi Esterifikasi Circulated packed bed reactor

Uji stabilitas enzim dilakukan setelah didapatkan kondisi optimum proses

esterifikasi yang telah diverifikasi. Enzim dipisahkan dari substrat reaksi, setelah

itu dilakukan pencucian dengan pelarut ± 50 ml, dikering anginkan dan disimpan

di refrigerator pada kondisi tertutup rapat jika tidak langsung digunakan,

kemudian enzim digunakan kembali dalam reaksi dengan prosedur yang sama dan

dilakukan berulang. Reaksi pengulangan dilakukan 10 kali dengan parameter yang

dianalisa adalah komposisi MAG. Diagram alir uji stabilitas enzim dapat dilihat

(43)
[image:43.595.87.516.80.625.2]

Gambar 16 Diagram alir uji stabilitas enzim Novozyme® 435 pada reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor

Pengamatan

Bahan baku dan Produk MAG yang dianalisis merupakan produk hasil

kondisi optimum proses dalam sistesis esterifikasi enzimatis MAG. Tujuan

(44)

MAG yang dihasikan. Analisis yang dilakukan meliputi bilangan Peroksida, kadar

asam lemak bebas (ALB), Aw Enzim, pH enzim, analisis semi kuantitatif

komposisi Gliserida dengan GC, Titik Leleh, dan analisis kuantitatif komposisi

Gliserida produk dengan GC-MS Pyrolisis.

Analisis Kadar Air Dalam Minyak (AOAC,1995)

Sejumlah ± 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui

beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100o

KA =

C hingga

diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan

menggunakan rumus :

% 100 ) ( x c b a

c− −

dengan: a = berat cawan dan sampel (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrimetri (AOAC, 1995)

Contoh minyak ditimbang seberat 5 gram dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer tertutup dan diisi dengan gas N2. sampel ditambah dengan 55 ml

kloroform dan distirer kemudian ditambah asam asetat glasial sebanyak 20 ml.

Larutan KI jenuh ditambahkan sebanyak 0.5 ml kemudian ditutup dengan cepat,

digoyang selama 1 menit. Sampel disimpan di tempat yang gelap selama 5 menit

pada suhu 15oC sampai 25o

BP =

C. Setelah itu, sampel ditambahkan 30 ml air destilata.

Larutan tersebut dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0.01N dan digoyang

dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika

warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan hingga warna biru

menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blanko.

1000 ) ( x m xT Vb Vs

Keterangan : BP = bilangan peroksida (meq O2

Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml) /kg)

(45)

Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC, 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml

etanol (alkohol) 95%. Larutan ini kemudian ditrasi dengan NaOH 0,01N dengan

indikator fenoftalein hingga terlihat warna merah muda selama 10 detik. Kadar

asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan :

Kadar Asam =

m x M x T x V 10

Keterangan : V = volume (ml) KOH untuk titrasi

T = normalitas larutan KOH M = berat molekul sampel

m = jumlah sampel yang digunakan

Pengukuran pH Enzim (Hariyadi, 1995)

Sebanyak 0.5 gram enzim disuspensikan dalam 15 ml air destilata. Campuran

diaduk menggunakan magnetic stirer selama 2 menit dan diinkubasikan pada suhu

kamar (±28 o

Pengukuran A

C) selama 30 menit. Selanjutnya dilakukanpengukuran menggunakan

pH meter.

w

Pengukuran aktivitas air (A

enzim (Hariyadi, 1995)

w) enzim dilakukan secara langsung

menggunakan aw-meter Shibaura WA-60. Kalibrasi dilakukan garam NaCl

dengan Aw= 0.7509. Sebanyak 1 gram sampel enzim diletakkan pada tempat

sampel pada Aw-meter Shibaura WA-60. Selanjutnya Aw-meter ditutup dan

ditunggu sampai angka hasil pengukuran pada Aw

Analisa Komposisi Gliserida MAG Dengan Kromatografi Gas (Modifikasi

AOAC Official Method 993.18, 1995)

-meter konstan.

Sampel ditimbang teliti kurang lebih 0.2 mg dimasukkan dalam vial

kemudian ditambahkan 0.2 ml BSTFA [bis(trimethylsilil)trifluoro acetamide] dan

0.1 ml TMCS (trimethylchlorsilane) dan 0.1 ml larutan standart internal n-

tetradecana kemudian dikocok hati-hati dan dipanaskan pada suhu 70o C selama

(46)

seperti diatas untuk 0.1 ml larutan referensinya (MAG dan DAG) pada kondisi

operasi yang sama, peak yang muncul diidentifikasi dengan membandingkan

waktu retensi dari referensi. Larutan referensi dibuat dengan menimbang 0.2 mg

referensi dilarutkan dalam piridin menggunakan labu takar 10 ml. Kromatografi

gas yang digunakan dilengkapi dengan split injeksi atau kolom injeksi dan FID

dengan operasi sebagai berikut: suhu kolom awal 50o C dinaikkan menjadi 180o C

dengan kenaikan 15 o C/ menit kemudian dinaikkan lagi menjadi 230 o C dengan

kenaikan 7 o C/menit dan dinaikkan lagi menjadi 380 o C, suhu detektor 390 o C,

suhu injektor 390 o C, kecepatan gas pembawa 0.7 ml N2

Titik leleh (PORIM Test Method, 1995)

/menit, kecepatan aliran

udara 450 ml/menit dan volume injeksi 1 μl.

Titik leleh didefinisikan sebagai suhu dimana sampel menjadi cair dengan

sempurna. Produk mono dan diasilgliserol yang telah disaring dilelehkan dan

dimasukkan ke dalam tabung kapiler (3 buah) setinggi 1 cm. Selanjutnya

disimpan dalam refrigerator pada suhu 4-100C selama 16 jam. Ikatkan tabung

kapiler pada termometer dan masukkan termometer tersebut ke dalam beaker

glass (600 ml) berisi air distilasi (sekitar 300 ml). Atur suhu air dalam beaker

glass pada suhu 8 – 100C di bawah titik leleh sampel dan suhu air dipanaskan

pelan-pelan (dengan kenaikkan 0.50C – 10

Kandungan gliserol bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40, 1998)

C/menit) dengan pengadukan (magnetic

stirrer). Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati dari saat sampel meleleh sampai

sampel naik pada tanda batas atas. Titik leleh dihitung berdasarkan rata-rata suhu

dari ketiga sampel yang diamati.

Sebanyak 5 g sampel ditimbang dalam gelas kimia 50 ml. Sampel

dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml dengan penambahan pelarut kloroform

sebanyak 22.5 ml. Sebanyak 125 ml air destilata ditambahkan ke dalam labu ukur

kemudian labu ditutup. Campuran dalam labu dikocok dengan kuat selama kurang

lebih 1 menit. Setelah dikocok, ditambahkan air destilata hingga tanda tera.

Campuran didiamkan beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan. Fase air yang

(47)

kemudian ditambahkan asam periodat sebanyak 12.5 ml. Labu erlenmeyer dalam

keadaan tertutup alumunium foil. Larutan KI 15% ditambahkan ke dalam labu

kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 menit. Ditambahkan sebanyak 100 ml

air destilata ke dalam labu erlenmeyer. Campuran dititrasi dengan menggunakan

larutan natrium tiosulfat 0.1 N hingga warna terbentuk warna kuning. Indikator

pati ditambahkan sebanyak 2 ml kemudian dititrasi kembali hingga warna

kompleks menghilang. Kandungan gliserol bebas dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut

((B-S) x N x 2,302)/W

Keterangan : B – volume titrasi blanko (ml) N – konsentrasi sodium tiosulfat (N) S – volume titrasi sampel (ml) W – berat sampel (g)

Analisa Komposisi Gliserida MAG Dengan Kromatografi Gas- MS Pyrolisis (Modifikasi Ralph et al., 1991)

Sampel, 200-500 µg, dipirolisis dalam tabung kuarsa dalam 120 Pyroprobe

(Chemical Data Systems) pada 600 oC (> 50o C / ms) selama 10 s menggunakan

gas helium sebagai carrier dengan kecepatan linier 20 ml / menit. Sampel dibawa

ke kolom DB-1 60 m X 0,25 mm (J & W Scientific) dipasang pada GC HP 5890

dalam mode splitless. Setting suhu di 80 oC selama 2 menit untuk menjebak dan

fokus komponen volatil, kemudian diprogram pada suhu akhir 275 oC pada 4 OC /

menit, dan waktu running lebih dari 60 min. Senyawa terselusi terdeteksi dengan

Hewlett-Packard 5970 selektif massa detektor dikendalikan oleh HP UNIX

stasiun data dan total ion kromatogram (TICS) terbentuk. Senyawa dielusi selama

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Bahan Baku

Asam laurat yang akan digunakan dalam sintesis monolaurin ini harus

memenuhi persyaratan sebagai bahan baku yang meliputi kadar air, kadar asam

lemak bebas (ALB), dan bilangan peroksida. Tujuan analisa bahan baku ini adalah

untuk melihat mutu asam lemak terhadap karakteristik katalis yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kadar air asam laurat adalah 0,3369 ±

0,017 % (bk). Semakin rendah kadar air yang terkandung dalam bahan baku maka

semakin baik, hal ini dikarenakan keberadaan air dalam bahan baku dapat

menghidrolisis enzim sehingga mengganggu jalannya reaksi esterifikasi.

Kandungan air awal sistem reaksi, jumlah enzim dan rasio mol substrat

merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi hasil

esterifikasi (Linko et al., 1995). Kadar asam lemak bebas (ALB) bahan baku

adalah 98,9108 ± 0,3389 % , hal ini menunjukkan kandungan asam lemak bebas

yang terdapat pada bahan baku 98,9% adalah asam laurat. Bilangan peroksida

bahan baku asam laurat adalah 1,226± 0.07 meq O2/kg. Menurut De Greyt et al.

(1997), syarat bilangan peroksida yang terdapat pada bahan baku lebih rendah dari

10 meq O2

Komposisi asam lemak dalam bahan baku asam laurat dapat diketahui

kemurniannya dengan gas chromatography (GC). Asam laurat yang digunakan

sebagai bahan baku berdasarkan hasil kromatogram GC hanya memiliki satu

puncak pada waktu retensi 7,312 (Gambar 29a). Berdasarkan hasil GC kandungan

bahan baku adalah 100% asam laurat. Namun, hasil analisis ALB menunjukkan

kandungan asam laurat 99%, sedangkan 1% sisanya kemungkinan asam lemak

bebas lainnya dikarenakan bahan baku yang digunakan adalah asam lemak teknis.

Asam lemak lainnya tidak muncul pada kromatogram GC dikarenakan jumlah

yang terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh detektor FID. /kg.

Asam laurat merupakan asam lemak yang banyak terdapat pada minyak

kelapa dan minyak inti sawit. Asam laurat merupakan hasil fraksinasi atau

hidrogenasi dari pembuatan minyak kelapa atau minyak inti sawit. Menurut Kitu

(2000), kandungan terbesar Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa adalah asam

(49)

didominasi oleh asam laurat (46-52 %) dan asam miristat (14-17%). Semakin

murni bahan baku asam lemak bebas maka reaksi esterifikasi diharapkan dapat

berjalan secara optimal

Gambar

Gambar 11   Rangkaian alat reaksi esterifikasi menggunakan Reaktor Packed
Gambar  13   Diagram alir penelitian pendahuluan pada proses esterifikasi
Gambar 14      Diagram alir proses optimasi sintesis monolaurin dengan metode                       circulated packed bed reactor
Gambar 15  Diagram alir reaksi esterifikasi enzimatis secara circulated packed
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari perspektif pemasaran, pada situasi persaingan yang demikian, maka agar dapat keluar sebagai pemenang, manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mendesain dan

Tabel 1.5 Jenis-Jenis Pelatihan yang pernah diikuti pegawai Dinas Perikanan Kabupaten

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya

Di dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi jatuh tegangan, rugi-rugi daya dalam sistem kelistrikan area Bangka, Kontruksi yang digunakan

postpositivisme , digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data.. dilakukan secara

- Diharapkan pula di masa mendatang akan ada lebih banyak lagi para pengembang – pengembang pompa air wireless yang lebih brilliant, kreatif, inovatif, dan

Pesisir Kecamatan Tugu Semarang merupakan daerah dengan topografi yang landai sehingga memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap dampak kenaikan air laut

Tujuan dari ruang pembakaran adalah untuk menaikkan suhu pada kondensor maka alat pengolahan limbah polimer ini didesain dengan ruang pembakaran yang tidak terlalu tinggi sehingga