• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATERNAK SAPI PERAH

(Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)

AGUNG WIBOWO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2013

(3)

AGUNG WIBOWO. Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor) . Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN

Produksi susu segar di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 959.732 liter. Sebagian besar peternak di Indonesia menjalankan usahaternak sapi perah dalam skala usaha kecil dan menengah. Produktifitas sapi perah erat kaitannya dengan lokasi peternakan. Salah satu sentra penghasil susu sapi di Kota Bogor adalah Kelurahan Kebon Pedes. Kegiatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes sudah berlangsung selama puluhan tahun. Daerah ini memiliki suhu rata-rata sebesar 36o- 40o C serta tidak tersedianya lahan sebagai sumber pakan hijauan membuat produktifitas susu sapi rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan produktifitas sapi dalam menghasilkan susu rata-rata sebesar 10,51 liter per hari. Biaya pakan konsentrat menyumbangkan persentase biaya tertinggi dari total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar 49,33% dari total biaya. Keuntungan rata-rata usahaternak sebesar Rp.2.296,30 per liter dengan R/C rasio sebesar 1,39. Faktor biaya pakan dan biaya kesehatan berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahaternak sapi perah.

(4)

AGUNG WIBOWO. Analysis of Profitability Dairy Farm (Case in Kebon Pedes sub-district, Bogor city). Supervised by UJANG SEHABUDIN

Indonesia’s milk production in 2012 equal 959.732 litre. Most of dairy cattle farmers in Indonesia run their business in small and medium scale. Productivity of dairy milk is closely related to the location of the farm. One of the location dairy farm in Bogor city is in Kebon Pedes sub-district. Dairy farm activities in Kebon Pedes sub-district been going on for decades. This area has an average temperature of 36o– 40o C and the unavailability of land as source of green feed making dairy milk productivity is not good. The results of this research showed milk productivity average by 10,51 litres per day. Cost of concentrate feed contributed the highest percentage of the total costs that equals to 49,33% of the total cost. Profit of dairy farm average by Rp.2.296,30 per litre and R/C ratio obtained 1,39. Feed cost factor and health cost factor significantly affect profitability of dairy farm business.

(5)

(Kasus Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor)

AGUNG WIBOWO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Kebon Pedes, Kota Bogor) Nama : Agung Wibowo

NIM : H44070058

Disetujui oleh

Ir. Ujang Sehabudin Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2012 hingga Oktober 2013 ini adalah Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor).

Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Supramono), Ibunda tercinta (Tri Suhariyani), adik-adikku tersayang (Shinta Kartika dan Shania Ratri), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, inspirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Adi Hadianto, S.P, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Dosen - dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan waktu serta tenaga dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Pihak Kelurahan Kebon Pedes, Ketua Kelompok Ternak RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes, pihak Balai Penelitian Peternakan Kota Bogor, serta bapak-bapak peternak responden yang telah membantu penulis dalam memperoleh data serta informasi.

6. Teman-teman ESL 44 (Ario, Alfian, Yusuf, Wahyu) serta keluarga Besar ESL 44 atas segala pengalaman, bantuan, semangat dan motivasinya.

(8)

membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

4.4.3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha ternak 20

(10)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

6.1. Keragaan Usahaternak ... 31

6.1.1. Karakteristik Peternak ... 31

6.1.2. Populasi Sapi Perah ... 34

6.1.3. Tenaga Kerja ... 37

6.1.4. Pakan ... 37

6.1.5. Kandang ... 39

6.1.6. Perkawinan ... 40

6.1.7. Kesehatan Ternak ... 40

6.1.8. Pemerahan Susu ... 41

6.1.9. Pemasaran Susu ... 42

6.2. Keuntungan Usahaternak Sapi Perah ... 43

6.2.1. Penerimaan Usahaternak ... 43

6.2.2. Biaya Usahaternak ... 44

6.2.3. Keuntungan Usahaternak ... 44

6.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Usahaternak. 46

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1. Simpulan ... 49

7.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah ternak sapi perah di Indonesia ... 1

2. Jumlah ternak sapi perah di Jawa Barat ... 2

3. Jenis dan sumber data ... 18

4. Jumlah populasi dan sampel ... 18

5. Penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes ... 29

6. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia ... 31

7. Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan ... 32

8. Karakteristik subjek penelitian menurut jumlah tanggungan keluarga ... 34

9. Populasi sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ... 34

10. Kepemilikan sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes ... 35

11. Populasi sapi laktasi berdasarkan periode laktasi ... 36

12. Populasi sapi laktasi berdasarkan bulan laktasi ... 36

13. Produksi susu harian dan pemasaran ... 38

14. Total produksi susu berdasarkan bulan laktasi ... 43

15. Unit cost produksi susu berdasarkan periode laktasi ... 44

16. Struktur penerimaan, biaya, keuntungan, dan R/C rasio ... 45

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva produksi susu ... 10

2. Diagram alur kerangka pemikiran operasional... 16

3. Kategori penduduk berdasarkan jenis kelamin... 28

4. Kategori penduduk berdasarkan usia ... 28

5. Kategori penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ... 29

6. Sapi perah jenis Fiesien Holstein ... 35

7. Pakan ampas tahu ... 38

8. Kandang sapi ... 40

9. Kegiatan pemerahan... 41

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ... 52

2. Struktur kepemilikan sapi per peternak ... 55

3. Produksi susu harian dan pemasarannya ... 56

4. Hasil estimasi model regresi terhadap keuntungan usahaternak ... 57

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peternakan merupakan bagian dari pertanian yang menghasilkan produk pangan. Pangan yang dihasilkan dari peternakan merupakan penghasil protein hewani yang bernilai gizi tinggi seperti daging, telur, dan susu. Peternakan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai peternak. Pelaksanaan pengembangan peternakan sapi perah dan industri susu merupakan salah satu usaha peningkatan pendapatan peternak.

Pengembangan peternakan sapi perah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap hasil peternakan berupa susu. Peningkatan produksi dan produktivitas peternakan sapi perah di Indonesia cukup besar, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan produksi susu selama periode 2009-2011 sebesar rata-rata 8,5 % per tahun. Namun pada tahun 2012 jumlah produksi susu di Indonesia mengalami penurunan. Jumlah produksi susu segar di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 959.732 liter. Konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sebesar 11,95 liter susu per kapita dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 12,85 liter susu per kapita. (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013)

Tabel 1. Jumlah ternak sapi perah di Indonesia

Tahun Jumlah ternak sapi perah (ekor)

2008 474.701

2009 488.448

2010 597.213

2011 611.939

2012 636.064

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2013

(14)

Tabel 2. Jumlah ternak sapi perah di Jawa Barat

Tahun Jumlah ternak sapi perah (ekor)

2009 117.337

2010 120.475

2011 139.970

2012 136.054

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2013

Jawa Barat adalah salah satu propinsi yang menjadi sentra penghasil susu di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya jumlah peternak sapi perah di Jawa Barat. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah ternak sapi perah di propinsi Jawa barat pada periode 2009 hingga 2011 menunjukkan peningkatan namun pada tahun 2012 mengalami penurunan jumlah sapi perah. Pada tahun 2011 jumlah ternak sapi perah sebesar 139.970 ekor namun pada tahun 2012 menurun menjadi 136.054 ekor. Jumlah tersebut merupakan terbesar ketiga setelah propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Usaha ternak sapi perah merupakan salah satu usaha yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikembangkan. Kota Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki usaha ternak sapi perah di Indonesia. Pada tahun 2010 di Kota Bogor terdapat jumlah sapi perah sebanyak 946 ekor. Jumlah tersebut merupakan terbesar kedua setelah Kota Bandung yaitu sebanyak 1.115 ekor sapi perah (Badan Pusat Statistik, 2012). Usaha ternak sapi perah saat ini masih tetap menjanjikan karena permintaan pasar terhadap susu akan selalu ada.

(15)

dalam penanganannya. Tidak mengherankan jika lokasi peternakan skala kecil biasanya tidak jauh dari lokasi pemukiman penduduk.

Peternakan sapi perah dengan skala kecil hingga menengah di Kota Bogor terdapat di Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pada tahun 2011 jumlah ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes sebesar 633 ekor (Badan Pusat Statistik, 2012). Jumlaah tersebut merupakan yang terbesar di Kota Bogor. Kepemilikan sapi perah di daerah ini yaitu antara dua hingga lima puluhan ekor dan sebagian besar kandang memiliki ukuran yang kecil. Jenis sapi yang banyak dipelihara yaitu peranakan Friesian Holstein (PFH) yaitu jenis sapi dari Eropa yang paling banyak diternakkan sebagai ternak sapi perah di Indonesia. Lokasi kandang sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes berdekatan dengan pemukiman penduduk bahkan lokasi kandang sapi berdekatan dengan tempat tinggal peternak.

1.2Perumusan Masalah

Usaha ternak sapi perah Kota Bogor salah satunya terdapat di Kelurahan Kebon Pedes, selain itu juga terdapat di Kelurahan Tajur Halang dan Kelurahan Cibeureum. Usaha ternak di Kelurahan Kebon Pedes tersebut didominasi oleh usaha ternak skala kecil hingga menengah namun sudah bersifat komersil yang artinya dalam mengelola usaha ternaknya mengutamakan untuk memperoleh keuntungan. Dalam mencapai tujuan tersebut, peternak menghadapi beberapa kendala. Tujuan yang ingin dicapai serta kendala yang dihadapi merupakan faktor penentu bagi peternak untuk mengambil keputusan dalam usaha ternaknya. Oleh sebab itu, peternak akan berusaha mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Usaha ternak di Kelurahan Kebon Pedes umumnya merupakan sumber mata pencaharian utama peternak. Hal ini dikarenakan sifat produksi sapi perah yang tidak bersifat musiman tetapi berkelanjutan sehingga dapat memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan bagi peternak.

(16)

penyakit. Lokasi peternakan sapi yang berada dekat dengan pemukiman penduduk juga menimbulkan permasalahan lain yaitu luas kandang yang sulit untuk bertambah karena lahan pemukiman yang semakin banyak, selain itu suhu udara yang hangat juga menjadi kendala dalam pemeliharaan sapi perah karena pada dasarnya peranakan sapi Friesian Holstein adalah jenis sapi yang hidup di daerah beriklim sub tropis yang tentu saja berbeda dengan kondisi di Indonesia terutama di Kelurahan Kebon Pedes. Diperlukan upaya-upaya pengelolaan peternakan yang baik sehingga dapat meningkatkan skala usaha ternak sapi perah secara optimal. Berdasarkan uraian diatas, makan akan dibahas beberapa aspek dalam penelitian, yaitu :

1. Bagaimana keragaan usaha ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ? 2. Berapa keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan usahaternak sapi

perah di Kelurahan Kebon Pedes ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi keragaan usaha sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes 2. Menganalisis keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon

Pedes

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes

1.4Manfaat Penelitian

(17)

mengambil kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan usahaternak sapi perah di Kota Bogor pada khususnya.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Sebagai objek penelitian yaitu peternak sapi perah yang berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini meliputi aspek ekonomi usahaternak sapi perah. Aspek ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya produksi, R/C Ratio, serta keuntungan usahaternak. Penerimaan dibagi menjadi penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualaan susu dan penjualan sapi. Data yang dianalisis merupakan satu tahun masa produksi usahaternak sapi perah.

(18)
(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahaternak Sapi Perah

Keberhasilan usahaternak sapi perah tergantung beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : (1) sumberdaya manusia, bahwa efisiensi usahaternak tergantung dari peternak yang erat kaitannya dengan penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi pengelolaan secaraa efisien, (2) sumberdaya alam, bahwa pengadaan bahan makanan berupa hijauan dan penguat memerlukan sumberdaya alam yang memadai, ternak memerlukan pakan hijauan dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh sebab itu tersedianya lahan sebagai sumber pakan hijauan sangat diperlukan, (3) sarana penunjang, seperti dukungan dari pihak pemerintah dan swasta. (Nuraeni, 2006)

Sudono (1999) menyatakan bahwa umumnya para peternak sapi perah di Indonesia cara beternaknya masih berdasarkan atas pengalaman orangtuanya dari generasi ke generasi. Keadaan ini sering dijumpai pada peternak yang sudah bertahun-tahun menjalani usaha ternak sapi perah yang belum mengerti teknik beternak yang baik. Faktor penting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri, peternak harus mengetahui bagaimana dan kapan menanamkan modal untuk usaha peternakannya serta dapat menentukan besarnya keuntungan yang didapat dari tiap investasi yang ditanamkan. Pengembangan usaha ternak ini sangat berdampak pada penciptaan lapangan lapangan kerja dan menjanjikan pendapatan tunai, sehingga dapat memotivasi peternak untuk berperan aktif dalam kegiatan agribisnis.

(20)

Tujuan utamanya ialah sebagai hewan kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penarik gerobak atau pengangkut beban, sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk. Biasanya hewan yang sudah berumur 4-5 tahun dijual dan jarang sekali ternak besar yang dipotong untuk konsumsi keluarga, kecuali untuk pesat-pesta tertentu. (2) Petenakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil. Keterampilan yang dimiliki sudah lebih baik. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan dan makanan penguat cenderung meningkat. Jumlah ternak yang dimiliki 2-5 ekor ternak besar. Bahan makanan berupa hasil ikutan panenseperti bekatul, jagung, jerami dan rumput-rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan utama memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. (3) Peternak komersial. Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal dan sarana produksi dengan teknologi yang mulai maju. Semua tenaga kerja dibayardan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar (Mubyarto , 1989).

Siahaan (2002), menyatakan bahwa peternak memiliki usaha peternakan sapi perah sebagai mata pencaharian utama terdorong oleh alasan sifat ternak sapi perah yang dapat menjamin kontinuitas pendapatan dan tidak bersifat musiman. Hal ini mendorong peternak untuk menjadikan usaha ternak sebagai mata pencarian utama karena adanya kemudahan berupa paket kredit sapi, pasokan pakan, dan penampungan susu seara kolektif oleh koperasi susu.

2.2 Keuntungan Usahaternak

(21)

Menurut Mastuti (2011) Penerimaan usaha ternak sapi berasal dari beberapa komponen diantaranya adalah penjualan produk utama yaitu susu dan produk sampingan yaitu penjualan ternak (pedet jantan dan ternak afkir), kenaikan nilai ternak apabila ternak terseebut tidak dijual. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (biaya penyusutan kandang dan peralatan, tenaga kerja tetap, pajak, sewa tanah, bunga pinjaman) dan biaya variabel (biaya pakan, tenaga kerja lepas, IB, obat, vitamin, transport, listrik, dan perbaikan sarana)

Pengeluaran usahaternak adalah semua biaya operasional tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahaternak dan nilai kerja pengelola usahaternak. Pengeluaran ini meliputi : (1) pengeluaran tunai, (2) penyusutan benda fisik, (3) pengeluaran nilai inventaris, dan (4) nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Untuk keperluan analisa pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu : (1) rata-rata inventaris, (2) penerimaan usahaternak, (3) pengeluaran usahaternak dan (4) penerimaan dari berbagai sumber (Hermanto, 1995).

Boediono (1990) mengatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktifitas-aktifitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan biaya dibedakan atas beaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi sewa, penyusutan, pajak, dan sebagainya. Biaya ini selamanya sama atau tidak pernah berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksikan. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume pruduksi sehingga biaya-biaya per satuannya cenderung berubah juga.

(22)

produksi susu 5.759 sampai 6.250 kg per tahun. Karakteristik lainnya yaitu memiliki temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang dan waktu masak kelaminnya yang lambat. Kadar lemak susu sapi FH umumnya 3,5% - 3,7% dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran atau globula (Blakely dan Blade, 1994).

Pada umunya lama masa laktasi adalah 10 bulan atau 305 hari pada sapi-sapi yang mempunyai selang beranak 12 bulan. Produksi susu total setiap laktasi bervariasi, tetapi pada umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6 dan 7 tahun atau pada laktasi ke-3 dan ke-4. Kurva produksi susu dalam satu masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Blakely dan Blade 1994

Gambar 1. Kurva Produksi Susu

(23)

2.3 Penelitian Terdahulu

Suherni (2007) meneliti tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, yang termasuk kedalam faktor pendukung diantaranya sumber daya peternak, populasi sapi kategori laktasi, pemasaran susu, penyediaan bibit sapi perah, dan potensi pasar konsumsi susu. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor penghambat diantaranya iklim, keterbatasan lahan, dan limbah ternak. Sumber daya peternak di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata sudah 17,9 tahun menjalankan usaha ternaknya. Populasi ternak sapi perah memiliki persentase sapi laktasi sebesar 68,91 %. Besar rata-rata pendapatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes yaitu Rp.30.465.334,16 /peternak/tahun dengan nilai R/C 1,93.

Sanjaya (2010) meneliti tentang manfaat ekonomi limbah usahaternak sapi perah Kelompok Ternak Mekar Jaya di Kecamatan Megamendung Bogor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan pendapatan rata-rata tahunan usahaternak antara peternak yang memanfaatkan limbah kotoran dengan yang tidak memanfaatkan limbah. Nilai limbah usahaternak yang dihasilkan oleh peternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.2,5 juta/tahun. Total pendapatan usahaternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.10.394.777,00 dengan R/C Rasio sebesar 1,36. Sementara total pendapatan usahaternak yang tidak memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.7.815.444 dengan R/C Rasio sebesar 1,27.

Priska et al. (2013) meneliti tentang Break Even Point (BEP) usaha ternak sapi perah di kelurahan Pinaras kota Tomohon. BEP dapat dicapai pada penerimaan atau hasil penjualan susu sebanyak 1767, 52 liter per bulan atau pada saat jumlah sapi laktasi sebanyak 10,16 ekor.

(24)
(25)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Usahaternak

Analisis keuntungan usahatani atau usahaternak digunakan untuk mengevaluasi kegiatan peternak dalam setahun (Gittinger, 1986). Berguna untuk mengetahui dan mengukur kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau sebaliknya. Tingkat pendapatan usaha ternak dipengaruhi oleh keadaan harga faktor produksi dan harga hasil produksi, selain dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh peternak.

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan kotor usaha tani merupakan hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisis antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Pendapatan, menurut Kadarsan (1995), adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluarannya. Penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses produksi.

Untuk menganalisis pendapatan usahaternak diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Ditambahkan pula bahwa tujuan analisis pendapatan ini adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.

3.1.2 Faktor Produksi

Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan diantaranya :

a. Lahan

(26)

berdasarkan keadaansapi perah terbagi menjadi 3 yaitu : 1). Kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380x140m. Luas lahan ini termasuk selokan, jalan kandang dan tempat pakan; 2) Kandang sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12x20 m untuk 10 ekor. Dalam hal ini, sapi-sapi dara dilepas secara berkelompok; dan 3) Kandang seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150x120 cm. Lahan untuk penanaman rumput harus disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang dipelihara, lahan seluas 1 ha bisa memenuhi kebutuhan hijauan sekitar 10-14 ekor sapi dewasa selama satu tahun.

b. Pakan

Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksinya tinggi, bila tidak mendapatkan pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnyatidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Untuk memenuhi kebutuhan seekor sapi laktasi dengan bobot badan 450 kg dengan produksi susu rata-rata 13 kg/hari dan lemak susu 3,5% dibutuhkan konsentrat 6,05 kg, rumput alam 20,75 kg dan rumput gajah 7,60 kg (Sudono, 2003)

c. Tenaga Kerja

(27)

d. Bangunan Kandang

Kandang merupakan tempat berlindung bagi ternak. Jika dilihat bagi peruntukannya, kandang sapi perah dapat dibagi menjadi lima jenis kandang : 1) Kandang pedet, umur 0-4 bulan; 2) Kandang sapi remaja umur 4-8 bulan; 3) Kandang sapi dara, umur 8 bulan- 2 tahun; 4) Kandang sapi dewasa, umur lebih dari 2 tahun dan laktasi; 5) Kandang sapi kering kandang (Sudono, 2003).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha peternakan yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar merupakan sumber mata pencaharian yang utama. Sebagian besar peternak mengusahakan peternakannya dalam skala kecil dan menengah.. Selain skala usaha, produktifitas susu sapi per ekor sapi laktasi juga menjadi hal yang menentukan keuntungan usahaternak sapi perah. Hal pertama yang perlu diidentifikasi yaitu masalah keuntungan. Keuntungan diperoleh dari pengurangan total penerimaan dengan total biaya. Penjualan susu merupakan sumber penerimaan yang utama dalam usahaternak sapi perah,. Selain itu penjualan sapi pedet dan afkir juga menjadi sumber penerimaan tambahan bagi peternak. Total Biaya terdiri atas biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai meliputi biaya pakan (hijauan, konsentrat, ampas kedelai dan dedak), biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya kesehatan, biaya peralatan, biaya transportasi dan biaya penunjang lainnya. Biaya non tunai meliputi biaya tenaga kerja keluarga dan biaya biaya penyusutan. Analisis yang diperlukan meliputi analisis R/C Rasio serta analisis keuntungan. Hal berikutnya yang perlu diidentifikasi yaitu identifikasi terhadap faktor-faktor yang menentukan keuntungan. Untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan maka diperlukan alat analisis regresi berganda.

(28)

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Keterangan :

--- : metode yang digunakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan R/C Rasio

Kesimpulan

Penerimaan Biaya

Keuntungan

Regresi linier berganda Usahaternak Sapi Perah

Produksi susu belum mampu memenuhi permintaan

 Produktivitas rendah

 Skala produksi kecil

(29)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Kebon Pedes, kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan karena Kelurahan Kebon Pedes adalah salah satu sentra penghasil susu terbesar yang terletak di Kota Bogor dan usaha peternakannya sudah berlangsung sejak lama. Para peternak di berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10 Kelurahan Kebon Pedes. Lokasi peternakan terletak di dekat pemukiman warga dan juga tidak ada sumber pakan hijauan. Oleh sebab itu diperlukan strategi tertentu dalam mengusahakan ternak sapi perah di lokasi tersebut. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai Maret 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(30)

Tabel 3. Jenis dan sumber data

Data Jenis data Sumber

Nama peternak, usia, jenis kelamin, tanggungan keluarga, pendidikan

data primer kuesioner dan wawancara

Populasi sapi, jumlah pakan data primer kuesioner dan wawancara

biaya tunai dan non tunai data primer kuesioner dan wawancara

Produksi susu Indonesia, jumlah ternak Jawa Barat

data sekunder Direktorat Jenderal Peternakan

Jumlah ternak Kota Bogor, Jumlah ternak Kelurahan Kebon Pedes

data sekunder Badan Pusat Statistik Kota Bogor

Monografi kelurahan data Sekunder Kelurahan Kebon Pedes

Sumber : Data Primer diolah 2013

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan

purposive sampling. Kegiatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor terdapat di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10. Jumlah sampel yang diambil di RW.07 sebanyak 20 orang peternak dengan populasi sebanyak 23 peternak. Jumlah sampel yang diambil di RW.10 sebanyak 10 orang peternak dengan populasi sebanyak 15 orang peternak. Penentuan jumlah sampel berdasarkan rasio populasi peternak yang ada di RW.07 dan RW.10 yaitu 2 : 1. Pengambilan sampel di tiap-tiap lokasi dilakukan secara acak.

Tabel 4. Jumlah populasi dan sampel

RW N (populasi) n (sampel)

07 23 20

10 15 10

Jumlah 38 30

Sumber : Data Primer diolah 2013

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 17 sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

4.4.1 Analisis Keuntungan

(31)

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Produksi yang diperoleh biasanya berkaitan langsung dengan penggunaan faktor produksi yang digunakan. Sebagai contoh biaya untuk sarana produksi. Secara umum rumus pendapatan (Lipsey et al., 1997) dapat ditulis sebagai berikut :

π = TR – TC

π = TR – (TVC+TFC) Keterangan:

π = pendapatan usahaternak

TR = Total Revenue (Totap Pendapatan) TC = Total Cost (Total Biaya)

TVC = Total Variabel Cost (Total Biaya Tidak Tetap) TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)

Kriteria yang digunakan : 1. π > 0 maka untung 2. π < 0 maka rugi 3. π = 0 maka impas

Salah satu komponen penerimaan dalam usahaternak yaitu berasal dari penjualan susu. Dalam satu kali masa produksi, seekor sapi laktasi memiliki masa produksi susu selama sepuluh bulan atau 305 hari, setelah itu sapi tersebut akan memasuki fase kering kandang. Produksi susu harian yaitu jumlah produksi susu ketika pemerahan pagi hari dan pemerahan sore hari, sehingga dapat ditulis sebagai berikut :

Prodh = Prodp + Prods Keterangan :

Prodh : produksi susu harian

(32)

Nilai penyusutan pada usahaternak sapi perah yaitu nilai depresisi alat-alat yang digunakan pada kegiatan yang berhubungan pada kegiatan usahaternak sapi perah. Nilai penyusutan yang dihitung menggunakan metode garis lurus. Rumus nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dapat dituliskan sebagai berikut :

Nilai penyusutan = (harga perolehan – nilai sisa)/umur ekonomis 4.4.2 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahaternak. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keuntungan relatif kegiatan usahaternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usahaternak menguntungkan atau tidak (Kadarsan, 1995). Rumus yang digunakan :

R/C Rasio = TR/TC

Usahaternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahaternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usahaternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Usahaternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu.

4.4.3 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahaternak

Model regresi berganda adalah model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas. Terdapat hubungan antara variabel bebas dan terikat dalam regresi linier berganda. Sifat-sifat OLS (Ordinary Least Square) adalah: (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter atau variabel penjelas yang diamati (Gujarati, 2003).

Fungsi regresi linear berganda dituliskan sebagai berikut :

(33)

π = Keuntungan usahaternak (Rp/liter) X1 = Penjualan susu (Rp/hari)

X2 = Biaya pakan (Rp/liter) X3 = Biaya peralatan (Rp/liter)

X4 = Biaya tenaga kerja (Rp/liter) X5 = Biaya kesehatan (Rp/liter) X6 = Biaya transportasi (Rp/liter) β0 = Intersep

β1, β2, β3, β4, …., β8 = Koefisien regresi variabel bebas

ei = Error

Nilai koefisien yang diharapkan antara lain: β1, β5 > 0 dan β2, β3, β4, β6 < 0

Definisi masing-masing peubah yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Keuntungan peternak (π)

Keuntungan peternak sapi perah merupakan selisih penerimaan dengan biaya total. Sumber penerimaan berasal dari penjualan susu, penjualan pedet jantan atau betina, dan sapi afkir. Total keuntungan dihitung dalam satu tahun dan dinyatakan dalam rupiah per liter.

2. Penjualan susu (X1)

Hasil utama dari usahaternak sapi perah yaitu susu. Hasil penjualan susu di Kelurahan Kebon Pedes dijual kepada loper, KPS, dan konsumen secara langsung. Dinyatakan dalam rupiah per hari. Semakin tinggi penerimaan dari hasil penjualan susu maka akan meningkatkan nilai keuntungan.

3. Biaya pakan (X2)

Pakan yang diberikan berupa pakan konsentrat, pakan hijauan dan pakan ampas serta dedak. Pakan ampas yang diberikan kepada sapi yaitu berupa ampas tahu, ampas tempe, dan dedak. Harga pakan dinyatakan dalam rupiah per liter. Semakin tinggi biaya pakan maka nilai keuntungan akan semakin menurun.

4. Biaya peralatan (X3)

(34)

per tahun. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pembelian peralatan maka keuntungan akan semakin menurun.

5. Biaya tenaga kerja (X4)

Upah tenaga kerja luar keluarga dinilai dengan sejumlah nominal uang yang besarnya tergantung kemampuan setiap unit usahaternak dalam membayarnya serta kesepakatan yang terbentuk antara pekerja dan pemilik usahaternak. Semakin tinggi upah tenaga kerja maka besar keuntungan akan semakin menurun.

6. Biaya kesehatan (X5)

Biaya kesehatan merupakan total nilai pengeluaran untuk obat-obatan dan vaksinasi ternak. Semakin besar biaya kesehatan maka nilai keuntungan akan semakin meningkat. Biaya kesehatan dikeluarkan ketika sapi sedang dalam keadaan sakit maupu pemberian vitamin secara rutin.

7. Biaya transportasi (X6)

Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan peternak untuk mendatangkan pakan. Biaya transportasi dinyatakan dalam rupiah per tahun. Semakin tinggi biaya transportasi maka nilai keuntungan akan semakin menurun.

4.4.3.1 Uji Statistik

Untuk menguji apakah secara statistik variabel independen yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen digunakan uji statistik-f dan uji statistik-t. Pengujian uji statistik-f dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel dependen secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing variabel secara terpisah. Apakah variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Gujarati, 1991)

4.4.3.1.1 Uji t

(35)

t

hitung =

Keterangan: βˆ : parameter koefisien regresi dugaan Sbˆ : simpangan baku koefisien dugaan β : koefisien regresi

Hipotesis yang digunakan, yaitu:

thitung > ttabel (α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0

thitung < ttabel (α; n-k) atau p-value> α maka terima H0

Jika tolak H0 maka variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, sedangkan jika terima H0 maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

4.4.3.1.2 Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji-f digunakan untuk menguji koefisien dugaan secara serentak apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari variabel-variabel dependen.

Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi dengan membandingkan antara nilai kritis f dengan nilai f-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap perubahan nilai variabel dependen dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan semua nilai variabel independen.

Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen dapat dijelaaskan oleh variasi nilai variabel independen sebagai berikut :

a. Perumusan hipotesis

Ho : variasi perubahan nilai variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel independen.

H1 : variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen.

(36)

f-hitung = keterangan :

JKRur : Jumlah Kuadrat Regresi tidak terestriksi JKRr : Jumlah Kuadrat Regresi terestriksi JKSur : Jumlah Kuadrat Sisa tidak terestriksi n : jumlah pengamatan (j = 1, 2, 3, ... , n) k : jumlah peubah bebas (i = 1, 2, 3, ... , n) q : jumlah koefisien yang sama dengan nol c. Penentuan atau penolakan Ho pada α = 5%

F hitung < F tabel = terima Ho F hitung > F tabel = tolak Ho

d. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak Ho maka dapat disimpulkan bahwa variasi perubahan nilai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubaan nilai semua variabel independen. Artinya, semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variaber dependen.

4.4.3.2 Uji Ekonometrik 4.4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data menyebar normal secara statistik. Model regresi linear pada uji normalitas ini harus memenuhi asumsi bahwa faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol dan dinotasikan dengan

ei ~ N(0, σ2) 4.4.3.2.1 Uji Multikolinearitas

(37)

regresi parsial tidak akan dapat diestimasi, jika hubungan tersebut tidak sempurna maka koefisien regresi parsial masih dapat diestimasi, tetapi kesalahan baku dari penduga koefisien regresi parsial sangat besar. Hal ini menyebabkan pendugaan nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel-variabel independen yang saling berkorelasi menjadi kurang teliti.

Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terdapat multikolinear maka akan menyebabkan nilai R2 yang tinggi dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun, oleh karena itu multikolinear harus dihindari. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independennya. Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independennya kurang dari sepuluh maka variabel independen tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas.

Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk koefisien regrasi ke-j yang dapat

(38)

koefisien regresi akan bias dan tidak konsisten sehingga tes hipotesis menjadi tidak nyata. Heteroskedastisitas lebih sering muncul pada data cross section.

(39)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Keadaan Umum Kelurahan Kebon Pedes

Keadaan umum Kelurahan Kebon Pedes mendeskripsikan karakteristik dan profil Kelurahan Kebon Pedes. Keadaan umum Kelurahan Kebon Pedes dideskripsikan melalui penjelasan mengenai letak geografis, batas administratif, kependudukan, dan sarana prasarana.

5.1.1 Letak Geografis dan Batas Administratif

Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan luas wilayah 104 hektar yang terbagi menjadi 74 Rukun Tetangga (RT) dan 13 Rukun Warga (RW). Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah yang terletak di wilayah dataran rendah yaitu 250 meter diatas permukaan laut, suhu udara rata-rata 36-40oC dan curah hujan rata-rata 4000 mm per tahun. Tingkat kemiringan lahan berkisar antara 2-15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 25-40%.

(40)

5.1.2 Kependudukan

Gambar 3. Kategori penduduk berdasarkan jenis kelamin

Kelurahan Kebon Pedes merupakan daerah padat penduduk dengan jumlah penduduk sebesar 22.178 jiwa dan terdapat 5.961 kepala keluarga. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama besar yaitu penduduk laki-laki sebesar 11.268 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 10.910 jiwa. Berdasarkan usia penduduknya, Kelurahan Kebon Pedes memiliki penduduk paling banyak pada usia 30 – 39 tahun yaitu sebesar 5.817 jiwa atau sebesar 26% dan paling sedikit pada usia 50 – 59 tahun sebesar 591 jiwa atau sebesar 8% jika dikategorikan penduduk berusia 50 tahun ke atas.

Gambar 4. Kategori penduduk berdasarkan usia

(41)

sedangkan jumlah paling rendah pada pendidikan sarjana (S1-S3) yaitu 397 jiwa (2%) dan taman kanak-kanak yaitu sebesar 350 jiwa (2%). Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kebon Pedes terdiri atas PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 891 orang, TNI sebanyak 40 orang, Polisi sebanyak 30 orang, swasta/BUMN/BUMD sebanyak 5.870 orang. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang atau wiraswasta sebanyak 950 orang, pertukangan sebanyak 295 orang , sektor jasa sebanyak 892 orang , dan pensiunan sebanyak 968 orang.

Gambar 5. Kategori penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

Sebagai daerah yang padat penduduknya maka peruntukan lahan di Kelurahan Kebon Pedes paling besar yaitu berupa pemukiman (bangunan permanen, semi permanen, dan non permanen) seluas 66 Ha. Terdapat juga satu areal Tempat Pemakaman Umum yang cukup luas sebesar 6,6 Ha.

Tabel 5. Penggunaan lahan di Kelurahan Kebon Pedes

No Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

1 Pemukiman umum 66 63,46

2 Pemakaman umum 6,6 6,35

3 Perkantoran 11 10,58

4 Jalur hijau 1 0,96

5 Prasarana umum lainnya 19,4 18,65

Jumlah 104 100,00

Sumber : Profil Kelurahan Kebon Pedes 2012

(42)

Pemukiman tersebut terdiri atas rumah permanen sebanyak 3.420 bangunan, rumah semi permanen sebanyak 400 bangunan, dan rumah non permanen sebanyak 24 bangunan. Di Kelurahan Kebon Pedes terdapat satu tempat pemakaman umum yaitu TPU (Tempat Pemakaman Umum) Blender yang memiliki luas lahan 6,6 Ha.

Sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Kebon Pedes diantaranya Puskesmas sebanyak satu bangunan, Poliklinik sebanyak 4 bangunan, dan praktik bidan sebanyak 6 bangunan. Sarana pendidikan meliputi Sekolah Dasar sebanyak satu sekolah, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebanyak 12 bangunan, dan

Playgroup sebanyak satu bangunan.

Pada sektor usaha terbagi menjadi beberapa jenis. Usaha rumah tangga terdapat 20 usaha, usaha kecil terdapat 5 usaha, usaha besar terdapat satu usaha. Selain itu juga terdapat 5 usaha yang berstatus PT (Perseroan Terbatas) dan 10 usaha yang berstatus CV.

(43)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Keragaan Usahaternak 6.1.1 Karakteristik Peternak

Para peternak di Kelurahan Kebon berada di dua lokasi yaitu RW.07 dan RW.10. Peternak yang berada di RW.07 tergabung dalam Kelompok ternak “Maju Terus” sedang peternak yang berada di RW.10 tergabung dalam Kelompok ternak “Sumber Makmur’. Sumber daya peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor dapat dilihat dari karakterisitk peternak yang meliputi usia peternak, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan jumlah tanggungan keluarga.

Peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata memiliki usia 41,67 tahun dengan kisaran usia antara 20 – 62 tahun. Jika melihat indikator usia produktif yang berada di kisaran usia 15 – 64 tahun, maka seluruh peternak (100 %) merupakan penduduk usia produktif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh peternak yang masih menjalankan usahanya merupakan tenaga kerja potensial sehingga masih memungkinkan bagi peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam menjalankan usaha ternak sapi perahnya. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia

Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

20 - 29 4 13,33

Sumber : Data Primer diolah 2013

(44)

SD/sederajat dan SMP/sederajat, namun pengetahuan dan teknik beternak sapi perah dapat diperoleh peternak dari orang tua secara turun temurun, sesama peternak, maupun belajar sendiri. Terdapat beberapa peternak yang pernah mengikuti pelatihan atau keterampilan mengenai manajemen pemeliharaan sapi perah yang diselenggarakan oleh Dinas Peternakan Kota Bogor maupun Koperasi Produksi Susu (KPS).

Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan peternak sapi perah di Kelurahan Kebon PedesKota Bogor dapat dijelaskan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Karakteristik subjek penelitian menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

SD/sederajat 3 10,71

SMP/sederajat 4 13,33

SMA/sederajat 22 73,33

S1 1 3,33

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer diolah 2013

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan peternak adalah SMA sebanyak 22 orang (73,33%), selanjutnya tingkat pendidikan SMP sebanyak 4 orang (13,33%) dan SD sebanyak 3 orang (10.71 %), sedangkan

tingkat pendidikan peternak paling sedikit adalah S1 (sarjana strata 1) sebanyak 1

orang (3,33%). Menurut Martono (1995), bahwa tingkat pendidikan akan

berpengaruh terhadap pola pikir serta kemampuan seseorang dalam mengelola

suatu usaha serta dapat mengubah serta menerima setiap perubahan yang ada serta

cara menerapkannya.

(45)

sebanyak 11 orang (36,67%). Menurut Djamali (2002), tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama tentunya akan memberikan hasil dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja baru. Semakin lama peternak menjalankan usahanya, semakin banyak juga pengalaman yang diperoleh dan dapat dijadikan pelajaran dalam menghadapi persoalan maupun dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dalam menjalankan usahaternak.

Seluruh peternak (100%) sudah menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama, dengan alasan karena sifat usahaternak sapi perah tidak bersifat musiman tetapi usaha berlanjut sehingga dapat memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan bagi peternak. Sebagian peternak juga ada yang memiliki usaha sampingan seperti usaha warung dan jual beli sapi.

(46)

Tabel 8. Karakteristik subjek penelitian menurut jumlah tanggungan keluarga

Sumber : Data Primer diolah 2013

6.1.2 Populasi Sapi Perah

Populasi sapi di Kelurahan Kebon Pedes pada saat penelitian yaitu 289 ekor

atau 268 Satuan Ternak (ST). Satuan Ternak (ST) yaitu satuan yang dipakai untuk

ternak yang didasarkan atas konsumsi pakan. Sapi perah yang diternakkan

seluruhnya adalah berjenis sapi perah peranakan Friesien Holstein (PFH). Jumlah

sapi perah yang dimiliki peternak bervariasi, yaitu berkisar satu sampai 46 ekor

dengan rataan kepemilikan 6,93 ekor per peternak. Populasi ternak sapi perah di

Kelurahan Kebon Pedes dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Populasi sapi di Kelurahan Kebon Pedes

Komposisi Jumlah

Sumber : Data Primer diolah 2013

Berdasarkan Tabel 9 persentase sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes

sebesar 71,97%. Menurut Sudono (2003) bahwa usahaternak sapi perah akan

menguntungkan apabila peternak memiliki jumlah sapi laktasi minimal 60 – 70 %,

sedangkan rasio sapi laktasi dan sapi tidak produktif sebesar 1 : 0,45. Rasio

(47)

(1983) bahwa usaha sapi perah yang ekonomis yaitu apabila setiap ekor sapi

laktasi hanya dibebani 0,40 ST sapi perah tidak produktif. Hal ini dikarenakan jika

terlalu banyak sapi perah yang tidak produktif dibanding dengan yang produktif,

maka sapi perah tidak produktif tersebut akan menjadi tanggungan sapi produktif

atau laktasi dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan.

Gambar 6. Sapi perah jenis Friesien Holstein

Sapi laktasi yaitu sapi yang sedang dalam masa menyusui yang artinya

sedang produktif dalam menghasilkan susu. Jumlah sapi laktasi responden yang

terdapat di Kelurahan Kebon Pedes berjumlah 208 ekor. Sapi pedet yaitu sapi

yang baru lahir hingga berusia 12 bulan. Sapi dara yaitu sapi yang berusia 12

bulan hingga sapi tersebut bunting. Peternak memiliki sapi laktasi paling sedikit

berjumlah satu ekor sedangkan jumlah sapi laktasi paling banyak yang dimiliki

peternak berjumlah 46 ekor. Rata – rata jumlah sapi laktasi sebesar 6,93 ekor per

peternak.

Tabel 10 . Kepemilikan sapi laktasi di Kelurahan Kebon Pedes

Jumlah sapi laktasi (ekor)

Jumlah Peternak (orang)

Persentase (%)

1- 2 6 20,00

3- 4 12 40,00

5- 6 5 16,67

7- 8 2 6,67

9- 10 1 3,33

> 10 4 13,33

Jumlah 30 100,00

(48)

Berdasarkan Tabel 10, terdapat 6 peternak yang memiliki jumlah sapi

laktasi sebesar 1 – 2 ekor atau sebesar 20 %. Jumlah peternak yang memiliki sapi

laktasi sebanyak 3 – 4 ekor berjumlah 12 orang peternak (40 %). Terdapat empat

orang peternak yang memiliki jumlah sapi laktasi lebih dari sepuluh ekor atau

sebesar 13,33 %.

Tabel 11. Populasi sapi laktasi berdasarkan periode laktasi

Periode laktasi 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah sapi laktasi (ekor) 24 44 45 34 39 18 4

Sumber : Data Primer diolah 2013

Periode laktasi yaitu periode ketika sapi perah betina sedang dalam fase

menyusui dan produktif menghasilkan susu. Pada umumnya seekor sapi laktasi

mulai dapat menghasilkan susu ketika berusia tiga tahun dan disebut juga laktasi

pertama. Volume susu yang dihasilkan saat laktasi pertama biasanya tidak terlalu

banyak namun volumenya akan semakin bertambah banyak hingga mencapai

puncaknya saat laktasi keempat dan kelima. Setelah itu produksi susu akan

perlahan menurun. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kepemilikan sapi

laktasi di Kelurahan Kebon Pedes berada pada periode laktasi kesatu hingga

ketujuh. Kepemilikan sapi pada laktasi ketujuh jauh lebih sedikit yaitu berjumlah

empat ekor karena sapi pada periode laktasi ketujuh sudah sangat sedikit

menghasilkan susu sehingga peternak lebih memilih untuk menjual sapi tersebut.

Tabel 10. Populasi sapi laktasi berdasarkan bulan laktasi

Bulan laktasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah sapi laktasi (ekor) 13 19 30 33 28 26 22 13 17 7

Sumber : Data Primer diolah 2013

Pada satu kali periode laktasi, pada umumnya seekor sapi betina akan

menghasilkan susu selama sepuluh bulan atau 305 hari, dan setelah itu sapi

tersebut akan memasuki fase kering kandang. Sapi yang sedang dalam masa

kering kandang selama dua bulan

Peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih memelihara sapi perah pejantan

(49)

dapat dijual. Namun, pemeliharaan pejantan tersebut kurang efisien karena

disamping biaya pemeliharaannya tinggi, fasilitas untuk melaksanakan inseminasi

buatan (IB) sudah memadai sehingga tidak memerlukan lagi pejantan kawin.

Alasan lain peternak memelihara pejantan yaitu sebagai pengganti apabila IB

tidak berhasil. Pemeliharaan pedet betina sebagai sapi pengganti menunjukkan

bahwa peternak berupaya memenuhi kebutuhan regenerasi sapi induk dengan cara

membesarkan pedet, disamping untuk meningkatkan skala usaha.

6.1.3 Tenaga Kerja

Para peternak mengerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan terkait pemeliharaan

sapi, seperti memerah susu, membersihkan kandang, mengikatkan sapi, dan

sebagainya. Selain itu ada sebagian peternak yang dibantu oleh anggota keluarga

mereka yang meliputi istri dan anak-anak. Hanya ada tiga peternak yang

membutuhkan tenaga kerja luar keluarga dalam mengurus ternak sapi setiap

harinya, hal itu disebabkan jumlah sapi yang dipelihara berjumlah puluhan ekor

sehingga akan kesulitan jika ditangani sendiri. Ada beberapa hal yang peternak

tidak bisa tangani sendiri dalam memelihara sapi seperti mengurus kelahiran anak

sapi, mengobati sapi yang sakit, inseminasi buatan, serta memasarkan susu.

Sehingga ada tenaga kerja luar keluarga yang khusus diperlukan dalam menangani

hal-hal tersebut. Upah tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp.700.000,00 per bulan.

6.1.4 Pakan

Kelurahan Kebon Pedes tidak mempunyai lahan khusus sebagai sumber

pakan hijauan yang berupa rumput-rumputan, sehingga dalam memenuhi

kebutuhan pakan hijauan mereka mendapatkannya dari berbagai sumber seperti

perkebunan, limbah pertanian, dan limbah pasar. Pakan hijauan yang umumnya

diberikan oleh peternak yaitu rumput lapang, rumput gajah dan kulit jagung yang

berasal dari limbah pasar. Peternak di Kebon Pedes kesulitan dalam menyediakan

pakan hijauan karena tidak tersedianya lahan rumput sebagai sumber pakan

hijauan. Ketersediaan pakan hijauan didatangkan dari pasar dan daerah lain di

sekitar Bogor.

Konsumsi pakan hijauan rata-rata untuk sapi betina dewasa dengan bobot

rata-rata 350 kg yaitu sebesar 20 sampai 23 kg. Sapi pedet dengan bobot rata-rata

(50)

sapi jantan dewasa mengkonsumsi rata-rata 18 sampai 20 kg pakan hijauan. Harga

pakan hijauan sebesar Rp.250,00 / kg.

Pakan konsentrat dibeli peternak dari KPS (Koperasi Pengolah Susu) yang

lokasinya tidak jauh dari peternakan di Kelurahan Kebon Pedes. Konsumsi pakan

konsentrat sapi laktasi rata-rata sebesar 4 sampai 5 kg per ekor sapi. Harga pakan

konsentrat yang dibeli dari KPS sebesar Rp.5000,00/kg. Pakan ampas dan dedak

didatangkan dari tempat pembuatan tahu dan tempe, serta dari pasar. Komsumsi

pakan ampas dan dedak pada sapi laktasi rata-rata sebesar 20 kg per ekor sapi.

Harga pakan ampas sebesar Rp.200,00 /kg.

Gambar 7 . Pakan ampas tahu

(51)

6.1.5 Kandang

Kandang merupakan tempat tinggal bagi hewan ternak. Kebersihan perlu

dijaga sehingga sapi merasa nyaman. Peternak di Kelurahan Kebon Pedes

memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan di tempat

terbuka seperti padang rumput karena keterbatasan lahan yang dimiliki peternak

akibat semakin padatnya pemukiman. Kandang dibersihkan secara rutin yaitu

kandang dibersihkan dua kali dalam sehari setiap pagi dan sore hari sebelum

memberi makan dan memerah. Lokasi kandang berada di pemukiman padat

penduduk. Letak kandang saling bersebelahan dengan rumah peternak dan juga

dengan rumah penduduk lain. Jika dilihat dari segi kesehatan lingkungan maka hal

tersebut tidak baik karena mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar akibat

bau dari kotoran dan pakan.

Tipe kandang yang digunakan umumnya bertipe konvensional satu baris dan

dua baris tergantung luas kandang yang tersedia. Bangunan kandang yang

digunakan oleh peternak merupakan bangunan permanen sederhana dan bengunan

permanen berkronstruksi beton. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa

adalah 2 x 2,5 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk

anak sapi 1,5 x 1 m. Sebagian besar kandang sudah menggunakan genting sebagai

atap kandang dan ada sebagian peternak yang menggunakan asbes sebagai atap

kandang (ada juga yang menggunakan kombinasi genting dan asbes). Lantai

kandang terbuat dari semen agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin.

Lantai merupakan salah satu bagian kandang yang paling sering direnovasi, yaitu

sekitar sati sampai dua tahun sekali karena lantai kandang sering mengalami

kerusakan seperti berubang dan retak-retak. Hal tersebut harus dihindari karena

sangat membahayakan keselamatan ternak sapi. Dinding kandang terbuat dari

campuran semen dan batu bata dengan dinding tertutup penuh, namun sebagian

(52)

Gambar 8. Kandang sapi

Biaya peralatan meliputi pembelian alat-alat terkait usahaternak sapi perah,

seperti milk can, cangkul, sekop, selang air, tali, dan peralatan lainnya. Rata-rata

jumlah biaya peralatan pertahun peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor adalah Rp.70.000,00 per tahun. Biaya peralatan terendah pertahun adalah sebesar Rp.45.000,00 per tahun dan biaya peralatan tertinggi adalah Rp.150.000,00 per tahun.

6.1.6 Perkawinan

Sistem perkawinan ternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes dilakukan

dengan dua cara, yaitu Inseminasi Buatan (IB) dan perkawinan alami. Umumnya

peternak telah menerapkan sistem perkawinan melalui IB dengan alasan lebih

praktis dibandingkan dengan perkawinan alami.

Sebagian besar peternak masih membutuhkan bantuan dalam melakukan IB.

Biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk IB yaitu sebesar Rp.30.000,00

sampai Rp.50.000,00 per pelayanan dan biaya tersebut tergantung dari kualitas

semen beku yang digunakan. Harga semen beku impor relatif lebih mahal

dibandingkan semen beku lokal. Inseminasi Buatan terkadang dilakukan tidak

sekali jadi, namun bisa dilakukan beberapa kali hingga berhasil.

6.1.7 Kesehatan Ternak

Penyakit hewan yang pernah menyerang ternak sapi di Kelurahan Kebon

Pedes diantaranya kembung, korengan, kekurangan nafsu makan, dan suhu badan

tinggi. Penanganan penyakit berat dilakukan dengan memanggil mantri hewan,

sedangkan untuk penyakit ringan peternak akan menanganinya sendiri dengan

pengobatan tradisional seperti penggunaan kunyit, asam, minyak goreng, air

(53)

perah di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor adalah Rp.136.607,14 per tahun dengan biaya kesehatan terendah pertahun adalah sebesar Rp.30.000 per tahun dan biaya kesehatan tertinggi adalah Rp.1.005.000,00 per tahun.

6.1.8 Pemerahan susu

Pemerahan yang dilakukan oleh peternak di Kelurahan Kebon Pedes masih

bersifat tradisional yaitu memerah susu secara manual menggunakan tangan.

Kegiatan pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu setelah ternak diberi

pakan konsentrat dan sebelum pemberian pakan hijauan. Pada pagi hari

pemerahan dilakukan sekitar pukul 04.30 – 06.30 dan sore hari sekitar pukul

14.30 – 15.30. Lama pemerahan tergantung jumlah sapi perah yang dimiliki oleh

peternak. Kebersihan harus menjadi perhatian yang utama dalam pemerahan,

karena untuk mencegah timbulnya penyakit pada ambing. Peternak membersihkan

puting sapi dengan air hangat atau air biasa, setelah itu peternak baru melakukan

pemerahan. Untuk melancarkan pemerahan biasanya peternak mengoleskan lotion

terlebih dahulu pada tanggannya.

Gambar 9. Kegiatan pemerahan

6.1.8 Pemasaran Susu

Peternak di Kelurahan Kebon Pedes memasarkan susunya melalui loper

(pedagang perantara), KPS, dan menjual langsung ke konsumen. Harga jual susu

berkisar antara Rp.4.000,00 sampai Rp.5.000,00. Sebagian besar peternak menjual

hasil susu kepada loper, jika ada kelebihan susu yang tidak diserap oleh loper

maka akan dijual ke KPS. Peternak memilih saluran pemasaran melalui loper

karena selain dari segi harga yang relatif tinggi, peternak juga tidak harus

mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan susunya karena loper

(54)

datang langsung ke peternak. Para peternak biasanya menjual hasil susu pada KPS

pada saat hari libur yaitu saat loper libur (tidak datang ke peternak). Pemasaran

susu kepada loper sebesar 1669,5 liter/hari (76,37%), dijual langsung ke

konsumen sebesar 119 liter/hari (5,44%), sedangkan yang disalurkan ke KPS

sebesar 344 liter/hari (15,74%).

Tabel 13. Produksi susu harian dan pemasaran

Produksi susu harian

Keterangan Susu (liter/hari) Persentase (%)

Harga susu

Sumber : Data Primer diolah 2013

Penjualan susu ke KPS lebih kecil dibandingkan ke loper karena penjualan

susu ke KPS hanya dilakukan jika ada produksi susu yang tidak disalurkan ke

loper yaitu biasanya pada hari Minggu saat loper sedang libur atau saat hari libur.

Selain itu KPS juga menerapkan syarat untuk susu yang akan mereka beli yaitu

pada susu tersebut memiliki kandungan lemak 3%. Harga jual susu yaitu ke loper

sebesar Rp.4.000,00 /liter. Harga jual susu ke konsumen langsung yaitu sebesar

Rp.4.500,00/liter. Sedangkan harga jual susu ke KPS yaitu sebesar Rp.3.700,00

/liter. Nilai susu yang dikonsumsi oleh peternak diasumsikan setara dengan harga

jual susu yang dijual ke konsumen langsung yaitu Rp.4.500,00 /liter.

Dalam kesehariannya peternak mengkonsumsi susu hasil produksi, dan

biasanya jumlah susu yang dikonsumsi akan semakin banyak jika peternak

tersebut memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak. Jumlah susu yang

dikonsumsi peternak paling sedikit adalah 0,5 liter per hari sedangkan paling

(55)

6.2 Keuntungan Usahaternak Sapi Perah

6.2.1 Penerimaan Usahaternak

Sumber penerimaan usaha peternak terdiri dari penerimaan tunai dan non

tunai. Sumber penerimaan tunai berasal dari penjualan susu oleh peternak kepada

loper dan KPS. Penjualan susu non tunai berasal dari susu yang dikonsumsi oleh

peternak dan penjualan sapi. Penerimaan non tunai lainnya yaitu berasal dari

penjualan sapi (sapi pedet dan sapi afkir).

Tabel 14. Total produksi susu sapi laktasi berdasarkan bulan laktasi

Total Produksi susu

Bulan laktasi liter/hari liter/bulan liter/tahun

1 133 3.990 39.900

Sumber : Data Primer diolah 2013

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa produksi harian susu sapi

peternak responden sebesar 2.186 liter/hari atau 388.440 liter/tahun dengan

rata-rata produksi 10,51 liter/sapi/hari.

6.2.2 Biaya Usahaternak

Jumlah biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini mencakup biaya

tunai dan biaya non-tunai. Biaya tunai usahaternak sapi perah meliputi biaya

pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya pakan ampas, biaya kesehatan, biaya

tenaga kerja non-keluarga, biaya perawatan dan biaya penunjang. Sedangkan

biaya non-tunai berasal dari biaya tenaga kerja keluarga. Biaya pakan meliputi

biaya memberikan pakan tidak hanya sapi laktasi saja tetapi juga semua sapi yang

dipelihara (pedet jantan, pedet betina, jantan dewasa, betina kering kandang).

(56)

Tabel 15. Unit cost produksi susu berdasarkan periode laktasi

Periode laktasi Produksi susu (liter/hari) Unit cost (Rp/liter)

1 9,48 2.377,97

Sumber : Data Primer diolah 2013

Produksi susu harian tertinggi dicapai ketika sapi laktasi berada pada

periode laktasi keempat yaitu sebesar 11,16 liter per hari. Sedangkan produksi

harian terendah ketika sapi berada pada masa laktasi ketujuh yaitu sebesar 8,5 liter

per hari. Produksi susu semakin meningkat jumlahnya dari periode laktasi kesatu

kemudian jumlahnya akan menurun setelah melewati periode laktasi keempat.

Unit cost yaitu biaya satuan pada unit produksi tertentu. Berdasarkan Tabel

15 biaya rata-rata terendah yang dikeluarkan untuk memelihara sapi laktasi yaitu

pada saat sapi laktasi berada pada periode laktasi keempat yaitu sebesar

Rp.2.145,09/liter. Hal tersebut dapat terjadi karena volume susu yang dihasilkan

sapi pada periode laktasi kelima lebih tinggi bila dibandingkan pada periode

lainnya. Sedangkan biaya tertinggi yang dikeluarkan pada saat sapi berada pada

periode laktasi ketujuh sebesar Rp.2.820,53/liter. Hal tersebut dapat terjadi karena

produktivitas sapi laktasi dalam menghasilkan susu sudah semakin berkurang.

6.2.3 Keuntungan Usahaternak

Keuntungan total usahaternak sapi perah diperoleh dari selisih antara

penerimaan total tunai dan non tunai dengan biaya total tunai dan non tunai. Biaya

tunai meliputi biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya pakan ampas

dan dedak, biaya kesehatan. biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya perawatan,

biaya penunjang, dan biaya transportasi. Biaya non tunai meliputi biaya tenaga

kerja keluarga dan biaya penyusutan. Penerimaan tunai meliputi biaya penjualan

susu dan biaya penjualan sapi pedet dan afkir. Penerimaan non tunai berasal dari

Gambar

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tabel 3. Jenis dan sumber data
Tabel 8. Karakteristik subjek penelitian menurut jumlah tanggungan keluarga
Gambar 6. Sapi perah jenis Friesien Holstein
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan model

kuning akan berpengaruh pada daya terima dan tingkat kekerasan. Pemanfaatan tepung ubi jalar kuning dalam pembuatan kulit. bakpia dapat membantu meningkatkan konsumsi

Keadaan ini sebagai dampak naiknya harga sarana produksi peternakan seperti bibit, pakan, obat-obatan dan vaksin sehingga menyebabkan naiknya biaya produksi dan menurunnya

Hasil Penelitian : Ada pengaruh aromaterapi mawar terhadap peningkatan kualitas tidur pada lanjut usia dengan mean pada kelompok perlakuan 14,71 dan kelompok kontrol

6.1 Menyampaikan informasi secara lisan dengan lafal yang tepat dan nyaring dalam kalimat sederhana sesuai konteks yang mencerminkan kecakapan berbahasa yang santun dan tepat

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Pilih perkataan yang paling sesuai untuk diisi pada tempat kosong dalam petikan yang diberi.. Permainan congkak merupakan permainan tradisional warisan bangsa yang

Belum optimalnya pelaksaan pembelajaran pada siklus I disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: (1) kurangnya konsentrasi dan keberanian siswa dalam menjawab