• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Wisata Agro Tambi Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Pengembangan Usaha Wisata Agro Tambi Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

0 2000000 4000000 6000000 8000000

2007 2008 2009 2010 2011

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

The World Travel and Tourism Council (WTTC) mengungkapkan

pertumbuhan kontribusi pariwisata kepada GDP rata-rata adalah delapan persen

dan merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia1, sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2009, pariwisata dipersepsikan

sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu

negara, tidak terkecuali di Indonesia. Pariwisata juga berperan besar dalam

memberikan kesan baik atau brand image suatu negara di dunia internasional.

Peran pariwisata dalam negeri sendiri antara lain meningkatkan pendapatan

sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan

pendapatan nasional, mendorong peningkatan investasi, dan memperkuat neraca

pembayaran (Yoeti 2008).

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan budaya

memiliki prospek besar untuk mengembangkan berbagai usaha di segala bidang,

termasuk pariwisata. Pada perkembangannya, Indonesia selalu diramaikan oleh

banyaknya wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang turut

memberikan sumbangan devisa bagi Indonesia dari sektor pariwisata. Gambar 1

menunjukkan data dari BPS terkait jumlah wisatawan mancanegara yang masuk

ke Indonesia pada periode 2007-2011.

Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun 2007-2011.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

1

(2)

Selain wisatawan mancanegara, kunjungan wisatawan domestik juga

mengalami perkembangan yang signifikan. Gambar 2 menyajikan data mengenai

perkembangan kunjungan wisatawan domestik selang waktu 2005-2010.

Gambar 2. Perkembangan Wisatawan Domestik Tahun 2005-2010.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Berdasarkan Gambar 1 dan 2 terlihat bahwa jumlah wisatawan baik

mancanegara maupun domestik terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Peningkatan ini tentunya tidak datang secara tiba-tiba melainkan dikarenakan oleh

banyak faktor yang mempengaruhinya, faktor tersebut diantaranya adalah adanya

langkah-langkah perbaikan infrastruktur oleh pemerintah, pertumbuhan ekonomi

masyarakat, dan kegiatan promosi yang intensif. Mengingat banyaknya potensi

pariwisata Indonesia yang belum dimanfaatkan secara optimal, maka diduga

jumlah ini akan terus meningkat di masa mendatang.

Seiring dengan meningkatnya pengetahuan, perubahan pola pikir, dan

kesadaran baru akan penghargaan yang lebih tinggi terhadap lingkungan, maka

preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan

saat ini adalah pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek alam

atau yang biasa disebut dengan istilah back to nature seperti udara yang segar,

pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, serta

produk-produk pertanian modern.

Slogan Back to Nature yang semakin menggema tidak hanya di

negara-negara maju tetapi juga negara-negara-negara-negara berkembang termasuk Indonesia,

memperkuat terjadinya perubahan preferensi wisatawan global maupun 105000000

110000000 115000000 120000000 125000000

(3)

domestik2. Kecenderungan ini merupakan tanda semakin tingginya permintaan terhadap wisata alam dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan

produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian

yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam terutama

sumberdaya hayati tropis yang sangat beragam. Kekayaan tersebut jika dikelola

dengan tepat akan dapat diandalkan tidak hanya sebagai kekuatan perekonomian

nasional secara makro, tetapi juga mempunyai daya tarik kuat sebagai sumber

pertumbuhan baru sektor pariwisata berbasiskan pertanian atau Agrowisata. The

International Ecotourism Society (2000) memprediksikan bahwa pada tahun 1999

terdapat lebih dari 633 juta wisatawan di seluruh dunia dan bahwa hingga dua

dekade ke depan, pertumbuhan jumlah wisatawan ini rata-rata 4,1 persen tiap

tahunnya. Berdasarkan pertumbuhan jumlah wisatawan tersebut, pertumbuhan

dari ekowisata (termasuk agrowisata) berkisar antara 10-30 persen3.

Umumnya, seluruh wilayah di Indonesia memiliki potensi besar dalam

pengembangan Agrowisata, salah satunya adalah Jawa Tengah. Menurut catatan

dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Tengah, pada

tahun 2008 jumlah wisatawan pengunjung obyek wisata di Jawa

Tengah mengalami peningkatan pada tahun 2009 (Tabel 1).

Tabel 1. Data Perkembangan Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Jawa Tengah Tahun 2008-2009

Kategori 2008 (Jiwa) 2009 (Jiwa) Pertumbuhan

Pengunjung (%)

Wisatawan mancanegara 302.977 308.519 1,83

Wisatawan domestic 16.253.107 21.515.598 32,38

Jumlah 16.556.084 21.824.117 31,18

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah 2010

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung

ke Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 31,18 persen pada selang waktu

2008-2009. Jumlah total wisatawan pada tahun 2009 adalah sebesar 21.824.117

jiwa, nilai tersebut mewakili 17,3 persen dari jumlah total keseluruhan wisatawan

2

Harus !!! Pengembangan Wisata Agro Indonesia. http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/05/27. [19 Maret 2011]

3

(4)

yang berkunjung ke Indonesia, baik domestik maupun mancanegara yang secara

total berjumlah 126.267.730 orang (BPS 2011). Hal tersebut membuktikan bahwa

provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi

wisata yang sangat besar. Tabel 2 menunjukkan 11 kabupaten dan kota di Jawa

Tengah yang mengalami peningkatan signifikan dalam hal kunjungan wisatawan.

Tabel 2. Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah yang Mengalami Peningkatan Kunjungan Pariwisata Tahun 2006-2008

Kota

Tahun Persentase

Kenaikan rata-rata

(%) 2006 (Jiwa) 2007 (Jiwa) 2008 (Jiwa)

Cilacap 189.855 201.821 212.679 5,52

Purbalingga 767.886 1.143.687 1.579.087 30,22

Kebumen 361.085 399.206 474.499 12,71

Wonosobo 170.495 208.708 231.147 14,01

Magelang 1.782.258 2.301.199 2.816.493 20,42

Sragen 190.673 219.756 220.133 6,70

Kudus 681.951 713.036 760.616 5,31

Jepara 724.414 892.692 1.016.976 15,54

Demak 760.624 784.507 957.162 10,54

Pemalang 167.021 183.502 224.270 13,58

Tegal 239.614 264.461 295.503 9,95

Sumber: Disbudpar Provinsi Jawa Tengah 2009

Berdasarkan tabel tersebut, salah satu kawasan yang mengalami

peningkatan yang signifikan adalah Wonosobo, hal ini terlihat dari persentase

kenaikan rata-rata jumlah wisatawan yang mencapai 14,01 persen. Peningkatan ini

merupakan hasil kerja keras dari pemerintah daerah setempat dalam

mempromosikan tujuan wisatanya. Banyak sektor pariwisata yang dapat

dikembangkan di Wonosobo, seperti wisata alam, wisata budaya, wisata hiburan

dan wisata religi. Untuk wisata Alam sendiri, terdapat beberapa objek wisata

andalan seperti Dieng, Telaga Warna, Kawah, Telaga Menjer, Candi,4 dan Wisata Agro Tambi.

Di Kabupaten Wonosobo, pariwisata merupakan salah satu sektor yang

memberikan sumbangan cukup besar bagi pendapatan daerah, pada tahun 2011

sektor pariwisata menyumbang 0,081 persen bagi Anggaran Pendapatan dan

4

(5)

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wonosobo yang mencapai Rp

983.836.167.553,00, bahkan sumbangan yang diberikan oleh sektor pariwisata

melebihi anggaran awal yang ditetapkan oleh Badan Pengelola Keuangan dan

Aset Daerah Kabupaten Wonosobo. Pendapatan dari sektor pariwisata ini tidak

hanya besar, namun juga terus mengalami peningkatan pada rentang tahun

2007-2011 (Tabel 3).

Tabel 3. Laporan Realisasi Penerimaan dan Tunggakan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Wonosobo dari Sektor Pariwisata Tahun 2007-2011.

Tahun Anggaran (Rp)

Realisasi Penerimaan

(Rp)

Sisa Lebih/kurang

(Rp)

Persentase Lebih/kurang

(%)

2007 337.000.000 456.681.820 119.681.820 35,51

2008 494.000.000 497.141.320 3.141.320 0,64

2009 550.500.000 580.675.150 30.175.150 5,48

2010 560.500.000 637.774.800 72.274.800 13,79

2011 670.500.000 794.203.350 123.703.350 18,45

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Wonosobo 2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa setiap tahun pemerintah daerah

selalu meningkatkan nilai anggaran pariwisata, nilai anggaran ini menunjukkan

nilai target pendapatan yang harus dicapai dari sektor pariwisata. Nilai anggaran

merupakan peramalan yang didasarkan atas pencapaian realisasi penerimaan

tahun sebelumnya. Pada kenyataannya realisasi penerimaan yang diperoleh selalu

melebihi anggaran atau target yang ditentukan, ini menunjukkan bahwa pariwisata

merupakan sektor yang potensial dan masih memiliki peluang yang besar apabila

dikelola dengan tepat.

Salah satu objek wisata unggulan di wilayah Wonosobo adalah Wisata

Agro Tambi. Agrowisata ini merupakan objek wisata alam yang diusahakan oleh

PT Tambi. PT Tambi sendiri mengelola tiga unit perkebunan yang terletak di

Desa Bedakah, Desa Tanjungsari dan Desa Tambi dengan luas 829,14 ha. Wisata

Agro Tambi merupakan agrowisata yang dibangun di atas lahan perkebunan teh

yang terdapat di Desa Tambi. Agrowisata ini menjadi salah satu tujuan wisata

alam unggulan di kabupaten Wonosobo karena berada pada jalur yang strategis

yaitu pada jalur wisata Wonosobo-Dieng.

Fasilitas unggulan yang ditawarkan agrowisata ini adalah perkebunan teh

(6)

ketinggian 1200 – 2000 meter diatas permukaan laut dan memiliki suhu udara

rata-rata minimal 15 º C dengan suhu maksimal 24 º C. Wisata Agro Tambi

dilengkapi dengan fasilitas home stay, taman bermain, kebun dan pabrik teh. Di

Agrowisata ini pengunjung bisa mendapatkan penjelasan mengenai budidaya,

pengolahan, dan pemasaran teh melalui kegiatan menyusuri kebun dan pabrik

teh.5

1.2 Perumusan Masalah

Perubahan preferensi konsumen ke arah back to nature menyebabkan

semakin banyak orang beralih usaha ke jenis usaha yang mengunggulkan potensi

alam contohnya objek-objek wisata alam. Saat ini semakin banyak objek wisata

alam yang muncul dibandingkan dengan beberapa dekade lalu. Objek wisata alam

yang muncul tidak hanya yang merupakan hasil kreasi manusia, tetapi juga

banyak yang muncul sebagai hasil komersialisasi dari objek-objek alam yang

sudah ada. Seiring dengan semakin menjamurnya objek wisata, tingkat persaingan

dalam industri ini juga semakin tinggi.

Tingkat persaingan objek wisata alam juga terjadi di Jawa Tengah, hal

ini didukung potensi alam dan budaya yang melimpah di provinsi ini. Menurut

data dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, setidaknya terdapat 26 agrowisata

yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Tengah. Data mengenai Agrowisata dan

letaknya tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

5

(7)

Tabel 4. Daftar Agrowisata di Jawa Tengah dan Letaknya Tahun 2012

No Nama Letak No Nama Letak

1 Agro Wisata Sapi

Perah Boyolali 14

Agrowisata

Temanjang Blora

2 Agrowisata

Pagilaran Batang 15

Agrowisata

Sondokoro Karanganyar

3 Objek Wisata Colo Kudus 16 Agro Wisata

Pandansari Brebes 4 Wisata Agro Demak 17 Eko Wisata Pekalongan

5

Wana Wisata Penggaron dan Kampung Kopi

Ungaran 18 Agrowisata Tirto

Arum Baru Kendal

6

Agro Wisata Kebun Teh Kemuning

Ngargoyoso 19 Perkebunan Kebun

Teh Medini Kendal

7 Wanawisata

Baturraden Purbalingga 20 Agro Wisata Padi Boyolali

8 Taman Sambitan Boyolali 21 Agrowisata Salak

Sodong Batang

9 Wana Wisata

Kedungombo Boyolali 22

Agro Wisata

Tanjungasari Wonosobo

10 Agro Petik Sayur Magelang 23 Agro Wisata

Bedakah Wonosobo

11 Agro Wisata

Kaligua Brebes 24 Wisata Agro Banjarnegara

12 Agrowisata Kebun

Semugih Pemalang 25 Agrowisata Durian Semarang

13 Agro Wisata

Selopanjang Batang 26 Wisata Agro Tambi Wonosobo Sumber: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah6

Tingkat persaingan dengan Agrowisata lain di Jawa Tengah ini tinggi,

hal ini dikarenakan konsep usaha yang ditawarkan sama, selain itu wisatawan

memiliki kecenderungan untuk datang ke Agrowisata yang dekat dengan daerah

kunjungan wisata seperti Semarang dan Jogjakarta.

Tingkat persaingan juga terjadi di wilayah yang lebih sempit yaitu di

Wonosobo. Di Wonosobo sendiri terdapat tujuh objek wisata alam potensial,

dimana enam diantaranya dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Wonosobo yaitu Dieng, Lembah Dieng, Telaga Menjer, Kalianget, dan Waduk

Wadaslintang, sementara satu lainnya dikelola oleh swasta yaitu PT Tambi. PT

Tambi sebagai suatu perusahaan swasta yang mengembangkan komoditas

unggulan teh, menunjukkan eksistensinya dengan mendirikan objek-objek wisata

6

(8)

alam, salah satunya adalah Wisata Agro Tambi. Meskipun ketujuh objek wisata

tersebut bersaing, namun tingkat persaingan di Wonosobo ini cenderung lebih

rendah dibandingkan persaingan antara Wisata Agro Tambi dengan wisata agro

lain di Jawa Tengah. Penyebabnya terletak pada konsep produk yang ditawarkan.

Konsep produk yang ditawarkan oleh Wisata Agro Tambi dengan objek wisata

lain di Wonosobo berbeda, sedangkan konsep yang ditawarkan oleh Wisata Agro

Tambi dengan objek agrowisata lain di Jawa Tengah adalah sama.

Faktor pengembangan usaha juga menjadi permasalahan bagi Wisata

Agro Tambi, sebagai objek wisata yang sudah berdiri selama 11 tahun sejak tahun

2001, Wisata Agro Tambi belum banyak melakukan pengembangan usaha yang

strategis baik berupa penambahan produk maupun kegiatan promosi.

Pengembangan usaha yang dilakukan saat ini sebagian besar adalah berupa

penambahan fasilitas pendukung seperti Mushala, toilet, wifi dll, sementara

pengembangan yang berupa penambahan produk wisata ataupun kegiatan promosi

belum banyak dilakukan. Alasan tersebut diduga menyebabkan terjadinya

kejenuhan wisatawan yang berimplikasi pada tingkat kunjungan yang rendah dan

ketidakmampuan mencapai target yang ditetapkan. Tabel 5 menunjukkan data

mengenai tujuh objek wisata unggulan di Kabupaten Wonosobo beserta jumlah

pengunjung tahun 2008-2011.

Tabel 5. Data Objek Wisata dan Jumlah Wisatawan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2011.

No Objek Wisata Jumlah Wisatawan (jiwa)

2008 2009 2010 2011*

1 Dieng 90.698 108.817 119.726 89.069

2 Lembah Dieng 28.907 36.003 39.184 43.153

3 Telaga Menjer 4.460 6.279 6.254 6.893

4 Kalianget 60.881 58.184 65.300 69.858

5 GR Mangli 28.700 25.005 27.801 24.510

6 Waduk Wadaslintang 6.102 13.056 16.626 20.883

7 Tambi 10.582 9.922 10.616 9.896

Jumlah 230.330 257.266 285.507 300.070

Keterangan

*= Per Oktober 2011

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo dan PT. Tambi (diolah)

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tingkat kunjungan ke Wisata Agro

(9)

melakukan pengembangan dan perbaikan seperti Dieng, Lembah Dieng, Kalianget

dan Gelanggang Renang Mangli. Selain itu, rendahnya kunjungan Wisata Agro

Tambi juga terlihat dari target kunjungan yang belum tercapai. Padahal eksistensi

keberadaan Wisata Agro Tambi, sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa,

bergantung sepenuhnya pada jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi tersebut.

Tabel 6 menunjukkan data tentang target dan realisasi jumlah kunjungan Wisata

Agro Tambi tahun 2008-2012.

Tabel 6. Target dan Realisasi Jumlah Kunjungan Wisata Agro Tambi 2008-2012.

Tahun Target (orang) Realisasi (orang) Selisih (orang)

2008 12.873 10.582 2.291

2009 11.640 9.922 1.718

2010 10.914 10.616 298

2011 11.677 9.896 1.781

2012 10.885 - -

Sumber: Data Historis Wisata Agro Tambi 2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa jumlah kunjungan Wisata Agro

Tambi belum mampu mencapai target yang ditetapkan perusahaan. Target

kunjungan berfluktuatif karena dihitung berdasarkan jumlah kunjungan tahun

sebelumnya ditambah 10 persen. Target kenaikan 10 persen merupakan kebijakan

dari perusahaan dan seharusnya bukan merupakan target yang tidak mungkin

tercapai mengingat adanya tren wisata back to nature yang berkembang di

masyarakat saat ini.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mensinergiskan

antara komponen-komponen internal dan eksternal guna menciptakan satu

formulasi strategi pengembangan yang tepat dan efektif guna menghadapi

persaingan dan mecapai target yang ditetapkan. Setiap komponen dari aspek

internal dan eksternal akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam

mengembangkan usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1) Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang menjadi kekuatan dan

kelemahan serta ancaman dan peluang apa yang akan dihadapi oleh Wisata

(10)

2) Bagaimana perumusan alternatif strategi pengembangan usaha berdasarkan

analisis faktor-faktor internal dan eksternal, serta bagaimana prioritas strategi

yang dapat direkomendasikan kepada Wisata Agro Tambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merumuskan strategi

pengembangan usaha bagi Wisata Agro Tambi di Kecamatan Kejajar, Kabupaten

Wonosobo, secara rinci tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis Faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan dan

kelemahan serta ancaman dan peluang yang dihadapi oleh Wisata Agro Tambi

2) Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha berdasarkan analisis

faktor-faktor internal dan eksternal, serta menentukan prioritas strategi yang

dapat direkomendasikan kepada Wisata Agro Tambi

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak

yang berkepentingan:

1) Bagi perusahan, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan

bagi manajemen dan pengelola Wisata Agro Tambi dalam menerapkan

strategi pemasaran.

2) Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah wawasan mengenai keputusan

strategi pengembangan usaha agrowisata dan menjadi informasi atau bahan

(11)

II

TINJAUAN PUSTAKA

Pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu

aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan

jasa yang sangat kompleks. Pariwisata terkait erat dengan organisasi,

hubungan-hubungan antar kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan

kebutuhan layanan dan sebagainya (Damanik & Weber 2006).

Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam dan hayati

yang sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu

diandalkan menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di

wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan

sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas

permukaan laut. Komoditas pertanian (mencakup tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan

keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang

sangat beragam mempunyai daya tarik tersendiri apabila dikembangkan di sektor

pariwisata berbasiskan pertanian atau agrowisata. Keseluruhannya sangat

berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Agrowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang

memanfaatkan usaha agro (usaha pertanian) sebagai suatu objek wisata, dengan

tujuan untuk memperluas pengetahuan pengalaman rekreasi dan hubungan usaha

di bidang pertanian (Chamdani 2008). Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam

wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar

terhadap kelestarian sumber daya pariwisata (Damanik & Weber 2006).

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang

mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung di tempat wisata,

sedangkan aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah

keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan. Pengembangan agrowisata

diharapkan dapat memiliki potensi besar sebagai pendorong diversifikasi produk

(12)

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012),

Machrodji (2004), dan Masang (2006).

Masang (2006) yang dikutip dari Nurdiana (2004) mendefiniskan

agrowisata sebagai rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan

lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk

pertanian sebagai sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas

pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian ini.

Machrodji (2004) yang dikutip dari Widiahening (1999) mendefinisikan

agrowisata sebagai wisata minat khusus yang merupakan perpaduan antara

budidaya pertanian dan pariwisata yang merupakan wisata muatan rekayasa dari

objek pertanian untuk dijadikan wisata atau kunjungan.

Ernaldi (2010) mendefinisikan Agrowisata berdasarkan kutipan pada

Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Menparpostel) dan

Menteri Pertanian No.KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan

No.204/KPTS/HK/050/4/1989, yaitu agrowisata sebagai bagian dari objek wisata

diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai

objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi,

dan hubungan usaha di bidang pertanian. Sedangkan di dalam penelitian Zunia

(2012) dikutip dari Arifin (1992) agrowisata didefinisikan sebagai salah satu

bentuk wisata yang dilakukan di kawasan pertanian yang menyajikan suguhan

pemandangan alam kawasan pertanian (farmland view) dan aktivitas di dalamnya

seperti lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen

sampai ke bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan dapat membeli produk

tersebut sebagai oleh-oleh.

Sesuai dengan definisi agrowisata yang telah disebutkan sebelumnya,

maka inti dari agrowisata adalah wisata di bidang pertanian dalam arti luas,

termasuk di sektor perkebunan. Hamparan areal pertanaman yang luas seperti

pada areal perkebunan, disamping menyajikan pemandangan dan udara yang

segar, juga merupakan media pendidikan bagi masyarakat apabila dimanfaatkan

sebagai agrowisata. Hal tersebut mencakup pendidikan tentang kegiatan usaha

(13)

Obyek Agrowisata dapat berupa objek dengan skala besar yang dimiliki

oleh areal perkebunan seperti yang terdapat pada penelitian ini maupun juga skala

kecil. Agrowisata berskala besar maupun skala kecil dapat menjadi objek wisata

yang menarik karena keunikannya. Contoh agrowisata skala besar adalah Wisata

Agro Tambi yang menarik karena mengunggulkan hamparan perkebunan teh yang

luas disertai dengan pengolahan dan pengemasan di pabrik, sedangkan contoh

agrowisata skala kecil adalah wisata tebu yang menyertakan pendidikan mengenai

cara bertanam tebu, panen tebu, pembuatan gula pasir tebu, serta cara

menciptakan varietas baru tebu. Kedua konsep agrowisata tersebut, disamping

bermuatan pendidikan juga dapat menjadi media promosi, karena kemungkinan

pengunjung akan tertarik untuk membeli produk yang dihasilkan menjadi lebih

besar. Kedatangan masyarakat ke obyek wisata membuka peluang pasar tidak

hanya bagi produk dan obyek agrowisata yang bersangkutan, namun juga bagi

lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, maka agrowisata dapat menjadi salah

satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional.7 Potensi agrowisata yang sangat tinggi ini belum sepenuhnya

dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, perlu dirumuskan

langkah-langkah kebijakan yang konkrit dan operasional guna tercapainya

kemantapan pengelolaan dalam pengembangan agrowisata, selain itu dibutuhkan

pula kerjasama yang sinergis diantara pelaku yang terlibat dalam pengelolaan

agrowisata, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah. Ernaldi (2010), Zunia

(2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006) adalah beberapa peneliti yang

memberikan perhatian besar pada perumusan langkah-langkah kebijakan yang

tepat guna mencapai kemantapan pengelolaan agrowisata melalui penelitiannya.

Zunia (2012), Masang (2006), Machrodji (2004) dan Ernaldi (2010)

menggunakan alat analisis dan pengolahan data berupa matriks IFE, matriks EFE,

matriks IE, matriks SWOT dan QSPM untuk pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil dari matriks IE, Zunia (2012) dan Ernaldi (2010) menetapkan

posisi perusahaan berada pada sel V yaitu menjaga dan mempertahankan (hold

and maintain) dengan tipe strategi yang disarankan adalah penetrasi pasar dan

pengembangan produk, sedangkan Machrodji (2004) dan Masang (2006) yang

7

(14)

menggunakan alat analisis berupa matriks EFE, IFE, IE dan QSPM menetapkan

posisi perusahaan pada sel IV dan II yaitu tumbuh dan membangun (grow and

build) dengan penerapan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar

dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, ke depan dan

integrasi horizontal).

Strategi yang dihasilkan dari matriks QSPM dalam penelitian Zunia

(2012) adalah Strategi WO yaitu memperluas area dan menambah jumlah

tanaman komoditas unggulan. Adapun hasil analisis QSPM pada penelitian

Ernaldi (2010) adalah strategi WO yaitu melakukan promosi lebih aktif dan

gencar serta membuat promosi dengan paket-paket liburan tertentu, sedangkan

dari hasil analisis QSPM Masang (2006) didapatkan strategi dengan prioritas

pertama yaitu strategi SO menggali potensi alam yang dimiliki dangan sumber

daya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta

menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Hasil lain didapatkan dari

analisis QSPM yang dilakukan oleh Machrodji (2004), yang menghasilkan

strategi pengembangan produk, yaitu meningkatkan sumber daya manusia melalui

pelatihan-pelatihan seperti cara-cara bertanam, pengenalan jenis tanaman, bahasa

inggris terutama untuk pemandu, pembuatan buku panduan, penambahan program

kegiatan, penambahan sarana dan prasarana pendukung, serta melakukan

pengaturan tanah (lanskap).

Penelitian terdahulu merupakan referensi dan acuan bagi penelitian yang

akan dilakukan saat ini. Berdasarkan hasil studi penelitian terdahulu di atas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa variasi alat analisis yang dapat

digunakan untuk memformulasikan strategi pengembangan yang tepat bagi

perusahaan diantaranya adalah metode EFE, IFE, IE, SWOT dan QSPM.

Perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan saat ini dengan

penelitian terdahulu terletak pada lokasi, waktu dan kondisi di tempat penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan saat ini berlokasi di Wisata Agro Tambi, pada

rentang waktu Maret-April 2012. Alat analisis yang akan digunakan pada

penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012),

Machrodji (2004), dan Masang (2006) yaitu menggunakan metode perumusan

(15)

alternatif dan menentukan prioritas strategi pengembangan usaha dengan terlebih

dahulu melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Selain

itu, perumusan strategi pengembangan usaha pada penelitian ini juga

mempertimbangkan gambaran umum konsumen dan penilaian konsumen terhadap

(16)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Manajemen Strategis

Manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam

merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan

lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya.

Manajemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen,

pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan,

serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional

(David 2009), sedangkan Pearce dan Robinson (1997) mendefinisikan manajemen

strategis sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan

perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang

dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan.

Berdasarkan pernyataan umum dari definisi manajemen strategi, maka

dapat ditarik kesimpulan khusus, yaitu sebagai suatu suatu bentuk usaha yang

memiliki sumber daya terbatas, Wisata Agro Tambi membutuhkan manajemen

strategi yang baik sebagai pedoman untuk mengalokasikan sumber daya guna

mencapai tujuannya.

3.1.2 Tahapan Manajemen Strategis

Menurut David (2009) proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap:

perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi. Perumusan strategi

mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman

eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal,

penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi alternatif, dan pemilihan

strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada organisasi yang

memiliki sumber daya yang tidak terbatas, para penyusun strategi harus

memutuskan strategi alternatif mana yang akan paling menguntungkan

perusahaan. Manajer yang baik memiliki perspektif yang tepat untuk memahami

sepenuhnya konsekuensi dari keputusan perumusan strategi, mereka mempunyai

otoritas untuk mengarahkan sumber daya yang perlu bagi implementasi atau

(17)

Penerapan strategi seringkali disebut “tahap aksi” dari manajemen strategis. Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk

melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Seringkali dianggap sebagai tahap

yang paling sulit dalam manajemen strategis, penerapan atau implementasi

strategi membutuhkan disiplin, komitmen, dan pengorbanan personal. Penerapan

strategi yang berhasil bergantung pada kemampuan manajer untuk memotivasi

karyawan, yang lebih merupakan seni dibandingkan pengetahuan. Strategi

tersebut dirumuskan, namun apabila tidak diterapkan tidak ada gunanya.

Penilaian strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategis. Manajer

harus tahu kapan strategi tidak berjalan dengan baik, penilaian atau evaluasi

strategi merupakan cara utama untuk memperoleh informasi semacam ini. Tiga

aktivitas penilaian strategi yang paling mendasar adalah (1) peninjauan ulang

faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini,

(2) pengukuran kinerja, dan (3) pengambilan langkah korektif.

Wisata Agro Tambi, sebagai suatu bentuk usaha harus mampu

menganalisis visi, misi dan tujuan kemudian melakukan penilaian lingkungan

internal dan eksternal agrowisata. Hasil analisis ini kemudian digunakan sebagai

dasar dalam membuat, mengevaluasi, dan memilih strategi pengembangan

usahanya.

3.1.3 Pernyataan Visi dan Misi

Banyak organisasi dewasa ini mengembangkan suatu pernyataan visi untuk menjawab pertanyaan, “kita ingin menjadi seperti apa?” Mengembangkan pernyataan visi seringkali dianggap sebagai langkah pertama dari perencanaan

strategis. Adapun pernyataan misi adalah pernyataan tujuan yang secara jelas

membedakan suatu bisnis dari perusahaan-perusahaan lain yang sejenis.

Pernyataan misi yang jelas melukiskan nilai dan prioritas dari sebuah organisasi

(David, 2009). Pernyataan misi paling baik apabila mencerminkan satu visi, satu “impian yang hampir mustahil” yang memberikan satu arah bagi perusahaan untuk 10 sampai 20 tahun berikutnya. Pernyataan misi yang baik memiliki tiga

karakteristik utama yaitu fokus pada sejumlah tujuan terbatas, menekankan

kebijakan dan nilai utama perusahaan, dan mendefinisikan lingkup bersaing utama

(18)

3.1.4 Analisis Lingkungan Perusahaan

Menurut David (2009), lingkungan perusahaan adalah situasi dan

kondisi perusahaan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan. Lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua

yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal adalah

lingkungan di luar perusahaan yang bukan dalam kendali perusahaan, sedangkan

lingkungan internal adalah lingkungan di dalam perusahaan yang dapat

dikendalikan oleh perusahaan.

3.1.4.1 Analisis Lingkungan Eksternal

Menurut David (2009), analisis lingkungan eksternal menekankan pada

identifikasi dan evaluasi tren serta kejadian yang berada di luar kendali

perusahaan. Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan

sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan

ancaman yang harus dihindarinya. Sebagaimana diisyaratkan dengan istilah ”terbatas”, analisis lingkungan eksternal tidak bertujuan mengembangkan sebuah daftar lengkap dan menyeluruh dari setiap faktor yang dapat mempengaruhi

bisnis, melainkan bertujuan mengidentifikasi variabel-variabel penting yang

menawarkan respon berupa tindakan. Analisis Lingkungan eksternal menurut

David (2009) dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu:

1. Kekuatan Ekonomi

Faktor ekonomi memiliki pengaruh langsung terhadap potensi menarik

tidaknya berbagai strategi. Faktor-faktor ekonomi spesifik yang dianalisis

kebanyakan perusahaan, diantaranya:

a) Tahapan siklus bisnis, perusahaan dapat digolongkan ke dalam depresi,

resesi, kebangkitan dan kemakmuran.

b) Gejala inflasi dalam harga barang dan jasa, jika inflasi sangat tajam,

pengendalian upah dan harga dapat menjadi beban yang berat.

c) Kebijakan moneter, tarif suku bunga dan devaluasi atau revaluasi mata

uang relatif pada mata uang lainnya.

d) Kebijakan fiskal, yaitu tingkat pajak untuk perusahaan dan perorangan.

e) Neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan

(19)

2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan

Perubahan sosial, budaya, demografi dan lingkungan memiliki pengaruh besar

terhadap hampir semua produk, jasa, pasar, dan pelanggan. Perubahan dalam

variabel sosial, budaya, demografi, dan lingkungan akan menciptakan tipe

konsumen yang berbeda dan akibatnya kebutuhan akan barang yang berbeda,

jasa yang berbeda dan strategi yang berbeda.

3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum

Pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan pembuat regulasi,

deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi.

Faktor-faktor politik, pemerintahan, dan hukum, karenanya dapat

merepresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil

maupun besar.

4. Kekuatan Teknologi

Perubahan dan penemuan teknologi yang revolusioner memiliki dampak yang

dramatis bagi organisasi. Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi produk,

jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, pelanggan, proses produksi, praktik

pemasaran, dan posisi kompetitif perusahaan. Kemajuan teknologi dapat

menciptakan pasar baru, yang menghasilkan penciptaan produk baru dan

produk yang lebih baik, perubahan posisi biaya kompetitif dalam suatu

industri, dan membuat produk dan jasa saat ini menjadi ketinggalan jaman.

5. Kekuatan Persaingan

Menurut Porter (1991) pokok perumusan strategi bersaing adalah

menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya. Walaupun lingkungan

yang relevan sangat luas, meliputi kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga

kekuatan ekonomi, aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri

atau industri-industri dalam mana perusahaan tersebut bersaing. Intensitas

persaingan dalam suatu industri bukanlah masalah kebetulan atau nasib buruk.

Sebaliknya, persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi

yang mendasarinya dan berjalan diluar perilaku pesaing-pesaing yang ada.

Keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan

persaingan pokok, yang diperlihatkan dalam Model lima kekuatan Porter

(20)

Gambar 3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri

Sumber : Porter (1991)

Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri dan penentu

struktural intensitas persaingan terdiri dari (Porter 1991):

a) Persaingan diantara Perusahaan yang Ada

Rivalitas di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk

mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan

harga, perang iklan, introduksi produk dan meningkatkan pelayanan atau

jaminan terhadap pelanggan. Persaingan terjadi karena satu atau lebih

pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk

memperbaiki posisi. Persaingan yang tinggi merupakan akibat dari

sejumlah faktor-faktor struktural yang saling berinteraksi seperti jumlah

pesaing yang banyak atau seimbang, pertumbuhan industri yang lamban,

biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi, ketiadaan diferensiasi

atau biaya peralihan, penambahan kapasitas dalam jumlah besar, pesaing

yang beragam, taruhan strategis yang besar dan hambatan pengunduran

diri yang tinggi.

b) Ancaman Masuknya Pendatang Baru

Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan

untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga membawa sumber daya

yang besar. Ancaman pendatang baru yang masuk ke dalam industri

tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari

para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru.

(21)

yaitu: skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih

pemasok, akses ke saluran distribusi, biaya tidak menguntungkan terlepas

dari skala dan kebijakan pemerintah. Jika hambatan masuk besar, maka

ancaman masuknya pendatang baru rendah.

c) Ancaman Produk/Jasa Subtitusi

Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing dengan industri-industri

yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba

potensial dari industri dengan menetapkan harga yang dapat diberikan oleh

perusahaan dalam industri. Makin menarik alternatif harga yang

ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba industri.

Mengenali produk substitusi adalah persoalan mencari produk lain yang

dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri.

Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah

produk-produk yang (1) mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau

prestasi yang lebih baik daripada produk industri, atau (2) dihasilkan oleh

industri yang berlaba tinggi.

d) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok

Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para

peserta industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau

menurunkan mutu produk atau jasa yang dibeli. Kelompok pemasok

dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:

i) Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih

terkonsentrasi ketimbang industri di mana mereka menjual.

ii) Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada

industri.

iii) Industri bukan merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok

pemasok.

iv) Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.

v) Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah

menciptakan biaya peralihan.

vi) Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan

(22)

e) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli

Pembeli bersaing dengan industri dengan memaksa harga turun, mutu

yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai

pesaing satu sama lain, dengan mengorbankan kemampulabaan industri.

Kelompok pembeli dikatakan kuat jika terjadi situasi seperti:

i) Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif

terhadap penjualan pihak penjual

ii) Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau

pembelian yang cukup besar dari pembeli

iii) Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak

terdiferensiasi

iv) Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil

v) Pembeli mendapatkan laba yang kecil

vi) Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik

vii) Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli

viii)Pembeli mempunyai informasi lengkap

3.1.4.2 Analisis Lingkungan Internal

Menurut David (2009), analisis lingkungan internal dilakukan pada

aspek manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian

dan pengembangan serta sistem informasi manajemen.

1) Manajemen

Manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang

mencakup sistem produksi, pemasaran, pengelolaan, sumber daya manusia,

dan keuangan. Fungsi manajemen terdiri atas lima aktifitas dasar yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf, dan

pengendalian.

2) Pemasaran

Kotler dan Keller (2007) memaparkan bahwa pemasaran berhubungan dengan

mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Hakikat

dari pemasaran adalah segmentasi, target dan penentuan posisi (Segmentation,

Targeting, Positioning-STP) yaitu melakukan segmentasi pasar, menyeleksi

(23)

tawaran (Kotler & Keller 2007). Selanjutnya, dalam menganalisis pemasaran

diperlukan pula analisis bauran pemasaran jasa. Menurut Kotler dan Amstrong

(1991) terdapat empat komponen bauran pemasaran atau yang biasa disebut

4P yaitu Product, Price, Place, dan Promotion. Pendekatan pemasaran 4P

berhasil dengan baik untuk memasarkan produk, tetapi elemen-elemen

tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa, hal ini dikarenakan perusahaan

jasa perlu mendiferensiasikan dirinya melalui citra dimata pelanggan.

Perusahaan jasa dapat melakukan diferensiasi kompetitif dalam penyampaian

jasa melalui 3 aspek yang juga dikenal sebagai 3P dalam pemasaran jasa

(Tjiptono 1995), ketiga aspek tersebut adalah process, people dan physical

evidence.

3) Keuangan/Akuntansi

Kondisi keuangan sering kali dianggap sebagai satu ukuran terbaik untuk

posisi kompetitif dan daya tarik keseluruhan suatu perusahaan. Menentukan

kekuatan dan kelemahan keuangan suatu organisasi merupakan hal yang

penting guna memformulasikan strategi secara efektif.

4) Produksi/Operasi

Fungsi produksi/operasi dari suatu bisnis terdiri atas semua aktifitas yang

mengubah input menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi/operasi

berhubungan dengan input, transformasi, dan output yang bervariasi antar

industri dan pasar. Fungsi dasar dari manajemen produksi/operasi terdiri atas

lima area keputusan yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan

kualitas.

5) Penelitian dan Pengembangan

Tahap terpenting kelima dalam analisis lingkungan internal yang harus

dievaluasi untuk kekuatan dan kelemahan spesifik adalah penelitian dan

pengembangan. Manajemen yang efektif dari fungsi litbang membutuhkan

kerja sama strategis dan operasional antara fungsi litbang dan fungsi bisnis

penting lainnya.

6) Sistem Informasi Manajemen

Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis menjadi satu dan menyediakan

(24)

utama dari kekuatan atau kelemahan kompetitif manajemen. Mengevaluasi

kekutan dan kelemahan sistem informasi adalah dimensi yang penting dalam

menjalankan analisis internal.

3.1.5 Strategi Pengembangan Ekowisata

Sejak tahun 1987, ekowisata telah menjadi pegangan untuk penerapan

pembangunan yang berkelanjutan bagi destinasi. Ekowisata terdiri atas tiga unsur.

Pertama, alam berada pada daerah yang dilindungi ataupun tidak dilindungi.

Kedua, pendidikan yang memberikan program interpretasi. Ketiga,

mempromosikan keberlanjutan melalui program pelestarian. Strategi ekowisata

mencerminkan unsur-unsur ini. Beberapa negara seperti Kanada mempunyai

strategi ekowisata yang luas (Canadian Tourism Comission 1997 diacu Vellas &

Becherel 2008) , yang meliputi:

1. Pengembangan produk : Strategi ditujukan pada perbaikan mutu produk,

peningkatan jumlah produk baru, perbaikan kesesuaian pasar, dan

penganekaragaman produk.

2. Kemasan : Strategi meliputi aliansi strategi pada tingkat lokal dan informasi

yang lebih baik untuk penduduk dan wisatawan.

3. Sumber daya/keberlanjutan : Strategi meliputi koordinasi dari akses ke sumber

daya alam dan program pemantauan lingkungan

4. Pengembangan usaha/pengelolaan : Strategi untuk memperbaiki pelatihan dan

memperkuat keterampilan pengelolaan risiko.

5. Pemasaran/promosi : Strategi untuk meningkatkan bahan promosi dan

pemasaran dalam dan luar negeri

6. Pelatihan/pengembangan sumber daya manusia : Strategi untuk

mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas pelatihan, untuk mengembangkan

standar dan sertifikasi serta untuk mengembangkan program pelatihan.

7. Organisasi industri : Strategi untuk mendorong organisasi membentuk aliansi.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

PT Tambi mengembangkan potensi keindahan dan daya tarik alam

perkebunan sebagai wisata agro dengan nama Wisata Agro Tambi. Agrowisata ini

(25)

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan kontribusi

pendapatan bagi perusahaan sekaligus melestarikan sumber daya alam yang ada.

Dalam kenyataannya, saat ini Wisata Agro Tambi belum mampu mencapai target

yang ditetapkan perusahaan terutama dari sisi jumlah kunjungan. Hal yang

menjadi penyebabnya adalah tingkat persaingan terutama dengan wisata agro lain

di Jawa Tengah dan kegiatan pengembangan usaha baik dari segi pengembangan

produk maupun kegiatan promosi yang belum maksimal, padahal Wisata Agro

Tambi sudah berdiri selama 11 tahun sejak tahun 2001. Hal-hal tersebut kemudian

berdampak pada rendahnya jumlah kunjungan ke Wisata Agro Tambi

dibandingkan objek wisata alam lain di Wonosobo. Dilatarbelakangi oleh

permasalahan-permasalahan ini, perusahaan harus mengembangkan strategi

pengembangan usaha yang efektif agar dapat mencapai tujuan perusahaan.

Arah dan tujuan perusahaan dianalisis melalui identifikasi visi dan misi

perusahaan yang juga dijadikan bahan pertimbangan dalam perumusan alternatif

strategi. Perumusan strategi pengembangan usaha didasarkan pada analisis

menyeluruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan Wisata Agro

Tambi baik yang berasal dari eksternal ataupun internal perusahaan. Analisis

lingkungan eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman

yang dihadapi perusahaan, sedangkan analisis lingkungan internal dilakukan

untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.

Hasil identifikasi peluang dan ancaman diplotkan dalam matriks EFE

dan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan diplotkan dalam matriks IFE. Hasil

matriks EFE dan IFE kemudian dimasukkan dalam matriks IE sehingga dapat

diketahui posisi perusahaan berdasarkan analisis lingkungan usahanya. Setelah

penentuan posisi perusahaan, dilakukan tahap formulasi strategi pengembangan

usaha dengan menggunakan matriks SWOT. Perumusan strategi pengembangan

usaha ini menggunakan input dari hasil identifikasi peluang, ancaman, kekuatan

dan kelemahan perusahaan dengan mempertimbangkan visi dan misi perusahaan

serta posisi perusahaan. Alternatif strategi pengembangan usaha yang dihasilkan

dari matriks SWOT selanjutnya diurutkan berdasarkan prioritas strategi yang tepat

untuk dilaksanakan perusahaan dengan menggunakan QSPM yang secara objektif

(26)

Tahap selanjutnya setelah dihasilkan prioritas strategi adalah tahap

pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi strategi. Ruang lingkup penelitian ini

hanya mencapai tahap menghasilkan alternatif dan prioritas strategi

pengembangan usaha yang tepat bagi perusahaan dan sesuai dengan kondisi

internal dan eksternalnya. Tahap implementasi dan evaluasi strategi merupakan

wewenang dan tugas bagi pihak manajemen Wisata Agro Tambi sebagai

pelaksana kebijakan perusahaan. Secara ringkas, keseluruhan tahap ini diringkas

(27)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Strategi Pengembangan Usaha Wisata Agro Tambi Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo

Identifikasi Visi dan Misi Perusahaan

Wisata Agro Tambi

Identifikasi Permasalahan 1. Persaingan dengan

Wisata Agro lain di Jawa Tengah 2. Pengembangan

Usaha Kurang (penambahan produk dan pemasaran) 3. Target kunjungan

belum tercapai Analisis Lingkungan Perusahaan Lingkungan Eksternal 1. Ekonomi

2. Sosial, budaya, demografi, dan lingkungan

3. Politik, pemerintah, dan hukum

4. Teknologi

5. Persaingan/Industri Pesaing dalam industri Pendatang baru Produk subtitusi Pembeli Pemasok

Lingkungan Internal 1. Manajemen 2. Pemasaran 3. Keuangan/akuntansi 4. Produksi/operasi 5. Litbang

6. Sistem Informasi Manajemen

Identifikasi Peluang dan Ancaman

Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan

Matriks IFE Matriks EFE

Penentuan Posisi Perusahaan (Matriks IE)

Formulasi Strategi Pengembangan (Matriks SWOT)

(28)

IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di

Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara

sengaja (purposive) dengan pertimbangan pariwisata merupakan kegiatan

ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di wilayah Wonosobo mengingat

adanya pertumbuhan ketertarikan wisatawan dari tahun ke tahun. Kawasan Dieng

dan sekitarnya juga termasuk ke dalam salah satu Kawasan Strategis Pariwisata

Nasional menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2010.

Salah satu lokasi yang termasuk ke dalam Kawasan Dieng dan

sekitarnya adalah Wisata Agro Tambi. Peta Kawasan Strategis Pariwisata

Nasional untuk Kawasan Dieng dan sekitarnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Wisata Agro Tambi juga belum banyak melakukan pengembangan usaha,

sehingga membutuhkan strategi pengembangan usaha yang tepat agar

eksistensinya terjaga di antara persaingan yang semakin ketat. Kegiatan

pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2012.

4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Menurut Kuncoro (2003)

penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau

menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Tipe yang

paling umum dari penelitian deskriptif ini meliputi penilaian sikap atau pendapat

terhadap individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur. Setidaknya terdapat dua

manfaat penggunaan penelitian deskriptif, (1) untuk studi di bidang bisnis

terutama digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis, dan (2) untuk

mengenali distribusi dan perilaku data yang kita miliki. Dalam strategi

pengembangan, setelah menganalisis data, para peneliti akan memprediksi hasil

(29)

Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

studi kasus (case study). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran

secara mendetail mengenai latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari

kasus ataupun status individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan

dijadikan suatu hal yang umum. Tujuan dari penelitian studi kasus mengenai

strategi pengembangan usaha Wisata Agro Tambi ini sendiri adalah untuk

memberikan gambaran secara mendetail mengenai faktor-faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi eksistensi suatu agrowisata, yang kemudian akan

digunakan sebagai landasan perumusan strategi pengembangan bagi agrowisata

tersebut.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan

dan wawancara dengan pihak Wisata Agro Tambi yang mencakup manajer,

kepala seksi (kasi) keuangan, kasi umum serta konsumen, selain itu juga terdapat

responden yang berasal dari luar yaitu kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis

Daerah) Dieng serta kepala Bagian Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Wonosobo. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data primer

adalah kuesioner.

Data sekunder diperoleh dari arsip PT Tambi, Kementrian Pariwisata

dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS)

Wonosobo, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Badan

Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Wonosobo, Perpustakaan FEM

(Fakultas Ekonomi dan Manajemen) IPB, Perpustakaan LSI (Lembaga Studi

Informasi) IPB, dan internet.

4.4 Metode Penentuan Responden

Penelitian ini menentukan responden dengan menggunakan metode

purposive sampling dan convenience sampling. Purposive sampling adalah

metode pemilihan responden yang dilakukan secara sengaja namun dengan

pertimbangan bahwa responden yang dipilih mampu memberikan jawaban yang

(30)

yang memiliki informasi secara lengkap mengenai Wisata Agro Tambi, dalam hal

ini adalah manajer, kasi keuangan dan kasi umum Wisata Agro Tambi. Selain itu,

pemilihan responden secara purposive sampling juga dilakukan pada responden

yang berasal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta dari objek wisata lain,

penetapan responden dari luar ini dilakukan untuk melihat penilaian dari pihak

luar tentang Wisata Agro Tambi. Penentuan responden dengan menggunakan

metode ini ditujukan untuk pengisian matriks pendapat gabungan pada matriks

IFE dan EFE. Pengisian nilai daya tarik pada QSPM juga menggunakan metode

purposive sampling. Responden yang akan berperan dalam pengisian QSPM

adalah pengambil keputusan tertinggi dalam Wisata Agro Tambi yaitu manajer

Wisata Agro Tambi.

Metode penentuan responden yang kedua adalah metode convenience

sampling. Responden tujuannya adalah pengunjung yang datang ke Wisata Agro

Tambi, pengunjung selanjutnya akan mengisi kuesioner berupa daftar pertanyaan

mengenai gambaran umum konsumen dan penilaian konsumen mengenai bauran

pemasaran jasa. Jumlah responden yang ditentukan berdasarkan metode

convenience sampling ini adalah 30 pengunjung. Pengisian kuesioner ini

bertujuan untuk memperkuat argumentasi peneliti dan sebagai bahan

pertimbangan dalam perumusan strategi pengembangan usaha. Kriteria konsumen

yang melakukan pengisian kuesioner adalah sebagai berikut:

1) Konsumen sebagai responden dibatasi pada usia 17 tahun ke atas karena

diasumsikan telah mengerti prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah

memiliki kemampuan menganalisis pertanyaan maupun informasi.

2) Konsumen sebagai responden adalah konsumen yang pernah mengunjungi

Wisata Agro Tambi minimal satu kali.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:

1) Observasi : melakukan pengamatan langsung terhadap aktifitas Wisata Agro

Tambi terutama yang terkait dengan kegiatan pengembangan perusahaan.

2) Wawancara : melakukan wawancara dengan manajer, kasi keuangan dan kasi

(31)

Wonosobo serta konsumen, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi

yang lengkap dan mendetail.

3) Kepustakaan : membaca buku-buku yang terkait, mempelajari hasil penelitian

terdahulu, data-data dari lembaga terkait dan perusahaan yang tersedia, serta

literatur-literatur relevan yang menunjang.

4) Studi Pendahuluan : mendatangi perusahaan, melakukan pengamatan dan

wawancara langsung dengan pihak perusahaan sebelum memulai penyusunan

skripsi.

5) Pengisian Kuesioner : untuk pengisian matriks pendapat gabungan pada

matriks EFE dan IFE yang dilakukan oleh manajer, kasi keuangan, kasi

umum, Kepala UPTD Dieng serta kepala Bagian Promosi Dinas Pariwisata

dan Kebudayaan kabupaten Wonosobo, serta nilai daya tarik pada QSPM yang

dilakukan oleh pihak yang berperan dalam pengambilan keputusan prioritas

strategi pengembangan perusahaan yaitu manajer. Selain itu, kuesioner juga

diberikan kepada 30 pengunjung sebagai responden untuk mengetahui

gambaran umum konsumen dan penilaian terhadap bauran pemasaran Wisata

Agro Tambi.

4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan konsep manajemen strategis. Analisis data dilakukan

melalui analisis deskriptif, analisis kualitatif, dan analisis kuantitatif yang

disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan uraian. Tahapan awal adalah analisis

deskriptif melalui observasi/pengamatan di Wisata Agro Tambi, wawancara

dengan pihak internal yaitu manajer, kasi keuangan, dan kasi umum Wisata Agro

Tambi serta dengan pihak eksternal yaitu Kepala UPTD Dieng dan kepala Bagian

Promosi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Selain itu juga dilakukan studi

literatur melalui buku, data terkait, penelitian terdahulu, dan penyebaran kuesioner

kepada pihak internal dan eksternal Wisata Agro Tambi serta kepada pengunjung.

Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan.

Tahap selanjutnya adalah konfirmasi kepada pihak manajemen perusahaan untuk

(32)

Analisis kuantitatif yang dihasilkan pada penelitian ini adalah hasil

analisis berupa bobot, rating, dan skor, sedangkan analisis kualitatif berupa uraian

dari hasil analisis kuantitatif. Data-data yang berhasil dikumpulkan diolah dan

dianalisis dalam tiga tahap yaitu tahap input (input stage), tahap pencocokkan

(matching stage), dan tahap keputusan (decision stage) dengan menggunakan alat

analisis yang terdiri dari matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM (David 2009).

4.6.1 Tahap Input (Input Stage)

Alat analisis yang digunakan pada tahap input adalah matriks IFE dan

matriks EFE. Matriks IFE berhubungan dengan tingkat kepentingan relatif dari

faktor-faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan, sedangkan matriks EFE

berhubungan dengan tingkat kepentingan relatif dari faktor-faktor peluang dan

ancaman perusahaan. Informasi yang diperoleh dari kedua matriks ini menjadi

informasi input dasar untuk matriks-matriks tahap pencocokan dan tahap

keputusan.

4.6.1.1 Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis eksternal berfokus pada upaya identifikasi dan evaluasi tren dan

kejadian yang berada di luar kendali suatu perusahaan. Analisis eksternal

mengungkapkan peluang dan ancaman yang dihadapi suatu perusahaan sehingga

perusahaan harus dapat merespon perubahan eksternal tersebut dengan

merumuskan strategi guna mengambil keuntungan dari adanya peluang dan

menghindari atau meminimalkan dampak dari ancaman yang muncul. Langkah

yang dilakukan dalam merumuskan lingkungan eksternal Wisata Agro Tambi

adalah dengan melakukan studi pustaka mengenai perkembangan faktor-faktor

eksternal perusahaan seperti kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, budaya,

demografi, dan lingkungan, kekuatan politik, pemerintah, dan hukum, kekuatan

teknologi, dan Kekuatan persaingan.

Hasil penelusuran studi pustaka tersebut kemudian dirumuskan menjadi

variabel-variabel yang kemungkinan besar memiliki pengaruh terhadap Wisata

Agro Tambi. Selanjutnya, variabel-variabel yang ada dicocokkan dengan kondisi

lapang dan dikonfirmasi kepada pihak pengelola Wisata Agro Tambi. Kesimpulan

yang didapatkan dari hasil konfirmasi adalah adanya 20 faktor eksternal yang

(33)

eksternal ini berhasil dirumuskan setelah melakukan empat kali kunjungan ke

Wisata Agro Tambi dan satu kali kunjungan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Kabupaten Wonosobo.

4.6.1.2 Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal menekankan pada identifikasi dan evaluasi

kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan perusahaan yang tidak mudah

ditiru oleh dinamakan kompetensi khusus. Membangun keunggulan kompetitif

melibatkan kemampuan untuk memanfaatkan kompetensi khusus. Strategi

dirancang untuk memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi

kekuatan, dan mungkin menjadi kompetensi khusus (David 2009). Langkah yang

dilakukan dalam merumuskan lingkungan internal Wisata Agro Tambi adalah

dengan melakukan wawancara secara intensif dengan pihak pengelola Wisata

Agro Tambi diantaranya adalah manajer, kasi keuangan dan kasi umum Wisata

Agro Tambi, dan karyawan, panduan yang digunakan untuk melakukan

wawancara adalah buku Manajemen Strategis (David 2009). Gambaran mengenai

lingkungan internal Wisata Agro Tambi juga diperoleh dari hasil pengisian

kuesioner oleh 30 orang pengunjung Wisata Agro Tambi.

Hasil wawancara dan kuesioner tersebut kemudian dirumuskan menjadi

variabel-variabel yang kemungkinan besar memiliki pengaruh terhadap Wisata

Agro Tambi. Selanjutnya, variabel-variabel yang ada dicocokkan dengan kondisi

lapang dan dikonfirmasi kembali kepada pihak pengelola Wisata Agro Tambi.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil konfirmasi adalah adanya 17 faktor

internal yang dapat dibagi menjadi sebelas faktor kekuatan dan enam faktor

kelemahan. Faktor internal ini berhasil dirumuskan setelah melakukan lima kali

kunjungan ke Wisata Agro Tambi guna melakukan wawancara dan penyebaran

kuesioner.

4.6.1.3 Matriks EFE dan IFE

Setelah melakukan analisis lingkungan eksternal dan internal maka

hasilnya dimasukkan ke dalam matriks EFE dan IFE. Matriks EFE (External

Factor Evaluation) ditujukan untuk merangkum dan mengevaluasi informasi

(34)

(Internal Factor Evaluation) ditujukan untuk meringkas dan mengevaluasi

kekuatan dan kelemahan utama dari analisis faktor internal dalam area fungsional

bisnis (David 2009). Matriks EFE dan IFE dapat dibuat dengan lima tahapan:

1) Identifikasi dan mendaftarkan faktor-faktor eksternal utama (peluang dan

anacaman) serta faktor internal utama (kekuatan dan kelemahan) yang

dihadapi perusahaan. Pada matriks EFE dan IFE harus memasukkan 10 hingga

20 faktor utama. Jumlah faktor tidak memiliki pengaruh terhadap kisaran total

skor pembobotan karena bobot selalu berjumlah 1,0. Hasil Identifikasi Wisata

Agro Tambi sendiri menghasilkan 20 faktor eksternal utama dan 17 faktor

internal utama.

2) Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan mengajukan identifikasi

faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak internal Wisata

Agro Tambi dan pihak eksternal yaitu Kepala UPTD Dieng serta Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan dengan menggunakan metode Paired

Comparison. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian berupa bobot

terhadap setiap faktor penentu eksternal dan internal. Penilaian bobot setiap

faktor dengan nilai total mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling

penting). Setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3 untuk menentukan bobot.

Skala yang digunakan untuk menentukan bobot adalah:

1=jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal

2=jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal

3=jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel baris (indikator horizontal)

dibandingkan dengan variabel kolom (indikator vertikal) dan harus konsisten.

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel

terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

αi =

Keterangan: αi = bobot faktor Xi = nilai variabel ke-i Σ Xi = nilai total variabel

Eksternal= n=15 i=A, B, C,…,O

(35)

3) Penentuan rating (peringkat) untuk setiap faktor eksternal dan internal kunci.

Penentuan rating dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis

situasi perusahaan. Dalam mengukur pengaruh masing-masing variabel

terhadap kondisi perusahaan digunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Pemberian nilai

peringkat peluang dan ancaman pada matriks EFE menggunakan skala:

1= respon perusahaan rendah 3= respon perusahaan di atas rata-rata

2= respon perusahaan rata-rata 4= respon perusahaan superior

Pemberian nilai rating kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE

menggunakan skala:

1 = sangat lemah (kelemahan utama) 3 = cukup kuat (kekuatan kecil)

2 = tidak begitu lemah (kelemahan kecil) 4 = sangat kuat (kekuatan utama)

4) Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai

tertimbang (skor pembobotan). Dalam langkah 4 ini diperoleh hasil berupa

skor bobot untuk masing-masing faktor.

5) Menjumlahkan nilai tertimbang dari setiap faktor untuk menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi. Nilai tertimbang yang diperoleh dari

masing-masing faktor dijumlahkan secara vertikal untuk mendapatkan total nilai

tertimbang. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi

terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternalnya. Total nilai

tertimbang tertinggi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang

rata-rata adalah 2,5. Pada matriks EFE total nilai tertimbang 4,0

mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan sangat baik terhadap

peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Strategi perusahaan secara

efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan

meminimalkan dampak yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Total

nilai tertimbang 1,0 mengindikasikan bahwa strategi perusahaan tidak

memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal. Pada

matriks IFE total nilai tertimbang di bawah 2,5 menggambarkan kondisi

perusahaan yang lemah secara internal, sedangkan total nilai tertimbang di

(36)

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun 2007-2011.
Tabel 2.  Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah yang Mengalami Peningkatan
Tabel 4. Daftar Agrowisata di Jawa Tengah dan Letaknya Tahun 2012
Gambar 3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini, antara lain (1) Mengidentifikasi strategi usaha yang telah dilaksanakan oleh perusahaan, (2) Menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang

Berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan eksternal di usaha pembibitan domba Tawakkal, Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan terbesar pada usaha

Dalam suatu usaha terdapat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi usaha tersebut baik lingkungan eksternal maupun internal. Lingkungan internal adalah

Tentukan rating atau tingkat ketertarikan relatif dari masing-masing faktor internal dan eksternal di bawah ini dengan alternatif strategi yang direkomendasikan mempengaruhi

Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal peternakan ayam broiler di Kecamatan Kandat diketahui faktor – faktor yang menjadi kekuatan,

Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal peternakan ayam broiler di Kecamatan Kandat diketahui faktor – faktor yang menjadi kekuatan,

Mendapatkan penilaian para responden mengenai tingkat kepentingan dari masing – masing faktor strategik baik internal maupun eksternal dalam menentukan atau

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal dan eksternal yang didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara dengan responden dan hasil