• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategy of Business Development of fishballs of Tuna, Surimi and Mixed. Case studies in CV. Bening Jati Anugerah, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategy of Business Development of fishballs of Tuna, Surimi and Mixed. Case studies in CV. Bening Jati Anugerah, Bogor"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

DIAN VERANITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul :

Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran (Studi Kasus Pada CV. Bening Jati Anugerah, Bogor )

merupakan hasil karya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dan program sejenis di perguruan tinggi lain, serta belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang dipergunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2011

(3)

DIAN VERANITA. Strategy of Business Development of fishballs of Tuna, Surimi and Mixed. Case studies in CV. Bening Jati Anugerah, Bogor. Guided by Rizal Syarief as Chairman and Komar Sumantadinata Komar as members.

CV. Jati Bening Anugerah is a small and medium enterprises (SME), which produced fishballs. The company was founded in 2017 in Bogor Regency. In early 2010, the company began to face the problem of shortage of supply of red meat of tuna as a raw material for making fishball. To anticipate the lack of raw materials, companies need to seek alternative raw materials other than red meat tuna. This study aimed (1) find out consumers' assessment of the quality of fishballs produced CV. Bening Jati Anugerah, the fishballs are made from red meat tuna, surimi and mixture (surimi mixed with mackerel), which judging from the smell, taste, color, texture and overall, (2) analyze the feasibility of fishballs with a simple financial analysis, and 3) compilation strategy of bussiness development of fishballs in CV. Bening Jati Anugerah in order to improve marketing.

The data needed for this study originated from the primary and secondary data. The data analysis was performed through a hedonic test analysis, an analysis of the level of interest with the company's performance, a feasibility analysis namely Strenghts, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT), and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). The study used the descriptive and analytical methods of the case study to find the Break Even Point (BEP).

Analysis of the hedonic test through the analysis of variance (ANOVA) showed: aroma, flavor, texture, color and overall of the fifth of fishballs tested, ie BTX, BTB, BSB, BCB, and BSX, at 95% confidence intervals were not significantly different. Analysis of the level of interest with the company's performance showed, at a rate of more than 85% of consumers are satisfied with the performance of the company. The Internal Factor Evaluation (IFE) matrix resulted in a score of 2,614, the External Factor Evaluation (EFE) matrix of 2,651, all of which are mapped to the Internal External (IE) matrix, in Quadrant V, namely Growth/Stabilization quadrant, which means that the company must conduct the strategies market penetration and product diversification. The recommended strategies are improving company performance through increasing product quality and market expansion also optimalization in production (TAS 5,819). The results of eligibility criteria analysis showed the BEP 10,756 for tuna meatballs. The quality improvement can be done through improvement of management and human resources, good manufacturing practices and also good tools and fasilities (processing machine) that support.

(4)

DIAN VERANITA. Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran di CV. Bening Jati Anugerah, Bogor. Dibimbing oleh Rizal Syarief sebagai Ketua dan Komar Sumantadinata sebagai Anggota.

Bakso merupakan produk olahan daging sapi atau ikan yang sangat populer bagi masyarakat. Berdasarkan jenis daging yang digunakan dikenal dua (2) jenis bakso yaitu bakso ikan dan bakso sapi. Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas. Mutu bakso ikan yang baik adalah yang warnanya putih bersih, tekstur kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek.

Di Kabupaten Bogor, usaha pengolahan bakso ikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2007 hanya ada satu pengolah bakso ikan produk lainnya seperti siomay ikan, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, kaki naga, dan lain-lain. Omset penjualan rata-rata per bulan untuk semua produk sebesar Rp. 20.000.000,-. Dan sistem pemasaran yang dilakukan melalui penjualan secara langsung dan sistem agen.

Awal tahun 2010 CV. BJA mulai mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku daging merah/tetelah ikan tuna yang diperoleh dari hasil samping industri pengolahan tuna beku. Kurangnya pasokan bahan baku diperkirakan karena faktor iklim dan stok ikan tuna di laut yang semakin berkurang sehingga tuna dan hasil sampingnya sulit diperoleh. Untuk mengantisipasi kelangkaan tuna dan keberlangsungan usaha bakso ikan, maka pada awal tahun 2011 dilakukan substitusi bahan baku dengan memproduksi bakso ikan dengan bahan baku surimi dan daging ikan selain tuna. Permasalahannya adalah (1) CV. BJA belum mempunyai gambaran tentang penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan yang diproduksinya, yaitu bakso ikan tuna, bakso surimi dan bakso campuran di nilai dari aroma, rasa, warna, teksur dan penampakan keseluruhannya; (2) apakah usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran tersebut layak secara finansial untuk dikembangkan; 3) strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran agar meningkat pemasarannya.

(5)

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data primer untuk mutu bakso ikan tuna, surimi dan campuran berasal dari penilaian aroma, rasa, warna, teksur dan keseluruhan 30 responden tidak terlatih melalui uji hedonik. Data analisis lingkungan internal dan eksternal bersumber dari pimpinan dan pengelola perusahaan. Data sekunder bersumber dari dokumen perusahaan dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan analisis uji hedonik, analisis tingkat kepentingan terhadap kinerja perusahaan, analisis finansial untuk bakso tuna dan surimi, analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) serta Internal and External (IE), analisis Strenght, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) dan analisis Qualitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Secara deskriptif, hasil penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan tuna, surimi dan campuran yang diproduksi CV. BJA, yaitu BTB, BSB dan BCB serta bakso tuna dan bakso surimi yang dijual dipasaran, yaitu BTX dan BSX terhadap aroma, rasa, warna, bentuk dan keseluruhan dari kelima bakso yang diuji adalah netral, agak suka. Analisis uji hedonik dengan menggunakan ANOVA (analisis sidik ragam) menunjukkan: hasil penilaian konsumen terhadap aroma, rasa, warna, tektur dan keseluruhan dari kelima bakso yang diuji, yaitu BTX, BTB, BSB, BCB, dan BSX pada selang kepercayaan 95% tidak berbeda nyata.

Hasil analisis tingkat kepentingan terhadap kinerja perusahaan menunjukkan, tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan mencapai lebih dari 85%, yaitu 93,08% puas terhadap citarasa kelezatannya, 86,40% puas terhadap aromanya, 104,95% puas terhadap bentuk dan ukurannya, 85,22% dengan harga jualnya, 84,67% puas dengan kandungan gizinya, 92,86% puas terhadap daya tahan produknya, 92,06% puas terhadap manfaat yang dirasakannya, dan 111,54% menyatakan puas dengan kemasannya. Selain itu 80,42% konsumen menilai kehalalan merupakan faktor yang sangat penting dan sisanya penting. Untuk merk, 51,38% konsumen menyatakan penting dan 22,94% menyatakan sangat penting.

Hasil analisis kelayakan untuk bakso ikan tuna dan bakso surimi yang di produksi CV. BJA menunjukkan, secara perhitungan finansial sederhana usaha pengembangan bakso ikan tuna dan surimi layak untuk dikembangkan. Hasil analisis ini memberikan nilai BEP sebesar Rp 10,756 untuk bakso ikan tuna.

(6)

optimal. Lima (5) faktor kunci ancaman, yaitu keberadaan perusahaan sejenis, daya tawar menawar perusahaan menurun, munculnya perusahaan baru, kebijakan pemerintah yang dalam hal ini perbankan cukup menyulitkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mendapatkan pinjaman modal usaha dan kondisi ekonomi dan politik, yaitu inflasi yang terus meningkat.

Hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pada CV. BJA menunjukkan nilai IFE dan EFE sebesar 2,614 dan 2,651. Hasil analisis lingkungan ini memetakan CV. BJA pada posisi Kuadran V, yaitu Pertumbuhan/Stabilitas. Pada posisi ini, strategi yang dapat dilakukan CV. BJA untuk mengembangkan usahanya melalui strategi penetrasi pasar dan diversifikasi produk. Analisis SWOT memberikan 14 alternatif strategi. Analisis QSPM merekomendasikan strategi prioritas yang harus dijalankan CV. BJA, yaitu peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik (TAS 5,819), meningkatkan mutu bakso maupun pelayanan (TAS 5,806). perluasan pangsa pasar (TAS 5,761) dan Optimalisasi produksi untuk memenuhi 50% peluang pasar yang masih terbuka (TAS 5.720).

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

DIAN VERANITA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Bogor)” Nama Mahasiswa : Dian Veranita Nomor Pokok : F352080085

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Prof.Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1979, anak ke dua dari tiga bersaudara dari Bapak Supardi dan Ibu Fatmasari. Pendidikan Sarjana ditempuh dari Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2002. Pada Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(11)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis atau tugas akhir yang berjudul ”Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran Studi Kasus pada

CV. Bening Jati Anugerah Bogor” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat

kelulusan untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Dengan rasa hormat dan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat dalam penyusunan tesis atau tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat dalam penyusunan tesis atau tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA, selaku Dosen Penguji Luar Komisi untuk Ujian Sidang/Tugas Akhir atas segala arahan dan masukannya.

4. Segenap Dosen Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bekal ilmu yang tidak ternilai selama menempuh perkuliahan.

5. Ayahanda Supardi, Ibunda Fatmasari dan Adinda Rudi Darmawan, atas kasih

sayang, do’a, perhatian dan dukungan, serta Saudara-saudaraku dan Teman-teman yang selalu mendoakan.Tanpa kalian mungkin saya tidak bisa menyelesaikan studi ini.

6. Ibu Ir. Nur Retnowati, MS selaku Pimpinan Penulis yang telah memberikan izin, perhatian dan dukungan sehingga penulis lancar dalam penyelesaian studi di MPI.

7. Ibu Purnani, Bapak Kristiono dan Kristiawan dan seluruh Karyawan CV. Bening Jati Anugerah dan Teman-teman di Lingkungan rumah penulis yang telah membantu di lapangan.

(12)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………... vii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 4

1.3 Perumusan Masalah ………. 6

1.4 Tujuan ……….. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Bakso Ikan ………... 8

2.2 Bahan Baku Bakso ……….. 8

2.3 Pengolahan Bakso Ikan ………... 15

2.4 Pengembangan Usaha, Strategi Bersaing, Pemasaran dan Lingkungan ……….. 17

2.5 Matriks SWOT dan QSPM ……….. 26

2.6 Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha ………... 30

III. METODE KAJIAN ... 36

3.1 Lokasi dan Waktu ... 36

3.2 Metode Kerja ... 36

3.2.1 Pengumpulan Data ... 36

3.2.2 Pengolahan dan Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha ... 44

4.2 Karakteristik Responden ... 44

4.3 Uji Hedonik ... 45

4.4 Uji Tingkat Kepentingan dan Kinerja ... 54

4.5 Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Bakso Ikan di CV. BJA ... 64

(13)

xii

4.5.4 Aspek Sosial ... 78

4.5.5 Aspek Finansial Sederhana ... 79

4.6 Strategi Pengembangan Usaha CV. BJA ... 83

4.6.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 83

4.6.2 Analisis Matriks IFE dan EFE ... 96

4.6.3 Matriks IE ... 99

4.6.4 Matriks SWOT ... 101

4.6.5 Pemilihan Alternatif Strategik ... 103

4.6.6 Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran di CV. BJA ... 104

4.6.7 Implikasi Hasil Kajian ... 105

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

5.1 Kesimpulan ... 111

5.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(14)

xiii

Nomor Halaman

1. Volume produksi ikan tuna yang didaratkan melalui kapal dan

darat Tahun 2009………. 5

2. Komposisi nilai gizi beberapa jenias ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging ……… 10

3. Produksi ikan tuna tahun 2005 -2009 ………. 10

4. QSPM ……….. 29

5. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan ……….. 39

6. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan………. 39

7. Matriks IFE ………. 39

8. Matriks EFE ... 40

9. Matriks SWOT ……… 42

10. Demografi responden pada uji hedonik ……….. 45

11. Penilaian responden terhadap aromabakso ikan ... 46

12. Hasil uji Duncan terhadap parameter aroma bakso ikan ... 47

13. Penilaian responden terhadap rasabakso ikan ... 48

14. Hasil uji Duncan terhadap parameter rasa bakso ikan ……… 49

15. Penilaian Responden Terhadap TeksturBakso Ikan ... 49

16. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Tekstur Bakso Ikan ... 50

17. Penilaian Responden Terhadap WarnaBakso Ikan ... 51

18. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Warna Ikan ... 52

19. Penilaian Responden Terhadap Overall Bakso Ikan ... 53

20. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Overall bakso Ikan ... 54

21. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja citarasa kelezatan ... 54

22. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja aroma ... 56

(15)

xiv

25. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja

kandungan gizi ... 59

26. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja daya tahan produk ... 60

27. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja manfaat yang dirasakan ... 61

28. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja kemasan bawa pulang ... 62

29. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk ... 63

30. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk ... 64

31. Perkembangan investasi CV. BJA ……….. 65

32. Sarana dan prasarana CV. BJA ………... 65

33. Hasil uji hedonik bakso ikan ………... 70

34. Biaya tetap total pembuatan bakso ikan periode 2010 ... 76

35. Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku... 83

36. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran CV. BJA ... 97

37. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix) strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran CV. BJA ... 98

(16)

xv

Nomor Halaman

1. Ikan tuna ………... 9

2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna ………... 11

3. Matriks internal eksternal (IE) ………. 41

4. Penilaian responden terhadap aroma bakso ikan ………... 47

5. Penilaian responden terhadap rasabakso ikan ………... 48

6. Penilaian responden terhadap teksturbakso ikan ………... 50

7. Penilaian responden terhadap warnabakso ikan ……… 52

8. Penilaian responden terhadap overall bakso ikan ... 53

9. Bakso ikan ……….. 56

10. Struktur organisasi CV. BJA ... 72

11. Bakso ikan tuna CV. BJA ……….. 74

12. Brosur penjualan CV. BJA ... 74

13. Perkembangan volume penjualan bakso ikan tuna CV. BJA ... 76

14. Volume produksi bakso ikan tuna oleh CV. BJA ... 88 15. Contoh penetapan SBDK ke salah satu bank Nasional 95 16. Matriks internal eksternal (IE) pengembangan bakso ikan tuna,

surimi dan campuran CV. BJA ...

(17)

xvi

Nomor Halaman

1. Kuesioner penelitian identitas responden 117 2. Kuesioner penelitian tingkat kepentingan 118 3. Kuesioner penelitian tingkat kinerja 119 4. Kuesioner penelitianujihedonik bakso ikan 120 5. Kuesioner penilaian bobot internal dan eksternal CV. BJA 121

6. Kuesioner umum untuk manajemen 125

7. Hasil analisis sidik ragam parameter aroma 127 8. Hasil analisis sidik ragam parameter rasa 128 9. Hasil analisis sidik ragam parameter tekstur 129 10. Hasil analisis sidik ragam parameter warna 130 11. Hasil analisis sidik ragam parameter overall 131 12. Perhitungan Bobot Faktor internal dan eksternal 132

13. Perhitungan Rating 134

14. Rekap Bobot 135

15. Matrik QSP CV. Bening Jati Anugrah 1 - 4 136 16. Rencana modal usaha pengembangan usaha bakso ikan tuna 137 17. Nilai penyusutan per bulan pada usaha pengembangan bakso

ikan tuna CV. BJA

139

18. Arus kas usaha pengembangan bakso ikan tuna CV BJA 140 19. Proyeksi rugi/laba usaha pengembangan bakso ikan tuna CV BJA 141 20. Neraca usaha pengembangan usaha bakso ikan tuna CV. BJA 142 21. Rencana kebutuhan modal usaha dan analisa usaha 143 22. Analisis sensitivitas penurunan biaya produksi 6,53% 144 23. Analisis sensitivitas kenaikan biaya produksi 6,53% 145 24. Jumlah produksi dan pendapatan usaha bakso ikan oleh CV BJA 151 25. Jumlah kebutuhan bahan baku dan jam kerja pada usaha bakso

ikan tuna di CV BJA

152

(18)

xvii

29. SNI bakso ikan beku. Bagian 2: persyaratan bahan baku 170 30. SNI bakso ikan beku. Bagian 3: penanganan dan pengolahan 177

(19)

1.1Latar Belakang

Bakso merupakan produk daging atau ikan olahan yang sangat populer dan tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Produk ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh orang-orang Cina pada masa kerajaan Majapahit maupun Sriwijaya. Menurut sejarahnya, bakso merupakan seni kuliner masyarakat Tionghoa Indonesia. Bakso itu sendiri berasal dari kata

Bak-so dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti 'daging babi giling'. Karena kebanyakan penduduk Indonesia adalah muslim, maka bakso lebih umum terbuat dari daging halal seperti daging sapi, ikan atau ayam, dan disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri.

Penamaan bakso di beberapa negara di dunia berbeda-beda. Di Malaysia, Singapura, Hongkong dan Australia, bakso dikenal dengan sebutan

meatball”, sedangkan di beberapa negara di dunia bakso memiliki sebutan khusus, seperti di Belgia disebut ballekes atau Flandersdan, di Brussels disebut bouletten dan di Wallonia diberi sebutan boulettes atau boulets. Di Jerman, meatballs atau bakso disebut Frikadellen atau Fleischpflanzerl atau

Fleischküchle, sedang di Berlin dan berbagai bagian dari JermanTimur umumnya memakai istilah "Bulette". Bakso Jerman yang paling terkenal adalah Königsberger Klopse yang berisi anchovy atau ikan asin dan dimakan dengan saus.

Bakso sangat populer di Indonesia dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari gerobak pedagang kali lima hingga restoran. Menurut Trio Setyo Budiman, ketua umum Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso/APMISO, jumlah kaum pedagang bakso yang termarjinalkan berjumlah sekitar 4 juta orang dengan pendapatan Rp 1,2 triliun per hari (www.indopos.co.id).

(20)

yang mencapai 4,5 - 5 juta pedagang. Dari jumlah itu rata-rata omset pedagang bakso mampu memutar roda ekonomi sebanyak 25 juta orang. Dengan omset satu pedagang Rp. 200.000,- per harinya, maka omset pedagang bakso mencapai satu triliun per hari.

Bahan baku bakso bermacam-macam, Menurut Wibowo (2006), berdasarkan jenis daging yang digunakan, maka dikenal dua jenis bakso yaitu bakso ikan dan bakso sapi. Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas. Biasanya dari 100 kg daging ikan lumat dapat diperoleh 120 – 140 kg bakso, rendemennya mencapai 120 – 140%. Rendemen berdasarkan berat ikan sangat bervariasi tergantung jenis ikan yang digunakan, tetapi sebagai gambaran kasar sekitar 40 – 45%. Untuk ikan cunang, rendemen mencapai 70 – 80%. Rendemen itu sangat ditentukan oleh mutu protein ikan dan jumlah es yang ditambahkan ketika pembuatan adonan.

Perkembangan usaha pengolahan bakso ikan di Indonesia cukup baik. Untuk wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2007 tercatat hanya ada satu unit pengolahan bakso ikan. Pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi empat, selanjutnya pada tahun 2011 meningkat menjadi enam (Dinas Kabupaten Bogor, 2010). Berdasarkan produktivitasnya, usaha pengolahan bakso ikan di Kabupaten Bogor termasuk kategori usaha kecil menengah (UKM). Lima dari enam UKM ini baru mampu memproduksi rata-rata sebanyak 20.000 butir bakso ikan per minggu per pengolah, dan satu UKM telah mampu memproduksi sekitar 1.000.000 butir per bulannya.

(21)

olahan lain seperti siomay ikan, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, fish finger, kaki naga udang dan kaki naga ikan. Sistem pemasaran yang dilakukan dengan cara penjualan langsung dan melalui sistem distributor atau agen.

CV. BJA berdiri sejak bulan Februari 2007 dengan investasi awal Rp.30.000.000,-. Pada tahun 2010 telah mampu meningkatkan investasinya

menjadi Rp.250.000.000,- dengan nilai omzet rata-rata mencapai Rp.200.000.000,- per bulan. Bahan baku yang dibutuhkan setiap bulannya rata-rata mencapai enam ton untuk daging ikan tuna, dua ton untuk tetelan kakap dan tiga ratus kilogram untuk ikan marlin. Dengan produktivitas tersebut diperkirakan perusahaan telah memenuhi 50% dari permintaan pasar.

Jenis bahan baku yang digunakan untuk pengolahan bakso ikan adalah daging merah/tetelan ikan tuna yang merupakan hasil samping industri pengolahan tuna beku yang ada di Jakarta. Seiring perkembangan jaman, dan dengan semakin meningkatnya jumlah pengolah makanan olahan ikan skala UKM yang ada di Jakarta dan Bogor serta faktor iklim dan stok ikan di laut yang semakin berkurang, jumlah suplai bahan baku daging merah ikan tuna dari industri pengolahan tuna beku menjadi terbatas dan harganya semakin kompetitif.

(22)

1.2Identifikasi Masalah

Umumnya UKM seringkali tidak memiliki perencanaan strategik. Pengertian strategik berarti penting dan berskala besar serta berhubungan langsung dengan pihak luar. Para manajer di perusahaan-perusahaan sekecil apapun akan tetap berhadapan dengan perubahan lingkungan yang sangat cepat dan radikal, maka perusahaan harus dilengkapi dengan perencanaan strategik untuk meningkatkan daya saing, yang pada gilirannya mampu meningkatkan penguasaan pasar (market share).

Perubahan-perubahan yang harus diantisipasi oleh perusahaan agar dapat memenangkan persaingan di masa-masa mendatang, diantaranya (a) melakukan antisipasi perubahan masa depan, baik perubahan di bidang ekonomi, sosial, maupun politik, (b) perubahan di bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang sangat cepat, (c) perubahan nilai-nilai dalam masyarakat sejalan dengan perkembangan lingkungan, (d) perubahan pasar/persaingan bebas yang harus dihadapi sebagai sesuatu yang pasti terjadi.

(23)

Tabel 1. Volume Produksi Ikan Tuna yang Didaratkan Melalui Kapal dan Darat Tahun 2009

Dalam Ton

Bulan Kapal Darat Total Bulan Kapal Darat Total

Jan 291.72 191.09 482.81 Jul 514.9 558.76 1073.66 Feb 348.06 314.85 662.91 Agt 714.76 476.87 1191.63 Mar 325.58 397.47 723.05 Sep 431.05 231.75 662.8

Apr 424.85 248.2 673.05 Okt 580.19 442.98 1023.17 Mei 803.09 404.54 1207.63 Nop 346.92 245.24 592.16

Jun 663.26 899.07 1562.33 Des 217.51 256.86 474.37

Total 2856.56 2455.22 5311.78 Total 2805.33 2212.46 5017.79

Sumber: Data Statistik PPS Nizam Zachman Tahun 2010

Saat ini dengan semakin menguntungkannya usaha pengolahan makanan olahan ikan, usaha sejenis menjadi semakin banyak bermunculan. Jika pada tahun 2007 di wilayah Bogor hanya ada satu UMKM yang mengolah bakso ikan, maka pada tahun 2011 tercatat ada enam usaha pengolahan bakso ikan. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab semakin sulitnya untuk mendapatkan bahan baku yang diinginkan.

Sebagaimana hukum permintaan, semakin tinggi jumlah permintaan terhadap suatu produk maka harga semakin meningkat. Meningkatnya permintaan daging merah/tetelan ikan tuna sedangkan suplai bahan baku yang beredar dipasaran tetap atau terbatas mengakibatkan harga daging merah/tetelan ikan tuna menjadi semakin kompetitif (tinggi). Peningkatan harga bahan baku mengakibatkan biaya produksi ikut meningkat. Peningkatan biaya produksi berpengaruh terhadap harga jual produk. Penentuan harga jual sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap daya saing produk di pasaran. Berdasarkan hasil survey dilapangan, saat ini harga daging merah/tetelan ikan tuna di Muara Baru Jakarta berkisar antara Rp. 16.000,- sampai dengan Rp. 22.000,- per kilogram. Sedangkan harga jual produk bakso ikan dalam kemasan 500 gram berkisar Rp. 17.000,- sampai Rp. 20.000,- dan jumlah 30 – 32 butir bakso per kemasan.

(24)

keterbatasan bahan baku, diantaranya dengan membuat bakso dengan bahan baku pengganti/substitusi selain daging merah/tetelan ikan tuna. Bahan baku yang dipilih adalah surimi dan daging ikan lainnya selain ikan tuna (campuran daging ikan tenggiri dan surimi) yang dari segi mutu dan harga tetap dapat memenuhi selera pasar.

Berdasarkan hal tersebut dilakukan kajian penelitian tentang “Strategi

Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran” dalam rangka

mendapatkan strategi yang efektif, efisien dan tepat dalam rangka peningkatan penjualan bakso ikan di CV. BJA.

Diharapkan dengan tersusunnya strategi ini dapat membantu perusahaan dalam menentukan alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kurangnya ketersediaan bahan baku di pasaran, menentukan jenis bakso ikan yang paling disukai konsumen dan yang paling menguntungkan dari segi finasial dari ketiga jenis bakso yang akan diujicobakan, dan dapat merekomendasikan strategi pengembangan usaha bakso ikan yang paling tepat untuk meningkatkan penjualan bakso ikan dalam rangka memenuhi 50% peluang pasar yang belum terpenuhi.

1.3Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah penilaian konsumen terhadap mutu aroma, rasa, tekstur,

warna dan penampakan keseluruhan dari ketiga jenis bakso yang dihasilkan CV. BJA yang diujicobakan, yaitu bakso berbahan baku daging merah/tetelan ikan tuna, bakso berbahan baku surimi dan bakso berbahan baku campuran (campuran tenggiri dan surimi) ?

2. Apakah usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran tersebut layak secara finansial untuk dikembangkan oleh CV. BJA?

(25)

1.4Tujuan

1. Mengetahui penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan CV. BJA

yang terbuat dari bahan baku ikan tuna (daging merah/tetelan ikan tuna), surimi dan campuran (campuran ikan tenggiri dan surimi) yang dinilai dari aroma, rasa, warna, tekstur dan penampakan keseluruhannya.

2. Menganalisis kelayakan usaha bakso ikan secara finansial

(26)

2.1Bakso Ikan

Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah sangat populer dan tidak asing lagi bagi masyarakat. Hampir semua orang dari berbagai kelompok umur mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai manula menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat, dan kenyal serta bergizi tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan bakso sapi (Wibowo, 2006).

Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas. Daging ikan yang akan digunakan harus sesegar mungkin, karena protein myofibril terutama aktin dan myosin sebagai pembentuk tekstur bakso belum terdenaturasi. Selain itu daya ikat air pada ikan yang segar lebih tinggi. Daging ikan yang kurang segar menyebabkan tekstur bakso yang dihasilkan agak lembek dan warnanya tidak putih lagi. Mutu bakso ikan yang baik adalah yang warnanya putih bersih, tekstur kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek (Wibowo, 2006).

Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein khususnya protein myofibril, terutama aktin dan myosin. Fungsi protein dalam bakso adalah sebagai pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier (Kramlich 1971).

2.2Bahan Baku Bakso 2.2.1 Ikan Tuna

(27)

sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam, dengan jari jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983).

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata Thunnus Class : Teleostei

Sub Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub Ordo : Scombroidae Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus alalunga (Albacore)

Thunnus albacores (Yelowfin Tuna)

Thunnus macoyii (Southern Bluefin Tuna)

Thunnus obesus (Big eye Tuna)

Thunnus tongkol (Longtail Tuna)

Tuna merupakan perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yang berangka tulang. Penyebaran tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut tropis dan daerah beriklim sedang (Djuhanda, 1981).

(28)

Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 – 26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2 – 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (Thiamin, riboflavin dan niasin) (Departemen of Health Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000). Kompoisisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 2 dan produksi ikan tuna di Indonesia disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging

Komposisi Jenis Ikan Tuna Satuan

Bluefin Skipjack Yellowfin

Energi 121,0 131,0 105,0 Kal

Protein 22,6 26,2 24,1 g

Lemak 2,7 2,1 0,1 g

Abu 1,2 1,3 1,2 g

Kalsium 8,0 8,0 9,0 mg

Fosfor 190,0 220,0 220,0 mg

Besi 2,7 4,0 1,1 mg

Sodium 90,0 52,0 78,0 mg

Retinol 10,0 10,0 5,0 mg

Thiamin 0,1 0,03 0,1 mg

Riboflavin 0,06 0,15 0,1 mg

Niasin 10,0 18,0 12,0 mg

Sumber : Departemen of health, Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000)

Tabel 3. Produksi ikan tuna tahun 2005 – 2009

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010

Tahun Produksi (ton)

2005 183 144

2006 159 404

2007 191 558

2008 194 173

(29)

2.2.2 Daging Merah Ikan Tuna

Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45 – 50% dari tubuh ikan (Suzuki, 1981). Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dimakan berkisar antara 50 – 60%. Kadar protein daging ikan putih tuna lebih tinggi dari pada ikan merahnya. Namun sebaliknya kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dari daging merahnya. Pembagian daging merah ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna

Daging merah tuna dapat dibedakan berdasarkan lapisan lemaknya yaitu otoro, chutoro dan akami. Otoro terdapat pada bagian perut bawah, berwarna lebih terang karena lebih banyak mengandung lemak dan lebih mahal dibandingkan chutoro.

(30)

memungkinkan jenis ikan ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan untuk bermigrasi.

Okada (1990) menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya yang tinggi yang tersusun atas protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80% hemoprotein pada daging merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna (Okada, 1990).

2.2.3 Surimi

Surimi adalah istilah dari Jepang. Surimi didefinisikan sebagai lumatan daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang, dan penghilangan sebagian komponen larut air dan lemak melalui pencucian dengan air, sehingga disebut sebagai konsentrat basah protein myofibril dari daging ikan (Okada, 1992).

Menurut BPPMHP (2001b), beberapa keuntungan dari penggunaan surimi sebagai berikut:

1) Memungkinkan tersedianya bahan baku untuk pengolahan produk-produk

fish jelly, terutama pada saat tidak musim ikan.

2) Pengolah tidak perlu menyiapkan daging ikan setiap hari sehingga menghemat waktu dan biaya.

3) Meningkatkan efisiensi produksi karena pengolah dapat mengkhususkan diri pada produksi surimi atau produk-produk fish jelly.

4) Lebih efektif menyimpan ikan dalam bentuk surimi beku daripada ikan utuh jika dilihat dari ruangan penyimpanan, distribusi dan transportasi. 5) Pada musim produksi ikan melimpah, pengolahan surimi merupakan

(31)

Ada dua tipe surimi berdasarkan kandungan garamnya, yaitu muen

surimi dan kaen surimi. Muen surimi atau surimi tanpa garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan polifosfat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan. Kaen surimi atau surimi dengan garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan polifosfat serta telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku terdapat tipe surimi lain yaitu, raw surimi atau

nama surimi, yaitu surimi yang tidak dibekukan dan dibuat dari daging ikan basah segar. Surimi jenis ini digunakan langsung sebagai bahan baku pada pengolahan produk lanjutannya segera setelah dibuat, dan memiliki kelebihan dari surimi beku yaitu kemampuan mengikat air yang lebih besar sehingga meningkatkan rendemen (Suzuki, 1981).

Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi. Jenis ikan yang ideal untuk produk surimi beku adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, sebab kemampuan pembentukan gel akan mempengaruhi elastisitas produk. Untuk mendapatkan surimi yang baik harus menggunakan ikan yang masih segar, karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar (BBPMHP, 1987).

2.2.4 Ikan Lainnya

Jenis ikan yang paling mungkin digunakan dalam sebagai alternatif bahan baku bakso adalah jenis ikan kuning, ikan mata goyang, maupun ikan kuniran yang banyak diperoleh di DKI Jakarta, Tegal dan Jawa Tengah.

(32)

Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan fillet ikan demersal terutama di daerah Tegal, Jawa Tengah. Nama latin untuk ikan kuniran adalah

Upenephelus sulphureus. Nama internasional untuk jenis ikan ini adalah

Sulphur goatfish, sedangkan nama lokal adalah ikan kuniran atau kamujang atau jenggot. Ikan kuniran masuk ke dalam famili Mullidae, genus Upeneus. Hidup di sekitar terumbu karang. Bentuk badan memanjang sedang, pipih samping dengan penampang melintang bagian depan punggung beberapa garis bengkok yang dalam dan kepala tumpul. Mempunyai pita gelap berwarna coklat kemerahan memanjang di atas gurat sisi mulai dari moncong melewati mata sanpai ke pertengahan dasar pangkal ekor. Ukuran mampu mencapai 20 cm. Ikan ini biasanya ditangkap menggunakan Pukat tarik ikan (Fish net), Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang) (Demersal danish seine), Pukat cincin (Purse seine), Bagan tancap (Stationary lift net) dan Sero (Guiding Barrier). Ikan kuniran tersebar di perairan pantai seluruh Indonesia, ke utara dampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan, Philipina, ke selatan sampai pantai utara Australia dan ke barat sampai Afrika Timur. Di Indonesia, ikan kuniran didaratkan di PPP Tegalsari, PPN pekalongan, PPN Brondong dan PPP Karangantu.

Ikan mata goyang atau swanggi. Nama Internasional untuk jenis ikan ini adalah Purple-spotted bigeye. Nama latin dari ikan mata goyang ini adalah

Pricanthus tayenus, sedangkan nama lokalnya antara lain golok sabrang (PPN Brondong), capa (PPN Sibolga), mata bulan (PPN Ambon), camaul (PPN Pelabuhan Ratu), demang, mata goyang, ohyes (PPP Tegalsari), belong (PPN Pekalongan) dan empok asu (PPN Prigi).

(33)

tiga lapis (Trammel net), Bagan perahu/rakit (Boat/raft lift net), dan Sero termasuk Kelong (Guiding barrier).

Di Indonesia ikan ini didaratkan di PPN Sibolga, PPN Pelabuhan Ratu, PPP Tegalsari, PPN Pekalongan, PPN Brondong dan PPN Ambon. Ikan demersal lainnya yang juga digunakan dalam pengolahan fillet adalah ikan ekor kuning.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan ekor kuning adalah sebesar 33.84 %. Sedangkan rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan mata goyang dan kuniran adalah 29,25% dan 32,30 %. Perbedaan nilai rendemen dari ketiga jenis ikan ditentukan dari ukuran ikan yang digunakan dan produk akhir yang diperoleh yaitu skin less atau skin on. Ikan ekor kuning memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dua jenis ikan lainnya sehingga walaupun produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin less, namun rendemen yang diperoleh tetap lebih tinggi. Sedangkan untuk ikan kuniran memiliki nilai rendemen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen ikan mata goyang karena produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin on. Ukuran ikan yang digunakan baik ikan mata goyang maupun ikan kuniran hampir sama.

2.3Pengolahan Bakso Ikan

Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi. Proses pengolahan bakso ikan yang berasal dari bahan baku surimi, terdiri dari penerimaan, pencampuran, pembentukan, perebusan, pendinginan, sortasi, penimbangan dan pengemasan, serta penyimpanan (BSN 2006b).

(34)

selanjutnya adalah perebusan bakso pada suhu 20oC selama 20 menit dan dilanjutkan perebusan pada suhu 90oC selama 20 menit. Tujuan dari perebusan adalah untuk mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Selanjutnya bakso ikan didinginkan dengan cara dibiarkan pada suhu ruang. Setelah bakso ikan dingin, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan sortasi untuk mendapatkan bakso ikan dengan bentuk yang seragam. Kemudian bakso ikan dimasukkan ke dalam bahan pengemas, dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Kemasan ditutup menggunakan alat penutup (sealer). Tahap selanjutnya adalah penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah (BSN 2006b).

Daging lumatan atau surimi, dicampur dengan garam dan bahan pengikat (phosphate) selama kurang lebih 2 menit. Hal ini dilakukan karena pada pembuatan dan pengadonan bakso ikan sangat diperlukan terjadinya pembentukan gel ikan yang akan mempengaruhi tekstur. Jika garam ditambahkan pada awal proses pengadonan maka protein miofibril yang bersifat mudah larut dalam cairan garam akan terpisah dari daging ikan membentuk pekatan sol yang sangat lengket. Apabila pekatan ini dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Pasta elastis ini disebut ashi. Setelah adonan kalis, masukkan bahan pengisi (tepung) kemudian bumbu-bumbu lainnya secara berurutan sedikit demi sedikit mulai dari bawang putih, lada, MSG dan terakhir sorbitol. Pada saat pengadonan juga perlu memperhatikan suhu adonan tidak melebihi 20oC, maka itu diperlukan es atau air es secukupnya dengan memperhatikan tekstur yang akan dihasilkan agar produk tidak terlampau lembek atau keras.

(35)

Bakso yang telah matang, didinginkan di suhu ruang atau bisa dibantu menggunakan kipas angin.

Penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan menggunakan suhu dingin maupun suhu beku. Penyimpanan bakso ikan pada suhu dingin dapat dilakukan dalam ruang pendinginan (refrigerator) pada suhu 0 – 5oC. penyimpanan produk pada suhu rendah dimaksudkan untuk menghambat aktivitas mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga dapat mencegah kemunduran mutu atau memperlambat proses pembusukan (Ilyas 1983).

2.4Pengembangan Usaha, Strategi Bersaing, Pemasaran dan Lingkungan 2.4.1 Pengembangan Usaha

Menurut Syaukat (2002), pengembangan usaha khususnya UKM sangat tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1) Kemampuan UKM dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal

2) Kemampuan UKM dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing.

3) Menghasilkan produk bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun internasional)

4) Berbasis sumberdaya domestik 5) Substitusi impor

Menurut Haryadi (1998), faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kemampuan untuk bertahan bagi UKM dalam menghadapi krisis adalah:

1) Jenis produksi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2) Bahan baku yang mendukung aktivitas UKM didatangkan dari luar atau

dari daerah desa sekitar industri beroperasi.

3) Industri kecil/UKM merupakan usaha yang padat karya dan bukan padat modal.

(36)

Selanjutnya ada lima aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan

UKM (Haryadi, 1998) yaitu aspek : 1. Pemasaran, 2. Produksi, 3. Ketenagakerjaan, 4. Kewirausahaan, dan 5. Akses pada pelayanan.

2.4.2 Strategi bersaing

Didalam persaingan yang semakin ketat dalam suatu industri maka diperlukan adanya suatu strategi yang tepat dalam bersaing. Menurut Hunger dan Wheelen (2001), sebuah strategi perusahaan akan membentuk dasar perencanaan komprehensif. Strategi tersebut dapat mencapai misi dan tujuan dari perusahaan, dengan cara memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalkan kelemahan-kelemahannya.

Menurut Pearce dan Robinson (1997), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memformulasikan strategi, sehingga strategi tersebut berhasil sukses sebagaimana yang diharapkan, yaitu (1) strategi harus dapat konsisten menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang kompetitif, (2) strategi harus realistis dengan kapabilitas dan sumberdaya uang yang dimiliki perusahaan, dan (3) strategi harus dapat dieksekusi dengan baik.

Dalam melaksanakan strategi bersaing, bauran pemasaran sangat penting dikenali oleh perusahaan. Kegiatan pemasaran adalah suatu konsep dasar dari proses kegiatan bisnis dan sosial yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk memperoleh produk atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan cara menciptakan, menawarkan, serta mengubah nilai dari suatu produk.

2.4.3 Pemasaran

(37)

menyusun bauran pemasaran pada barang/jasa adalah produk, harga, distribusi dan promosi (Kertajaya, 2003).

Menurut Soemantri (2003), dari kedua pengertian/definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses penciptaan nilai (value) yang diarahkan untuk menciptakan suatu pertukaran yang saling memuaskan. Keberhasilan dalam pemasaran tersebut diharapkan akan mencapai sasaran melalui hal berikut :

1) Omzet penjualan produk dan jasa akan menjadi sangat besar.

2) Untuk tercapainya peningkatan penjualan yang besar, maka harus mampu mengenal dan memahami pelanggan dengan sebaik-baiknya.

3) Kalau sudah mengenal dan memahami pelanggan dengan baik, maka akan sanggup menawarkan produk dan jasa yang memiliki nilai sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

4) Akhirnya melalui pelanggan yang sudah terpuaskan tersebut, secara tidak langsung akan mempromosikan produk dan jasa, sehingga akan terjual dengan sendirinya (dicari konsumen).

Analisa Persepsi Pasar 1) Persepsi Konsumen

Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses bagaimana seseorang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi masukan-masukan informasi untuk membantu konsumen menginterpretasikan dunia sekitarnya. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. Persepsi konsumen memegang peranan penting dalam pemasaran, karena persepsi yang diterima konsumen dapat mempengaruhi mutu, harga dan juga image yang dihasilkan produk tertentu.

2) Analisis Persaingan

(38)

berpendapat bahwa pesaing suatu perusahaan meliputi pihak yang berusaha memuaskan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang sama, serta menyediakan penawaran yang serupa kepada pelanggan. Menurut Pearce and Robinson (1997), analisis persaingan umumnya memiliki tujuan untuk mengidentifikasi pesaing yang ada sekarang dan pesaing potensial serta mengidentifikasi pergerakan potensial, dari pesaing untuk membantu perusahaan merencanakan persaingan yang efektif.

Kotler dan Keller (2007) berpendapat bahwa analisis strategi bersaing merupakan bagian penting dalam rencana pemasaran, yaitu :

 Dalam menilai situasi terkini, perusahaan perlu mengidentifikasi

pesaing-pesaing kunci, serta mempelajari kekuatan dan kelemahan pesaing.

 Analisis dan intelegensi bersaing membentuk strategi bersaing yang

didukung oleh bauran pemasaran.

Dalam menganalisis persaingan industri, Kotler (2000) mengemukakan bahwa ada delapan hal yang harus diperhatikan, yaitu :

(1) Mengidentifikasi Pesaing.

Hal ini dapat dibedakan berdasarkan empat tingkat substitusi, yaitu : a. Persaingan Merk, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa yang serupa pada pelanggan sama dengan harga sama. b. Persaingan Industri, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap

para pesaingnya adalah semua perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama.

c. Persaingan Bentuk, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang memproduksi produk yang memberikan jasa yang sama.

d. Persaingan generik, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan harga konsumen yang sama.

(39)

(3) Menentukan Tujuan Pesaing. Tujuan pesaing beraneka ragam, misalnya profitabilitas, pertumbuhan pangsa pasar, arus kas, keunggulan teknologi dan keunggulan pelayanan.

(4) Menilai Kekuatan dan Kelemahan Pesaing. Sumber daya dan kemampuan dari masing-masing pesaing dapat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menjalankan strategi.

(5) Mengestimasi Pola Reaksi Pesaing. Pola reaksi pesaing ada yang lambat, cepat, penuh perhitungan dan tidak terduga.

(6) Merancang Sistem Intelejen Persaingan.

(7) Memilih Pesaing untuk Diserang dan Dihindari. (8) Menyeimbangkan Orientasi Pelanggan dan Pesaing.

Penciptaan Value

1) Pengertian Value

Menurut Tunggal (2009), Value dalam makna persaingan adalah jumlah yang sedia dibayarkan pembeli untuk sesuatu yang diitawarkan perusahaan. Nilai diukur dengan pendapatan total, cerminan harga yang ditentukan perusahaan dan jumlah unit produk yang dapat dijualnya. Porter (1992) berpendapat bahwa value dalam konteks pemasaran adalah selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan (nilai yang dinikmati pelanggan) dan jumlah biaya dari pelanggan (biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan). Dan jumlah nilai bagi pelanggan adalah sekelompok keuntungan atau manfaat yang diharapkan pelanggan dari barang dan jasa tertentu.

Faktor-Faktor Pembentuk Value

Faktor utama dalam membentuk value adalah : (1) Marketing Mix (4P)

(40)

inti dari sistem pemasaran perusahaan, yang terdiri dari peubah produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi atau yang lebih dikenal dengan istilah 4P (Product, Price, Promotion dan

Place). 4P merupakan salah satu faktor utama dalam membentuk

value, artinya bagaimana kemampuan perusahaan dalam mengemas 4P tersebut sesuai dengan need, want dan expectation dari konsumen sehingga perusahaan mampu mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran. Rincian dari hal di atas sebagai berikut :

Product (Produk)

Produk adalah sesuatu yang ditawarkan yang dapat memenuhi harapan konsumen. Tjiptono (1999) mendefinisikan produk sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Peter dan Olson (2000) menjelaskan bahwa pengetahuan produk oleh konsumen dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan tentang ciri atau karakteristik produk, konsekuensi atau manfaat positif menggunakan produk, dan nilai yang akan dipuaskan oleh produk tersebut. Aktivitas pemasaran di bidang produk dapat berupa diversifikasi produk, penciptaan produk baru, penciptaan disain produk, pengemasan produk dan lain-lain.

Price (Struktur Harga)

(41)

pemberian potongan harga, memprakarsai perubahan harga dan memodifikasi harga.

Promotion (Strategi Promosi)

Fungsi promosi dalam bauran pemasaran adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen. Menurut Kotler (2000), promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengenalkan dan mengkomunikasikan produk yang dihasilkan kepada konsumen, membujuk dan mengingatkan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk yang dihasilkan. Sedangkan Cravens (2000) menjelaskan bahwa strategi promosi terdiri dari aktivitas penentuan (1) tujuan komunikasi, (2) peranan komponen-komponen pembentuk bauran promosi, (3) anggaran promosi dan (4) strategi setiap komponen bauran. Strategi pemasaran meliputi kegiatan periklanan, promosi penjualan, personal selling dan publisitas.

(42)

Place (Saluran Distribusi)

Saluran distribusi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membuat produk dapat dengan mudah diperoleh oleh konsumen. Produk yang sudah dikemas dengan baik, harus diikuti dengan sistem distribusi yang baik, agar produk tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh konsumen memiliki keunggulan dibanding produk sejenis dari perusahaan pesaing.

(2) Strategi STP (Segmentation, Targeting and Positioning)

Kebutuhan dan keinginan setiap individu adalah berbeda satu sama lain (unik). Majid (2008) menyatakan bahwa segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Manfaat dari segmentasi (segmentation) pasar bagi produsen adalah untuk mengetahui respon pemasaran yang berbeda-beda, sehingga produsen dapat mengalokasikan anggaran secara lebih tepat pada berbagai segmen. Setelah segmen pasar terbentuk, maka harus ditetapkan segmen mana yang akan dijadikan sebagai target market (targeting). Dengan mengetahui target market maka strategi 4P yang dikembangkan akan lebih terfokus, dan produk yang ditawarkan akan memiliki posisi (positioning) yang jelas di benak konsumen (Kasali, 1998).

Faktor penting lainnya yang harus diperhatikan dalam membentuk nilai bagi pelanggan adalah :

Brand Equity (Merk)

Penamaan merk produk yang kuat dan positif mengandung nilai kepercayaan dan akan tersimpan lama di benak konsumen. Lebih dari 50% keputusan pembelian dipengaruhi oleh merk.

Service (Pelayanan)

(43)

ketika mereka mulai bertransaksi untuk membeli produk yang ditawarkan. Menurut Wilkie (1994), ada beberapa alternatif tindakan konsumen apabila merasa tidak puas, yaitu tidak melakukan pembelian ulang, berpindah pada merek lain, menceritakan kepada teman/kerabat dan komplain kepada penjual atau agen.

Process (Proses)

Konsumen harus dapat merasakan bahwa apa yang dinikmatinya (nilai) adalah merupakan hasil dari suatu proses yang mampu menghasilkan kualitas terbaik.

2.4.4 Faktor Lingkungan

Setiap unit bisnis akan selalu mengamati kondisi lingkungannya, baik lingkungan makro maupun lingkungan mikro, terutama dalam lingkungan pemasaran yang secara terus menerus memunculkan kesempatan dan ancaman baru, dengan tujuan untuk memonitor dan beradaptasi secara kontinyu dan terus menerus terhada perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Menurut Jauch dan Glueck (1999), strategi merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu mengaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan tahan evaluasi strategi (David, 2006). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisa internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi, operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.

(44)

industri. Lingkungan eksternal tersebut terdiri atas lingkungan umum dan lingkungan industri.

Lingkungan internal suatu organisasi/perusahaan merupakan hasil analisis dari nilai atau identifikasi segala faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Kumpulan sumberdaya, kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga mampu memanfaatkan peluang dengan cara efektif dan secara bersama mampu mengatasi ancaman.

Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal perusahaan, maka selanjutnya dilakukan analisis matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE). Menurut Rangkuti (2005), matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut, yaitu (a) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan, (b) penentuan bobot setiap peubah, (c) penentuan peringkat (rating), dan (d) penggunaan matriks internal dan eksternal (IE).

2.5Matriks SWOT dan QSPM 2.5.1 Matriks SWOT

Analisis matriks Streghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats

(SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi perusahaan. Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan strategi. Rumusan strategi tersebut didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada, serta secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan.

(45)

sampai 4. Kemudian diberikan pembobotan dan dikalikan dengan peringkat pada setiap faktor untuk menghasilkan skor.

Setelah matriks IFE dan EFE tersusun, maka dilakukan penyusunan matriks IE untuk menentukan posisi mana usaha UMKM CV. Bening Jati Anugerah sebaiknya diposisikan, agar strategi yang diterapkan mampu mengembangkan perusahaan dengan baik. Langkah selanjutnya melakukan analisis strategi dengan SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan ( strengths-weaknesses) dan peluang-ancaman (opportunities-threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan ancaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara kesempatannya. Matriks SWOT menghasilkan empat tipe strategi yaitu:

a) Strategi S-O

Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya

b) Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman

c) Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

d) Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman

Setelah ditentukan strategi-strategi terpilih, maka perusahaan dapat memilih alternatif strategi yang tepat untuk menjalankan usahanya dengan memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan ancaman yang ada.

2.5.2 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

(46)

keberhasilan faktor kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dan membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 2006).

Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal perusahaan. Jumlah sel alternatif strategi dimasukan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu sel juga dapat berapa saja, tetapi hanya strategi dalam sel yang sama yang dapat di evaluasi satu sama lain.

Menurut David (2006), QSPM terdiri atas empat komponen, yaitu (1) Bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE, (2) Nilai Daya Tarik, (3) Total Nilai Daya Tarik dan (4) Jumlah Total Nilai Daya Tarik.

Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks tersebut, yaitu :

Langkah 1 : mendaftarkan faktor kunci dari kekuatan dan kelemahan internal dan peluang atau ancaman eksternal perusahaan dala kolom kiri matriks.

Langkah 2 : memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.

Langkah 3 : memeriksa tahap kedua (pemaduan) dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.

(47)

Langkah 5 : menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan antara bobot dengan nilai daya tarik.

Langkah 6 : menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilainya, menunjukkan strategi tersebut semakin menarik, dan sebaliknya.

Bentuk QSPM secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. QSPM

Faktor Kunci

Alternatif Strategi Bobot Strategi 1 Strategi 2

(a) AS TAS AS TAS

(b) (a x b) ( c ) (a x c)

Kekuatan

Kelemahan

Peluang

Ancaman

Jumlah Total Nilai Daya Tarik

Keterangan : AS = nilai daya tarik

TAS (Total AS) = total nilai daya tarik

(48)

2.6Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha 2.6.1 Analisis kelayakan dan pengembangan usaha

Kelayakan menurut aspek-aspek kelayakan usaha, meliputi : (a) aspek teknis, (b) aspek manajemen operasi, (c) aspek pemasaran, (d) aspek sosial dan (e) aspek finansial.

1) Aspek Teknis

Aspek ini berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan operasional setelah proyek dijalankan. Aspek tersebut menyangkut faktor produksi (input) dan hasil produksi (ouput) yang akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis aspek teknis meliputi penentuan kapasitas produksi (skala usaha) yang merupakan volume atau jumlah satuan usaha yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu, penentuan lokasi usaha, bahan baku dan pembantu serta pendukung lainnya, pemilihan teknologi, penggunaan mesin dan peralatan.

2) Aspek manajemen operasi

Analisis manajemen operasional perusahaan meliputi kebutuhan tenaga kerja, bentuk dan struktur organisasi serta spesifikasi jabatan dalam perusahaan. Analisis kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada kebutuhan pada proses produksi manajemen dan proses administrasi. Struktur formal organisasi dapat membantu menjelaskan wewenang tugas dan tanggung jawab manajemen (Kadariah dan Gray, 1999).

3) Aspek pemasaran

Analisis terhadap aspek pasar dan pemasaran pada suatu usaha, ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang (a) potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang. Permintaan dan penawaran produk pada masa yang akan datang, dihitung menggunakan metode peramalan; (b) pangsa pasar yang dapat diserap oleh usaha tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut dimasa mendatang (Husnan dan Suwarsono, 2000).

(49)

dasarnya, strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan peubah-peubah seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran,

positioning, unsur bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran (Tjiptono, 1999).

4) Aspek sosial

Aspek sosial berkenaan dengan dampak sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyediaan, pengaruh terhadap lingkungan dan pemerataan pendapatan.

5) Aspek finansial

Aspek ini mengukur manfaat ekonomis bagi proyek itu sendiri atau sering disebut manfaat finansial. Manfaat analisis finansial untuk mengetahui apakah kegiatan usaha mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam atau ke luar perusahaan, serta mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya.

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Suatu usaha dapat dinilai layak apabila memberikan keuntungan finansial.

2.6.2 Analisis Finansial

finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finasial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap peserta yang tergabung di dalamnya. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan mentode Cash Flow Analysis.

(50)

Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu (a) Pay Back Period (PBP), (b) Net B/C, (c) Break Even Point (BEP), (d) NPV dan (e) IRR.

1) Pay Back Period (PBP)

PBP adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newman, 1990). Perhitungan PBP ini dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, maka proyek tersebut dijalankan karena tidak akan merugi.

PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 1997), dapat dinotasi sebagai berikut :

PBP = n + m

(B n+1– C n+1 )

Keterangan :

n = periode investasi pada saat nilai akhir kumulatif B t– C t negative terakhir

m = nilai kumulatif B t– C t negative terakhir

B n+1 = nilai sekarang penerimaan bruto pada akhir tahun n + 1

C n+1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1

2) Net B/C

(51)

Menurut Gittiger (1996), Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negative. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

(52)

4) Net Present Value (NPV)

NPV menunjukkan keuntungan yang akan di peroleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Kriteria NPV sebagai berikut :

a) NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan

b) NPV = 0, maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)

c) NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan

IRR menunjukkan persentase keuntungan yang sudah diperoleh atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto, maka proyek layak untuk dilaksanakan sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

(53)

Formulasi yang digunakan dalam menghitung IRR adalah:

i* = i + NPV1 (i2– i1 )

NPV1– NPV2

Keterangan :

NPV1 = nilai NPV yang positif (Rp)

NPV2 = nilai NPV yang negatif (Rp)

i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%)

Gambar

Tabel 4. QSPM
Gambar 4. Penilaian Responden terhadap Aroma Bakso Ikan
Tabel 13. Penilaian Responden terhadap Rasa Bakso Ikan
Tabel 16. Hasil Uji Duncan terhadap parameter Tekstur Bakso Ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temuan memperlihatkan bahwa Kekuatan Lingkungan Eksternal dan Sumber Daya Perusahaan berpengaruh positif terhadap Orientasi Strategis, Kapabilitas Serap, Kreasi

Metode yang digunakan Baliwati et al (2011) untuk menentukan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dengan melakukan analisis deskriptif terhadap data situasi dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 11 Dalam tahap pengumpulan data faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan, analisis dilakukan melalui matriks SWOT untuk mencari

Penelitian ini bertujuan mengidentikasi faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, serta merumuskan strategi untuk

Hasil penelitian menunjukan bahwa BNN Provinsi Jawa Timur melakukan pengamatan lingkungan dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal organisasi, perumusan strategi

Matrik SWOT Tabel ini berfungsi untuk menggolongkan, mengkategorikan dan menganalisis faktor internal dan eksternal perusahaan, yang menjadi dasar perencanaan strategis yang digunakan