• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BKP5K DALAM MENUNJANG

PENGANEKARAGAMAN PANGAN

DI KABUPATEN BOGOR

WILAGA AZMAN KHARIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Febuari 2014

Wilaga Azman Kharis

(3)

ABSTRAK

WILAGA AZMAN KHARIS. Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP5K) untuk menunjang penganekaragaman pangan di Kabupaten Bogor, 2) merumuskan alternatif strategi untuk menunjang penganekaragaman pangan di Kabupaten Bogor, dan 3) merumuskan prioritas pelaksanaan strategi dengan pendekatan arsitektur strategi untuk menunjang penganekaragaman pangan di Kabupaten Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah analisis lingkungan eksternal dan internal, analisis SWOT, dan arsitektur strategi. Strategi yang diperoleh adalah optimalisasi dewan penggerak ketahanan pangan tingkat kecamatan; anggaran BKP5K difokuskan untuk penyelenggaraan ketahanan pangan; inisiasi pembangunan kawasan produksi pangan berbasis potensi kecamatan; perumusan kebijakan pengelolaan kawasan oleh manajer; perumusan kebijakan perjanjian perdagangan produk pertanian antar kawasan; pembimbingan dan pelatihan bagi seluruh staf dan penyuluh; perumusan kebijakan kelembagaan kawasan berbentuk koperasi; perumusan kebijakan pengalihan fokus pembangunan komoditas tertentu ke komoditas lainnya; dan perumusan kebijakan inflitrasi materi pangan lokal pada kurikulum muatan lokal SD hingga SMA/sederajat; perumusan kebijakan pembangunan sarana penyimpanan produk pertanian; dan perumusan kebijakan pembangunan sistem informasi pangan. Arsitektur strategi memetakan strategi tersebut kepada prioritas pelaksanaan strategi, pelaku kunci, hingga program dan kegiatan yang dapat mendukung strategi.

Kata kunci: analisis SWOT, arsitektur strategi, BKP5K, Kabupaten Bogor, penganekaragaman konsumsi pangan.

ABSTRACT

WILAGA AZMAN KHARIS. Strategy BKP5K to Support Food Diversification in Kabupaten Bogor. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

(4)

transferring the development of one commodity to another one; formulating the policy to infiltrate local food knowledge in elementary up to high school curriculum; formulating the policy of development food storage; and formulating the policy of development food information system. Architecture strategy arranges the priority strategy implementation, main stakeholders, up to program which is supporting strategy.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

STRATEGI BKP5K DALAM MENUNJANG

PENGANEKARAGAMAN PANGAN

DI KABUPATEN BOGOR

WILAGA AZMAN KHARIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor

Nama : Wilaga Azman Kharis NIM : H34090126

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribuss Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah penganekaragaman pangan, dengan judul Strategi BKP5K dalam Menunjang Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribuss. selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Hj. Siti Farikah, MM. selaku kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Ir. Farida Khusnaini, MM selaku sekretaris BKP5K dan Ruhendra, SP.MM. selaku kepala bidang ketahanan pangan BKP5K yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, penulis mengungkapkan terima kasih kepada dosen penguji Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, dan Agribisnis angkatan 46 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Febuari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data 20

Metode Pengolahan Data 21

GAMBARAN UMUM BKP5K 26

Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Bogor 26

Visi dan Misi BKP5K 33

Gambaran Umum Kabupaten Bogor 26

Gambaran Umum BKP5K 33

ANALISIS LINGKUNGAN BKP5K 41

Analisis Lingkungan Internal 42

Analisis Lingkungan Eksternal 44

PENYUSUNAN ALTERNATIF STRATEGI 55

SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 70

(10)

DAFTAR TABEL

1. Potensi bisnis pangan di Kabupaten Bogor tahun 2013 1 2. Indikator standar minimal bidang ketahanan pangan tingkat

kabupaten/kota. 4

3. Situasi konsumsi pangan di Kabupaten Bogor 5

4. Kekuatan eksternal beserta contohnya 14

5. Matriks SWOT 14

6. Penggolongan kelompok pangan 17

7. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data 20

8. Kecamatan yang berpotensi sebagai basis produksi dan pengembangan

produk pangan berbahan baku lokal 29

9. Situasi Ketersediaan Pangan Kabupaten Bogor Tahun 2012 33 10. Jumlah Pegawai BKP5K Kabupaten Bogor per November 2011 38 11. Jumlah pegawai yang menduduki jabatan dan staf per November 2011 38 12. Jumlah pegawai berdasarkan pendidikan terakhir 39 13. Pencapaian Skor PPH untuk mencapai SPM Kabupaten Bogor 45 14. Konsumsi Energi menurut Kelompok Pangan (kkal/kapita/hari) 46 15. Proyeksi Konsumsi Pangan Kabupaten Bogor satuan kg/kapita/tahun 47 16. Proyeksi Konsumsi Pangan Kabupaten Bogor satuan ton/tahun 48 17. Proyeksi Produksi Pangan Kabupaten Bogor satuan ton/tahun 49 18. Matriks SWOT pengembangan agribisnis penganekaragaman

konsumsi pangan Kabupaten Bogor 57

19. Validasi kuantitatif arsitektur strategi BKP5K 66

20. Rekomendasi program kegiatan 68

DAFTAR GAMBAR

1. Hubungan antara pangan dan pembangunan ekonomi 3 2. Penganekaragaman konsumsi pangan sebagai isu strategis sistem

agribisnis 5

3. Kerangka pemikiran operasional strategi pencapaian SPM ketahanan

pangan untuk BKP5K Kabupaten Bogor 19

4. Tahapan penyusunan arsitektur strategi BKP5K Kabupaten Bogor 24

5. Struktur organisasi BKP5K Kabupaten Bogor 37

6. Arsitektur Strategi BKP5K 65

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan manusia, dari janin hingga usia lanjut, manusia membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat gizi untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mencapai prestasi kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, pangan harus dikonsumsi secara cukup, baik jumlah dan mutunya. Pangan yang dikonsumsi secara ideal memiliki potensi bisnis yang besar.

Tabel 1 merupakan potensi proyeksi bisnis beberapa komoditas pangan di Kabupaten Bogor pada tahun 2013. Potensi proyeksi bisnis dihitung dari selisih konsumsi pangan riil dengan konsumsi pangan ideal. Hasilnya dikali harga berlaku rata-rata pada tahun 2013. Potensi proyeksi bisnis yang tersedia dari bisnis pangan adalah sebesar Rp24 156 757 197 000. Daya ungkit pertumbuhan ekonomi masyarakat lebih tinggi apabila pangan dikonsumsi secara ideal baik jumlah maupun mutunya.

Tabel 1 Potensi proyeksi bisnis pangan di Kabupaten Bogor tahun 2013a

Jenis pangan

Jumlah permintaan (ton/tahun)b

Harga/kg (Rp) Potensi proyeksi bisnis (Rp)

Beras 496 660.9 8 018 3 982 227 096 200

Jagung 716.9 11 464 8 218 541 600

Kedelai 28 600.8 10 357 296 218 485 600

Daging sapi 6 005.2 90 048 540 756 249 600

Daging ayam 34 351.8 29 810 1 024 027 158 000

Telur ayam 42 736.8 19 477 832 384 653 600

Minyak goreng 40 786.2 10 989 448 199 551 800

Gula pasir 32 105.7 12 238 392 909 556 600

Cabe 505 342 32 912 16 631 815 904 000

Total 24 156 757 197 000

a

Sumber : MWA Traning & Consulting (2013) b

Angka proyeksi untuk mencapai SPM

(12)

karbohidrat yang berlebihan dapat memicu berbagai penyakit degeneratif, seperti obesitas dan diabetes. Selain itu, dilihat dari segi ekonomi, ketergantungan kepada beras menyebabkan impor beras yang tinggi dan berkelanjutan dari waktu ke waktu. Impor beras pada Januari 2013 sebesar 402 318 641 kg, kemudian meningkat pada Febuari 2013 sebesar 781 066 276 kg. Volume ekspor beras jauh di bawah jumlah impornya, yaitu 51 695 kg pada Januari 2013 dan 165 660 pada Febuari 2013 (Pusdatin kementan RI 2012). Oleh karena itu, pandangan konsumsi pangan yang beranekaragaman menjadi penting.

Kondisi tersedia jumlah, mutu, akses pangan yang baik untuk setiap individu disebut ketahanan pangan. Menurut UU Pangan nomor 18 tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Undang-undang ini menjamin bahwa setiap orang berhak memeroleh pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya.

Berbagai studi membuktikan bahwa ketahanan pangan memacu keberhasilan pembangunan, khususnya ekonomi. Timmer (1996) dalam Amang dan Sawit (1999) membuktikan secara empiris bahwa pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan berkaitan erat. Dengan mengambil kasus Indonesia, Jepang, dan Inggris, kesimpulan Timmer adalah tidak ada satu negara pun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dulu menyelesaikan masalah ketahanan pangan.

Dalam kaitannya dengan politik, pangan merupakan komoditas terpenting sebagai stabilator politik dan sosial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat. Menurut Amang dan Sawit (1999), pangan terbukti ampuh dalam menstabilkan kepercayaan masyarakat pada awal pemerintahan Orde Baru. Begitu pula pada akhir pemerintahan Orde Baru, peristiwa kerusuhan 14 Mei 1998 atau kerusuhan 14 November 1998, merupakan efek dari perekonomian nasional, lemahnya daya beli masyarakat, dan meningkatnya harga pangan.

Berdasarkan UU 32 tahun 2004 dan PP 38 tahun 2007, ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan utama pembangunan di Indonesia. Ketahanan pangan mempunyai peran strategis, yaitu pangan yang baik secara mutu dan jumlahnya, merupakan prasyarat peningkatan kualitas sumber daya manusia. Soekirman (2000) dalam Baliwati dan Tanzia (2009) menyatakan perbaikan gizi masyarakat melalui pembangunan ketahanan pangan merupakan salah satu investasi pembangunan ekonomi. Secara sederhana, mekanisme hubungan antara pangan dan pembangunan ekonomi digambarkan oleh Martorell (1996) dalam Baliwati et al (2009), seperti pada Gambar 1.

(13)

Gambar 1 Hubungan antara pangan dan pembangunan ekonomi (Martoell dalam

Baliwati dan Tanzia 2009)

Pemenuhan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, pemerintah kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. salah satu standar dan kriteria yang ditetapkan pemerintah adalah spm ketahanan pangan yang akan dibahas pada subbab berikutnya. pemerintah kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan.

Perumusan Masalah

Ketahanan pangan adalah hak dasar setiap warga negara dan penyelenggaraannya merupakan kewajiban pemerintah daerah. Agar pelaksanaan ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten atau kota dapat berjalan lancar dan baik, Menteri Pertanian telah menetapkan standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan, selanjutnya disebut SPM KP, melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010. SPM adalah tolok ukur kinerja pemerintah untuk pemenuhan urusan wajib pemerintah kepada masyarakat, termasuk ketahanan pangan.

Penyelenggaraan SPM KP mencakup tiga aspek, yaitu (a) ketersediaan pangan, yang diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya serta aman, (b) distribusi pangan, adalah pasokan pangan yang dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga, (c) konsumsi pangan, adalah setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola

Kemiskinan berkurang

Perbaikan gizi, tumbuh kembang

fisik dan mental Peningkatan

Produktivitas

Investasi Sektor Sosial (gizi,

kesehatan, pendidikan)

Peningkatan Kualitas SDM

(14)

konsumsi yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya, dan (d) penanganan daerah rawan pangan. Tabel 2 menjabarkan SPM KP. Skor PPH pada SPM indikator kelima dapat menunjukkan preferensi konsumen mengenai penganekaragaman konsumsi pangan. Sedangkan, SPM indikator pertama dapat menunjukkan preferensi kegiatan usahatani terkait penganekaragaman penyediaan pangan.

Tabel 2 Indikator SPM bidang ketahanan pangan tingkat kabupaten/kotaa

Jenis pelayanan dasar

1. ketersediaan energi dan protein per kapita (AKE = 2200 kkal/kap/hr; AKP = 57 gr/kap/hr) pasokan, harga dan akses pangan di daerah

90 2015 BKPD

4.stabilitas harga &pasokan pangan (harga

stabil jika gejolak harga < 25% kondisi normal;

5. skor pola pangan harapan/pph

7.penanganan daerah rawan pangan

60 2015 BKPD

a

Sumber: Kementerian Pertanian (2010)

Dalam sistem agribisnis, pemerintah adalah entitas yang termasuk pada subsistem penunjang. Produk pemerintah yang berupa kebijakan, apabila berjalan secara optimal, dapat menjadi isu strategis bagi subsitem lainnya. Sebagai contoh UU 18 tahun 2012 pasal 41 menerangkan bahwa tujuan penganekaragaman pangan, salah satunya, adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pasal 42 menerangkan langkah yang dapat dilakukan, yaitu pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan lokal, pengenalan jenis pangan baru, termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usahatani dan perikanan, pengoptimalan pemanfaatan lahan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan, dan penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pangan (Baliwati, November 2013, komunikasi pribadi).

(15)

permintaan pangan yang akan memengaruhi subsistem usahatani. Semakin beragam konsumsi masyakat, semakin beragam pula usahatani yang berjalan. Semakin beragam usahatani, maka semakin berkembang pula industri sektor hulu. Produk pangan yang beragam memerlukan penangangan pascapanen yang optimal. Maka, subsistem pengolahan akan berkembang pula. Kinerja subsistem pemasaran dapat meningkat pula karena produsen mengetahui jenis dan jumlah produk yang diminta. Gambar 2 menunjukkan isu strategis penganekaragaman konsumsi pangan pada subsistem agribisnis.

Fokus penelitian ini adalah usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan pemerintah untuk menganekaragamkan konsumsi masyarakatnya. Indikator yang digunakan adalah skor Pola Pangan Harapan (PPH). Semakin tinggi skor PPH, semakin tinggi pula keberagaman kelompok pangan tersebut. Skor PPH ideal adalah sebesar 100. Penganekaragaman merupakan kualitas pangan. Sedangkan, pangan dinilai kualitas dan kuantitasnya. Kuantitas pangan diukur menggunakan skor Angka Kecukupan Energi (AKE). Skor ideal untuk rata-rata masyarakat Indonesia adalah 2 000 kkal/kapita/hari. Menurut ukuran SPM, skor PPH minimal yang harus teracapai pada tahun 2015 adalah 90 dan skor AKE sebesar 1 800 kkal/kapita/hari.

Gambar 2 Penganekaragaman konsumsi pangan sebagai isu strategis sistem agribisnis

Kabupaten Bogor merupakan daerah penyangga DKI Jakarta. Apabila akses terhadap pangan sulit, maka produktivitas masyarakat Kabupaten Bogor yang bekerja di DKI akan menurun. Maka, secara tidak langsung, urusan pangan di Kabupaten Bogor memengaruhi kinerja ekonomi, perdagangan, pemerintahan, dan aspek-aspek lainnya di kota strategis Indonesia.

Tabel 3 Situasi konsumsi pangan di Kabupaten Bogora Subsistem Agribisnis Jasa dan Penunjang SPM penganekaragaman konsumsi pangan berkembangnya pendidikan dan penelitian, jasa permodalan, dan lain

(16)

Sumber : BKP5K Kabupaten Bogor (2012)

Lembaga yang melaksanakan ketahanan pangan di Kabupaten Bogor merupakan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP5K). Pelaksanaan ketahanan pangan oleh BKP5K meliputi membantu bupati Kabupaten Bogor menyusun dan melaksanakan kebijakan terkait ketahanan pangan di Kabupaten Bogor. Penyusunan kebijakan ketahanan pangan merupakan kebijakan lintas sektor pada dewan ketahanan pangan Kabupaten Bogor.

Untuk penyusunan kebijakan ketahanan pangan, acuan yang digunakan BKP5K adalah situasi konsumsi pangan di Kabupaten Bogor, yaitu terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan skor PPH Kabupaten Bogor sebesar 72,5. Skor ini masih dibawah ketentuan SPM. Kondisi ini perlu segera diperbaiki. SPM harus tercapai pada tahun 2015. Selain itu, sesuai dengan amanat undang-undang, penganekaragaman harus dapat memberdayakan usaha mikro hingga menengah untuk pengelolaan pangan lokal dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, BKP5K memerlukan strategi. Strategi-strategi peningkatan SPM tersebutlah yang akan dibahas pada penelitian ini. Setelah strategi-strategi disusun, selanjutnya adalah pengambilan keputusan strategi manakah yang harus diprioritaskan untuk dikerjakan terlebih dahulu dan kemudian. Berdasarkan penjabaran diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apa saja faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh bagi BKP5K untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan?

2. Bagaimana rumusan alternatif strategi yang dapat diterapkan BKP5K pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan?

(17)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh bagi BKP5K untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan.

2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan BKP5K untuk faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh bagi BKP5K untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan.

3. Merumuskan prioritas pelaksanaan strategi BKP5K untuk pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan dengan pendekatan arsitektur strategi.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Dapat dijadikan bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Bogor, dalam hal ini BKP5K, untuk pengembangan agribisnis penganekaragaman konsumsi pangan.

2. Dapat menambah pengalaman dan wawasan dalam mengkaji suatu permasalahan bagi mahasiswa sehingga dapat menghasilkan suatu informasi yang berguna bagi banyak pihak.

3. Dapat dijadikan bahan referensi bagi para pembaca lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penyusunan strategi-strategi yang akan dilaksanakan BKP5K untuk (1) membantu Bupati menyusun dan melaksanakan strategi pencapai SPM pada tahun 2015 (2) mencapai visi-misi BKP5K. Adapun unit analisis yang dikaji adalah BKP5K.

TINJAUAN PUSTAKA

Strategi pembangunan ketahanan pangan

(18)

pangan yang salah satu lingkup kegiatannya adalah meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan penduduk.

Baliwati et al (2011) melakukan penelitian berjudul "Rencana Induk Pengembangan Ketahanan Pangan Kabupaten Muara Enim 2011-2015". Penelitian ini dilaksanakan dengan latar belakang bahwa pangan merupakan komoditas strategis bagi bangsa. Berdasarkan amanat undang-undang, pemerintah bersama masyarakat saling berinteraksi agar pangan dapat terjangkau dari segi kesehatan dan ekonomi masyarakat. Keterjangkauan pangan pada setiap waktu disebut ketahanan pangan. Penyelenggaraan ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah. Hasil ketahanan pangan adalah kualitas sumber daya manusia yang tercermin dari status gizi dan indeks pembangunan manusia.

Tujuan penelitian Baliwati (2011) adalah menganalisis kondisi dan potensi pangan, menganalisis situasi ketahanan pangan, menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan, dan menyusun pengembangan ketahanan pangan. Adapun tujuan yang relevan dengan penelitian ini adalah tujuan ketiga dan keempat. Oleh karena itu, tinjauan pustaka difokuskan pada tujuan ketiga dan keempat.

Prathivi (2012) melakukan penelitian di Kota Jambi berjudul "Strategi Penganekaragaman Konsumsi Pangan Menuju Pola Pangan Harapan Tahun 2015". Hal yang mendasari penelitian ini dilakukan adalah ketahanan pangan merupakan faktor pendukung terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan aspek penting dalam pembangunan perikehidupan manusia itu sendiri. Selain itu, penyelenggaraan ketahanan pangan merupakan amanat undang-undang yang aksesnya merupakan hak setiap orang. Penelitian tersebut mengkaji strategi apa yang dapat dilakukan pemerintah lintas sektoral Kota Jambi untuk mencapai SPM penganekaragaman konsumsi pangan pada tahun 2015. Peneliti Tujuan penelitian tersebut ialah menganalisis faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan di Kota Jambi, merumuskan rekomendasi strategi penganekaragaman konsumsi pangan di Kota Jambi, dan merumuskan rencana aksi penganekaragaman konsumsi pangan di Kota Jambi.

Esensi kajian perumusan strategi ketahanan pangan di Muara Enim dan Jambi adalah acuan dan rekomendasi perencanaan ketahanan pangan di daerah yang dilaksanakan pemerintah setempat. Pemerintah setempat terdiri dari pemerintah lintas sektor. Pelaksanaan penganekaragaman pangan di Jambi dilaksanakan oleh dinas industri dan perdagangan, dinas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan, dinas koperasi dan UMKM, badan ketahanan pangan dan penyuluhan, badan pemberdayaan masyarakat, bulog divre Provinsi Jambi, dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan tim penggerak PKK Provinsi Jambi. Pelaksanaan ketahanan pangan, termasuk penganekaragaman pangan di Muara Enim dilaksanakan oleh badan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Muara Enim.

Metode yang digunakan

(19)

evaluasi faktor internal-eksternal dengan IFE dan EFE, dan pembuatan alternatif strategi menggunakan matriks SWOT. Hasil yang diperoleh adalah kebijakan-kebijakan yang dipetakan dalam jangka pendek, dan jangka menengah dan panjang.

Metode yang digunakan Baliwati et al (2011) untuk menentukan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dengan melakukan analisis deskriptif terhadap data situasi dan potensi pangan, situasi ketahanan pangan di Kabupaten Muara Enim, keadaan geografis Kabupaten Muara Enim, yang terdiri dari topografi dan kemiringan lahan, geologi dan tanah, iklim, penutupan dan penggunaan lahan, kesesuaian lahan untuk pengembangan padi, kesesuaian lahan untuk pengembangan nonpadi, produksi pangan, sosial ekonomi masyarakat, dokumen pemerintah Kabupaten Muara Enim terkait ketahanan pangan, dan situasi ketahanan pangan. Data untuk analisis deskriptif tersebut bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sumber data yang dikumpulkan yaitu data sekunder dan data primer. Hasil dari analisis deskriptif menjadi masukan untuk analisis faktor internal dan faktor eksternal.

Alat analisis yang digunakan Prathivi (2012) yaitu matriks IFE-EFE, matriks SWOT, dan AHP. Evaluasi faktor eksternal, dengan alat analisis matriks EFE, dilakukan untuk mengetahui apakah pemerintah Kota Jambi dapat merespon faktor eksternal dengan baik. Evaluasi faktor internal, dengan matriks IFE, dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor internal apa saja yang dianggap penting untuk mencapai SPM pada tahun 2015. Sebelum melakukan evaluasi faktor internal dan eksternal, peneliti tersebut melakukan analisis faktor internal dan eksternal, yang hasilnya untuk masukan evaluasi faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal dilakukan dengan analisis deskriptif. Data yang dianalisis adalah situasi ketersediaan dan konsumsi pangan di Kota Jambi, potensi agroekologi, keadaan demografi, ketersediaan pangan, konsumsi pangan, harga pangan, PDRB, RPJMD, Renstra ketahanan pangan, dan kelembagaan ketahanan pangan . Selain itu, peneliti tersebut melakukan wawancara dengan dinas dan organisasi terkait ketahanan pangan terkait strategi penganekaragaman konsumsi pangan.

Setelah itu, peneliti menggunakan matriks SWOT untuk memformulasikan strategi yang cocok dengan faktor internal dan eksternal. Alternatif strategi yang dihasilkan dianalisis menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process), untuk menentukan alternatif strategi yang sesuai dengan faktor penentu, aktor dan tujuan yang ingin dicapai.

(20)

Arsitektur strategi

Peneliti mengkaji beberapa penelitian terdahulu terkait arsitektur strategi, yaitu penelitian Putri (2012) berjudul "Strategi Pengembangan Usaha Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ardhi (2008) berjudul "Perancangan Strategi Pengembangan Usaha Melalui Pendeketan Arsitektur Strategik", dan Elva (2010) berjudul "Perancangan Strategi Pengembangan Pasar Tanaman Hias Bromelia Melalui Pendekatan Arsitektur Strategi". Secara garis besar, tujuan ketiga penelitian tersebut sama, yaitu mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh bagi pencapaian tujuan organisasi, memformulasikan alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mencapai tujuan organisasi yang diteliti, dan merekomendasikan program dan kegiatan dengan pendekatan arsitektur strategi. Arsitektur strategi dipilih karena hasilnya adalah perencanaan lebih dapat terukur dan responsif terhadap perubahan yang terjadi.

Tahapan dalam perumusan arsitektur strategi

Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, Ardhi (2008) menggunakan analisis lingkungan umum dan analisis lingkungan industri untuk mengidentifikasi lingkungan eksternal. Lingkungan umum adalah lingkungan eksternal perusahaan yang memiliki ruang lingkup luas dan berada di luar operasional perusahaan. Lingkungan umum yang dianalisis terdiri dari faktor politik dan kebijakan pemerintah, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Analisis lingkungan industri yang digunakan yaitu analisis 5 kekuatan porter, yang terdiri dari ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pemasok, kekuatan tawar pembeli, kekuatan tawar produsen, dan ancaman produk subtitusi.

Analisis rantai digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal. Analisis rantai dibagi atas dua kelompok umum, yaitu kegiatan utama dan kegiatan penunjang. Kegiatan utama terdiri dari logistik ke dalam, operasi, logistik ke luar, pemasaran dan penjualan, dan layanan. Kegaitan penunjang antara lain infrastruktur perusahaan, manajemen SDM, pengembangan teknologi, dan pembelian.

Selanjutnya, Ardhi (2008) menggunakan matriks IFE, EFE, dan IE untuk mengidentifikasi strategi inti perusahaan. Matriks SWOT digunakan untuk memformulasikan strategi yang dapat diterapkan. Setelah formulasi strategi diperoleh, Ardhi mengumpulkan visi, misi, dan tujuan organisasi, faktor internal dan eksternal, dan tantangan, yaitu cara perusahaan memeroleh keunggulan bersaing baru. Setelah komponen-komponen tersebut dikumpulan, peneliti tersebut menentukan rentang waktu. Rentang waktu ditentukan dengan subjektivitas peneliti tersebut dengan mempertimbangkan penelitian-penelitian sebelumnya dan rentang waktu dipilih tidak terlalu singkat atau panjang. Setelah arsitektur strategi diperoleh, peneliti tersebut merekomendasikan program kegiatan. Dalam penyusunan arsitektur strategi, peneliti merumuskan sendiri arsitektur strategi perusahaan (narasumber). Untuk implementasi arsitektur strategi yang telah peneliti tersebut buat, sepenuhnya diserahkan kepada perusahaan dengan disesuaikan oleh kondisi perusahaan.

(21)

program dilakukan melalui pendekatan arsitektur strategi. Langkah yang peneliti tersebut lakukan untuk memeroleh arsitektur strategi adalah memperjelas visi, misi, dan tujuan perusahaan. Setelah itu, Elva (2010) menganalisis lingkungan internal dan eksternal, dengan cara pengumpulan data melalui cara wawancara, observasi, dan mengumpulkan data relevan. Setelah faktor-faktor internal dan eksternal terkumpul, peneliti melakukan idenfikasi faktor internal dan eksternal terpenting bagi perusahaan mencapai tujuannya. Identifikasi dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada responden internal yang memiliki kekuasaan untuk pengambilan keputusan.

Hasil analisis internal dan eskternal dipadukan industry foresight

menghasilkan tantangan perusahaan. Setelah tantangan ditentukan, peneliti merumuskan sasaran berdasarkan hasil diskusi dengan manajemen perusahaan. Kemudian, peneliti menggunakan matriks SWOT untuk memformulasikan strategi-strategi untuk mencapai sasaran. Masukan matriks SWOT berasal dari analisis lingkungan internal dan eksternal. Setelah komponen-komponen tersebut dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menentukan rentang waktu arsitektur strategi. Pemilihan rentang waktu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kondisi sumberdaya perusahaan, kondisi eksternal perusahaan, misalnya kebijakan pemerintah, strategi dan program yang akan dilaksanakan, dan pengalaman perusahaan dalam menjalankan taktik perusahaan. Prioritas penanganan strategi dibuat dengan mempertimbangkan prasyarat pengembangan pasar berjalan secara efektif. Pertimbangan ini karena tujuan penelitian adalah strategi pengembangan pasar produk perusahaan. Peneliti tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit bagaimana penentuan prasyarat pengembangan pasar agar berjalan secara efektif.

Putri (2012) menggunakan analisis data, yang terdiri dari analisis deskriptif dan analisis tahapan formulasi strategi. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai organisasi, meliputi sejarah dan perkembangan, visi dan misi, dan struktur organisasi. Analisis tahapan formulasi strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap pengambilan keputusan, dan tahap pengambilan keputusan. Namun, pada penelitian Putri (2012), peneliti tersebut hanya menggunakan tahap masukan dan tahap pencocokan. Alat analisis tahap masukan terdiri dari matriks IFE dan EFE.Tahap ini meringkas informasi dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Tahap pencocokan menggunakan alat analisis matriks IE dan matriks SWOT. Hasil dari tahap pencocokan adalah alternatif strategi yang cocok dengan faktor internal dan eksternal.

(22)

Terdapat hal yang menarik dari tiga penelitian yang dikaji. Secara teori, arsitektur strategi (stratey strech) merupakan hasil perbaikan dari strategy fit, yang mengasumsikan secara ketat lingkungan perusahaan, baik internal maupun eksternal, untuk memformulasikan strategi. Kelemahan srategy fit adalah strategi yang diperoleh tidak responsif terhadap dinamika dan perubahan organisasi. Meskipun begitu, ketiga penelitian yang dikaji mengombinasikan strategy fit

dengan strategy strech untuk mencapai tujuan penelitiannya. Selain itu, rentang waktu dalam arsitektur strategi yang diputuskan dapat ditentukan dari subjektivitas peneliti atau responden.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Manajemen Strategik

Wheelen dan Hunger (2004) menjabarkan bahwa manajemen strategik merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Manajemen strategik mencakup identifikasi lingkungan (eksternal dan internal), formulasi strategi baik bersifat jangka pendek atau panjang, evaluasi dan kontrol. Setiap organisasi harus menggunakan konsep dan teknik manajemen strategis dalam lingkungan industri yang dijalankannya dengan pendekatan proaktif dalam menghadapi berbagai peristiwa.

a. Pengamatan Lingkungan

Pengamatan lingkungan merupakan proses awal dari manajemen strategi yang bertujuan menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap lingkup organisasi.

b. Formulasi Strategi

Formulasi strategi terdiri dari perumusan misi, penetapan tujuan, pengembangan strategi dan penetapan kebijakan. Unsur utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan dengan cepat. Langkah selanjutnya adalah analisis lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi strategi kebijakan yang akan dibuat. Setelah itu dapat dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) yang akan menghasilkan strategi alternatif dan pemilihan strategi tertentu.

c. Implementasi Strategi

Implementasi strategi merupakan tahap dimana formulasi strategi dikembangkan secara logis ke dalam bentuk tindakan. Langkah terakhir, yaitu kegiatan evaluasi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa semua kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi hendaknya didasarkan pada rencana yang telah disepakati sehingga tidak menyimpang dari batas-batas toleransi.

(23)

Evaluasi dan pengendalian memiliki tiga tahap utama, yaitu (1) evaluasi faktor eksternal dan internal yang merupakan dasar bagi strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengoreksi kesalahan yang terjadi.

David (2009) menyatakan proses manajemen strategi juga telah banyak dikembangkan dengan baik oleh organisasi pemerintah dan organisasi nirlaba lainnya dalam mencapai efisiensi dan efektivitas. Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik. Instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi hingga tingkat kabupaten/kota dan kecamatan ikut bertanggung jawab dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi dengan cara yang paling efektif terhadap pengelolaan dana atau biaya dalam memberikan pelayanan dan penciptaan program kerja. Manajemen strategi sangat tepat apabila diterapkan pada organisasi pemerintahan agar para pegawai dapat termotivasi dalam mengetahui dan mengkaji berbagai faktor eksternal, internal dan turut serta berpartisipasi dalam manajemen strategis, yang pada akhirnya pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menetapkan visi, misi, strategi dan kebijakan organisasi.

Analisis Lingkungan Eksternal dan Lingkungan Internal

Analisis lingkungan eksternal adalah identifikasi dan pengumpulan informasi mengenai kejadian yang dipengaruhi kekuatan ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi, dan kompetitif yang dapat secara signifikan menguntungkan, disebut peluang, atau merugikan, disebut ancaman, suatu organisasi di masa mendatang. Contoh masing-masing kekuatan yang disebutkan di atas dicantumkan pada Tabel 4.

Analisis lingkungan internal menurut Wheelen dan Hunger (2004) adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang dan ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumberdaya organisasi. Menurut Umar (2008), analisis internal dapat mencakup aspek organisasi, keuangan, pemasaran, produksi dan operasi, sumber daya manusia dan sistem informasi manajemen.

Matriks SWOT

(24)

Tabel 4 Kekuatan eksternal beserta contohnyaa

Jenis kekuatan Contoh kejadian

Ekonomi Tingkat pendapatan yang bisa dikeluarkan, kecenderungan orang untuk belanja, tingkat inflasi, faktor ekspor atau impor, fluktuasi harga, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, tarif pajak, pola konsumsi, tren pengangguran.

Sosial, budaya, demografis, dan lingkungan

Tingkat kehamilan, jumlah perkawinan, jumlah perceraian, jumlah kelahiran, jumlah kematian, tingkat imigrasi dan emigrasi, tingkat harapan hidup, pendapatan per kapita, gaya hidup, kepercayaan terhadap pemerintah.

Politik,

pemerintah, dan hukum

Perubahan dalam undang-undang, tingkat subsidi pemerintah, peraturan khusus daerah dan pusat, perubahan kebijakan moneter dan fiskal pemerintah, peraturan impor-ekspor, besarnya anggaran pemerintah, pemilu dan pilkada.

Teknologi Internet

Kompetitif Pangsa pasar, bidang bisnis yang dilakukan, inovasi, kualitas.

a

Sumber: David (2009)

Matriks SWOT ini memiliki 9 sel dengan 4 sel faktor utama, 4 sel strategi dan satu sel kosong pada sudut kiri atas. Membuat matriks SWOT ini didahului dengan membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan utama BKP5K, kemudian menyocokan strategi dengan memadukan kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman tersebug sehingga akan muncul beberapa alternatif strategi yang terdiri dari 4 jenis, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT (David 2009). Matriks SWOT ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks SWOTa

Gunakan kekuatan BKP5K untuk menghindari dampak dari ancaman eksternal

(25)

untuk memaksimalkan kemungkinan untuk mencapai masa depan, yang telah disusun ulang batasan-batasannya, pada waktu yang diperhitungkan dengan cermat. Pendekatan ini disebut arsitektur strategi.

Penyusunan prioritas strategi menggunakan pendekatan arsitektur strategi memerhatikan unsur berikut, yaitu visi dan misi organisasi, analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, melakukan “pengintipan masa depan yang akan dihadapi” atau industry foresight, mengetahui dan memahami tantangan organisasi, dan sasaran yang ingin dicapai. Unsur-unsur tersebut dibahas pada uraian berikut ini.

Visi dan misi organisasi

Visi adalah pernyataan mengenai cita-cita organisasi yang ingin dicapai di masa datang. Misi adalah pernyataan tentang alasan keberadaan organisasi. Visi dan misi harus dinyatakan secara jelas sehingga tidak menimbulkan intepretasi yang salah oleh anggota organisasi.

Analisis lingkungan internal dan eksternal

Analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh bagi keberhasilan organisasi atau kegagalan organisasi. Mengenai hal ini, penulis telah membahas pada subbab sebelumnya.

Industry Foresight

Industry foresigt atau redefinisi organisasi di masa depan merupakan suatu asumsi terbaik yang disepakati bersama tentang masa depan suatu organisasi. Hal ini menjadi acuan untuk usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya. Industry foresight memberikan gambaran tentang hal-hal potensial dalam organisasi yang dapat dikembangkan. Penyusunan industry foresight dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi, regulasi yang diterapkan dan yang akan ditetapkan, demografi wilayah, yaitu faktor tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan, dan gaya hidup.

Tantangan organisasi

Tantangan organisasi adalah tata cara operasional yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh organisasi untuk memeroleh keunggulan secara bertahap. Tantangan organisasi mengidentifikasi titik fokus untuk pembangunan kapabilitas organisasi dalam jangka pendek dan menengah.

Sasaran

Sasaran merupakan tujuan organisasi yang dikuantitatifkan. Sasaran merupakan penjabaran tantangan dalam bentuk angka. Sebagai contoh, tantangan suatu organisasi adalah peningkatan mutu. Maka, sasaran yang ditetapkan adalah memeroleh sertifikasi ISO 9 000

(26)

Definisi Pangan dan Ketahanan Pangan

Menurut Undang-Undang no.18 tahun 2013, pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Penggolongan pangan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penggolongan pangan yang digunakan FAO, yaitu Pola Pangan Harapan/PPH. Kelompok pangan dalam PPH terdiri dari sembilan kelompok, yaitu umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan bumbu). Adapun kesembilan kelompok jenis pangan yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan secara terperinci pada Tabel 6.

Pangan adalah hak dasar setiap manusia Indonesia yang pemenuhannya dilaksanakan oleh negara. Kondisi tercapainya pemenuhan atas pangan disebut ketahanan pangan. Menurut UU pangan nomor 18 tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Kinerja ketersediaan pangan tercermin dari pasokan pangan, distribusi pangan tercermin dari akses masyarakat terhadap pangan, dan konsumsi pangan tercermin dari pemanfaatan pangan termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga.

Subsistem ketersediaan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman, dan keamanannya. Ketersediaan pangan diukur atas kuantitas dan kualitasnya. Indikator penilaian kuantitas pangan menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu 2 200 kkal untuk Angka Kecukupan Energi (AKE) dan 57 gram untuk Angka kecukupan Protein (AKP). Indikator penilaian kualitas ketersediaan menggunakan skor Pola Pangan Harapan (PPH) dengan angka ideal 100. Ketersediaan pangan dipenuhi dari produksi dalam negeri, impor pangan, dan pengelolaan cadangan pangan.

(27)

Ketahanan pangan pada tingkat wilayah, rumah tangga, dan individu, merupakan sistem terintegrasi yang terdiri atas subsistem ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan individu merupakan sinergi dan interaksi ketiga subsistem tersebut di tingkat wilayah dan rumah tangga. Ketiga subsistem tersebut dipengaruhi oleh beragam input, yaitu (a) ekonomi terdiri dari kegiatan pertanian, kehutanan, energi dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, perdagangan, industri; (b) prasarana/sarana: mencakup lingkungan hidup, penataan ruang, pertanahan, infrastruktur pertanian dan pedesaan, ketransmigrasian, penanaman modal, koperasi dan usaha kecil menengah, pemberdayaan masyarakat dan desa, ketenagakerjaan; (c) kesejahteraan rakyat meliputi aspek kesehatan, kependudukan, keluarga berencana, pendidikan; serta (d) stabilitas dan keamanan nasional.

Tabel 6 Penggolongan kelompok pangana

Nama kelompok pangan Pengertian Jenis Pangan Padi-padian Pangan yang berasal dari tanaman serealia

yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok

Padi, jagung, gandum, sorgum (cantel) dan produk olahannya seperti butiran, tepung (terigu, beras), pasta (bihun, makaroni, mi)

Umbi-umbian Pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok

Singkong, ubi jalar, kentamg, uwi, sagu, talas serta produk turunannya seperti tepung, pellet, kue maupun roti

Pangan hewani Pangan yang terdiri dari daging, telur, susu dan ikan serta hasil olahannya.

Daging, telur, susu, ikan, dan olahannya

Minyak dan lemak Minyak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati. Lemak umumnya berasal dari hewani.

Minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedele, minyak jagung, minyak kapas, margarin, serta yang berasal dari dari hewani, yaitu minyak ikan. Lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing, dan mentega.

Buah atau biji berminyak Pangan yang relatif banyak mengandung minyak, baik dari buah maupun bijinya

Kacang mete, kelapa, kemiri, dan wijen

Kacang-kacangan Biji-bijian yang mengandung tinggi lemak Kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, dan olahannya, seperti tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom

Gula Gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula aren, gula semut, dan lain-lain), serta produk olahannya, seperti sirup dan kembang gula

Sayur dan buah Pangan sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian tanaman, yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah

Sayuran daun misalnya bayam, kangkung, sawi, daun pepaya, daun singkong. Sayuran yang berasal dari akar adalah wortel, lobak, bit, rebung. Sayuran bunga misalnya bunga kol, kubis, brokoli, bunga turi, bunga pisang, bunga pepaya. Buah-buahan adalah bagian tanaman yang berupa buah baik berasal dari tanaman tahunan (misalnya durian, mangga) maupun tanaman semusim (misalnya melon, semangka, tomat, strawberry) dan dapat dikonsumsi tanpa dimasak

Lain-lain Bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah citarasa pangan olahan

Ketumbar, merica, pala, asam jawa, dan cengkih.

a

(28)

Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan tidak hanya diukur dari segi jumlah yang dikonsumsi, tetapi juga diukur dari kualitas. Kualitas konsumsi pangan dicerminkan oleh keragaman dan keseimbangan komposisi energi melalui pendekatan PPH. PPH merupakan kumpulan beragam jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi pada komposisi yang seimbang (Hardinsyah et al 2001). Semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang.

Kerangka Pemikiran Operasional

Landasan peneltian ini adalah target pencapaian SPM penganekaragaman konsumsi pangan penduduk pada tahun 2015, sesuai dengan Permentan 65 tahun 2010. Skor PPH yang harus tercapai oleh kinerja BKP5K adalah 90. Skor PPH menunjukkan preferensi masyarakat untuk menganekaragamkan konsumsi pangannya. Dengan skor PPH 90, BKP5K sebagai salah satu unit penunjang dalam sistem agribisnis, akan menggerakan pelaku di semua subsitem agribisnis seperti yang telah dibahas sebelumnya, sekaligus menganekaragamkan konsumsi pangan masyarakat. Permasalahan tersebut dirumuskan menjadi tiga hal, yaitu apa saja faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian SPM pada tahun 2015, apa saja strategi-strategi yang dapat diformulasikan dari faktor internal dan faktor eksternal tersebut, dan bagaimana prioritas pelaksanaan strategi yang telah diformulasikan.

Untuk itu, peneliti harus melihat data kondisi keberagaman konsumsi pangan penduduk pada tahun 2012 sebagai basis data. Tabel 3 menunjukkan preferensi masyarakat Kabupaten Bogor untuk menganekaragamkan pangannya masih di bawah standar SPM, yaitu sebesar 72.5. Penelitian ini bertujuan mengusulkan rumusan kebijakan yang dapat diterapkan oleh BKP5K dalam menganekaragamkan pangan penduduk Kabupaten Bogor. Untuk mencapai tujuan itu, peneliti melihat data proyeksi konsumsi penduduk yang mendukung pencapaian SPM secara bertahap dari tahun ke tahun. Proyeksi konsumsi pangan penduduk dilihat dari sudut pandang kualitas, yaitu skor PPH dan sudut pandang kuantitas pangan hingga satuan ton per tahun.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kondisi umum Kabupaten Bogor yang terdiri dari geografi, kependudukan, dan sosial ekonomi. Selain itu, peneliti melakukan analisis potensi pertanian dan situasi ketersediaan pangan. Analisis potensi pertanian dilakukan untuk melihat potensi penyediaan pangan yang beraneka ragam. Analisis situasi ketersediaan pangan dilakukan melihat kondisi awal keberagaman dan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi masyarakat. Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis dokumen kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor yang terkait ketahanan pangan. Analisis ini dilakukan untuk melihat arah pembangunan yang diproyeksikan pemerintah Kabupaten Bogor.

(29)

kegiatan. Program dan kegiatan di evaluasi sebagai capaian target dari tahun ke tahun, hingga SPM tercapai. Kerangka pemikiran operasional digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional strategi pencapaian SPM ketahanan pangan untuk BKP5K Kabupaten Bogor

Target pencapaian SPM mengenai penganekaragaman konsumsi pangan penduduk

Analisis kondisi umum Kabupaten Bogor yang

terdiri dari: − geografi − kependudukan − sosial ekonomi

Kondisi keberagaman konsumsi pangan penduduk pada tahun 2012

Analisis dokumen kebihakan pemerintah Kabupaten Bogor terkait ketahanan

pangan yang terdiri dari:

− Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor 2008-2013

− Rencana Strategis (Renstra) BKP5K Kabupaten Bogor 2009-2013

− Rencana Kerja (Renja) BKP5K 2013

Identifikasi isu strategis untuk lingkungan internal dan eksternal

Penyusunan alternatif strategi menggunakan matriks SWOT

Analisis potensi pertanian dan situasi ketersediaan pangan

Arsitektur strategi agribisnis penganekaragaman konsumsi

(30)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor. Reseponden dalam penelitian ini adalah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bogor, anggota kelompok kerja ahli Dewan Ketahanan Pangan Jawa Barat, dan institutsi mitra BKP5K,. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan, yaitu bulan Juni 2013 hingga Desember 2013, sedangkan pengumpulan data berlangsung selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2013 hingga September 2013.

Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepala, sekretaris dan kepala bidang ketahanan pangan BKP5K Kabupaten Bogor mengenai kondisi internal dan eksternal BKP5K Kabupaten Bogor untuk mencapai tujuan SPM Ketahanan Pangan bagian penganekaragaman konsumsi pangan. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait dan studi pustaka yang relevan. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan Data

1 Ketersediaan pangan BKP5K (Data Sekunder) Pencatatan hasil dan print out Kaji Tindak Pembangunan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor (Tahun 2012)

2 Konsumsi pangan BKP5K (Data Sekunder) Pencatatan hasil dan print out Kaji Tindak Pembangunan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor (Tahun 2012)

3 RPJMD Kabupaten Bogor 2008-2013

Bappeda Kabupaten Bogor (Data Sekunder)

Penyalinan dan penyaringan dokumen yang relevan

4 Renstra BP4K Kabupaten Bogor 2008-2013

BKP5K (Data Sekunder) Penyalinan dan penyaringan dokumen yang relevan

5 Renja BKP5K

Kabupaten Bogor 2013

BKP5K (Data Sekunder) Penyalinan dan penyaringan dokumen yang relevan

7 Analisis faktor

internal dan eksternal BKP5K

BKP5K (Data Primer) Wawancara

8 Validasi kuantitatif arsitektur strategi

(31)

Responden yang diwawancarai pada penenlitian ini terdiri dari pihak internal BKP5K dan eksternal BKP5K. Responden dari internal BKP5K adalah kepala badan, sekretaris badan, dan kepala bidang ketahanan pangan. Pertimbangan pemilihan responden adalah kepala badan berfungsi secara struktural sebagai pengambil keputusan terkait kebijakan hingga teknis kegiatan. Kepala badan juga memiliki posisi strategi dalam dewan ketahanan pangan Kabupaten Bogor, yaitu sebagai sekretaris dan anggota. Sekretaris badan berfungsi sebagai koordinator program dari semua bidang yang ada di BKP5K. Sekretaris dapat mewakili bidang lain selain bidang ketahanan pangan. Kepala bidang ketahanan pangan berfungsi sebagai manajer menengah yang mengetahui teknis kegiatan di lapangan. Peneliti mewawancara responden internal BKP5K untuk mengetahui faktor kunci kesuksesan internal dan eksternal badan untuk menganekaragamkan pangan masyarakat dan penentuan validasi kuantitatif arsitektur strategi.

Wawancara responden internal BKP5K dilakukan tiga tahap. Tahap pertama adalah wawancara untuk identifikasi faktor internal dan eksternal. Tahap pertama dilakukan dengan cara wawancara tatap muka. Tahap kedua adalah wawancara untuk penentuan faktor kunci dari lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh bagi keberhasilan penganekaragaman pangan masyarakat Kabupaten bogor. Tahap kedua dilakukan dengan cara FGD (Focus Group Discussion). Tahap ketiga adalah penetuan skor kepentingan dan skor prioritas alternatif strategi untuk penyusunan arsitektur strategi. Tahap ketiga dilakukan dengan cara pengisian kuisioner skala skor kepentingan dan skor prioritas.

Responden eksternal BKP5K meliputi anggota kelompok kerja ahli dewan ketahanan pangan Jawa Barat dan institusi rekanan kerja BKP5K. Peneliti mewawancara responden eksternal untuk memperkaya objektivitas dalam menentukan faktor kunci internal dan eksternal.

Metode Pengolahan Data

Penyusunan strategi penganekaragaman konsumsi pangan di Kabupaten Bogor untuk mencapai SPM tahun 2015 dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan identifikasi kondisi atau gambaran umum Kabupaten Bogor, yang meliputi geografi, kependudukan, dan sosial ekonomi secara deskriptif. Kemudian, langkah yang dilakukan selanjutnya adalah analisis potensi pertanian dan situasi konsumsi pangan, baik mutu dan jumlahnya, di Kabupaten Bogor. Untuk menyusun strategi, peneliti melakukan analisis isi dari dokumen kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor terkait ketahanan pangan. Dokumen yang dianalisis pada penelitian ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor 2008-2013, Rencana Strategis (Renstra) BKP5K Kabupaten Bogor 2008-2013, dan Rencana Kerja (Renja) BKP5K 2013.

(32)

penelitian ini adalah mencapai target SPM pada tahun 2015 dan mencapai visi dan misi BKP5K.

Kemudian, faktor-faktor tersebut dijadikan landasan untuk penyusunan alternatif strategi menggunakan matriks SWOT. Adapun David (2009) menyebutkan terdapat delapan langkah dalam membentuk Matriks SWOT, yaitu: 1. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama,

2. Membuat daftar ancaman-ancaman eksternal utama, 3. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama, 4. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama,

5. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi SO,

6. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi WO,

7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi ST,

8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi WT.

Terdapat beberapa hal penting yang terkait dalam penyusunan matriks SWOT. Pertama, strategi SO/WO/ST/WT diupayakan dinyatakan secara kuantitatif dan spesifik. Kedua, setiap strategi dalam matriks SWOT dicantumkan lambang dari mana strategi tersebut diperoleh, misalnya W2, O2. Strategi tidak diciptakan dari kekosongan.

Penyusunan alternatif strategi dilakukan dengan masukan target BKP5K untuk meningkatkan atau menurunkan produksi dan konsumsi kelompok pangan tertentu. Tujuan pencapaian target tersebut adalah untuk memenuhi kewajiban SPM dari tahun ke tahun dan harus tercapai pada tahun 2015. Target tersebut merupakan masa depan penganekaragaman pangan di Kabupaten Bogor. Target kuantitatif tersebut digunakan pula pada penyusunan prioritas strategi menggunakan pendekatan arsitektur strategi.

Setelah alternatif strategi diperoleh, langkah selanjutnya adalah penyusunan prioritas pelaksanaan strategi dengan menggunakan pendekatan arsitektur strategi. Penentuan prioritas strategi yang terlebih dahulu dilaksanakan mempetimbangkan kebutuhan yang mendasar bagi BKP5K untuk mencapai SPM. Selain itu, penentuan prioritas strategi berdasarkan strategi tertentu sebagai prasyarat atau pendukung strategi yang dilaksanakan selanjutnya.

Penyusunan arsitektur strategi dilakukan dengan memerhatikan visi dan misi organisasi, analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, melakukan “pengintipan terhadap masa depan yang akan dihadapi” atau industry foresight, mengetahui dan memahami tantangan organisasi, dan sasaran yang ingin dicapai (Yoshida 2006). Industry foresight adalah gambaran tentang hal-hal yang potensial dalam organisasi yang dapat dikembangkan di masa depan. Penyusunan industry foresight dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi, regulasi yang dikeluarkan dan rancangan regulasi yang akan diterapkan, demografi wilayah terutama faktor tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan, dan gaya hidup yang berlaku.

(33)

umumnya diprioritaskan pada kelemahan organisasi yang berkaitan erat dengan kekuatan organisasi. Sasaran adalah tujuan organisasi yang dikuantifikasi dengan baik. Seluruh poin diatas dipadukan untuk mendapatkan subuah peta umum strategi yang akan diimplementasikan. Gambar 4 menjelaskan tahapan penyusunan arsitektur strategi penelitian ini.

Analisis lingkungan internal diperoleh dengan menganalisis dokumen rencana kerja BKP5K Kabupaten Bogor tahun 2013, rencana strategis BKP5K Kabupaten Bogor tahun 2008-2013, dan wawancara dengan responden. Adapun responden terdiri dari kepala BKP5K, kepada bidang ketahanan pangan BKP5K Kabupaten Bogor, dan kepala bidang penyuluh pertanian BKP5K Kabupaten Bogor. Analisis lingkungan eksternal diperoleh dengan menganalisis kondisi umum Kabupaten bogor yang terdiri dari geografi, sosial ekonomi, dan kependudukan, analisis potensi pertanian, situasi ketersediaan pangan, dan situasi konsumsi pangan, dan RPJMD Kabuapten Bogor 2008-2013.

Visi dan misi BKP5K diperoleh dari dokumen rencana strategis BKP5K Kabupaten Bogor 2008-2013, tantangan BKP5K, menurut responden, merupakan tugas, pokok, dan fungsi badan, alternatif strategi diperoleh dari hasil matriks SWOT, dan masa depan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan kewajiban BKP5K untuk memenuhi SPM pada tahun 2015. Untuk mencapai SPM pada tahun 2015, BKP5K memiliki target per tahun untuk meningkatkan atau menurunkan produksi dan konsumsi kelompok pangan tertentu. Target tersebut dibuat secara kuantitatif dalam satuan skor PPH, kkal/kapita/hari, kg/kapita/tahun, ton per tahun. Target tersebut menjadi masukan pula bagi penyusunan alternatif strategi. Pencapaian SPM pada tahun 2015 merupakan kondisi yang memengaruhi penyusunan rentang waktu pada arsitektur strategi.

Data-data tersebut digunakan untuk menyusun prioritas pelaksanaan strategi menggunakan pendekatan arsitektur strategi. Arsitektur strategi disusun untuk mencapai tujuan menganekaragamkan pangan masyarakat yang memenuhi standar SPM pada tahun 2015. Kemudian, hasil arsitektur strategi dirinci dalam bentuk program kerja. Adapun hal yang dipetakan dalam arsitektur strategi adalah strategi hasil formulasi dari matriks SWOT. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan program kerja yang direkomendasikan dilakukan saat strategi tersebut dilakukan. Program kerja tidak dilakukan bertahap dari tahun ke tahun.

Validasi kuantitatif arsitektur strategi

(34)

Gambar 4 Tahapan penyusunan arsitektur strategi BKP5K Kabupaten Bogor

Penentuan skala dilakukan oleh responden internal BKP5K, yaitu kepala, sekretaris, dan kepala bidang ketahanan pangan BKP5K. Setiap pendapat responden diberikan bobot, yaitu kepala BKP5K sebesar 90 persen, sekretaris BKP5K sebesar 5 persen, dan kepala bidang ketahanan pangan BKP5K sebesar 5 persen. Penetuan nilai bobot berdasarkan posisi pengambilan keputusan strategi mana yang akan dilaksanakan. Kepala badan memiliki bobot 90 persen karena kepala badan memiliki fungsi menentukan secara dominan strategi yang akan dilaksanakan. Sekretaris memiliki fungsi mengoordinasikan strategi yang diusulkan setiap bidang. Kepala bidang ketahanan pangan memiliki fungsi merumuskan dan mengusulkan strategi yang akan dilaksanakan.

Perhitungan validasi kuantitatif arsitektur strategi dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata skor kepentingan, dengan rumus sebagai berikut:

��

���� =∑ �

∑ � =

�(90% ��) +�5% ���+ (5% ���)�

Keterangan:

��

����= rata-rata skor kepentingan

∑ �= jumlah skor kepentingan dari tiga responden

∑ �= = jumlah alternatif strategi

�� = skor kepentingan yang diberikan kepala BKP5K untuk strategi ke-i

�� = skor kepentingan yang diberikan sekretaris BKP5K untuk strategi ke-j

Analisis lingkungan

internal

Analisis lingkungan eksternal

Tantangan BKP5K

Masa depan penganekaragaman

pangan di Kabupaten Bogor Visi dan

misi BKP5K

Arsitektur strategi

Rekomendasi Program Kegiatan Alternatif

(35)

�� = skor kepentingan yang diberikan kepala bidang ketahanan pangan

BKP5K untuk strategi ke-k

2. Menghitung rata-rata skor prioritas, dengan rumus sebagai berikut:

��

���� =∑ �

∑ � =

�(90% ��) +�5% ���+ (5% ��)�

Keterangan:

��

���� = rata-rata skor prioritas

∑ �= jumlah skor prioritas dari tiga responden

∑ � = = jumlah alternatif strategi

��= skor prioritas yang diberikan kepala BKP5K untuk strategi ke-i �� = skor prioritas yang diberikan sekretaris BKP5K untuk strategi ke-j

�� = skor prioritas yang diberikan kepala bidang ketahanan BKP5K untuk

strategi ke-k

3. Menghitung bobot kepentingan, dengan cara sebagai berikut

�� = �������

∑ ������

Keterangan:

��= bobot kepentingan

��� = rata-rata skor kepentingan ke-n ∑ ������ = jumlah rata-rata skor kepentingan

4. Menghitung urutan prioritas

�� =���������

Keterangan:

�� = urutan prioritas

��= bobot kepentingan

��

���� = rata-rata skor prioritas

(36)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Kabupaten Bogor

Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Bogor

Visi Pemerintah Kabupaten Bogor untuk periode tahun 2008-2013 adalah “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Bertakwa, Berdaya, dan Berbudaya Menuju Sejahtera”. Pernyataan visi kemudian dijabarkan ke dalam tujuh misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesolehan sosial masyarakat dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Meningkatkan perekonomian daerah yang berdaya saing dengan titik berat

pada revitalisasi pertanian dan pembangunan yang berbasis pedesaan.

3. Meningkatkan infrastruktur dan aksesibilitas daerah yang berkualitas dan terintegrasi secara berkelanjutan.

4. Meningkatkan pemerataan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan. 5. Meningkatkan pelayanan kesehatan berkualitas.

6. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

7. Meningkatkan kerjasama pembangunan daerah.

Dalam mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah Kabupaten Bogor memerlukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Adapun tujuan dan sasaran dari visi-misi yang bersangkutan dengan penelitan ini adalah misi nomor dua, adapun tujuannya adalah:

1. Meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis pedesaan. 2. Meningkatkan aktivitas ekonomi daerah berbasis potensi lokal dalam rangka

meningkatkan daya beli masyarakat.

3. Meningkatkan minat investasi dan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor. Sedangkan, sasaran dari misi 2 adalah:

1. Meningkatnya produksi, produktivitas, distribusi, dan konsumsi pangan daerah. 2. Berkembangnya agribisnis pertanian dan akuabisnis perikanan.

3. Meningkatkan aksesibilitas wilayah pedesaan.

4. Meningkatnya jumlah koperasi aktif dan kemandirian usaha mikro, kecil, dan menengah dalam mengembangkan ekonomi lokal.

5. Meningkatkan jumlah dan kemandirian industri kecil dan menengah dalam mengembangkan ekonomi lokal.

6. Meningkatkan nilai dan volume produk ekspor.

Visi dan misi Kabupaten Bogor 2008-2013 tidak secara eksplisit mencantumkan ketahanan pangan di dalamnya, tidak seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat memengaruhi daya saing ketahanan pangan dari sudut padang politis. Ketahanan pangan tercantum di tujuan pada misi 2. Selain itu, misi yang berkaitan dengan penelitian ini adalah misi 7. Adapun tujuannya misi 7 adalah meningkatkan jejaring kerjasama dengan stakeholder dalam pembangunan dan sasarannya adalah meningkatnya kerjasama antar pemerintah dan pihak ketiga.

Geografi, Kependudukan, dan Sosial Ekonomi

(37)

persen berada pada ketinggian 15-100 meter dpl, 42.62 persen berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19.53 persen berada pada ketinggian 500-1 000 meter dpl, 8.43 persen berada pada ketinggian 1 000-2 000 meter dpl, dan 0.22 persen berada pada ketinggian 2 000-2 500 meter dpl. Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa daratan tinggi, perbukitan, dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa, dan basalt.

Iklim wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2 500-5 000 mm/tahun, kecuali di wilayah utara dan sebagian kecil di wilayah timur. Pada daerah tersebut curah hujan kurang dari 2 500 mm/tahun. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20o – 30o C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25o. Kelembaban udara 70 persen dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata-rata 1.2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata-rata sebesar 146.2 mm/bulan.

Kondisi agroekologi tersebut memungkinkan pemerintah Kabupaten Bogor dapat mengembangkan berbagai jenis komoditas pangan pada daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut mendukung ketersediaan pangan di Kabupaten Bogor yang beranekaragam. Tabel 8 menunjukkan berbagai jenis pangan yang dikembangkan di berbagai kecamatan.

Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan, yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 sebanyak 4 477 296 jiwa atau 11.07 persen dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat dan merupakan jumlah penduduk terbesar di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Komposisi penduduk terdiri dari 2 446 251 jiwa laki-laki dan 2 316 958 jiwa perempuan. Adapun rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama 2000-2010 sebesar 3.13 persen.

Indeks Daya Beli masyarakat Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari 62.01 poin, dengan tingkat kemampuan daya beli sebesar Rp628 340/kapita/bulan pada tahun 2009, menjadi 62.28 poin, dengan tingkat kemampuan daya beli sebesar Rp629 500/kapita/bulan pada tahun 2010. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bogor berdasarkan harga berlaku pada tahun 2010 mencapai Rp73.8 triliun dan berdasarkan harga konstan 32.53 triliun. Sedangkan, pendapatan per kapita menurut PDRB harga berlaku Rp15 493 903/kapita/tahun dan menurut harga konstan sebesar Rp 6 828 684/kapita/tahun.

Dari komposisi umur penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2007, yaitu usia 0-14 tahun sebanyak 1 209 386 jiwa, usia 15-64 tahun sebanyak 2 871 380 jiwa, dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 157 196 jiwa. Angka beban ketergantungan mencapai 47.59 yang berarti diantara 48 orang penduduk usia produktif menanggung sebanyak 100 orang penduduk usia non produktif. Jumlah pengangguran terbuka sebanyak 206 624 orang pada tahun 2010.

(38)

ketersediaan pangan, tetapi pendidikan kepada masyarakat mengenai diversifikasi konsumsi pangan. Hal ini didukung oleh BKP5K telah membentuk dewan penggerak ketahanan pangan tingkat kecamatan. Kelembagaan tingkat kecamatan lainnya yang dapat dimanfaatkan, yaitu koperasi, PKK, dan posyandu. Hasil yang diharapkan adalah bergeraknya ekonomi masyarakat di tingkat kecamatan dan meningkatkan daya beli masyarakat, sesuai yang dijelaskan Matroell dalam

Baliwati (2009) pada Gambar 1.

Angka Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 2010, berdasarkan harga konstan, sebesar 5.09 persen. Inflasi pada tahun 2010 sebesar 6.79 persen. Adapun berdasarkan lapangan usaha, persentase kontribusi laju pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

1. Sektor primer yang meliputi lapangan usaha: pertanian, perkebunan, perternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 0.23 persen, pertambangan dan penggalian sebesar 0.07 persen. Total kontribusinya terhadap LPE keseluruhan LPE sebesar 0.3 persen.

2. Sektor sekunder yang meliputi lapangan usaha: industri pengolahan sebesar 2.55 persen listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.17 persen, dan bangunan sebesar 0.35 persen. Total kontribusinya terhadap LPE sebesar 4.04 persen. 3. Sektor tersier yang meliputi lapangan usaha: perdagangan, hotel, dan restoran

sebesar 1.14 persen, pengangkutan dan komunikasi sebesar 0.39 persen, keuangan dan jasa peusahaan sebesar 0.1 persen, serta jasa-jasa lainnya sebesar 0.19 persen. Total kontribusinya terhadap LPE sebesar 1.82 persen.

Berdasarkan uraian diatas, kontribusi LPE sektor sekunder merupakan yang tertinggi di antara sektor lainnya. Hal ini mengindikasikan peranan pertumbuhan industri bergerak positif seiring dengan dimulainya realisasi investasi yang msauk pada kelompok lapangan usaha di sektor sekunder.

Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi BKP5K dalam usahanya untuk menganekaragamankan pangan masyarakat. BKP5K melalui dewan ketahanan pangan Kabupaten Bogor dapat merumuskan kebijakan pemerintah bahwa sektor sekunder harus mengeluarkan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) untuk pengembangan penganekaragaman pangan, baik dari segi ketersediaan maupun konsumsi.

Potensi Pertanian Kabupaten Bogor

Gambar

Tabel 1  Potensi proyeksi bisnis pangan di Kabupaten Bogor tahun 2013a
Gambar 1 Hubungan antara pangan dan pembangunan ekonomi (Martoell dalam
Tabel 2 Indikator SPM bidang ketahanan pangan tingkat kabupaten/kotaa
Tabel 3  Situasi konsumsi pangan di Kabupaten Bogora
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena Titip Absen di Kalangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya”. Berbicara tentang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,

10 Aqiila Rafi Pratama SMPN 9 Kota Probolinggo 9. 11 Dzar Ghifary SMPN

Kacang Gude mengandung senyawa antigizi, yaitu senyawa polifenol (tannin) yang menghambat enzim tripsin, kimotripsin, dan amilase (inhibitor tripsin, inhibitor

Keywords: hedoni priing; university town; rental externalities; noise pollution;

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : waktu optimum, kuat arus optimum, dan batas konsetrasi terbentuknya iod (I 2 ) pada elektrolisis larutan kalium iodida

Bagi peneliti, dapat memberikan gambaran pemahaman tentang pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan pada Provinsi Jawa

Faktor Pendekatan Leadership 4H, Dari Leadership 4H itu sendiri sebagai basis dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Cendekia Leadership School (CLS) memiliki ranah

Tabel 4.3 Data penentuan kondisi optimum terhadap persen perolehan rendemen hasil setelah rekristalisasi senyawa I dengan bantuan iradiasi gelombang mikro