• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman jati (tectona grandis, l.f) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus : rph getas, bkph monggot, kph gundih, perum perhutani unit I Jawa Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman jati (tectona grandis, l.f) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus : rph getas, bkph monggot, kph gundih, perum perhutani unit I Jawa Tengah)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU ALIRAN DAN EROSI PERMUKAAN DI LAHAN

HUTAN TANAMAN KAYU JATI (Tectona grandis, L.f)

DENGAN BERBAGAI

TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih

Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)

YAYAT SARIF HIDAYATULLAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

YAYAT SARIF HIDAYATULLAH. Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Dibimbing oleh HENDRAYANTO dan CORRYANTI.

Penggunaan lahan dengan tujuan tertentu tanpa memperhatikan aspek Konservasi Tanah dan Air (KTA) selain berdampak negatif terhadap produktivitas lahan, juga mengakibatkan sedimentasi dan peningkatan aliran permukaan di hilir yang berpotensi banjir dan pendangkalan sungai maupun waduk. Oleh karena itu, penelitian aliran dan erosi permukaan dipandang perlu dilakukan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola lahan dalam upaya pengendalian aliran dan erosi permukaan serta sedimentasi.

Penelitian dilaksanakan di petak 59j, RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan November 2010 – Maret 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan konservasi tanah dan air yang terbaik di lahan hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) ditinjau dari indikator aliran permukaan dan erosi. Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk merumuskan kebijakan pemanfaatan lahan hutan dalam pembangunan hutan tanaman.

Hasil pengukuran menunjukkan besarnya laju aliran di plot 1 (jati, jagung, dan kemlandingan) > plot 4 (teras bangku) > plot 3 (teras gulud) > plot 2 (teras gulud). Sedangkan besarnya erosi permukaan di plot 1 (jati, jagung, dan kemlandingan) > plot 3 (teras gulud) > plot 4 (teras bangku) > plot 2 (teras gulud). Laju aliran di masing-masing plot yaitu : 6734,39 m3/ha/tahun (plot 1), 2253,94 m3/ha/tahun (plot 2), 3103,44 m3/ha/tahun (plot 3), dan 3187,43 m3/ha/tahun (plot 4), sedangkan laju erosi permukaan di masing-masing plot yaitu : 3,11 ton/ha/tahun (plot 1), 1,01 ton/ha/tahun (plot 2), 2,26 ton/ha/tahun (plot 3) dan 2,54 ton/ha/tahun (plot 4). Berdasarkan uji beda 2 nilai rata-rata, laju aliran dan erosi permukaan di setiap plot tersebut tidak berbeda nyata (Vtp1 = Vtp2 = Vtp3 = Vtp4 dan Etp1 = Etp2 = Etp3 = Etp4).

Nilai erosi yang diperbolehkan (Edp) di masing-masing plot berkisar antara 16-17 ton/ha/tahun. Maka erosi permukaan yang terjadi di keempat plot erosi tersebut masih dalam batas aman. Berdasarkan kriteria Indeks Bahaya Erosi yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju erosi permukaan tersebut berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi dengan solum tanah 60-90 cm termasuk kategori ringan.

Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu : praktik penggunaan lahan di seluruh plot menghasilkan erosi permukaan yang lebih kecil dari erosi permukaan yang diperbolehkan. Pembuatan teras baik teras gulud dan teras bangku, dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi permukaan dibandingkan dengan plot yang tidak menggunakan teras. Penggunaan teras gulud merupakan tindakan konservasi tanah dan air yang terbaik dalam usaha penanaman Jati (Tectona grandis) berdasarkan kriteria laju aliran dan erosi permukaan

(3)

SUMMARY

YAYAT SARIF HIDAYATULLAH. E14061058. Surface Run Off and Surface Erosion in Teak (Tectona grandis, L.f) Forest with Various Soil and Water Conservation Measures (Case Study : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Under Supervision byHENDRAYANTO dan CORRYANTI

Land use activities for a certain purpose without considering soil and water conservation principles could impact negatively on the productivity of land, as well as sedimentation, in the downstream area, and further flood and siltation of rivers and reservoirs. Therefore, reseraches on surface run off and soil surface erosion are necessary as inputs for land manager, to manage the the land to control surgace run-off and soil ersosion as well as`sedimentation.

The research was conducted in the area of compartment no 59j, RPh Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perhutani Unit I Central Java in period November 2010 - March 2011. The aim of this research is to obtain the best practice on teak planting based on surface run off and soil erosion rate. The Benefit of the research is to provide information to formulate policies of teak forest management.

The result show that surface run off in plot 1 (teak, corn, and kmelandingan) > plot 4 (bench terraces) > plot 3 (ridge terraces) > plot 2 (ridge terraces), and surface erosion on plot 1 (teak, corn, and kemlandingan) > plot 3 (ridge terraces) > plot 4 (bench terraces) > plot 2 (ridge terraces). The rate of surface run off in each plots are 6734,39 m3/ha/year (plot 1), 2253,94 m3/ha/tahun (plot 2), 3103,44 m3/ha/year (plot 3), dan 3187,43 m3/ha/year (plot 4), while the rate of surface erosion in each plots are 3,11 ton/ha/year (plot 1), 1,01 ton/ha/year (plot 2), 2,26 ton/ha/year (plot 3) dan 2,54 ton/ha/year (plot 4). Based on the results of t-test, the average values of the surface run off of each plots are not significantly different (Vtp1 = Vtp2 = Vtp3 = Vtp4 dan Etp1 = Etp2 = Etp3 = Etp4).

Tolarable erosion values in each plot ranges from 16-17 tonnes / ha / year. The result of erosion in each plot show that actual erosion in each plot is lower than tolarable erosion. Based on Erosion Hazard Index criteria published by the Ministry of Forestry, and soil solum of 60-90 cm the erosion of each plot is categorized as low.

This Research concludes that, actual erosion in each plot is lower than tolarable erosion. The making of gulud terraces and bench terraces can reduce surface runoff and erosion, compared with plots that do not use the terrace. Based on criteria of surface rum off and surface erosion, the utilization of ridge terraces, is the best soil and water conservation measures in application of teak planting.

(4)

LAJU ALIRAN DAN EROSI PERMUKAAN DI LAHAN

HUTAN TANAMAN KAYU JATI (Tectona grandis, L.f)

DENGAN BERBAGAI

TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih

Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor

YAYAT SARIF HIDAYATULLAH

E14061058

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(6)

Judul Skripsi : Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis, L.f) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)

Nama : Yayat Sarif Hidayatullah

NIM : E14061058

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hendrayanto M, Agr Dr. Ir. Corryanti, M.S NIP 19611126 1986011 001 NIP. 196600103 198603 2 004

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401199403 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 23 Mei 1989 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Ayip Memet Ghozy dan Ibu Ratu Yanti Murniati. Pendidikan formal yang ditempuh adalah SDN Multatuli MCB VI Rangkasbitung pada tahun 1994-2000, SLTP Negeri 4 Rangkasbitung pada tahun 2000-2003, SMA Negeri 1 Rangkasbitung pada tahun 2003-2006, dan pada tahun 2006 penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama melaksanakan studi, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan diantaranya Keluarga Mahasiswa Banten IPB dan Dormitory English Club (DEC) pada tahun 2007-2008, menjadi Staf Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM-E) pada tahun 2008-2009, menjadi Staf Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (Forest Management Student Club/FMSC) pada tahun 2009-2010. Selain aktif di organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan dan Teknik Inventarisasi Sumber Daya Hutan pada tahun 2009. Pada tahun 2010 menjadi asisten mata kuliah Hidrologi Hutan dan Analisis Biaya Pengelolaan Hutan.

Penulis pernah melakukan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Tanggeung, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Selanjutnya penulis mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah selama 2 bulan terhitung dari Bulan April sampai Bulan Juni 2010.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) dengan lancar.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Ayip Memet Ghozy dan Ibu Ratu Yanti Murniati dan keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doanya.

2. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Corryanti selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan Skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan, Staf Tata Usaha (Pak Syaiful, Pak Edi, dan Ibu Asih), mamang dan bibi serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan.

4. Bapak dan Ibu Dwi, Ari, Bapak dan Ibu Supriyanto, Mas Agus serta staf pekerja di BKPH Monggot, KPH Gundih telah banyak membantu dalam penelitian ini.

5. Bapak Muhadi, Bapak Angga, Bapak Lilik, Mas Edy Purwanto, Mas Adam, Mas Rizal, Mas Desto, Mbak Wina.

6. Serta teman-teman Rimbawan, Arkan, Pras, Golden, terima kasih atas persahabatan yang terjalin selama penelitian.

7. Teman-teman Lab. Hidrologi (Budi, Rangga, Maria, Popy, Hangga, Nina, Candra, Adnan, Asep, Ajo, Finy, Sony, Rahma, Ilham, dll) Terima kasih atas diskusi terkait Hidrologi.

(9)

Ican, Ma’cie, Muti, Wowo, Dian N, Ina, Nana, Surya, Agus, Dadunk, Ardi Anom, Indra, Radit, Ajo, Amel, Ferra, Aci, Devi, Chika, Wulan, Lana, Wiwin, Ayu, Linda Z, Cope, Yeni, TB, Sesa, Yuni, Nesya, Mince, Sofi, Hasan, , Edi, Ian, Lemenk, Iyis, Aida, Adek, Dinul, Karjo, Janu, dan Yoyok) atas kekeluargaan yang terjalin selama ini.

9. Teman-teman di Fakultas Kehutanan, yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala pembelajaran hidup dan kebersamaannya selama ini.

10.Seluruh pihak yang terkait yang baik secara langsung atau tidak langsung telah membantu penelitian dan pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

(10)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam Skripsi ini adalah “Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus : RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan praktik pembuatan tanaman jati terbaik ditinjau dari indikator aliran permukaan dan erosi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk merumuskan kebijakan penggunaan lahan di Perum Perhutani dan perumusan penelitian selanjutnya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi ... 4

2.2 Pengertian Erosi dan Aliran Permukaan ... 4

2.3 Metode Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi ... 7

2.4 Metode Pendugaan Aliran Permukaan dan Erosi ... 8

2.5 Air Tanah ...12

2.6 Pengertian dan Teknik KTA ...12

2.7 Aliran dan Erosi Permukaan dengan Berbagai Bentuk Penggunaan Lahan ...19

II. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...22

3.2 Alat dan Bahan ...22

3.3 Pengumpulan Data ...24

3.4 Pengolahan Data ...31

3.5 Analisis Data ...33

IV. BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis, Luas Areal dan Batas Administratif KPH Gundih ...35

4.2 Kondisi Iklim...35

(12)

4.4 Hidrologi ...36

4.5 Keadaan Geologi dan Jenis Tanah ...36

4.6 Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat ...37

V. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ...38

5.1.1. Curah Hujan ...38

5.1.2. Aliran dan Erosi Permukaan Hasil Pengukuran ...40

5.1.3. Hubungan antara Curah Hujan dengan Aliran Permukaan dan dengan Erosi Permukaan ...41

5.1.4. Dugaan Aliran dan Erosi Permukaan Setahun ...44

5.1.5. Laju Erosi yang Dapat Diperbolehkan dan Indeks Bahaya Erosi ...45

5.2 Pembahasan ...45

5.2.1. Perbedaan Aliran dan Erosi Permukaan di setiap Tindakan Konservasi Tanah dan air ...45

5.2.2. Hubungan antara Curah Hujan dengan Aliran dan Erosi Permukaan ...46

5.2.3. Erosi yang Diperbolehkan dan Indeks Bahaya Erosi ...47

VI. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...49

5.2 Saran ...49

DAFTAR PUSTAKA ... .50

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Matriks penilaian perbedaan karakteristik masing-masing poot erosi ... 29

2. Tingkat bahaya erosi berdasarkan tebal solum tanah dan besarnya bahaya erosi... 32

3. Keadaan konfigurasi lapangan areal hutan KPH Gundih...35

4. Perbandingan curah hujan selama pengamatan di lokasi penelitian dengan curah hujan selama 1 (satu) tahun di Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi ...38

5. Statistik aliran permukaan dan erosi permukaan ...40

6. Analisis regresi di masing-masing plot erosi ...40

7. Pendugaan aliran dan erosi permukaan setahun ...43

8. Indeks bahaya erosi ...44

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lokasi penelitian ...21

2. Bak erosi A ...22

3. Bak erosi B dan C ...22

4. Penakar curah hujan manual (ombrometer) ...22

5. Skema plot dan bak ukur erosi dan aliran permukaan ...23

6. Sketsa plot 1 ...25

7. Sketsa plot 2 (teras gulud) ...26

8. Sketsa plot 3 (teras gulud) ...27

9. Sketsa plot 4 (kombinasi teras gulud dengan teras bangku). ...28

10. Curah hujan selama pengamatan. ...36

11. Jumlah curah hujan dan aliran permukaan di setiap plot pengukuran ...38

12. Jumlah curah hujan dan aliran permukaan di setiap plot pengukuran ...38

13. Diagram tebar hubungan curah hujan dengan aliran permukaan selama penelitian di setiap lokasi plot pengukuran ...39

14. Gambaran plot 1 dilapangan ...54

15. Gambaran plot 2 dilapangan ...54

16. Gambaran plot 3 dilapangan ...54

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penggunaan lahan dengan tujuan tertentu tanpa memperhatikan aspek Konservasi Tanah dan Air (KTA) selain berdampak negatif terhadap produktivitas lahan, juga mengakibatkan sedimentasi dan peningkatan aliran permukaan di hilir yang bepotensi banjir dan pendangkalan sungai maupun waduk. Erosi yang terjadi mengakibatkan hilangnya lapisan atas tanah yang banyak mengandung unsur hara dan bahan organik, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara dan memiliki sifat fisik yang buruk, diantaranya adalah memiliki kemampuan menyimpan air yang rendah. Fenomena alam seperti ini umumnya terjadi di lahan miring yang tidak disertai dengan tindakan konservasi tanah yang memadai.

Tindakan KTA dilakukan untuk mengendalikan laju dan jumlah aliran permukaan serta erosi permukaan tanah, tingkat kesuburan tanah untuk mendukung terpeliharanya tingkat produktivitas lahan dan mengendalikan sedimentasi dan aliran permukaan di bagian hilir pada tingkat yang tidak membahayakan. Tindakan KTA juga dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dipengaruhi oleh karakteristik fisik lokasi, tanah, topografi, dan iklim. Pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan digunakan pada lokasi tertentu, ditentukan oleh berbagai kriteria, termasuk didalamnya ada faktor topografi dan kemiringan lahan, dan pemilihan lokasi yang tepat akan memberikan efek positif dan optimalisasi tujuan dari bangunan konservasi tanah mekanis.

(17)

Dan yang terakhir, metode mekanis adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi laju aliran dan erosi permukaan serta meningkatkan stabilitas agregat tanah (Arsyad 1989).

Pengendalian Erosi dengan cara mekanis dilakukan dengan usaha-usaha yang dilakukan pada tanah serta pembuatan bangunan untuk mengurangi laju erosi, Pengendalian erosi dengan cara mekanis ini terdiri dari berbagai macam cara, yaitu : pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, guludan, parit pengelak, teras, dam penghambat, waduk, kolam, rorak, tanggul, perbaikan drainase, dan irigasi. Salah satu jenis dari cara mekanis berupa pengolahan tanah yaitu metode terasering. Terasering ini adalah suatu teknik atau cara pengendalian erosi secara mekanis, dengan cara membuat trap-trap atau terasering yang berfungsi untuk menahan longsoran tanah pada tebing/lahan yang curam, memperkuat lahan berteras, dan melengkapi serta memperkuat cara vegetatif.

Praktik pembuatan tanaman dengan berbagai pola tanam dan penggunaan bangunan konservasi tanah dan air, seperti teras dan gulud perlu dikaji tingkat produktivitas lahannya. Hal ini dilakukan untuk mengkaji aspek pertumbuhan tanaman, kehilangan tanah dan unsur hara akibat aliran dan erosi permukaan, dan nilai finansial maupun ekonomi dari praktik pembuatan tanaman tersebut.

(18)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan konservasi tanah dan air yang terbaik di lahan hutan Tanaman Kayu Jati (Tectona grandis, L.f) ditinjau dari indikator aliran permukaan dan erosi.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk merumuskan kebijakan penggunaan lahan di Perum Perhutani dan perumusan penelitian selanjutnya.

1.4Hipotesis Penelitian

Penggunaan teras dalam penggunaan lahan dapat mereduksi laju aliran dan erosi permukaan.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan bumi, terjadinya, peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisika, dan reaksi dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan mahluk-mahluk hidup. Karena perkembangannya yang begitu cepat hidrologi telah menjadi ilmu dasar bagi pengelolaan sumberdaya air (rumah tangga air) yang merupakan pengembangan, agihan dan penggunaan sumberdaya air secara terencana. (Seyhan 1977).

Air di permukaan bumi terus menerus mengalami sirkulasi. Pertama air menguap ke udara melalui beberapa proses dan jatuh sebagai hujan ke permukaan laut atau daratan. Sebelum sampai ke permukaan tanah sebagian air menguap dan sebagian lagi tertahan pada tumbuhan yang sebagian akan menguap lagi dan sisanya mengalir melalui aliran batang (stemflow). Air yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan meresap (terinfiltrasi) dan sebagian akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang lebih rendah, dan masuk ke sungai dan akhirnya bermuara untuk sampai ke laut. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan keluar lagi dan masuk ke sungai, tetapi sebagian lagi akan sebagai air bawah tanah yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah. Dengan demikian sungai menampung tiga jenis aliran, yaitu aliran permukaan (surface run-off), aliran bawah permukaan (interflow atau sub-surface runoff) dan air bawah tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Siklus yang kontinyu antara air laut dan air daratan disebut sebagai siklus hidrologi. (Sosrodarsono dan Takeda 1983).

2.2Pengertian Erosi dan Aliran Permukaan

(20)

menahan air. Dengan demikian kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat, yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkat tersebut diendapkan (Arsyad 1989).

Erosi dapat timbul akibat adanya aksi dispersi dan tenaga pengangkut oleh air hujan yang mengalir di permukaan tanah. Untuk mengetahui batapa seriusnya masalah erosi, dapat digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan yang umum digunakan adalah dengan mengukur luas lahan yang rusak, intensitas erosi, maupun akibat yang ditimbulkan oleh erosi. Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi yang lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah, dan disebut sebagai limpasan permukaan (Arsyad 1989).

Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses terjadinya erosi, yaitu diawali dengan proses penghancuran agregat-agregat dan diakhiri dengan pengendapan (Utomo 1989).

Erosi, sedimentasi dan pengangkutan adalah akibat pengaruh air yang mengalir yang disebut tiga pengaruh yang besar. Pengangkutan sedimen oleh air yang mengalir dibagi dalam pengangkutan oleh suspens dan pengangkutan oleh gaya seret (tractive force). Pengangkutan oleh suspensi adalah peristiwa dispersi (penyebaran) air yang oleh daya seret adalah peristiwa gaya yang diakibatkan oleh aliran pada butir-butir pasir. Pengaruh-pengaruh ini adalah akibat kombinasi dari karakteristik hidrolis aliran dan karakteristik pasir dan kerikil dasar sungai. (Sosrodarsono dan Takeda 1983).

(21)
(22)

hujan. Erosi semacam ini dipengaruhi oleh variabel hidrologi/hidrolik yang mempengaruhi sistem sungai. (Hardiyatmo 2006).

Aliran permukaan mulai terjadi jika laju pasok air hujan lebih tinggi dari pada laju perembesan ke dalam tubuh tanah. Volume air aliran permukaan akan terus bertambah dengan semakin banyaknya air yang tidak dapat memasuki tubuh tanah (Poerwowidodo 1991).

2.3Metode Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi

Pengukuran laju erosi tanah terjadi dapat menggunakan 2 metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode-metode yang kualitatif antara lain metode potret udara dan metode citra satelit. Sedangkan metode pengukuran kuantitatif meliputi meliputi metode-metode pengukuran permukaan tanah, metode ukur cepat, metode tongkat ukur dan metode petak ukur kecil (Effendi 1996).

1. Metode Penurunan Permukaan Tanah

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya masa tanah yang telah tererosi dari jalur-jalur aliran-aliran permukaan di suatu lahan. Penetapan tebal lapisan tanah di jalur aliran permukaan yang telah tererosi dilakukan berdasarkan perbedaan ketinggian antara titik pengamatan di dasar alur erosi. Penetapan tebal lapisan tanah di sekitar pohon yang telah tererosi dilakukan berdasarkan perbedaan ketinggian antara titik pengamatan di lokasi yang searah dengan pangkal akar pohon dengan beberapa titik pengamatan di permukaan tanah yang terpampang saat ini (Effendi 1996).

2. Metode Ukur Cepat

(23)

3. Metode Tongkat Ukur

Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur perubahan kedalaman tanah akibat tererosi atau tertimbun yang berwujud tongkat bertanda ukur dengan bahan tahan lapuk selama pemakaian, ringan, mudah diperoleh, dan murah. Tongkat ukur tersebut dibenamkan ke dalam tanah sampai tanda nol berada tepat di permukaan tanah. Pemantauan laju erosi tanah di suatu lahan memerlukan lebih dari satu titik pengamatan, untuk ituperlu penempatan tongkat ukur yang dapat mewakili penampilan lahan. Setelah terjadi kejadian hujan tertentu akan terjadi perubahan tinggi permukaan tanah di titik-tittik pengamatan. Besarnya laju erosi tanah yang terjadi di dapat dengan mengalikannya dengan bobot isi tanah di lokasi kajian (Effendi 1996).

4. Metode Petak Ukur Kecil

Pembuatan petak ukur erosi tanah yang sesuai dengan aturan USLE kadang tidak mungkin dilakukan karena alasan waktu dan biaya. Ada suatu petak ukur tetap yang berukuran 200 m2 supaya memungkinkan pengukuran laju erosi tanah untuk jangka waktu yang cukup lama, yang diletakkan di lokasi-lokasi dengan keadaan tumbuhan beranekaragam (Effendi 1996).

2.4Metode Pendugaan Aliran Permukaan dan Erosi

Secara ideal metoda prediksi erosi harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang nampaknya bertentangan, yaitu dapat diandalkan, secara universal dapat digunakan dengan data yang mínimum, komperhensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan, dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna tanah dan tindakan konservasi. Terdapat 3 (tiga) model utama yaitu model fisik, model analog dan model digital. Model digital terdiri atas model deterministik, model stochastik dan model parametrik. Dalam prediksi erosi yang umum digunakan pada saat ini adalah model parametrik, terutama tipe kotak kelabu (Effendi 1996).

(24)

Metode analog adalah menggunakan sistem mekanikal atau listrik yang analog dengan sistem yang diselidik, sebagai contoh aliran listrik yang digunakan adalah untuk mensimulasikan aliran air (Effendi 1996).

Model digital didasarkan atas penggunaan komputer digital untuk memproses data yang banyak dalam waktu yang singkat. Model digital ini terdiri dari : Model Deterministik, Model Stokastik dan Model Parametrik (Effendi 1996).

Model determenistik didasarkan pada persamaan matematik untuk menjelaskan proses yang berperan di dalam model, dengan memperhitungkan hukum kontinuitas atau konservasi massa dan energi (Effendi 1996).

Model Stokastik didasarkan atas pengembangan urutan sintetik data yang berasal dari sifat statistik data contoh yang tersedia, berguna bagi untuk menghasilkan urutan masukan bagi model parametrik jika data yang tersedia hanya dari pengamatan yang pendek (Effendi 1996).

Model Parametrik didasarkan atas penggunaan hubungan yang secara statistik nyata antara peubah-peubah yang dianggap penting dari sejumlah data yang cukup tersedia. Tiga tipe análisis yang dikenal adalah : kotak hitam, yaitu jika hanya masukan dan keluaran yang ditelaah; kotak kelabu, yaitu jika cara kerja sistem itu ditelaah agak detail; dan kotak putih jika semua rincian bagaimana sistem itu bekerja dikemukakan. Contoh-contoh model parametrik untuk memprediksi erosi dengan pendekatan kotak hitam, kelabu, dan kotak putih dan model determenistik dikemukakan di bawah ini (Effendi 1996).

Pendekatan kotak hitam; meliputi penyesuaian masukan (yaitu curah hujan) dengan keluaran (sedimen) dengan suatu fungsi matematik yang sederhana tanpa usaha untuk memasukkan hubungan atau parameter-parameter lain yang berpengaruh. Suatu contoh yang khas dari persamaan ini adalah :

(25)

Model kotak kelabu; model ini umumnya didapat secara empirik, yang berakhir dalam bentuk hubungan antara besarnya erosi dengan sejumlah peubah berupa persamaan regresi (Effendi 1996).

Model kotak kelabu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS); mengembangkan kotak kelabu suatu DAS artinya untuk pengukuran erosi dilakukan ditempat keluarnya sedimen terbawa dari DAS tersebut, untuk satu kejadian hujan, sebagai berikut :

Log Qs = 1,1402  0,0524 DUR – 0,7764 Log Qw + 1,3735 Log Qq + 0,9892 Log

 0,4961 Log Qap + 0,2963 DY ... (2) yang menyatakan Qs adalah hasil sedimen dalam Kg, DUR adalah waktu hujan dalam jam, Qw adalah puncak laju aliran sungai dalam liter per detik, Qq adalah laju puncak aliran di atas permukaan tanah yang dihitung dengan mengurangi laju aliran sungai dengan aliran dasar (base flow) dalam liter per detik , QQ adalah jumlah aliran diatas permukaan tanah (mm), Qap adalah laju aliran sungai sebelum hidrograf naik, dalam liter per detik (Effendi 1996).

Ispriyanto 2001 menyebutkan bahwa : model ktotak kelabu untuk sebidang tanah : Universal Soil Loss Equation (USLE); USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengolahan lahan tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus USLE :

... (3) dimana :

A : Jumlah erosi (ton/ha/tahun) R : Faktor erosivitas hujan K : Faktor erodibilitas tanah

(26)

USLE-M (Modified USLE); versi prediksi eros suatu kejadian hujan persamaan USLE-M ditulis sebagai berikut:

... (4) dengan definisi faktor-faktor sama dengan USLE, yang membedakan adalah di faktor R, K, C, dan P dimana :

A : Jumlah erosi (ton/ha/tahun) RUMe : Faktor erosivitas hujan MUSLE KUMe : Faktor erodibilitas tanah MUSLE LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng

CUMe : Faktor tanaman (penggunaan tanaman) MUSLE PUMe : Faktor teknik konservasi tanah MUSLE

RUSLE (Revisied Universal Soil Loss Equation); RUSLE adalah suatu model erosi yang didesain untuk memprediksi besarnya erosi tahunan (A) oleh aliran permukaan dari suatu bentang berlereng dengan tanaman dan sistem pengelolaan tertentu. RUSLE telah digunakan juga untuk memprediksi besarnya erosi dari padang rumput dan lahan non-pertanian seperti lahan untuk bangunan. Dengan pemilihan yang tepat mengenai nilai faktor yang digunakan, RUSLE dapat menghitung erosi rata-rata untuk suatu sistem pergiliran tanaman dalam satu tahun atau untuk satu fase pertumbuhan tanaman (Effendi 1996).

Arsyad (1989) menyebutkan bahwa : model deterministik, didasarkan atas hukum konservasi massa dan energi. Pada umumnya model-model tersebut menggunakan persamaan differensial khusus yang dikenal sebagai persamaan kontinuitas yang merupakan pernyataan konservasi materi sewaktu bergerak melalui ruangan selam suatu waktu. Persamaaan tersebut dapat digunakan untuk erosi tanah dari bagian-bagian atau segmen kecil dari suatu lereng sebagai berikut. Terdapat masukan materi ke dalam suatu segmen sebagai hasil pelepasan butir-butir tanah pada segmen tersebut dan masukan sedimen dari bagian di sebelah atasnya. Terdapat keluaran material melalui proses pengangkutan oleh percikan hujan (rain splash) dan aliran permukaan. Jika proses pengangkutan melmpunyai kapasitas untuk mngeluarkan semua material, maka akan terdapat kehilangan tanah dari segmen tersebut. Jika kapasitas transport tersebut tidak cukup, maka akan terdapat pertambahan bahan pada segmen tersebut. Jadi persamaan tersebut dapat ditulis :

(27)

2.5Air tanah

Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeabel (tembus-air) yang dikenal sebagai akifer (juga disebut sebagai reservoir air tanah, formasi pengikat air, dasar-dasar yang tembus air yang memungkinkan jumlah air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Air tanah juga ditemukan pada akliklud (atau dasar semi permeabel) yang mengandung air akan tetapi tidak mampu memindahkan jumlah air yang nyata (seperti liat). Akifer ditemukan pada sejumlah lokasi. Deposit glasial pasir dan kerikil, kipas aluvial dataran banjir dan deposit delta pasir semuanya merupakan sumber-sumber air yang sangat baik. (Seyhan 1977).

Sebagian besar air tanah yang asalnya dari permukaan bumi meresap ke bawah. Air tanah itu terdapat pada lapisan tanah teratas, bila ini berliang dan renik, dinamakan air tanah phretis. Lain halnya air tanah terdapat antara dua lapisan kedap dan ini dinamakan air tanah thubir. Air tanah phretis mempunyai permukaan air yang dinamakan permukaan phretis dan menghubung semua permukaan air- bebas yang terdapat di sumur-sumur, danau-danau, terusan-terusan, dan lain-lain. Diatas daerah phretis ini terdapat suatu daerah yang terisi oleh air karena gejala kapiler. (Wirjodihardjo 1952).

2.6Pengertian dan Teknik KTA

Konservasi tanah berarti penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk kepentingan yaitu : (1) Mencegah terjadinya kerusakan tanah, (2) Memperbaiki tanah yang rusak, (3) Menetapkan kelas kemampuan lahan dan tindakan-tindakan atau perlakuan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat dipergunakan untuk waktu yang tak terbatas (Sinukaban 1986).

(28)

apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang lestari dari sebidang tanah. (Arsyad 1989).

Metode konservasi tanah dan air dapat digolongkan ke dalam tiga golongan utama, yaitu : (1) Metode Mekanik, (2) Metode Vegetatif, dan (3) Metode Kimia (Arsyad 1989).

1. Metode Mekanik

Konservasi tanah mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi ini dikenal dengan sebutan metode sipil teknis. Perlakuan fisik mekanis terhadap tanah tetap diperlukan meskipun metode sipil teknis bukan menjadi pilihan utama. Misalnya, meskipun tindakan konseravasi tanah vegetatif, menjadi pilihan utama, namun perlakuan fisik mekanis seperti pembuatan Saluran Pembuangan Air (SPA), atau bangunan terjunan masih tetap diperlukan untuk mengalirkan sisa aliran permukaan yang tidak terserap oleh tanah. Teknik konservasi tanah mekanis juga perlu dipertimbangkan bila masalah erosi cukup serius, dan/atau teknik konservasi vegetative, seperti penggunaan rumput atau legume sebagai tanaman penguat teras, penggunaan mulsa, ataupun pengaturan pola tanam.

Teras merupakan metode konseravsi tanah yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.

1. Teras Bangku

Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi suatu deretan bangunan yang berbentuk sperti tangga.

Fungsinya adalah :

a. Memperlambat aliran permukaan

b. Menampung dan mengalirkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak

(29)

Sebagian besar petani merasakan bahwa teras bangku adalah bangunan konservasi yang relatif tidak mudah rusak, selain itu teras juga dapat mempermudah praktek pengolahan tanah. Dipandang dari segi teknis, teras bangku merupakan suatu teknik pengendalian erosi yang efektif.

Beberapa tipe teras bangku : (1) Teras Bangku Datar, (2) Teras bangku Miring keluar, (3) Teras Bangku miring ke dalam, (4)Teras Irigasi.

2. Teras gulud

Teras Gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang guludnya. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran.

Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke SPA. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, serta agar guludan tidak mudah rusak sebaiknya guludan diperkuat tanaman penguat teras. Jenis Tanaman yang dapat digunakan sebagai penguat teras bangku , dapat juga digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud. Sebagai kompensasi kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat juga ditanami cash crops misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan jenis cash crops lainnya. 3. Teras Kredit

Teras kredit adalah teras yang terbentuk secara bertahap karena tertahannya partikel-partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam rapat seperti tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam searah kontur.

4. Teras Individu

Teras Individu adalah teras yang dapat dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa diaplikasikan pada areal perkebunan atau tanaman buah-buahan.

Fungsinya adalah:

a. Mengurangi laju erosi dan aliran permukaan

(30)

c. Memfasilitasi pemeliharaan tanaman tahunan, sehingga tidak semua lahan terganggu dengan adanya aktivitas pemeliharaan, Seperti pemberian pupuk, penyiangan dan lain-lain.

Teras individu tergolong efektif dalam mengendalikan erosi, hasil penelitian menunjukan pada tahun pertama setelah pembuatan teras individu, erosi yang terjadi 8,5 ton/ha/tahun dan menurun pada tahun kedua menjadi 3,3/ton/ha/tahun.

5. Teras Kebun

Teras kebun merupakan jenis teras lain, yang dirancang untuk tanaman tahunan khususnya tanaman buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak tanam.

Tujuan dari pembuatan teras ini adalah :

a. Mengefisienkan penerapan teknik konservasi tanah

b. Memfasilitasi pengolahan lahan diantaranya fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.

Hasil penelitian di berbagai lokasi pada berbagai jenis tanah menunjukan bahwa teras bangku, teras gulud, teras kredit dan teras individu merupakan metode konservasi tanah yang efektif dalam menanggulangi aliran permukaan dan erosi. Efektivitas teras gulud dalam menahan erosi tidak setinggi teras bangku, namun bila teras gulud mampu menahan erosi sampai dibawah batas erosi yang diperbolehkan, dan lahan belum diteras bangku, maka disarankan pilihan diprioritaskan pada teras gulud mengingat biaya pembuatan yang jauh lebih rendah dan relatif lebih mudah untuk diterapkan.

Proyek penelitian penyelamatan hutan tanah dan air menganjurkan agar pemilihan teknik konservasi mekanik mempertimbangkan kedalaman tanah, kemiringan lahan, dan kepekaan tanah terhadap erosi. Penerapan teknik konservasi tanah juga dianjurkan untuk selalu disertai dengan penanaman tanaman penguat teras.

(31)

sangat dianjurkan, diantaranya pemeliharaan penguat teras, saluran dan lain sebagainya sebaiknya dilakukan secara rutin (Arsyad, 1989).

2. Metode Vegetatif

Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Dalam konservasi tanah dan air metode vegetatif mempunyai fungsi, yaitu : (1) Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (2) Melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air yang mengalir di permukaan tanah, (3) Memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Metode vegetatif dalam konservasi tanah vegetatif : (Arsyad 1989).

a. Penanaman dalam strip

Penanaman dalam strip adalah suatu sistem bercocok tanam yang beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip yang berselang-seling pada sebidang tanah pada waktu yang sama dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur.Biasanya tanaman yang digunakan adalah tanaman pangan atau tanaman semusim lainnya diselingi dengan strip-strip tanaman yang tumbuh rapat berupa tanaman penutup tanah atau pupuk hijau.

b. Penggunaan sisa-sisa tanaman

Penggunaan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan untuk konservasi tanah dan air dalam bentuk mulsa dan pupuk hijau. Dalam bentuk mulsa, sisa-sisa tanaman atau tumbuhan yang telah dipotong-potong disebarkan merata diatas permukaan tanah. Jika digunakan sebagai pupuk hijau, sisa-sisa tanaman atau tumbuhan juga dapat ditumpuk pada tempat tertentu dan dijaga kelembapannya sampai terjadi humifikasi sehingga terbentuk kompos sebelum digunakan sebagai pupuk organik.

c. Geotekstil

(32)

Geotekstil dapat terbuat dari bahan alami atau bahan sintetik, yang mempengaruhi ketahanannya setelah dipasang dan cara pemasangannya. Bahan alami terdiri atas bagian atau produk tumbuh-tumbuhan tidak tahan lama oleh karena mengalami perombakan (degradasi) yang oleh karenanya disebut geotekstil sementara, sedangkan dari bahan tekstil sintetik tidak mengalami perombakan sehingga tidak mengalami perombakan maka disebut sebagai geotekstil permanen.

d. Strip Penyangga Riparian

Tumbuhan berupa pohonan, rumputan dan semak-semak atau campuran berbagai bentuk dan jenis vegetasi yang ditanam sepanjang tepi kiri dan kana sungai disebut riparian buffers strips atau filter strips yang dalam Bahasa Indonesianya adalah strip penyangga riparian atau penyangga riparian atau strip filter. Secara umum digunakan istilah jalur hijau sungai. Penyangga riparian berfungsi untuk menjaga kelestarian fungsi sungai dengan cara menahan atau menangkap tanah (lumpur) tererosi serta unsur-unsur hara dan bahan kimia termasuk pestisida yang terbawa, dari lahan dibagian kiri dan kanan sungai agar tidak sampai masuk sungai. Penyangga riparian juga berfungsi menstabilkan tebing sungai. Pohonan yang ditanam disepanjang sungai juga lebih mendinginkan air sungai yang menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan berbagai jenis binatang air.

3. Metode Kimia

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia baik berupa senyawa sintetik maupun berupa bahan alami yang telah diolah dalam jumlah yang relatif sedikit, untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi. Cara kerjanya adalah dengan suntikan atau injeksi pada sebidang tanah. Di antara beberapa macam bahan yang dipergunakan adalah campuran dimethyl dichlorosilane dan metal trichlorasilane yang dikenal dengan MCS. Bahan kimia ini merupakan cairan yang mudah menguap dimana gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah. Senyawa yang berbentuk menyebabkan agregat tanah menjadi stabil (Arsyad 1989).

(33)

bahan organik tanah sangat berperan sebagai reservoir unsur hara, memperbaiki struktur tanah, drainase tanah, peredaran udara tanah (aerasi), kapasitas tukar kation tanah, kapasitas penyangga tanah, kapasitas penahan air tanah dan merupakan sumber energi mikro-organisme (Arsyad 1989).

2.7Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan dengan Berbagai Bentuk Penggunaan Lahan

Hasil Penelitian Ispriyanto (2001) yang dilaksanakan selama 3 bulan antara bulan Agustus sampai bulan Oktober 2000 bertempat di wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Wilayah Kerja Tenjowaringin, BKPH Singaparana, KPH Tasikmalaya. Areal Penelitian merupakan areal tumpangsari tegakan pinus merkusii Jungh. et de Vriese yang berumur 1 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 macam metode, yaitu : Metode 1 pengukuran erosi dengan menggunakan plot pengukuran erosi dan aliran permukaan (E1), Metode 2 pengukuran dengan menggunakan tongkat ukur (E2), Metode 3 pengukuran erosi dengan menggunakan modifikasi rumus USLE (E3).

(34)

Hasil pengukuran erosi menggunakan Metode 2 (E2) selama 1 tahun adalah sebesar 96,51 ton/ha/tahun di plot A dan sebesar 108,06 ton/ha/tahun di plot B.

Hasil pendugaan menggunakan Metode 3 (E3) memberikan hasil yang berbeda dengan erosi hasil pengukuran menggunakan Metode 1 (E1) maupun Metode 2 (E2). Di plot A erosi pendugaan (E3) sebesar 20,57 ton/ha/tahun, di plot B erosi pendugaan (E3) sebesar 280,35 ton/ha/tahun jauh lebih besar dibandingkan.

Hasil penelitian Widyawardhani (2001) tentang pengaruh berbagai penutupan lahan terhadap tingkat erosi dan aliran permukaan. Penelitian ini dilakukan di RPH Tanggulun, BKPH Kalijati, KPH Purwakarta. Ada tiga tempat yang dipakai untuk pengambilan data, yaitu : pertama pada Kelas Umur I (KU I) tegakan Jati di petak 13 E (tahun tanam 1998) yang luasnya 0,024 ha, kedua pada KU III (berumur 39 tahun) petak 15 D yang luasnya 0,0204 ha, dan ketiga adalah areal bekas tebangan jati tahun 1999 di petak 13 C dengan luas total 0,015 ha. Kelerengan untuk ketiga tempat ini sama yakni masing-masing 45 %. Kondisi vegetasi 3 tempat (KU I, KU III, bekas tebangan) yang terdiri dari pohon dan tumbuhan bawah. Pada KU I terdiri dari 1 pohon jati dan 23 jenis tumbuhan bawah, tumbuhan bawah yang mendominasi adalah jenis Derewak (Grewia tomentosa) dan Kakacangan (Strombosia zeylanica). KU III terdiri dari 1 pohon jati dan 19 jenis tumbuhan bawah, tumbuhan bawah yang mendominasi adalah Kakacangan (Strombosia zeylanica) dan Bacin.

Besarnya aliran permukaan yang terjadi selama satu tahun adalah, pada KU I 33,995 m3/ha/tahun, KU III 21,484 m3/ha/tahun, dan areal bekas tebangan 240,44 m3/ha/tahun. Areal bekas tebangan memiliki aliran permukaan terbesar karena pada areal ini permukaannya tidak ditutupi vegetasi sehingga butiran-butiran hujan jatuh langsung ke permukaan tanah. Antara KU I dan KU III tidak dapat dibandingkan dengan areal bekas tebangan. Areal bekas tebangan jelas tidak memiliki penutupan lahan, berbeda dengan KU I dan KU III.

(35)

dubandingkan dengan KU I dan areal bekas tebangan, karena pada KU III lebih banyak vegetasi yang hidup menutupi lahan sehingga tidak terdapat areal yang kosong pada KU III. selai itu, tajuk vegetasinya juga lebih berlapis dibandingkan dengan KU I. Areal bekas tebangan jelas tidak dapat dibandingkan dengan kondisi tutupan lahan yang lainnya, karena memang tidak ada vegetasi yang tumbuh di lokasi tersebut.

Untuk tingkat bahaya erosi tanah yang berpedoaman pada kelas bahaya erosi Dirjen RRL-Dephut 1985 pada areal bekas tebangan termasuk ke dalam kelas berat dan pada KU I dan KU II masih tergolong kedalam kelas ringan.

Hasil Penelitian Aleksander (2010) yang berjudul Aliran Permukaan dan Erosi Permukaan Tanah di areal pengusahaan hutan alam produksi PT. Andalas Merapi Timber Provinsi Sumatera Barat, penelitian dan kegiatan lapangan dilakukan selama 3 bulan. Metode pengukuran aliran dan erosi permukaan tanah pada penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode, yaitu : Metode bak ukur erosi dan Metode tongkat ukur erosi.

Pendugaan dengan menggunakan persamaan regresi hubungan curah hujan dengan aliran permukaan dengan input nilai curah hujan selama setahun, dihasilkan jumlah aliran permukaan setahun di bekas jalan sarad, bekas TPn, dan bahu jalan masing-masing sebesar 6,413 m3/ha/tahun, 1,897 m3/ha/tahun dan 4, 786 m3/ha/tahun. Sedangkan pendugaan aliran permukaan setahun di virgin forest menggunakan pendekatan jumlah hari hujan menghasilkan jumlah aliran permukaan setahun sebesar 24,6 m3/ha/tahun.

(36)

pendekatan jumlah hari hujan menghasilkan jumlah erosi permukaan setahun sebesar 0,037 ton/ha/tahun. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah podsolik (dominan), maka nilai erosi yang diperbolehkan untuk jenis tanah ini adalah sebesar 97,006 ton/tahun. Berdasarkan nilai erosi yang diperbolehkan tersebut maka erosi permukaan yang terjadi di keempat tutupan lahan tersebut masih tergolong kedalam batas aman. Berdasarkan kriteria Nilai Indeks Bahaya Erosi (IBE) maka di keempat lokasi tersebut masuk dalam kriteria rendah.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

[image:37.595.94.510.194.761.2]

Pengukuran aliran permukaan, erosi permukaan dan pengambilan data dilakukan pada bulan November 2010 sampai bulan Maret 2011 bertempat di Petak 59j, RPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Gambar 1 Lokasi penelitian.

3.2.Alat dan bahan

Alat dan Bahan yang digunakan, sebagai berikut : 1. Plot erosi ukuran (22 x 8 x 0,2) m, yang berjumlah 4 plot,

2. Bak ukur erosi (Bak A) ukuran (0,61 x 0,36 x 0,25) m (Gambar 2),

3. Drum (Bak B dan Bak C) sebagai tempat penampungan air pada setiap plot pengukuran erosi (Gambar 3),

4. Alat penakar hujan manual (ombrometer) (Gambar 4), 5. Gelas Ukur 1000 ml,

6. Botol air mineral berukuran 600 ml, 7. Oven electric,

8. Kertas saring,

(38)

11.Ring sampel tanah

12.Penggaris, alat tulis dan kalkulator, 13.Plastik Bening,

14.Personal komputer dan seperangkat software yaitu : Minitab 14.0 dan Microsoft Office Excel 2007 dan Microsoft Office Word 2007.

Skema pemasangan bak ukur (Bak A, B, dan C) di setiap Plot Erosi disajikan dalam Gambar 5.

[image:38.595.221.430.398.618.2]

Gambar 2. Bak erosi A. Gambar 3. Bak erosi B dan C.

(39)
[image:39.595.102.500.84.305.2]

Gambar 5. Skema plot dan bak ukur erosi dan aliran permukaan.

3.3. Pengumpulan data

3.3.1. Jenis data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Data curah hujan harian

2. Data aliran dan erosi permukaan harian 3. Bobot Isi Tanah

4. Informasi penggunaan lahan di setiap plot

3.3.2 Metode pengumpulan data

3.3.2.1Data curah hujan

(40)

dengan curah hujan harian selama satu tahun Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi.

3.3.2.2Pengukuran aliran dan erosi permukaan

Pengukuran aliran permukaan dan tanah tererosi menggunakan plot erosi berukuran (22 x 8 x 0,2) m dan di bagian hilir plot dibuat mengerucut untuk menghubungkan Plot dengan penampung. Plot erosi terbuat dari bahan seng yang dibenamkan ke dalam tanah sedalam 5cm. Aliran permukaan dan erosi permukaan dari plot erosi ditampung dengan penampung berupa bak (Bak A) berukuran (0,6 x 0,4 x 0,3) m. Pada dinding bagian bawah Bak A dibuat lubang pembuangan dengan diameter 6 cm sebanyak 5 buah dengan posisi horizontal dan sama tinggi dari dasar bak, lubang pembuangan yang di tengah dihubungkan dengan pipa paralon ke penampung ke-2 (drum bak B). Pada Drum B dibuat lubang pembuangan dengan diameter 6 cm sejumlah 8 buah dengan posisi horizontal dan sama tinggi dari dasar bak. Salah satu lubang pembuangan tersebut dihubungkan ke penampung ke-3 (drum bak C). Kedua drum (Bak B dan Bak C) tersebut memiliki diameter 58 cm dan tinggi 83 cm. Fungsi dari kedua drum tersebut adalah untuk mengukur jumlah aliran permukaan dan muatan sedimen yang terbuang melalui lubang pembuangan (Gambar 5).

Jumlah aliran permukaan dan erosi dari plot erosi diukur dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengukur tinggi air di Bak A, Bak B dan C dengan menggunakan penggaris untuk mengetahui volume aliran permukaan;

2. Mengaduk air yang berada didalam ketiga bak penampung (Bak A, B, dan C) sampai air dan sedimen tercampur secara merata, dan kemudian mengambil contoh air dari ketiga Bak tersebut, masing-masing sebanyak ± 600 ml;

3. Mendiamkan contoh air selama 24 jam, sampai muatan sedimen mengendap. 4. Endapan sedimen dipisahkan dari air dengan cara menyaring air dengan

(41)

5. Setelah dioven, kemudian ditimbang berat sedimennya.

3.3.2.3 Bobot isi tanah

Data bobot isi tanah di masing-masing plot erosi didapat dari data contoh tanah yang diambil dengan menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bagian hulu, tengah dan hilir plot erosi. Ring sample dengan volume yang telah diketahui dibenamkan ke dalam tanah, kemudian diambil contoh tanah tersebut. Setelah diambil contoh tanah tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105ºC dan diukur berat sampelnya. Maka didapat bobot isi tanah dengan pembagian antara berat kering tanah dan volume ring sampel.

3.3.2.4 Penggunaan lahan di setiap plot

Penggunaan lahan di setiap plot menggunakan (dua) jenis teras, yaitu : teras gulud dan teras bangku. Plot 1 disebut sebagai kontrol, plot 2, dan plot 3 menggunakan teras gulud dengan jumlah masing-masing guludan adalah 18 guludan dan 16 guludan dengan jarak masing-masing antar guludan adalah 1 - 1,5 m. Plot 4 menggunakan kombinasi antara teras gulud dan teras bangku, dengan jumlah guludan 15 buah dan jumlah bangku/undakan 1 buah.

Plot 1 (Jati, Jagung, dan Kemlandingan)

(42)
[image:42.595.101.507.76.482.2]

Gambar 6. Sketsa plot 1 (kontrol). Keterangan :

: Kemlandingan

: Jati

: Jagung

A : Bak A

Plot 2 (teras gulud)

(43)
[image:43.595.99.508.77.647.2]

Gambar 7. Sketsa plot 2 (Teras Gulud) Keterangan :

: Kemlandingan

: Jagung

: Jati

V : 100 – 150 cm Z : 10 – 20 cm A : Bak A

Plot 3 (Teras gulud)

(44)
[image:44.595.106.506.81.612.2]

Gambar 8. Sketsa plot 3 (Teras Gulud) Keterangan :

: Kemlandingan

: Jagung

: Jati

V : 100 – 150 cm Z : 10 – 20 cm A : Bak A

Plot 4 (Teras gulud dan teras bangku)

(45)
[image:45.595.105.505.78.447.2]

Gambar 9. Sketsa plot 4 ( Kombinasi Teras Gulud dengan Teras Bangku) Keterangan :

: Kemlandingan

: Jagung

: Jati

X : 50-70 cm Y : 30-40 cm V : 100-150 cm Z : 10-20 cm A : Bak A

(46)

Tabel 1 Matriks penilaian perbedaan karakteristik masing-masing plot erosi No Parameter yang dinilai Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

1 Teras gulud - Ya Ya Ya

2 Teras bangku - - - Ya

3 Jumlah guludan teras gulud - 18 16 15

4 Kemlandingan (Leuceaena glauca) Ya Ya Ya Ya

5 Jumlah kemlandingan 246 243 244 245

6 Jagung (Zea mays) Ya Ya Ya Ya

7 Jumlah jagung 242 239 240 241

8 Jumlah jati (Tectona grandis, L.f) 21 21 21 21 Sumber : Hasil pengamatan di lapangan

3.4. Pengolahan data

3.4.1Perhitungan besarnya aliran dan erosi permukaan menggunakan metode bak erosi

Besarnya aliran permukaan dan erosi permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

... (6)

...(7)

dimana :

VPij = Volume aliran permukaan dari plot ke-i, hujan ke-j (m3/ha)

EPij = Erosi permukaan dari plot ke-i, hujan ke-j (ton/ha)

VAij = Volume air di Bak A Plot ke-i, hujan ke-j (m3), catatan : volume

bak A = 0, karena air tidak tertampung di bak A dan langsung mengalir ke bak B

VBij = Volume air di Bak B Plot ke-i, hujan ke-j (m3)

VCij = Volume air di Bak C Plot ke-i, hujan ke-j (m3)

CAij = Konsentrasi sedimen (gram/m3) Bak A dari jenis tindakan

konservasi tanah ke-i, catatan : sedimen yang terdapat di bak A langsung ditimbang tanpa dikalikan dengan volume bak A

CBij = Konsentrasi sedimen (gram/m3) Bak B dari jenis tindakan

konservasi tanah ke-i

CCij = Konsentrasi sedimen (gram/m3) Bak C dari jenis tindakan

konservasi tanah ke-i A = Luas Plot Erosi (ha)

n = Jumlah lubang pembuangan air dari Bak A m = Jumlah lubang pembuangan air dari Bak B i = Plot ke i; i : 1, 2, 3, dan 4

(47)

3.4.2 Pendugaan aliran permukaan dan erosi permukaan selama 1 (satu) tahun

Pendugaan aliran dan erosi permukaan setahun dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu : 1). Menggunakan rasio jumlah hari hujan selama penelitian dengan jumlah hari hujan setahun dan 2). Mengggunakan persamaan regresi.

Pendugaan menggunakan rasio jumlah hari hujan selama penelitian dengan jumlah hari hujan setahun dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

... (8)

... (9)

... (10)

... (11)

dimana :

Vi = Volume aliran permukaan tahunan (m3/ha/tahun) dari plot

ke-i

Ei = Erosi Tahunan dari plot ke-i (ton/ha/tahun)

Vtpi = Volume aliran permukaan (m3/ha) selama pengamatan dari

plot ke-i

Etpi = Erosi selama pengamatan (ton/ha) dari plot ke-i

HHt = Jumlah hari hujan selama 1 tahun (mm/hari/tahun) HHp = Jumlah hari hujan selama pengamatan (mm/hari)

i = Plot ke i; i : 1, 2, 3, dan 4 j = 1, 2,3,... dst (jumlah hari hujan)

Pendugaan dengan pendekatan analisis regresi dilakukan dengan membangun persamaan regresi linear yang paling sesuai berdasarkan diagram pencar dan menduga aliran dan erosi permukaan setahun dengan menggunakan persamaan regresi tersebut dan data curah hujan setahun.

3.4.3Perhitungan erosi yang diperbolehkan dan tingkat bahaya erosi

(48)

... (12) ... (13) ... (14) dimana:

Edp = Erosi yang diperbolehkan (mm/th atau ton/ha/th) Keq = Kedalaman efektif equivalen (mm)

T = Umur guna tanah atau jangka waktu yang cukup untuk memelihara kelestarian tanah (tahun)

Kef = Kedalaman efektif tanah (mm)

Ft = Nilai faktor kedalaman tanah (sub-order)

Untuk menentukan besar kecil nya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Penilaian Tingkat Bahaya Erosi berdasarkan atas tebal solum tanah dan besarnya erosi disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat bahaya erosi berdasarkan tebal solum tanah dan besarnya bahaya erosi

Tebal solum (cm)

Erosi maksimum (ton/ha/thn)

<15 15-60 60-180 180-480 >480

>90 SR R S B SB

60-90 R S B SB SB

30-60 S B SB SB SB

<30 B SB SB SB SB

Sumber : Departemen Kehutanan (1986)

3.5 Analisis Data

3.5.1Hubungan antara erosi permukaan dengan curah hujan dan aliran permukaan dengan curah hujan

(49)

Ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang berpengaruh maka dilakukan uji regresi dengan Uji-F. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan F tabel pada tingkat nyata tertentu.

Kriteria pengujian :

H0 : β = 0, tidak ada satupun peubah bebas yang berpengaruh terhadap Y

(Fhit < Ftabel)

H1 : β ≠ 0, setidaknya ada satu atau lebih peubah bebas yang berpengaruh

terhadap Y (Fhit > Ftabel)

3.5.2Uji beda nilai rata-rata plot erosi

Untuk mengetahui kesamaan dua rata-rata masing-masing plot erosi digunakan uji-t (t test), dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

... (15)

dimana :

... (16)

Keterangan:

thitung = nilai t-hitung

µ1 = Rata-rata kelompok 1

µ2` = Rata-rata kelompok 2

S2gab = Simpangan baku gabungan antara data pembanding dengan data yang dibandingkan

n1 = Jumlah sampel kelompok 1 n2 = Jumlah sampel kelompok 2 S21 = Varian kelompok 1

S22 = Varian kelompok 2 Hipotesis :

H0 : µ1 = µ2 (-Tα/2 < Thit < Tα/2)

H1 : µ1 ≠ µ2 (Thit < -Tα/2 dan Thit > Tα/2)

Kriteria pengujian :

(50)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Letak geografis, luas areal dan gatas administratif KPH Gundih

KPH Gundih secara geografis, terletak di antara koordinat 42” sampai dengan 413’ Bujur Timur dan 712’ sampai dengan 717’ Lintang Selatan. Secara administratif terletak di Kecamatan Geyer, Toroh, Pulokulon, Kradenan dan Gabus yang kesemuanya termasuk wilayah Kecamatan Monggot, Kabupaten Grobogan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Secara administrasi kehutanan termasuk kedalam wilayah RKPH Getas, BKPH Monggot, KPH Gundih, Dinas Kehutanan Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Perum Perhutani KPH Gundih mempunyai luas kawasan 30.049,50 Ha. Serta mempunyai batas-batas administratif sebagai berikut :

1. Sebelah utara : KPH Purwodadi, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 2. Sebelah selatan : KPH Surakarta, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

dan KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 3. Sebelah timur : KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 4. Sebelah barat : KPH Telawa, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

4.2Kondisi iklim

Wilayah hutan KPH Gundih terletak pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Secara umum areal kerja KPH Gundih berada pada daerah tipe iklim B dengan nilai Q (persentase bulan kering terhadap bulan basah) sebesar 20 % (klasifikasi Schmidt dan Ferguson) (DPPL KPH Gundih 2010). Karakteristik wilayah yang mempunyai ikim dengan tipe ini adalah vegetasinya termasuk kedalam wilayah hutan hujan tropika dan merupakan daerah basah.

(51)

4.3Topografi dan kemiringan lereng

Kawasan hutan KPH Gundih mempunyai kelerengan bervariasi antara 5%-60 %. Konfigurasi bentuk lapangan umumnya bergelombang hingga berbukit, sebagian curam berbatu kapur. Ketinggian tempat (elevasi) bervariasi antara 50 m – 500 m dari permukaan laut. Keadaan berdasarkan kelerengan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Keadaan konfigurasi lapangan areal hutan KPH Gundih No Kelas Kemiringan Lereng

(%) Luas (Ha) Persen (%)

1 2 3 4

1 0 – 8 1.370,26 4,56

2 8 – 15 17.741,22 59,04

3 15 – 25 10.526,34 35,03

4 25 – 45 399,66 1,33

5 > 45 12,02 0,04

Total 30.049,50 100,00

Sumber : RPKH KPH Gundih jangka 2001-2010

4.4Hidrologi

Wilayah KPH Gundih termasuk dalam catchment area Daerah Aliran Sungai (DAS) Jratunseluna pada Sub DAS Serang dan DAS Bengawan Solo Hulu dengan sungai Medang, Peganjing, Karangboyo, Geyer, Glugu dan Coyo).

4.5Keadaan geologi dan jenis tanah

(52)

4.6Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

KPH Gundih dengan luas wilayah 30.049,50 ha dikelilingi oleh 37 desa yang kesemuanya masuk wilayah Kabupaten Grobogan. Interaksi yang besar dari masyarakat terhadap keberadaan hutan menjadikan tekanan terhadap hutan semakin tinggi. Masyarakat merupakan aspek yang relevan dan penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan hutan. Aspek ini pada satu sisi merupakan faktor yang dapat mendukung pengelolaan hutan, namun pada satu sisi lain dapat pula menjadi ancaman potensial bagi sumberdaya hutan. Penerapan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat mendorong pihak manajemen untuk membentuk desa model sejak tahun 2002. Setiap desa memiliki petak pangkuan dimana masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengelola hutan. Dari data jumlah penduduk dan luas wilayah di lima kecamatan yang terdapat di areal kerja KPH Gundih, kepadatan penduduk berkisar antara 674 orang/km2.

(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Curah hujan

[image:53.595.97.511.235.631.2]

Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010 - 31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan.

(54)

Tabel 4 Perbandingan curah hujan selama pengamatan di lokasi penelitian dengan curah hujan selama 1 (satu) tahun di Dinas Pertanian Kabupaten

Purwodadi

Curah Hujan Harian selama pengamatan

(CHp) (mm/hari)

Harian selama 1 tahun di Kecamatan Monggot (CHt) (mm/tahun)

Minimum 2 1

Maksimum 130 152

Rata-rata 26 20

Ragam 918.19 656.71

Ragam

Gabungan 4459.22 4459.22

Simpangan

Baku 30.30 25.62

Jumlah data 31 162

T hitung 0.51 0.51

T tabel 2.05 1.97

Berdasarkan pengujian (uji-t) beda rata-rata curah hujan harian di plot pengukuran (CHp) dengan curah hujan di Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi (CHt) yang berjarak 8 km, pada periode pengamatan (2 Desember 2010 sampai 28 Februari 2011) menunjukkan bahwa CHp dan CHt pada waktu yang sama tidak berbeda nyata. Sehingga dapat dikatakan bahwa hujan menyebar merata dalam radius Lokasi Penelitian - Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi. Namun demikian, curah hujan selama pengamatan tidak mewakili variasi hujan selama setahun, yang ditunjukkan oleh hujan rata-rata harian dan simpangan baku yang cukup berbeda antara curah hujan di lokasi pengukuran dan di Dinas Pertanian Kabupaten Purwodadi.

(55)

5.1.2 Aliran dan erosi permukaan hasil pengukuran

[image:55.595.98.512.115.733.2]

Aliran dan erosi permukaan disetiap plot pengukuran dan jumlah curah hujan disajikan dalam Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11 Jumlah curah hujan dan aliran permukaan di setiap plot pengukuran.

Gambar 12 Jumlah curah hujan dan erosi permukaan di setiap plot pengukuran

(56)

masing-masing plot disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Statistik aliran permukaan dan erosi permukaan

Plot Aliran permukaan (Vtp) (m3/ha) Erosi (Etp) (ton/ha)

Min Max Rata-rata Sd Jumlah Min Max Rata-rata Sd Jumlah

1 1.75 558.43 50.03 119.97 1550.82 3 x 10-3 0.395 0.025 0.071 0.766

2 0.28 194.08 12.56 38.59 389.28 8 x 10-8 0.070 0.013 0.029 0.415

3 0.70 145.04 17.29 42.25 536.00 8 x 10-8 0.161 0.020 0.040 0.614

4 0.14 201.09 17.76 45.77 550.51 8 x 10-7 0.200 0.019 0.045 0.577

Selama 31 kali kejadian hujan, Plot 1 (Tanaman jagung dan Kemlandingan) memiliki laju aliran permukaan dan erosi permukaan terbesar yaitu masing-masing sebesar 1550,82 m3/ha dan 0,766 ton/ha, sedangkan Plot 2 (Teras gulud) memiliki laju aliran dan erosi permukaan terkecil yaitu masing-masing sebesar 389, 28 m3/ha dan 0,415 ton/ha, namun berdasarkan hasil uji beda nilai rata-rata aliran dan erosi permukaan (Tabel Lampiran 2) menunjukkan bahwa nilai rata-rata laju aliran dan erosi permukaan tersebut tidak berbeda nyata (plot1 = plot 2 = plot 3 = plot 4).

5.1.3 Hubungan antara curah hujan dengan aliran permukaan dan dengan erosi permukaan

Diagram pencar dan bentuk grafik hubungan antara hujan dengan aliran permukaan dan dengan erosi permukaan disajikan dalam Gambar 13, sedangkan persamaan, paremeter analisis dan uji statistik regresi disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Analisis regresi di masing-masing plot erosi

Plot Persamaan Regresi

Parameter Analisis Regresi

r R2 Fhitung α = 5 %F tabel

plot 1 Vp1 = - 3,87 + 0,37Hij + 0,03 Hij2 85,60 84,50 83,06

3,32 Ep1 = 0,02 – (1,59 x 10-3)Hij + (3,2 x 10-5)Hij2 85,70 84,60 83,65

plot 2 Vp2 = 3,81 - 0,54Hij + 0,01 Hij2 91,20 90,50 144,36

Ep2 = (5,4 x 10-5)Hij + (7 x 10-6)Hij2 + 3,94 x 10-4 90,60 89,90 134,5

plot 3 Vp3 = - 8,6 + 0,93Hij + 0,001 Hij2 55

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian.
Gambar 4. Penakar curah hujan manual (Ombrometer).
Gambar 5. Skema plot dan bak ukur erosi dan aliran permukaan.
Gambar 6. Sketsa plot 1 (kontrol).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Seiring dengan perkembangan zaman yang menuntut pemenuhan keinginan dan kebutuhan pengguna jasa akan pengiriman paket, PT Pos Indonesia (Persero) KantorPos Semarang

Berdasarkan latar belakang serta permasalahannya maka tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui karakteristik dan kinerja (Hidrostatik, Equalibrium, Hambatan,

Nilai batas bawah dan batas atas dari selang kepercayaan 95% untuk nilai risiko relatif penyakit demam Dengue stadium lanJut dengan metoda hampiran Normal, uji eksak Mid-P, dan

Dengan demikian kebutuhan modal kerja mengalami penurunan sebesar Rp 363,596.000 juta dari jumlah modal kerja pada

oleh perbankan yang meningkat didukung oleh pertumbuhan aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK).Selama tahun 2012, perbankan mengalami pertumbuhan dari aset dan Dana

dalam proses pembelajaran. 3) Mempermudah guru untuk menyampaikan bahan ajar di kelas. 4) Meningkatkan pemahaman materi kepada pesrta didik. Bagi Peserta Didik di MI

No Tindakan Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor 1 Teras bangku a... Perhitungan Nilai K (erodibilitas

Dengan adanya kelemahan dalam pelaksanaan dikarenakan komunikasi dan koordinasi antara pihak internal dan eksternal, sebaiknya Kantor Pertanahan Kabupaten