PENGARUH KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL
(PEG) 6000 TERHADAP DISOLUSI PIROKSIKAM
DALAM DISPERSI PADAT
SKRIPSI
OLEH:
ZAKIRAH ANWAR
NIM 101524071
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
PENGARUH KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL
(PEG) 6000 TERHADAP DISOLUSI PIROKSIKAM
DALAM DISPERSI PADAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ZAKIRAH ANWAR
NIM 101524071
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL
(PEG) 6000 TERHADAP DISOLUSI PIROKSIKAM
DALAM DISPERSI PADAT
OLEH:
ZAKIRAH ANWAR
NIM 101524071
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Juli 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Karsono., Apt. Prof. Dr. Hakim Bangun., Apt.
NIP 195409091982011001 NIP 195201171980031002
Pembimbing II, Prof. Dr. Karsono., Apt.
NIP 195409091982011001
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt.
NIP 195111021977102001 NIP 195406081983031005
Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001
Medan, Juli 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengaruh
Konsentrasi Polietilen Glikol (PEG) 6000 Terhadap Disolusi Piroksikam Dalam
Dispersi Padat”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya,
M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan
nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Prof.
Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan
yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Bapak Drs. Agusmal
Dalimunthe, M.S., Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt,, selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ibu T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt., selaku
penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Bapak
dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama
perkuliahan. Ibu kepala Laboratorium Teknologi Formulasi Sediaan Solid yang
telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda Drs. Anwar Ardy, SE., MBA juga kepada Ibunda
berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, seluruh anggota
keluargaku dan seseorang yang sangat spesial yang kusayangi serta
sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dorongan, dan motivasi moril kepada penulis
selama melakukan dan menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan kefarmasian dan berguna bagi alam semesta.
Medan, Juli 2013
Penulis
PENGARUH KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL (PEG) 6000 TERHADAP DISOLUSI PIROKSIKAM
DALAM DISPERSI PADAT
ABSTRAK
Piroksikam merupakan obat analgetik, anti reumatik dan anti radang yang sangat sukar larut dalam air, maka kecepatan disolusi menjadi langkah penentu dalam proses absorpsi. Dengan meningkatkan kecepatan disolusi maka ketersediaan hayati akan lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari piroksikam dengan PEG 6000 dalam dispersi padat dan mengetahui pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kelarutan piroksikam.
Dispersi padat dibuat dengan metode peleburan dalam berbagai perbandingan berat antara piroksikam dan PEG 6000, yaitu 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, dan 20:80. Uji laju disolusi dilakukan terhadap dispersi padat tersebut dengan menggunakan metode dayung, dalam 900 ml medium lambung buatan pH 1,2, kecepatan putar 50 rpm pada suhu 37°+ 0,5°C selama 90 menit dan ditentukan kadarnya secara spektrofotometri UV padaλ335 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi piroksikam. Semakin tinggi konsentrasi PEG 6000, maka semakin tinggi pula laju disolusinya (P < 0,05). Dimana pada perbandingan 20:80 pada menit ke-90 terdisolusi sebanyak 96,13%, sedangkan pada piroksikam murni 100:0 terdisolusi sebanyak 32,17%. Pada hasil analisa spektoskopi inframerah piroksikam menunjukkan adanya pergeseran pita absorpsi yang menandakan adanya interaksi antara piroksikam dengan PEG 6000, sehingga terjadi perubahan bentuk dari bentuk kristal menjadi amorf.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi PEG 6000 dapat meningkatkan laju disolusi piroksikam dalam dispersi padat.
EFFECT OF POLYETYLEN GLYCOL (PEG) 6000 CONCENTRATION IN DISSOLUTION OF PIROXICAM IN SOLID DISPERSION
ABSTRACT
Piroxicam is an analgetic, anti-rheumatoid and anti-inflammation drug which is poorly soluble in water. Therefore, dissolution rate become the rate limiting step for absorption process. By increasing the dissolution rate, its bioavailability will be better.
The aim of this study was to evaluate the characteristic of PEG 6000 in solid dispersion and evaluate effect piroxicam solubility with PEG 6000 in solid dispersion.
Solid dispersion was prepared by melting method in different concentration ratio betwen piroxicam and PEG 6000, i.e. 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60 and 20:80. The dissolution rate test was carried by using paddle dissolution method, in 900 ml of simulated gastric fluid pH 1.2, rotation rate 50 rpm, at 37°+0.5°C for 90 minutes and piroxicam content was determined by using UV spectrophotometry at wavelenght 335 nm.
The results showed that solid dispertion system increased the dissolution rate of piroxicam. The higher the concentration of PEG 6000 in the formulation, the higher the dissolution rate (P < 0.05). At ratio 20:80, the concentration of piroxicam dissolved was 96.13%, while at ratio 100:0, the concentration of piroxicam dissolved was only 32.17%. Infrared spectroscopy analysys of piroxicam, showed that there was a shift which indicated interaction between piroxicam and PEG 6000, resulting in the change of shape from crystal in to amorf.
From this research, it showed that the increasing of PEG 6000 concentration can incerase the dissolution rate of piroxicam in solid dispersion.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Sistem Dispersi Padat ... 5
2.1.1 Defenisi sistem dispersi padat ... 5
2.1.2 Metode pembuatan sistem dispersi padat ... 6
2.2 Disolusi ... 7
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Disolousi Obat ... 10
2.3.1 Faktor lingkungan selama uji disolusi ... 10
2.5 Spektrofotometri Inframerah ... 13
2.6 Difraksi Sinar X ... 14
2.7 Anova ... 15
2.8 Piroksikam ... 15
2.8.1 Sifat fisikokimia ... 15
2.8.2 Sinonim piroksikam ... 16
2.8.3 Farmakologi piroksikam ... 16
2.8.4 Efek samping piroksikam ... 17
2.9 Polietilen Glikol ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat Dan Bahan ... 19
3.1.1 Bahan–bahan ... 19
2.1.2 Alat–alat ... 19
3.2 Prosedur Kerja ... 19
3.2.1 Pembuatan medium cairan lambung buatan ... 19
3.2.2 Pembuatan larutan induk baku medium pH1,2 ... 19
3.2.2.1 Pembuatan larutan induk baku I medium pH 1,2 ... 19
3.2.2.2 Pembuatan larutan induk baku II medium pH 1,2 ... 20
3.3 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Piroksikam Medium pH 1,2 ... 20
3.3.1 Pembuatan kurva serapan medium pH 1,2 ... 20
3.3.2 Pembuatan kurva kalibrasi medium pH 1,2 ... 20
3.4 Pembuatan Dispersi Padat ... 20
3.6 Uji Pola Difraksi Sinar X ... 22
3.7 Uji Spektrofotometer FT-IR ... 22
3.8 Uji Disolusi ... 22
3.8.1 Parameter uji disolusi ... 23
3.8.2 Penetapan profil disolusi piroksikam ... 23
3.9 Uji Data Secara Statistik ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Hasil Pembuatan Kurva Serapan Piroksikam Dalam Medium Lambung pH 1,2 ………... 25
4.2 Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi Piroksikam Dalam Medium Lambung pH 1,2 ………... 26
4.3 Hasil Spektrofotometer FT-IR ... 27
4.4 Hasil Difraksi Sinar X ... 29
4.5 Hasil Uji Disolusi ... 30
4.6 Hasil Uji Anova dan Duncan Disolusi menit ke-1 ... 32
4.7 Hasil Uji Anova dan Duncan Disolusi menit ke-3 ... 33
4.8 Hasil Uji Anova dan Duncan Disolusi menit ke-5... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
4.1 Kesimpulan ... 36
4.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula sediaan dispersi padat ... 21
Tabel 4.1 Data hasil uji disolusi persen kumulatif sediaan ... 31
Tabel 4.2 Hasil uji anova disolusi menit ke-1 ... 32
Tabel 4.3 Hasil uji duncan disolusi menit ke-1 ... 33
Tabel 4.4 Hasil uji anova disolusi menit ke-3 ... 33
Tabel 4.5 Hasil uji duncan disolusi menit ke-3 ... 34
Tabel 4.6 Hasil uji anova disolusi menit ke-5 ... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.8 Rumus bangun piroksikam ... 15
Gambar 4.1 Kurva serapan piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 25
Gambar 4.2 Data serapan piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 25
Gambar 4.3 Kurva kalibrasi piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 26
Gambar 4.4 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 26
Gambar 4.5 Spektrum infra merah piroksikam (100:0) ... 27
Gambar 4.6 Spektrum infra merah piroksikam-PEG (20:80) ... 27
Gambar 4.7 Difraksi sinar X piroksikam ... 29
Gambar 4.8 Difraksi sinar X dispersi padat (20:80) ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam ... 39
Lampiran 2 Flowsheet pembuatan kurva serapan piroksikam ... 41
Lampiran 3 Flowsheet pembuatan kurva kalibrasi piroksikam ... 42
Lampiran 4 Flowsheet uji keseragaman kadar piroksikam ... 43
Lampiran 5 Flowsheet uji disolusi ... 44
Lampiran 6 Perhitungan kadar piroksikam dalam sediaan ... 45
Lampiran 7 Perhitungan kumulatif sediaan dispersi padat ... 46
Lampiran 8 Data persen kumulatif obat yang larut pada uji disolusi ... 48
Lampiran 9 Data uji anova dan Duncan disolusi dispersi padat ... 55
Lampiran 10 Hasil sertifikat analisa piroksikam dari PT. Indofarma ... 66
Lampiran 11 Gambar alat dan formula sediaan dispersi padat ... 68
a. Alat-alat gelas yang digunakan ... 68
b. Alat magnetic stirrer ... 68
c. Alat disolusi ... 69
d. Alat spektrofotometer Inframerah ... 69
e. Alat spektrofotometer UV ... 70
f. Sediaan dispersi padat saat peleburan ... 70
g. Sediaan piroksikam-PEG 6000 yang telah terdispersi ... 71
h. Sediaan dispersi padat piroksikam-PEG 6000 ... 71
PENGARUH KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL (PEG) 6000 TERHADAP DISOLUSI PIROKSIKAM
DALAM DISPERSI PADAT
ABSTRAK
Piroksikam merupakan obat analgetik, anti reumatik dan anti radang yang sangat sukar larut dalam air, maka kecepatan disolusi menjadi langkah penentu dalam proses absorpsi. Dengan meningkatkan kecepatan disolusi maka ketersediaan hayati akan lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari piroksikam dengan PEG 6000 dalam dispersi padat dan mengetahui pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kelarutan piroksikam.
Dispersi padat dibuat dengan metode peleburan dalam berbagai perbandingan berat antara piroksikam dan PEG 6000, yaitu 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, dan 20:80. Uji laju disolusi dilakukan terhadap dispersi padat tersebut dengan menggunakan metode dayung, dalam 900 ml medium lambung buatan pH 1,2, kecepatan putar 50 rpm pada suhu 37°+ 0,5°C selama 90 menit dan ditentukan kadarnya secara spektrofotometri UV padaλ335 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi piroksikam. Semakin tinggi konsentrasi PEG 6000, maka semakin tinggi pula laju disolusinya (P < 0,05). Dimana pada perbandingan 20:80 pada menit ke-90 terdisolusi sebanyak 96,13%, sedangkan pada piroksikam murni 100:0 terdisolusi sebanyak 32,17%. Pada hasil analisa spektoskopi inframerah piroksikam menunjukkan adanya pergeseran pita absorpsi yang menandakan adanya interaksi antara piroksikam dengan PEG 6000, sehingga terjadi perubahan bentuk dari bentuk kristal menjadi amorf.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi PEG 6000 dapat meningkatkan laju disolusi piroksikam dalam dispersi padat.
EFFECT OF POLYETYLEN GLYCOL (PEG) 6000 CONCENTRATION IN DISSOLUTION OF PIROXICAM IN SOLID DISPERSION
ABSTRACT
Piroxicam is an analgetic, anti-rheumatoid and anti-inflammation drug which is poorly soluble in water. Therefore, dissolution rate become the rate limiting step for absorption process. By increasing the dissolution rate, its bioavailability will be better.
The aim of this study was to evaluate the characteristic of PEG 6000 in solid dispersion and evaluate effect piroxicam solubility with PEG 6000 in solid dispersion.
Solid dispersion was prepared by melting method in different concentration ratio betwen piroxicam and PEG 6000, i.e. 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60 and 20:80. The dissolution rate test was carried by using paddle dissolution method, in 900 ml of simulated gastric fluid pH 1.2, rotation rate 50 rpm, at 37°+0.5°C for 90 minutes and piroxicam content was determined by using UV spectrophotometry at wavelenght 335 nm.
The results showed that solid dispertion system increased the dissolution rate of piroxicam. The higher the concentration of PEG 6000 in the formulation, the higher the dissolution rate (P < 0.05). At ratio 20:80, the concentration of piroxicam dissolved was 96.13%, while at ratio 100:0, the concentration of piroxicam dissolved was only 32.17%. Infrared spectroscopy analysys of piroxicam, showed that there was a shift which indicated interaction between piroxicam and PEG 6000, resulting in the change of shape from crystal in to amorf.
From this research, it showed that the increasing of PEG 6000 concentration can incerase the dissolution rate of piroxicam in solid dispersion.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang
penting dalam menentukan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat
yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali
menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap
penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (Leuner dan Dressman,
2000).
Dispersi padat merupakan dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam
pembawa inert atau matriks dalam keadaan padat. Dispersi padat dapat
diklasifikasikan dalam enam tipe yaitu campuran eutektik sederhana, larutan
padat, larutan dan suspensi, pengendapan amorf dalam pembawa kristal,
pembentukan senyawa kompleks dan kombinasi dari lima tipe diatas. Pembuatan
dispersi padat dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode
peleburan (melting method), metode pelarutan (solvent method), dan metode
campuran(melting-solvent method) (Chiou dan Riegelman, 1971).
Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi
pada tahun 1961 dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan
laju disolusi dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air (Sekiguchi dan Obi,
1961). Peningkatan laju disolusi obat yang dibuat dengan sistem dispersi padat
disebabkan oleh pengurangan ukuran partikel obat ke tingkat minimum, pengaruh
solubilisasi pembawa, peningkatan daya keterbasahan dan pembentukan sistem
Beberapa teknik yang dikembangkan untuk meningkatkan kelarutan dan
laju disolusi meliputi mikronisasi, pembentukan kompleks dengan siklodekstrin,
menjadikan obat bentuk amorf, dan pembentukan dispersi padat dengan
pembawa hidrofilik. Metode dispersi padat adalah salah satu pendekatan efektif
untuk mencapai tujuan ini, yaitu obat dibentuk kedalam suatu matriks larut air
(Sari, dkk., 2004). Salah satu metode sederhana yang dikembangkan adalah
pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut,
diantaranya yang telah luas digunakan: Polivinilpirolidon, Polietilenglikol, urea.
Salah satu polimer yang umum digunakan pada pembuatan dispersi padat
adalah polietilen glikol (PEG) disebut juga dengan makrogol. PEG umumnya
memiliki bobot molekul antara 200-300000. Penamaan PEG umumnya ditentukan
dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata. Konsistensinya
sangat dipengaruhi oleh bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600
(PEG 200-600) berbentuk cair, PEG 1500 Semi padat, dan PEG 3000-20000 atau
lebih berupa padatan semi kristalin, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar
dari 100000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan
bobot molekul 1500-20000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat
(Leuner dan Dressman, 2000; Weller, 2003). Polimer ini mudah larut dalam
berbagai pelarut, titik leleh dan toksisitasnya rendah, berada dalam bentuk semi
kristalin (Craig, 1990). Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot
molekul antara 4000 dan 20000, khususnya PEG 4000 dan 6000 yang pada
umumnya pembuatan dispersi padat menggunakan metode peleburan, karena lebih
Piroksikam merupakan salah satu obat analgetik anti reumatik dan anti
radang dengan kelarutan sangat kecil, dan produk yang beredar sangat bervariasi.
Umumnya absorpsi obat disaluran cerna terjadi secara difusi pasif. Agar dapat
diabsorpsi, obat harus larut dalam cairan pencernaan. Sebelum absorpsi terjadi,
suatu bentuk sediaan tablet mengalami disintegrasi, deagregasi dan disolusi.
Disintegrasi, Deagregasi dan Disolusi dapat berlangsung secara serentak dengan
melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. Proses
disintegrasi belum menggambarkan pelarutan sempurna suatu obat.
Partikel-partikel kecil hasil disintegrasi akan terdisolusi. Disolusi merupakan proses
dimana suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Laju
pelarutan obat dalam cairan saluran cerna merupakan salah satu tahap penentu
(rate limiting step) absorpsi sistemik obat. Laju pelarutan obat didalam saluran
cerna dipengaruhi oleh kelarutan obat itu sendiri (Abdou, 1989). Piroksikam
sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan sebagian besar pelarut
organik; sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air. Efek
samping tersering adalah gangguan saluran cerna, salah satunya adalah tukak
lambung (Wilmana, 1995).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian tentang
pengaruh konsentrasi penambahan polietilen glikol (PEG) 6000 terhadap disolusi
piroksikam dalam dispersi padat. Untuk membuktikan apakah piroksikam dapat
meningkatkan kelarutannya, maka dilakukan dengan sistem dispersi padat dengan
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah pencampuran PEG dengan piroksikam dapat terbentuk menjadi
sediaan dispersi padat.
b. Apakah Polietilen Glikol (PEG) 6000 dapat meningkatkan kelarutan
piroksikam dalam sediaan dispersi padat.
1.3 Hipotesis
a. Campuran Polietilen Glikol (PEG) 6000 dengan piroksikam dapat menjadi
sediaan dispersi padat.
b. Polietilen Glikol (PEG) 6000 dapat meningkatkan kelarutan piroksikam
dalam sediaan dispersi padat.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karakteristik campuran Polietilen Glikol (PEG) 6000
dengan piroksikam dalam bentuk dispersi padat.
b. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan Polietilen Glikol
(PEG) 6000 terhadap kelarutan piroksikam dalam sediaan dispersi padat.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi bahwa sediaan dispersi padat dapat
meningkatkan laju disolusi obat.
b. Dapat memanfaatkan polietilen glikol (PEG) 6000 sebagai bahan matriks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Dispersi Padat 2.1.1 Defenisi dispersi padat
Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan yang
terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik
dan obat hidrofobik. Matriks ini dapat berupa kristal atau amorf. Obat ini dapat
terdispersi secara molekuler, dalam partikel amorphous (kluster) atau dalam
partikel kristal (Chiou dan Reigelman, 1971).
Dispersi padat dapat didefenisikan sebagai sistem dispersi satu atau lebih
bahan aktif ke dalam suatu pembawa atau matriks inert dalam kondisi padat, yang
dibuat dengan cara peleburan, pelarutan, atau kombinasi dari peleburan dan
pelarutan, dimana masing-masing metode ini memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing dan disesuaikan dengan sifat bahan dan matriks yang akan
didispersikan. Keuntungan dari formulasi dispersi padat dibandingkan
tablet/kapsul konvensional untuk peningkatan disolusi dan biovailabilitas dari
obat yang sukar larut dalam air (Chiou dan Rielgeman, 1971).
Pemakaian pembawa dalam sistem dispersi padat memberikan pengaruh
pada obat yang terdispersi, pembawa yang sukar larut dalam air (hidrofobik) akan
menyebabkan pelepasan obat menjadi diperlambat, sedangkan pembawa yang
mudah larut dalam air (hidrofilik) akan mempercepat pelepasan obat dari matriks.
Oleh karena itu dengan memodifikasi pembawa dapat dirancang untuk sediaan
dengan pelepasan dipercepat atau diperlambat dalam sistem dispersi padat
Tahapan yang terjadi antara obat dan polimer pada dispersi padat adalah:
1. perubahan obat dan polimer dari bentuk padat menjadi cait
2. pencampuran semua komponen dalam bentuk cairan
3. perubahan larutan campuran menjadi padat melalui proses seperti
pembekuan, penghilangan pelarut (Ronny, 2005).
2.1.2 Metode pembuatan sistem dispersi padat
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan dispersi
padat. Metode yang digunakan diharapkan dapat mencampur matriks dan obat
sampai tingkat molekuler. Adapun metode yang digunakan yaitu:
a. Cara Peleburan
Obat dan pembawa dilebur dengan cara pemanasan, masa lebur
didinginkan sehingga memadat dengan cepat dalam tangas es dengan cara
pengadukan. Masa padat yang dihasilkan digerus, diserbukkan dan diayak. Tidak
dapat digunakan untuk obat yang terurai saat melebur dan obat yang menguap.
b. Cara Pelarutan
Obat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut yang sama. Diikuti
penguapan pelarut dan mendapatkan perolehan kembali dispersi-solida.
Keuntungan cara ini adalah dapat menghindari penguraian akibat panas bahan
obat dan pembawa, karena untuk penguapan pelarut organik dibutuhkan suhu
rendah. Sulit sekali menghilangkan sisa pelarut organik secara sempurna yang
kemungkinan dapat mempengaruhi stabilitas obat.
1. Menggunakan obat dalam larutan (misal PEG 300-400, dalam jumlah lebih
kecil dari 10% dari masa PEG padat, yang dilebur pada temperatur
dibawah 700C tanpa menghilangkan pelarut PEG 300-400).
2. Pembawa yang digunakan untuk dispersi padat, antara lain PVP, (dengan
berbagai bobot jenis), PEG 4000-6000 dan karbohidrat (Agoes Goeswin,
2008).
2.2 Disolusi
Disolusi (pelarutan) adalah proses dimana suatu zat padat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut atau medium. Laju disolusi merupakan tahapan yang
menentukan laju absorbsi, maka apapun faktor yang mempengaruhi laju disolusi
dapat pula mempengaruhi laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat
mempengaruhi onset, intensitas, lama respon, serta merupakan kontrol
bioavailabilitas obat (Ansel, 1985).
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian antara persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan
disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam
masing-masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus
dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk
sediaan lepas lambat, kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi
(Ditjen POM, 1995).
Alat uji disolusi yang digunakan dalam percobaan adalah disosolution
dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada
posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik
dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang
berarti. Dayung melewati diameter batang sehingga dasar dayung dan batang rata.
Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm lebih kurang 2 mm antara
dayung dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian
berlangsung. Dayung dan batang-batang logam yang merupakan satu kesatuan
dapat disalut dengan suatu penyalut yang inert. Sediaan dibiarkan tenggelam
didasar wadah sebelum dayung mulai diputar (Ditjen POM, 1995).
Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 ±
0,50C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas
halus dan tepat. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah
penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada
posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm dengan halus dan
tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga
memungkinkan untuk memilih kecepatan putar yang dikehendaki dan
mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi
dalam batas lebih kurang sekitar 4% (Ditjen, POM, 1995).
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua
adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan
dispersi molekuler. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi
Ada beberapa metode resmi untuk melakukan uji disolusi tablet atau
kapsul yaitu:
1. Metode Rotating Basket (Alat 1)
Metode rotating basket (alat 1) terdiri dari keranjang silindrik yang
ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam
suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam
suatu bak yang bersuhu 370C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus
memenuhi rangkaian persyaratan yang ada. Metode basket kurang peka terhadap
kemiringan, tetapi lebih peka terhadap penyumbatan yang disebabkan oleh bahan
yang bersifat gom. Potongan-potongan partikel kecil juga dapat menyumbat
saringan keranjang, selain itu gelembung-gelembung udara pada permukaan
sediaan obat dapat juga mempengaruhi pelarutan.
2. Metode Paddle (Alat 2)
Metode paddle (alat 2) terdiri dari suatu dayung yang dilapisi khusus,
yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan pengadukan. Dayung
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan kecepatan yang
terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam tabung pelarutan yang beralas
bulat untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam
suatu bak air bersuhu konstan 370C. Posisi dan kesejajaran letak dayung
ditetapkan dalam USP.
3. Metode Disintegrasi Yang Dimodifikasi (Alat 3)
Pada dasarnya metode ini menggunakan alat disintegrasi sesuai dengan
yang ditetapkan dalam USP yaitu basket and rack yang dirakit untuk menguji
Diameter keranjang juga diubah dari 21,5 mm menjadi 0,254 mm (mes 40x40)
sehingga selama pelarutan partikelnya tidak akan jatuh melalui saringan. Jumlah
pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan
yang tepat (Shargel,1988).
Perbedaan aktivitas biologi dari suatu obat mungkin disebabkan oleh laju
disolusi dimana obat menjadi tersedia untuk organisme tersebut. Dalam banyak
hal, laju disolusi merupakan tahap yang menentukan dalam proses absorpsi. Hal
ini terlihat pada obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk dispersi padat
seperti : tablet, kapsul atau suspensi. Bila laju disolusi merupakan tahap yang
menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset,
intensitas, dan lama respons, serta kontrol bioavailabilitas obat tersebut
kseluruhan dari bentuk sediaannya (Ansel,1985).
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Disolusi Obat 2.3.1 Faktor lingkungan selama uji disolusi
1. Intensitas pengadukan, kecepatan dan tipe aliran cairan, serta faktor
geometri.
2. Gradien konsentrasi (perbedaan konsentrasi antara kelarutan obat dalam
medium disolusi dan konsentrasi rata-rata dalam ruahan cairan).
3. Komposisi medium disolusi pH, kekuatan ion, viskositas, tegangan
permukaan, dan sebagainya. Semua penting dan memerlukan komposisi
medium.
4. Temperatur dari medium disolusi
2.3.2 Faktor terkait dengan sifat fisiko kimia obat
1. Polimorfisme
2. Keadaan amorf dan solvat
3. Asam basa, basa bebas, atau bentuk garam
4. Pembentukan kompleks, larutan padat dan campuran eutiktikum
5. Ukuran partikel
6. Surfaktan (Agoes Goeswin, 2008).
B. Pengaruh Perubahan Keadaan Fisik
1. Bentuk kristal dan amorf
Partikel padat bisa berada dalam bentuk kristal atau amorf. Bentuk kristal
dianggap sebagai bentuk yang teratur. Bentuk amorf tidak mempunyai struktur
yang tetap, dalam tiga dimensi susunannya tidak tetap. Pada penelitian
biofarmasetik diketahui dengan tepat struktur zat aktif yang digunakan adalah
bentuk kristal atau amorf, karena kedua bentuk tersebut mempunyai sifat fisik
yang berbeda dan berpengaruh pada aktivitas farmakologik dan juga stabilitas
kimianya (Aiache, 1993).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa zat amorf lebih mudah larut dari
pada bentuk kristal. Energi yang dibutuhkan untuk menyusun molekul dalam
susunan kristal lebih banyak dibandingkan untuk menyusun molekul dalam
keadaan amorf yang tidak teratur (Aiache, 1993).
2. Bentuk polimorfisme
Suatu senyawa dikatakan dalam bentuk polimorfisme bila dalam keadaan
padat senyawa tersebut mempunyai berbagai sistem kristal berbeda, sebagai
biasanya menunjukkan sifat fisika-kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan
kelarutannya (Aiache, 1993).
2.4 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Metode yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, sinar
tampak, infra merah dan serapan atom. Rentang panjang gelombang untuk daerah
ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra
merah 2,5-4,0m atau 4000-250 cm-1(Ditjen POM, 1995).
Dalam analisis spektrofotometer digunakan suatu sumber radiasi yang
menjorok kedalam daerah ultraviolet spectrum. Instrumen yang digunakan adalah
spektroforometer. Keuntungan utama spektrofotometer adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil
(Basset, 1994).
Spektrofotometri adalah suatu alat instrument untuk mengukur
transmitan atau absorpsi pada sampel sebagai fungsi panjang gelombang,
pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal
dapat pula dilakukan. Instrument semacam ini dapat dikelompokkan secara
manual atau merekam sebagai berkas tunggal atau berkas rangkap dengan
perekamautomaticterhadapspectra absorpsi(Underwood, 1981).
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi: sumber
energi cahaya yang berkesinambungan, monokromator, tempat cuplikan, suatu
wadah untuk sampel, detector radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis kuantitatif dengan metode
spektrofotometer:
1. Penetapan panjang gelombang
2. Penetapan kurva operating time serapan
3. Pembuatan kurva kalibrasi
4. Penetapan kadar sampel (Higuchi, 1991).
2.5 Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah sangat penting dalam kimia modern,
terutama dalam bidang organik. Spektrofotometri inframerah merupakan alat rutin
dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran.
Alat yang mencatat spektrum inframerah diperdagangkan dan mudah digunakan
pada dasar rutin (Underwood, 1981).
Kebanyakan gugus seperti C-H, O-H, C=O, DAN C=N, menyebabkan
pita absorpsi inframerah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang
lain tergantung pada substituent yang lain. Selain frekuensi gugus-gugus ini, yang
biasanya dapat ditetapkan secara pasti pita absorpsi, yang asal pastinya sukar
untuk dipastikan, tetapi yang luar biasa berguna untuk identifikasi secara kualitatif
(Underwood, 1981).
Biasanya dalam spektrum inframerah terdapat banyak puncak, artinya
puncak yang ada jauh lebih banyak daripada jumlah yang diharapkan dari vibrasi
pokok, sehingga perlu diperhatikannya letak (frekuensi), bentuk melebur atau
tajam, dan intensitasnya (kuat atau lemah). Dengan demikian dapat dibedakan
spektrum serapan dari zat yang satu dengan zat yang lainnya. Fourier transform
polimer didalam dispersi padat. Struktur penggunaan secara kualitatif ini adalah
penerapan yang utama dari spektrokopis inframerah dibidang farmasi (Agoes
Goeswin, 2008).
2.6 Difraksi Sinar X
Sinar X mempunyai panjang gelombang 10-12- 10-18 meter (10-2-102A0)
dan dapat didifraksi oleh kristal serta menghasilkan pola difraksi yang dapat
difoto pada plat peka yang diletakkan dibelakang kristal. Dengan metode ini
bangun kristal dapat diamati (Martin, 1993).
Dalam metode ini suatu sinar X monokratis difokuskan pada suatu
lempengan berisi zat yang ditumbukkan halus yang akan diamati. Karena di dalam
serbuk tersebut bidang-bidang kristal diorientasikan pada semua sudut yang
mungkin, maka akan selalu ada beberapa kristal yang mempunyai orientasi pada
sudut yang tepat sehingga dapat memberikan gambaran difraksi maksimum yang
saling menguatkan dari semua bidang-bidangnya secara simultan.
Difraksi-difraksi maksimum tersebut dipotret pada suatu film yang ditempatkan di
belakang sampel dalam bentuk seperti busur setengah lingkaran. Sinar terdifraksi
yang diperoleh dengan cara ini membentuk kerucut-kerucut konsentrasi yang
berasal dari serbuk yang diamati. Apabila kerucut-kerucut ini difoto pada suatu
film kecil yang berukuran sempit, maka akan tampak garis-garis hampir vertikal
yang tersusun pada kedua sisi noktah pusat, merupakan suatu pusat maksimum
tunggal, dimana jumlah pusat maksimum semacam itu ditentukan dengan hukum
Bragg (m=2d sinө ). Pola-pola difraksi yang diperoleh dari berbagai macam zat padat merupakan karakteristik dari zat yang bersangkutan. Sesuai dengan hal ini,
kuantitatif untuk mengidentifikasi dan mengestimasikan zat murni dan campuran
zat (Moechtar, 1990).
2.7 Anova
Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah suatu metode
analisis statistika yang termasuk kedalam cabang statistik inferensi. Analisa
Anova atau tepatnya One-Way Anova menghasilkan suatu one-way analysis of
variance untuk suatu quantitative dependent variable oleh adanya single factor
(independent) variable. Analisis perbedaan digunakan untuk menguji hipotesis
yang beberapa rata-ratanya adalah sama (Teguh Wahyono, 2009).
Duncan: Uji mini yang digunakan untuk menguji perbedaan diantara
semua pasangan perlakuan yang ada dari percobaan tersebut, serta masih dapat
mempertahankan tingkat signifikasi yang ditetapkan (Andi, 2009).
2.8 Piroksikam 2.8.1 Sifat fisikokimia
Gambar 2.8Rumus bangun piroksikam
Rumus molekul : C15H13N3O4S
Pemerian : Serbuk berwarna hampir putih atau coklat terang atau
kuning terang dan tidak berbau, sedangkan bentuk
monohidratnya berwarna kuning.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, dalam asam encer dan
sebagian besar pelarut organik; sukar larut dalam etanol
dan dalam larutan alkali yang mengandung air (Ditjen
POM, 1995).
2.8.2 Sinonim piroksikam
4-hydroxy-2-methyl-N-(2 -pyridyl)-2H, 1,2 benzothiazine
Rexicam
Maxicam
Pirodene
Felden
Roxidene (Ditjen POM, 1995; Tan Hoan, 2007).
2.8.3 Farmakologi piroksikam
Obat-obat anti inflamasi non steroid (AINS) telah lama memegang
peranan penting dalam terapi penyakit inflamasi. Contohnya adalah piroksikam.
Pengujian secara invitro menunjukkan bahwa piroksikam menghambat enzim
siklooksigenase yang berperan dalam pembentukan prostaglandin. Prostaglandin
merupakan salah satu mediator kimia yang dilepaskan selama terjadinya inflamasi
(peradangan) (Wilmana, 1995). Tampaknya aktivitas antiinflamasi piroksikam
tergantung pada kemampuanpenghambatan produksi prostaglandin ini. Aktivitas
antipiretiknya praktis sama dengan aspirin. Piroksikam mempunyai waktu paruh
rata-rata 50-60 jam dengan pertimbangan bahwa hal tersebut bergantung dari
dosis satu kali sehari. Toksisitas meliputi gejala-gejala gastrointestinal (20% dari
pasien), pusing, tinnitus, sakit kepala dan ruam kulit (Katzung, 2002).
Piroksikam merupakan derivate benzothiazin yang berkhasiat analgetis,
antipiretis dan anti radang kuat dan lama. Piroksikam merupakan salah satu AINS
dengan struktur baru yaitu oksikam. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam
sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat
dilambung, terikat 99% pada protein plasma (Tan, Hoan, 2007).
2.8.4 Efek samping piroksikam
Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46%,
dan 4-12% dari jumlah pasien terpaksa menghentikan obat ini. Efek samping yang
tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak
lambung. Efek samping lainnya adalah pusing, tinnitus, nyeri kepala dan eritema
kulit. Piroksikam tidak dianjurkan diberikan kepada wanita hamil, pasien tukak
lambung dan pasien yang minum antikoagulan. Indikasi prioksikam hanya untuk
penyakit inflamasi sendi. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak
memberi respon cukup dengan AINS yang lebih aman (Tan Hoan, 2007).
2.9 Polietilen Glikol
PEG (Polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang
sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk
meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini mrupakan salah satu
jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik
apabila ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan
yang dapat membentuk komplek dengan berbagai obat. Cangkang kapsul dengan
sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur
(Martin, 1993).
Polietilen glikol adalah suatu polimer tambahan dari etilen oksida dan air
yang dinyatakan dengan rumus: H(OCH2CH2)nOH. Dimana n adalah jumlah
rata-rata gugus oksietilen. Pemerian umumnya ditentukan dengan bilangan yang
menunjukkan bobot molekul rata-rata menambah kelarutan dalam air, tekanan
uap, higroskopisitas, dan mengurangi kelarutan dalam pelarut organik, suhu beku,
berat jenis dan naiknya kekentalan. Bentuk cair umumnya jernih dan berkabut,
cairan kental, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, agak higroskopik, bau
khas lemah. Suhu 250C lebih kurang 1,12. Bentuk padatan biasanya praktis tidak
berbau dan tidak berasa, putih, licin seperti plastik, mempunyai konsistensi seperti
malam, serpihan butiran atau serbuk, putih gading (Ditjen POM, 1995).
Polietilen glikol (PEG) 6000 adalah polietilen glikol dengan rumus
molekul H(OCH2CH2)nOH harga n 158 dan 204 dan bobot molekul 7000-9000.
Nama lain dari polietilen glikol adalah makrogol 6000 dan poligol 6000. Poletilen
glikol 6000 berupa serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis
tidak berbau, tidak berasa, dengan data kelarutan sebagai berikut: mudah larut
dalam air, dalam etanol (96%)P, dan dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah piroksikam (PT.
Indofarma-Bekasi), asam klorida, natrium klorida, etanol, polietilen glikol 6000
(PT. Indofarma-Bekasi), aquadest.
3.1.2 Alat-alat yang digunakan
Alat–alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca listrik(Boeco Germany), hot plate, magnetic stirer, alat disolusi metode dayung (Copley),
spektrofotometer UV/Vis (Shimadzu), spektrofotometer inframerah (FTIR
Shimadzu), difraksi sinar X (Philips Analytical X-Ray), stop watch, dan alat-alat
gelas laboratorium yang biasa digunakan.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan medium cairan lambung buatan (pH 1,2)
Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan dengan asam klorida pekat 7
ml, lalu ditambahkan aquadest hingga 1000 ml.
3.2.2 Pembuatan larutan induk baku medium cairan lambung buatan pH 1,2 3.2.2.1 Pembuatan larutan induk baku I medium lambung pH 1,2
Ditimbang 20 mg piroksikam, dimasukkan ke dalam labu tentukur 250
ml, dilarutkan dengan cairan lambung buatan pH 1,2 dan dicukupkan dengan
3.2.2.2 Pembuatan larutan induk baku II medium lambung pH 1,2
Dipipet 15 ml dari larutan induk baku I dimasukkan ke dalam labu
tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan dengan cairan lambung buatan pH 1,2
sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 24 mcg/ml.
3.3 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Piroksikam dalam Medium Cairan Lambung Buatan pH 1,2
3.3.1 Pembuatan kurva serapan piroksikam medium pH 1,2
Dipipet 2,25 ml dari larutan induk baku II, dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml, dicukupkan dengan cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
tanda sehingga diperoleh konsentrasi 5,4 mcg/ml. Kemudian diukur serapannya
pada panjang gelombang 335 nm sehingga diperoleh serapan maksimum.
3.3.2 Pembuatan kurva kalibrasi piroksikam medium pH 1,2
Dipipet dari larutan induk baku II sebanyak 1,25 ml, 1,75 ml, 2,25 ml,
2,75 ml, dan 3,25 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan
dengan cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 3 mcg/ml, 4,2 mcg/ml, 5,4 mcg/ml, 6,6 mcg/ml, dan
7,8 mcg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum.
3.4 Pembuatan Dispersi Padat
Sistem dispersi padat dibuat dengan teknik peleburan dengan
memvariasikan jumlah PEG 6000 dengan perbandingan berat (piroksikam : PEG
Formula dispersi padat piroksikam-PEG 6000 yang akan dibuat dengan
teknik peleburan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1Rancangan formula sediaan dispersi padat
Formula
F1 =Piroksikam : PEG 6000 (100:0) F2 = Piroksikam : PEG 6000 (80:20) F3 = Piroksikam : PEG 6000 (60:40) F4 = Piroksikam : PEG 6000 (50:50) F5 = Piroksikam : PEG 6000 (40:60) F6 = Piroksikam : PEG 6000 (20:80)
Piroksikam-PEG 6000 ditimbang sesuai komposisi campuran
masing-masing, kedua bahan dicampur dan dihomogenkan dengan bantuan sedikit
alkohol. Kemudian dilebur diatas hot plate pada suhu ± 80°C selama ± 10 menit
sampai melebur sempurna sambil terus diaduk. Kemudian leburan didinginkan
dengan menggunakan es selama ± 1 jam. Setelah leburan memadat, disimpan
dalam desikator selama 24 jam. Kemudian padatan yang dihasilkan dikerok lalu
diayak dengan menggunakan ayakan no 12, kemudian di uji disolusi (Erizal,
3.5 Uji Keseragaman Kadar
Ditimbang 100 mg sediaan dispersi padat, lalu dilarutkan dengan sedikit
methanol-HCL 0,1 N dalam labu 100 ml, kemudian di adkan dengan medium
lambung buatan sampai garis tanda ( LIB I ). Kemudian dipipet 2,4 ml dari LIB I
dimasukkan kedalam labu 100 ml, lalu di adkan dengan medium lambung buatan
sampai garis tanda. Lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 335 nm.
3.6 Uji Pola Difraksi Sinar X
Pola difraksi sinar X serbuk piroksikam dan PEG 6000 hasil dari proses
dispersi padat direkam pada sistem difraksi sinar X menggunakan sumber
pancaran radiasi Cu. Tegangan 40 KV dan arus 30 mA. Pengamatan dilakukan
pada 2
ө
dan kecepatan skanning 0,8000per detik.3.7 Uji Spektrofotometri FT-IR
Uji spektrum inframerah dilakukan teehadap piroksikam (100:0) dan
piroksikam dengan PEG 6000 (20:80). Sampel diukur dengan spektrofotometer
inframerah dan spektrum serapan direkam dengan FTIR pada bilangan gelombang
4000-400 cm-1.
3.8 Uji Disolusi
3.8.1 Parameter uji disolusi
Medium disolusi : Cairan lambung buatan pH 1,2
Kecepatan pengadukan : 50 rpm
Volume medium : 900 ml
Suhu medium : 37 ± 0,5°C
3.8.2 Penetapan profil disolusi piroksikam dari sistem dispersi padat
Kedalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur
suhu 37 ± 0,5°C dan kecepatan pengadukan 50 rpm. Kedalam wadah tersebut
dimasukkan sediaan dispersi padat. Sampel diambil sebanyak 5 ml setiap interval
waktu 1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45, 60, dan 90 menit. Setiap pemipetan diganti
dengan medium sebanyak yang diambil pada suhu yang sama sehingga volume
medium disolusi tetap. Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi yang sama
yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung
tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995).
Masing-masing larutan yang dipipet dimasukkan kedalam labu 10 ml dan
ditambahkan dengan cairan medium lambung sampai garis tanda. Dipipet 1 ml
dimasukkan kedalam labu 10 ml dan ditambahkan dengan cairan medium
lambung sampai garis tanda dan diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV/VIS pada panjang gelombang serapan maksimumnya. Lalu
dihitung konsentrasi piroksikam terdisolusi dengan menggunakan kurva kalibrasi
(Erizal, 2007). Data dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.9 Uji Data Secara Statistik
Menurut Gandjar dan Rohman (2007) kadar zat aktif sebenarnya yang
telah terkandung dalam sampel dapat diketahui menggunakan uji distribusi t. data
diterima/ditolak dihitung dengan menggunakan metode standar deviasi dengan
rumus: SD=
Untuk mencari
thitung
digunakan rumus:thitung
= X-x
SD/
√
n
Menurut wibisono (2005), sebagai dasar penolakan data hasil uji analisis
adalah thitung > ttabel atau thitung< - ttabel. Untuk menentukan kadar zat aktif dalam
sampel dengan taraf kepercayaan 99%α= 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Sebenarnya
:
μ = ±
t (
α/2,dk) x (
SD/
√n)
Keterangan:
X = interval kepercayaan kadar sampel x = kadar rata-rata sampel
SD = standar deviasi dk = derajat kebebasan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kurva dan Data Serapan Piroksikam Dalam Medium Lambung pH 1,2
Hasil kurva dan data serapan piroksikam baku (Indofarma) dalam
medium lambung pH 1,2 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini:
Gambar 4.1Kurva serapan piroksikam dalam medium lambung pH 1,2
Dari hasil penentuan panjang gelombang maksimum medium lambung
buatan pH 1,2 diperoleh pada panjang gelombang maksimum yaitu 335 nm
dengan serapan 0,4633.
4.2 Kurva dan Data Kalibrasi Piroksikam Dalam Medium Lambung pH 1,2
Hasil kurva dan data kalibrasi piroksikam baku (Indofarma) dalam
medium lambung pH 1,2 dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4 berikut ini:
Gambar 4.3 Kurva kalibrasi piroksikam dalam medium lambung pH 1,2
Hasil penentuan lineritas kurva kalibrasi yang dibuat diperoleh hubungan
yang linear antara serapan dengan konsentrasi dengan koefisien korelasi (r)
0,9996 dengan persamaan regresi Y=0,072171X+0,0049. Sehingga dapat
dilakukan penetapan kadar formula sediaan dispersi padat.
4.3 Spektrum Inframerah
Spektrum inframerah berupa pita absorpsi dengan bilangan gelombang
dari 4000 sampai 400 cm-1. Hasil analisis spektrum serapan inframerah
piroksikam, dispersi padat dan PEG 6000 dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.6
berikut ini:
Berdasarkan spektrum diatas dapat dikatakan bahwa piroksikam yang
digunakan dari PT. INDOFARMA benar piroksikam, karena pada daerah sidik
jari terdapat bilangan gelombang yang tertera pada literatur, yaitu: 1524, 1180,
1298, 1147, 1573 dan 770 (Clarks, 1969).
Penurunan intensitas puncak pada dispersi padat menunjukkan adanya
perubahan bentuk struktur. Kemungkinan adanya ikatan antar molekul akibat
interaksi antara piroksikam dan PEG 6000 dapat diketahui dari spektrum
inframerah dimana terjadi pergeseran pita adsorpsi.
Gugus-gugus pada piroksikam dapat diketahui dari serapan pada
bilangan gelombangnya, piroksikam memiliki gugus C=O, senyawa aromatis dan
gugus OH pada daerah gugus fungsi. Gugus C=O berada pada bilangan
gelombang 1566,20, senyawa aromatis pada bilangan gelombang 3055,24 dan
gugus OH yang berada pada bilangan gelombang 3325,28 pada daerah gugus
fungsi.
Spektrum infra merah dispersi padat menunjukkan piroksikam
mengalami pergeseran pita absorpsi. Selain itu intensitas pita absorpsi juga
berkurang. Pergeseran pita terjadi pada gugus senyawa aromatis, pada gugus
carbonilnya dan OH. Gugus OH dan carbonil bergeser kebilangan gelombang
yang lebih rendah, sedangkan senyawa aromatis pada daerah gugus fungsi
berubah menjadi alifatis akibat adanya interaksi dengan PEG.
Hasil dari analisa yang dilakukan memperlihatkan terjadinya interaksi
antara piroksikam dengan PEG 6000 dalam dispersi padat. Interaksi yang terjadi
piroksikam. Dengan meningkatnya laju disolusi piroksikam ini diharapkan dapat
cepat diabsorpsi dan dapat memberikan efek terapi.
4.4 Difraksi Sinar X
Difraksi sinar x dari piroksikam menunjukkan puncak dengan intensitas
yang tajam. Hal ini mengindikasikan sifat kristalin dari obat tersebut seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan 4.8 berikut ini:
Pola difraksi sinar X yang mirip terlihat pada hasil analisis dari formula
dispersi padat (Gambar 4.7 dan 4.8) yang berarti bahwa zat yang sama terkandung
dalam formula dispersi padat. Perbedaannya terletak pada intensitas puncak yang
semakin rendah, hal ini menunjukkan kristal dari obat tersebut kemungkinan
berubah menuju kebentuk amorf.
4.5 Hasil Uji Disolusi
Hasil uji disolusi dilakukan terhadap piroksikam serbuk dan
masing-masing formula didalam medium lambung pH 1,2 dapat dilihat pada Gambar 4.9
berikut ini:
Gambar 4.9Grafik persen kumulatif disolusi piroksikam dalam medium lambung selama 90 menit
Waktu pengambilan sampel dari ke-6 formulasi dispersi padat dilakukan
pada menit ke-1, 3, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45, 60, dan 90. Hasil uji disolusi dapat
Tabel 4.1Data hasil persen kumulatif disolusi sediaan dispersi padat
Menit
Jumlah obat yang terdisolusi (%)
F1 F2 F3 F4 F5 F6
F1= Piroksikam : PEG 6000 (100:0) F4= Piroksikam : PEG 6000 (50:50) F2= Piroksikam : PEG 6000 (80:20) F5= Piroksikam : PEG 6000 (40:60) F3= Piroksikam : PEG 6000 (60:40) F6= Piroksikam : PEG 6000 (20:80)
Dari Gambar 4.9 dan dan Tabel 4.1 dilihat bahwa persentase piroksikam
pada dispersi padat (100:0) 32,17% sedangkan dispersi padat piroksikam-PEG
6000 (20:80) 96,13% pada menit ke-90. Sistem dispersi padat dengan konsentrasi
PEG 6000 semakin besar menyebabkan jumlah piroksikam yang terdispersi
molekuler dalam PEG 6000 menjadi semakin besar sehingga piroksikam menjadi
bentuk amorf. Jadi, laju disolusi piroksikam meningkat sebanding dengan
banyaknya PEG 6000 dalam sistem dispersi padat tersebut.
Peningkatan laju disolusi bahan obat dalam sistem dispersi padat
disebabkan pengecilan ukuran partikel. Sehingga luas permukaan kontak obat
dengan medium disolusi lebih besar. Sistem dispersi padat piroksikam-PEG 6000
Kemampuan PEG 6000 untuk meningkatkan laju disolusi piroksikam
dalam dispersi padat dapat diketahui dari kenaikan laju disolusi setiap
perbandingan berat.
Sistem dispersi padat dapat mengubah obat dari semula bentuk kristal
menjadi amorf atau parsial kristalin dengan cara meleburkan atau melarutkannya
bersama pembawa hidrofilik. Sistem dispersi padat dengan PEG 6000
menginformasikan tentang perubahan obat dari kristal menjadi sebagian amorf
atau sebagian kristal dengan membentuk eutektik atau monotektik (Craig, 2002).
Penggunaan dispersi padat dari piroksikam dapat mengurangi terjadinya
ulser bila dibandingkan dengan obat murni. Untuk tujuan mengurangi gangguan
gastrointestinal dari obat anti inflamasi non steroid. Maka diusulkan sebagai
bahan tambahan didalam peroral. PEG 6000 merupakan salah satu bahan
pembawa dispersi padat.
Interaksi antara molekul-molekul piroksikam dan PEG 6000 dapat terjadi
saat proses pembentukan dispersi padat. Molekul-molekul piroksikam akan
terdispersi dan terperangkap dalam jaringan polimer PEG 6000 dan saat
pemanasan, dapat terjadi perubahan keadaan fisik piroksikam menjadi bentuk
amorf (Chiou dan Riegelman, 1971).
4.6 Hasil Disolusi Uji ANOVA danDuncanMenit ke-1
Hasil uji ANOVA disolusi piroksikam dan PEG 6000 pada menit ke-1
dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Dari hasil uji statistik ANOVA pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan bermakna/signifikan persen kumulatif antara formula F1, F2,
F3, F4, F5 dan F6 pada menit ke-1 karena p = 0,000 (p < 0,05). Untuk mengetahui
dimanakah letak perbedaan bermakna/signifikan dari formula maka dilakukan
juga ujiDuncanyang hasilnya dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3Hasil ujiDuncandisolusi menit ke-1
Dari hasil Duncanpada Tabel 4.3 maka dapat diketahui pada menit ke-1
terdapat perbedaan bermakna persen kumulatif antara F1 dengan formula F2, dan
F6 sedangkan untuk F3, F4, dan F5 tidak terdapat perbedaan bermakna/signifikan.
Perbedaan bermakna antara formula yang lain dengan formula F6 diduga karena
perbandingan piroksikam dengan PEG 6000 yang lebih besar sehingga dapat
mempercepat granul tersebut larut dan melepaskan bahan aktif obat.
4.7 Hasil Disolusi Uji ANOVA danDuncanMenit ke-3
Hasil uji ANOVA disolusi piroksikam dan PEG 6000 pada menit ke-3
dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Dari hasil uji statistik ANOVA diatas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan bermakna/signifikan persen kumulatif antara formula F1, F2, F3, F4,
F5 dan F6 pada menit ke-3 karena p = 0,000 (p < 0,05). Untuk mengetahui
dimanakah letak perbedaan bermakna/signifikan dari formula maka dilakukan
juga ujiDuncanyang hasilnya dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5Hasil ujiDuncandisolusi menit ke-3
Dari hasil Duncanpada Tabel 4.5 maka dapat diketahui pada menit ke-3
terdapat perbedaan bermakna persen kumulatif antara F1 dengan formula F2, dan
F6 sedangkan untuk F3, F4, dan F5 tidak terdapat perbedaan bermakna/signifikan.
Perbedaan bermakna antara formula yang lain dengan formula F1 diduga karena
perbandingan jumlah piroksikam dengan PEG 6000 yang lebih besar sehingga
dapat mempercepat granul tersebut larut dan melepaskan bahan aktif obat.
4.8 Hasil Disolusi Uji ANOVA danDuncanMenit ke-5
Hasil uji ANOVA disolusi piroksikam dan PEG 6000 pada menit ke-5
dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:
Dari hasil uji statistik ANOVA diatas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan bermakna/signifikan persen kumulatif antara formula F1, F2, F3, F4,
F5 dan F6 pada menit ke-5 karena p = 0,000 (p < 0,05). Untuk mengetahui
dimanakah letak perbedaan bermakna/signifikan dari formula maka dilakukan
juga ujiDuncanyang hasilnya dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7Hasil ujiDuncandisolusi menit ke-5
Melalui Tabel 4.7 kita ketahui bahwa persen kumulatif antara bahan baku
piroksikam (F1) dengan semua formula dispersi padat pada menit ke-5 terdapat
perbedaan bermakna, begitu pula dengan formula F1 dengan kelima formula
lainnya, sedangkan untuk formula F3, F4 dan F5 tidak dapat perbedaan bermakna
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
konsentrasi penambahan PEG 6000 terhadap disolusi piroksikam dalam dispersi
padat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada uji disolusi yang dilakukan dalam medium lambung buatan pH 1,2
menunjukkan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan
bahan obat yang sukar larut. Hal ini terlihat dari hasil uji disolusi
pembentukan dispersi padat piroksikam dengan PEG 6000 pada perbandingan
(20:80) dapat meningkatkan laju disolusi yaitu 96,13% dibandingkan dengan
piroksikam (100:0) yaitu 32,17% dimana adanya perbedaan yang signifikan
antara masing-masing formula tersebut dilakukan juga uji statistik pada
ANOVA (p < 0,05).
b. Hasil dari analisa sediaan menggunakan inframerah dan difraksi sinar X
piroksikam dengan PEG 6000 menunjukkan bahwa adanya pergeseran pita
absorpsi dan intensitas puncak yang semakin rendah pada uji difraksi sinar X
yang menandakan adanya interaksi antara piroksikam dengan PEG 6000,
sehingga terjadi perubahan bentuk dari bentuk kristal menjadi amorf sehingga
piroksikam mudah diabsorpsi dan dapat memberikan efek terapi.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang
disolusi piroksikam dalam bentuk sediaan tablet dan selanjutnya juga
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H.M. (1989). Dissolution Bioavailability dan Bioequivalence
Pennsylvania: Mack Publishing Company. Halaman 53-72.
Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB. Halaman 376-381.
Aiache, J.M., Devissaquet, J. (1993). Farmasetika dan Biofarmasi. Edisi Ke II. Penerjemah: Widji Soerarti. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 36, 132, 400.
Andi. (2009). Belajar Kilat SPSS 17. Yogyakarta: Andi Offset Elcom. Halaman 79.
Ansel, C. Howard. (1985). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Ke IV. Jakarta: UI-Press. Halaman 153-154.
Basset, J. (1994). Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Buku Kedokteran (EGC). Halaman 43-44.
Chiou, W.L., dan Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical Application of Solid Dispersion System.Journal of Pharmaceuticl Science.60(9): 81-94.
Clarke's, E.G.C. (1969). Isolation and Identification of Drug. London: The Pharmaceutical Press. Halaman 648.
Craig, D.Q.M. (1990). Polyethylene Glycols and Drug Release. Drug Dev. Ind. Pharm.30(6): 2501-2526.
Craig, D.Q.M. (2002). The Mechanisms of Drug Release From Solid Dispersion in Water-Soluble Polymers,Int. J. Pharm.24(3): 131-144.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 683, 1066, 1084, 1085, 1143, 1144.
Erizal. (2007). Karakterisasi Fisikokimia Dan Laju Disolusi Dispersi Padat Ibuprofen Dengan Pembawa Polietilen Glikol 6000. Diakses pada 19 Desember 2012. (http://www. Artikel ilmiah.com).
Gandjar, I.B., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Press. Halaman 185.
Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Ke II. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 495.
Leuner, C., dan Dressman, J. (2000). Improving Drug Solubility For Oral Delivery Using Solid Dispersion.Eur. J. Pharm. Biopharm. 40(7): 47-60.
Martin, A., Swarbick, J. dan Cammarata, A. (1993). Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Alih bahasa: Yoshita. Edisi Ke III. Jakarta: UI-Press. Halaman 924-950.
Moechtar. (1990). Farmasi Fisika: Bagian Struktur Atom dan Molekul Zat Padat dan Mikromeritika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 75-80.
Ronny, (2005).Perbandingan Laju Disolusi Piroksikam PVP K-30 Dalam Bentuk Dispersi Padat Terhadap Campuran Fisisnya. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Sari, R., Radjaram, A., dan Setiawan, D. (2004). Peningkatan Laju Disolusi Piroksikam Dengan System Dispersi Padat Piroksikam Hpmc 3 cps.
Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 5(3): 238-244.
Shargel., L. Andrew, B., dan Yu, C. (1988).Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah: Fasich dan Syamsiah. Edisi Ke II. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 499.
Sutriyo. (2007). Pengaruh Polivinil Pirolidon Terhadap Laju Disolusi Furosemid Dalam Sediaan Dispersi Padat. Diakses pada 21 Januari 2013. (http: //www. majalah ilmu kefarmasian.com).
Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. Edisi Ke V. Cetakan II. Jakarta: Elex Media Komputindo,.Halaman 613.
Underwood, A.J., dan Ray, R.A. (1981). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi IV. Jakarta: Erlangga. Halaman 388-390.
Wahyono, T. (2009). 25 Model Analisis Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halaman 103-116.
Weller, P.J. (2003). Handbook of Pharmaceutical Exicipient. Edisi Ke-IV. Washington DC: The American Pharmaceutical Ass. Halaman 568-570.
Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Cetakan 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 451-452.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung pH 1,2
NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X2 Y2
1 3,0000 0,226 0,678 9,0000 0,051076
2 4,2000 0,312 1,310 17,64 0,0973
3 5,4000 0,395 2,133 29,16 0,156025
4 6,6000 0,482 3,181 43,56 0,232324
5 7,8000 0,563 4,391 60,84 0,316969
Jlh
∑x = 27,0 ∑Y=1,978 ∑XY=11,693 ∑X2= 160,2 ∑Y2=0,17073
Xrata2 = 5,4 Yrata2= 0,3956
Perhitungan Persamaan Regresi
a = ∑xy –[(∑x ).( ∑ y )/n]
∑x2–
[(∑x )2/n] = 11,693- (27,0)(1,978)/5
160,2 - (27,0)2/5
= 11,6712 - 10,6812
160,2 - 145,8
= 0.99
14,4
Lampiran 1(Lanjutan) b = yrata-rata–axrata-rata
= 0,3956 –0,068 (5,4) = 0,028
y = 0,0721 (20) - 0,0049
0,0721
Lampiran 2 Flowsheet kurva serapan piroksikam
←Ditimbang± 20 mg
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur250 ml
←Dilarutkan dengansedikit HCl 0,1 N
←Dicukupkan denganmedium lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda
←Dipipet sebanyak 15ml
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur50 ml
←Diencerkan dengan medium lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda
←Dipipet2,25 ml
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml ←Diencerkan denganmedium lambung buatan
pH 1,2 sampai garis tanda
←Diukurserapannya dengan alat spektrofotometer UV pada λ335 nm LIB I
Lampiran 3Flowsheet kurva kalibrasi piroksikam
←Ditimbang± 20 mg
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml
←Dilarutkan dalam sedikit HCl 0,1 N
←Dicukupkan dengan cairan lambung buatan pH 1,2 Sampai garis tanda
←Dipipet 15 ml masukkan kedalam labu tentukur 50 ml
←Dicukupkan dengan medium lambung buatan pH 1,2
←Dipipet sebanyak1,25 ; 1,75 ; 2,25 ; 2,75 dan 3,25 ml
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml ←Dicukupkandengan medium lambung sampai
garis tanda
←Diukur dengan alat spektrofotometer UVpada
λ 335 nm Piroksikam
Larutan Piroksikam C = 24 mcg/ml
Lampiran 4 Flowsheet uji keseragaman kadar piroksikam
←Ditimbang100 mg
←Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
←Dilarutkan dalam sedikit HCl 0,1 N
←Dicukupkan denganmedium cairan lambung buatan pH 1,2 Sampai garis tanda
←Dipipet sebanyak2,4 ml
←Diencerkan sampai100 ml dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
tanda
←Diukur dengan alat spektrofotometer UVpada
λ 335 nm
Larutan Piroksikam C = 1000 mcg/ml