• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Crosstalk Pada Optical Cross Connect Menggunakan Wavelength Converter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Crosstalk Pada Optical Cross Connect Menggunakan Wavelength Converter"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT

MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

O

L

E

H

T. ANNISA RAMADHANI

050402015

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen penting pada jaringan

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). OXC memberikan

fleksibilitas perutean dan kapasitas transport bagi jaringan DWDM. Sebuah OXC dapat men-switch sinyal optik pada kanal DWDM dari port input ke port output tanpa membutuhkan konversi sinyal optik. Jika OXC dilengkapi dengan wavelength converter, maka ia dapat mengubah sinyal optik yang datang ketika

melewati switch. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai

perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain.

Dalam tugas akhir ini akan dianalisis crosstalk pada optical cross connect menggunakan wavelength converter dengan topologi kombinasi space dan wavelength switch. Adapun parameter yang diamati adalah pengaruh jumlah

panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input terhadap besarnya crosstalk.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaian Tugas Akhir ini.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu Ayahanda dan Ibunda serta adik – adik tercinta yang merupakan bagian dari hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.

Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT

MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada:

(4)

2. Bapak Ir. Masykur, Sj selaku Penasehat Akademis penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan selama ini.

3. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas segala bantuannya.

6. Zainul Ahmad Aulia Lubis yang selalu menyertai dan selalu memberikan motivasi dan perhatiannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Sahabat-sahabat terbaik di elektro : Dewi, Taci, Once, Diana, Ami, Apriany, Chici, Yona, Muti, Icha, Christina, Fari, Rizky, Bimbo, Samuel, Rainhard, B.leo, Rudy, Alex, Lutfi, Hary, Suib, Soejack, Ricky, Putra, Riza, Fery, Mangiring dan seluruh Gemboeng 2005, semoga persahabatan kita terus terjaga.

8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu.

(5)

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dalam peningkatan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang telekomunikasi.

Medan, Februari 2010

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metodologi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

II. WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum ... 5

2.2 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) ... 6

(7)

2.2.2 Aplikasi DWDM ... 10

2.2.3 Komponen Penting pada DWDM ... 10

2.2.4 Channel Spacing ... 13

III. CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 3.1 Umum ... 19

3.2 Optical Cross Connect (OXC) ... 20

3.2.1 Multiplexer dan Demultiplexer ... 22

3.2.2 Optical Switch ... 25

3.2.3 Wavelength Converter ... 26

3.3 Crosstalk ... 27

3.4 Crosstalk pada Optical Router ... 30

3.4.1 Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Seri ... 30

3.4.2 Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Paralel... 32

3.5 Crosstalk pada Optical Cross Connect ... 34

3.5.1 Model Sistem yang Dianalisis ... 35

3.5.2 Analisis Sistem ... 35

IV. ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 4.1 Umum ... 36

(8)

4.3 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan

Wavelength Converter Terhadap Jumlah Serat Masukan ... 39

4.4 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan

Wavelength Converter Terhadap Daya Input ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Sistem DWDM ... 7

Gambar 2.2 Pengiriman Informasi pada WDM... 9

Gambar 2.3 Komponen pada DWDM ... 12

Gambar 2.4 Karakteristik Tipikal Optik Kanal DWDM ... 14

Gambar 2.5 Jarak Antar Kanal pada DWDM ... 15

Gambar 3.1 Perangkat OXC ... 17

Gambar 3.2 Demultiplexer yang Berdasarkan Kisi yang Dibuat dari (a) Sebuah Lensa Konvensional dan (b) Lensa dengan Indeks Bertingkat ... 28

Gambar 3.3 Multiplexer Empat Kanal yang Didasarkan pada Interferometer Mach-Zehnder ... 29

Gambar 3.4 Optical Switch MEMS 8 x 8 dengan Cermin Mikro yang Bebas Berotasi ... 30

Gambar 3.5 Contoh Optical Switch yang Didasarkan pada : (a) Semiconductor Waveguide Sambungan-Y dan (b) SOA dengan Pemisah ... 31

Gambar 3.6 Crosstalk Interband dan Intraband ... 32

(10)

Gambar 3.8 Contoh Sumber Intrachannel Crosstalk pada Sistem WDM ... 34

Gambar 3.9 Konfigurasi Router Seri ... 35

Gambar 3.10 Konfigurasi Router Paralel ... 36

Gambar 3.11 Diagram blok link transmisi WDM dengan OXC berdasarkan GC-SOA dan wavelength converter ... 30

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Jumlah Panjang Gelombang ... 38

Tabel 4.2 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Jumlah Serat

Masukan... ... 41

(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Hubungan Antara Jumlah Panjang Gelombang dengan Crosstalk OXC... 39

Grafik 4.2 Grafik Hubungan Antara Jumlah Serat Masukan dengan Crosstalk OXC ... 42

(13)

ABSTRAK

Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen penting pada jaringan

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). OXC memberikan

fleksibilitas perutean dan kapasitas transport bagi jaringan DWDM. Sebuah OXC dapat men-switch sinyal optik pada kanal DWDM dari port input ke port output tanpa membutuhkan konversi sinyal optik. Jika OXC dilengkapi dengan wavelength converter, maka ia dapat mengubah sinyal optik yang datang ketika

melewati switch. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai

perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain.

Dalam tugas akhir ini akan dianalisis crosstalk pada optical cross connect menggunakan wavelength converter dengan topologi kombinasi space dan wavelength switch. Adapun parameter yang diamati adalah pengaruh jumlah

panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input terhadap besarnya crosstalk.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai jenis teknologi jaringan yang ditawarkan kepada masyarakat. Peningkatan kebutuhan masyarakat akan komunikasi yang berkecepatan tinggi dan bandwidth yang besar membawa kepada perkembangan teknologi komunikasi broadband.

Satu hal yang paling penting dari sebuah link komunikasi optik adalah bahwa banyak panjang gelombang yang berbeda dapat dilewatkan melalui sebuah serat tunggal secara simultan dalam spectral band 1300 sampai 1600 nm. Teknologi yang mengkombinasikan sejumlah panjang gelombang dalam serat yang sama dikenal sebagai Wavelength Division Muliplexing (WDM).

WDM sangat diterima secara luas karena bandwidthnya yang besar, fleksibilitasnya dan memungkinkan untuk meng-upgrade jaringan optik yang sudah ada ke jaringan WDM.

Untuk meningkatkan kapasitas dan fleksibilitasnya, maka diperlukan teknik perutean sinyal yang tepat. Salah satu solusinya adalah dengan menerapkan konsep hubung silang (cross connect), yang dikenal sebagai Optical Cross Connect (OXC). Dalam praktiknya, banyak kanal sinyal dan panjang gelombang

(15)

yang signifikan, sehingga menjadi penghambat diterapkannya OXC ini dalam sistem komersial.

Pada Tugas Akhir akan dianalisis besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu OXC menggunakan wavelength converter terhadap jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan hubung silang (cross connect) pada jaringan WDM dan bagaimana cara kerjanya.

2. Apa yang dimaksud dengan crosstalk pada jaringan WDM yang terhubung silang (cross connect).

3. Bagaimana memperoleh besaran crosstalk dalam suatu sistem OXC yang menggunakan wavelength converter terhadap jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input.

4. Bagaimana pengaruh crosstalk terhadap sistem OXC yang menggunakan wavelength converter.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis nilai crosstalk pada suatu sistem Optical Cross Connect menggunakan wavelength

converter terhadap jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan

(16)

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas, maka penulis akan membatasi pembahasan Tugas Akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak membahas WDM secara mendetail.

2. Topologi cross connect yang dibahas adalah topologi OXC yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch.

3. Tidak membahas serat optik secara mendetail.

4. Tidak membahas nilai crosstalk yang terjadi pada masing-masing komponen.

1.5 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian jurnal-jurnal dan artikel pendukung.

2. Studi diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir ini.

1.6 Sistematika Penulisan

(17)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengatur tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM)

Bab ini membahas tentang prinsip kerja WDM, arsitektur dan komponen pembentuk WDM.

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT

MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

Bab ini membahas tentang pengertian crosstalk pada jaringan WDM yang terhubung silang (cross connect), sumber terjadinya crosstalk dan pengaruhnya terhadap total crosstalk dalam jaringan WDM.

BAB IV ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT

MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

Bab ini berisi analisis crosstalk yang terjadi pada suatu OXC yang menggunakan wavelength converter yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch pada jaringan WDM sebagai fungsi

jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input.

BAB V PENUTUP

(18)

BAB II

WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM)

2.1 Umum

Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM), berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru.

Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1970, dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di laboratorium. Sistem WDM pertama hanya menggabungkan 2 sinyal. Pada perkembangan WDM, beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan sejumlah panjang-gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-masing berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru, yaitu ke-nonlinieran serat optik dan efek dispersi yang kehadirannya semakin signifikan yang menyebabkan terbatasnya jumlah panjang-gelombang 2-8 buah saja.

(19)

Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat).

WDM populer karena memungkinkan untuk mengembangkan kapasitas jaringan tanpa menambah jumlah serat. Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen : dense dan coarse WDM [1]. Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada

konsep yang sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar panjang gelombang, jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik.

2.2 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suau teknik

transmisi yang yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses memultipleksi seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik.

Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem Synchoronous Digital Hierarchy (SDH) yang sudah ada (solusi terintegrasi)

(20)

dipakai empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal dengan menggunakan teknologi SDH). Konsep ini diilustrasikan seperti tampak pada Gambar 2.1.

W

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Sistem DWDM

Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini diyakini banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditransmisikan dalam satu serat.

(21)

Kemunculan teknologi DWDM tersebut dengan segera menjadi daya tarik sendiri bagi perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal ini dikarenakan teknologi DWDM memungkinkan carriers untuk memiliki sebuah jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur jaringannya. Cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai kebutuhan dengan daerah tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan panjang-gelombang ini pula yang saat ini banyak dilakukan oleh carriers, khususnya yang tergolong baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan internet di kota-kota besar di kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi.

(22)

2.2.1 Prinsip Kerja Dense Wavelength Division Multiplexing

Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM) memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain, yaitu untuk mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun, dalam teknologi ini pada suatu kabel atau serat optik dapat dilakukan pengiriman secara bersamaan banyak informasi melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang (wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang dikirimkan awalnya diubah menjadi panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang yang tersedia pada kabel serat optik kemudian dimultipleksikan pada satu serat. Dengan teknologi DWDM ini, pada satu kabel serat optik dapat tersedia beberapa panjang gelombang yang berbeda sebagai media transmisi yang biasa disebut dengan kanal. Konsep pengiriman informasi pada WDM ini diilustrasikan pada Gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Pengiriman Informasi Pada WDM

(23)

2.2.2 Aplikasi DWDM

Kemunculan teknologi DWDM tersebut dengan segera menjadi daya tarik sendiri bagi perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal ini dikarenakan teknologi DWDM memungkinkan carriers untuk memiliki sebuah jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur jaringannya, cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai kebutuhan dengan daerah tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan panjang-gelombang ini pula yang saat ini banyak dilakukan oleh carriers, khususnya yang tergolong baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan internet di kota-kota besar di kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi.

Keadaan ini memicu bermunculannya carriers baru yang dengan segera memiliki jaringan yang luas di benua tersebut dengan akses ke seluruh penjuru dunia, meski beberapa carriers yang tergolong mapan lebih memilih untuk membangun sendiri infrastrukturnya dengan alasan kemudahan dalam pengawasan, keamanan, dan lain - lain. Perbedaan strategi tersebut nantinya bakal mewarnai persaingan dalam penguasaan teknologi, manajemen jaringan, dan sebagainya.

Sementara bagi produsen perangkat telekomunikasi sendiri, kemunculan teknologi ini seakan memberi angin segar bagi perusahaan baru untuk turut bermain di dalam bisnis bernilai milyaran dollar ini. Sebagai contoh adalah Ciena, yang menjadi pemain papan atas untuk produk DWDM.

2.2.3 Komponen Penting pada DWDM

(24)

sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut [1]: 1. Transmitter, yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi untuk

dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan dimultipleks untuk dapat ditransmisikan.

2. Receiver, yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplexer untuk dapat dipilih berdasarkan informasi originalnya.

3. DWDM terminal multiplexer. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang

tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima sinyal input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya), mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal optik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri dari multiplekser optik yang mengubah sinyal 550 nm dan menempatkannya pada suatu fiber SMF (Single Mode Fiber) -28.

4. Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan amplifier jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang ditransfer sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostik optical dan telemetry dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada proses pengiriman sinyal informasi pasti terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang dapat melemahkan sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang biasa dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier), namun karena bandwith dari EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm

(25)

1600 nm, kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier) dengan bandwidth 1528 nm sampai 1610 nm. Kedua jenis penguat ini termasuk jenis

EBFA (Extended Band Filter Amplifier) dengan penguatan yang tinggi, saturasi yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier optic yang lain adalah sistem Raman Amplifier yang merupakan pengembangan dari sistem EDFA.

5. DWDM terminal Demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini bertindak pasif, kecuali

untuk beberapa telemetry seperti sistem yang dapat menerima sinyal 1550 nm. Teknologi terkini dari demultiplekser ini yaitu terdapat couplers (penggabung dan pemisah power wavelength) berupa Fiber Bragg Grating.

6. Optical supervisory channel (OSC). Ini merupakan tambahan panjang gelombang yang selalu ada di antara 1510 nm-1310 nm. OSC membawa informasi optic multi wavelength sama halnya dengan kondisi jarak jauh pada terminal optik atau daerah EDFA. Jadi OSC selalu ditempatkan pada daerah intermediate amplifier yang menerima informasi sebelum dikirimkan kembali.

(26)

Pada gambar di atas dapat dilihat, empat buah informasi masukan, masing – masing dengan panjang gelombang λ1, λ2, λ3, λ4 dimultipleksing dengan

multiplexer DWDM 4 kanal dan selanjutnya ditransmisikan melalui sebuah serat

tunggal. Setelah melewati jarak tertentu (100 km), sinyal tersebut dikuatkan dengan amplifier (EDFA) karena telah mengalami pelemahan akibat rugi – rugi yang dialami selama pentransmisian. Setelah mengalami penguatan, sinyal tersebut diteruskan hingga ke ujung penerima. Di ujung penerima, sinyal informasi tersebut didemultiplekskan hingga kembali menjadi seperti sinyal informasi masukan (λ1, λ2, λ3, λ4).

2.2.4 Channel Spacing

Channel spacing menentukan performansi dari sistem DWDM. Standar

channel spacing dari ITU adalah 50 GHz sampai 100 GHz (100 GHz akhir-akhir

ini sering digunakan). Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Channel spacing bergantung pada komponen sistem yang dipakai.

Channel spacing merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan

(27)

Gambar 2.4 Karakteristik tipikal optik kanal DWDM

Gambar 2.4 menunjukkan karakteristik tipikal optikal kanal WDM. Pada gambar di atas, total channel isolation merupakan isolasi dari kanal secara keseluruhan. Channel passband menunjukkan rentang (band) dari kanal yang dapat dilewatkan. Center wavelength adalah pusat panjang gelombang. Adjacent channel isolation adalah isolasi dari kanal yang berdekatan. Passband ripple

merupakan fluktuasi atau atau toleransi band yang dapat dilewatkan.

Pada perkembangan selanjutnya, sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas data informasi. Salah satunya adalah dengan memperkecil channel spacing tanpa adanya suatu interferensi dari pada sinyal pada satu serat optik tersebut. Dengan demikian, hal ini sangat bergantung pada komponen sistem yang digunakan. Salah satu contohnya adalah pada demultiplexer DWDM yang harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah bahwa Demux harus stabil pada setiap waktu dan pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang relatif besar pada suatu daerah frekuensi tertentu dan dapat tetap memisahkan sinyal informasi sehingga tidak terjadi interferensi antar sinyal.

(28)

kanal yang paling umum digunakan oleh para pemasok DWDM saat ini adalah 0,2 nm s/d 1,2 nm. Deskripsi jarak antar kanal adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 .

Gambar 2.5 Jarak antar kanal pada DWDM

(29)

BAB III

CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN

WAVELENGTH CONVERTER

3.1 Umum

Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen jaringan yang terpenting

yang memungkinkan dapat dilakukannya rekonfigurasi jaringan optik, dimana lintasan cahaya dapat dinaikkan dan diturunkan sesuai kebutuhan [3]. Hal ini menawarkan skalabilitas routing, bit rate dan protokol independen dan meningkatkan kapasitas transport pada jaringan WDM. Propagasi melalui elemen-elemen switching yang merupakan bagian dari OXC menghasilkan degradasi sinyal yang disebabkan rugi-rugi intrinsik perangkat dan ketidaksempurnaan operasi. Ketidaksempurnaan switching menyebabkan kebocoran sinyal, dimana panjang gelombang bisa saja sama atau berbeda dengan panjang gelombang sinyal.

Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefenisikan sebagai perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain.

Sebuah OXC dapat men-switch sinyal optik pada kanal DWDM dari port input ke port output tanpa membutuhkan konversi sinyal optik. Jika OXC

(30)

3.2 Optical Cross Connect (OXC)

Pengembangan jaringan Wavelength Division Multiplexing (WDM) membawa kepada dibutuhkannya sebuah skema perutean panjang gelombang secara dinamis (dynamic wavelength routing) yang dapat merekonfigurasi jaringan seraya memelihara sifat nonblocking-nya. Fungsi ini dapat dipenuhi oleh sebuah optical cross connect (OXC) yang berfungsi sama seperti switch digital elektronik pada jaringan telepon. Penggunaan perutean dinamis (dynamic routing) juga memecahkan permasalahan keterbatasan panjang gelombang yang tersedia melalui teknik penggunaan kembali panjang gelombang (wavelengeth-reuse). Perancangan dan fabrikasi OXC telah menjadi topik penelitian yang penting sejak penemuan sistem WDM [4]. Gambar 3.1 menunjukkan contoh perangkat OXC yang digunakan dalam dunia praktis.

(31)

3.2.1 Multiplexer dan Demultiplexer

Multiplexer dan demultiplexer adalah komponen penting pada sistem

WDM. Demultiplexer membutuhkan sebuah mekanisme pemilihan panjang gelombang dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori [4], yaitu :

1. Demultiplexer yang didasarkan pada difraksi (diffraction-based demultiplexer), menggunakan sebuah elemen dispersi angular, misalnya

sebuah kisi difraksi, yang menghamburkan cahaya yang terjadi secara ruang ke berbagai komponen panjang gelombang.

2. Demultiplexer yang didasarkan pada interferensi (Interference-based demultiplexer), menggunakan perangkat seperti filter optik dan pengkopel

direksional.

Untuk keduanya, perangkat yang sama dapat digunakan sebagai multiplexer atau demultiplexer, tergantung pada arah propagasi, karena

gelombang optik dapat berbalik arah secara padu di dalam media dielektrik.

Demultiplexer yang didasarkan pada kisi menggunakan fenomena difraksi

Bragg dari sebuah kisi optik. Gambar 3.2 menunjukkan perancangan dua demultiplexer yang demikian. Sinyal masukan WDM difokuskan pada sebuah kisi

(32)

Gambar 3.2 Demultiplexer yang berdasarkan kisi yang dibuat dari (a) sebuah lensa konvensional dan (b) lensa dengan indeks bertingkat

Demultiplexer yang didasarkan pada filter menggunakan fenomena interferensi optik untuk memilih panjang gelombang. Demultiplexer yang didasarkan pada filter MZ telah menarik perhatian besar.

(33)

Gambar 3.3 Multiplexer empat kanal yang didasarkan pada interferometer mach-zehnder

Kinerja multiplexer terutama ditentukan oleh besarnya insertion loss pada tiap-tiap kanal. Kriteria kinerja demultiplexer lebih ketat. Pertama, kinerja demultiplexer sebaiknya tidak dipengaruhi oleh polarisasi sinyal WDM. Kedua,

demultiplexer sebaiknya memisahkan tiap – tiap kanal tanpa perusakan dari kanal

yang berdekatan.

Dalam praktiknya, perusakan sebagian daya sering terjadi, khususnya pada sistem DWDM dengan interchannel spacing yang kecil. Perusakan daya ini dinyatakan sebagai crosstalk dan sebaiknya bernilai kecil (<-20 dB) untuk memberikan kinerja sistem yang memuaskan.

3.2.2 Optical Switch

Optical switch yang paling sederhana adalah mechanical switching [4].

(34)

mechanical system (MEMS) sebagai perangkat switching. Gambar 3.4

menunjukkan sebuah optical switch MEMS 8 x 8 yang memuat array dua dimensi dari cermin mikro yang bebas berotasi. Cermin – cermin yang kecil ini dapat memantulkan 100 % sinyal cahaya ataupun sebagiannya (partial transmission). Rugi – ruginya juga lebih kecil [5].

Gambar 3.4 Optical switch MEMS 8 x 8 dengan cermin mikro yang bebas berotasi

Semiconduktor waveguide juga dapat digunakan untuk membuat optical switch dalam bentuk pengkopel direksional, interferometer MZ, dan sambungan

Y. Teknologi InGaAsP / InP sangat umum digunakan sebagai switch.

Gambar 3.5 (a) menunjukkan sebuah switch 4 x 4 yang didasarkan pada sambungan Y; elektrorefraksi digunakan untuk men-switch sinyal di antara dua lengan sambungan Y. Karena waveguide InGaAsP menghasilkan penguatan, SOA dapat digunakan untuk mengimbangi rugi-rugi penyisipan. SOA sendiri dapat digunakan untuk membuat OXC.

(35)

penyerapan atau melewatkannya sambil memperkuat sinyal secara simultan. Crosstalk perangkat space switch ini untuk ukuran 2x2 bernilai -40 dB.

Gambar 3.5 Contoh optical switch yang didasarkan pada : (a) semiconductor waveguide sambungan-y dan (b) SOA dengan pemisah

3.2.3 Wavelength Converter

Wavelength converter digunakan untuk mengubah kanal panjang

gelombang dari satu panjang gelombang ke panjang gelombang yang lain. Optical Cross Connect (OXC) memungkinkan berbagai kanal panjang gelombang dari

beberapa serat masukan untuk di cross-connect ke beberapa serat keluaran,untuk kondisi yang bukan dua kanal pada keluaran serat yang mempunyai wavelength yang sama.

3.3 Crosstalk

(36)

sistem WDM, termasuk optical filter, multiplexer, demultiplexer, optical switch, optical amplifier, dan serat itu sendiri [6].

Ada beberapa jenis crosstalk yang terjadi pada OXC berdasarkan sumbernya. Pertama kita akan mendefenisikan perbedaan antara interband crosstalk dan intraband crosstalk [7].

1. Interband crosstalk

Interband crosstalk adalah crosstalk yang terjadi pada panjang gelombang di

luar slot kanal (panjang gelombang di luar bandwith optik). Crosstalk ini dapat dihilangkan dengan filter narrow-band dan tidak menghasilkan getaran (beating) selama pendeteksian, sehingga tidak terlalu merugikan.

2. Intraband crosstalk

Crosstalk yang terjadi pada slot kanal panjang gelombang yang sama disebut

intraband crosstalk. Crosstalk ini tidak dapat dihilangkan dengan optical filter

sehingga berakulumasi sepanjang jaringan. Karena tidak dapat dihilangkan, maka crosstalk jenis ini harus dihindarkan.

Kedua jenis crosstalk ini diilustrasikan pada gambar 3.6.

(37)

Lebih lanjut, pada intraband crosstalk, akan didefenisikan perbedaan antara incoherent dan coherent crosstalk. Perbedaan antara kedua jenis crosstalk ini dapat dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkannya.

Interferensi kanal sinyal dan kanal crosstalk pada detektor menghasilkan pola getaran (beat term). Crosstalk dinyatakan sebagai coherent crosstalk bila total crosstalk didominasi oleh getaran ini. Jika pola getar ini sangat kecil dibandingkan total crosstalk, maka dinyatakan sebagai incoherent crosstalk. Pada incoherent crosstalk pola getar dapat diabaikan (misalnya jika panjang

gelombang-panjang gelombangnya berbeda). Pada coherent crosstalk, pola getar tidak dapat diabaikan. Crosstalk ini terjadi pada jaringan WDM jika kanal-kanal dengan frekuensi carrier yang sama digabungkan.

Crosstalk yang terjadi pada jaringan WDM juga dapat dibedakan atas

interchannel crosstalk dan intrachannel crosstalk [6].

1. Interchannel crosstalk

Interchannel crosstalk terjadi ketika interferensi sinyal dihasilkan oleh kanal

yang bersebelahan yang beroperasi pada panjang gelombang yang berbeda. Ini terjadi karena ketidaksempurnaan perangkat pemilih panjang gelombang dalam menolak atau menahan sinyal dari kanal panjang gelombang lain yang berdekatan. Gambar 3.7 menunjukkan sebuah contoh crosstalk dalam sebuah demultiplexer.

(38)

2. Intrachannel crosstalk

Pada intrachannel crosstalk, sinyal interferensi mempunyai panjang gelombang yang sama dengan sinyal yang diinginkan. Gambar 3.8 adalah sebuah contoh sumber intrachannel crosstalk. Dua sinyal yang independen, masing-masing dengan panjang gelombang λ1, memasuki sebuah optical

switch. Switch ini merutekan sinyal masukan port 1 ke keluaran port 4, dan

merutekan sinyal masukan port 2 ke keluaran port 3. Di dalam switch, daya optik masukan port 1 terkopel ke port 3, dimana sinyal ini akan berinterferensi dengan sinyal dari port 2.

Gambar 3.8 Contoh sumber intrachannel crosstalk pada sistem WDM

3.4 Crosstalk pada Optical Router

Pada bagian ini akan dibahas dua konfigurasi routing, yaitu seri dan paralel. Dalam jaringan seperti ini terdapat dua jenis crosstalk, yaitu inter-channel crosstalk (Xctn) dan residual crosstalk (Xctr). Crosstalk jenis pertama merupakan bagian dari daya input yang dirutekan ke kanal yang bukan merupakan target, sedangkan jenis kedua merupakan bagian dari daya input yang terpantul kembali

(39)

3.4.1 Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Seri

Gambar 3.9 menggambarkan sebuah diagram blok dari router seri 1xN tiga tingkat. Crosstalk akan dihitung untuk setiap tingkat, untuk kemungkinan keadaan lintasan terburuk.

Daya sinyal pada output port 2 pada tingkat pertama dinyatakan dengan [7]:

P12 = P (1 + Xctr1 + Xctn1) (3.1)

dimana, P0 adalah daya sinyal input, dan Xctr1 dan Xctn1 adalah residual crosstalk dan interchannel crosstalk dari router 1 pada port 2.

Demikian juga pada output tingkat kedua dan ketiga, daya sinyal dinyatakan dengan [7] :

P24 = P12· (1 + Xctr2 + Xctn2) (3.2)

P38 = P24· (1 + Xctr3 + Xctn3) (3.3)

Gambar 3.9 Konfigurasi router seri

(40)

Pk = Pk-1[1 + Xctr,k + Xctn,k]

= P0[1 + Xctr,1 + Xctn,1][1 + Xctr,1 + Xctn,1]…… · [1 + Xctr,k + Xctn,k] (3.4)

Untuk konfigurasi seri, crosstalk normalisasi pada tiap tingkat dinyatakan dengan[7] :

(3.5)

Di sini, diasumsikan nilai Xctn,k dan Xctr,k adalah sama untuk masing-masing router dan ditentukan oleh parameter komponen. Total crosstalk router adalah XT = Xctr + Xctn. Dengan mensubstitusikan ke Pk pada persamaan (3.5), diperoleh :

(3.6)

Dari persamaan (3.6) terlihat bahwa crosstalk (Xct) hanya bergantung pada ukuran jaringan (k), Xctr dan Xctn, tetapi tidak bergantung pada daya sinyal input.

3.4.2 Crosstalk pada Optical Router Konfigurasi Paralel

Optical router juga dapat dikonfigurasikan secara paralel. Gambar 3.10

(41)

Gambar 3.10 Konfigurasi router parallel

Buffer optik digunakan untuk mengeliminasi tabrakan pada output. Data

dapat disimpan di buffer atau dilewatkan saja tanpa tundaan. Ketika dua paket optik diterima secara simultan pada input dan butuh dirutekan secara simultan pada port output yang sama melalui elemen switching, hanya satu yang dapat keluar pada port output pada suatu waktu dan yang lainnya disimpan di buffer. Pada contoh ini diasumsikan bahwa paket dari router A diswitch terlebih dahulu, sedangkan paket dari router B disimpan di buffer untuk mencegah tabrakan pada t output port 2.

Daya sinyal pada output port 2 router A dan router B dinyatakan dengan[7] :

Pa = P0· [0(1) + Xctr,a + Xctn,a] (3.7)

Pb = P0· [1(0) + Xctr,b + Xctn,b] (3.8)

dan output dari konfigurasi router paralel pada port 2 dapat dinyatakan dengan[7]:

P(2) = Pa + Pb

= P0· [0(1) + Xctr,a + Xctn,a] + P0· [1(0) + Xctr,b + Xctn,b]

(42)

Untuk penyederhanaan, diasumsikan bahwa Xctr dan Xctn dari router A dan B adalah sama. Daya sinyal pada output port 2 dinyatakan dengan :

P(2) = P0· (1 + 2 XT) (3.10)

Dengan cara yang sama, output dari n router paralel dapat dinyatakan dengan :

P(2) = P0· (1 + n XT) (3.11)

Crosstalk normalisasi dari konfigurasi paralel dinyatakan dengan[7] :

(3.12)

3.5 Crosstalk pada Optical Cross Connect

(43)

3.5.1 Model Sistem yang Dianalisis

Model sistem dari optical cross connect WDM yang akan dianalisis adalah

seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.11. Pada model sistem ini, crosstalk dihasilkan di dalam kombinasi dari space dan wavelength switch. Gambar 3.11 menunjukkan diagram blok Optical Cross Connect (OXC) berdasarkan pada Gain-Clamped Semiconductor Optical Amplifier (GC-SOA) dan wavelength

converter [3]. Topologi yang digunakan adalah kombinasi dari space dan

wavelength switch. Kanal panjang gelombang yang akan ditransmisikan adalah

hasil multiplexer dari WDM multiplexer dan fed untuk serat masukan.

Pada keluaran dari OXC sinyal masukan dibagi oleh aray pertama dari power splitter yang diikuti oleh array kedua dari power splitter. Pada masukan

dari gate GC-SOA, seluruh kanal diberikan. Gate memilih panjang gelombang yang membawa kanal yang diinginkan.

Filter WC Combiner

(44)

Pada gambar 3.11, serat a membawa kanal-kanal panjang gelombang a1 , a2 , . . . , aM dan serat b membawa kanal-kanal panjang gelombang b1 , b2 , . . .

, bM. Bahwa N adalah jumlah masukan serat dan M adalah jumlah panjang gelombang yang berbeda, ini adalah total kanal panjang gelombang N M. Kanal panjang gelombang N M yang dilewati array pertama dari power splitter. Ada N power splitter untuk seluruh N masukan serat. Seluruh kanal panjang gelombang

yang berbeda muncul pada keluaran dari power splitter ke power splitting. Panjang gelombang a1 , a2 , . . . , aM kemudian diberi ke array yang lain pada M power splitter. Ada sejumlah N M power splitter pada array kedua. Keluaran

array kedua dari power splitter diberikan ke gate dari GC-SOA, yang memungkinkan hanya panjang gelombang khusus yang dapat lewat. Combiner pada serat keluaran yang pertama, seperti combiner 1, menerima masukan dari

a1 , b1 , . . . , 1. Keluaran dari combiner N M diberikan ke filter N M dan wavelength converter. Array kedua dari N combiner, menggabungkan seluruh

kanal panjang gelombang yang di cross-connect dan keluarannya ke N serat keluaran. Kanal panjang gelombang yang diinginkan dari serat keluaran di demultiplexing oleh WDM demultiplexer dan diterima oleh sebuah penerima deteksi langsung.

3.5.2 Analisis Sistem

Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu optical cross connect ditentukan dengan menghitung perbedaan daya output antara perhitungan tanpa crosstalk (satu kanal pada input) dengan perhitungan yang melibatkan crosstalk

(45)

sehingga menghasilkan crosstalk maksimal) [8]. Perhitungan hanya dilakukan untuk masukan bit “satu” pada input dan pola getar diasumsikan maksimum untuk menghitung kondisi terburuk. Dengan kata lain, perhitungan crosstalk adalah perbedaan antara “satu” tanpa crosstalk dan “satu” dengan crosstalk. Konsep ini diilustrasikan pada gambar 3.12

Crosstalk dihitung pada satu kanal panjang gelombang tertentu, kanal ini

disebut kanal yang diamati. Pada bagian ini akan dibahas persamaan-persamaan

untuk menganalisis crosstalk pada OXC. Pada persamaan-persamaan berikut,

adalah daya masukan dari sebuah kanal, adalah sebagai daya keluaran kanal

panjang gelombang dengan penambahan kontribusi crosstalk ( dengan seluruh kanal panjang gelombang membawa bit 1). Tf adalah faktor transmisi filter,

adalah rasio pemadaman, adalah gate crosstalk, N adalah jumlah masukan

serat dalam OXC, dan M adalah jumlah panjang gelombang per masukan serat.

. adalah daya sinyal pada serat dengan panjang gelombang yang lain i.

adalah daya sinyal pada serat yang lain j yang membawa panjang gelombang dalam pembahasan, i.

(46)

Diasumsikan bahwa seluruh kanal panjang gelombang termasuk

membawa bit 1. pada beberapa serat keluaran hanya dari daya keluaran, terkait sebagian daya sebelum masuk ke GC-SOA. Ini juga mengasumsikan bahwa GC-SOA di lengkapi dengan gain dari N waktu untuk mengimbangi daya optik keluaran. adalah parameter yang mengukur ketidaksempurnaan gate

dalam gain dan dinyatakan dengan, = ; dimana Pgate

adalah daya keluaran dari gate GC-SOA. adalah referensi daya keluaran

dari gate GC-SOA. adalah berasal dari filter suppression dari kanal panjang

gelombang, .

Dalam OXC dengan wavelength converter, ada satu gate dalam state ON untuk semua grup dari N gate. Karena itu ada NM gate pada state ON pada beberapa waktu untuk sebuah jumlah dari NM2 gate. Perhitungan dilakukan untuk situasi terburuk, dimana OXC menangani trafik padat dan juga amplitude diasumsikan maximum. Rasio pemadaman didefenisikan sebagai, Rgate=Poff/Pon. Pin didefenisikan sebagai daya masukan melalui tiap-tiap gate.

Daya keluaran dengan crosstalk kanal panjang gelombang io dinyatakan dengan persamaan (3.13) diasumsikan bahwa semua kanal membawa bit 1.

didefenisikan sebagai N waktu dari Pin karena ada satu gate di state

ON untuk setiap grup dari gate. adalah daya keluaran dari kanal panjang gelombang io ketika OXC hanya membawa kanal panjang gelombang io,

seperti ketika tidak ada crosstalk. didapat dari, +

2

(47)

(3.13)

Sejak kanal panjang gelombang io akan membawa bit 1 atau bit 0 pada beberapa waktu singkat, persamaan (3.13) telah dimodifikasi. Jika kanal panjang gelombang io membawa bit 0, kemudian persamaan (3.13) diturunkan ke persamaan (3.14) [3].

(3.14)

ketika kanal panjang gelombang io membawa bit 0 dapat

(48)

Cross talk = (3.15)

Untuk mengkonversikan crosstalk ke satuan dB, digunakan persamaan 3.16 [3]:

(49)

BAB IV

ANALISIS CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT

MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

4.1 Umum

Tugas Akhir ini bertujuan untuk menganalisis nilai crosstalk pada suatu

optical cross connect menggunakan wavelength converter. Adapun topologi OXC

yang dianalisis adalah topologi OXC yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch, seperti yang telah dibahas pada Bab III. Pada bab ini akan

dianalisis crosstalk terhadap jumlah panjang gelombang per serat, jumlah serat masukan dan daya input.

4.2 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan

Wavelength Converter terhadap Jumlah Panjang Gelombang

Dari model Optical Cross Connect (OXC) menggunakan wavelength converter dengan kombinasi space dan wavelength switch pada Gambar 3.11,

maka dapat dihitung crosstalk OXC untuk jumlah panjang gelombang yang bervariasi (M) : 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 dengan faktor transmisi filter (Tf) yang

bervariasi : -90 dB, -78,571 dB, -67,143 dB, -55,714 dB, -44,286 dB. Dengan asumsi jumlah serat masukan (N) = 13, rasio pemadaman ( dB,

daya input = -6,88 dBm, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut :

(50)

Faktor transmisi filter (Tf)= -90 dB = 10-9

Daya input (Pin) = -6,88 dBm = -36,88 dBw = 10-3,688 W

Rasio pemadaman (Rgate) = -46,6 dB = 10-4,66

Crosstalk gate (Xgate) = -0,1 mW = -0,1.10-3 W = -10-4 W

Untuk faktor transmisi filter -90 dB dan M = 2, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut :

(51)

Tabel 4.1

(52)

Dari Tabel 4.1 di atas, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan jumlah panjang gelombang terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik 4.1.

Grafik 4.1 Grafik hubungan antara jumlah panjang gelombang dengan crosstalk OXC

Berdasarkan Grafik 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan faktor transmisi filter (Tf) sebanding dengan jumlah panjang gelombang (M) yang

mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Dengan kata lain, besarnya crosstalk OXC dipengaruhi oleh besarnya jumlah panjang gelombang (M) dan faktor transmisi filter (Tf).

4.3 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect menggunakan

Wavelength Converter Terhadap Jumlah Serat Masukan

Sekarang akan dihitung nilai crosstalk OXC untuk jumlah serat masukan (N) yang bervariasi : 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 dengan rasio pemadaman (Rgate)

yang bervariasi : 90 dB, 78,571 dB, 67,143 dB, 55,714 dB, 44,286 dB,

(53)

32,857. Dengan asumsi Tf = -37 dB, Xgate = -0,1 mW, daya input = -6,88 dBm,

jumlah kanal panjang gelombang dalam satu serat (M) = 16, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut :

Untuk rasio pemadaman (Rgate) = -90 dB dan N = 2, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut :

(54)

Tabel 4.2

(55)

Dari Tabel 4.2, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan jumlah serat masukan terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik 4.2.

Grafik 4.2 Grafik hubungan antara jumlah serat masukan dengan crosstalk OXC

Berdasarkan Grafik 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan Rgate sebanding dengan jumlah serat mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Dengan kata lain, besarnya crosstalk OXC dipengaruhi oleh banyak jumlah serat masukan (N) dan besarnya rasio pemadaman (Rgate).

4.4 Analisis Crosstalk pada Optical Cross Connect Menggunakan

Wavelength Converter Terhadap Daya Input

Sekarang akan dihitung nilai crosstalk OXC untuk daya input (Pin) yang

bervariasi : -30 dB, -25 dB, -20 dB, -15 dB, -10 dB, -5 dB, dengan transmisi filter (Tf) yang bervariasi : -84,286 dB, -72,857 dB, -61,429 dB, -50 dB, -38,571 dB,

27,143 dB,-15,71 dB. Dengan asumsi N = 13, M = 16, Xgate = -0,1 mW, Rgate =

-46,6 dB, maka dapat dihitung crosstalk sebagai berikut :

(56)

Untuk transmisi filter (Tf) = -84,286 dB dan Pin = -30 dBm = -60 dB = 10-6

, dapat dihitung nilai crosstalk OXC sebagai berikut :

(57)

Tabel 4.3

Hasil analisis crosstalk OXC terhadap daya input

(58)

Dari Tabel 4.3, maka dapat diperoleh data hasil analisis dalam bentuk grafik yang menggambarkan pengaruh kenaikan daya input terhadap crosstalk OXC, yaitu seperti yang tampak pada Grafik 4.3.

Grafik 4.3 Grafik hubungan antara daya input dengan crosstalk OXC

Berdasarkan Grafik 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan daya input tidak mengakibatkan kenaikan crosstalk OXC. Kenaikan crosstalk berbanding lurus dengan kenaikan faktor transmisi filter (Tf).

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kinerja suatu OXC salah satunya ditentukan oleh besarnya crosstalk yang terjadi pada OXC tersebut.

2. Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu OXC yang didasarkan pada kombinasi space dan wavelength switch tidak dipengaruhi oleh besarnya daya input yang diberikan, melainkan oleh crosstalk yang disebabkan oleh

masing-masing komponennya.

3. Untuk nilai Tf = -90 dB dan M = 2 memberikan nilai crosstalk = -9,5036 dB. Untuk Tf = -44,286 dB dan M = 16 memberikan nilai crosstalk = -4,9923 dB. Sehingga kenaikan nilai Tf dan M berbanding lurus dengan kenaikan

crosstalk.

4. Untuk nilai Rgate = -90 dB dan N = 2 memberikan nilai crosstalk = -9,5032 dB. Untuk nilai Rgate = -32,857 dB dan N = 16 memberikan nilai crosstalk = 1,66198 dB. Sehingga kenaikan nilai Rgate dan N berbanding lurus dengan kenaikan crosstalk.

5. Untuk nilai Tf = -84,286 dB dan Pin = -30 dBm memberikan nilai crosstalk =

(60)

crosstalk = 7,7254 dB. Sehingga kenaikan nilai Tf berbanding lurus dengan

kenaikan crosstalk.

5.2 Saran

Untuk pengembangan yang lebih lengkap dalam analisis crosstalk OXC ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Analisis dilakukan untuk topologi OXC yang berbeda

(61)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Gilang, Kamal, dkk, Teknologi WDM pada Serat Optik. Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

[2] Ciena Corporation,

Juli 2009.

[3] Majumder and Islam, 2007, Bit Error Rate and Cross talk Performance in Optical Cross Connect with Wavelength Converter, Volume 6 No.3,

Journal of Optical Networking.

[4] Agrawal, Govind.P, 2001, Fiber-Optic Communication Systems, A John Wiley & Sons, Inc, New York.

[5] Laude, J.P, 2002, DWDM Fundamentals, Components, and Applications,

Artech House, Boston.

[6] Keiser, Gerd, 2000, Optical Fiber Comunication, Mc. Graw Hill, Singapore.

[7] Gao, Ghassemlooy, Crosstalk Analysis for All Optical Routers, Sheffield

Hallam University, U.K.

Gambar

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Sistem DWDM
Gambar 2.2 Pengiriman Informasi Pada WDM
Gambar 2.4 Karakteristik tipikal optik kanal DWDM
Gambar 3.1 Perangkat OXC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada prinsip kerja DWDM adalah suatu metoda untuk menyisipkan sejumlah kanal atau panjang gelombang pada sistem komunikasi serat optik, dan parameter yang akan di analisis

gelombang yang berbeda tanpa adanya hubungan yang saling tumpang tindih, ketika dalam serat optik digunakan panjang gelombang yang sama hanya untuk satu hubungan pada

Dalam penelitian skripsi ini, serat optik yang digunakan adalah jenis single mode dengan panjang ± 1 m yang beroperasi pada panjang gelombang 1310/1550 nm yang berfungsi

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis pengaruh terjadinya crosstalk pada masing – masing Optical Cross Connect kombinasi switch

Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda

Dari model Optical Cross Connect (OXC) dengan kombinasi optical switch pada Gambar 5, maka dapat dihitung nilai Crosstalk untuk masing -masing kanal dengan

Hasil analisis penerapan OADM menggunakan FBG dalam sistem serat optik menunjukkan pada spasi kanal 100 GHz terjadi penurunan panjang grating 1,6048 mm sampai

Hasil analisis penerapan OADM menggunakan FBG dalam sistem serat optik menunjukkan pada spasi kanal 100 GHz terjadi penurunan panjang grating 1,6048 mm sampai