• Tidak ada hasil yang ditemukan

Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Virus Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

VIRUS PENYEBAB INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN

DISUSUN OLEH :

Dr. SRI AMELIA, M.Kes

NIP. 197409132003122001

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ... 1

BAB II Tinjauan Pustaka 1. Rhinovirus ... 2

2. Koronavirus ... 4

3. Virus Sinsitisl Pernapasan... 8

4. Virus Parainfluenza... 11

5. Virus Influenza... 14

6. Adenovirus ... 20

BAB III Kesimpulan ... 27

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Angka kejadian infeksi saluran nafas akut sekitar 75-80% dari semua penyakit infeksi akut di Amerika Serikat. Dan sekitar 80%-nya disebabkan oleh virus. Insiden infeksi saluran nafas ini sangat bervariasi bergantung dari umur penderita, dimana biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak, selain itu iklim juga sangat berpengaruh, dimana prevalensi meningkat pada musim dingin dan menurun pada musim panas.1

Virus-virus yang berperan sebagai penyebab penting infeksi saluran nafas akut adalah virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, virus sinsitial pernafasan dan virus korona pernafasan. Reovirus masih diperdebatkan apakah masuk ke dalam golongan ini atau bukan. Virus lain seperti enterovirus dan virus measles juga dapat menyebabkan gejala infeksi saluran nafas.1

Masa inkubasi virus-virus tersebut tergolong cukup pendek sekitar 1-4 hari dan penularannya secara langsung dari orang ke orang melalui droplet yang infektif atau transmisi tidak langsung, melalui tangan yang terkontaminasi sekret hidung atau epitel konjungtiva. Infeksi ini dapat dijumpai di seluruh belahan dunia.1

Virus penyebab infeksi saluran pernapasan menimbulkan gejala yang hampir serupa berupa sindrom batuk pilek, namun pada beberapa jenis seperti virus sinsitia pernapasan dan CoV-SARS yang merupakan keluarga Coronaviridae, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat dimana dapat menyerang saluran pernapasan bagian bawah seperti bronkiolitis dan pneumonia.

Umumnya virus-virus ini sulit dibiakkan dalam perbenihan, jadi untuk menegakkan diagnosa digunakan metode serodiagnosis berupa uji hemaglutinasi, uji Nt, CF dan ELISA.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. RHINOVIRUS

Rhinovirus masuk ke dalam keluarga pikornaviridae. Genus Rhinovirus terdiri dari dua spesies yaitu Human Rhinovirus A (HRA) dan Human Rhinovirus B (HRB). Virus ini berukuran 20-30 nm, tidak memiliki selubung dengan struktur ikosahedral dan mengandung genom RNA untai tunggal yang bersifat positive sense yakni dapat berlaku sebagai mRNA. Berbeda dengan Pikornavirus lain seperti Enterovirus, Rhinovirus tidak tahan terhadap asam dan hampir tidak aktif sama sekali pada pH 3 atau kurang. Rhinovirus merupakan virus yang resisten terhadap eter. 2,3

Kapsid Rhinovirus terdiri dari 4 jenis protein virus yaitu VP1, VP2, VP3 dan VP4. VP1, VP2 dan VP3 merupakan komponen utama dari protein kapsid. Sedang VP 4 merupakan struktur tambahan yang terletak diantara kapsid dan genom RNA. Epitope terhadap antibodi terletak pada bagian luar dari VP1-VP3.3

Rhinovirus hanya menginfeksi manusia dan simpanse. Pembiakan virus dapat dilakukan pada biakan fibroblas paru-paru embrio manusia (WI-38) dan dalam biakan jaringan epitelium trakea manusia dan ferret. In vitro, replikasi berlangsung optimum pada temperatur 33°C, sama seperti suhu pada nasofaring manusia.1,2

Lebih kurang 115 serotype yang dikenal dari Rhinovirus. Beberapa diantaranya bereaksi silang, misalnya pada tipe 9 dan 32.1

Patogenesis

(5)

Rhinovirus biasanya tidak menginfeksi saluran pernapasan bagian bawah karena virus ini sulit tumbuh pada suhu 37°C. Infeksi Rhinovirus dapat berlangsung sepanjang tahun. Infeksi ini dapat terjadi pada semua kelompok umur.3

Gejala Klinis

Masa inkubasi singkat, 2-4 hari dan infeksi akut biasanya berlangsung 7 hari meskipun batuk tidak produktif dapat menetap selama 2-3 minggu. Rata-rata orang dewasa terserang virus ini dua kali dalam setahun. Gejala pada orang dewasa biasanya meliputi iritasi saluran napas bagian atas, pilek, sakit kepala, batuk ringan, lesu dan menggigil. Demam hanya sedikit bahkan mungkin saja tidak disertai demam. Terdapat kemerahan dan pembengkakan selaput lendir hidung dan nasofaring. Kemampuan mencium biasanya berkurang. Kadang-kadang timbul suara serak.2

Infeksi sekunder dapat menghasilkan otitis media akut, sinusitis, bronkitis atau pneumonitis, terutama pada anak-anak.

Imunitas

Imunitas alamiah mungkin ada namun hanya berlangsung sebentar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resistensi terhadap selesma tidak tergantung pada antibodi serum. Tetapi mungkin berhubungan dengan antibodi spesifik dalam sekresi hidung. Antibodi spesifik dalam sekresi hidung terutama IgA 11S yang dihasilkan secara lokal dalam selaput lendir. Antibodi ini tidak bertahan seperti yang ada dalam serum, dan inilah yang menerangkan paradoks reinfeksi pada orang dengan antibodi serum yang cukup.2

Epidemiologi

(6)

Pengobatan dan Pengendalian

Tidak ada pengobatan khusus untuk Rhinovirus. Penggunaan interferon-alfa intranasal mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi Rhinovirus. Namun obat ini mempunyai efek samping yang besar yaitu menyebabkan perdarahan pada hidung dan cepat menimbulkan resistensi.3

Pleconaril, merupakan antivirus oral yang dapat mengatasi infeksi oleh Picornavirus ini. Obat ini bekerja dengan membentuk ikatan pada daerah hidrophobik VP1 dan menstabilkan protein kapsid sehingga virus tidak dapat melepaskan genom RNA-nya ke sel target. Pada penelitian menggunakan Pleconaril, menunjukkan adanya penurunan sekresi mukus dan meredanya gejala klinis.3

Pada penelitian terakhir diduga antibodi monoklonal pada reseptor virus ICAM-1 dapat menghambat masuknya Rhinovirus ke dalam sel. Mencuci tangan atau menggunakan penghalang terhadap autoinokulasi dapat mengurangi penularan infeksi.1

II. KORONAVIRUS

Koronavirus merupakan virus hewan yang masuk ke dalam keluarga Coronaviridae. Coronaviridae terdiri dari dua genus yaitu Coronavirus dan Toravirus.

Koronavirus sendiri memiliki dua serotipe yang menginfeksi manusia dan 10 serotipe lainnya menginfeksi burung dan binatang mamalia lain. Kata Coronavirus berasal dari kata Crown yang berarti mahkota. Virus ini biasanya menginfeksi saluran pernapasan manusia.4

(7)

Morfologi

Koronavirus merupakan virus yang memiliki envelop, berdiameter 60-220 nm yang mengandung genom positif-sense RNA untai tunggal (27-30 kb; BM 5-6 x 106), dan merupakan genom terbesar diantara virus RNA. Terdapat tonjolan seperti gada atau daun bunga dengan panjang 20 nm yang berjarak lebar pada permukaan luar selubung, yang menyerupai korona matahari. Koronavirus merupakan virus rumit dan sulit dibiakkan secara in vitro.2,4

Protein struktural koronavirus meliputi protein nukleokapsid terfosforilasi 50-60K, glikoprotein E1 (20-30K) yang bertindak sebagai protein matriks yang tertanam dalam lapisan ganda lipid selubung dan berinteraksi dengan nukleokapsid, dan glikoprotein E2 (180-200K) yang membentuk peplomer berbentuk daun bunga, glikoprotein ini merupakan tempat ikatan dengan reseptor, penyatuan membran virus dan sel inang dan memungkinkan pengeluaran antibodi neutralizing. Beberapa virus mengandung glikoprotein ketiga E3 (120-140K) yang menyebabkan hemaglutinasi dan mempunyai aktivitas asetilesterase.2,4

Klasifikasi Genus Koronavirus6 Grup 1 :

Canine coronavirus (CCoV) Feline coronavirus (FeCoV)

Human coronavirus 229E (HcoV-229E)  Porcine epidemic diarrhea virus (PEDV)  Transmissible gastroenteritis virus (TGEV)  Human coronavirus NL63 (NL atau New Haven) Grup 2 :

 Bovine coronavirus (BCoV)

 Canine coronavirus OC43 (HCoV-OC43)  Human coronavirus OC43 (HCoV-OC43)  Mouse hepatitis virus (MHV)

(8)

 Turkey coronavirus (TCoV) Grup 3 :

 Infectious bronchitis virus (IBV)

 Turkey coronavirus (Bluecomb disease virus) Non-grup :

 Severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) Replikasi koronavirus

Perincian replikasi koronavirus berasal dari penelitian dengan virus hepatitis tikus, yang berhubungan erat dengan strain OC43 manusia, hal ini disebabkan koronavirus tidak tumbuh dalam biakan sel.2

Virus melekat pada reseptor sel sasaran melalui glikoprotein pada selubung virus (melalui E2 atau E3). Glikoprotein E2 menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel. Setelah pelepasan selubung, kemudian terjadi sintesis polimerase RNA yang bergantung pada RNA spesifik virus yang merekam RNA komplementer. Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi dengan protein nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nuleokapsid bertunas melalui selaput retikulum endoplasma kasar dan aparatus golgi pada daerah yang mengandung glikoprotein virus. Virus matang kemudian dapat dibawa dalam vesikel ke bagian tepi sel untuk keluar atau menunggu hingga sel mati untuk dilepaskan. Beberapa coronavirus lebih sering menimbulkan infeksi sel yang menetap daripada menjadi sitosidal.2,4

Patogenesis

Koronavirus cenderung sangat spesifik spesies. Hanya sedikit yang diketahui tentang patogenesis dari virus ini. Koronavirus hewan memperlihatkan tropisme terhadap sel epitel saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Koronavirus manusia biasanya hanya terbatas pada saluran napas bagian atas. Infeksi koronavirus menyebabkan bercak destruksi sel epitel bersilia dan hilangnya gerakan silia.2

(9)

Gejala Klinis

Koronavirus manusia menyebabkan batuk-pilek, malaise, biasanya tidak diikuti dengan demam, pada orang dewasa. Masa inkubasi 2-5 hari, biasanya gejala berlangsung satu minggu. Saluran pernafasan bagian bawah biasanya jarang terlibat. Beberapa koronavirus hewan menyebabkan penyakit susunan saraf pada hewan. Namun, sampai saat ini belum ada bukti keterlibatan koronavirus dalam penyakit neurologik manusia.2

Tahun 2003 dilaporkan adanya wabah SARS, di benua Asia. Di daerah epidemik, SARS menyebabkan lebih dari 8000 infeksi dan 10% menyebabkan kematian. Penelitian x-ray crystallography yang dilakukan pada Laboratorium Nasional Lawrence Barkley

menunjukkan pemberian vaksin yang mengandung spike protein dapat merangsang sistem imun penderita SARS.2

Imunitas

Sama seperti virus pernapasan lain, timbul kekebalan tetapi tidak absolut. Resistensi terhadap infeksi dapat berlangsung beberapa tahun, tetapi reinfeksi dengan strain yang serupa lazim terjadi. Reinfeksi dapat terjadi akibat sistem imun yang jelek atau adanya mutasi antigenik atau kedua-duanya. Kekebalan terhadap antigen tonjolan permukaan mungkin yang paling penting untuk perlindungan.2,4

Diagnosis Laboratorium

Isolasi koronavirus dalam biakan sangat sulit dilakukan, karena proses replikasi yang sangat jelek pada kultur sel dan kultur pada trakea embrio manusia atau sel epitel hidung. Untuk menegakkan diagnosa coronavirus dapat dilakukan pemeriksaan serodiagnosis menggunakan serum akut dan konvalesen. Untuk itu digunakan uji CF, ELISA dan hemaglutinasi.2,4

Epidemiologi

(10)

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dan pengobatan pilek yang disebabkan koronavirus hampir sama dengan penyakit yang disebabkan oleh rhinovirus.

III. VIRUS SINSITIAL PERNAPASAN (RSV)

Virus sinsitial pernapasan (Respiratory Synsitial Virus=RSV) merupakan penyebab paling penting dari penyakit saluran napas bagian bawah pada bayi dan anak-anak. Virus ini menyebabkan sekitar separuh kasus bronkiolitis dan seperempat pneumonia pada bayi. Hal ini diperkirakan mengakibatkan sekitar 4500 kematian pertahun di Amerika Serikat.2

RSV adalah anggota keluarga Paramyxoviridae, genus Pneumovirus. Virus ini memiliki selubung, berukuran sekitar 150-300 nm. Dinamakan virus sinsitial disebabkan karena replikasi virus menyebabkan fusi sel yang bersebelahan membentuk sinsitia besar berinti banyak. Genom RNA beruntai tunggal, dengan enam protein struktural. Keenam protein struktural tersebut analog dengan struktur virus influenza. Tiga protein disatukan dengan RNA virus yaitu nukleoprotein (NP atau N) yang membentuk nukleokapsid heliks, protein ini merupakan protein internal utama dan dua protein besar (disebut P dan L) yang kemungkinan terlibat dalam aktivitas polimerase virus yang berfungsi dalam transkripsi dan replikasi RNA. Tiga protein lagi ikut dalam pembentukan envelop virus, yaitu matriks protein (M) mendasari envelop virus, protein ini mempunyai afinitas terhadap NP dan glikoprotein permukaan virus serta penting dalam perakitan virus. Glikoprotein yang lebih besar (HN atau H) yang memiliki aktivitas hemaglutinin maupun neuraminidase dan merupakan penyebab perlekatan sel inang. Glikoprotein lain (F) memperantarai penyatuan selaput dan aktivitas hemolisin.2

Replikasi

a. Perlekatan, penetrasi dan pelepasan selubung virus.

(11)

memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus langsung ke dalam sel. Dengan demikian, paramyxovirus mampu memintas internalisasi melalui endosom.

b. Transkripsi, Translasi dan Replikasi RNA

Paramyxovirus mengandung suatu genom RNA untai-negatif tidak bersegmen. Transkrip RNA dibuat oleh polimerase RNA virus dalam sitoplasma sel. Tidak ada kebutuhan akan primer eksogen dan karena itu tidak ada ketergantungan pada fungsi inti sel. Kelas transkrip yang paling banyak dalam sel terinfeksi adalah dari gen NP, yang terletak paling dekat dengan ujung 3’ genom, sementara transkrip yang paling sedikit adalah dari gen L, pada ujung 5’

Protein virus disintesis dalam sitoplasma, dan jumlah setiap produk gen sesuai dengan kadar transkrip mRNA dari gen tersebut. Kompleks protein polimerase virus (protein P dan L) juga merupakan penyebab replikasi genom virus. Mekanisme yang mengalihkan proses ini dari transkripsi ke replikasi tidak jelas.

c. Pematangan.

Virus matang melalui pertunasan dari permukaan sel. Nukleokapsid progeni terbentuk dalam sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Mereka tertarik ke tempat pada selaput yang tertatah dengan duri-duri glikoprotein F0 dan HN virus. Protein M

penting untuk membentuk partikel yang bertindak sebagai penghubung envelop virus dengan nukelokapsid. Selama bertunas, sebagian besar protein inang dikeluarkan dari selaput.

Jika ditemukan protease sel inang yang cocok, protein Fo dalam selaput plasma akan diaktivasi melalui pembelahan. Protein fusi teraktivasi kemudian menyebabkan penyatuan selaput sel yang berdekatan, membentuk sinsitia yang besar.

d. Nasib sel.

Pembentukan sinsitium merupakan respon lazim terhadap infeksi paramyxovirus. Inklusi sitoplasmik asidofilik dibentuk secara teratur. Diduga inklusi tersebut mencerminkan tempat sintesis virus dan mengandung nukleokapsid serta protein virus lain yang dapat dikenali.

Patogenesis

(12)

pada awalnya terjadi pada sel epitel nasofaring, kemudian virus dapat menyebar ke saluran pernapasan bagian bawah, yang kemungkinan dibawa melalui sekresi.

Masa inkubasi berkisar antara 4-5 hari. Pelepasan virus dapat menetap selama 1-3 minggu. Sistem imun individu merupakan faktor penting untuk mengatasi infeksi oleh virus ini, bila seorang penderita mengalami gangguan sistem imun maka infeksi akan menetap sampai berbulan-bulan dan dapat menyebar ke luar dari sel epitel prnapasan misalnya penyebaran ke ginjal, hati dan miokardium.4

Gambaran Klinis

Umumnya virus ini akan menimbulkan gejala mulai dari batuk pilek terutama pada orang dewasa, bronkitis demam pada bayi dan anak-anak, serta pneumonia bayi hingga bronkiolitis pada bayi yang lebih muda. 25-40% infeksi RSV melibatkan saluran napas bagian bawah. Selain itu virus ini merupakan penyebab penting dari otitis media.2,4

Reinfeksi lazim terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Walaupun reinfeksi dapat terjadi pada semua umur dan bersifat simptomatik, namun biasanya hanya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas saja.1

Imunitas

Pada dua bulan pertama kehidupan bayi biasanya dia terlindung oleh antibodi maternalnya, oleh karena itu penyakit sinsitial pernapasan biasanya mulai berat pada bayi diatas 2 bulan, dimana antibodi ibu sudah menurun.

Antibodi serum dan sekretorik timbul sebagai respon terhadap infeksi virus sinsitial pernapasan. IgA sekretorik dalam sekresi hidung bertanggung jawab dalam perlindungan terhadap reinfeksi dan imunitas seluler.1

Diagnosis Laboratorium

Virus sinsitial pernapasan tidak memiliki hemaglutinin, itulah yang membedakan virus ini dengan virus paramyxovirus yang lain, oleh karena itu virus ini tidak dapat diperiksa menggunakan metode hemaglutinasi atau hemadsorpsi.

(13)

sinsitial pernapasan biasanya dikenali dengan melihat perkembangan sel raksasa dan sinsitia dalam biakan terinokulasi. Diperlukan waktu 10 hari untu menimbulkan efek sitopatik. Diagnosa pasti dengan mengidentifikasi antigen virus pada sel yang terinfeksi menggunakan uji immunofluoresensi atau menggunakan ELISA.2,4

b. Serologi. Antibodi serum dapat diperiksa dengan metode immunofluoresensi, ELISA, CF dan Nt.

Epidemiologi

Virus sinsitia pernapasan merupakan patogen utama pada saluran pernapasan anak-anak. Bronkiolitis atau pneumonia yang serius paling mudah terjadi pada bayi antar umur 2 bulan sampai 6 bulan. Selain dapat menimbulkan pneumonia pada anak-anak di bawah 5 tahun, virus sinsitia pernapasan juga mampu menimbulkan pneumonia pada manula dan orang-orang dengan gangguan sistem imun. Sering terjadi reinfeksi, namun gejala yang muncul biasanya ringan hanya berupa batuk pilek.2

Infeksi saluran pernapasan akibat virus sinsitia pernapasan biasanya meningkat pada musim dingin atau musim hujan di negara tropis. Virus sinsitia pernapasan merupakan penyebab infeksi nosokomial di bangsal pediatri rumah sakit atau di tempat-tempat penitipan anak. Penularan biasanya melalui tangan petugas medis yang terkontaminasi dengan virus ini.1

Pengobatan

Pengobatan pada infeksi yang serius terutama bergantung pada perawatan suportif. Pemberian ribavirin aerosol selama 3-6 hari dapat mengurangi simptom. Pemberian globulin imun dengan titer antibodi yang tinggi terhadap virus sinsitia pernapasan pernah dilaporkan bermanfaat dalam rangka mencegah infeksi yang serius pada bayi dan anak.2

IV. VIRUS PARAINFLUENZA (HPIV)

(14)

HPIV terdiri dari 4 serotipe yaitu HPIV 1,2,3 dan 4. HPIV-1 dan HPIV-2 biasanya berhubungan dengan laringotrakeobronkitis, dimana anak laki-laki lebih sering terserang dibanding anak perempuan. HPIV-3 merupakan penyebab infeksi saluran pernapasan bagian bawah, bronkiolitis dan pneumonia. HPIV-4 menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan. Saat ini HPIV dibagi dua genus yaitu genus respirovirus (HPIV-1 dan HPIV-2) dan genus Rubulavirus (HPIV-2 dan HPIV-4).7

Gambar 2. Parainfluenza virus.8 Morfologi

Virus ini masuk ke dalam kelompok Paramyxovirus. Morfologinya menyerupai virus influenza, namun kelompok Paramyxovirus lebih besar dan lebih pleomorfik. Virus ini memiliki envelop, namun envelopnya tampak rapuh, sehingga partikel virus ini labil terhadap penyimpanan dan sering mengalami kerusakan dalam mikrograf elektron.2

HPIV memiliki genom yang tidak bersegmen, mengandung RNA untai tunggal, negative-sense dan mirip dengan virus influenza, yang mengandung neuraminidase dan

hemaglutinin pada selubungnya. Cara penularannya mirip dengan virus influenza. 1

HPIV dapat dibedakan dengan virus Influenza dalam hal sintesis RNA, dimana pada HPIV sintesis RNA terjadi di sitoplasma. Antigen dari keempat serotipe HPIV relatif stabil dan tidak terjadi pertukaran dan tumpang tindih antar antigen tersebut. Keempat serotipe dapat dibedakan secara jelas.1

Patogenesis

(15)

berbahaya. Namun infeksi dapat meluas ke laring dan trakea menyebabkan laringotrakeobronkitis, khususnya infeksi yang disebabkan oleh HPIV-1 dan HPIV-2. Pada HPIV-3, infeksi dapat menjalar lebih dalam ke trakea dan bronkus yang lebih rendah dan akhirnya dapat menimbulkan pneumonia atau bronkiolitis atau keduanya.2

Faktor yang menentukan berat ringannya infeksi HPIV tidak jelas tetapi meliputi sifat virus maupun inang, seperti kerentanan protein terhadap pembelahan oleh berbagai protease, dihasilkannya protease yang sesuai oleh sel inang, status imun penderita dan hiperaktivitas saluran pernafasan.2

Infeksi primer cenderung lebih berat dan lazimnya terjadi dalam 5 tahun pertama kehidupan. Sering terjadi reinfeksi, namun gejala infeksi saluran nafas yang ringan, biasanya non-demam. Antibodi dari infeksi sebelumnya tidak memberikan perlindungan absolut terhadap reinfeksi namun berpengaruh dalam perjalanan penyakit.2

Manifestasi Klinis

Onset penyakit ini biasanya berlangsung cepat dimana terjadi batuk yang spasmodik, namun berlangsung ringan. Masa inkubasinya bervariasi antara 4-21 hari, namun yang tersering 7-10 hari.1

Infeksi primer pada anak-anak biasanya menimbulkan rinitis dan faringitis, seringkali disertai dengan demam dan sedikit bronkitis. Namun anak-anak dengan infeksi primer yang disebabkan oleh HPIV-1, HPIV-2 atau HPIV-3 dapat mengalami sakit berat, berkisar dari laringotrakeobronkitis dan batuk pilek (terutama pada tipe 1 dan 2) hingga bronkiolitis dan pneumonia (terutama pada tipe 3). Penyakit berat yang berkaitan dengan tipe 3 terutama terjadi pada bayi di bawah umur 6 bulan, batuk pilek atau laringotrakeobronkitis lebih mungkin terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Sedang HPIV-4 tidak menyebabkan penyakit yang serius, bahkan pada infeksi pertama.2

Imunitas

Sebenarnya semua bayi memiliki antibodi maternal dalam serumnya, namun antibodi ini tidak mampu mencegah infeksi atau penyakit. Reinfeksi pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa juga dapat terjadi walaupun antibodi sudah timbul dari infeksi sebelumnya. 2

(16)

beberapa bulan, dengan demikian reinfeksi akan terus terjadi pada orang dewasa sekalipun.2

Diagnosis Laboratorium

Akibat seringnya terjadi infeksi yang berulang, menimbulkan respon yang heterotipik. Hal ini menyebabkan diagnosis spesifik melalui pengujian serologik menjadi sangat sukar. Diagnosa definitif biasanya mengandalkan isolasi virus dari bahan yang sesuai.2,3

1. Isolasi dan identifikasi virus. Usap tenggorokan dan hidung serta bilasan hidung merupakan bahan yang baik untuk isolasi virus. Sel ginjal manusia dan kera merupakan sel yang peka untuk isolasi HPIV. Identifikasi langsung antigen virus dapat menggunakan imunofluoresensi atau ELISA dengan mendeteksi sel-sel nasofaring. Namun metode ini kurang sensitif, walaupun metode ini cepat.

2. Serologi. Serodiagnosis harus didasarkan pada serum yang berpasangan. Respon antibodi dapat diukur dengan menggunakan uji Nt, HI, ELISA atau CF. Peningkatan titer sampai empat kali merupakan tanda adanya infeksi dengan HPIV.

Epidemiologi

HPIV tersebar luas secara geografik. Virus yang paling prevalen adalah tipe 3. Diperkirakan separuh dari semua anak di dunia mendapat infeksi ini selama tahun pertama kehidupannya, 95% mempunyai antibodi terhadap tipe 3 pada umur 6 tahun.2 Pengobatan dan Pencegahan

Sebenarnya tidak ada metode pencegahan dan pengobatan yang spesifik terhadap infeksi virus ini. Namun penggunaan antivirus ribavirin memberikan manfaat bila diberikan melalui aerosol partikel kecil. Vaksin virus mati secara in vitro dapat menginduksi antibodi serum tetapi tidak melindungi terhadap infeksi.1,2

V. VIRUS INFLUENZA

(17)

penyebab dari sebagian besar kasus epidemi influenza. Perubahan antigenik terus menerus terjadi dalam kelompok tipe A dari virus influenza. Influenza tipe B juga memperlihatkan perubahan-perubahan antigenik dan kadang-kadang menyebabkan epidemi. Sedang virus influenza tipe C bersifat stabil dan hanya menyebabkan penyakit ringan.2

Strain influenza A juga dikenal pada babi, kuda dan burung. Beberapa strain yang diisolasi dari hewan secara antigenic serupa dengan strain yang beredar pada populasi manusia.2

Gambar 3. Virus influenza.9 Struktur

Partikel virus biasanya bulat dengan diameter 100 nm. Genom RNA beruntai tunggal, pada virus influenza tipe A dan B terdiri dari delapan segmen terpisah. Sebagian besar dari segmen merupakan sandi untuk protein tunggal. Partikel virus mengandung tujuh protein struktural yang berbeda. Tiga protein besar (PB1, PB2, PA) terikat pada RNA virus dan merupakan penyebab dari transkripsi dan replikasi RNA. Nukleoprotein berkaitan dengan RNA virus membentuk struktur berdiameter 9 nm yang mengambil bentuk heliks. Protein matriks (M) yang membentuk suatu lapisan di bawah selubung lipid virus, penting dalam morfogenesis partikel dan merupakan komponen utama dari virion.

(18)

influenza dan imunitas inang. Virus influenza relatif tahan dan dapat disimpan pada suhu 0-4°C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan kemampuan untuk hidup.

Protein hemaglutinin (HA) berfungsi mengikat partikel virus pada sel-sel yang rentan dan merupakan antigen utama terhadap antibodi netralisasi. Variabilitas dari protein ini menyebabkan terjadinya evolusi yang berlanjut memunculkan strain baru. HA mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi eritrosit dalam keadaan tertentu.

Neuraminidase (NA) yang terdapat pada permukaan partikel virus influenza, juga penting dalam penentuan subtipe isolat virus influenza. NA berfungsi pada akhir siklus kehidupan virus. Protein ini mempermudah pelepasan partikel virus dari permukaan sel yang terinfeksi selama proses pertunasan dan membantu mencegah agregasi.

Gambar 4. Replikasi virus influenza.10 Replikasi

a. Perlekatan, penetrasi dan pelepasan selubung.

(19)

endosom. Lalu terjadi peleburan antara envelop virus dengan selaput sel, dan mengakibatkan pelepasan envelop. Ujung amino HA2, dibangkitkan oleh pembelahan proteolitik polipeptida HA prekursor, yang merupakan hal penting untuk langkah ini. Kemudian nukleokapsid virus dilepaskan ke dalam sitoplasma sel.

b. Transkripsi dan Translasi.

Mekanisme transkripsi ortomiksovirus sangat berbeda dari transkripsi virus RNA lain, dimana fungsi seluler terlibat secara lebih erat. Transkripsi terjadi di dalam inti. Polimerase-tersandi virus yang mengandung suatu kompleks protein tiga P, merupakan penyebab primer terjadinya transkripsi. Namun, kerjanya harus dilengkapi oleh ujung 5’ termetilasi dan ujung berpenutup yang termakan dari transkrip seluler yang baru disintesis melalui polimerase RNA II seluler.

Enam dari segmen genomik menghasilkan mRNA monosistronik yang diterjemahkan dalam sitoplasma menjadi enam protein virus. Dua transkrip lainnya mengalami penyambungan, masing-masing menghasilkan dua mRNA yang diterjemahkan dalam kerangka pembacaan yang berbeda. Glikoprotein HA dan NA, disintesis dan dimodifikasi dengan menggunakan lintasan sekretorik.

c.Replikasi virus

Langkah pertama replikasi genom adalah memproduksi salinan lengkap untai-positif dari masing-masing segmen. Salinan antigenom ini berbeda dari mRNAs pada kedua ujung; ujung 5’ tidak berpenutup dan ujung 3’ tidak terpoliadenilase. Salinan ini kemudian bertindak sebagai cetakan untuk sintesis salinan sebenarnya untuk RNAs genomik.

d. Maturasi.

(20)

proteolitik ekstraseluler yang sesuai. NA mengangkat asam sialat ujung dari glikoprotein permukaan seluler dan virus, dengan demikian mempermudah pelepasan partikel virus dari sel dan mencegah agregrasi, sehingga masing-masing bertindak sebagai penular terpisah.

Siklus pembelahan virus berlangsung dengan cepat. Keturunan virus baru dihasilkan dalam 8-10 jam.

Patogenesis

Penyebaran virus influenza dari orang ke orang melalui tetesan yang mengudara atau melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi. Beberapa sel epitel pernapasan akan terinfeksi jika partikel virus yang masuk terhindar dari pengeluaran melalui refleks batuk dan lolos dari netralisasi oleh antibodi IgA spesifik yag sudah ada sebelumnya atau inaktivasi oleh inhibitor nonspesifik dalam sekresi mukosa. Virion progeni dihasilkan dengan segera dan tersebar ke sel-sel yang berdekatan , dimana siklus replikatif diulangi. NA virus menurunkan viskositas cairan mukosa dalam saluran pernapasan, membuka reseptor permukaan seluler dan memudahkan penyebaran cairan yang mengandung virus ke saluran napas bagian bawah.

Masa inkubasi oleh virus influenza bervariasi, sekitar 1-4 hari, bergantung dari imunitas inang dan ukuran dosis virus. Pelepasan virus dimulai sehari sebelum gejala muncul dan memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1-2 hari, emudian menurun dengan cepat.

Interferon dapat dideteksi dalam sekresi pernapasan sekitar 1 hari setelah pelepasan virus dimulai. Virus influenza peka terhadap efek antivirus dari interferon, dan diduga respon interferon mendukung pemulihan inang dari infeksi.

Gejala Klinis

Gejala infeksi biasanya timbul mendadak, berupa menggigil, sakit kepala, batuk kering, yang diikuti demam tinggi, nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia. Gejala pernafasan secara khas dapat berlangsung selama 3-4 hari. Namun dapat pula terjadi gejala ringan atau asimptomatik. Gejala klinis pada anak sama seperti orang dewasa, pada anak biasanya demam lebih tinggi dan gejala gastrointestinal menonjol.

(21)

lain. Pneumonia ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri sekunder atau kedua-duanya. Peningkatan sekresi mukosa membantu membawa kuman masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi influenza meningkatkan kerentanan penderita terhadap infeksi sekunder. Hal ini disebabkan karena hilangnya muosiliar di sepanjang saluran napas, gangguan fungsi sel-sel fagosit dan tersedianya medium pertumbuhan bakteri yang aya eksudat alveolar. Bateri patogen yang sering menyertai virus influenza adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae.

Sindrom Reye merupakan komplikasi lain yang disebabkan oleh infeksi virus influenza terutama tipe B. Sindrom Reye merupakan ensefalopati akut pada anak-anak dan remaja, biasanya yang terkena berumur sekitar 2-16 tahun. Diduga sindrom ini ada hubungannya dengan penggunaan aspirin dalam mengatasi influenza pada anak.

Imunitas

Antibodi terhadap HA dan NA penting dalam imunitas terhadap influenza, sementara antibodi terhadap protein tersandi-virus tidak bersifat melindungi. Resistensi terhadap infeksi awal berhubungan dengan antibodi terhadap HA, sementara penurunan beratnya penyakit dan penurunan kemampuan penularan virus berhubungan dengan antibodi yang ditujukan terhadap NA. Antibodi terhadap ribonukleoprotein adalah spesifik untuk menentukan tipe isolat virus.

Perlindungan berkaitan dengan antibodi serum dan antibodi IgA sekretorik dalam sekret nasal. Antibodi sekretorik berperanan penting dalam mencegah infeksi. Antibodi juga memperngaruhi perjalanan penyakit. Tiga tipe virus influenza secara antigenik tidak berhubungan, oleh karena itu tidak menimbulkan perlindungan silang.

Diagnosis Laboratorium

(22)

virus melalui hemaglutinasi. Jika hasilnya negatif, maka dilakukan penanaman ke dalam media segar. Isolat virus diidentifikasi melalui penghambatan hemaglutinasi, CF dan uji imunofluoresensi menggunakan antisera spesifik untuk protein NP atau M.

b. Serologi. Uji serodiagnosis rutin yang digunakan saat ini didasari pada penghambatan hemaglutinasi, fiksasi komplemen, ELISA dan RIA. Pada ELISA dan RIA antigen yang dimurnikan semakin mudah didapat.

Epidemiologi

Insiden influenza memuncak selama musim dingin. Wabah yang paling luas dan berat disebabkan oleh virus influenza tipe A. Influenza tipe B menyebabkan wabah yang biasanya kurang meluas. Influenza tipe C jarang dihubungkan dengan penyakit pada manusia, meskipun prevalensi antibodi serum terhadap tipe C tersebar luas.

Pencegahan dan Pengobatan

Amantadin hidrokhlorida dan salah satu analognya, rimantadin, merupakan obat antivirus untuk penggunaan sistemik dalam mencegah influenza A, obat ini menghalangi pelepasan selubung virus infuenza A dalam sel inang dan mencegah replikasi virus. Namun, obat ini tidak efektif untuk influenza B dan C. Obat ini juga tidak efektif untuk melindungi kontak rumah tangga dari influenza dan timbulnya mutan virus yang resisten obat dan menyebar. Amantadin dapat mempengaruhi keparahan influenza A jika dimulai pemberiannya dalam waktu 24-48 jam setelah timbulnya penyakit.

Penggunaan aspirin dapat meredakan gejala sakit kepala, myalgia dan demam pada sindrom influenza. Namun tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 16 tahun karena berhubungan dengan timbulnya sindrom Reye.

Vaksin virus yang diinaktivasi merupakan cara primer penegahan influenza di Amerika Serikat. Namun karakteristik tertentu dari virus influenza, menyulitkan pencegahan dan pengendalian penyakit melalui imunisasi.

VI. ADENOVIRUS

(23)

Struktur dan komposisi

Adenovirus berdiameter 70-90 nm dan memperlihatkan simetri ikosahedral. Kapsid terdiri atas 252 kapsomer. Adenovirus tidak mempunyai selubung dan mengandung DNA 13% dan protein 87%. Adenovirus memiliki keunikan karena memiliki struktur yang disebut “serabut”, yang mencuat dari ke 12 puncak, atau dasar pentona. Kapsid lainnya terdiri atas 240 kapsomer heksona. Heksona, pentona dan “serabut” merupakan antigen-antigen adenovirus yang penting dalam klasifikasi virus dan diagnosis penyakit.

Genom virus berupa DNA beruntai ganda. Kandungan guanine plus sitosin digunakan sebagai salah satu kriteria dalam pengelompokan isolat yang berasal dari manusia. Adenovirus dapat dibagi menjadi 7 kelompok berdasarkan homologi genom. DNA memadat di dalam inti virion dalam susunan yang menyerupai 12 bola besar yang saling berdesakan. Suatu protein yang disandikan oleh virus, yaitu polipeptida VII, berperan dalam membentuk struktur inti.

Terdapat tiga protein struktural yang diproduksi dalam jumlah besar, yang merupakan ”antigen terlarut” yang disebut alfa, beta dan gama. Heksona yang membentuk sebagian besar kapsomer mempunyai kelompok antigen reaktif alfa. Kelompok antigen reaktif beta diwakili oleh basa pentona. Sedang serabut gama yang merupakan antigen tipe khusus, penting dalam menentukan serotipe.

Klasifikasi

Adenovrus dibagi dalam dua genus yaitu adenovirus yang menginfeksi manusia (mastadenovirus) dan adenovirus yang menginfeksi burung (aviadenovirus). Semua adenovirus mamalia memiliki antigen serupa yang dapat dideteksi dengan fiksasi komplemen. Sedikitnya terdapat 41 tipe antigenik yang telah diisolasi dari manusia.

Adenovirus manusia dibagi dalam enam kelompok (A-F) berdasarkan sifat fisika, kimia, dan biologi. Virus dalam kelompok yang sama cenderung mempunyai penyebaran epidemiologi dan hubungan penyakit yang sama. Sesungguhnya nama adenovirus mencerminkan ditemukannya isolat pertama virus ini pada adenoid manusia.

Replikasi Adenovirus

(24)

a. Perlekatan virus, penetrasi dan pelepasan selubung

Adenovirus melekat pada sel melalui struktur serabut. Pada setiap sel terdapat 100.000 reseptor serabut. Partikel virus kemudian masuk ke dalam sel, interaksi basa penton dengan integrin seluler mengikuti perlekatan yang didahului dengan langkan internalisasi. Pelepasan selubung dimulai di dalam sitoplasma dan berakhir di dalam inti. Pelepasan selubung merupakan proses berurut yang tersusun, yang secara sistemik memecahkan interaksi stabil yang telah terjadi selama pematangan partikel virus. Terjadi degradasi proteolitik dan pemisahan selektif pada proses pembongkaran.

b. Tahap dini

Langkah yang terjadi sebelum dimulainya sintesis DNA virus disebut peristiwa dini. Segera setelah infeksi, sintesis makromolekul inang dihambat oleh suatu mekanisme yang belum diketahui, yang mengenai produk gen awal virus. Penghentian sintesis protein inang berlangsung sangat cepat dan inilah yang menyebabkan kematian sel yang terinfeksi.

Transkripsi dini (“E”) berasal dari tujuh bagian genom virus yang terpisah dari kedua untai DNA virus. E1A/E1B merupakan daerah yang mengandung gen-gen Adenovirus penyebab transformasi sel. Lebih dari 20 protein dini, yang berperan dalam replikasi DNA virus, yang disintesis pada sel yang terinfeksi. Protein dini diwakili oleh protein pengikat DNA 75K. Daerah E3 tidak penting pada proses pertumbuhan virus di dalam biakan jaringan , tetapi diduga berperan dalam beberapa fungsi penting selam infeksi virus pada manusia.

c. Replikasi DNA virus dan tahap lanjut

Replikasi DNA virus berlangsung di dalam inti. Protein termini yang terikat secara kovalen dan disandikan oleh virus berfungsi sebagai ”primer” untuk memulai sintesis DNA virus.

Tahap lanjut dimulai bersamaan dengan dimulainya sintesis DNA virus. Gen lanjut (”L”) yang menyandikan protein-protein struktural virus ditranskripsikan, diproses dan dikirim ke dalam sitoplasma. Sintesis protein virus terjadi di dalam sitoplasma. d. Pematangan virus

(25)

lima polipeptida basa pentona dan tiga polipeptida serabut. ”Protein tiang” yang disandi oleh virus membantu agregasi polipeptida-polipeptida heksona, tetapi protein ini bukan merupakan bagian dari struktur akhir.

Kapsomer merakit diri menjadi cangkang kosong kapsid di dalam inti sel. DNA telanjang kemudian memasuki kapsid yang telah dibentuk dengan mekanisme yang tidak diketahui, diikuti oleh prekursor protein inti virus. Selanjutnya prekursor protein inti memisah, menyebabkan konfigurasi partikel merapat dan beberapa atau semua pentona ditambahkan ke dalam konfigurasi ini. Partikel yang matang kemudian menjadi stabil, bersifat infeksius dan tahan terhadap nuklease. Proses perakitan tidak berlangsung secara efisien. Proses perakitan menghasilkan beberapa partikel kosong tanpa DNA dan meninggalkan banyak protein struktural yang tidak digunakan di dalam sel.

Pengaruh virus terhadap sel

Adenovirus bersifat sitopatik terhadap biakan sel manusia, terutama biakan primer ginjal dan biakan sel epitel. Efek sitopatik meliputi pembulatan, pembesaran, dan agregasi sel yang terinfeksi membentuk rangkaian seperti anggur. Pada sel yang terinfeksi Adenovirus, terlihat badan inklusi bulat yang mengandung DNA. Badan inklusi ini tidak membentuk sel raksasa sinsitia atau inti ganda seperti pada sitomegalovirus. Partikel virus di dalam inti sel sering terlihat menyerupai kristal. Pada setiap sel yang terinfeksi, dihasilkan sekitar 7000 partikel virus. Sebagian besar partikel ini tetap berada di dalam sel setelah siklus berakhir dan sel mejadi mati.

Patogenesis

Adenovirus menginfeksi sel-sel epitel faring, selaput mata, usus kecil, dan kadang-kadang sistem organ lain. Biasanya penyebaran virus tidak sampai ke daerah getah bening. Virus kelompok C menetap sebagai infeksi laten pada kelenjar adenoid dan tonsil selama bertahun-tahun dan dikeluarkan melalui tinja selama berbulan-bulan sejak dimulainya infeksi. Sebagian besar Adenovirus manusia tumbuh pada epitel usus setelah tertelan, dan biasanya menghasilkan infeksi subklinik daripada gejala atau lesi.

Gambaran klinis

Adenovirus 1-7 merupakan tipe yang umum ditemukan di seluruh dunia dan berperan pada sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan Adenovirus.

(26)

a. Penyakit pernapasan

Infeksi Adenovirus akan menimbulkan gejala berupa batuk keluar cairan hidung, sakit kepala, dan koriza. Dapat juga diikuti gejala sistemik seperti demam, rasa dingin, lemah dan mialgia. Empat sindrom yang dikaitkan dengan Adenovirus adalah :

1. Demam faringitis akut. Terutama mengenai anak-anak. Infeksi ini berkaitan dengan virus kelompok C. Gejala berupa batuk, hidung tersumbat, demam dan sakit tenggorokan.

2. Demam faringokonjungtiva. Gejala sama seperti demam faringitis akut disertai perradangan pada konjungtiva (konjungtivitis). Biasanya disebabkan oleh virus keompok B, terutama tipe 3, 7 dan 14.

3. Penyakit pernapasan akut. Sindrom ini ditandai dengan radang faring, demam, batuk dan rasa lemah. Infeksi ini disebabkan oleh tipe 4 dan 7, kadang-kadang tipe 3.

4. Pneumonia. Pneumonia pada Adenovirus merupakan komplikasi dari penyakit pernapasan akut pada calon tentara. Biasanya disebabkan oleh virus tipe 3 dan 7. b. Infeksi pada mata

Penyakit mata ringan merupakan salah satu sindrom faringitis pernapasan yang disebabkan Adenovirus. Biasanya terjadi penyembuhan sempurna. Konjungtivitis kolam renang dapat disebabkan oleh Adenovirus kelompok B, khususnya tipe 3 dan 7. Penyakit yang lebih berbahaya adalah keratokonjungtivitis epidemik. Penyakit ini sangat menular dan ditandai oleh konjungtivitis akut, pembesaran nodus preaurikular, diikuti keratitis yang menimbulkan kabut subepitel berbentuk bundar pada kornea selama lebih dari 2 tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Adenovirus tipe 8,19 dan 37.

c. Penyakit saluran pencernaan

Adenovirus banyak bereplikasi di dalam sel usus dan dapat ditemukan pada tinja. Dua serotipe baru ditemukan sebagi penyebab gastroenteritis pada anak-anak (tipe 40 dan 41). Adenovirus enterik ini ditemukan pada tinja diare.

d. Penyakit lain

(27)

Anak-anak yang menerima pencangkokan hati dapat menderita Adenovirus pada alografnya. Pada penelitian yang melibatkan 262 penerima cangkok pada anak-anak, 22 orang terinfeksi Adenovirus, 5 diantaranya merupakan Adenovirus hepatitis (tipe 5). Dua orang meninggal akibat kegagalan fungsi hati. Penderita dengan AIDS mungkin menderita infeksi Adenovirus tipe 35.

Imunitas

Adenovirus menginduksi secara efektif imunitas jangka panjang terhadap infeksi ulangan. Hal ini mungkin menggambarkan kenyataan bahwa Adenovirus juga menginfeksi kelenjar getah bening regional dan sel-sel limfoid pada saluran pencernaan. Resistensi terhadap penyakit klinis tampaknya berhubungan langsung dengan adanya antibodi netralisasi yang beredar. Walaupun antibodi netralisasi khusus-tipe dapat memberikan perlindungan terhadap gejala penyakit, namun antibodi ini tidak selalu dapat mencegah reinfeksi.

Antibodi maternal biasanya memberikan perlindungan pada bayi terhadap infeksi Adenovirus. Antibodi netralisasi terhadap satu tipe atau lebih telah dideteksi pada lebih dari 50% bayi berumur 6-11 bulan. Antibodi netralisasi untuk tipe 1,2, dan 5 terdapat pada 40-60% individu berumur 6-15 tahun.

Diagnosa laboratorium

Virus dapat diperoleh dari tinja, urine, usapan tenggorok, konjungtiva dan usapan rektum. Biakan primer sel ginjal embrio manusia merupakan sel yang paling peka, tetapi biasanya sukar diperoleh. Adanya sel-sel yang membengkak membulat dan berkelompok menunjukkan adanya Adenovirus pada biakan yang dinokulasi. Adenovirus meningkatkan glikolisis sel, sehingga cenderung menurunkan pH medium pertumbuhan biakan (bersifat asam).

(28)

Epidemiologi

Adenovirus terdapat di seluruh dunia, dan terdapat sepanjang tahun. Virus ini tidak menyebabkan wabah penyakit di masyarakat. Penyebarran Adenovirus terutama melalui jalur oral-tinja, tetapi dapat juga ditularkan melalui droplet pernapasan atau lewat benda-benda yang terkontaminasi.

Infeksi oleh tipe 1,2,5, dan 6 terutama terjadi pada tahun pertama kehidupan dan berhubungan dengan demam dan faringitis atau infeksi asimptomatik. Pada Adenovirus enterik terjadi ekskresi virus secara berkala selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sejak infeksi awal. Ekskresi virus seperti ini merupakan ciri khas tipe 1, 2, 3 dan 5. Biasanya infeksi Adenovirus bersifat asimptomatik.

Adenovirus hanya menyebabkan 2—5% dari semua penyakit pernapasan pada masyarakat umum. Infeksi yang disebabkan Adenovirus tipe 3, 4, 7, 14, dan 21 biasanya berjangkit pada anggota militer baru.

Infeksi Adenovirus pada mata ditularkan melalui tangan yang terkontaminasi ke mata. Berjangkitnya konjungtivitis kolam renang teerutama disebabkan oleh air kolam, biasanya terjadi pada musim panas, dan umumnya disebabkan oleh tipe 3 dan 7. Keratokonjungtivitis epidemik adalah penyakit yang sangat menular dan berbahaya, yang disebabkan oleh Adenovirus tipe 8. Penyakit ini menyebar dengan cepat melalui galangan kapal, oleh karena itu disebut penyakit mata galangan kapal. Baru-baru ini Adenovirus tipe 19 dan 37 menyebabkan epidemi keratokonjungtivitis yang khas.

Adenovirus tipe 34 dan 35 merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada penerima cangkok ginjal dan pada urine penderita AIDS. Sumber infeksi yang paling mungkin adalah pengaktifan kembali virus endogen.

Pencegahan dan pengendalian

(29)

BAB III KESIMPULAN

1. Virus-virus yang terlibat dalam infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari Rhinovirus, Coronavirus, Adenovirus, Parainfluenza virus, Virus Sinsitia Pernapasan (RSV) dan Virus influenza.

2. Virus-virus tersebut umumnya hanya menginfeksi saluran pernapasan atas, namun pada RSV dan Coronavirus serotipe CoV-SARS dapat menyerang saluran pernapasan bawah, sehingga dapat menimbulan bronkiolitis dan pneumonia.

3. Umumnya infeksi virus diatas menyebabkan sindroma batuk pilek, dan dapat mengenai semua kelompok umur, namun pada bayi dan balita lebih sering terkena dengan gejala yang lebih berat.

4. Penegakan diagnosa menggunakan serodiagnosis dengan metoda ELISA, Hemaglutinasi, CF dan uji Nt.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ryan, Ray. Sherris Medical Microbiology. 4th edition. The McGraw Hill companies. 2004.

2. Brooks, Butel, Morse. Jawetz, Melnick & Adelberg Medical Microbiology. Twenty second edition. Appleton & Lange. 2002.

3. Anonim. Rhinovirus. October 30, 20

4. Collier, Oxford. Human Virology. Second Edition. Oxford University Press. 2000.

5. Anonim. Coronavirus. MicrobiologyBytes. September 11, 2007.

6. Anonim. Coronavirus. October

Akses November 2, 2007.

7. Parija, Marrie. Parainfluenza virus. February 1, 2007.

8. Henrckson. Parainfluenza Viruses. Clinical Microbiology Reviews. April 2003.

Vol.16. No.2. p.242-264.

9. Davidson. The Influenza (Flu) Virus. Florida State University.2007. http://micro.magnet.fsu.edu/cells/virus.html

Gambar

Gambar 1. Koronavirus.5
Gambar 2. Parainfluenza virus.8

Referensi

Dokumen terkait

Pola penyusunan anggaran pula harus memperhatikan aspek ketahanan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, dimana ketahanan ini dapat memberikan suatu kekuatan

Nilai loncat latu latu dan kurva tegangan terhadap waktu untuk pengenal tegangan/tegangan pengenal/voltage ratings lainnya dengan desain yang sama seperti yang ditentukan

Program baktisiswa ini adalah merupakan satu program berbentuk kemasyarakatan yang dianjurkan oleh Mahasiswa/siswi Program Pendidikan Sains Kejurulatihan.Program ini dilaksanakan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pengabdian dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif dalam penerapan seni mural sebagai sarana memperindah visual lingkungan

Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitaian terdahulu yang relevan dengan penelitian sastra lisan dalam upacara adat Dal Sir Davai Dam Sir Aja Jelburom Matvui di

Aktifitas penangkapan ikan dalam prosesnya membutuhkan sarana prasana untuk mendukung kegiatan penangkapan tersebut. Salah satu sarananya adalah kapal perikanan sebagai sarana

Berdasarkan pemaparan data dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran fisika topik optika geometri yang dikembangkan dengan berorientasi pada

Berdasarkan hasil perhitungan T, dengan nilai T > 1, maka pola distribusi untuk gerakan massa (mass movement) tipe longsoran rotasional berlipat pada