• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja

di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Lisna Afriani Harahap 101121016

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini. Skripsi penelitian disusun dengan tujuan untuk memenuhi penyelesaian tugas akhir dengan judul Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara .

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing saya yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan proposal penelitian ini .

4. Evi Karota Bukit S.Kp, MNS sebagai dosen penguji I 5. Ellyta Aizar S.Kp sebagai dosen penguji II

6. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan USU yang lainnya, yang ikut serta dalam membantu saya dalam skripsi penelitian ini.

(4)

8. Kepada teman-teman kuliah saya di Keperawatan yang ikut membantu dalam penyelesaikan skripsi penelitian ini, kkususnya teman dekat saya biah, febri, ningsih, masnun, kak lina, dan wahyuzar.

9. Kepada adek-adek dan kakak kos saya kak puput , imah, iis, dan nita yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang

Medan, Februari 2012

(5)

DAFTAR ISI

1.4.3 Penelitian Keperawatan ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep remaja ... 6

2.1.1 Defenisi remaja ... 6

2.1.2 Perkembangan seksual remaja ... 8

2.1.4 Perubahan dalam prilaku sosial remaja ... 12

2.2 Konsep pendidikan seks ... 13

2.2.1 Defenisi pendidikan seks ... 13

2.2.2 Tujuan pendidikan seks ... 15

2.2.3 Ruang lingkup pendidikan seks ... 17

2.2.4 Prilaku seksual remaja ... 21

Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 25

3.2 Defenisi Operasional ... 26

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1Desain Penelitian ... 27

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 29

4.5 Instrumen Penelitian ... 29

4.6 Reliabilitas ... 30

4.7 Validitas ... 31

4.8 Pengumpulan Data ... 31

(6)

Bab 5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil penelitian ... 33

5.1.1 Karakteristik Responden ... 33

5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 34

5.2 Pembahasan 5.2.1Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 37

Bab 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

6.2.1 Praktek Keperawatan ... 45

6.2.2 Pendidikan Keperawatan ... 46

6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 46

6.2.4 Peneliti Selanjutnya ... 46

Daftar Pustaka Inform Consent Jadwal Penelitian Instrumen Penelitian Lampiran

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Distribusi frekuensi dan persentase responden

berdasarkan data demografi ... 33 2. Distribusi frekuensi dan persentase Gambaran

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Peneliti : Lisna Afriani Hrp

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.

(10)

Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Peneliti : Lisna Afriani Hrp

Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012

ABSTRAK

Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan

alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara

hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Seks adalah topik yang

sudah lama dianggap tabu untuk diperbincangkan oleh orang dewasa, banyak

orang kurang mengetahui tentang seksualitas atau enggan mengajukan

pertanyaan yang berhubungan dengan seksualitas (Potter & Perry, 2005).

Namun, seringkali masyarakat umum (awam) memiliki pengertian bahwa

istilah seks lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan seksual antara

dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat tinggi

dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.

Pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai

diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari

sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian

informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja

berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan

seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang

cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Perubahan organ-organ

reproduksi yang makin matang pada remaja menyebabkan dorongan dan

(12)

mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas

(diluar aturan norma sosial) misalnya seks pranikah akan berakibat negatif

(Dariyo, 2004).

Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui

dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat

tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus

menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Kurangnya informasi

yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja dan

kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani

masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah

mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat (Saifuddin, 2006).

Perilaku seks remaja hasil penelitian pengamat masalah sosial remaja di

beberapa kota besar, diantaranya Sarwono (1970 dikutip dari Yeni, 1996) dari

117 remaja di Jakarta 4,1% pernah melakukan hubungan seks. Eko (1983

dikutip dari Widjanarko, 1999) meneliti 401 remaja menemukan 8,2% pernah

melakukan seks dan 10% menganggap hubungan seks pranikah wajar. Satoto

1992 (dikutip dari Yeni, 1996) melaporkan 4,1% (n = 1086) pelajar

SMP-SMU di Semarang pernah melakukan hubungan seks. Tjitarsa 1995 (dikutip

dari Hidayana dan Saifuddin, 1999) meneliti bahwa 50% (n = 2947) kasus

kehamilan di sebuah klinik besar di Denpasar adalah wanita belum menikah

dan sebagian besar berusia di bawah 25 tahun (Karota dan Ariani, 2005).

Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan

(13)

empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15 -

19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah

laki-laki melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada

perempuan (Pangkahila, 2004). Fakta terbaru menyebutkan bahwa 15%

remaja sudah melakukan hubungan seks di luar nikah, 60% dari pekerja seks

di Indonesia adalah perempuan berusia 24 tahun dan 30% remaja berusia 15

tahun , 20% dari 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di Indonesia dilakukan

oleh remaja dan mereka mendapatkan tindakan aborsi tidak aman serta

menyebabkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada remaja

(Saifuddin, 2006).

Dalam penelitian ini, penulis memilih remaja yang berada di SMA Negeri

6 Padangsidimpuan sebagai lokasi penelitian. Ini terkait dengan beredarnya

video vulgar yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

pada tahun 2011. Berdasarkan survey awal yang diperoleh jumlah siswa/siswi

sebanyak 883 orang. Di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dekat dengan

fasilitas-fasilitas yang menyediakan berbagai informasi khususnya tentang

seks seperti dari internet, media cetak. Pergaulan dan lingkungan juga sangat

besar pengaruhnya terhadap pemahaman remaja tentang seks. Lokasi SMA

Negeri 6 juga dekat pondok-pondok sebagai tempat berpacaran bagi remaja.

Dalam hal ini bisa saja informasi tentang masalah seksual diperoleh dari

lingkungan pergaulan remaja. Oleh karena itu, hal ini menjadi latar belakang

(14)

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan

seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka pertanyaan penelitian ini adalah

bagaimana gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6

Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.41 Praktik Keperawatan

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat dalam

meningkatkan pengetahuan perawat komunitas tentang pendidikan seks

kepada remaja SMA.

1.41.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini mennyediakan informasi mengenai gambaran

pendidikan seksual pada remaja SMA sehingga institusi pendidikan

keperawatan ikut terlibat dalam memberikan pendidikan seks sebagai salah

satu wujud fungsi pengabdian masyarakat.

1.41.2 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Hasil penelitian ini menyediakan informasi sejauh mana gambaran

pendidikan seksual remaja sehingga sekolah tersebut lebih termotivasi

untuk memberikan pendidikan seks yang dapat dilakukan melalui program

UKS atau dari berbagai mata pelajaran di SMA misalnya biologi,

(15)

1.4.4 Penelitian Keperawatan

Dapat memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti,

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi remaja

Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu

mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,

biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (Potter & Perry, 2005). Remaja

adalah seorang anak yang telah mencapai umur 10 -18 tahun untuk anak

perempuan dan 12 – 20 tahun untuk anak laki-laki (Soetjiningsih, 2004).

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan

masa dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual antara usia

11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, menjelang masa dewasa muda

(Marheni, 2004). Ini merupakan saat-saat ketika anak tidak mau

diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya

ia belum dapat dikatakan orang dewasa (Zulkifli, 2005).

Penggolongan remaja menurut Thornburg (dalam Dariyo 2004) terbagi 3

tahap yaitu:

1. Remaja awal usia 13 - 14 tahun

2. Remaja tengah usia 15 - 17 tahun

3. Remaja akhir usia 18 - 21 tahun

Usia 12 tahun merupakan awal pubertas pada remaja perempuan dan

mengalami menstruasi (datang bulan ) yang pertama dan usia 13 tahun

(17)

yang pertama yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma (Zukifli,

2005).

Kematangan hormon seks (sex hormones) akan mengubah pola

pertumbuhan seorang anak. Sebelum masa pubertas, seorang anak rata-rata

mengalami pertumbuhan sepanjang 2 - 3 inchi setiap tahunnya (1 inchi =

2,5cm). ketika mencapai pubertas, anak tumbuh secara cepat yakni

rata-rata 4 - 6 inchi per tahun. Selain mempercepat pertumbuhan fisik, hormon

seks juga mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tulang-tulang

kerangka (skeleton). Akhir pertumbuhan fisik yang dialami remaja

diperkirakan pada usia 18 tahun dan setelah masa itu diperkirakan tidak

terjadi pertumbuhan/penambahan tinggi badan lagi (Dariyo, 2004).

Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Wanita sebagai berikut: Karekteristik Remaja Wanita Usia

Pertumbuhan payudara

Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh Menarche

setelah tumbunya rambut kemaluan

Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Laki-laki sebagai berikut: Karakteristik Remaja Laki-laki Usia

Pertumbuhan testis

Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh

Pertumbuhan penis, kelenjar prostat Ejakulasi pertama dengan

mengeluarkan semen

Pertumbuhan rambut wajah dan ketiak

10 - 13,5 tahun 10 - 15 tahun 10,5 - 16 tahun 11 - 14,5 tahun

Kira-kira 1 tahun setelah pertumbuhan penis

(18)

2.1.2 Perkembangan Seksual Remaja

Perubahan hormonal merupaka awal dari masa pubertas remaja yang

terjadi sekitar usia 11 – 12 tahun. Perubahan ini erat hubungannya

dengan dengan perubahan di dalam otak yaitu hipothalamus (Dariyo,

2004). Terdapat perbedaan pada beberapa hal pada sistem hubungan

panca indera, pusat pubertas inhibitor, hipothalamus, hipofise, dan

kelenjar testis. Melalui rangsangan panca indera, diteruskan dalam sistem

hipothalamus-hipofise-testis sehingga berangsur-angsur dapat menerima

rangsangan. Hipothalamus mengeluarkan gonadotropik stimulating

hormon melalui sistem portal sehingga hipofise anteriol mengeluarkan

hormon gonadotropik. Interstitial cell stimulating hormon (ICSH)

merangsang sel Leyding. Sekitar umur 13 – 14 tahun, terdapat perubahan

suara sebagai tanda akil–balik (dewasa) dan mengeluarkan sperma saat

tidur (nocthurnal orgasm). Pembentukan spermatozoa melalui proses

spermatogenesis yang berasal dari sel Saroli pada tubulus testis,

merupakan mata rantai yang panjang. Sel Leyding yang berperan aktif

sehingga akhirnya terbentuk dua spermatozoa X dan spermatozoa

Y (Bagus, 1999).

Pada wanita gonadotropin yang terlibat adalah follicle

stimulating-hormone (FSH) dan luteinizing stimulating-hormone (LH). FSH menstimulasi

perkembangan awal folikel, tetapi proses tersebut belum sempurna

sampai tahap folikel graafian. Pelepasan FSH berikutnya merupakan

(19)

sebuah korpus luteum. LH kemudian mempertahankan korpus luteum,

yang kemudian menstimulasi pelepasan progesteron dan estrogen

(Everett, 2007).

Suatu bagian organ otak yang bertugas untuk mengkoordinasi atau

mengatur fungsi-fungsi seluruh sistem jaringan organ tubuh. Salah satu

diantaranya ialah merangsang hormon luteizing hormone releasing

hormone (LHRH) dan kelenjar pituitary (pituitary gland) untuk

melepaskan hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin ini

merangsang gonades (testis dan ovarium) untuk memproduksi hormon

seksual. Hormon seks pada remaja perempuan disebut estrogen dan

hormon laki-laki testosteron, hal ini yang dianggap sebagai faktor

penyebab kematangan seksual seorang remaja (Dariyo, 2004).

Kematangan seksual atau kematangan fisik yang normal pada

umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun. Namun ada kalanya juga

kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari 11 -

18 tahun (Kartono, 1992). Remaja yang diawali dengan terjadinya

kematangan seksual maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang

memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan

yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh

sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya

menstruasi dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi

(20)

Tanda seks sekunder disebabkan oleh pancaindera yang menerima

rangsangan yang diteruskan ke pusat dan diolah hipotalamus dilanjutkan

ke hipofise melalui sistem fortal dikeluarkan oleh hormon gonadotropik

perangsang folikel dan luteinizing hormon untuk merangsang induk

telur. Hormon perangsang folikel (FSH), merangsang folikel primordial

yang dalam perjalanannya mengeluarkan hormon estrogen untuk

pertumbuhan tanda seks sekunder, Seperti pertumbuhan rambut

kemaluan, rambut ketiak, pembesaran payudara, penimbunan jaringan

lemak seperti di bokong (Bagus, 1999). Tanda seks primer seperti vulva,

vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, serviks (Siti, 2009).

Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak perempuan ditandai

dengan perkembangan payudara, setelah pertumbuhan awal jaringan

payudara puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini yang

sebahagian dikontrol oleh hereditas mulai dari usia 8 – 10 tahun. Kadar

estrogen yang meningkat juga mempengaruhi genital dan uterus mulai

membesar dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal. Ini dapat terjadi

secara spontan atau akibat rangsangan seksual (Poter & Perry 2004).

Menstruasi pertama terjadi pada usia 12 – 13 tahun, estrogen pada

permulaan menstruasi sangat penting karena menyebabkan terjadinya

pertumbuhan dan perkembangan seks sekunder itu sebabnya pada

permulaan menstruasi sering tidak teratur karena bentuk menstruasi

(21)

remaja sekitar 17 – 18 tahun menstruasi teratur dengan interval 26 – 32

hari ( Bagus, 1999).

Menurut Poter & Perry (2004), Kadar testosteron meningkat pada

anak laki – laki selama pubertas ditandai dengan peningkatan ukuran

penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki – laki tidak

mengalami ejakulasi sebelum organ seks matur yaitu sekitar usia 12 – 14

tahun. Ejakulasi terjadi pertama kali selama tidur (emisi nokturnal).

Dapat diinterpretasikan sebagai suatu episode mimpi basah. Meski tidak

menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi tetapi dapat menyebabkan

anak laki – laki menjadi subur dan terjadi perkembanan sekunder

ditandai dengan tumbuhnya rambut pubis, tumbuhnya rambut pada wajah

seperti kumis, jenggot, dan terjadi pertumbuhan tubuh, perubahan pada

suara. Karena produksi hormon dalam tubuh di permukaan wajah akan

timbul jerawat. Bila hal ini terjadi lebih cepat atau lebih lambat juga bisa

menimbulkan masalah bagi remaja (Zulkifli, 2005).

Beberapa faktor yang mempengaruhi seksualitas adalah (1) genetika

dan hormonal, (2) pelajaran dalam keluarga, (3) keluarga dan teman

sebaya, (4) media massa, (5) agama dan budaya, (6) pengalaman pribadi

baik positif maupun negatif, (7) kekerasan seksual baik mental maupun

fisik, (8) psikologis, meliputi depresi dan ketakutan, (9) penyakit fisik,

(10) citra tubuh, (11) kehamilan dan menyusui, (12) menopause, dan (13)

(22)

2.1.3 Perubahan Dalam Prilaku Sosial Remaja

Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004) cara orang dalam menjalani

kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup.

Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur

nilai, norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini

tentu kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa

kanak-kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia

belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orangtua, dimana

budaya orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas,

kemudian ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas

pergaulan sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun

lembaga sosial yang lain.

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok

sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam

hidupnya. Dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal

secara bersama-sama misalnya: berpacaran, berkelahi, dan mencuri. Apa

yang dilakukan oleh kelompoknya akan ditiru oleh remaja (Zulkifli,

2005).

Anggota kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja

kita bisa mengarahkannya. Karena dalam kelompok remaja dapat

memenuhi kebutuhannya misalnya: kebutuhan dimengerti, dianggap,

(23)

harga diri, dan rasa aman ini semua belum tentu dapat diperoleh remaja

di rumah maupu n sekolah (Zulkifli, 2005).

Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai sosial:

biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan, lelaki cenderung ingin

menguasai hal yang baru sedangakan peremuan bersikap menerima

(reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi dalam diri remaja.

Laki-laki lebih meperhatikan nilai-nilai kultural sedangkan perempuan

lebih memperhatikan masalah kehidupan. Laki-laki sangat suka

mengumpulkan pengalaman sedangkan perempuan kurang menyadari

adanya faktor resiko. Sikap laki-laki sering dipengaruhi oleh salah satu

nilai kehidupan sedangkan perempuan berkeinginan tidak menentu

(Zulkifli, 2005).

2.2 Konsep Pendidikan seks 2.2.1 Defenisi Pendidikan Seks

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja, secara umum

pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan

seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya

pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan

seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.

Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan

(24)

dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan

yang berlaku di masyarakat (Zainun, 2009).

Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha

untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku

seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab. Membantu remaja

merefleksikan pengaruh nilai dan perkembangan mereka dalam nilai

seksual dan membangun nilai dengan pendekatan praktis pada

pendidikan seksual (Halstead & Michael, 2004).

Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja

menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam

dirinya. Banyak media massa saperti internet, televisi, Koran atau

majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat

umum, termasuk remaja. Sementara piaget (dalam Dariyo, 2004)

walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam

kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima

tersebut secara benar. Akibatnya prilaku seksual remaja, seringkali tidak

terkontrol dengan baik (Dariyo, 2004).

Pendidikan seksual seharusnya diberikan oleh orangtua sejak dini

ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan kelamin dan disesuaikan

dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak (Sumiati, 2009)

bahkan anak yang sangat muda menerima banyak informasi tentang

seksual dari teman sebayanya di tempat bermain, melalui tukar menukar

(25)

pengetahuan seks dan nilai-nilainya yang tidak mudah dikontrol orangtua

(Halstead & Michael, 2004).

2.2.1 Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek

anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis

dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan

unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan

sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga (Zainun,

2009).

Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap

emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak

dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab

terhadap kehidupan seksualnya (Sumiati, 2009). Pada dasarnya tujuan

pendidikan seksualitas adalah untuk membekali para remaja dalam

menghadapi gejolak biologisnya (Kartono, 1998).

Mendidik anak secara moral, sosial, dan sesuai dengan

perkembangan anak dalam hal pendidikan seks dan pergaulan di sekolah

merupakan tanggung jawab para profesional kesehatan bekerjasama

dengan pihak lain (Luanaigh, 2009).

Sebuah isu kunci yang diangkat adalah penyediaan pendidikan seks

(26)

faktor pengontribusi tingginya angka kehamilan remaja (Luanaigh,

2009).

Pendidikan seks tampak lebih bermanfaat jika dipusatkan kepada

kebutuhan remaja dan didiskusikan dengan profesional kesehatan yang

memiliki minat dalam bidang ini (Luanaigh, 2009). Untuk mencapai

tujuan pendidikan seksual secara maksimal, sebaiknya para pendidik

mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan efisien) untuk

menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau sekelompok

individu sebagai berikut:

a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik,

mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan

masalah seksual pada remaja

b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan

perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan

tanggungjawab)

c. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam

semua manifestasi yang bervariasi

d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat

membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga

e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang

esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat

(27)

f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan

seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi

yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya

g. Untuk mengurangi prostitusi ketakutan terhadap seksual yang tidak

rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan

h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu

melakukan aktivitas seksual secara efektif dalam berbagai peran,

misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota masyarakat

(Sumiati, 2009).

Untuk tujuan, isi, metode, dan kesuksesan pendidikan seksual

ditentukan oleh nilai baik langsung atau tidak langsung (Halstead &

Michael, 2004).

2.2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Seks

Langkah pertama dalam mengajarkan pendidikan seks dan

pergaulan adalah dengan mengenali remaja sebagai mahluk seksual.

Dalam penelitian mereka bahwa remaja merasa tidak nyaman menerima

informasi seks dari guru mereka dan menyarankan menggunakan

tenaga kesehatan dari luar sekolah yang dapat lebih menjamin

kebebasan serta mengurangi rasa malu karena mereka tidak saling

mengenal dibandingkan dengan guru mereka Eisenberg et al (1997

(28)

Sebanyak 78% orang tua mengharapkan sekolah memberikan

pendidikan seks, termasuk informasi mengenai pengendalian kelahiran.

Pendidikan seks masih menjadi kontroversi. Di satu sisi adalah

kelompok seperti Planned Parenthood (orang tua terencana) yang

menyatakan bahwa pendidikan seks harus bersifat lebih terbuka dan alat

KB harus lebih tersedia, di sisi lain adalah individu yang percaya bahwa

pendidikan seks haruslah diberikan oleh orangtua dan mengajarkan alat

kontrasepsi kepada remaja berarti memberikan lampu hijau bagi mereka

untuk melakukan hubungan seks dan berhubungan seks dengan bebas.

Kontroversi ini telah mengarah kepada pertikaian antara dewan sekolah

di seluruh negeri (Santrock, 2003).

Pada sebuah survei mengenai pendidikan seks di wilayah sekolah di

seluruh Negeri yang juga meliputi kota-kota berpenduduk 100.000

orang atau lebih, ditemukan bahwa tiga perempat sekolah memberikan

pendidikan seks di tingkat SMU dan SMP. Sebenarnya kebanyakan

sekolah menggabungkan materi pendidikan seks dengan pelajaran lain

(Santrock, 2003).

Program pendidikan seks berbeda dengan sekolah satu dengan

yang lainnya. Banyak sekolah yang tidak memiliki program pendidikan

seks sama sekali. Umumnya remaja diberi pendidikan seks di kelas

biologi ketika mereka sudah duduk di kelas satu SMU. Faktor lain yang

menentukan kualitas pendidikan seks adalah guru yang

(29)

pendidikan kesehatan, ekonomi keluarga, atau olah raga. Hanya sedikit

yang memiliki pemahaman yang meluas mengenai seksualitas manusia

Newton (1982 dalam Santrock, 2003). Guru pendidikan seks

seharusnya terampil dalam menghadapi emosi remaja. Seksualitas

adalah topik yang sangat sensitif, dan remaja perlu dibantu untuk

merasa nyaman ketika membicarakan seks (Santrock, 2003).

Peran sekolah, orang tua, media massa maupun pemerintah adalah

memikirkan dan membuat program dan pendidikan seksual untuk

remaja Moglia dan Knowles (1997 dalam Dariyo, 2004). Hal-hal yang

perlu diberikan dalam pendidikan seksual adalah:

a. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

b. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

c. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku

seksual remaja

d. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi seperti: IUD kondom

e. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di

kalangan remaja

Dalam pendidikan seksual tersebut dapat dilaksanakan secara

fleksibel artinya mencoba metode atau teknik apa yang akan

dipergunakan dalam menyampaikan pengajaran kepada remaja.

Teknik-teknik yang dipergunakan dapat melalui: ceramah dan tanya jawab,

pemutaran film dan diskusi, dialog, dan sebagainya. Pihak-pihak

profesional yang dapat dilibatkan dalam menyampaikan materi tersebut

(30)

Hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar

pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan

Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation, dalam santrock,1998)

adalah (a) faktor mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih

sayang yang salah di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan

iman yang tidak baik, dan (c) faktor kematangan biologis.

1. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam

masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah

bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh

mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk

ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan

berbagai cara misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan,

berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan

anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan

yang salah.

2. Kehidupan iman yang rapuh: kehidupan beragama yang baik dan

benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam

menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi

oleh situasi dan kondisi apapun. Oleh karena itu, dia tidak akan

melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah

secara resmi.

3. Faktor kematangan biologis. Dengan kematangan biologis seorang

(31)

layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi seksual sudah

berfungsi dengan normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa

seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang

merangsang gairah seksualnya misalnya, dengan melihat film

porno. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan

kemampuan mengendalikan diri cenderung berakibat negatif, yaitu

terjadinya hubungan seksual pranikah dimasa pacaran remaja

(Dariyo, 2004).

2.2.4 Prilaku Seksual Remaja

Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang

sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan

adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang

seksualitas yang seharusnya dipahami. Pemahaman tentang

perkembangan seksualitas termasuk pemahaman tentang perilaku

seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting

diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku

seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa Pangkahila (2004

dalam Soetjiningsih)

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja

amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada

masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu: kognitif,

(32)

sekitar 12 tahun sampai 20 tahun, kurangnya pemahaman ini

disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya,

agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar . Kurangnya

pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru

sangat merugikan kelompok remaja dan keluarganya.

Laporan ini disampaikan oleh National Surveys of Family Growth

pada tahun 1988. Di Amerika Serikat setiap menit kelompok remaja

melahirkan satu bayi dan 50% dari mereka melahirkan anaknya dan

sisanya tidak melanjutkan kehamilannya. Beberapa kekerasan seksual

yang dilakukan oleh para remaja terhadap sesamanya atau terhadap

anak-anak yang lebih kecil sekitar umur 3 - 11 tahun sering kali terjadi

Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih).

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk

memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan olehnya, yaitu boleh atau tidaknya melakukan pacaran,

melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa

kenyataan lain yang cukup membingungkan antara apa saja yang boleh

dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan

menimbulkan sesuatu prilaku seksual yang kurang sehat dikalangan

remaja. Perasaan bersalah atau bedosa tidak jarang dialami kelompok

remaja yang pernah melakukan onani dalam hidupnya. Pemahaman

yang benar tentang seksualitas manusia sangat diperlukan khususnya

(33)

mereka menikah dan memiliki anak Pangkahila (2004 dalam

Soetjiningsih).

Perilaku seksual kelompok teman sebaya remaja juga memiliki

pengaruh pada awal aktivitas seksual remaja. Jika remaja berada di

tengah kelompok sosial yang melakukan prilaku seksual yang tidak

sehat, anggota kelompok lainnya akan melakukan hal yang serupa. Jika

remaja mendapat pendidikan seks dan pergaulan yang menyeluruh, itu

dapat mencegah mereka dari melakukan prilaku seksual yang tidak

sehat (Luanaigh, 2009).

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan

prilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural.

Berdsarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas seksual remaja amat

erat kaitannya dengan faktor-faktor itu. Beberapa aktifitas seksual

sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan seksual; (b)

membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e)

masturbasi dan hubungan heteroseksual.

a. Masturbasi

Masturbasi merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan

oleh para remaja. Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh

SIECUS (Sex Information and Education Council of the United

States) menunjukkan bahwa remaja laki-laki pada umur 16 tahun

(34)

Frekuensinya makin meningkat sampai pada masa sesudah pubertas.

Mereka mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenis yang

sebaya. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri dan juga dilakukan

secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin., tetapi sebagian

dari mereka juga melakukan masturbasi secara mutual dengan

pacarnya.

b. Percumbuan, seks oral, dan seks anal

Pola prilaku seksual ini tidak saja dilakukan oleh pasangan suami

istri, tetapi juga telah dilakukan oleh sebagian dari remaja. Sebuah

penelitian melaporkan bahwa remaja melakukan aktifitas seksual

tersebut 75% di rumah orangtuanya. Hubungan seksual dikalangan

remaja makin lama makin meningkat sesuai dengan peningkatan

(35)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual diatas menjelaskan tentang gambaran pendidikan

seksual pada remaja yaitu rentang usia 15 – 17 tahun, dimana pada rentang ini

remaja berada pada tahap emosional labil sehingga sering terjadi prilaku

menyimpang seksual pada remaja. Oleh karena itu perlu diberikan pendidikan

seksual meliputi: Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama

remaja, perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas,

dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku seksual remaja,

fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, pencegahan dan mengatasi

Pendidikan Seksual:

1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

3. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap perilaku seksual remaja 4. Fungsi dan kegunaan alat-alat

kontrasepsi

5. Pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di kalangan remaja. Siswa/siswi SMA

(36)

3.2 Defenisi Operasional

NO Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Gambaran

2 Pemberian informasi

mengenai perubahan

4 Pemberian informasi

mengenai fungsi dan

kegunaan alat – alat

kontrasepsi

5 Pemberian informasi

mengenai pencegahan

dan mengatasi

terjadinya hubungan

seks bebas di kalangan

(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

tujuan untuk melihat gambaran pendidikan Seksual pada remaja di SMA

Negeri 6 Padangsidimpuan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan (Arikunto, 2010)

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang berada di SMA

Negeri 6 Padangsidimpuan yang berjumlah 883 orang yang berada di Jalan

Sutan Sori Pada Mulia no. 25 Padangsidimpuan.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan

sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2010). Maka pengambilan besar

sampel dilakukan dengan cara mengambil 10% dari jumlah populasi.

Dimana jumlah populasi adalah 883 orang. 883/100 × 10% = 88,3. Maka

(38)

4.2.3 Tekhnik sampling

Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009).

Pada penelitian ini cara pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan

teknik random sampling yaitu dengan cara mencampur/mengacak

subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek dianggap sama. Setiap

subjek yang terdaftar sebagai populasi diberi nomor urut mulai dari (1, 2,

3, 4, 5, ..., 883). Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah

menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang telah diteliti (Arikunto,

2010).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan. Dengan

jumlah seluruh siswa/siswi 883 orang dengan siswa 428 orang dan siswi 455

orang. Alasan pengambilan lokasi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan adalah

karena lokasi tersebut dekat dengan fasilitas-fasilitas yang menyediakan

berbagai informasi khususnya tentang seks, seperti dari internet dan media.

Banyak masalah remaja yang timbul dalam lingkungan tersebut misalnya

kehamilan pranikah, sedangkan di SMA lain hanya sedikit yang dapat

terobservasi oleh peneliti. Selain itu, lokasi penelitian dapat dijangkau oleh

peneliti sehingga peneliti dapat mengambil data dan menyelesaikan penelitian

(39)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA

Negeri 6 Padangsidimpuan. Selanjutnya, setelah mendapat izin peneliti

menyerahkan langsung lembar persetujuan kepada reponden. Bagi calon

responden yang bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu

menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang menolak untuk

diteliti maka peneliti tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan

(confidentiality) responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama

(anonymity) responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Lembar

tersebut hanya diberi nomor atau kode tertentu. Kerahasiaan catatan

mengenai data responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep.

Pada bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi

responden meliputi kelas, jenis kelamin, agama, dan tinggal bersama. Data

berisi pernyataan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan

menggunakan skala likert dengan cara mengukur pendapat responden tentang

sesuatu pada berbagai tingkatan yang telah ditetapkan peneliti terhadap

pernyataan tertentu, yaitu skor untuk pernyataan adalah sangat setuju = 3,

(40)

kelas Banyak

Rentang

P=

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 60 dan banyak kelas 3 yaitu

sangat baik, baik, cukup, kurang. sehingga diperoleh P= 20. Dengan P= 20

dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas pertama, maka pengetahuan

remaja dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 41 - 60: Baik,

21 - 40: Cukup, 0 - 20: Kurang.

4.6 Reliabilitas

Kuesioner dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman pada tinjauan pustaka. Oleh karena itu penting dilakukan uji

relibilitas dan validitas instrumen.Uji reliabilitas ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa derajat atau kemampuan suatu instrumen untuk

mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji reliabilitas ini

dilakukan sebelum pengumpulan data pada 20 orang sampel yang memiliki

kriteria yang sama dengan sampel penelitian. Hasil uji reliabilitas kuesioner

untuk mengetahui gambaran pendidikan seksual pada remaja menggunakan

uji Cronbach Alfa adalah 0.792. Menurut Polit & Hungler (1995) suatu

instrumen yang baru reliabel bila koefisiennya 0.70 atau lebih. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner gambaran pendidikan seksual

pada remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Kuisioner

ini telah dilakukan uji validitas dengan seorang ahli dalam bidang

(41)

4.7 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah. Pengertian umum reliabilitas menyatakan bahwa

instrumen penelitian harus reliabel, yang reliabel akan menghasilkan data

yang dapat dipercaya juga (Arikunto,2010).

4.8 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan

kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin

pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA Negeri 6

Padangsidimpuan. Peneliti langsung mendatangi tempat SMA Negeri 6

Padangsidimpuan dan menjelaskan kepada calon responden tentang maksud,

tujuan, dan prosedur penelitian. Bagi calon responden yang bersedia menjadi

responden diminta untuk menandatangani informed consent. Responden

diminta menjawab pertanyaan dengan mengisi sendiri kuesioner yang

diberikan dengan waktu ± 40 menit. Selanjutnya data yang terkumpul

(42)

4.9Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan

data secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS 15.0. Data demografi

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa

data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk

melihat gambaran pendidikan seksual pada remaja yang digambarkan dalam

kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang baik dengan pembagian rentang

(43)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan

data yang dilakukan mulai tanggal 30 November – 5 Desember 2011 dengan

jumlah responden 88 orang. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini

akan meliputi data demografi dan Gambaran Pendidikan Seksual Pada

Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

5.1.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada

kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%). Mayoritas jenis kelamin

responden 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII. Mayoritas

responden menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%). Dan mayoritas

responden tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%).

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88).

Data demografi Frekuensi (n) Persentase (%)

(44)

5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)

Tabel 2 dapat menjelaskan gambaran umum tentang Pendidikan Seksual

pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Dari 88 responden memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori

baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden yang memiliki

gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup sebanyak 56 orang

(45)

(63,64%) dan tidak ada yang memiliki gambaran pendidikan seksual

dengan kategori kurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih senang bermain

di luar bersama temannya daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47%

(n = 41) setuju dan sangat setuju 34% (n = 30), responden banyak

mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya

sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), Responden

mengetahui kegunaan alat kontrasepsi dari media dan teman-teman

sebanyak 51% (n = 45) setuju dan sangat setuju 24% (n = 21), responden

tidak pernah mendapatkan pelajaran alat-alat kontrasepsi dari guru

sehingga tidak mengetahui fungsi dan kegunaannya sebanyak 42% (n =

37) setuju dan sangat setuju sebanyak 33% (n = 29), responden yang tidak

mengetahui seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan

penyakit menular seksual sebanyak 16% (n = 14), responden tidak setuju

sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas seksual sebanyak 51% (n =

45).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja (n = 88)

Pernyataan Sangat setuju

(46)

3

4

(47)

psikologis-5. Pencegahan dan

tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja sebagai berikut:

5.2.1 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)

Hasil penelitian berdasarkan gambaran pendidikan seksual

menunjukkan bahwa mayoritas siswa/siswi (n = 88) dikategorikan cukup

dalam pengenalan pendidikan seksual besarnya persentase siswa/siswi

tentang gambaran pendidikan seksual pada penelitian ini disebabkan

karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan

hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi

banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media

lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%). Hal

ini menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi

(48)

Peneliti mengharapkan siswa/siswi yang mengetahui gambaran tentang

pendidikan seksual tetap mengaplikasikannya dan tidak melakukan

perilaku yang menyimpang, terkait dengan perilaku seksual remaja yang

tidak bertanggungjawab. Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan

pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka

dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab

(Halstead & Michael, 2004). Pada penelitian ini, bahwa responden

memiliki kategori cukup terdapat 63,64%. Berdasarkan dari apa yang

dikatakan (Sumiati,2009) bahwa pendidikan seksual seharusnya diberikan

oleh orangtua sejak dini ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan

kelamin dan disesuaikan dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap

anak, sehingga anak memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual.

Hasil penelitian mengenai perubahan organ reproduksi menunjukkan

bahwa mayoritas responden mengetahui gambaran tentang perubahan dan

fungsi organ-organ selama remaja seperti perempuan mengalami

menstruasi pertama sejak usia 12 - 13 tahun sebanyak 53% (n = 47) setuju

dan sangat setuju sebanyak 40% (n = 35), laki-laki mengeluarkan sperma

tanpa disadarinya saat tidur (nocturnal orgasm) sejak usia 13 - 14 tahun

sebanyak 54% (n = 48) setuju dan sangat setuju sebanyak 44% (n = 39).

Hal ini menunjukkan bahwa masa pubertas pada wanita dimulai pada usia

12-13 tahun dan laki-laki dimulai pada usia 11-15 tahun.

Menurut Piaget (1998, dalam Dariyo 2004), bahwa perubahan

(49)

dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Hal ini diperjelas

dengan pendapat Kartono (1992), Kematangan seksual atau kematangan

fisik yang normal pada umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun.

Namun ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau

lebih lambat dari 11 - 18 tahun.

Hasil penelitian mengenai perubahan emosional psikologis memasuki

masa pubertas, menunjukkan bahwa responden mulai menyukai lawan

jenisnya pada usia remaja sebanyak 42% (n = 37) setuju dan sangat setuju

sebanyak 54% (n = 48), remaja lebih senang bermain di luar bersama

teman daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47% (n = 41) setuju dan

sangat setuju sebanyak 34% (n = 30), remaja merasa temannya lebih

mengerti dirinya daripada orang tuanya sebanyak 44% (n = 39) setuju dan

sangat setuju sebanyak 14% (n = 12). Hal ini menunjukkan bahwa

memasuki masa remaja seseorang mulai menyukai lawan jenisnya dan

persentase tinggi terhadap remaja lebih suka bermain bersama teman

daripada berdiam diri di rumah.

Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004), cara orang dalam menjalani

kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup.

Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur nilai,

norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini tentu

kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa kanak-kanak,

seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia belajar

(50)

orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas, kemudian

ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas pergaulan

sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial

yang lain.

Menurut Zulkifli (2005), Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan

dalam nilai-nilai sosial: biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan,

lelaki cenderung ingin menguasai hal yang baru sedangakan peremuan

bersikap menerima (reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi

dalam diri remaja.

Hasil penelitian mengenai dampak positif dan negatif media masa

bebas terhadap perilaku seksual remaja, menunjukkan responden banyak

mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya

sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), hal ini

menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi remaja

lebih mengetahui tentang perilaku seksual. Dalam mengetahui kegunaan

alat kontrasepsi dari media dan teman-teman frekuensi tertinggi setuju

sekitar 51% (n = 45) dan sangat setuju 24% (n = 21). Hal ini menunjukkan

bahwa keingintahuan tentang seksual meningkat pada remaja dan

lingkungan remaja tersebut.

Menurut Halstead & Michael (2004), bahwa anak sangat muda

menerima banyak informasi tentang seksual dari teman sebayanya di

tempat bermain, melalui tukar menukar majalah, televisi dan media-media

(51)

yang tidak mudah dikontrol orangtua, Sedangkan menurut Zulkifli (2005),

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok

sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam

hidupnya, dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal

secara bersama-sama misalnya berpacaran apa yang dilakukan oleh

kelompoknya akan ditiru oleh remaja.

Hasil penelitian menunjukkan dengan beredarnya gambar/video

pornografi dapat memicu remaja melakukannya sebanyak 35% (n = 31)

menjawab setuju dan sangat setuju sebanyak 43% (n = 38). Hal ini

menunjukkan tekhnologi yang semakin canggih dan bebas akan

memberikan pengaruh buruk terhadap perilaku remaja terhadap seksual

yang menyimpang karena kurangnya pendidikan seksual yang diterima.

Menurut Dariyo (2004), remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi

yang merangsang gairah seksualnya misalnya dengan melihat film

porno.Menurut Kartono (1998), Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan

pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka

dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih

bertanggungjawab. Kemudian diperjelas Halstead & Michael (2004),

pendidikan seksual membantu remaja merefleksikan pengaruh nilai dan

perkembangan mereka dalam nilai seksual dan membangun nilai dengan

pendekatan praktis pada pendidikan seksual.

Hasil penelitian mengenai pencegahan dan mengatasi terjadinya

(52)

bahwa seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit

menular seksual 36% - 43% dan yang tidak mengetahui seringnya

berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual

sebanyak 16% (n = 14) tidak setuju dan sangat tidak setuju sebanyak 4%

(n = 4). Sedangkan dari sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas

seksual responden tidak setuju sebanyak 51% (n = 45) dan yang sangat

tidak setuju sebanyak 8% (n = 7). Hal ini menunjukkan dampak positif

dari media yang memberitahukan bahaya dari seringnya berganti-ganti

pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual, sedangkan

berdasarkan sentuhan (berpelukan) responden menyatakan bukan

merupakan aktivitas seksual tetapi pada dasarnya sentuhan (berpelukan)

merupakan salah satu aktivitas seksual.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Pemahaman

masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang sampai saat ini.

Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan adanya berbagai

ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya

dipahami. Pemahaman tentang perkembangan seksualitas termasuk

pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu

pemahaman yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa

peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual

dewasa.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan prilaku

(53)

fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdsarkan faktor-faktor tersebut

maka aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu.

Beberapa aktifitas seksual sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan

seksual; (b) membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e)

masturbasi dan hubungan heteroseksual.

Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan, responden mengetahui

bahwa pendidikan seksual diberikan pada remaja dapat mengurangi remaja

melakukan seks bebas sebanyak 43% (n = 38) setuju dan sangat setuju

sebanyak 16% (n = 14). Hal ini menunjukkan bahwa responden

mengambil nilai positif dalam mempelajari pendidikan seksual.

Menurut Sumiati ( 2009), menyatakan tujuan pendidikan seksual

adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap

masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa

yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

Menurut Zainun (2009), Pendidikan seksual selain menerangkan

tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang

aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus

memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan

agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan

moral juga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seksual dengan cara

pemuasan gairah seksual pada diri sendiri dilakukan remaja dengan

(54)

(n = 7). Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja yang melakukan

aktivitas seksual yang menyimpang.

Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Masturbasi

merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan oleh para remaja.

Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh SIECUS (Sex Information

and Education Council of the United States) menunjukkan bahwa remaja

laki-laki pada umur 16 tahun yang melakukan masturbasi ada 88% dan

remaja perempuan 62%. Frekuensinya makin meningkat sampai masa

sesudah pubertas.

Menurut Dariyo (2004), Hal-hal yang mendorong remaja melakukan

hubungan seks di luar pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation) adalah (a) faktor

mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah

di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik,

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian tentang gambaran pendidikan

seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan berdasarkan

kuesioner terhadap 88 orang responden (remaja pertengahan) pada siswa

kelas X – XII yang diperoleh dari hasil data menunjukkan bahwa

mayoritas siswa/siswi (n = 88) memiliki gambaran pendidikan seksual

dengan kategori baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden

yang memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup

sebanyak 56 orang (63,64%), tidak ada gambaran pendidikan seksual

dengan kategori kurang dan yang dominan adalah dengan kategori cukup

ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI

(38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar

siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau

media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju

(19,3%).

6.2 Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan

Dalam praktik keperawatan komunitas, remaja perlu diadakan penyuluhan

mengenai pendidikan seksual khususnya remaja pertengahan yang

(56)

pengetahuannya tentang gambaran pendidikan seksual sehingga dapat

mencegah berbagai hal yang dapat merugikan remaja, orang tua, keluarga,

dan masyarakat sekitarnya.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan untuk menambahkan

materi tentang pendidikan seksual remaja khususnya pada mata kuliah

Keperawatan Komunitas.

6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya guru

mengajarkan pendidikan seksual pada siswa/siswi serta terampil dan

menguasai banyak hal mengenai pendidikan seksual pada remaja.

6.2.4 Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini

sebaiknya lebih menekankan pada gambaran pendidikan seksual dan

pencegahan seksual pada remaja, sehingga hasil penelitian nantinya dapat

menemukan sesuatu yang lebih berkembang lagi.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).

Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).

Jakarta: Rineka Cipta.

Bagus, Ida. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

Dariyo, agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Everett, Suzanne. 2007. Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Edisi 2.

Jakarta: EGC

Halstead, M & Reiss, M. 2004. Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks Bagi

Remaja.Yogyakarta: Alenia Press

Karota, E & Ariani, Y. 2005. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara

Volume 1. Medan

Kartono, Kartini. 1998. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju.

Luanaigh, Padraig. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa

Kebidanan. Jakarta: EGC.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Polit, D. F & Hungler, B. P. (1995). Nursing Research; principles and methode.

(5th edition). Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. (Edisi 4). Vol 1.

(58)

Saifuddin, Abdul. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2.

Yogyakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Santrock, J,W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi 6. Jakarta:

Erlangga.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. (Edisi 6). Bandung: Tarsito.

Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja & Konseling. Jakarta: Trans Info

Media.

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:

Sagung Seto.

Windu, C, Siti. 2009. Disfungsi Seksual. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Zainun. 2009. Seks Bebas pada Remaja.

tanggal 03 Mei 2011.

(59)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 padangsidimpuan

Lisna Afriani Harahap 101121016

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.

Saya mengharapkan partisipasi Anda yang menjadi subjek dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat memilih untuk menghentikan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapan pun tanpa ada tekanan.

Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan partisipasi yang Anda berikan.

Medan, Februari 2011

Peneliti Responden,

(60)

JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan Februari Maret April Mei September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengajuanjudulpenelitian

2. Merevisi judul dan menetapkan judul penelitian 3. Melakukan survei awal

4. Menyiapkan Bab I

5. Menyiapkan Bab II, Bab III, Bab IV, dan revisi Bab I

6. Menyiapkan Bab III dan Bab IV 7. Menyiapkan Revisi Bab IV 8. Revisikeseluruhan

(61)

No Kegiatan Oktober Nopember Desember Januari Februari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 13. Revisi Proposal

14. Uji Validitas

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
Tabel 1. Lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan pengesahan tentang kebijakan, strategi usaha, dan pedoman perencanaan perusahaan baik jangka pendek (program kerja tahunan), jangka menengah, maupun

The contributions of this study are threefold: (1) to develop a spatial-temporal classification framework to discriminate crops using a sequence of multitemporal TerraSAR-X images,

Whether you know what you want to write about or you simply know you want to write, when thinking about good, profitable e-book ideas, check to see if your topic is one that is

Sehubungan dengan Dokumen Penawaran saudara/I atas paket pekerjaan : Pengadaan Bahan Bangunan Rumah, maka dengan ini kami mengundang saudara/I untuk melakukan Pembuktian

Suku-suku bangsa pribumi ini tergolong ras Nusantara, yang oleh orang Barat disebut Austronesia, dan yang sejak 600.000 tahun dahulu kala telah bermigrasi ke

Memberikan informasi ilmiah mengenai kultur antera cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dengan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan benzyladenin (BA) yang nantinya

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat pemahaman dan status gizi peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa: 1). Tingkat pemahaman gizi peserta

Dalam sistem pengendali konvensional dan pengendali digital digunakan sinyal analog/ kontinyu dan sinyal diskret.Sinyal kontinyu adalah sinyal yang nilainya dapat