Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja
di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Lisna Afriani Harahap 101121016
Skripsi
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini. Skripsi penelitian disusun dengan tujuan untuk memenuhi penyelesaian tugas akhir dengan judul Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara .
3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing saya yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan proposal penelitian ini .
4. Evi Karota Bukit S.Kp, MNS sebagai dosen penguji I 5. Ellyta Aizar S.Kp sebagai dosen penguji II
6. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan USU yang lainnya, yang ikut serta dalam membantu saya dalam skripsi penelitian ini.
8. Kepada teman-teman kuliah saya di Keperawatan yang ikut membantu dalam penyelesaikan skripsi penelitian ini, kkususnya teman dekat saya biah, febri, ningsih, masnun, kak lina, dan wahyuzar.
9. Kepada adek-adek dan kakak kos saya kak puput , imah, iis, dan nita yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang
Medan, Februari 2012
DAFTAR ISI
1.4.3 Penelitian Keperawatan ... 5
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep remaja ... 6
2.1.1 Defenisi remaja ... 6
2.1.2 Perkembangan seksual remaja ... 8
2.1.4 Perubahan dalam prilaku sosial remaja ... 12
2.2 Konsep pendidikan seks ... 13
2.2.1 Defenisi pendidikan seks ... 13
2.2.2 Tujuan pendidikan seks ... 15
2.2.3 Ruang lingkup pendidikan seks ... 17
2.2.4 Prilaku seksual remaja ... 21
Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 25
3.2 Defenisi Operasional ... 26
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1Desain Penelitian ... 27
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 29
4.5 Instrumen Penelitian ... 29
4.6 Reliabilitas ... 30
4.7 Validitas ... 31
4.8 Pengumpulan Data ... 31
Bab 5. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil penelitian ... 33
5.1.1 Karakteristik Responden ... 33
5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 34
5.2 Pembahasan 5.2.1Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 37
Bab 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 45
6.2 Saran ... 45
6.2.1 Praktek Keperawatan ... 45
6.2.2 Pendidikan Keperawatan ... 46
6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan ... 46
6.2.4 Peneliti Selanjutnya ... 46
Daftar Pustaka Inform Consent Jadwal Penelitian Instrumen Penelitian Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Distribusi frekuensi dan persentase responden
berdasarkan data demografi ... 33 2. Distribusi frekuensi dan persentase Gambaran
DAFTAR SKEMA
Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Peneliti : Lisna Afriani Hrp
Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.
Judul : Gambaran Pendidikan Seksual pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Peneliti : Lisna Afriani Hrp
Program : Sarjana Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual dan jika tidak diikuti pengetahuan akan mudah terjebak dalam masalah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel diambil dari siswa/siswi SMA Negeri 6 Padangsidimpuan sebanyak 88 orang dengan teknik random sampling. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang sampel dengan menggunakan Cronbach Alfa dengan hasil 0,792. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%), jenis kelamin 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII, menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%), dan tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%). Gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan kategori cukup sebanyak 63,64%. Hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa gambaran pendidikan seksual pada remaja mayoritas dalam kategori cukup ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%).Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya peningkatan sarana layanan di bidang kesehatan komunitas serta edukasi dan pemahaman tentang pendidikan seksual remaja, menambahkan materi tentang pendidikan seksual pada remaja pada mata kuliah keperawatan komunitas, melakukan penelitian yang lebih menekankan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja, dan perlunya guru terampil dan menguasai banyak hal tentang pendidikan seksual.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan
alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara
hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Seks adalah topik yang
sudah lama dianggap tabu untuk diperbincangkan oleh orang dewasa, banyak
orang kurang mengetahui tentang seksualitas atau enggan mengajukan
pertanyaan yang berhubungan dengan seksualitas (Potter & Perry, 2005).
Namun, seringkali masyarakat umum (awam) memiliki pengertian bahwa
istilah seks lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan seksual antara
dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat tinggi
dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.
Pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai
diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari
sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian
informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja
berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan
seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang
cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Perubahan organ-organ
reproduksi yang makin matang pada remaja menyebabkan dorongan dan
mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas
(diluar aturan norma sosial) misalnya seks pranikah akan berakibat negatif
(Dariyo, 2004).
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui
dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat
tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus
menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Kurangnya informasi
yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja dan
kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani
masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah
mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat (Saifuddin, 2006).
Perilaku seks remaja hasil penelitian pengamat masalah sosial remaja di
beberapa kota besar, diantaranya Sarwono (1970 dikutip dari Yeni, 1996) dari
117 remaja di Jakarta 4,1% pernah melakukan hubungan seks. Eko (1983
dikutip dari Widjanarko, 1999) meneliti 401 remaja menemukan 8,2% pernah
melakukan seks dan 10% menganggap hubungan seks pranikah wajar. Satoto
1992 (dikutip dari Yeni, 1996) melaporkan 4,1% (n = 1086) pelajar
SMP-SMU di Semarang pernah melakukan hubungan seks. Tjitarsa 1995 (dikutip
dari Hidayana dan Saifuddin, 1999) meneliti bahwa 50% (n = 2947) kasus
kehamilan di sebuah klinik besar di Denpasar adalah wanita belum menikah
dan sebagian besar berusia di bawah 25 tahun (Karota dan Ariani, 2005).
Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan
empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15 -
19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah
laki-laki melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada
perempuan (Pangkahila, 2004). Fakta terbaru menyebutkan bahwa 15%
remaja sudah melakukan hubungan seks di luar nikah, 60% dari pekerja seks
di Indonesia adalah perempuan berusia 24 tahun dan 30% remaja berusia 15
tahun , 20% dari 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di Indonesia dilakukan
oleh remaja dan mereka mendapatkan tindakan aborsi tidak aman serta
menyebabkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada remaja
(Saifuddin, 2006).
Dalam penelitian ini, penulis memilih remaja yang berada di SMA Negeri
6 Padangsidimpuan sebagai lokasi penelitian. Ini terkait dengan beredarnya
video vulgar yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
pada tahun 2011. Berdasarkan survey awal yang diperoleh jumlah siswa/siswi
sebanyak 883 orang. Di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan dekat dengan
fasilitas-fasilitas yang menyediakan berbagai informasi khususnya tentang
seks seperti dari internet, media cetak. Pergaulan dan lingkungan juga sangat
besar pengaruhnya terhadap pemahaman remaja tentang seks. Lokasi SMA
Negeri 6 juga dekat pondok-pondok sebagai tempat berpacaran bagi remaja.
Dalam hal ini bisa saja informasi tentang masalah seksual diperoleh dari
lingkungan pergaulan remaja. Oleh karena itu, hal ini menjadi latar belakang
1.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan
seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka pertanyaan penelitian ini adalah
bagaimana gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6
Padangsidimpuan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.41 Praktik Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan perawat komunitas tentang pendidikan seks
kepada remaja SMA.
1.41.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini mennyediakan informasi mengenai gambaran
pendidikan seksual pada remaja SMA sehingga institusi pendidikan
keperawatan ikut terlibat dalam memberikan pendidikan seks sebagai salah
satu wujud fungsi pengabdian masyarakat.
1.41.2 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Hasil penelitian ini menyediakan informasi sejauh mana gambaran
pendidikan seksual remaja sehingga sekolah tersebut lebih termotivasi
untuk memberikan pendidikan seks yang dapat dilakukan melalui program
UKS atau dari berbagai mata pelajaran di SMA misalnya biologi,
1.4.4 Penelitian Keperawatan
Dapat memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi remaja
Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu
mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (Potter & Perry, 2005). Remaja
adalah seorang anak yang telah mencapai umur 10 -18 tahun untuk anak
perempuan dan 12 – 20 tahun untuk anak laki-laki (Soetjiningsih, 2004).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan
masa dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual antara usia
11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, menjelang masa dewasa muda
(Marheni, 2004). Ini merupakan saat-saat ketika anak tidak mau
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya
ia belum dapat dikatakan orang dewasa (Zulkifli, 2005).
Penggolongan remaja menurut Thornburg (dalam Dariyo 2004) terbagi 3
tahap yaitu:
1. Remaja awal usia 13 - 14 tahun
2. Remaja tengah usia 15 - 17 tahun
3. Remaja akhir usia 18 - 21 tahun
Usia 12 tahun merupakan awal pubertas pada remaja perempuan dan
mengalami menstruasi (datang bulan ) yang pertama dan usia 13 tahun
yang pertama yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma (Zukifli,
2005).
Kematangan hormon seks (sex hormones) akan mengubah pola
pertumbuhan seorang anak. Sebelum masa pubertas, seorang anak rata-rata
mengalami pertumbuhan sepanjang 2 - 3 inchi setiap tahunnya (1 inchi =
2,5cm). ketika mencapai pubertas, anak tumbuh secara cepat yakni
rata-rata 4 - 6 inchi per tahun. Selain mempercepat pertumbuhan fisik, hormon
seks juga mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tulang-tulang
kerangka (skeleton). Akhir pertumbuhan fisik yang dialami remaja
diperkirakan pada usia 18 tahun dan setelah masa itu diperkirakan tidak
terjadi pertumbuhan/penambahan tinggi badan lagi (Dariyo, 2004).
Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Wanita sebagai berikut: Karekteristik Remaja Wanita Usia
Pertumbuhan payudara
Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh Menarche
setelah tumbunya rambut kemaluan
Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Laki-laki sebagai berikut: Karakteristik Remaja Laki-laki Usia
Pertumbuhan testis
Pertumbuhan rambut kemaluan Pertumbuhan badan / tubuh
Pertumbuhan penis, kelenjar prostat Ejakulasi pertama dengan
mengeluarkan semen
Pertumbuhan rambut wajah dan ketiak
10 - 13,5 tahun 10 - 15 tahun 10,5 - 16 tahun 11 - 14,5 tahun
Kira-kira 1 tahun setelah pertumbuhan penis
2.1.2 Perkembangan Seksual Remaja
Perubahan hormonal merupaka awal dari masa pubertas remaja yang
terjadi sekitar usia 11 – 12 tahun. Perubahan ini erat hubungannya
dengan dengan perubahan di dalam otak yaitu hipothalamus (Dariyo,
2004). Terdapat perbedaan pada beberapa hal pada sistem hubungan
panca indera, pusat pubertas inhibitor, hipothalamus, hipofise, dan
kelenjar testis. Melalui rangsangan panca indera, diteruskan dalam sistem
hipothalamus-hipofise-testis sehingga berangsur-angsur dapat menerima
rangsangan. Hipothalamus mengeluarkan gonadotropik stimulating
hormon melalui sistem portal sehingga hipofise anteriol mengeluarkan
hormon gonadotropik. Interstitial cell stimulating hormon (ICSH)
merangsang sel Leyding. Sekitar umur 13 – 14 tahun, terdapat perubahan
suara sebagai tanda akil–balik (dewasa) dan mengeluarkan sperma saat
tidur (nocthurnal orgasm). Pembentukan spermatozoa melalui proses
spermatogenesis yang berasal dari sel Saroli pada tubulus testis,
merupakan mata rantai yang panjang. Sel Leyding yang berperan aktif
sehingga akhirnya terbentuk dua spermatozoa X dan spermatozoa
Y (Bagus, 1999).
Pada wanita gonadotropin yang terlibat adalah follicle
stimulating-hormone (FSH) dan luteinizing stimulating-hormone (LH). FSH menstimulasi
perkembangan awal folikel, tetapi proses tersebut belum sempurna
sampai tahap folikel graafian. Pelepasan FSH berikutnya merupakan
sebuah korpus luteum. LH kemudian mempertahankan korpus luteum,
yang kemudian menstimulasi pelepasan progesteron dan estrogen
(Everett, 2007).
Suatu bagian organ otak yang bertugas untuk mengkoordinasi atau
mengatur fungsi-fungsi seluruh sistem jaringan organ tubuh. Salah satu
diantaranya ialah merangsang hormon luteizing hormone releasing
hormone (LHRH) dan kelenjar pituitary (pituitary gland) untuk
melepaskan hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin ini
merangsang gonades (testis dan ovarium) untuk memproduksi hormon
seksual. Hormon seks pada remaja perempuan disebut estrogen dan
hormon laki-laki testosteron, hal ini yang dianggap sebagai faktor
penyebab kematangan seksual seorang remaja (Dariyo, 2004).
Kematangan seksual atau kematangan fisik yang normal pada
umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun. Namun ada kalanya juga
kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari 11 -
18 tahun (Kartono, 1992). Remaja yang diawali dengan terjadinya
kematangan seksual maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang
memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan
yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh
sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya
menstruasi dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi
Tanda seks sekunder disebabkan oleh pancaindera yang menerima
rangsangan yang diteruskan ke pusat dan diolah hipotalamus dilanjutkan
ke hipofise melalui sistem fortal dikeluarkan oleh hormon gonadotropik
perangsang folikel dan luteinizing hormon untuk merangsang induk
telur. Hormon perangsang folikel (FSH), merangsang folikel primordial
yang dalam perjalanannya mengeluarkan hormon estrogen untuk
pertumbuhan tanda seks sekunder, Seperti pertumbuhan rambut
kemaluan, rambut ketiak, pembesaran payudara, penimbunan jaringan
lemak seperti di bokong (Bagus, 1999). Tanda seks primer seperti vulva,
vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, serviks (Siti, 2009).
Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak perempuan ditandai
dengan perkembangan payudara, setelah pertumbuhan awal jaringan
payudara puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini yang
sebahagian dikontrol oleh hereditas mulai dari usia 8 – 10 tahun. Kadar
estrogen yang meningkat juga mempengaruhi genital dan uterus mulai
membesar dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal. Ini dapat terjadi
secara spontan atau akibat rangsangan seksual (Poter & Perry 2004).
Menstruasi pertama terjadi pada usia 12 – 13 tahun, estrogen pada
permulaan menstruasi sangat penting karena menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan seks sekunder itu sebabnya pada
permulaan menstruasi sering tidak teratur karena bentuk menstruasi
remaja sekitar 17 – 18 tahun menstruasi teratur dengan interval 26 – 32
hari ( Bagus, 1999).
Menurut Poter & Perry (2004), Kadar testosteron meningkat pada
anak laki – laki selama pubertas ditandai dengan peningkatan ukuran
penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki – laki tidak
mengalami ejakulasi sebelum organ seks matur yaitu sekitar usia 12 – 14
tahun. Ejakulasi terjadi pertama kali selama tidur (emisi nokturnal).
Dapat diinterpretasikan sebagai suatu episode mimpi basah. Meski tidak
menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi tetapi dapat menyebabkan
anak laki – laki menjadi subur dan terjadi perkembanan sekunder
ditandai dengan tumbuhnya rambut pubis, tumbuhnya rambut pada wajah
seperti kumis, jenggot, dan terjadi pertumbuhan tubuh, perubahan pada
suara. Karena produksi hormon dalam tubuh di permukaan wajah akan
timbul jerawat. Bila hal ini terjadi lebih cepat atau lebih lambat juga bisa
menimbulkan masalah bagi remaja (Zulkifli, 2005).
Beberapa faktor yang mempengaruhi seksualitas adalah (1) genetika
dan hormonal, (2) pelajaran dalam keluarga, (3) keluarga dan teman
sebaya, (4) media massa, (5) agama dan budaya, (6) pengalaman pribadi
baik positif maupun negatif, (7) kekerasan seksual baik mental maupun
fisik, (8) psikologis, meliputi depresi dan ketakutan, (9) penyakit fisik,
(10) citra tubuh, (11) kehamilan dan menyusui, (12) menopause, dan (13)
2.1.3 Perubahan Dalam Prilaku Sosial Remaja
Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004) cara orang dalam menjalani
kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup.
Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur
nilai, norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini
tentu kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa
kanak-kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia
belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orangtua, dimana
budaya orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas,
kemudian ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas
pergaulan sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun
lembaga sosial yang lain.
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam
hidupnya. Dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal
secara bersama-sama misalnya: berpacaran, berkelahi, dan mencuri. Apa
yang dilakukan oleh kelompoknya akan ditiru oleh remaja (Zulkifli,
2005).
Anggota kelompok atau geng sebenarnya tidak berbahaya asal saja
kita bisa mengarahkannya. Karena dalam kelompok remaja dapat
memenuhi kebutuhannya misalnya: kebutuhan dimengerti, dianggap,
harga diri, dan rasa aman ini semua belum tentu dapat diperoleh remaja
di rumah maupu n sekolah (Zulkifli, 2005).
Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai sosial:
biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan, lelaki cenderung ingin
menguasai hal yang baru sedangakan peremuan bersikap menerima
(reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi dalam diri remaja.
Laki-laki lebih meperhatikan nilai-nilai kultural sedangkan perempuan
lebih memperhatikan masalah kehidupan. Laki-laki sangat suka
mengumpulkan pengalaman sedangkan perempuan kurang menyadari
adanya faktor resiko. Sikap laki-laki sering dipengaruhi oleh salah satu
nilai kehidupan sedangkan perempuan berkeinginan tidak menentu
(Zulkifli, 2005).
2.2 Konsep Pendidikan seks 2.2.1 Defenisi Pendidikan Seks
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja, secara umum
pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan
seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan
yang berlaku di masyarakat (Zainun, 2009).
Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha
untuk memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilaku
seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab. Membantu remaja
merefleksikan pengaruh nilai dan perkembangan mereka dalam nilai
seksual dan membangun nilai dengan pendekatan praktis pada
pendidikan seksual (Halstead & Michael, 2004).
Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja
menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam
dirinya. Banyak media massa saperti internet, televisi, Koran atau
majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat
umum, termasuk remaja. Sementara piaget (dalam Dariyo, 2004)
walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam
kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima
tersebut secara benar. Akibatnya prilaku seksual remaja, seringkali tidak
terkontrol dengan baik (Dariyo, 2004).
Pendidikan seksual seharusnya diberikan oleh orangtua sejak dini
ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan kelamin dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak (Sumiati, 2009)
bahkan anak yang sangat muda menerima banyak informasi tentang
seksual dari teman sebayanya di tempat bermain, melalui tukar menukar
pengetahuan seks dan nilai-nilainya yang tidak mudah dikontrol orangtua
(Halstead & Michael, 2004).
2.2.1 Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek
anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis
dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan
unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan
sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga (Zainun,
2009).
Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap
emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak
dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab
terhadap kehidupan seksualnya (Sumiati, 2009). Pada dasarnya tujuan
pendidikan seksualitas adalah untuk membekali para remaja dalam
menghadapi gejolak biologisnya (Kartono, 1998).
Mendidik anak secara moral, sosial, dan sesuai dengan
perkembangan anak dalam hal pendidikan seks dan pergaulan di sekolah
merupakan tanggung jawab para profesional kesehatan bekerjasama
dengan pihak lain (Luanaigh, 2009).
Sebuah isu kunci yang diangkat adalah penyediaan pendidikan seks
faktor pengontribusi tingginya angka kehamilan remaja (Luanaigh,
2009).
Pendidikan seks tampak lebih bermanfaat jika dipusatkan kepada
kebutuhan remaja dan didiskusikan dengan profesional kesehatan yang
memiliki minat dalam bidang ini (Luanaigh, 2009). Untuk mencapai
tujuan pendidikan seksual secara maksimal, sebaiknya para pendidik
mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan efisien) untuk
menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau sekelompok
individu sebagai berikut:
a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik,
mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan
masalah seksual pada remaja
b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan
perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan
tanggungjawab)
c. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam
semua manifestasi yang bervariasi
d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat
membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga
e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang
esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat
f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan
seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi
yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya
g. Untuk mengurangi prostitusi ketakutan terhadap seksual yang tidak
rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan
h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu
melakukan aktivitas seksual secara efektif dalam berbagai peran,
misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota masyarakat
(Sumiati, 2009).
Untuk tujuan, isi, metode, dan kesuksesan pendidikan seksual
ditentukan oleh nilai baik langsung atau tidak langsung (Halstead &
Michael, 2004).
2.2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Seks
Langkah pertama dalam mengajarkan pendidikan seks dan
pergaulan adalah dengan mengenali remaja sebagai mahluk seksual.
Dalam penelitian mereka bahwa remaja merasa tidak nyaman menerima
informasi seks dari guru mereka dan menyarankan menggunakan
tenaga kesehatan dari luar sekolah yang dapat lebih menjamin
kebebasan serta mengurangi rasa malu karena mereka tidak saling
mengenal dibandingkan dengan guru mereka Eisenberg et al (1997
Sebanyak 78% orang tua mengharapkan sekolah memberikan
pendidikan seks, termasuk informasi mengenai pengendalian kelahiran.
Pendidikan seks masih menjadi kontroversi. Di satu sisi adalah
kelompok seperti Planned Parenthood (orang tua terencana) yang
menyatakan bahwa pendidikan seks harus bersifat lebih terbuka dan alat
KB harus lebih tersedia, di sisi lain adalah individu yang percaya bahwa
pendidikan seks haruslah diberikan oleh orangtua dan mengajarkan alat
kontrasepsi kepada remaja berarti memberikan lampu hijau bagi mereka
untuk melakukan hubungan seks dan berhubungan seks dengan bebas.
Kontroversi ini telah mengarah kepada pertikaian antara dewan sekolah
di seluruh negeri (Santrock, 2003).
Pada sebuah survei mengenai pendidikan seks di wilayah sekolah di
seluruh Negeri yang juga meliputi kota-kota berpenduduk 100.000
orang atau lebih, ditemukan bahwa tiga perempat sekolah memberikan
pendidikan seks di tingkat SMU dan SMP. Sebenarnya kebanyakan
sekolah menggabungkan materi pendidikan seks dengan pelajaran lain
(Santrock, 2003).
Program pendidikan seks berbeda dengan sekolah satu dengan
yang lainnya. Banyak sekolah yang tidak memiliki program pendidikan
seks sama sekali. Umumnya remaja diberi pendidikan seks di kelas
biologi ketika mereka sudah duduk di kelas satu SMU. Faktor lain yang
menentukan kualitas pendidikan seks adalah guru yang
pendidikan kesehatan, ekonomi keluarga, atau olah raga. Hanya sedikit
yang memiliki pemahaman yang meluas mengenai seksualitas manusia
Newton (1982 dalam Santrock, 2003). Guru pendidikan seks
seharusnya terampil dalam menghadapi emosi remaja. Seksualitas
adalah topik yang sangat sensitif, dan remaja perlu dibantu untuk
merasa nyaman ketika membicarakan seks (Santrock, 2003).
Peran sekolah, orang tua, media massa maupun pemerintah adalah
memikirkan dan membuat program dan pendidikan seksual untuk
remaja Moglia dan Knowles (1997 dalam Dariyo, 2004). Hal-hal yang
perlu diberikan dalam pendidikan seksual adalah:
a. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja
b. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas
c. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku
seksual remaja
d. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi seperti: IUD kondom
e. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di
kalangan remaja
Dalam pendidikan seksual tersebut dapat dilaksanakan secara
fleksibel artinya mencoba metode atau teknik apa yang akan
dipergunakan dalam menyampaikan pengajaran kepada remaja.
Teknik-teknik yang dipergunakan dapat melalui: ceramah dan tanya jawab,
pemutaran film dan diskusi, dialog, dan sebagainya. Pihak-pihak
profesional yang dapat dilibatkan dalam menyampaikan materi tersebut
Hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar
pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan
Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation, dalam santrock,1998)
adalah (a) faktor mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih
sayang yang salah di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan
iman yang tidak baik, dan (c) faktor kematangan biologis.
1. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam
masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah
bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh
mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk
ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan
berbagai cara misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan,
berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan
anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan
yang salah.
2. Kehidupan iman yang rapuh: kehidupan beragama yang baik dan
benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi apapun. Oleh karena itu, dia tidak akan
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah
secara resmi.
3. Faktor kematangan biologis. Dengan kematangan biologis seorang
layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi seksual sudah
berfungsi dengan normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang
merangsang gairah seksualnya misalnya, dengan melihat film
porno. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan
kemampuan mengendalikan diri cenderung berakibat negatif, yaitu
terjadinya hubungan seksual pranikah dimasa pacaran remaja
(Dariyo, 2004).
2.2.4 Prilaku Seksual Remaja
Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang
sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan
adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang
seksualitas yang seharusnya dipahami. Pemahaman tentang
perkembangan seksualitas termasuk pemahaman tentang perilaku
seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting
diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku
seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa Pangkahila (2004
dalam Soetjiningsih)
Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja
amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada
masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu: kognitif,
sekitar 12 tahun sampai 20 tahun, kurangnya pemahaman ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya,
agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar . Kurangnya
pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru
sangat merugikan kelompok remaja dan keluarganya.
Laporan ini disampaikan oleh National Surveys of Family Growth
pada tahun 1988. Di Amerika Serikat setiap menit kelompok remaja
melahirkan satu bayi dan 50% dari mereka melahirkan anaknya dan
sisanya tidak melanjutkan kehamilannya. Beberapa kekerasan seksual
yang dilakukan oleh para remaja terhadap sesamanya atau terhadap
anak-anak yang lebih kecil sekitar umur 3 - 11 tahun sering kali terjadi
Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih).
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk
memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan olehnya, yaitu boleh atau tidaknya melakukan pacaran,
melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa
kenyataan lain yang cukup membingungkan antara apa saja yang boleh
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan
menimbulkan sesuatu prilaku seksual yang kurang sehat dikalangan
remaja. Perasaan bersalah atau bedosa tidak jarang dialami kelompok
remaja yang pernah melakukan onani dalam hidupnya. Pemahaman
yang benar tentang seksualitas manusia sangat diperlukan khususnya
mereka menikah dan memiliki anak Pangkahila (2004 dalam
Soetjiningsih).
Perilaku seksual kelompok teman sebaya remaja juga memiliki
pengaruh pada awal aktivitas seksual remaja. Jika remaja berada di
tengah kelompok sosial yang melakukan prilaku seksual yang tidak
sehat, anggota kelompok lainnya akan melakukan hal yang serupa. Jika
remaja mendapat pendidikan seks dan pergaulan yang menyeluruh, itu
dapat mencegah mereka dari melakukan prilaku seksual yang tidak
sehat (Luanaigh, 2009).
Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan
prilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural.
Berdsarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas seksual remaja amat
erat kaitannya dengan faktor-faktor itu. Beberapa aktifitas seksual
sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan seksual; (b)
membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e)
masturbasi dan hubungan heteroseksual.
a. Masturbasi
Masturbasi merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan
oleh para remaja. Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh
SIECUS (Sex Information and Education Council of the United
States) menunjukkan bahwa remaja laki-laki pada umur 16 tahun
Frekuensinya makin meningkat sampai pada masa sesudah pubertas.
Mereka mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenis yang
sebaya. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri dan juga dilakukan
secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin., tetapi sebagian
dari mereka juga melakukan masturbasi secara mutual dengan
pacarnya.
b. Percumbuan, seks oral, dan seks anal
Pola prilaku seksual ini tidak saja dilakukan oleh pasangan suami
istri, tetapi juga telah dilakukan oleh sebagian dari remaja. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa remaja melakukan aktifitas seksual
tersebut 75% di rumah orangtuanya. Hubungan seksual dikalangan
remaja makin lama makin meningkat sesuai dengan peningkatan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual diatas menjelaskan tentang gambaran pendidikan
seksual pada remaja yaitu rentang usia 15 – 17 tahun, dimana pada rentang ini
remaja berada pada tahap emosional labil sehingga sering terjadi prilaku
menyimpang seksual pada remaja. Oleh karena itu perlu diberikan pendidikan
seksual meliputi: Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama
remaja, perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas,
dampak positif-negatif media massa bebas terhadap prilaku seksual remaja,
fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, pencegahan dan mengatasi
Pendidikan Seksual:
1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja
2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas
3. Dampak positif-negatif media massa bebas terhadap perilaku seksual remaja 4. Fungsi dan kegunaan alat-alat
kontrasepsi
5. Pencegahan dan mengatasi terjadinya hubungan seks bebas di kalangan remaja. Siswa/siswi SMA
3.2 Defenisi Operasional
NO Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Gambaran
2 Pemberian informasi
mengenai perubahan
4 Pemberian informasi
mengenai fungsi dan
kegunaan alat – alat
kontrasepsi
5 Pemberian informasi
mengenai pencegahan
dan mengatasi
terjadinya hubungan
seks bebas di kalangan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
tujuan untuk melihat gambaran pendidikan Seksual pada remaja di SMA
Negeri 6 Padangsidimpuan.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Arikunto, 2010)
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang berada di SMA
Negeri 6 Padangsidimpuan yang berjumlah 883 orang yang berada di Jalan
Sutan Sori Pada Mulia no. 25 Padangsidimpuan.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan
sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2010). Maka pengambilan besar
sampel dilakukan dengan cara mengambil 10% dari jumlah populasi.
Dimana jumlah populasi adalah 883 orang. 883/100 × 10% = 88,3. Maka
4.2.3 Tekhnik sampling
Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009).
Pada penelitian ini cara pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan
teknik random sampling yaitu dengan cara mencampur/mengacak
subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek dianggap sama. Setiap
subjek yang terdaftar sebagai populasi diberi nomor urut mulai dari (1, 2,
3, 4, 5, ..., 883). Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah
menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang telah diteliti (Arikunto,
2010).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan. Dengan
jumlah seluruh siswa/siswi 883 orang dengan siswa 428 orang dan siswi 455
orang. Alasan pengambilan lokasi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan adalah
karena lokasi tersebut dekat dengan fasilitas-fasilitas yang menyediakan
berbagai informasi khususnya tentang seks, seperti dari internet dan media.
Banyak masalah remaja yang timbul dalam lingkungan tersebut misalnya
kehamilan pranikah, sedangkan di SMA lain hanya sedikit yang dapat
terobservasi oleh peneliti. Selain itu, lokasi penelitian dapat dijangkau oleh
peneliti sehingga peneliti dapat mengambil data dan menyelesaikan penelitian
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA
Negeri 6 Padangsidimpuan. Selanjutnya, setelah mendapat izin peneliti
menyerahkan langsung lembar persetujuan kepada reponden. Bagi calon
responden yang bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu
menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang menolak untuk
diteliti maka peneliti tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan
(confidentiality) responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama
(anonymity) responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Lembar
tersebut hanya diberi nomor atau kode tertentu. Kerahasiaan catatan
mengenai data responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep.
Pada bagian pertama dari instrumen penelitian berisi data demografi
responden meliputi kelas, jenis kelamin, agama, dan tinggal bersama. Data
berisi pernyataan tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja dengan
menggunakan skala likert dengan cara mengukur pendapat responden tentang
sesuatu pada berbagai tingkatan yang telah ditetapkan peneliti terhadap
pernyataan tertentu, yaitu skor untuk pernyataan adalah sangat setuju = 3,
kelas Banyak
Rentang
P=
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 60 dan banyak kelas 3 yaitu
sangat baik, baik, cukup, kurang. sehingga diperoleh P= 20. Dengan P= 20
dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas pertama, maka pengetahuan
remaja dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 41 - 60: Baik,
21 - 40: Cukup, 0 - 20: Kurang.
4.6 Reliabilitas
Kuesioner dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman pada tinjauan pustaka. Oleh karena itu penting dilakukan uji
relibilitas dan validitas instrumen.Uji reliabilitas ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa derajat atau kemampuan suatu instrumen untuk
mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji reliabilitas ini
dilakukan sebelum pengumpulan data pada 20 orang sampel yang memiliki
kriteria yang sama dengan sampel penelitian. Hasil uji reliabilitas kuesioner
untuk mengetahui gambaran pendidikan seksual pada remaja menggunakan
uji Cronbach Alfa adalah 0.792. Menurut Polit & Hungler (1995) suatu
instrumen yang baru reliabel bila koefisiennya 0.70 atau lebih. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner gambaran pendidikan seksual
pada remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Kuisioner
ini telah dilakukan uji validitas dengan seorang ahli dalam bidang
4.7 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah. Pengertian umum reliabilitas menyatakan bahwa
instrumen penelitian harus reliabel, yang reliabel akan menghasilkan data
yang dapat dipercaya juga (Arikunto,2010).
4.8 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan
kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Kepala Sekolah SMA Negeri 6
Padangsidimpuan. Peneliti langsung mendatangi tempat SMA Negeri 6
Padangsidimpuan dan menjelaskan kepada calon responden tentang maksud,
tujuan, dan prosedur penelitian. Bagi calon responden yang bersedia menjadi
responden diminta untuk menandatangani informed consent. Responden
diminta menjawab pertanyaan dengan mengisi sendiri kuesioner yang
diberikan dengan waktu ± 40 menit. Selanjutnya data yang terkumpul
4.9Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan
data secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS 15.0. Data demografi
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa
data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk
melihat gambaran pendidikan seksual pada remaja yang digambarkan dalam
kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang baik dengan pembagian rentang
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan
data yang dilakukan mulai tanggal 30 November – 5 Desember 2011 dengan
jumlah responden 88 orang. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini
akan meliputi data demografi dan Gambaran Pendidikan Seksual Pada
Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.
5.1.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada
kelas XI dengan jumlah siswa 34 orang (39%). Mayoritas jenis kelamin
responden 51% perempuan yang terdiri dari kelas X-XII. Mayoritas
responden menganut agama Islam sebanyak 77 orang (87%). Dan mayoritas
responden tinggal bersama keluarga sebanyak 72 orang (82%).
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88).
Data demografi Frekuensi (n) Persentase (%)
5.1.2 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)
Tabel 2 dapat menjelaskan gambaran umum tentang Pendidikan Seksual
pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Dari 88 responden memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori
baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden yang memiliki
gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup sebanyak 56 orang
(63,64%) dan tidak ada yang memiliki gambaran pendidikan seksual
dengan kategori kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih senang bermain
di luar bersama temannya daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47%
(n = 41) setuju dan sangat setuju 34% (n = 30), responden banyak
mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya
sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), Responden
mengetahui kegunaan alat kontrasepsi dari media dan teman-teman
sebanyak 51% (n = 45) setuju dan sangat setuju 24% (n = 21), responden
tidak pernah mendapatkan pelajaran alat-alat kontrasepsi dari guru
sehingga tidak mengetahui fungsi dan kegunaannya sebanyak 42% (n =
37) setuju dan sangat setuju sebanyak 33% (n = 29), responden yang tidak
mengetahui seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan
penyakit menular seksual sebanyak 16% (n = 14), responden tidak setuju
sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas seksual sebanyak 51% (n =
45).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja (n = 88)
Pernyataan Sangat setuju
3
4
psikologis-5. Pencegahan dan
tentang gambaran pendidikan seksual pada remaja sebagai berikut:
5.2.1 Gambaran Pendidikan Seksual Pada Remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan (n = 88)
Hasil penelitian berdasarkan gambaran pendidikan seksual
menunjukkan bahwa mayoritas siswa/siswi (n = 88) dikategorikan cukup
dalam pengenalan pendidikan seksual besarnya persentase siswa/siswi
tentang gambaran pendidikan seksual pada penelitian ini disebabkan
karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI (38,6%) dan
hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar siswa/siswi
banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media
lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju (19,3%). Hal
ini menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi
Peneliti mengharapkan siswa/siswi yang mengetahui gambaran tentang
pendidikan seksual tetap mengaplikasikannya dan tidak melakukan
perilaku yang menyimpang, terkait dengan perilaku seksual remaja yang
tidak bertanggungjawab. Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan
pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka
dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggungjawab
(Halstead & Michael, 2004). Pada penelitian ini, bahwa responden
memiliki kategori cukup terdapat 63,64%. Berdasarkan dari apa yang
dikatakan (Sumiati,2009) bahwa pendidikan seksual seharusnya diberikan
oleh orangtua sejak dini ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan
kelamin dan disesuaikan dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap
anak, sehingga anak memiliki pengetahuan tentang pendidikan seksual.
Hasil penelitian mengenai perubahan organ reproduksi menunjukkan
bahwa mayoritas responden mengetahui gambaran tentang perubahan dan
fungsi organ-organ selama remaja seperti perempuan mengalami
menstruasi pertama sejak usia 12 - 13 tahun sebanyak 53% (n = 47) setuju
dan sangat setuju sebanyak 40% (n = 35), laki-laki mengeluarkan sperma
tanpa disadarinya saat tidur (nocturnal orgasm) sejak usia 13 - 14 tahun
sebanyak 54% (n = 48) setuju dan sangat setuju sebanyak 44% (n = 39).
Hal ini menunjukkan bahwa masa pubertas pada wanita dimulai pada usia
12-13 tahun dan laki-laki dimulai pada usia 11-15 tahun.
Menurut Piaget (1998, dalam Dariyo 2004), bahwa perubahan
dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Hal ini diperjelas
dengan pendapat Kartono (1992), Kematangan seksual atau kematangan
fisik yang normal pada umumnya berlangsung pada usia 11 - 18 tahun.
Namun ada kalanya juga kematangan tersebut berlangsung lebih cepat atau
lebih lambat dari 11 - 18 tahun.
Hasil penelitian mengenai perubahan emosional psikologis memasuki
masa pubertas, menunjukkan bahwa responden mulai menyukai lawan
jenisnya pada usia remaja sebanyak 42% (n = 37) setuju dan sangat setuju
sebanyak 54% (n = 48), remaja lebih senang bermain di luar bersama
teman daripada berdiam diri di rumah sebanyak 47% (n = 41) setuju dan
sangat setuju sebanyak 34% (n = 30), remaja merasa temannya lebih
mengerti dirinya daripada orang tuanya sebanyak 44% (n = 39) setuju dan
sangat setuju sebanyak 14% (n = 12). Hal ini menunjukkan bahwa
memasuki masa remaja seseorang mulai menyukai lawan jenisnya dan
persentase tinggi terhadap remaja lebih suka bermain bersama teman
daripada berdiam diri di rumah.
Menurut Vygotsky (dalam Dariyo, 2004), cara orang dalam menjalani
kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, dimana ia hidup.
Lingkungan kehidupan budaya suatu masyarakat mengandung unsur nilai,
norma, etika, kebiasaan, adat istiadat, maupun cita-cita. Hal ini tentu
kemudian mempengaruhi pola prilaku individu. Sejak masa kanak-kanak,
seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia belajar
orangtua pun tersumber dari budaya komunitas yang lebih luas, kemudian
ketika menginjak masa remaja, seseorang akan memperluas pergaulan
sosialnya dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial
yang lain.
Menurut Zulkifli (2005), Perbedaan sikap laki-laki dan perempuan
dalam nilai-nilai sosial: biasanya laki-laki lebih aktif daripada perempuan,
lelaki cenderung ingin menguasai hal yang baru sedangakan peremuan
bersikap menerima (reseptif) terhadap perubahan-perubhan yang terjadi
dalam diri remaja.
Hasil penelitian mengenai dampak positif dan negatif media masa
bebas terhadap perilaku seksual remaja, menunjukkan responden banyak
mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau media lainnya
sebanyak 37% (n = 33) setuju dan sangat setuju 19% (n = 17), hal ini
menunjukkan bahwa media massa merupakan alat komunikasi bagi remaja
lebih mengetahui tentang perilaku seksual. Dalam mengetahui kegunaan
alat kontrasepsi dari media dan teman-teman frekuensi tertinggi setuju
sekitar 51% (n = 45) dan sangat setuju 24% (n = 21). Hal ini menunjukkan
bahwa keingintahuan tentang seksual meningkat pada remaja dan
lingkungan remaja tersebut.
Menurut Halstead & Michael (2004), bahwa anak sangat muda
menerima banyak informasi tentang seksual dari teman sebayanya di
tempat bermain, melalui tukar menukar majalah, televisi dan media-media
yang tidak mudah dikontrol orangtua, Sedangkan menurut Zulkifli (2005),
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik dengan kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orangtua menjadi nomor dua dalam
hidupnya, dalam pengalaman remaja berusaha melakukan sesuatu hal
secara bersama-sama misalnya berpacaran apa yang dilakukan oleh
kelompoknya akan ditiru oleh remaja.
Hasil penelitian menunjukkan dengan beredarnya gambar/video
pornografi dapat memicu remaja melakukannya sebanyak 35% (n = 31)
menjawab setuju dan sangat setuju sebanyak 43% (n = 38). Hal ini
menunjukkan tekhnologi yang semakin canggih dan bebas akan
memberikan pengaruh buruk terhadap perilaku remaja terhadap seksual
yang menyimpang karena kurangnya pendidikan seksual yang diterima.
Menurut Dariyo (2004), remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi
yang merangsang gairah seksualnya misalnya dengan melihat film
porno.Menurut Kartono (1998), Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan
pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar mereka
dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih
bertanggungjawab. Kemudian diperjelas Halstead & Michael (2004),
pendidikan seksual membantu remaja merefleksikan pengaruh nilai dan
perkembangan mereka dalam nilai seksual dan membangun nilai dengan
pendekatan praktis pada pendidikan seksual.
Hasil penelitian mengenai pencegahan dan mengatasi terjadinya
bahwa seringnya berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit
menular seksual 36% - 43% dan yang tidak mengetahui seringnya
berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual
sebanyak 16% (n = 14) tidak setuju dan sangat tidak setuju sebanyak 4%
(n = 4). Sedangkan dari sentuhan (berpelukan) merupakan aktivitas
seksual responden tidak setuju sebanyak 51% (n = 45) dan yang sangat
tidak setuju sebanyak 8% (n = 7). Hal ini menunjukkan dampak positif
dari media yang memberitahukan bahaya dari seringnya berganti-ganti
pasangan dapat menimbulkan penyakit menular seksual, sedangkan
berdasarkan sentuhan (berpelukan) responden menyatakan bukan
merupakan aktivitas seksual tetapi pada dasarnya sentuhan (berpelukan)
merupakan salah satu aktivitas seksual.
Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Pemahaman
masyarakat tentang seksualitas masih sangat kurang sampai saat ini.
Kurangnya pemahaman ini sangat jelas yaitu dengan adanya berbagai
ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya
dipahami. Pemahaman tentang perkembangan seksualitas termasuk
pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu
pemahaman yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa
peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual
dewasa.
Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Perkembangan prilaku
fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdsarkan faktor-faktor tersebut
maka aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu.
Beberapa aktifitas seksual sering dijumpai pada remaja yaitu: (a) sentuhan
seksual; (b) membangkitkan gairah seksual; (c) seks oral; (d) seks anal; (e)
masturbasi dan hubungan heteroseksual.
Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan, responden mengetahui
bahwa pendidikan seksual diberikan pada remaja dapat mengurangi remaja
melakukan seks bebas sebanyak 43% (n = 38) setuju dan sangat setuju
sebanyak 16% (n = 14). Hal ini menunjukkan bahwa responden
mengambil nilai positif dalam mempelajari pendidikan seksual.
Menurut Sumiati ( 2009), menyatakan tujuan pendidikan seksual
adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap
masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa
yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.
Menurut Zainun (2009), Pendidikan seksual selain menerangkan
tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang
aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan
agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan
moral juga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seksual dengan cara
pemuasan gairah seksual pada diri sendiri dilakukan remaja dengan
(n = 7). Hal ini menunjukkan bahwa banyak remaja yang melakukan
aktivitas seksual yang menyimpang.
Menurut Pangkahila (2004 dalam Soetjiningsih), Masturbasi
merupakan salah satu aktifitas yang sering dilakukan oleh para remaja.
Dari laporan penelitian yang dilaporkan oleh SIECUS (Sex Information
and Education Council of the United States) menunjukkan bahwa remaja
laki-laki pada umur 16 tahun yang melakukan masturbasi ada 88% dan
remaja perempuan 62%. Frekuensinya makin meningkat sampai masa
sesudah pubertas.
Menurut Dariyo (2004), Hal-hal yang mendorong remaja melakukan
hubungan seks di luar pranikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser family foundation) adalah (a) faktor
mispersepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah
di masa pacaran, (b) faktor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik,
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian tentang gambaran pendidikan
seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan berdasarkan
kuesioner terhadap 88 orang responden (remaja pertengahan) pada siswa
kelas X – XII yang diperoleh dari hasil data menunjukkan bahwa
mayoritas siswa/siswi (n = 88) memiliki gambaran pendidikan seksual
dengan kategori baik sebanyak 32 orang (36,36%), sedangkan responden
yang memiliki gambaran pendidikan seksual dengan kategori cukup
sebanyak 56 orang (63,64%), tidak ada gambaran pendidikan seksual
dengan kategori kurang dan yang dominan adalah dengan kategori cukup
ini disebabkan karena siswa/siswi sebahagian besar berada pada kelas XI
(38,6%) dan hasil dari data penelitian menunjukkan sebahagian besar
siswa/siswi banyak mencaritahu tentang masalah seksual dari internet atau
media lainnya dengan persentase (37,5%) setuju dan sangat setuju
(19,3%).
6.2 Saran
6.2.1 Praktek Keperawatan
Dalam praktik keperawatan komunitas, remaja perlu diadakan penyuluhan
mengenai pendidikan seksual khususnya remaja pertengahan yang
pengetahuannya tentang gambaran pendidikan seksual sehingga dapat
mencegah berbagai hal yang dapat merugikan remaja, orang tua, keluarga,
dan masyarakat sekitarnya.
6.2.2 Pendidikan Keperawatan
Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan untuk menambahkan
materi tentang pendidikan seksual remaja khususnya pada mata kuliah
Keperawatan Komunitas.
6.2.3 SMA Negeri 6 Padangsidimpuan
Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya guru
mengajarkan pendidikan seksual pada siswa/siswi serta terampil dan
menguasai banyak hal mengenai pendidikan seksual pada remaja.
6.2.4 Peneliti Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini
sebaiknya lebih menekankan pada gambaran pendidikan seksual dan
pencegahan seksual pada remaja, sehingga hasil penelitian nantinya dapat
menemukan sesuatu yang lebih berkembang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Bagus, Ida. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Dariyo, agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Everett, Suzanne. 2007. Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Edisi 2.
Jakarta: EGC
Halstead, M & Reiss, M. 2004. Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks Bagi
Remaja.Yogyakarta: Alenia Press
Karota, E & Ariani, Y. 2005. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara
Volume 1. Medan
Kartono, Kartini. 1998. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju.
Luanaigh, Padraig. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Polit, D. F & Hungler, B. P. (1995). Nursing Research; principles and methode.
(5th edition). Philadelphia: J. B. Lippincott Company.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. (Edisi 4). Vol 1.
Saifuddin, Abdul. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 2.
Yogyakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Santrock, J,W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. (Edisi 6). Bandung: Tarsito.
Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja & Konseling. Jakarta: Trans Info
Media.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto.
Windu, C, Siti. 2009. Disfungsi Seksual. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Zainun. 2009. Seks Bebas pada Remaja.
tanggal 03 Mei 2011.
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN
Gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 padangsidimpuan
Lisna Afriani Harahap 101121016
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pendidikan seksual pada remaja di SMA Negeri 6 Padangsidimpuan.
Saya mengharapkan partisipasi Anda yang menjadi subjek dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat memilih untuk menghentikan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapan pun tanpa ada tekanan.
Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan partisipasi yang Anda berikan.
Medan, Februari 2011
Peneliti Responden,
JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan Februari Maret April Mei September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengajuanjudulpenelitian
2. Merevisi judul dan menetapkan judul penelitian 3. Melakukan survei awal
4. Menyiapkan Bab I
5. Menyiapkan Bab II, Bab III, Bab IV, dan revisi Bab I
6. Menyiapkan Bab III dan Bab IV 7. Menyiapkan Revisi Bab IV 8. Revisikeseluruhan
No Kegiatan Oktober Nopember Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 13. Revisi Proposal
14. Uji Validitas