• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Parasitoid Larva Ulat Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Parasitoid Larva Ulat Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PARASITOID LARVA ULAT API

(Lepidoptera : Limacodidae) PADA PERTANAMAN

KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

NOPRIDA HANDAYANI SIBURIAN 040302031

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

(Lepidoptera : Limacodidae) PADA PERTANAMAN

KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH :

NOPRIDA HANDAYANI SIBURIAN 040302031

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Ujian Akhir Sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Syahrial Oemry, MS Ir. Fatimah Zahara Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika

Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari

Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit

di hutan Brazil dibandingkan dengan di Afrika. Pada kenyataannya tanaman

kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia,

Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per

hektar yang lebih tinggi (Fauji, dkk, 2005).

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit

yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial

pada tahun 1911 (Fauzi, dkk, 2005).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang

terpenting dan memiliki kontribusi yang nyata dalam lingkup regional maupun

nasional untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Minyak kelapa sawit (crude palm

oil) digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan makanan,

bahan industri, dan kecantikan. Oleh karenanya minyak kelapa sawit merupakan

produk perkebunan yang memiliki prospek cerah di masa yang mendatang

(Lubis, 1992).

(4)

pertumbuhan ekonomi telah memberikan kontribusi yang tinggi, baik dalam

lingkup regional maupun nasional. Pada tahun 1994 luas areal kelapa sawit di

Indonesia adalah sebesar 1.777.000 hektar, dari luas total areal tersebut maka

perusahaan perkebunan besar swasta adalah yang terluas yaitu sebesar 818.979 ha

atau 46,09 % dari total seluruhnya, kemudian diikuti oleh perkebunan rakyat

dengan luas 564.597 ha atau sebesar 31,77 % serta yang terkecil adalah

perusahaan perkebunan negara (PTP) dengan luas 393.696 ha atau 22,14 %

(Girsang dan Daswir, 1995).

Pada akhir tahun 1995 luas perkebunan kelapa sawit ditaksir mencapai

1,9 juta ha lebih dan jumlah perkebunan kelapa sawit pada tahun 2000 seluas 2,1

juta ha dan 2,4 juta ha pada tahun 2005 (Lubis, 1992).

Berbagai faktor dapat menyebabkan rendahnya produksi kelapa sawit .

Salah satu faktor tersebut adalah serangan hama di pertanaman. Serangan hama

ini di areal perkebunan kelapa sawit menimbulkan kerugian apabila tidak

dikelola dengan baik (Girsang dan Daswir, 1995).

Banyak sekali hama-hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di

pembibitan ataupun tanaman yang telah berproduksi. Diantara hama-hama

tersebut adalah ulat api Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima. Beberapa

species dari Limacodidae adalah merupakan hama yang penting pada perkebunan

kelapa sawit di Indonesia. Larva dari famili ini dikenal sebagai ulat api, ulat

jelantang ataupun ulat siput yang selain menyerang tanaman kelapa sawit juga

menyerang tanaman teh, lada, jeruk dan palawija (Setyamijaja, 1991).

Hama ulat api seperti S. asigna dan S. nitens (Lepidoptera:Limacodidae)

(5)

Psychidae) merupakan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) yang utama

serta dapat menimbulkan kerugian. Dari hasil percobaan simulasi kerusakan daun

yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan penurunan

produksi mencapai 30% - 40% pada 2 tahun setelah terjadi kehilangan daun

sebesar 50% (Sudharto, dkk, 2005).

Setiap makhluk hidup selalu ada musuh alaminya (natural enemies).

Seperti halnya tanaman musuh alaminya adalah hama, maka hama pun memiliki

musuh alami yang hidupnya bergantung kepada hama yang menyerang tanaman.

Musuh alami dapat berupa parasit, pemangsa (predator), pesaing (competitor),

maupun patogen (Kalshoven, 1981).

Di dalam konsep pengendalian hama terpadu dan beberapa komponen

yang penggunaannya perlu diteliti dan dikembangkan lebih lanjut agar dapat

mengurangi penggunaan insektisida dalam mengendalikan hama diantaranya

adalah pengendalian secara biologis (Wudianto, 1989).

Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga lain. Parasitoid

sampai sekarang ini banyak ditemukan pada 5 ordo serangga sebagian besar pada

ordo Diptera, Hymenoptera, sebagian kecil pada Coleoptera, Lepidoptera, dan

Strepsiptera. Meskipun kelihatan sedikit ditinjau dari kelompok ordo serangga

yang ada, jenis parasitoid yang dikenal yang ada saat ini ada 500.000 jenis

Hymenoptera di daftar yang terdapat di British Fauna (Kalshoven, 1981).

Parasitoid dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam berdasarkan

stadium inang tempat hidupnya. Parasitoid telur merupakan organisme yang

menjadi parasit inangnya pada stadia telur, parasitoid larva merupakan organisme

(6)

oranisme yang menjadi parasit inangnya pada stadia pupa, parasioid imago

merupakan oranisme yang menjadi parasit inangnya pada stadia imago

(Kusnaedi, 1997).

Berdasarkan tempat hidup pada inangnya, parasit digolongkan menjadi

beberapa kelompok yaitu :

- endoparasit, yaitu parasit yang hidup atau menumpang dalam badan inangnya

- ektoparasit, yaitu parasit yang hidup atau menumpang di luar badan inangnya

- hiperparasit, yaitu parasit yang menyerang parasit primer

(Kusnaedi, 1997).

Beberapa species parasitoid larva ulat api yang diketahui untuk

mengendalikan larva ulat api S. Asigna dan S. nitens yaitu Trichogramma sp

berasal dari ordo Hymenoptera dan family Trichogrammatidae. Parasitoid ini

dapat memusnahkan telur - telur S. asigna secara alami di lapangan, juga sangat

tinggi timbulnya pada telur – telur S. nitens. Tetapi parasitoid yang sangat

berguna secara ekonomis ini memiliki siklus hidup yang sangat singkat yaitu 12

hingga 15 hari (Sipayung, 1991).

Parasitoid Spinaria sp. berasal dari ordo Hymenoptera dan family

Braconidae banyak diketahui menyerang larva S. nitens di Sumatera Utara, Jawa

dan Kalimantan. Akan tetapi secara visual terdapat perbedaan warna yang jelas

antara imago asal Sumatera dengan Kalimantan. Imago asal Sumatera

berwarna merah kehitaman sedangkan asal Kalimantan berwarna merah hitam

(Arifin, 1997).

Ada begitu banyak parasitoid yang terdapat di alam yang dapat

(7)

suatu tanaman karena dapat menekan pertumbuhan hama di pertanaman. Sejauh

ini masih banyak parasitoid yang belum teridentifikasi. Oleh karena itu penulis

sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi parasitoid larva ulat api

(Lepidoptera : Limacodidae) pada pertanaman kelapa sawit.

Hipotesa Penelitian

Diduga masih banyak parasitoid larva ulat api yang belum teridentifikasi.

Kegunaan Penelitian

• Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian akhir di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ulat Api

1. Biologi Setothosea asigna

Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda

Class : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Family : Limacodidae

Genus : Setothosea

Species : Setothosea asigna van Eecke

Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah

bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 – 17. Satu tumpukan telur terdiri dari

44 butir dan seekor ngengat betina selam hidupnya mampu menghasilkan telur

300 – 400 butir. Telur biasanya menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Telur pipih

dan berwarna kuning muda (Buana dan Siahaan, 2003).

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari

permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva

berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang

menyerupai piramida) pada bagian punggungnya. Selain itu pada bagian

punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat

berganti kulit 7 – 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm2

(9)

Gambar 1. Larva Setothosea asigna Sumber : Foto langsung

Sampai saat ini ulat api belum dapat dibedakan antara instar yang satu

dengan instar yang berikutnya yaitu ulat instar terakhir (instar 9) panjang

36 mm dan lebar 14,5 mm. Lama stadia larva berkisar antara 45 – 50 hari

(Desmier de Chenon, 1982).

Kepompong berada di dalam kokon yang bterbuat dari air liur ulat,

berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap serta dijumpai pada bagian tengah

yang gembur di sekitar piringan tanaman kelapa sawit, pangkal batang kelapa

sawit atau bahkan pada celah-celah kantong pelepah yang lama. Kokon jantan

atau betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadium

kepompong berlangsung 39,7 hari (Buana dan Siahaan, 2003).

Imago berupa ngengat yang muncul setelah stadia pupa. Imago keluar dari

kokon dengan membuat lubang sobekan pada salah satu ujung kokon. Warna

ngengat abu-abu kecoklatan dengan ukuran ± 17 mm untuk ngengat jantan dan

untuk ngengat betina ± 14 mm. Perkembangan hama ini mulai dari telur hingga

menjadi ngengat berkisar antara 92,7 hari – 98 hari, tetapi pada keadaan kurang

(10)

Gambar 2. Imago Setothosea asigna

Sumber : http:/www.mothsofborneo.com/part-1/limacodidae Diakses tanggal 28 April 2008

2. Biologi Setora nitens Walker

Klasifikasi S. nitens menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda

Class : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Family : Limacodidae

Genus : Setora

Species : Setora nitens Walker

Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur

antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4 – 7 hari

(Susanto, 2005).

Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan, kemudian hijau dan

biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat dicirikan

dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru

keunguan. Perilaku ulat ini sama dengan ulat S. asigna dan stadia berlangsung

(11)

Gambar 3. Larva Setora nitens Sumber : Foto langsung

Kepompong mirip dengan kepompong S. asigna dan juga terletak di

permukaan tanah sekitar piringan atau di bawah pangkal batang kelapa sawit.

Stadia kepompong berkisar antara 17 – 27 hari (Sipayung, 1991).

Ngengat jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar.

Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap.

Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di

pelepah-pelepah tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi

terbalik (Desmier de Chenon, 1982).

Gambar 4. Imago Setora nitens

Sumber : http:/www.mothsofborneo.com/part-1/limacodidae

Gejala Serangan Ulat Api

Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan

mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta

(12)

jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang

terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar.Mulai instar ke 3 biasanya

ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering

disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003).

Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna dan S. nitens pada

tanaman kelapa sawit rata-rata 5 - 10 ekor perpelepah untuk tanaman yang

berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda

(Prawirosukarto, 2003).

Gambar 5. Gejala serangan ulat api Sumber : Foto langsung

Pengendalian

Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan

kemudian dimusnahkan

2. pengendalian secara hayati, dilakukan dengan :

- penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa

(13)

- Penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo

Polyhedro Virus) dan jamur Bacillus thuringiensis

3. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan :

- Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun

dengan menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang

berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin

penyemprot

- Penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal

yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi.

4. Penggunaan feromon seks sintetik efektif untuk merangkap ngengat jantan ulat

api S. asigna selama 45 hari.

(Arifin, 1997).

Ordo Hymenoptera

Berasal dari kata hymen yang berarti selaput dan pteron yang berarti

sayap. Identifikasi dari ordo ini adalah mempunyai dua pasang sayap yang

menyerupai memb ran. Sayap belakang lebih kecil dari sayap muka dan terletak di

margin anterior yang digunakan pada waktu terbang. Alat mulut mandibulata,

ovipositor berkembang dengan baik bermodifikasi sebagai alat pengengat (pada

imago betina) (Boror and Delong, 1970).

Tipe perkembangan dari serangga ini adalah holometabola, serangga ini

ada yang parasit, predator, pemakan tanaman dan juga sebagai pemakan

bahan-bahan organik (scavengers). Hymenoptera ini terbagi atas dua sub ordo yaitu

(14)

sedangkan pada Apocrita dasar abdomen mengecil dan mengalami pergentingan

dengan toraks (Arora and Dhaliwal, 1999).

Family Ordo Hymenoptera

Family-family ordo Hymenoptera yang diketahui sebagai parasitoid larva

pada ordo Lepidoptera yaitu :

• Family Trichogrammatidae

Trichogrammatidae berasal dari bahasa Yunani thriks atau trihos yang

artinya rambut. Parasit ini sangat kecil, berukuran panjang 0,3 -1,0 mm, berwarna

hitam, antena terdiri dari 3 – 8 ruas. Tarsi beruas 3 buah. Rambut halus pada

sayap biasanya dalam deretan. Larvanya banyak sebagai parasit telur.

Perkembangan tubuh cepat yaitu berkisar antara 1 – 2 minggu, setiap betina bisa

menghasilkan telur lebih kurang 50 butir. Berkembang biak dengan perkawinan

atau parthenogenesis (Ananda,1978).

Gambar 6. Imago dari family Trichogrammatidae

Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&&hl=id&q=apanteles Diakses tanggal 8 Nopember 2008

• Family Braconidae

Berasal dari bahasa Yunani brahus yang artinya kecil atau pendek. Panjang

(15)

dengan badannya. Matanya telanjang, ocellinya ada tiga dan sayapnya langsing.

Perutnya ada yang bertangkai, setengah bertangkai atau tidak bertangkai. Dengan

ovipositor yang panjang dapat meletakkan telur ke dalam tubuh inangnya.

Serangga inang bila terkena tusukan akan lumpuh (Pracaya, 1991).

Family ini merupakan kelompok yang besar (lebih dari 1900 species

Amerika Utara). Bisa bersifat ektoparasit dan endoparasit, jenis soliter dan

berkelompok dan juga parasit primer maupun parasit sekunder. Semua tahapan

kehidupan inang dari telur sampai dewasa dapat diserang (pada kasus jenis

yang menyerang telur, tabuhan dewasa muncul dari larva inang atau prepupa)

(Boror and Delong, 19

Gambar 7. Imago dari family Braconidae

Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&&hl=id&q=apanteles Diakses tanggal 8 Nopember 2008

• Family Ichneumonidae

Umumnya yang termasuk ke dalam family ini memiliki tubuh yang

langsing, dengan perut yang panjang sedikit datar ke samping atau silindris. Yang

betina mempunyai ovipositor yang panjangnya bermacam-macam, bahkan ada

yang sampai enam kali panjang badannya. Telurnya diletakkan di luar badan

inang atau di dalam badan inang. Larva berada dalam inang, parasitoid ini

menjadi dewasa dalam pupa atau kepompong inang, yang kemudian keluar untuk

menandakan perkawinan dan bertelur lagi secara ektoparasit dan endoparasit

(16)

Gambar 8. Imago dari family Ichneumonidae

Sumber Diakses tanggal 8 Nopember 2008

• Family Chalcididae

Biasanya tubuh berwarna hitam, biru hitam, kehijauan dan banyak pula

yang metalik. Antena menyiku dan biasanya pendek, beruas 5 – 13 buah. Femur

kaki belakang menggembung dan di bawahnya bergerigi. Coxa kaki belakang

lebih besar dari coxa kaki muka. Ovipositor pendek kadang-kadang ada juga yang

sepanjang tubuh (Ananda, 1978).

Panjang tubuh bias mencapai 12 mm. Beberapa species menyerupai lebah

tetapi venasi sayap sangat berbeda. Merupakan parasit primer dan sekunder dari

larva dan pupa Lepidoptera terutama pada kupu-kupu. Pada permukaan ventral

abdomen nampak seperti kaca (Kalshoven, 1981).

Gambar 9. Imago dari family Chalcididae (Brachymeria obtusata)

Sumber :

(17)

Ordo Diptera

Diptera berasal dari bahasa Yunani yang artinya dua dan ptera yang

artinya sayap. Disebut demikian karena serangga yang tergolong dalam ordo ini

mempunyai sepasang sayap. Larva ordo ini disebut belatung, serta jentik-jentik,

warna belatung putih tidak berkaki, kepalanya kecil, makin ke belakang makin

membesar. Serangga yang termasuk dalam ordo ini ada yang berukuran kecil

sampai sedang. Cara makan bervariasi ada yang menjilat, menghisap atau

menusuk. Belatung hidup dalam buah, batang, tangkai daun atau sebagai parasit

binatang (Pracaya, 1991).

Family Ordo Diptera

Family ordo Diptera yang diketahui sebagai parasitoid larva pada ordo

Lepidoptera yaitu :

• Family Tachinidae

Ukuran tubuh ada yang kecil atau sedang, ada pula yang langsing atau

sedikit gemuk, warnanya hitam redup, kelabu, coklat dengan bercak-bercak warna

lebih muda, berbulu halus atau berbulu kasar, kepalanya besar dan bebas. Jumlah

telur 50 sampai 5.000 butir. Telur langsung dimasukkan ke dalam tubuh inang, di

atas daun yang dimakan inang atau di atas tanah tempat inang berada. Belatung

mudah masuk ke dalam inang dengan jalan mengebor kulit (Pracaya, 1991).

Lalat-lalat dari family ini merupakan suatu kelompok yang sangat

berharga karena bertindak sebagai parasit dan sangat membantu dalam

(18)

tubuh inang, seekor serangga yang terserang oleh Tachinid secara praktis selalu

mati pada akhirnya (Boror and Delong, 1970).

Gambar 10. Imago dari family Tachinidae

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Balai Penelitian dan

Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) Jalan Asrama No.124 Sei Sikambing,

Medan dengan ketinggian tempat ± 30 meter di atas permukaan laut. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ulat api

S. asigna, dan S. nitens, masing-masing sebanyak 30 ekor yang diperoleh dari lahan perkebunan kelapa sawit Marihat, Pematang Siantar. Alat yang digunakan

dalam penelitian ini adalah stoples sebagai tempat rearing sebanyak 6 buah, kain

kasa, karet gelang, mikroskop, alat tulis, kaca pembesar dan buku identifikasi

serangga.

Metode Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode survey, yaitu dengan melakukan

pemeliharaan larva. Pengambilan sample mengacu pada pengamatan langsung

terhadap larva di lapangan yang sudah menunjukkan gejala yang terparasit yakni

menunjukkan ciri-ciri kurang aktif dan tubuh lemah. Ulat api yang diperoleh

langsung dibawa ke laboraorium untuk direaring sampai larva ulat api mati dan

(20)

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati yaitu parasitoid yang muncul saja yang keluar dari

tubuh larva setelah inang mati dan atau mengering pengamatan dilakukan setiap

hari kemudian dilakukan pengidentifikasian.

Identifikasi

Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat family saja, namun apabila

identifikasi masih dapat dilanjutkan maka dapat diteruskan sampai pada tingkat

genus. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan buku pedoman The

Pest of Crops in Indonesia oleh Kalshoven (1981) dan buku Pengenalan Pelajaran

Serangga oleh Boror and Delong (1993), diamati di bawah mikroskop dengan

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Parasitoid Setothosea asigna

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap imago parasitoid larva

Setothosea asigna menggunakan buku Kalshoven dan Boror and Delong maka diperoleh cirri-ciri dari serangga tersebut sebagai berikut:

Tabel 1. Identifikasi imago Apanteles sp. (Hymenoptera : Braconidae)

Sayap Caput Sungut Toraks Tungkai Abdomen

Sayap depan

Dari ciri-ciri tersebut diketahui bahwa parasitoid tersebut berasal dari ordo

Hymenoptera, sub ordo Apocrita dengan family Braconidae dan genus Apanteles.

Sayap dua pasang dan bentuknya seperti membran dimana pada sayap

depan tampak lebih besar dari sayap belakang. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Boror and Delong (1993) yang menyatakan bahwa ordo ini

mempunyai dua pasang sayap yang menyerupai membran, sayap belakang lebih

(22)

Pada bagian caput terdapat sepasang mata majemuk (mata faset) yang

diantaranya terdapat dua mata tunggal (oselli) yang terletak ditengah bagian atas

frons diantara kedua mata majemuk. Terletak diantara mata majemuk terdapat

satu pasang sungut (antena) bentuknya filiform yaitu seperti benang-benang

dengan ruas-ruas yang berukuran hampir sama dari pangkal ke ujung dan

bentuknya membulat yang berjumlah 60 ruas. Alat mulut yaitu hypognathus tegak

lurus dengan sumbu tubuh. Tipe alat mulut yaitu menggigit – menghisap yang

ditandai dengan adanya mandibel untuk menggigit bahan padat, maksila dan

labium yang dimodifikasi untuk menghisap atau menjilat cairan.

Toraks terdiri dari tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks dan

metatoraks. Tungkai dan sayap menempel pada toraks yang menyerupai persegi

empat. Ada penggentingan antara toraks dan abdomen. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Arora and Dhaliwal (1999) yang menyatakan bahwa pada

Apocrita dasar abdomen mengecil dan mengalami penggentingan dengan toraks.

Tungkai memiliki tipe curbiculum yang banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu

halus. Fungsi dari tungkai dengan tipe seperti ini adalah untuk mengumpulkan

benang sari. Pada tungkai terdapat trochanter yang terdiri dari 2 ruas dan

ditemukan adanya taji tibia yang terletak di bagian ujung tibia dan pangkal tarsus.

Tungkai terdapat pada protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian-bagian

tungkai yaitu koksa, trokanter, femur, tibia, tarsus dan pretarsus yang semuanya

ditumbuhi rambut-rambut yang halus dan kasar yang digunakan untuk

mengumpulkan pollen (tepung sari).

Abdomen terdiri dari lima ruas dan pada bagian ujung abdomen terdapat

(23)

untuk dapat menembus permukaan kulit inang dan meletakkan telur ke dalam

tubuh inang.

Imago berwarna kuning dan di seluruh permukaan tubuh ditumbuhi oleh

bulu-bulu halus yang berwarna hitam. Panjang tubuh lebih kurang 11 mm. Daur

hidup parasitoid ini mulai dari meletakkan telur hingga menjadi imago

membutuhkan waktu sekitar 15 – 18 hari dan betina mampu menghasilkan telur

sebanyak 50 – 65 butir. Seluruh siklus hidup mulai dari telur hingga menjadi

imago berada dalam tubuh inang yang diparasit hingga akhirnya tubuh inang

hancur dan mengering karena parasitoid menghisap cairan tubuh inang.

Dari hasil perearingan yang dilakukan di laboratorium ditemukan jumlah

Apanteles sp yang menyerang larva S. asigna sebanyak 10 ekor. Adapun populasi dari parasitoid tersebut yaitu sekitar 25 % (dari 30 ekor larva terdapat 10 ekor

parasitoid).

(24)

Identifikasi parasitoid Setora nitens

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap imago parasitoid larva

Setora nitens menggunakan buku Kalshoven dan Boror and Delong maka

diperoleh ciri-ciri dari serangga tersebut sebagai berikut:

Tabel 2. Identifikasi imago Brachymeria sp. (Hymenoptera : Chalcididae)

Sayap Caput sungut toraks tungkai abdomen

Sayap

Dari ciri-ciri tersebut diketahui bahwa parasitoid tersebut berasal dari ordo

Hymenoptera, sub ordo Apocrita dengan family Chalcididae dan genus

Brachymeria.

Sayap berupa membran dimana sayap depan dengan vena tunggal. Pada

caput terdapat sepasang mata majemuk (mata faset) dan tiga mata tunggal (oselli)

yang terletak di tengah bagian atas frons diantara kedua mata majemuk. Terletak

diantara mata majemuk terdapat satu pasang sungut (antena) bentuknya genikulate

dimana pada ruas pertama (scape) memanjang dan ruas kedua (pedicel) pendek

dan membentuk siku dan ruas selanjutnya (flagellum) makin pendek dengan ujung

(25)

oleh Ananda (1978) yang menyatakan bahwa antenna menyiku dan biasanya

pendek, beruas 5 – 13 buah. Tipe alat mulut mengigit-menghisap.

Pada bagian toraks tampak adanya satu prepektus berbentuk segitiga yang

jelas pada dinding lateral mesotoraks dan pada toraks tampak adanya penonjolan

dan mengalami skleretisasi. Toraks memiliki tiga segmen yaitu protoraks,

mesotoraks dan metatoraks.

Tungkai memiliki tipe curbiculum yang banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu

halus. Fungsi dari tungkai dengan tipe seperti ini adalah untuk mengumpulkan

benang sari. Femur kaki belakang membengkak dan bergerigi. Pada bagian ujung

femur berwarna kuning. Trochanter terdiri dari dua ruas dan tidak ditemukan

adanya taji tibia.

Abdomen terdiri dari lima ruas dengan ovipositor yang pendek namun

tampak runcing. Pada permukaan ventral abdomen kilat sepeti kaca. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa

permukaan ventral abdomen nampak seperti kaca.

Imago berwarna hitam mengkilap dengan panjang tubuh lebih kurang 6

mm. Daur hidup parasitoid ini mulai dari meletakkan telur hingga menjadi imago

lebih kurang 20 hari. Seluruh siklus hidup mulai dari telur hingga menjadi imago

berada dalam tubuh inang yang diparasit.

Dari hasil perearingan yang dilakukan di laboratorium ditemukan jumlah

Brachymeria sp yang menyerang larva S. nitens sebanyak enam ekor. Adapun populasi dari parasitoid tersebut yaitu sekitar 19 % (dari 30 ekor larva terdapat 6

(26)
(27)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa parasitoid larva

Setothosea asigna berasal dari ordo Hymenoptera subordo Apocrita, family Braconidae dan genus Apanteles.

2. Jenis parasitoid yang ditemukan pada larva Setora nitens berasal dari ordo

Hymenoptera subordo Apocrita, family Chalcididae dan genus

Brachymeria.

3. Gejala serangan dari kedua parasitoid ini yaitu tampak tubuh larva menjadi

kering dan tampak lubang kecil diatas permukaan tubuh dikarenakan imago

parasitoid keluar dari tubuh larva.

4. Seluruh siklus hidup dari kedua parasitoid ini mulai dari telur hingga

menjadi imago berada dalam tubuh larva.

5. Populasi parasitoid Apanteles sp. yang ditemukan pada perearingan larva

Setothosea asigna yaitu sebanyak 10 ekor, sedangkan populasi parasitoid

Brachymeria yang ditemukan pada perearingan Setora nitens yaitu sebanyak

6 ekor.

Saran

Perlu dilakukan penelitian terhadap spesies ulat api lainnya dengan

berbagai stadia supaya setiap parasitoid dapat diketahui klasifikasinya.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, K. 1978. Taxonomi Serangga. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Arifin, A., Rolettha, Y., Petrus, P., Lukman dan Eka, N. 1997. Pengendalian Hama Oryctes dan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Secara Terpadu. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Arora, R and Dhaliwal. 1999. The Insect. Kalyani Publishers Indhiana, New Delhi.

Boror and Delong. 1970. An Introduction to The Study of Insect. third edition. The State University of Ohio, United State.

Buana dan Siahaan. 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21 : 56-77

Desmier de Chenon, R. 1982. Field Guide for Coconut and Oil Palm

Pest and Disease and Plantation Sanitary Protection. Directorate General of Estate Special Team for The Externally Assisted Projects, Jakarta. P : 8 – 10

Fauzi, Y., Yustina, E.W., Imam, S dan Rudi. 2002. Kelapa Sawit. Edisi revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Girsang, P dan Daswir. 1995. Ekonomi Pengendalian Hama pada Tanaman Kelapa Sawit. Makalah Seminar dan Pameran Ilmiah Himpunan Mahasiswa Hama dan Penyakit Tumbuhan, UISU, Medan.hal 9.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia. P.A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Kusnaedi. 1997. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pematang Siantar, Medan.

Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

(29)

Setyamijaja. 1991. Deteksi Dini Kemurnian Bahan Tanaman Kelapa Sawit dan Teknologi Terkini dalam Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Sipayung, A. 1991. Hama dan Penyakit Utama pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Usaha Pengendaliannya. Pertemuan Teknisi PTP V S. Karang-Marihat. 11 p.

Siregar. 1986. Hama Penting Tanaman. Fakultas Pertanian UISU Medan. Hal 46 – 48.

Sudharto, Hutauruk P dan Buana. 2005. Kajian Pengendalian Hama Terpadu S. asigna van Ecke (Lepidoptera:Limacodidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit. Bul. Perk. 56 (4):103-114.

Susanto, A. 2005. Hama-Hama Pada Kelapa. Seri buku saku. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

(30)

LAMPIRAN 1 : GAMBAR

Imago parasitoid Apanteles sp.

(31)

Sungut Apanteles sp.

(32)

Imago Brachymeria sp.

Caput Brachymeria sp.

(33)

Tungkai Brachymeria sp.

Setothosea asigna yang terserang parasitoid

Setora nitens yang terserang parasitoid

Lubang keluarnya parasitoid Lubang

keluarnya parasitoid

(34)

Perearingan larva di laboratorium

(35)

LAMPIRAN 2 :

Jumlah Parasitoid Apanteles pada Perearingan Larva Setothosea asigna dan Brachymeria pada Setora nitens.

Pengamatan

Ulangan

Setothosea asigna Setora nitens

I II III I II III

1 - - - - - -

2 - 1 - - 1 2

3 - - 2 - - -

4 - - - - - -

5 1 1 - - 1 1

6 - - 3 - - 1

7 - 1 1 - - -

8 - - - - -

9 - - - - -

(36)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Adapun judul dari proposal ini adalah “Identifikasi Parasitoid Larva

Ulat Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit di Laboratorium” sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan praktek penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing bapak Ir. Syahrial Oemry, MS sebagai ketua dan ibu Ir. Fatimah

Zahara sebagai anggota yang telah membimbing dan memberi arahan kepada

penulis sehingga proposal ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Syahnen, MS

selaku kepala koordinator Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Balai

Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) Sei Sikambing, Medan

yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2008

(37)

ABSTRACT

Noprida Handayani Siburian, “ Identification The Parasitoid of Caterpillar Larvae (Lepidoptera : Limacodidae) on Palm Oil. The research was under supervised by Ir. Syahrial Oemry, MS and Ir. Fatimah Zahara. The objective of this research is to identification the parasitoid of caterpillar larvae. This research was carried out in Insect Laboratory in Chamber of Research and Plantation Protection on Sei Sikambing, Medan with approximately 30 meters above surface of sea. This study was done at Agustus 2008.

(38)

ABSTRAK

Noprida Handayani Siburian, “ Identifikasi Parasitoid Larva Ulat Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit” penelitian ini dibimbing oleh Ir. Syahrial Oemry, MS sebagai ketua dan Ir. Fatimah Zahara sebagai anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi parasitoid larva ulat api pada pertanaman kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Balai Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) Jalan Asrama No.124 Sei Sikambing, Medan dengan ketinggian tempat ± 30 meter di atas permukaan laut pada bulan Agustus 2008.

(39)

RIWAYAT HIDUP

Noprida Handayani Siburian, dilahirkan di Medan pada tanggal 7 Nopember 1984, anak keenam dari enam bersaudara dari Ayahanda Pdt. Drs.

R.A Siburian dan Ibunda Almh. R Silaban.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah lulus dari Sekolah Dasar

Inpres 060829 tahun 1997, tahun 2000 lulus dari Sekolah Menengah Pertama

Negeri 15 Medan, tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Katolik

Trisakti Medan dan tahun 2004 diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ilmu

Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi

Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) dan menjadi koordinator

bidang kerohanian periode 2007/2008. Anggota Kelompok Kecil (AKK) UKM

KMK USU UP FP dari tahun 2004 hingga sampai saat ini. Mengikuti pelayanan

Paduan Suara Transeamus FP USU dan masih aktif hingga saat ini. Melaksanakan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan

Nusantara III ( Persero ) Kebun Dusun Ulu, Kabupaten Simalungun, mulai

tanggal 9 Juni 2008 sampai dengan 9 Juli 2008. Melaksanakan Praktek Skripsi di

Laboratorium Hama Balai Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP)

(40)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Identifikasi Parasitoid Larva Ulat

Api (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Pertanaman Kelapa Sawit” sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian akhir di Departemen Ilmu Hama

dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS sebagai ketua dan Ibu Ir. Fatimah

Zahara sebagai anggota yang telah membimbing dan memberi arahan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Syahnen, MS

selaku kepala koordinator Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Balai

Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) Sei Sikambing, Medan dan

Kak Ida Roma, SP yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis selama

melaksanakan penelitian serta kepada keluarga yang telah memberikan dukungan

material dan moril.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi

ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Medan, Nopember 2008

(41)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesa Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api ... 6

Gejala Serangan ... 9

Pengendalian ... 10

Ordo Hymenoptera ... 11

Family Hymenoptera yang parasit pada Lepidoptera... 12

Ordo Diptera ... 15

Family Diptera yang parasit pada Lepidoptera ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Pelaksanaan Penelitian ... 17

Parameter yang diamati ... 18

Identifikasi ... 18F HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Parasitoid Larva Setothosea asigna ... 19

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 25 Saran ... 25

(43)

DAFTAR TABEL

(44)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1. Larva Setothosea assigna ………...……… 7

2. Imago Setothosea asigna ………...8

3. Larva Setora nitens ... 9

4. Imago Setora nitens... 9

5. Gejala Serangan Ulat Api ... 10

6. Imago Family Trichogrammatidae... 12

7. Imago Family Braconidae ... 13

8. Imago Family Ichneumonidae ... 14

9. Imago Family Chalcididae... 14

10. Imago Family Tachinidae ... 16

11. Imago Apanteles sp ... 21

(45)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hlm

1. Bagian Tubuh Apanteles sp. ... 28

2. Bagian Tubuh Brachymeria sp. ... 30

3. Ulat Api yang Terserang Parasitoid ... 31

4. Perearingan Ulat Api. ... 32

5. Kegiatan Pengidentifikasian ... 32

6. Jumlah Parasitoid yang Muncul ... 33

Gambar

Gambar 1. Larva Setothosea asigna Sumber : Foto langsung
Gambar 2. Imago Setothosea asigna Sumber : http:/www.mothsofborneo.com/part-1/limacodidae
Gambar 3. Larva Setora nitens Sumber : Foto langsung
Gambar 5. Gejala serangan ulat api  Sumber : Foto langsung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran fisika menggunakan teknologi Augmented Reality pada materi teori kinetik gas SMA kelas XI

Dampak maupun manfaat yang didapatkan oleh mitra pengabdian masyarakat yaitu mendapatkan pelatihan cara meningkatkan kualitas produksi biji kopi menggunakan mesin

Melalui hasil eksperimen dan penelitian ini diperoleh bahwa produk serat sabut kelapa dapat dibentuk se-fleksibel mungkin dengan menganyam sabut kelapa pada rangka

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk setiap

Matematika merupakan penunjang dari ilmu-ilmu lainnya, serta dapat menjadi bekal untuk terjun dan bersosialisasi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu guru dituntut

Saran penelitian ini bagi pihak sekolah SMK Muhammadiyah 2 Boja hendaknya lebih memperhatikan sarana dan prasarana ekstrakurikuler bola voli putri agar siswa

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu