• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman Di Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman Di Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan

Kayu (IPK) Pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi

Sumatera Utara

(Studi Kasus Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)

DISUSUN O L E H

SILVA JAYANTI SARAGI

050903005

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………...…1

B. Perumusan Masalah……….……...…...6

C. Tujuan Penelitian……….…………..…...6

D. Manfaat Penelitian……….………...….7

E. Kerangka Teori………..…...…...7

1. Sistem...7

2. Organisasi Sebagai suatu Sistem……….…9

3. Proses Pengambilan Keputusan………....10

4. Pendekatan Teori Sistem………...11

5. Jenis-Jenis Keputusan………...11

6. Prosedur………..………...12

7. Otonomi Daerah………...….13

8. Hutan Alam dan Hutan Tanaman………...…13

9. Izin……….…13

10.Bentuk dan Isi Izin………....16

11.Prinsip-prinsip Legalitas bagi Operasi Kehutanan dan Kayu…...18

F. Defenisi Konsep………...20

G. Hipotesa………...….22

H. Defenisi Operasional………..…....22

BAB II METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian……….…...26

B. Lokasi Penelitian………...26

C. Populasi dan Sampel………...26

D. Teknik Penentuan Skor...29

(3)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara...32

B. Cabang Dinas Kehutanan...34

C. Visi Misi ...35

D. Struktur Organisasi...36

BAB IV PENYAJIAN DATA A. Data Umum Responden………...…....40

B. Variabel Penelitian Penerapan Prosedur (Variabel X)...44

C. Variabel Penelitian Pemberian Izin (Variabel Y)...54

BAB V ANALISA DATA A. Klasifikasi Data...64

1. Penerapan Prosedur...65

2. Pemberian Izin...66

3. Hubungan Prosedur Pemberian Izin dengan Pemberian Izin ...67

B. Analisa Data...70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...74

B. Saran...75

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi Sumatera Utara”

Karya ilmiah ini merupakan laporan yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan melengkapi gelar sarjana serta sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan berfikir dalam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis mengakui bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penelitian, pengumpulan literature, maupun penulisan karya ilmiah. Namun berkat bimbingan dan arahan semua pihak, kesulitan yang ada dapat diatasi dan karya ilmiah inipun dapat diselesaikan.

Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakaih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik

(5)

4. Bapak Drs. Robinson Sembiring, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Kepada kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai pendidikan FISIP USU yang selalu membantu penuluis dalam urusan administrsai yang berhubungan dengan perkuliahan maupun skripsi.

6. Kepada seluruh pegawai Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu dan juga membimbing didalam pelaksanaan penelitian.

7. Untuk teristimewa ucapan terima kasih yang sebsar-besarnya kepada kedua orang tuaku, Papiku T. Saragi dan Mamiku T. Pangaribuan yang telah memberikan kasih sayang, dan ajarkan aku kemandirian serta banyak memberi petuah dan juga memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Tiada kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa besar rasa terima kasih yang adinda sampaikan.

8. Untuk saudara saya yang tercinta Abang Freddy Ricardo, adekmu ucapkan banyak terima kasih kepada kalian berdua baik itu berupa dukungan materil dan sprituil sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun terkadang kita bisa berantem hebat. Terima kasih I LOVE YOU FULL.

9. Untuk sahabat-sahabat aku, ELIONORA MONICA PANGGABEAN, yang selalu memberikan suport dan semangat juga dari kecil sampai sekarang, makasih juga buat doa dan supportnya, HIDUP S_BE.

(6)

11. Untuk teman-temanku Fanie, Nelda, Chrismanto, Novan, Bajay, Ula, Eteng, Wiwid, Budy serta teman teman AN’05, terima kasih atas segalanya yang telah kalian berikan selama 4 tahun ini baik itu dukungan ataupun semangat. Semoga pertemanan ini abadi walaupun sering berantem, I LOVE U ALL and never forget u all.

12. Untuk Rainhard Tarigan, teman terbaik dan terkasih, makasih buat waktu dan perhatiannya dalam mendengarkan keluhanku dan juga mau aku repotkan selama ini. Kam yang terbaik.

13. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.

(7)

ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN PROSEDUR DENGAN PEMBERIAN IZIN PENEBANGAN KAYU (IPK) PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

(Studi Kasus Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara) Nama : Silva Jayanti

NIM : 050903005

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, MA

Yang menjadi alasan penulisan untuk memilih judul Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman adalah penulis ingin melihat apakah berbagai kasus yang terjadi mengenai penebangan liar dan illegal loging yang merugikan negara, karena kurangnya pengawasan pemerintah dan pemberian prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Data-data yang diperoleh dengan menyebarkan angket/kuesioner kepada responden sebanyak 90 (Sembilan Puluh) orang yang terdiri dari aparat dan pemohon izin. Selain itu juga menggunakan teknik wawancara dengan key informan berjumlah 2 orang terdiri dari Kasi. Pengembangan Usaha Kehutanan dan Kasi.Sarana Produksi Kehutanan pada kantor Dinas Kehutanan Sumatera Utara. Selanjutnya data yang ada dioleh dengan Teknik Korelasi Spearman Rank untuk melihat hubungan antar variabel untuk melihat seberapa besar Hubungan variabel X terhadap variabel Y.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari perhitungan uji antara variabel X dan variabel Y, maka diperoleh hasil ρ = 0,663 dengan harga t-hitung 7,807. Hal ini menunjukkan koefisien korelasi adalah signifikan dengan nilai test statistik untuk t-hitung lebih besar dari t-tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada pengaruh yang positif antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi Sumatera Utara.

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Ada Hubungan yang positif dan signifikan antara Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi Sumatera Utara di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dimana dalam penerapan prosedur izin penebangan kayu sudah cukup baik dan dalam pemberian izin penebangan kayu sudah lebih teliti lagi dalam penerimaan proposal izin yang diajukan oleh pemohon izin. Juga adanya koordinasi yang baik antara pemohon izin dengan pegawai Dinas kehutanan.

(8)

ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN PROSEDUR DENGAN PEMBERIAN IZIN PENEBANGAN KAYU (IPK) PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

(Studi Kasus Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara) Nama : Silva Jayanti

NIM : 050903005

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, MA

Yang menjadi alasan penulisan untuk memilih judul Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman adalah penulis ingin melihat apakah berbagai kasus yang terjadi mengenai penebangan liar dan illegal loging yang merugikan negara, karena kurangnya pengawasan pemerintah dan pemberian prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Data-data yang diperoleh dengan menyebarkan angket/kuesioner kepada responden sebanyak 90 (Sembilan Puluh) orang yang terdiri dari aparat dan pemohon izin. Selain itu juga menggunakan teknik wawancara dengan key informan berjumlah 2 orang terdiri dari Kasi. Pengembangan Usaha Kehutanan dan Kasi.Sarana Produksi Kehutanan pada kantor Dinas Kehutanan Sumatera Utara. Selanjutnya data yang ada dioleh dengan Teknik Korelasi Spearman Rank untuk melihat hubungan antar variabel untuk melihat seberapa besar Hubungan variabel X terhadap variabel Y.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari perhitungan uji antara variabel X dan variabel Y, maka diperoleh hasil ρ = 0,663 dengan harga t-hitung 7,807. Hal ini menunjukkan koefisien korelasi adalah signifikan dengan nilai test statistik untuk t-hitung lebih besar dari t-tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada pengaruh yang positif antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi Sumatera Utara.

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Ada Hubungan yang positif dan signifikan antara Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman di Provinsi Sumatera Utara di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dimana dalam penerapan prosedur izin penebangan kayu sudah cukup baik dan dalam pemberian izin penebangan kayu sudah lebih teliti lagi dalam penerimaan proposal izin yang diajukan oleh pemohon izin. Juga adanya koordinasi yang baik antara pemohon izin dengan pegawai Dinas kehutanan.

(9)

BAB II

METODE PENELITIAN

II. 1. Bentuk Penelitian

Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode eksplanatif dengan analisa kuantitatif, yakni penulis diharapkan dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh dari suatu gejala dengan gejala lainnya sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.

II. 2. Lokasi Penelitian

Dalam mendapatkan objek penelitian yang baik, sehubungan dengan penulisan skripsi ini penulis mengambil sampel data pada literatur mengenai penerapan prosedur penebangan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman khususnya di Sumatra Utara. Oleh karena itu penulis memilih lokasi penelitian di Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara. II. 3. Populasi dan Sampel

II.3.1. Populasi

(10)

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang akan diteliti. Berdasarkan definisi tersebut penulis menetapkan bahwa populasi adalah pegawai di Dinas Kehutanan yang terdiri atas 90 pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara.

II.3.2. Sampel

Menurut Singarimbun, sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, sampel adalah sebahagian dari populasi untuk mewakili populasi17

1. Teknik Pengumpulan Data Primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Data Primer dilakukan dengan instrument antara lain :

.

Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau merupakan penelitian populasi dimana semua populasi menjadi responden dalam penelitian ini, sebanyak 90 orang. Penelitian ini merupakan penelitian populasi dimana seluruh populasi yang akan dijadikan sampel.

II.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data. Berikut ini diuraikan kedua teknik pengumpulan data antara lain :

a. Observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung sekaligus penelitian terhadap kegiatan-kegiatan atau fenomena yang ditemui di lapangan.

17

(11)

b. Wawancara (Interview) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait, dan berhadapan langsung dengan informan yang dianggap mengerti permasalahan yang diteliti.

c. Metode Angket yaitu teknik pengumpulan data melalui pemberian daftar pertanyaan secara tertutup kepada respon yang dilengkapi dengan berbagai alternative jawaban.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder adalah data yang diperlukan untuk mendukung Data Primer. Pada penelitian ini Data Sekunder yang diadopsi adalah sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku laporan, pendapat para ahli, dan sebagiannya yang berguna secara teoritis yang mendukung penelitian.

b. Studi Dokumentasi yaitu teknik yang digunakan dengan menelaah catatan tertulis, dokumen dan arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan penelitian ini seperti peraturan-peraturan, petunjuk dan pelaksanaan, petunjuk teknis dan lain-lain.

II.5. Teknik Penentuan Skor

(12)

Adapun skor yang ditentukan untuk setiap pertanyaan adalah : 1. Untuk alternative jawaban A diberi skor 3

2. Untuk alternative jawaban B diberi skor 2

3. Untuk alternative jawaban C diberi skor 1

Untuk mengetahui atau menentukan kategori jawaban responden dari masing-masing variabel apakah tergolong tinggi, baik, cukup baik, kurang baik maka terlebih dahulu ditentukan skala interval dengan cara sebagai berikut :

Interval = Skor Tertinggi – Skor Terendah Banyaknya Bilangan

= 3 – 1 3

= 0,66

Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing variabel yaitu:

Skor untuk kategori baik = 2,34 – 3,00 Skor untuk kategori cukup baik = 1,67 – 2,33 Skor untuk kategori kurang baik = 1,00 – 1,66

(13)

II.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik kuantitatif. Adapun metode statistik yang digunakan adalah :

1. Korelasi Spearman Rank

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah korelasi spearman rank, yang mana korelasi ini digunakan untuk mencari ada tidaknya hubungan atau menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama, dengan rumus sebagai berikut (Sugiono 2003 : 174 & 304) :

ρ = Koefisien Korelasi Spearman Rank

bi = Beda antara variabel x dan y N = Jumlah responden

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Dengan adanya daerah otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka daerah berwenang dan berkewajiban untuk mengurus sendiri urusan rumah tangganya selain beberapa urusan yang memang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, dengan demikian selain urusan-urusan bidang pemerintahan, satu hal yang harus dilimpahkan atau harus menjadi urusan-urusan pemerintah dan masyarakat daerah adalah pengelolaan aset negara di daerah seperti sumber daya alam. Tanpa adanya kewenangan untuk mengelola sendiri aset dan sumber daya yang ada, maka layaklah otonomi yang diserahkan tersebut disebut otonomi setengah hati.1

1

Otonomi Setengah Hati ini sebagaimana diungkapkan oleh Irfan Bakhtiar dalam Artikelnya Desentralisasi

Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Kabupaten Wonosobo, dari Kerusakan Hutan Menuju KehutananMasyarakat, dalam www.geogle.com

Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah : Ayat (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

Ayat (2) Penyelenggaraan urusan pamerintahan sebagaimana dimaksud pada

(15)

Ayat (3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat 91), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Dalam pasal 14 ayat 2 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 14 ayat 2 Undang- Undang No. 32 tahun 2004 disebutkan yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata. Selanjutnya dalam pasal 66 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan :

Ayat (1) Dalam rangka kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah.

Ayat (2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.

(16)

namun praktek perizinan yang diskriminatif sarat dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi, yang menghasilkan konglomerasi dan berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek.2

Praktek penebangan kayu tanpa izin, yang diikuti pula oleh praktek penyelundupan kayu bulat maupun setengah jadi ke luar negeri, diyakini memiliki peran penting perusakan sumberdaya hutan, di samping masalah kebakaran hutan yang masih terus terjadi. Pencurian kayu hanyalah symthom dari permasalahan kehutanan dan sosial yang kompleks. Penebangan liar tersebut utamanya harus segera dihentikan dan diperangi melalui suatu program komprehensif, terpadu, berjangka dan bersifat arif, karena menyangkut berbagai aspek yang berpangkal pada rendahnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan aparat yang terlibat. Saya memasukkan unsur kearifan dalam menghadapi praktik penebangan tanpa izin ini dengan pemikiran bahwa tidak semua praktik penebangan liar tersebut dilakukan karena kejahatan masyarakat. Mungkin pemerintah sendiri yang “jahat”, yang tidak atau belum memberikan ruang kesejahteraan ataupun pemahaman keselamatan lingkungan kepada masyarakat yang terlibat penebangan kayu liar tersebut3

Menurut Leo Lenggai salah seorang praktisi hukum/pengacara adanya penyimpangan Tunggakan PSDH -DR sebesar Rp 80 miliar lebih bagi 15 perusahaan perkayuan di Kalbar merupakan indikasi telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Sementara itu prosedur pembayaran langsung ke rekening Menteri Kehutanan melalui bank yang ditunjuk. Dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sah Hasil Hutan) itu baru dapat terbit

.

2

Greenomic Indonesia (ICW), Evolusi Mekanisme Perizinan Usaha Kayu Pada Hutan Alam Dan Hutan

Tanaman Desember 2004, kertas kerja 06. hal 1 3

(17)

setelah perusahaan kayu tersebut membayar, tapi kok ada menunggak maka ini sangat aneh," ujar Leo Lenggai salah seorang praktisi hukum/pengacara dan penasehat hukum. Prosedur penerbitan dokomen tersebut mestinya setelah ada bukti pembayaran itu, baru dijadikan syarat dapat dikeluarkannya dokumen (SKSHH) 4

Mekanisme usaha kayu mengatur persyaratan yang harus di penuhi untuk memperoleh izin, pihak-pihak yang dapat memperoleh izin, persyaratan permohonan izin dan kewenangan pemberian izin, evolusi mekanisme perizinan tersebut akan

.

"Akan tetapi kalau sampai nunggak berarti prosedurnya terbalik. Kehutanan mengeluarkan SKSHH tapi perusahaan belum membayar, jadi inilah penyalahgunaan wewenangnya atau kesalahan yang dapat dijadikan alasan menyeret oknum pejabat tersebut. Bisa jadi ini ada permainan kotor sehingga negara merugi sebesar itu," ungkapnya.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional Negara Republik Indonesia telah mengamanatkan, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula dalam konsideran Undang-undang No. 41 tahun 1999 huruf a (Undang-Undang tentang Kehutanan), disebutkan “bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serba guna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang”.

4

(18)

memperlihatkan evolusi pemanfaatan hasil hutan kayu di Indonesia, berdasarkan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme perizinan tersebut.

Perizinan usaha yang di atur dalam laporan proposal, hanya di dasari oleh Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), tidak mencakup izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), mengacu Undang-undang No.382 tahun 2004 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 22 tahun 2008 mengenai Izin Peralatan.

Dengan latar belakang tersebut maka penulis memilih judul tentang ”Hubungan

Penerapan Prosedur Dengan Pemberian izin Penebangan Kayu pada Hutan Alam

Dan Hutan Tanaman Di Provinsi Sumatera Utara”.

I.2. Perumusan Masalah

Dalam perumusan masalah penulis mengambil sesuatu yang akan di teliti dan dibahas,

Adapun yang akan dibahas dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur dan mekanisme perizinan penebangan kayu pada hutan alam

hutan tanaman ?

2. Apa hambatan yang di hadapi dalam pemberian izin penebangan kayu pada hutan dan

alam dan hutan tanaman ?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis di dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagimana mekanisme perizinan penebangan kayu pada hutan alam

(19)

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kehutanan Propinsi

Sumatera Utara dalam prosedur pemberian izin penebangan kayu pada hutan alam dan

hutan tanaman.

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan manfaat di dalam penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis dapat dijadikan sebagai bahan kajian akademis dan informasi tentang

proses pemberian izin penebangan kayu hutan alam dan hutan tanaman di Dians

Kehutanan Propinsi Sumatera Utara

2. Secara praktis dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan pembaca

I.5. Kerangka Teori

Untuk memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep, guna meghindari adanya salah pengertian, maka definisi beberapa konsep yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan kerangka teoritis yang telah dikemukakan di bawah ini, adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

I.5.1 Sistem

Terdapat dua kelompok pendekatan didalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau elemennya. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai berikut ini :

(20)

Menurut Jerry Fitzgerald, Ardra F. Fitzgerald dan Warren D. Stallings, Jr.,mendefinisikan prosedur sebagai berikut : Suatu prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan Apa (What) yang harus dikerjakan, Siapa (Who) yang mengerjakannya, Kapan (When) dikerjakan dan Bagaimana (How).

Untuk memberikan gambaran yang lebih umum, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian organisasi yang lazim digunakan dalam kepustakaan administrasi, manajemen dan organisasi.

Menurut Sondang P.Siagian mengemukakan bahwa organisasi adalah : “Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seorang//beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/kelompok orang yang disebut bawahan” 5

Dari kaca mata administrasi dan manajemen, dalam setiap organisasi selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerjasama tadi dengan segala aktivitas dan fasilitasnya. Dalam

.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa organisasi adalah : “ Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekolompok orang-orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu”.

Di samping itu organisasi dapat pula didefinisikan sebagai suatu himpunan interaksi manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang terikat dalam suatu ketentuan yang telah disetujui bersama.

5

(21)

banyak hal orang yang bertanggung jawab tadi juga harus mengkoordinasikan aneka ragam kegiatan sekumpulan orang yang lazimnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Ketentuan-ketentuan yang seharusnya disetujui bersama, sering tidak diketahui oleh semuanya malah mungkin terpaksa disetujui. Hal yang terakhir ini jelas terlihat dalam organisasi yang besar, seperti pemerintahan, perusahaan Negara, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, pengertian organisasi menjadi semakin kompleks, strukturnya menjadi rumit dan tingkat formalitas semakin menjadi besar. Semua ini pada akhirnya akan sangat mempengaruhi setiap orang yang bekerjasama dalam organisasi demikian yang sering disebut-sebut sebagai perilaku organisasi.

I.5.2 Organisasi Sebagai suatu Sistem

Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi menciptakan harapan-harapan bagi perilaku organisasi. Harapan-harapan-harapan ini menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagaian orang harus memainkan peranan sebagai pemimpin, sementara yang lainnya memainkan peranan sebagai pengikut. Manajer tingkat menengah harus memainkan kedua peranan itu, karena ia mempunyai seorang atasan dan bawahan. Organisasi mempunyai sistem wewenang, status, dan kekuasaan dan orang-orang di dalam organisasi itu mempunyai kebutuhan yang beraneka dari setiap sistem. Kelompok di dalam organisasi pun mempunyai dampak yangs sangat kuat terhadap perilaku individu dan terhadap prestasi organisasi.

I.5.3 Proses Pengambilan Keputusan

(22)

pengintegrasian faktor-faktor perilaku dan struktur secara baik, manajemen dapat meningkatkan kemungkinan membuat keputusan yang berkualitas tinggi.

Peranan manajer disini adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti : merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan melakukan tindakan pengawasan dari setiap kegiatan yang dilakukan organisasi.

1. Merencanakan : meliputi pendefinisian tujuan organisasi, menetapkan suatu strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan suatu hirarki rencana yang menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi.

2. Mengorganisasikakn : mencakup penetapan tugas-tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, siapa yang melapor dan kepada siapa (siapa membawahi siapa), dan di mana keputusan harus diambil.

3. Memimpin : mereka memotivasi bawahan, mengarahkan kegiatan orang-orang memilih saluran komunikasi yang paling efektif, atau memecahkan konflik antara anggota-anggota.

(23)

tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat penyimpangan yang bermakna, maka tugas manajemen untuk mengembalikan organisasi pada jalurnya.

I.5.4 Pendekatan Teori Sistem

Teori sistem memungkinkan membahas perilaku organisasi secara intern dan ektern. Secara intern, anda dapat melihat bagaimana dan mengapa orang di dalam organisasi melaksanakan tugas individual dan kelompok. Secara ektern, anda dapat menghubungkan transaksi organisasi itu dengan organisasi lain.

Dalam teori sistem, organisasi dianggap sebagai satu elemen dari sejumlah elemen yang saling bergantung. Arus masukan dan keluaran adalah titik dasar permulaan dalam menggambarkan organisasi.

I.5.5 Jenis-Jenis Keputusan

Para ahli dalam bidang teori keputusan telah mengembangkan beberapa cara untuk mengklasifikasi beberapa jenis keputusan yang berbeda-beda. Untuk sebagian besar sistem klasifikasi ini bersamaan, hanya berbeda dalam terminologinya saja. Kita akan menggunakan pembedaan yang banyak diterima umum yang disarankan oleh Herberth Simon. Simon membedakan antara dua jenis keputusan :

1. Keputusan yang Diprogram. Jika sering terjadi suatu situasi khusus, maka biasanya akan digunakan prosedur rutin untuk memecahkannya. Jadi, keputusan dapat diprogramkan sejauh keputusan itu berulang-ulang dan rutin dan telah dikembangkan prosedur yang tertentu untuk menanganinya.

(24)

prosedur yang pasti untuk menangani persoalan, karena persoalan tidak timbul dengan cara yang persis sama dengan sebelumnya atau karena persoalan itu rumit atau luar biasa pentingnya. Keputusan semacam itu memerlukan penanganan khusus6

I.5.6 Prosedur

Merupakan subordinat dari relevansi kebijakan, sehingga peranan prosedur adalah untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan.

I.5.7 Otonomi Daerah .

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan7

Hutan Alam adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat ole .

I.5.8 Hutan Alam dan Hutan Tanaman

da luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung dan

Hutan tanaman industri (juga umum disingkat HTI) adalah sebidang luas daerah yang sengaja ditanami dengan tanaman industri (terutama

.

Gibson, Organisasi dan Manajemen. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta : 1994, hal 462

7

Widjaja HAW, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2004, hal 76

5

(25)

Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya9

1. Dari segi akibat hukumnya dibagi atas lima macam: .

Jadi izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk ditetapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu.

Dari sudut kajian kewenangan khususnya tentang izin ada beberapa teori yang yang dapat mendukung analisis pengambilan kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini kajian hukum administrasi negara. Penggolongan Ketetapan Administrasi Negara. Ketetapan administrasi negara atau aparatur negara yang bersifat positif dapat dilihat dari segi penggolongan akibat hukum dan dari segi jenisnya. Yaitu sebagai berikut:

a. Ketetapan yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum baru.

b. Ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek tertentu misalnya penunjukan terhadap sesuatu, pendaftaran bagi sesuatu hal.

c. Ketetapan yang melahirkan suatu badan hukum atau membatalkan misalnya: ketetapan pemerintah mengenai pengakuan atau hilangnya pengakuan terhadap sesuatu badan hukum, seperti koperasi, perseroan terbatas dan yayasan

d. Ketetapan yang membebandakn kewajiban baru pada seseorang atau lebih, atau yang bersifat isi perintah.

9

(26)

e. Ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada seseorang atau lebih (ketetapan yang menguntungkan)

2. Dari segi jenisnya, ketetapan dibagi atas dua golongan: a. Menguntungkan dengan yang tidak menguntungkan b. Izin, lisensi, dispensasi dan konsesi.

Pengertian dari Izin, Konsesi, Dispensasi dan Lisensi adalah sebagai berikut: Izin (vergunning) adalah suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang, sehingga memerlukan pengawasan aparatur pemerintah. Izin adalah keputusan aparatur pemerintah yang memperkenankan sesuatu perbuatan.

1. Konsensi hanya berbeda secara relatif dengan izin, tidak terdapat perbedaannya secara yuridis, misalnya izin mengenai hal-hal yang penting bagi umum, seperti izin penggarapan hutan disebut juga konsensi hak pengelolaan hutan (HPH).

2. Dispensasi adalah suatu perbuatan pemerintah yang meniadakan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan untuk soal yang istimewa. Misalnya Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya memberikan dispensasi kepada truk angkutan untuk melebihi daya angkut karena keperluan yang mendesak dalam pembangunan

3. Lisensi adalah ketetapan yang digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang menjalankan suatu perusahaan, misalnya izin tempat usaha10

I.5.10 Bentuk dan Isi Izin .

10

(27)

1. Prosedur izin penebangan kayu, harus sesuai dengan syarat-syarat, antara lain:

a. Usulan proyek yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan hutan rencana industri penyerapan tenaga kerja dan sebagainya.

b. Pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan.

c. Saran dan pertimbangan (rekomendasi) dari Gubernur Kepala Daerah.

d. Akta preusan atau koperasi yang berbadan hukum.

e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

f. Data Perusahaan.

2. Jenis-jenis izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan

a. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

b. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK)

c. Izin Pemanfaatan Kayu pada kawasan hutan produksi yang dikonversi, dan Penggunaan Kawasan Hutan dengan Pinjam Pakai

3. Kriteria-kriteria areal lahan yang diperbolehkan melakukan penebangan, antara lain :

a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;

(28)

c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;

d. 50 (lima puluh) meter dari kanan tepi anak sungai;

e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan dari tepi jurang;

f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai11

Organisasi Departemen Kehutanan disusun untuk memenuhi kebutuhan di atas, di mana pengelolaan hutan tidak lagi mengikuti paradigma kehutanan konvensional melainkan paradigma kehutanan sosial. Secara garis besar paradigma kehutanan sosial untuk pengelolaan hutan Indonesia mengikuti lima prinsip dasar, yaitu :

1. Strategi kehutanan sosial.

2. Hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3. Pengelolaan dilakukan secara professional untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari.

4. Pengelolaan hutan berdasarkan kelestarian ekosistem.

5. Pengelolaan hutan disesuaikan dan diselaraskan dengan Otonomi Daerah.

Dalam strategi kehutanan sosial, tugas atau fungsi Depatemen Kehutanan adalah : a. Menggariskan kebijakan umum.

b. Mengendalikan dan mengatur sumber daya terdidik (profesional). c. Mengatur perencanaan umum.

.

d. Mengawasi pelaksanaan pengelolaan hutan dan menilai hasilnya12

11

Salim. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta. 1997. hal 54

12

Simon, Hasanu. Membangun Kembali Hutan Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2004. hal 143

(29)

I.5.11 Prinsip-prinsip Legalitas bagi Operasi Kehutanan dan Kayu

Kayu disebut legal bila keabsahan tentang asalnya, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, dokumentasi pengangkutan dan administrasi, proses, dan perdagangan atau pengangkutannya telah teruji memenuhi semua persyaratan legalnya.

Prinsip 1. Hak penguasaan dan penggunaan tanah

Status legal dan hak penguasaan pada Unit Manajemen Hutan didefinisikan dengan jelas dan batasannya telah diumumkan dengan benar. Perusahaan tersebut mempunyai hak yang terdokumentasi dan sah secara hukum untuk menebang kayu dalam batas-batas tersebut, dan memanen kayu hanya di dalam batas-batas tersebut.

Prinsip 2. Dampak Fisik dan Lingkungan Sosial

Perusahaan tersebut mempunyai AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) yang mencakup Unit Manajemen Hutan yang disiapkan dengan cara yang telah ditentukan, dan bisa menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mematuhi semua persyaratan legal, fisik, sosial dan lingkungan yang dinyatakan dalam AMDAL, demikian juga sebagai persyaratan legal untuk memantau dan melaporkan pelaksanaan AMDAL.

Prinsip 3. Hubungan Masyarakat dan Hak Buruh

(30)

Prinsip 4. Peraturan dan Hukum Pemanenan Kayu

Perusahaan tersebut melakukan semua perencanaan hutan, panen dan kegiatan lain di dalam Unit Manajemen Hutan, untuk memenuhi peraturan pemerintah yang relevan.

Prinsip 5. Pajak Hutan

Perusahaan membayar semua biaya, royalti, pajak dan biaya-biaya legal lain yang terkait dengan penggunaan Unit Manajemen Hutan serta jumlah kayu yang ditebang.

Prinsip 6. Pengidentifikasian, Pengangkutan dan Pengiriman Kayu

Perusahaan menjamin bahwa semua kayu yang diangkut dari Unit Manajemen Hutan diidentifikasikan dengan benar, memiliki dokumentasi yang benar, dan diangkut sesuai dengan peraturan pemerintah.

Prinsip 7. Pemrosesan Kayu dan fasilitas pemrosesan

Fasilitas pengangkutan kayu serta perusahaan pengangkutan kayu memiliki izin operasi yang sah sesuai dengan peraturan pemerintah13

a. Penerapan Prosedur penebangan kayu di Provinsi Sumatera Utara adalah Suatu tata cara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang kehutanan yang terbagi atas beberapa bagian atau syarat-syarat yang ada di dalam Prosedur pemberian izin

.

I.6. Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Adapun konsep penelitian ini adalah :

13

(31)

penebangan kayu. Dalam pemberian izin harus sesuai dengan Prosedur yang sudah ditetapkan dan agar tercapainya tujuan yang inginkan bersama.

b. Prosedur izin penebangan kayu, harus sesuai dengan syarat-syarat, antara lain:

a. Usulan proyek (Project Proposal) yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan hutan rencana industri penyerapan tenaga kerja dan sebagainya.

b. Pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan.

c. Saran dan pertimbangan (rekomendasi) dari Gubernur Kepala Daerah.

d. Akta perusahaan atau koperasi yang berbadan hukum.

e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

f. Data Perusahaan (Company Profile).

g. Peta dasar skala 1:250.00014

I.7. Hipotesa

.

Hipotesa adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan15

14

Singarimbun, Masri, Effendi. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. 1995. hal 37

15

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabet. Bandung. 2003. hal 51

(32)

data. Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan maka hipotesa yang diajukan penulis adalah sebagai berikut :

1. Hipotesa Nol (Ho) :

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

2. Hipotesa Alternatif (Ha) :

Terdapat hubungan yang signifikan antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

I.8. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk analisa ke dalam variabel-variabel tersebut16

1. Variabel Bebas (X) dalam penelitian ini adalah Penerapan Prosedur, yang diukur berdasarkan indikatornya yaitu :

. Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel.

Ada lima tahap yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin Hak Pengusahaan Hutan di Dinas Kehuatanan, antara lain :

16

(33)

1) Tahap Pertama : Pengajuan Permohonan oleh Perusahaan

Pada tahap ini pemimpin perusahaan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Kehutanan sesuai dengan formulir yang telah ditentukan.

2) Tahap Kedua : Analisis Permohonan

Setelah Menteri Kehutanan menerima surat permohonan dari pemohon beserta persyaratannya, selanjutnya Menteri Kehutanan menyampaikan hal itu kepada Tim Pertimbangan Hak Pengusahaan Hutan.

3) Tahap Ketiga : Persetujuan Permohonan dan Pelaksanaan Survei

Berdasarkan saran dan pertimbangan dari Tim Pertimbangan Hak Pengusahaan Hutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja Menteri Kehutanan memberikan putusan menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan pemohon.

4) Tahap Keempat : Penetapan izin Hak dan Pengusahaan Hutan

Apabila iuran Hak Pengusahaan Hutan tidak dibayar kepada Negara, maka Menteri Kehutanan dapat menangguhkan penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan.

2. Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah pemberian izin penebangan kayu hutan alam dan hutan tanaman di Dinas Kehutanan, yang diukur berdasarkan dengan indikatornya yaitu :

(34)

a. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

b. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK)

c. Izin Pemanfaatan Kayu pada kawasan hutan produksi yang dikonversi, dan Penggunaan Kawasan Hutan dengan Pinjam Pakai

2. Kriteria-kriteria areal lahan yang diperbolehkan melakukan penebangan, antara lain :

a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;

b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan atau kiri kanan sungai daerah rawa;

c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;

d. 50 (lima puluh) meter dari kanan tepi anak sungai;

e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan dari tepi jurang;

(35)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara

Sejarah Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, dapat diuraikan lebih lanjut yaitu setelah pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1949, maka kekuasaan sepenuhnya berada ditangan Pemerintah Indonesia.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi, maka terbentuk Propinsi Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara yang berkendudukan di Medan, dengan wilayah Pemerintah meliputi :

1. Karesidenan Aceh berkedudukan di Kutaraja.

2. Keresidenan Sumatera Timur berkedudukan di Medan.

3. Keresidenan Tapanuli berkedudukan di Sibolga.

Demikian juga pengelolaan kehutanan di daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara dibentuk lembaganya yang disebut Inspeksi/Djawatan Kehutanan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara yang berkedudukan di medan dan dipimpin oleh inspektur kehutanan. Inspeksi Kehutanan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara mempunyai tiga wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yaitu :

1. KPH Aceh berkedudukan di Kutaraja.

(36)

3. KPH Tapanuli berkedudukan di Tarutung.

Dengan keluarnya undang-undang No.24 Tahun 1956 tentang Daerah Otonom Propinsi Aceh dan peraturan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara sejalan dengan berlakunya UU No. 64 Tahun 1997 tentang penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dilapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I, bersamaan dengan itu maka Inspeksi/Djawatan Kehutanan Propinsi Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Utara meliputi wilayah kerja :

1. KPH Sumatera Utara berkedudukan di Medan dengan wilayah kerja Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu.

2. KPH Aceh dan Aek Nauli berkedudukan di Pematang Siantar dengan wilayah kerja sebagian Tapanuli-Utara (DTA-Danau Toba), sebagian Kabupaten Dairi (DTA-Danau Toba). Kabupaten Karo dan Simalungun.

3. KPH Tapanuli berkedudukan di Tarutung dengan wilayah kerja Kabupaten Tapanuli Utara, Dairi, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Nias.

Pada tahun 1970 Pimpinan Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara beralih dari Bapak Oml. Tobing kepada Bapak Ir. Moh. Fadil Sosro Atmojo dan pada bulan April 1972 Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara mekar dari 3 KPH menjadi 5 KPH yang sebenarnya hal ini telah dirintis sejak tahun 1965 meskipun baru dapat direalisasi April 1972. Adapun kelima KPH ini adalah :

(37)

2. KPH Sumatera Timur II berkedudukan di Kisaran dengan wilayah kerja Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu.

3. KPH Aek Nauli berkedudukan di Pematang Siantar dengan wilayah kerja Kabupaten Karo dan Simalungun, sebagian Tapanuli Utara (DTA-Danau Toba) dan Kabupaten Dairi.

4. KPH Tapanuli I di Tarutung dengan wilayah kerja sebagian Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Nias.

B. Cabang Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara

Pada Tahun 1980 pimpinan Dinas Kehutanan Tingkat I Sumatera Utara beralih dari Bapak Ir. Moh. Fadil Sasro Atomojo kepada Bapak Ir.Hisar Purba dan sesuai dengan perkembangan organisasi dan Tata Kerja Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Tingkat I, maka terbentuklah 9 cabang Dinas Kehutanan (CDK) yaitu :

1. CDK I Deli Serdang berkedudukan di Medan, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Kodya Medan, Binjai dan Tebing Tinggi.

2. CDK II Asahan berkedudukan di Kisaran, wilayah kerjanya meliputi Kebupaten Asahan dan Kodya Tanjung Balai.

3. CDK III Labuhan Batu berkedudukan di Rantau Parapat, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Labuhan Batu.

(38)

5. CDK V Tanah Karo berkedudukan di Kabanjahe, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Karo.

6. CDK VI Dairi berkedudukan di Sidikalang, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Dairi.

7. CDK VII Tapanuli Utara berkedudukan di Tarutung, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Tapanuli Utara.

8. CDK VIII Tapanuli Tengah berkedudukan di Sibolga, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Tapanuli Tengah, Nias dan Kodya Sibolga.

9. CDK IX Tapanuli Selatan berkedudukan di Padang Sidempuan, wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan

C. Visi dan Misi

Adapun yang menjadi visi dari Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara adalah : “Terwujudnya penyelenggaraan Kehutanan menuju kelestarian hutan bagi kemakmuran rakyat”.

Sedangkan Misinya adalah :

• Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan

sebagai bukan kawasan hutan.

• Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan dan hasil

(39)

• Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dangan hutan,

serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.

• Menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah, untuk

meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.

• Mewujudkan peran serta masyarakat yang berdaya guna dan berhasil guna.

D. Struktur Organisasi

Untuk melaksanakan tugasnya, maka diperlukan sistem organisasi dan manajemen yang baik. Faktor koordinasi sangat penting untuk memperoleh hasil kerja yang sangat maksimal dan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai tentunya dibutuhkan suatu organisasi, dimana struktur organisasi tersebut disusun secara efektif dan efisien.

Adapun bentuk struktur organisasi yang dipakai Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas.

2. Wakil Kepala Dinas.

3. Bagian Tata Usaha, terdiri dari:

• Sub Bagian Umum.

• Sub Bagian Keuangan.

(40)

• Sub Bagian Organisasi dan Hukum.

4. Sub Dinas Program, terdiri dari :

• Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data.

• Seksi Pelayanan Data Internal dan Eksternal.

• Seksi Rencana Umum Kehutanan.

• Seksi Evaluasi dan Laporan.

5. Sub Dinas Penatagunaan Hutan, terdiri dari :

• Seksi Kawasan dan Perpetaan Hutan.

• Seksi Inventarisasi Hutan.

• Seksi Penataan Kawasan Hutan.

• Seksi Pengukuran dan Rekonstruksi Hutan.

6. Sub Dinas Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan, terdiri dari :

• Seksi Perlindungan Hutan.

• Seksi Perbenihan Hutan.

• Seksi Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan.

• Seksi Penyuluhan dan Pengamanan Hutan.

(41)

• Seksi Sarana Produksi Kehutanan.

• Seksi Pengelolaan Hasil Hutan.

• Seksi Pengendalian Bahan Baku Industri Hasil Hutan.

• Seksi Pengembangan Usaha Kehutanan.

8. Sub Dinas Tertib Peredaran Hasil Hutan, terdiri dari :

• Seksi Pengujian Hasil Hutan.

• Seksi Tanda Legalitas Hasil Hutan.

• Seksi Pemungutan Penerimaan Kehutanan.

(42)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Pada bab ini penulis akan menyajikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian pada kantor Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, sesuai dengan metode yang digunakan yaitu melalui kuesioner yang disebarkan kepada pegawai dan masyarakat yang pernah berurusan langsung dalam pembuatan IPK.

Kuesioner yang disebarkan sebanyak 90 eksamplar sesuai dengan jumlah sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun penyajian data berisikan data identitas responden beserta data variable penelitian. Penyajian data mengenai identitas responden adalah untuk mengetahui spesifikasi atau ciri khusus yang dimiliki oleh responden, seperti jenis kelamin, golongan pekerjaan, lama bekerja dan status pekerjaan. Sedangkan penyajian data tentang variable penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.

A. DATA UMUM RESPONDEN

1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden penelitian ditampilkan dalam data berikut : TABEL 1

(43)

Pria 65 72,22

Wanita 25 27,77

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden pada Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara yang meliputi pegawai kantor tersebut dan masyarakat lebih banyak berjenis kelamin Pria yaitu sebanyak 65 orang (72,22 %), sedangkan responden wanita sebanyak 25 orang (27,77 %).

Data identitas responden yang akan disajikan mencakup jenis kelamin, Golongan Pekerjaan, Lama bekerja, dan Statu pekerjaan.

2. Identitas Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan Pekerjaan

Golongan Pekerjaan responden penelitian ditampilkan dalam data berikut : TABEL 2

Identitas Data Responden Berdasarkan Pangkat dan Golongan Pekerjaan Pangkat/Golongan Frekuensi Persentase (%)

Gol. I - -

Gol. II 7 15,55

(44)

Gol. IV 5 11,11

JUMLAH 45 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yaitu pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, lebih banyak pegawai Golongan III sebanyak 33 orang (73,33 %), disusul dengan yang Golongan II sebanyak 7 orang (15,55%), dan di susul dengan golongan IV sebanyak 5 orang (11,11 %).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden bergolongan III dan disusul dengan responden golongan II dan terakhir disusul dengan responden golongan IV.

3. Identitas Responden berdasarkan Lama Bekerja

Lama bekerja responden penelitian ditampilkan dalam data berikut : TABEL 3

Identitas Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Frekuensi Persentase (%)

Di bawah 5 Tahun 5 11,11

5-10 Tahun 10 22,22

11-15 Tahun 13 28,88

(45)

Di atas 20 Tahun 8 17,77

JUMLAH 45 100

Sumber : Kuesioner 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih banyak responden pegawai pada Kantor Dinas Kehutanan Sumatera Utara memiliki masa kerja 11-15 tahun yaitu sebanyak 13 orang (28,88 %), disusul dengan 5-10 tahun sebanyak 10 orang (22,22 %), kemudian masa kerja 16-19 tahun sebanyak 9 orang (20 %), pegawai yang memiliki masa kerja di atas 20 tahun sebanyak 8 orang (17,77 %), dan disusul pegawai memilliki masa kerja dibawah 5 tahun (11,11).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu para pegawai kantor Dinas Kehutanan memiliki lama bekerja 11-15 tahun, diikuti masa kerja 5-10 tahun, diiukuti masa kerja 16-19 , diikuti dengan masa kerja diatas 20 tahun, dan kemudian masa kerja dibawah 5 tahun.

4. Identitas Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Status pekerjaan responden penelitian ditampilkan dalam data berikut : TABEL 4

Identitas Data Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Pegawai Tetap 40 44,44

(46)

Dipekerjakan - -

Pengusaha/Perusahaan 45 50

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden di kantor Dinas Kehutanan Sumatera Utara sama besar adalah Pengusaha/perusahaan 45 orang (50 %), disusul pegawai tetap sebanyak 40 orang (44,44), dan kemudian pegawai diperbantukan sebanyak 5 orang (5,55).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sama besar responden yaitu para pengusaha dari PT dan perusahaan lainnya, kemudian pegawai tetap, dan disusul pegawai diperbantukan.

VARIABEL PENELITIAN

I. Penerapan Prosedur (Variabel X)

I. 1. Tanggapan Responden tentang proses dalam pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK)

TABEL 5

Distribusi Jawaban Responden tentang proses pemberian izin Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Mudah 72 80

(47)

Sulit 4 4,44

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 72 orang (80 %) responden berpendapat bahwa prosedur yang ditetapkan sudah mudah, kemudian sebanyak 14 orang (15,55 %) menyatakan Ragu-Ragu dan selanjutnya disusul sebanyak 4 orang (4,44), menyatakan sulit.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar menyatakan sudah mudah dalam pengurusan izin penebangan kayu di Dinas Kehutanan. Karena apabila berkas atau prosedur lengkap maka proses yang dijalankan juga mudah.

I. 2. Tanggapan Responden tentang Pelayanan yang diberikan pegawai Dinas Kehutanan

TABEL 6

Distribusi Jawaban Responden tentang Pelayanan yang diberikan pegawai Dinas Kehutanan

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Baik 71 78,88

Ragu-Ragu 18 20

(48)

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 71 orang (78,88 %) responden menyatakan Baik, selanjutnya sebanyak 18 orang (20 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan sisanya sebanyak 1 orang (1,11 %) menyatakan Buruk.

Dari tabel diatas dapat diuraikan bahwa pelayanan yang diberikan pegawai Dinas Kehutanan kepada pemohon izin sudah baik, dan memberikan pelayanan yang baik dalam memberikan prosedur izin penebangan kayu (IPK).

I. 3. Tanggapan Responden tentang Prosedur Izin Penebangan Kayu (IPK) TABEL 7

Distribusi Jawaban Responden tentang Prosedur Izin Penebangan Kayu (IPK) Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Mudah 76 84,44

Ragu-Ragu 12 13,33

Sulit 2 2,22

JUMLAH 90 100

(49)

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 76 orang (84,44 %) responden menyatakan mudah, kemudian sebanyak 12 orang (13,33 %) menyatakan Ragu-Ragu dan selanjutnya disusul sebanyak 2 orang (2,22), menyatakan sulit.

Dari tabel diatas dapat diuraikan bahwa sebahagian besar responden menyatakan prosedur izin penebangan kayu mudah karena prosedur izin penebangan kayu sudah dapat diakses baik dari media internet dan yang lain-lainnya.

I. 4. Tanggapan Responden tentang kendala dalam permohonan Izin Penebangan Kayu (IPK)

TABEL 8

Distribusi Jawaban Responden tentang kendala dalam permohonan Izin Penebangan Kayu (IPK)

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 71 78,88

Ragu-Ragu 14 15,55

Tidak Ada 5 5,5

JUMLAH 90 100

(50)

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 71 orang (78,88 %) responden menyatakan Ada, selanjutnya sebanyak 14 orang (15,55 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan sisanya sebanyak 5 orang (5,55 %) menyatakan Tidak Ada.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan ada kendala dalam permohonan izin karena ada banyak kesalahan dalam proposal yang di ajukan pemohon izin kepada pegawai Dinas Kehutanan.

I. 5. Tanggapan Responden tentang kendala survey di lapangan dalam proses Izin TABEL 9

Distribusi Jawaban Responden tentang kendala survey dilapangan dalam proses Izin Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 75 83,33

Ragu-Ragu 10 11,11

Tidak Ada 5 5,55

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(51)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan ada kendala dalam survey dilapangan karena ada ketidakcocokkan dalam proposal peta lokasi permohonan izin dengan kenyataan dilapangan sesuai dengan daerah yang dimohonkan.

I. 6. Tanggapan Responden tentang penyediaan sarana dan prasarana dalam survey dilapangan

TABEL 10

Distribusi Jawaban Responden tentang penyediaan sarana dan prasarana dalam survey dilapangan

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 72 80

Ragu-Ragu 13 14,44

Tidak Ada 5 5,55

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(52)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan ada sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemohon izin karena untuk mendukung pelaksanaan pengurusan izin kedaerah yang dimohonkan.

I. 7. Tanggapan Responden tentang waktu dalam penyelesaian Izin TABEL 11

Distribusi Jawaban Responden tentang waktu penyelesaian izin Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 73 81,11

Ragu-Ragu 11 12,22

Tidak Ada 6 6,66

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 73 orang (81,11 %) menyatakan Ada, kemudian responden sebanyak 11 orang (12,22 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan sebanyak 6 orang (6,66 %) responden menyatakan Tidak Ada.

(53)

I. 8. Tanggapan Responden tentang kesalahan dan ketidaksesuaian proposal pemohonan izin

TABEL 12

Distribusi Jawaban Responden tentang kesalahan dan ketidaksesuai proposal permohonan izin

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 74 82,22

Ragu-Ragu 15 16,66

Tidak Ada 1 1,11

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(54)

I. 9. Tanggapan Responden tentang sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam prosedur

TABEL 13

Distribusi Jawaban Responden tentang sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan dalam prosedur

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 65 72,22

Ragu-Ragu 18 80

Tidak Ada 7 7,77

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 65 orang (72,22 %) menyatakan Ada, kemudian responden sebanyak 18 orang (80 %) responden menyatakan Ragu-Ragu, dan selanjutnya 7 orang (7,77 %) responden menyatakan Tidak Ada.

(55)

I. 10. Tanggapan Responden tentang penjelasan dalam pemberian izin TABEL 14

Distribusi Jawaban Responden tentang penjelasan dalam pemberian izin Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 82 91,11

Ragu-Ragu 4 4,44

Tidak Ada 4 4,44

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 82 orang (91,11 %) menyatakan Ada, kemudian responden sebanyak 4 orang (4,44 %) responden menyatakan Ragu-Ragu, dan selanjutnya 4 orang (4,44 %) responden menyatakan Tidak Ada.

C. VARIABEL PENELITIAN

I. Pemberian Izin Penebangan Kayu (VARIABEL Y)

I.1. Tanggapan Responden tentang ada tidaknya pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pegawai Dinas Kehutanan

TABEL 15

(56)

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ya 69 76,66

Ragu-Ragu 18 20

Tidak 3 3,33

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 69 orang (76,66 %) menyatakan Ya, kemudian responden sebanyak 18 orang (20 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan kemudian sebanyak 3 orang (3,33 %) responden menyatakan Tidak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pegawai di Dinas Kehutanan ya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada.

I. 2. Tanggapan Responden tentang pengambilan keputusan dalam pemberian izin penebangan kayu ( IPK)

TABEL 16

Distribusi Jawaban Responden tentang pengambilan keputusan dalam pemberian Izin Penebangan Kayu ( IPK)

(57)

Baik 67 74,44

Ragu-Ragu 23 25,55

Buruk - -

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 67 orang (74,44 %) menyatakan Baik, dan kemudian responden sebanyak 23 orang (25,55 %) menyatakan Ragu-Ragu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan baik pengambilan keputusan dalam pemberian izin karena setiap pemberian izin, dinas Kehutanan selalu berdasarkan keterangan bukti-bukti dan kejelasan proposal permohonan izin tersebut.

I. 3. Tanggapan Responden tentang pengendalian dan pelaksanaan izin penebangan kayu (IPK)

TABEL 17

Distribusi Jawaban Responden tentang pengendalian dan pelaksanaan izin penebangan kayu (IPK)

(58)

Pemerintah Kabupaten 73 81,11

Pemerintah Provinsi SUMUT (DISHUT) 14 15,55

Pemerintah Pusat 3 3,33

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 73 orang (81,11 %) menyatakan Kabupaten/Daerah, kemudian responden sebanyak 14 orang (15,55%) menyatakan Provinsi, dan kemudian sebanyak 3 orang (3,33 %), responden menyatakan Pemerintah Pusat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pengendalian dan pelaksanaan izin penebangan kayu dilaksanakan oleh kabupaten/daerah, karena lahan yang dimohonkan harus persetujuan pejabat pemerintah daerah sebelum ke Provinsi.

I. 4. Tanggapan Responden tentang perlu tidaknya peraturan pendukung lain dalam meningkatkan pegawasan izin penebangan kayu

TABEL 18

Distribusi Jawaban Responden tentang perlu tidaknya peraturan pendukung lain dalam meningkatkan pegawasan izin penebangan kayu

(59)

Sudah Cukup 72 80

Ya, Perlu 14 15,55

Tidak Perlu 4 4,44

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 72 orang (80 %) menyatakan Sudah Cukup, kemudian responden sebanyak 14 orang (15,55 %) menyatakan Ya, Perlu dan selanjutnya sebanyak 4 orang (4,44 %) responden menyatakan Tidak Perlu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan Sudah Cukup dalam peraturan pendukung lain untuk meningkatkan pegawasan izin karena yang membuat peraturan adalah dari pemerintah pusat.

I. 5. Tanggapan Responden tentang pegawai Dinas Kehutanan mempunyai pengetahuan dan keterampilan

TABEL 19

Distribusi Jawaban Responden tentang pegawai Dinas Kehutanan mempunyai pengetahuan dan keterampilan

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ya 70 77,77

(60)

Tidak 6 6,66

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 70 orang (77,77%) menyatakan Ya, kemudian responden sebanyak 14 orang (15,55 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan kemudian sebanyak 6 orang (6,66 %) responden menyatakan Tidak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan seluruh pegawai di Dinas Kehutanan memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam memberikan penjelasan mengenai pemberian izin penebangan kayu.

I. 6. Tanggapan Responden tentang pengawasan pimpinan dalam pemberian izin TABEL 20

Distribusi Jawaban Responden tentang pengawasan pimpinan dalam pemberian izin Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 75 83,33

Ragu-Ragu 7 7,77

Tidak Ada 8 8,88

JUMLAH 90 100

(61)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 75 orang (83,33 %) menyatakan Ada, kemudian responden sebanyak 8 orang (8,88 %) menyatakan Tidak Ada dan selanjutnya 7 orang (7,77 %) responden menyatakan Ragu-Ragu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan ada pegawasan dari pemerintah daerah/kabupaten dalam mengawasi pekerjaan penebangan kayu di daerah yang dimohon.

I. 7. Tanggapan Responden tentang koordinasi pelaksanaan program Dinas Kehutanan dalam pengurusan izin

TABEL 21

Distribusi Jawaban Responden tentang koordinasi pelaksanaan program Dinas Kehutanan dalam pengurusan izin

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Sangat Baik 75 83,33

Ragu-Ragu 13 14,44

Kurang Baik 2 2,22

JUMLAH 90 100

(62)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian responden bahwa 75 orang (83,33 %) menyatakan Sangat Baik, kemudian responden sebanyak 13 orang (14,44 %) menyatakan Ragu-Ragu, dan sebanyak 2 orang (2,22 %) responden menyatakan Kurang Baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan ada koordinasi yang sangat baik antara pemerintah provinsi dan daerah dengan pemohon izin dalam menindak lanjuti dan proses pemberian izin penebangan kayu.

I. 8. Tanggapan Responden tentang keberadaan peralatan sebagai pendukung dalam pekerjaan

TABEL 22

Distribusi Jawaban Responden tentang keberadaan peralatan sebagai pendukung dalam pekerjaan

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Sangat Mendukung 75 83,33

Kurang Mendukung 13 14,44

Tidak Mendukung 2 2,22

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(63)

menyatakan Kurang Mendukung, dan selanjutnya sebanyak 2 orang (2,22 %) menyatakan Tidak Mendukung.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan keberadaan peralatan sangat mendukung dalam melaksanakan pekerjaan.

I. 9. Tanggapan Responden tentang kepada siapa biaya pengurusan izin penebangan kayu diberikan

TABEL 23

Distribusi Jawaban Responden tentang kepada siapa biaya pengurusan izin penebangan kayu diberikan

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Menteri Kehutanan 65 72,22

Dinas Kehutanan 18 20

Bupati 7 7,77

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(64)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan yang menjadi penanggung jawab atas biaya pengurusan izin adalah Menteri Kehutanan karena pembayaran kepada bank pemerintah atas nama Menteri Kehutanan sesuai dengan prosedur yang ada.

I. 10. Tanggapan Responden tentang biaya/tarif yang diberikan dalam pengurusan izin penebangan kayu

TABEL 24

Distribusi Jawaban Responden tentang biaya/tarif yang diberikan dalam pengurusan izin penebangan kayu

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Ada 74 82,22

Ragu-Ragu 15 16,66

Tidak Ada 1 1,11

JUMLAH 90 100

Sumber : Kuesioner 2009

(65)
(66)

BAB V ANALISA DATA A. Klasifikasi Data

Interpertasi data secara keseluruhan untuk masing-masing variabel penelitian dapat dilakukan setelah terlebih dahulu diklasifikasikan, yaitu berdasarkan nilai-nilai jawaban responden. Adapun kategori yang digunakan untuk pengklasifikasian tersebut adalah :

- Alternatif Jawaban Adiberi skor 3

- Alternatif Jawaban B diberi skor 2

- Alternatif Jawaban C diberi skor 1

Kemudian untuk menentukan kategori jawaban responden terhadap masing-masing alternatif apakah tergolong tinggi, sedang, rendah, terlebih dahulu ditentukan kelas intervalnya. Berdasarkan alternatif jawaban responden, maka dapat ditentukan interval kelasnya terlebih dahulu yaitu sebagai berikut :

Maka diperoleh :

Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing variabel, yaitu :

Gambar

TABEL 2
TABEL 3 Identitas Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja
TABEL 4
TABEL 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Aksi membangun traffic untuk mendapatkan kunjungan ke website, and portal yang mungkin akan digunakan dengan links atau barnners ke situs lain. - Aksi untuk

When the Secretariat in the light of information received is satisfied that any species included in Appendix I or II is being affected adversely by trade in specimens of that

Relevansi antara Trisakti dengan Nawacita sebagai sebuah program prioritas dapat dilihat dari kesamaan pengidentifikasian masalah yang berakar pada 3 faktor yakni politik,

Mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh Hellier et.al (2003) dalam penelitian ini minat beli ulang didefinisikan sebagai evaluasi konsumen tentang minat membeli kembali

KEBENARAN: Buat masa ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahawa vaksin COVID sekarang tidak akan memberi perlindungan terhadap varian virus COVID yang baru.. Adalah normal bagi

Kadar air cookies tertinggi adalah pada perlakuan P2 (9,41%) Hasil analisis statistik Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penggunaan

dokter juga berinisiatif menanyakan kepada pasien bila ia membantu si pasien untuk mendaptkan resep tertentu yang pada dasarnya tidak semua pasien bisa mendapatkan nya

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya bahwa skripsi saya yang berjudul, ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN METODE SIX SIGMA- DMAIC DALAM UPAYA MENGURANGI