• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Pemudah, Pendukung Dan Kebutuhan Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Oleh Pasangan Usia Subur Di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Pemudah, Pendukung Dan Kebutuhan Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Oleh Pasangan Usia Subur Di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PEMUDAH, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN

TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI OLEH PASANGAN

USIA SUBUR DI KEPENGHULUAN BUKIT DAMAR KECAMATAN

SIMPANG KANAN KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

MARIANA

NIM : 081000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH FAKTOR PEMUDAH, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN

TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI OLEH PASANGAN

USIA SUBUR DI KEPENGHULUAN BUKIT DAMAR KECAMATAN

SIMPANG KANAN KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MARIANA

NIM : 081000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH FAKTOR PEMUDAH, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN

TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI OLEH PASANGAN

USIA SUBUR DI KEPENGHULUAN BUKIT DAMAR KECAMATAN

SIMPANG KANAN KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MARIANA

NIM : 081000212

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripisi

Pada Tanggal 2 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes dr. Heldy BZ, M.P.H

NIP. 197308031999032001 NIP. 195206011982031003

Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dr. Fauzi, S.K.M

NIP. 196803201993082001 NIP. 140052649

Medan, Desember 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara,

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Jumlah penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu upaya

yang dilakukan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan angka

kelahiran adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 2009 jumlah

pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi di Kepenghuluan Bukit Damar

sebesar 36,71%, hal ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan pemerintah

sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 70% Tahun 2010.

Jenis penelitian ini menggunakan explanatory research yang bertujuan untuk

menjelaskan pengaruh faktor pemudah, pendukung dan kebutuhan terhadap

penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar

Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau Tahun 2010.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur yang memiliki anak lebih

dari 2 orang yaitu sebanyak 506 dari 621 pasangan usia subur. Sampel dalam

penelitian ini sebanyak 83 pasangan usia subur yang diambil secara simple random

sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan

menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan (p=0,001),

ketersediaan alat kontrasepsi (p=0,015) dan kebutuhan (p=0,029) memiliki pengaruh

terhadap penggunaan alat kontrasepsi, sedangkan variabel umur, tingkat pendidikan,

pekerjaan, pendapatan keluarga dan keterjangkauan biaya tidak memiliki pengaruh

terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada petugas Puskesmas Simpang

Kanan untuk meningkatkan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

sehingga pengetahuan pasangan usia subur terhadap alat kontrasepsi semakin baik,

selain itu perlunya peningkatan jumlah dan jenis kontrasepsi sehingga dapat

meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur.

(5)

ABSTRACT

Indonesian population increased from year to year. One of the effects to

control the rate of population growth and birth rate is through the implementation of

family planning programmed (KB). Based on simply Kanan Health Centre profile in

2009, the number of fertile-age couples who used contraception in Kepenghuluan

Bukit Damar were 36,71% that was still far from target according to Minimum

Service Standards (MSS) which is 70% in 2010.

The type of the research used explanatory approach that aimed to explain

the influence of predisposing, enabling and need factors used of contraception by

fertile-age couples in Kepenghuluan Bukit Damar Simpang Kanan Subdistrict Rokan

Hilir District Province Riau in 2010. The population were all the fertile-age couples

who had more than two children amounted to 506 from 621 fertile-age couples.

Samples were 83 fertile-age couples determined by simple random sampling. Data

were collected by using questionnaire and analyzed by using multiple logistic

regression tests.

The results of research showed that variables which had significant influence

used of contraception by fertile-age couples were knowledge (p=0,001), the

availability of contraception (p=0,015) and need (p=0,029). Variables which had no

significant influence were age, education, job, income and affordability.

It is suggested to the Simpang Kanan Health Centre offices to increase the

CIE (Communication, Information and Education) so that knowledge about

contraceptives of the fertile-age couples better, it is also suggested to increase the

number and types of contraceptives so as to increase the utilization of contraception

by the fertile-age couples.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Mariana

Tempat/Tanggal Lahir : Kampung Melati, 11 November 1985

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Simpang Polsus RT 04 Desa Bukit Damar

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1992-1998 : SDN 015930 Pulau Rakyat

2. Tahun 1998-2001 : MTsS At-Thohiriyah Gunung Selamat

3. Tahun 2001-2004 : MAS Al-Majidiyah Bagan Batu

4. Tahun 2004-2007 : D-III Akbid Indah Medan

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... 8

2.1. Program Keluarga Berencana (KB) ... ... 8

2.2. Program KB Mandiri... ... 10

2.3. Tujuan Program KB ... ... 12

2.4. Sasaran Program KB ... ... 13

2.5. Kontrasepsi ... ... 13

2.5.1. Fase Menunda Kehamilan ... ... 15

2.5.2. Fase Menjarangkan Kehamilan ... ... 16

2.5.3. Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan atau Kesuburan ... ... 16

2.5.4. Cara-Cara Kontrasepsi ... ... 17

2.5.5. Keuntungan dan Efek Samping Kontrasepsi ... ... 17

2.5.6. Evaluasi Cara Kontrasepsi ... ... 22

2.6. Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... ... 22

2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 26

2.7.1. Faktor Pemudah ... ... 26

2.7.2. Faktor Pendukung ... ... 29

2.7.3. Kebutuhan ... ... 31

2.8. Kerangka Konsep ... ... 31

2.9. Hipotesis Penelitian... ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... ... 35

3.3.1. Populasi ... ... 35

3.3.2. Sampel ... ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... ... 36

3.4.1. Data Primer ... ... 36

(8)

3.5. Uji Validitas dan Realibilitas Data ... ... 36

3.6. Definisi Operasional ... ... 38

3.7. Aspek Pengukuran ... ... 41

3.7.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... ... 41

3.7.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... ... 43

3.8. Teknik Analisa Data ... ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... ... 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ... 45

4.1.1. Letak Geografis ... ... 45

4.1.2. Demografi ... ... 45

4.1.3. Sumber Daya Kesehatan ... ... 47

4.2. Analisi Univariat ... ... 47

4.2.1. Gambaran Karakteristik Responden... ... 48

4.2.2. Gambaran Faktor Pemudah ... ... 49

4.2.2.1. Umur ... ... 49

4.2.2.2. Tingkat Pendidikan ... ... 51

4.2.2.3. Pekerjaan ... ... 52

4.2.2.4. Pengetahuan ... ... 52

4.2.3. Gambaran Faktor Pendukung ... ... 56

4.2.3.1. Pendapatan Keluarga ... ... 56

4.2.3.2. Ketersediaan Alat Kontrasepsi ... ... 57

4.2.3.3. Keterjangkauan Biaya ... ... 57

4.2.4. Kebutuhan ... ... 58

4.2.5. Gambaran Penggunaan Alat Kontrasepsi oleh Pasangan ... Usia Subur ... ... 58

4.3. Analisis Bivariat ... ... 59

4.4. Analisis Multivariat... ... 64

4.5. Hasil Wawancara ... ... 66

BAB V PEMBAHASAN ... ... 68

5.1. Pengaruh Faktor Pemudah terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 68

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 68

5.1..2. Pengaruh Umur terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 69

5.1.3. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 70

5.1.4. Pengaruh Pekerjaan terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 71

5.2. Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 72

5.2.1. Pengaruh Ketersediaan Alat Kontrasepsi terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 72

5.2.2. Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 74

5.2.3. Pengaruh Keterjangkauan Biaya terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi ... ... 75

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 78 5.1. Kesimpulan ... ... 78 5.2. Saran ... ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

- Kuesioner (Instrumen Penelitian) - Hasil Output SPSS

- Surat izin penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat - Surat izin dari Puskesmas Simpang Kanan

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Peserta KB Berdasarkan Kepenghuluan di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Kanan Tahun 2009 ... 4

Tabel 3.1 Aspek Hasil Uji Validitas dan Realibilitas... 37

Tabel 3.2 Aspek Skala Pengukuran Variabel Independen... 41

Tabel 3.3 Aspek Skala Pengukuran Variabel Dependen ... 43

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Jenis Kelamin ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Agama yang Dianut... 46

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Pendidikan. ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Pekerjaan ... 47

Tabel 4.5 Distribusi Jenis Tenaga Kesehatan di Kepenghuluan Bukit Damar ... 47

Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 48

Tabel 4.7 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak Yang Dimiliki ... 48

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 50

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 51

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 51

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 51

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Jawaban Responden tentang Kontrasepsi ... 54

Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 56

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga ... 57

Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Alat Kontrasepsi ... 57

Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan Biaya ... 57

(11)

Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat

Kontrasepsi ... 58

Tabel 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Menggunakan Alat Kontrasepsi 59

Tabel 4.21 Hubungan Umur dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 59

Tabel 4.22 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penggunaan

Alat Kontrasepsi ... 60

Tabel 4.23 Hubungan Pekerjaan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 60

Tabel 4.24 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 61

Tabel 4.25 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Penggunaan

Alat Kontrasepsi ... 62

Tabel 4.26 Hubungan Ketersediaan Alat Kontrasepsi dengan

Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 62

Tabel 4.27 Hubungan Keterjangkauan Biaya dengan Penggunaan

Alat Kontrasepsi ... 63

Tabel 4.28 Hubungan Kebutuhan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 63

Tabel 4.29 Hasil Uji Bivariat antara Variabel Bebas dengan Variabel

Terikat ... 64

Tabel 4.30 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Pengetahuan, Pendapatan Keluarga, Ketersediaan Alat Kontrasepsi Dan

Kebutuhan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi ... 64

Tabel 4.31 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Pengetahuan, Ketersediaan Alat Kontrasepsi Dan Kebutuhan dengan Penggunaan

(12)

ABSTRAK

Jumlah penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu upaya

yang dilakukan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan angka

kelahiran adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 2009 jumlah

pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi di Kepenghuluan Bukit Damar

sebesar 36,71%, hal ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan pemerintah

sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 70% Tahun 2010.

Jenis penelitian ini menggunakan explanatory research yang bertujuan untuk

menjelaskan pengaruh faktor pemudah, pendukung dan kebutuhan terhadap

penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar

Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau Tahun 2010.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur yang memiliki anak lebih

dari 2 orang yaitu sebanyak 506 dari 621 pasangan usia subur. Sampel dalam

penelitian ini sebanyak 83 pasangan usia subur yang diambil secara simple random

sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan

menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan (p=0,001),

ketersediaan alat kontrasepsi (p=0,015) dan kebutuhan (p=0,029) memiliki pengaruh

terhadap penggunaan alat kontrasepsi, sedangkan variabel umur, tingkat pendidikan,

pekerjaan, pendapatan keluarga dan keterjangkauan biaya tidak memiliki pengaruh

terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada petugas Puskesmas Simpang

Kanan untuk meningkatkan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

sehingga pengetahuan pasangan usia subur terhadap alat kontrasepsi semakin baik,

selain itu perlunya peningkatan jumlah dan jenis kontrasepsi sehingga dapat

meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur.

(13)

ABSTRACT

Indonesian population increased from year to year. One of the effects to

control the rate of population growth and birth rate is through the implementation of

family planning programmed (KB). Based on simply Kanan Health Centre profile in

2009, the number of fertile-age couples who used contraception in Kepenghuluan

Bukit Damar were 36,71% that was still far from target according to Minimum

Service Standards (MSS) which is 70% in 2010.

The type of the research used explanatory approach that aimed to explain

the influence of predisposing, enabling and need factors used of contraception by

fertile-age couples in Kepenghuluan Bukit Damar Simpang Kanan Subdistrict Rokan

Hilir District Province Riau in 2010. The population were all the fertile-age couples

who had more than two children amounted to 506 from 621 fertile-age couples.

Samples were 83 fertile-age couples determined by simple random sampling. Data

were collected by using questionnaire and analyzed by using multiple logistic

regression tests.

The results of research showed that variables which had significant influence

used of contraception by fertile-age couples were knowledge (p=0,001), the

availability of contraception (p=0,015) and need (p=0,029). Variables which had no

significant influence were age, education, job, income and affordability.

It is suggested to the Simpang Kanan Health Centre offices to increase the

CIE (Communication, Information and Education) so that knowledge about

contraceptives of the fertile-age couples better, it is also suggested to increase the

number and types of contraceptives so as to increase the utilization of contraception

by the fertile-age couples.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral

dalam pembangunan berkelanjutan, karena di samping sebagai pelaksana pembangunan, penduduk

juga merupakan sasaran akhir dari perencanaan pembangunan seperti kesejahteraan penduduk,

kesehatan penduduk, keamanan penduduk, kualitas sumber daya manusia dan sebagainya. Jumlah

penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat

tercapainya pembangunan yang ideal .

Jumlah penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada pertengahan Tahun 2008

Indonesia menempati urutan pertama se ASEAN (Association of South East Asia Nations) dan

menempati urutan kedua di kawasan SEARO (South East Asia Region Office) setelah India dengan

laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,4%. Data Biro Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk

Indonesia Tahun 2005 tercatat 220 juta, Tahun 2007 tercatat 225.642.124 jiwa, dan Tahun 2008

tercatat 228.523.342 jiwa (Depkes RI, 2009). Berdasarkan Data Sensus Penduduk Indonesia 2010

jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar

1,49%.

Menurut Arjoso (2006), penambahan jumlah penduduk yang besar mempunyai implikasi yang

sangat luas terhadap program pembangunan. Penduduk yang besar dengan kualitas sumber daya

manusia yang relatif kurang memadai sangat berpotensi memberikan beban dalam pembangunan, yang

tercermin melalui beratnya beban pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan berbagai pelayanan

publik seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, dan lingkungan hidup.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan

Pembangunan Keluarga, demi terwujudnyapembangunan dan pertumbuhan penduduk yang seimbang

dan berkualitas, dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian,

pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya,

(15)

kehamilan. Tujuan tersebut diharap dapat menciptakan penduduk menjadi sumber daya manusia yang

tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan

dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.

Salah satu usaha yang dilakukan dalam mengendalikan angka kelahiran melalui pelaksanaan

program Keluarga Berencana (KB). Program KB merupakan upaya pelayanan kesehatan

preventif yang paling dasar dan utama. Adapun tujuan program KB yang ingin dicapai adalah

pertama, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan kependudukan guna

mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan. Kedua,

mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera

(Mardiyah, 2010).

Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

yang menyatakan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan

urusan pemerintahan di daerahnya. Hal ini semakin dipertegas dengan dikeluarkannya PP

Nomor 38 Tahun 2007 pasal 7 ayat 2 yang mengatur urusan wajib untuk Pemerintahan

Kabupaten/Kota, termasuk di dalamnya urusan wajib dalam bidang KB, yang berarti bahwa program

KB menjadi kewajiban bagi pemerintah kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan dengan PP Nomor 41

tahun 2007 tentang kelembagaan, termasuk untuk program KB yang merupakan merger dengan

program pemberdayaan perempuan berupa badan atau kantor, di mana pemerintah kabupaten/kota

harus melaksanakan pembangunan Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) sesuai

dengan porsinya.

Sebagai

salah satu konsekuensi dari peraturan tersebut adalah BKKBN (Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Pusat harus menyerahkan seluruh sumber daya manusia,

anggaran, perangkat keras, wewenang dan tanggug jawab pegelolaan bidang KB kepada pemerintah

kabupaten/kota, dengan harapan kegiatan KB tetap berlangsung bahkan lebih ditingkatkan lagi, tetapi

(16)

tercapainya target pemerintah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 70% pada

Tahun 2010 (Bunyamin, 2009).

Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2008, hanya 56,62% PUS

(pasangan usia subur) di Indonesia yang menggunakan kontrasepsi, tidak banyak mengalami

perkembangan sejak Tahun 2004 bahkan menurun dibanding awal Tahun 2007 di mana PUS yang

menggunakan kontrasepsi sebesar 66% (Depkes RI, 2009). Di Provinsi Riau jumlah PUS yang

menggunakan kontrasepsi tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir (71,77%) dan terendah

terdapat di Kota Dumai (46,47%), sedangkan untuk Kabupaten Rokan Hilir jumlah PUS menggunakan

kontrasepsi sebesar 61,74% (Anonim, 2009) .

Puskesmas Simpang Kanan merupakan salah satu dari 10 puskesmas yang terdapat di

Kabupaten Rokan Hilir memiliki wilayah kerja yang terdiri dari 6 (enam) kepenghuluan yaitu

Kepenghuluan Simpang Kanan, Kepenghuluan Bagan Nibung, Kepenghuluan Bukit Damar,

Kepenghuluan Kota Parit, Kepenghuluan Bukit Mas dan Kepenghuluan Bukit Selamat, dengan jumlah

penduduk pada Tahun 2009 sebanyak 23.087 jiwa. Jumlah PUS menggunakan kontrasepsi di wilayah

kerja Puskesmas Simpang Kanan sebanyak 2.049 (51,11%) dari 4009 PUS. Jumlah peserta KB per

kepenghuluan/kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Peserta KB Berdasarkan Kepenghuluan di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Kanan Tahun 2009

No Kepenghuluan/Kelurahan Jumlah PUS Peserta Persentase (%)

1 Simpang Kanan 1323 550 41,57

2 Bagan Nibung 645 465 72,09

3 Bukit Damar 621 228 36,71

4 Kota Parit 625 435 69,60

5 Bukit Mas 230 150 65,22

6 Bukit Selamat 565 221 39,11

Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Simpang Kanan 2009

Data di atas menunjukkan jumlah PUS menggunakan alat kontrasepsi terendah terdapat di

Kepenghuluan Bukit Damar sebanyak 228 (36,71%) terdiri dari AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim) 2,63%, implant 0,44%, suntik 46,05%, pil 39,01% dan kondom 6,58%.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti, rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di

(17)

rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap KB, pendidikan masyarakat yang masih rendah, masih

kurang terpenuhinya alat kontrasepsi sesuai dengan keinginan masyarakat dan lain-lain.

Menurut Sihar (2001) yang mengutip pendapat Sudarti, pemanfaatan pelayanan KB oleh PUS

dipengaruhi oleh usia perkawinan, adat istiadat, perceraian, nilai anak, biaya ber-KB, pengetahuan

tentang metode KB, cara penggunaan alat kontrasepsi, agama/kepercayaan, dan pendidikan. Menurut

Pinem (2009) yang mengutip pendapat Mahmod bahwa PUS tidak ingin anak lagi tetapi tidak

menggunakan alat kontrasepsi (unmet need) berkaitan dengan masalah keuangan, aspek kejiwaan,

medis, waktu dan biaya pelayanan, risiko kesehatan dan sosial budaya.

Menurut Notoatmodjo (2010) yang mengutip pendapat Anderson, pemanfaatan pelayanan

kesehatan dipengaruhi: (1) faktor pemudah yakni tiap individu mempunyai kecenderungan untuk

menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini meliputi ciri demografi (jenis

kelamin dan usia pertama kali menikah), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan,

pengetahuan, pengalaman sebelumnya dan sebagainya) dan manfaat pelayanan kesehatan, (2) faktor

pendukung terdiri dari sumber keluarga (pendapatan keluarga, keikutsertaan asuransi, pihak yang

membiayai pelayanan kesehatan dan sebagainya) dan sumber daya masyarakat (penyedia pelayanan

kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat), (3) kebutuhan, di mana kebutuhan merupakan

dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh

faktor pemudah, pendukung dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia

subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi

Riau tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh faktor pemudah (umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat

kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh

pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh faktor pemudah

(umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga,

ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat

kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan

Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan bagi Puskesmas

Simpang Kanan dalam meningkatkan cakupan/jangkauan akseptor KB di Kepenghuluan

Bukit Damar.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan PUS tentang kontrasepsi

sehingga PUS bersedia menjadi akseptor KB.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain guna

pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang Administrasi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Keluarga Berencana (KB)

KB menurut WHO (World Health Organization) dalam Suratun dkk (2008) adalah tindakan

yang membantu pasangan suami isteri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,

mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol

waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri serta menentukan jumlah anak dalam

keluarga. Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan

Pembangunan Keluarga, KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,

mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat,

maju, mandiri, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 visi

dan misi BKKBN berubah menjadi “Penduduk Seimbang 2015” dan “Mewujudkan Pembangunan

yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” yang

merupakan hasil revitalisasi visi misi sebelumnya yakni “Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan

“Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan visi misi

baru tersebut: Pertama, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan

kependudukan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan

kependudukan. Kedua, mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil

bahagia sejahtera (Mardiyah, 2010).

Program KB Nasional merupakan komponen pembangunan nasional dengan mewujudkan

keluarga kecil bahagia sejahtera telah berhasil mencegah kelahiran minimal 100 juta pada Tahun

2008. Program ini meliputi pengendalian kelahiran dan pembinaan kesehatan reproduksi serta

pembangunan keluarga sebagai “beyond family planning”, dengan arah kebijakan Program KB

(20)

1. Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin,

berpendidikan rendah, PUS muda dengan paritas tinggi, daerah kepenghuluan, tertinggal,

terpencil, perbatasan dan daerah dengan unmet need tinggi.

2. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat kontrasepsi MKJP (Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang).

3. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi bagi keluarga dan

individu untuk meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak dalam mewujudkan

keluarga sehat dengan jumlah anak ideal serta pencegahan berbagai penyakit seksual dan alat

reproduksi.

4. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam

rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga dan pendewasaan usia perkawinan.

5. Peningkatan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak,

pembinaan kesehatan ibu, bayi dan anak serta pembinaan kualitas hidup keluarga secara

terpadu.

6. Pemberdayaan ketahanan keluarga akseptor KB untuk mewujudkan kemandiriannya dalam

memenuhi kebutuhan keluarganya.

7. Mengoptimalkan upaya-upaya advokasi, promosi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan

Edukasi) Program KB Nasional.

8. Pembinaan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di lini lapangan dan kualitas

manajemen pengelolaan Program KB Nasional

9. Peningkatan kualitas pengelolaan data dan informasi program KB Nasional (BKKBN, 2009)

2.2. Program KB Mandiri

Secara kronologis konsep Program KB mandiri secara nasional berawal dari anjuran Presiden

Soeharto (Januari 1987) bahwa hendaknya program KB diikuti oleh masyarakat atas kesadarannya

dan kebutuhannya sendiri. Ada atau tidak ada penerangan dan pelayanan KB dari pemerintah maka

hendaknya masyarakat tetap melaksanakan KB demi kesehatan, kebahagiaan serta kesejahteraan

(21)

Berangkat dari anjuran Presiden tersebut maka selanjutnya program KB dapat diformulasikan

secara konseptual dan dideskripsikan secara operasional. Adapun konsep dasar program KB mandiri

terletak pada sikap dan perilaku kemandirian masyarakat. Hal ini dapat dimanifestasikan pada lepasnya

ketergantungan peserta KB dari pihak lain, dalam arti mental maupun ekonomis material. Mandiri

secara mental artinya keikutsertaan masyarakat dalam ber-KB berasal dari inisiatifnya sendiri,

sedangkan mandiri secara ekonomis material artinya peserta KB mau memenuhi kebutuhannya sendiri

dalam memperoleh pelayanan KB.

Secara ordinal ada tiga macam tingkat peserta KB mandiri yaitu: pramandiri, mandiri parsial,

dan mandiri atau mandiri penuh.

a. Pramandiri yaitu seseorang yang keikutsertaanya dalam ber-KB masih tergantung pada

anjuran orang/pihak lain dan sepenuhnya masih mengantungkan subsidi dari orang/pihak

lain dalam mendapatkan pelayanan KB.

b. Mandiri parsial yaitu seseorang yang keikutsertaannya dalam ber-KB berada diantara

pramandiri dan mandiri atau mandiri penuh.

c. Mandiri atau mandiri penuh yaitu seseorang yang keikutsertaannya dalam ber-KB

didasarkan atas inisiatif sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan

pelayanan KB.

Gerakan KB mandiri pada dasarnya menganjurkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas

ber-KBnya dari mandiri parsial ke mandiri atau dari pramandiri menjadi mandiri. Di samping itu

gerakan ini juga menjaga para peserta KB mandiri untuk dapat mempertahankan kemandiriannya

tersebut (Supriyoko, 1990).

2.3. Tujuan Program KB

Program KB merupakan salah satu cara yang tepat dan digunakan untuk meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan keluarga khususnya wanita. Program KB memiliki beberapa tujuan yaitu:

a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju

pertumbuhan penduduk dan dalam hal ini tentunya akan diikuti dengan penurunan angka

(22)

b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama

dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan

kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu

tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya

keluarga bahagia.

d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan

menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan

pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya keluarga berkualitas, keluarga yang berkualitas

artinya suatu keluarga harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan

dan produktif dari segi ekonomis (Suratun dkk, 2008).

2.4. Sasaran Program KB

Sasaran program KB terdiri dari dua yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.

Sasaran langsung program KB adalah pasangan usia subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya

berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan

seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan.

Sasaran tidak langsung program KB yaitu; (1) kelompok remaja usia 15-19 tahun, kelompok

remaja memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi

merupakan kelompok yang berisiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya

alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk

mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi. (2) organisasi-organisasi,

lembaga masyarakat dan instansi pemerintah maupun swasta serta tokoh-tokoh masyarakat dan

pemuka agama yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam meningkatkan keluarga berkualitas

(Suratun dkk,2008).

(23)

2.5. Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya suatu kehamilan. Upaya ini dapat

bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen dengan memakai cara, alat atau obat-obatan.

Kontrasepsi harus memenuhi syarat-sayarat seperti berikut:

a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.

b. Efek samping yang merugikan tidak ada.

c. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan.

d. Tidak mengganggu hubungan sanggama

e. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya.

f. Cara penggunaannya sederhana.

g. Harganya murah sehingga dapat dijangkau masyarakat luas.

h. Dapat diterima oleh pasangan suami isteri (Achsin, 2003).

Secara medis persyaratan penggunaan metode kontrasepsi dikelompokkan dalam 4 kategori

yaitu:

1. Kondisi di mana tidak ada pembatasan apa pun dalam penggunaan metode kontrasepsi

2. Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan risiko yang

diperkirakan akan terjadi

3. Risiko yang diperkirakan lebih besar daripada manfaat penggunaan kontrasepsi

4. Risiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut digunakan.

Kontrasepsi diperlukan untuk beberapa kondisi medis yang akan meningkatkan risiko jika

terjadi kehamilan, yaitu:

a. Hipertensi (tekanan darah > 160/100/mmHg)

b. Diabetes; insulin dependen; dengan nefropati/neuropati/retinopati/ atau penyakit vaskular

lain atau > 20 tahun telah menderita diabetes

c. Penyakit jantung iskemik

d. Stroke

(24)

f. Karsinoma endometrium atau ovarium

g. Infeksi Menular Seksual

h. HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

i. Sirosis hati

j. Hepatoma

k. Penyakit trofoblas ganas

Tuberkulosis, dengan catatan pada keadaan-keadaan ini perlu dipilihkan metode kontrasepsi

yang lebih efektif (BKKBN, 2003).

Metode kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan usia subur secara rasional berdasarkan

fase-fase kebutuhan sebagai berikut:

a. Fase menunda kehamilan/kesuburan,

b. Fase menjarangkan kehamilan,

c. Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan

2.5.1. Fase Menunda Kehamilan

UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memungkinkan wanita Indonesia menikah

pada usia 16 tahun, yang secara fisik dan emosional mereka belum menunjukkan tanda kematangan.

Kehamilan dan persalinan pada usia belasan tahun terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas

perinatal sehingga diusahakan agar pasangan muda ini menunda kehamilannya sekurang-kurangnya

sampai usia 20 tahun. Tahap ini disebut sebagai fase menunda kehamilan, sehingga cara yang cocok

antara lain adalah cara sederhana. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan

karena risiko terkena infeksi panggul adalah besar sehingga dikhawatirkan menjadi infertil

(Siswosudarmo dkk, 2001).

2.5.2. Fase Menjarangkan Kehamilan

Pada usia isteri antara 20-35 tahun merupakan periode usia yang paling baik untuk hamil dan

melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran 2-4 tahun yang dikenal sebagai

(25)

a. Usia antara 20-35 tahun merupakan usia yang terbaik untuk hamil dan melahirkan.

b. Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk memakai cara yang efektif, baik

hormonal maupun AKDR.

c. Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun di sini tidak/kurang

berbahaya karena yang bersangkutan berada pada usia hamil dan melahirkan (Pinem,

2009).

2.5.3. Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan atau Kesuburan

Usia isteri di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah memiliki anak lebih dari

2 karena risiko untuk hamil dan melahirkan tinggi baik terhadap anak maupun ibu. Pilihan kontrasepsi

yang dianjurkan adalah kontrasepsi mantap. Kontrasepsi pil kurang dianjurkan karena kegagalan

pemakaian tinggi dan mempunyai risiko kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi

(Pinem, 2009).

2.5.4. Cara-Cara Kontrasepsi

Ada beberapa metode kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan atau penjarangan kehamilan

dan menghentikan kehamilan atau kesuburan. Tidak seorang pun boleh memaksa seseorang untuk

mengikuti program KB. Meskipun demikian, bila akseptor telah mengerti risiko-risiko yang

mengancam kesehatan atau bahkan keselamatan akseptor sendiri sehubungan dengan kehamilan dan

persalinan, selayaknya akseptor mengikuti program KB atas kesadaran sendiri (BKKBN, 2003).

Cara-cara kontrasepsi dapat dibagi menjadi beberapa metode, yaitu:

1. Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari kondom, coitus interuptus, KB alami (metode

kalender, suhu basal dan lendir servik), diafragma dan kontrasepsi kimiawi atau spermasida.

2. Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam penggunaannya mempunyai efektifitas

atau tingkat kelangsungan pemakaian tinggi serta angka kegagalan rendah bila dibanding

metode kontrasepsi sederhana. Metode kontrasepsi efektif terdiri dari kontrasepsi pil, suntik,

implan dan alat kontrasepsi dalam rahim (Arum dan Sujiyatini, 2008).

(26)

Sampai saat ini belum ada cara kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Selain memberikan

keuntungan, kontrasepsi juga menimbulkan beberapa efek samping yang berhubungan dengan jenis

kontrasepsi itu berupa ketidaknyamanan dan ketidakamanan. Menurut BKKBN (2003) beberapa

keuntungan dan efek samping kontrasepsi sebagai berikut:

1. MAL efektifitas tinggi, tidak mengganggu sanggama, tidak ada efek samping secara sistemik,

tidak memerlukan pegawasan medis, tidak perlu obat/alat atau tanpa biaya.

2. Metode KB alamiah dapat digabung dengan metode kontrasepsi lain dan aman serta murah

(tanpa biaya). Efek samping langsung tidak ada, tetapi bila terjadi kegagalan/kehamilan, data

menunjukkan timbulnya kelainan-kelainan pada janin sehubungan dengan terjadinya

fertilisasi oleh spermatozoa dan ovum yang berumur tua/terlalu matang.

3. Metode senggama terputus, efektif bila digunakan dengan benar, tidak mengganggu produksi

ASI, dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lain, tidak ada efek samping, tidak

memerlukan alat, dan murah.

4. Kondom murah, mudah didapat (tidak memerlukan resep dokter), tidak memerlukan

pengawasan, dan mengurangi kemungkinan penularan penyakit menular seksual. Efek

samping pada sejumlah kecil kasus terdapat reaksi alergik terhadap kondom karet dan

mengurangi kenikmatan berhubungan seksual.

5. Diafragma efektif bila digunakan dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, tidak

mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya, tidak

mengganggu kesehatan pemakai, dan tidak mempunyai pengaruh sistemik. Efek samping

yang ditimbulkan di antaranya infeksi saluran uretra, rasa nyeri pada tekanan terhadap

kandung kemih/rektum dan timbul cairan vagina berbau jika dibiarkan lebih dari 24 jam.

6. Kap serviks efektif meskipun tanpa spermasida, tidak terasa oleh suami pada saat sanggama,

dapat dipakai oleh perempuan sekalipun ada kelainan anatomis/fungsional dari vagina, jarang

terlepas selama sanggama. Efek samping di antaranya timbulnya cairan yang sangat berbau

(27)

syok sindrom, infeksi traktus urinarius yang berulang-ulang, bertambahnya abnormalitas

serviks sehubungan dengan HPV (Human Papilloma Virus).

7. Spons, efek samping yang ditimbulkan iritasi atau reaksi alergi yang umumnya disebabkan

oleh spermisidnya, kemungkinan infeksi vagina oleh jamur bertambah besar dan

kemungkinan timbulnya toksik syok sindrom (10 per 100.000 akseptor per tahun).

8. Spermisida efektif seketika (busa dan krim), tidak mengganggu produksi ASI, dapat

digunakan sebagai pendukung metode lain, tidak mengganggu kesehatan pemakai, tidak

mempunyai pengaruh sistemik, mudah digunakan, meningkatkan lubrikasi selama hubungan

sanggama dan tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus. Efek samping

penggunaan di antaranya iritasi vagina, iritasi penis dan tidak nyaman, serta gangguan rasa

panas di vagina.

9. Pil kombinasi memiliki efektifitas tinggi (hampir menyerupai efektifitas tubektomi), bila

digunakan setiap hari, risiko terhadap kesehatan sangat kecil, tidak mengganggu hubungan

sanggama, siklus haid menjadi teratur, banyak darah haid berkurang (mencegah anemia),

tidak terjadi nyeri haid, dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin

menggunakan untuk mencegah kehamilan, dapat digunakan sejak usia remaja hingga

menoupause, mudah dihentikan setiap saat, kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil

dihentikan, dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat dan membantu mencegah kehamilan

etopik, kanker ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul,

kelainan jinak pada payudara, disminore atau akne. Efek samping pemakaian kontrasepsi ini

di antaranya amenorea, mual, pusing atau muntah (akibat reaksi anafilaktik) dan perdarahan

pervaginam/spotting.

10. Minipil sangat efektif bila digunakan secara benar, tidak mengganggu hubungan sanggama,

tidak memengaruhi ASI, kesuburan cepat kembali, nyaman dan mudah digunakan, sedikit

efek samping, dapat dihentikan setiap saat, tidak mengandung esterogen, mengurangi nyeri

(28)

diberikan pada penderita endometriosis. Efek samping di antaranya amenorea dan perdarahan

tidak teratur/spotting.

11. Suntik sangat efektif, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak memengaruhi hubungan

sanggama, tidak mengandung esterogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit

jantung, dan gangguan pembekuan darah, tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, sedikit efek

samping, akseptor tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia

> 35 tahun sampai perimenopause, mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik,

menurunkan kejadian penyakit jinak payudara, menurunkan krisis anemia bulan sabit. Efek

samping di antaranya amenorea, perdarahan/perdarahan bercak (spotting) dan

meningkatkan/menurunkan berat badan.

12. Implant daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), pengembalian

tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam,

bebas dari pengaruh esterogen, tidak mengganggun hubungan sanggama, tidak mengganggi

ASI, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Efek samping di antaranya amenorea,

perdarahan bercak (spotting) ringan, eksplusi, infeksi pada daerah insersi dan berat badan

naik/turun.

13. AKDR efektif dengan proteksi jangka panjang, dapat efektif segera setelah pemasangan, tidak

memengaruhi hubungan sanggama, tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat

dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), tidak

ada interaksi dengan obat-obatan dan membantu mencegah kehamilan ektopik. Efek samping

di antaranya amenorea, kejang, perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur, benang yang

hilang dan adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP (Penyakit Radang

Panggul).

14. Kontrasepsi mantap sangat efektif, permanen, tidak memengaruhi proses menyusui, tidak

bergantung pada faktor sanggama, baik bagi akseptor apabila kehamilan akan menjadi risiko

(29)

ada efek samping dalam jangka panjang dan tidak perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada

efek samping pada produksi hormon ovarium).

2.5.6. Evaluasi Cara Kontrasepsi

Bermacam-macam metode kontrasepsi setelah pemakaiannya harus dievaluasi. Kriteria yang

dilaksanakan untuk evaluasi adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas klinis adalah keunggulan cara kontrasepsi tertentu dalam mencegah terjadinya

kehamilan, apabila cara tersebut digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

2. Efektifitas kontrasepsi adalah keunggulan cara kontrasepsi tertentu dalam mencegah

kehamilan dalam kenyataan penggunaan sehari-hari, meliputi segala sesuatu yang

memengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian dan lain-lain.

3. Akseptabilitas adalah angka (dalam persentase) suami isteri yang menggunakan suatu cara

atau kontrasepsi secara terus menerus.

4. Angka kelangsungan adalah angka yang menunjukkan banyaknya akseptor yang masih

menggunakan cara atau alat kontrasepsi.

5. Angka drop-out adalah jumlah akseptor yang keluar dari cara atau alat kontrasepsi.

6. Angka tukar cara (rates of change) adalah jumlah akseptor yang menukar cara kontrasepsi

dengan cara lain (Mochtar, 1998).

2.6. Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2010) yang mengutip pendapat

Anderson dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor pemudah

Faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini

(30)

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, pengetahuan, pengalaman

sebelumnya, dan sebagainya.

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong

proses penyembuhan penyakitnya.

2. Faktor pendukung

Faktor ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai pemudah untuk menggunakan

pelayanan kesehatan, seseorang tidak akan bertindak untuk menggunakan pelayanan kesehatan,

kecuali bila ia mampu menggunakannya. Dengan kata lain penggunaan pelayanan kesehatan

tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Faktor ini terdiri dari sumber daya

keluarga, seperti pendapatan keluarga, cakupan asuransi, pihak yang membiayai pelayanan

kesehatan. Sumber daya masyarakat, seperti penyedia pelayanan kesehatan dan ketersediaan

pelayanan kesehatan misal alat kontrasepsi.

3. Kebutuhan

Faktor pemudah dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di

dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan

merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan

dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau preceived (subject assessment) dan evaluated (clinical

diagnosis).

Menurut Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut:

1. Faktor sosiokultural

a. Norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada pada masyarakat akan memengaruhi seseorang

(31)

b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan

Kemajuan di bidang teknologi dapat mengurangi atau menurunkan angka kesakitan

sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Faktor organisasi

a. Ketersediaan sumber daya

Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sangat

memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. Suatu sumber daya tersedia apabila

sumber daya itu ada atau bisa didapat tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudah

penggunaannya. Suatu pelayanan kesehatan hanya dapat digunakan apabila jasa tersebut

tersedia.

b. Keterjangkauan lokasi

Berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan

jarak tempuh, waktu tempuh, dan biaya perjalanan. Peningkatan akses yang dipengaruhi

oleh berkurangnya jarak, waktu, ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan

peningkatan pemakaian pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan penyakit

ringan.

c. Keterjangkauan sosial

Keterjangkauan sosial terdiri dari dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat

diterima mengarah pada faktor psikologis, sosial, dan budaya, sedangkan terjangkau

mengarah pada faktor ekonomi.

d. Karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan.

Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktik tunggal, praktik swasta atau

lainnya membawa pola pemanfaatan yang berbeda-beda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan

penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan terdiri atas kebutuhan yang

(32)

Perceived need dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografi, yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, bangsa, status

perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi.

b. Faktor sosiopsikologis, yang terdiri dari persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap

perawatan medis atau dokter.

c. Faktor epidemiologis, yang terdiri dari mortalitas, morbiditas, dan faktor risiko.

4. Faktor yang berhubungan dengan tenaga/petugas kesehatan

a. Faktor ekonomi

Konsumen tidak sepenuhnya memiliki preferensi yang cukup terhadap pelayanan yang

akan diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ke tangan provider

b. Karakteristik dari petugas kesehatan (provider)

Yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan

kesehatan tersebut.

2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi 2.7.1. Faktor Pemudah

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah adalah faktor yang dapat mempermudah

terjadinya perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini digunakan untuk

menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini terdiri dari :

1. Umur

Umur adalah jumlah tahun kehidupan yang dijalani seseorang yang dihitung berdasarkan hari

ulang tahun terakhir (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007). Menurut UNICEF (United

International Children Emergency Found) dalam Rokhana (2005), umur atau usia dibagi menjadi

umur < 20 tahun merupakan umur yang kurang baik untuk bereproduksi, karena secara fisik dan

emosional belum menunjukkan kematangan. Umur 20-35 tahun merupakan umur reproduksi yang

baik, sebaliknya umur > 35 tahun akan lebih sering menghadapi komplikasi selama kehamilan dan

(33)

2. Tingkat Pendidikan

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan

yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Sehingga tingkat pendidikan dapat diartikan sebagai jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah

ditempuh oleh seseorang.

3. Pekerjaan

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa

bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja

karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang

dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan

sebelumnya.

Pekerjaan adalah sumber penghasilan, selain itu pekerjaan dapat menumbuhkan harga diri.

Seorang yang tidak bekerja lambat laun akan kehilangan harga dirinya sebagai seorang yang belum

mampu berbuat sesuatu. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan dan sumber penghasilan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam susunan masyarakat selalu ada pembagian

kerja yaitu; petani, karyawan perusahaan/industri, pegawai negeri, guru, dosen, manajer dan lain-lain

(Anoraga, 2006).

4. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan

(34)

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan terbagi atas 6 (enam) tingkat, sebagai berikut:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk

ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik

dari bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi riil (sebenarnya)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2010).

2.7.2. Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang mendorong atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau

(35)

pelayanan kesehatan, seseorang tidak akan bertindak untuk menggunakan pelayanan kesehatan,

kecuali bila ia mampu menggunakannya. Dengan kata lain penggunaan pelayanan kesehatan

tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar (Notoatmodjo, 2003). Faktor ini terdiri dari:

1. Pendapatan Keluarga

Menurut Rokhana (2005) yang mengutip pendapat Mulyanto dan Hans , pendapatan adalah

seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri,

dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Menurut Bayu yang dikutip

Rokhana (2005), pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota

keluarga yang bekerja. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah jumlah

penghasilan baik berupa uang maupun barang yang diperoleh dari hasil pekerjaannya.

2. Ketersediaan Alat Kontrasepsi

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut

harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Ketersediaan

alat kontrasepsi adalah semua jenis alat kontrasepsi yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit

ditemukan, serta keberadaannya ada pada setiap saat yang dibutuhkan (Azwar, 1996).

3. Keterjangkauan Biaya

Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam

satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan

tertentu. Menurut Azwar (1996), keterjangkauan biaya adalah biaya pelayanan kesehatan sesuai

dengan kemampuan ekonomi masyarakat karena pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin

dinikmati sebagian masyarakat saja.

2.7.3. Kebutuhan

Menurut Tjiptoherijanto (2008), kebutuhan bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun

terbatas. Kebutuhan merupakan sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus berkembang seiring

berjalannya waktu.

Kebutuhan merupakan faktor mendasar dan merupakan stimulus langsung dari individu untuk

(36)

Faktor pemudah : a. Umur

b. Tingkat Pendidikan c. Pekerjaan

d. Pengetahuan

komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan/dipersepsikan (seperti kondisi kesehatan,

gejala sakit, ketidak mampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (seperti tingkat beratnya penyakit dan

gejala menurut diagnosis klinis dokter) (Notoatmodjo, 2010)

2.8.Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau

diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

[image:36.612.113.530.265.459.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Definisi Konsep

1. Faktor pemudah adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan

PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi. Dalam hal ini diukur dari umur, tingkat

pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan.

2. Faktor pendukung adalah faktor yang mendorong atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau

tindakan PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Dalam hal ini diukur dari pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan

keterjangkauan biaya.

3. Kebutuhan adalah faktor mendasar dan merupakan stimulus langsung dari individu (PUS)

untuk menggunakan alat kontrasepsi apabila faktor pemudah dan pendukung ada. Faktor pendukung

a. Pendapatan keluarga

b. Ketersediaan alat kontrasepsi c. Keterjangkauan biaya

Kebutuhan

(37)

4. Penggunaan alat kontrasepsi adalah pemakaian suatu jenis atau alat kontrasepsi oleh PUS.

5. PUS adalah pasangan suami isteri yang berstatus menikah dimana isteri berumur 15-49 tahun.

2.9.Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh faktor pemudah (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan),

pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan

kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan menggunakan pendekatan explanatory atau

penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor pemudah (umur, tingkat

pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat

kontrasepsi, dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh

pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan

Hilir Provinsi Riau Tahun 2010.

Menurut Kerlinger (2006), penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan dengan

mengkaji populasi yang besar maupun kecil dengan menyeleksi sampel yang dipilih dari populasi

tersebut, untuk menemukan insidensi, distribusi, dan hubungan relatif dari variabel-variabel sosiologis

dan psikologis.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan

Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus – September

2010. Adapun alasan pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan masih tinggi pasangan usia subur yang

memiliki anak lebih dari dua dan rendahnya PUS yang menjadi akseptor KB sebesar 36,71%.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur yang memiliki anak lebih

dari 2 orang di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir

(39)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel Notoatmodjo

(2003).

2

)

(

1

N

d

N

n

+

=

2

)

1

,

0

(

506

1

506

+

=

n

= 83 orang

Keterangan

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = derajat ketetapan yang diinginkan (sebesar 0,1%)

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 83 pasangan usia subur.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode Simple Random Sampling.

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan

kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, selain itu untuk melengkapi data primer dilakukan

wawancara dengan petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Simpang Kanan dan petugas yang ada di

Kepenghuluan Bukit Damar.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara melihat pada catatan atau Laporan di Kantor Kepala

Kepenghuluan Bukit Damar dan Laporan Puskesmas Simpang Kanan.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan penelitian, dilakukan uji validitas dan reliabilitas di lokasi yang

(40)

kuesioner tentang variabel independen dan variabel dependen yang disusun mampu mengukur apa

yang hendak diukur.

Validitas kuesioner penelitian penting karena ketepatan pengujian hipotesis sangat

tergantung kepada kualitas data yang dikumpulkan melalui kuesioner penelitian (Sugiyono, 2006).

Validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan kolerasi

antar skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment (r):

a. Bila r hasil > r tabel maka Ho ditolak berarti pertanyaan valid.

b. Bila r hasil < r tabel maka Ho gagal ditolak berarti pertanyaan tidak valid.

Setelah uji validitas dilakukan, maka selanjutnya terhadap kuesioner yang akan

diujicobakan kepada responden dilakukan uji reliabilitas untuk melihat konsistensi jawaban.

Sugiyono (2006), menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel atau konsisten jika

digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data atau jawaban yang

sama. Reliabilitas suatu instrumen dapat diketahui dengan membandingkan nilai r alpha dengan r

tabel:

a. Bila r alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

b. Bila r alpha < r tabel, maka pertanyaan tersebut tidak reliabel.

Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan kepada 30 PUS di Kepenghuluan Bagan Nibung

karena memiliki karakteristik yang mirip dengan Kepenghuluan Bukit Damar (Sugiyono, 2006).

(41)
[image:41.612.113.526.94.334.2]

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel r Tabel r Hasil Alpha C Keterangan Pengetahuan

P1 0,361 0,412

0,732

Valid dan Reliabel

P2 0,361 0,542 Valid dan Reliabel

P3 0,361 0,392 Valid dan Reliabel

P4 0,361 0,559 Valid dan Reliabel

P5 0,361 0,562 Valid dan Reliabel

P6 0,361 0,553 Valid dan Reliabel

P7 0,361 0,412 Valid dan Reliabel

P8 0,361 0,380 Valid dan Reliabel

P9 0,361 0,367 Valid dan Reliabel

P10 0,361 0,413 Valid dan Reliabel

Variabel r Tabel r Hasil Alpha C Keterangan Kebutuhan

Keb 1 0,361 0,585

0,735 Valid dan Reliabel

Keb 2 0,361 0,585 Valid dan Reliabel

Dari Tabel 3.1. diatas terlihat bahwa semua pertanyaan nilai r hasil lebih besar dari pada r

tabel, dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian tentang pengaruh faktor pemudah

dan kebutuhan terhadap pemanfataan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur adalah valid.

Reliabilitas pertanyaan diketahui dengan membandingkan nilai alpha cronbach dengan nilai

r tabel. Berdasarkan tabel di atas, semua pertanyaan nilai alpha cronbach lebih besar dari r tabel,

dengan demikian kuesioner atau pertanyaan tersebut reliabel.

3.6.Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat maka definisi operasional dari

variabel-variabel penelitian ini adalah:

1. Umur adalah jumlah tahun kehidupan yang telah dijalani responden berdasarkan ulang tahun

terakhir, dan usia reproduksi yang baik dihitung pada saat penelitian. umur dibagi dalam tiga

kategori, yaitu :

a. < 20 tahun

b. 20 - 35 tahun

(42)

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh

responden, berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki. Tingkat pendidikan ini dibagi dalam

tiga kategori, yaitu:

a. Tinggi, bila responden tamat Akademi/Perguruan Tinggi

b. Sedang, bila responden tamat SMP/SMA

c. Rendah, bila responden tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD

3. Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan responden secara rutin dengan

mendapatkan imbalan berupa uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan dibagi

dalam dua kategori, yaitu:

a. Bekerja (PNS, pegawai swasta, wiraswasta, petani, peternak dan lain-lain)

b. Tidak bekerja (sebagai bapak/ibu rumah tangga).

4. Pengetahuan tentang kontrasepsi adalah segala sesuatu yang diketahui responden terkait

dengan kesehatan dalam hal ini kontrasepsi melalui penginderaan. Tingkat pengetahuan ini

diukur dengan metode skoring terhadap kuesioner yang telah diberi bobot 1-2. Berdasarkan

jumlah yang diperoleh maka dapat dikategorikan tingkat pengetahuan responden ke dalam

tiga kategori, yaitu:

a. Tingkat pengetahuan baik, bila responden mengetahui segala sesuatu tentang kontrasepsi

b. Tingkat pengetahuan sedang, bila responden cukup mengetahui segala sesuatu tentang

kontrasepsi

c. Tingkat pengetahuan buruk, bila responden kurang mengetahui segala sesuatu tentang

kontrasepsi

5. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan baik berupa uang maupun barang yang

diperoleh keluarga dari hasil pekerjaannya (pokok dan sampingan) setiap bulan, yang

dikategorikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2009 tentang Upah

Minimum Regional (UMR) Provinsi Riau Tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 1.016.000,- per

bulan. Dengan demikian pendapatan keluarga dibagi menjadi:

(43)

b. > UMR (> Rp. 1.016.000,- per bulan)

6. Ketersediaan alat kontrasepsi adalah semua jenis alat kontrasepsi yang dibutuhkan oleh

responden tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya ada pada setiap saat yang dibutuhkan

sesuai dengan keinginan. Ketersediaan alat kontrasepsi dikategorikan ke dalam 2 kategori,

yaitu:

a. Tersedia , bila alat kontrasepsi tersedia dengan lengkap setiap saat (AKDR, implan,

suntik, pil, kondom dan lain-lain) di Puskesmas Simpang Kanan/Puskesmas Pembantu

Bukit Damar/bidan desa dan perawat.

b. Tidak tersedia, bila alat kontrasepsi tidak tersedia dengan lengkap setiap saat di

Puskesmas Simpang Kanan/Puskesmas Pembantu Bukit Damar/ bidan desa dan perawat.

7. Keterjangkauan biaya adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat kontrasepsi

sesuai dengan kemampuan ekonomi responden. Keterjangkauan biaya dikategorikan ke

dalam 2 kategori, yaitu:

a. Terjangkau , bila responden mampu untuk membeli/membayar alat kontrasepsi baik

kontrasepsi pil/suntik/implan/AKDR dan lain-lain.

b. Tidak terjangkau, bila responden tidak mampu membeli/membayar alat kontrasepsi baik

kontrasepsi pil/suntik/implan/AKDR dan lain-lain.

8. Kebutuhan adalah faktor mendasar dan stimulus langsung yang dirasakan responden tentang

keadaan dirinya dalam menggunakan kontrasepsi sesu

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner r Tabel r Hasil  Alpha C Keterangan
Tabel 4.1  Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Jenis     Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Tabel 4.2  Distribusi Penduduk Kepenghuluan Bukit Damar Menurut Agama Yang Dianut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Program Investasi |angka Menengah (RPUM) Bidang Cipta Karya pada Tahun. 20L7

Dan studi ini dipusatkan pada fungsionalitas dalam Paviliun Jantung RS X. Hasil temuannya ialah Paviliun ini sudah memenuhi standar, hal ini terlihat pada terpenuhinya checklist

Of the eight news, the two vagueness can be categorized as the first type and the sixteen vagueness categorized as the third type. Hence,

Temuan dari penelitian adalah bahwa bentuk-bentuk upaya pengelolaan aset desa yang dilakukan di Desa Bakung Kabupaten Ogan Ilir belum sesuai dengan konsep

Aset keuangan (atau mana yang lebih tepat, bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan serupa) dihentikan pengakuannya pada saat: (1) hak kontraktual atas arus

Tulis Identitas Peserta (Nama, Sekolah, Kab/Kota, Propinsi) pada setiap halaman lembar jawaban Pilihan Ganda dan Isian/Essay. Tulis mata pelajaran yang diujikan dan Tingkat

mukhabarah kerjasama dalam lahan pertanian yang dilakukan di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang sesuai dengan hukum Islam dikarenakan akad

Perkawinan Gadis Pantai adalah perkawinan yang disertai dengan derita karena ia tidak pernah mendapatkan haknya sebagai seorang ibu dari bayi yang ia lahirkan.. Ia telah diputus