PEMEROLEHAN SEMANTIK LEKSIKAL
SISWA SEKOLAH DASAR
TESIS
Oleh
RICKY MANGARANAP T.M. MANIK
087009015/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMEROLEHAN SEMANTIK LEKSIKAL
SISWA SEKOLAH DASAR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RICKY MANGARANAP T.M. MANIK
087009015/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMEROLEHAN SEMANTIK LEKSIKAL SISWA SEKOLAH DASAR Nama Mahasiswa : Ricky Mangaranap T.M. Manik
Nomor Pokok : 087009015 Program Studi : Linguistik
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D) (Dr. Syahron Lubis. M.A)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)
Telah diuji pada
Tanggal 5 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D
ABSTRAK
Ricky Manik. 2010. Pemerolehan Semantik Leksikal Pada Siswa Sekolah Dasar. Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemaknaan leksikal siswa di tingkat sekolah dasar yaitu di tingkat atau di kelas V ; melihat kesesuaian makna yang diberikan siswa dengan makna kamus ; meihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan siswa perempuan ; melihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan siswa perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif yaitu suatu metode yang memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta menginterpretasikannya. Instrument / alat pengumpul data yang tepat digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dan observasi langsung. Hasil analisis didapatkan keseluruhan anak laki – laki anak kelas 5 SD ada 28 kali menggunakan kategori fisik, 125 kali menggunakan kategori fungsi, 36 kali menggunakan kategori aksi, 40 kali menggunakan kategori contoh, 71 mendefinisikannya dengan kategori kata – kata penyebab di dalam makna kata tersebut. Sementara itu, dari keseluruhan anak perempuan di dalam mendefinisikan makna kata 36 kali menggunakan kategori fisik, 154 kali menggunakan kategori fungsi, 25 kali menggunakan kategori aksi, 26 kali memakai kategori contoh, 59 kali mengutarakannya dengan penyebab dari makna kata itu. Dalam kesesuaian di dalam pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), siswa laki – laki lebih banyak yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dibandingkan dengan siswa Perempuan. Pada siswa laki-laki tingkat kesesuaiannya sebanyak 36 % (108 kata) dan untuk siswa perempuan sebanyak 10% (30 kata). Untuk ketidaksesuaian di dalam pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), siswa laki-laki memiliki tingkat ketidaksesuaian sebesar 52% (156 kata) dan untuk siswa perempuan memiliki tingkat ketidaksesuaian sebesar 62% (186 kata). Hal ini menggambarkan bahwa siswa laki-laki memiliki tingkat ketidaksesuaian makna lebih rendah dari siswa perempuan. Dalam hal kesesuaian makna yang diberikan dengan makna kamus dapat digambarkan bahwa siswa laki-laki dan siswa perempuan lebih banyak memberikan makna yang sesuai pada jenis kata sifat atau adjektif. Sedangkan pada konsep ketidaksesuaian makna lebih dominan pada jenis kata nomina dan diikuti dengan verba.
ABSTRACT
Ricky manik. 2010. The Acquisition of the Lexical Semantics of the Elementary School Student. Medan. Postgraduate Program North Sumatera University.
The purpose of this research is to describe the lexical meaning of the fifth grade elementary student; to see the compatibility meaning between the meaning given by student and the meaning given in the dictionary; to see the difference in meaning between the male and the female student; to see the difference in meaning between the male and the female student based on the level of the student’s economics. The method used in getting and analyzing data was descriptive, thus a method that solved the problem by collecting data, compiling, classifying, analyzing, as well as interpreting them. The suitable collecting data instrument used in this research was interview and direct observation. The result of this research showed that the whole fifth grade male elementary students used the physical category 28 times, functional category 125 times, action category 36 times, example category 40 times, and 71 times defining them with the caused word category in the meaning of the words. Meanwhile, the female elementary students used the physical category 36 times, functional category 154 times, action category 25 times, example category 26 times, and 59 times defining them with the caused word category in the meaning of the words. The compatibility meaning with Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) was the male student was closer to the KBBI than the female. The male compatibility was 36 % (108 words), and the female was 10 % (30 words). The incompatibility meaning with Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) was the incompatibility from the male’s side was 52 % (156 words), and from the female’s side was 62 % (186 words). It showed that the incompatibility of the male student was lower than the female student. In the compatibility meaning between the meaning given by student and the meaning given in the dictionary could be described that the male and female students gave the compatibility meaning at adjective, whereas in the incompatibility meaning more dominant to noun and verb.
KATA PENGANTAR
Tesis ini disampaikan untuk melengkapi salah satu persyaratan menyelesaikan
studi pada Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara.
Tesis ini berjudul “ Pemerolehan Semantik Leksikal Pada Siswa Sekolah
Dasar” yang terdiri atas lima bab, yaitu; Bab 1 : Pendahuluan, Bab II :Tinjauan
Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab IV : Hasil Penelitian, Bab V: Kesimpulan
dan Saran.
Pemilihan judul ini berkaitan dengan ketertarikan peneliti, sebagai tenaga
pengajar (guru) Bahasa Indonesia, terhadap berbagai pendapat, temuan, dan
teori-teori para linguis yang berkenaan dengan kajian pemerolehan semantik leksikal.
Hasil penelitian yang tertuang pada tesis ini diharapkan dapat memberi
sumbangan bagi kajian pemerolehan semantik leksikal di Indonesia khususnya bagi
pemerolehan semantik leksikal di tingkat siswa sekolah dasar.
Berdasarkan pengalaman peneliti selama penelitian dan di lingkungan sekolah
pemahaman makna pada siswa sekolah dasar masih rendah dan belum sesuai harapan.
Tentu banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yaitu, kurang
memiliki rasa ingin memiliki kamus Bahasa Indonesia. Siswa cenderung merasa tidak
begitu penting untuk memiliki kamus Bahasa Indonesia, hal ini kontradiktif dengan
rasa ingin memiliki kamus Bahasa asing misalkan. Hal ini turut melatarbelakangi
Akhirnya penulis mengharapkan sumbangan pikiran, pendapat, serta kritik
membangun dari segala pihak untuk kesempurnaan tesis ini
Medan, Agustus 2010
Penulis,
Ricky Mangaranap T.M. Manik
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan
karuniaNya yang telah setia memelihara, memimpin, dan memberi kekuatan serta
kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
Atas kasih karuniaNya akhirnya penulis bisa menyelesaikan tesis yang
berjudul Pemerolehan Semantik Leksikal Siswa Sekolah Dasar. tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna menyelesaikan sekolah
pascasarjana dengan program studi linguistik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini, banyak pihak yang telah
memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun
tidak langsung sejak awal penulisan sampai tesis ini terselesaikan. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tuaku
terkasih, yakni ayahanda Drs. M. Manik dan ibunda Dra.E. R. Marpaung dan adikku
Devlin Manik, S.Pd untuk semangatnya yang selalu dibagi kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada :
1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun
Nisa B, M.Sc yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan S-2
pada Program Linguistik Universitas Sumatera Utara
2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Tengku Silvana
Umar Mono, M.Hum yang telah mengajari, membimbing, dan membantu saya
selama studi
3. Bapak Prof. Amrin Saragih, Ph.D selaku dosen pembimbing pertama yang telah
bersedia menyediakan waktu untuk membagi pengetahuan, pandangan, masukan
serta bimbingan bagi penulis selama pengerjaan tesis ini.
4. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku dosen pembimbing kedua yang telah
bersedia menyediakan waktu untuk membagi pengetahuan, pandangan, masukan
serta bimbingan bagi penulis selama pengerjaan tesis ini.
5. Ibu Prof. Tengku Silvana Sinar, Ph.D selaku dosen penguji atas segala koreksi, dan
masukan-masukan selama kolokium, seminar hasil , dan sidang.
6. Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP yang juga selaku dosen penguji atas segala
koreksi, dan masukan-masukan selama kolokium, seminar hasil , dan sidang.
7. Seluruh staf pengajar / dosen-dosen saya di Program Magister Linguistik USU yang
telah memberikan pendidikan pelajaran dan bimbingan pada penulis dari semester
awal hingga menamatkan perkuliahan.
8. Seluruh staf administrasi Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara
9. Teman-teman angkatan 2008 Abdul Zebar, Citrayana, Dewi Kumala Sari,
Nurismillida, Helmita Mufida, Erliana Siregar, Ade Kurniawan Nasution,
Halimahtussakdiah, Eva Tuti, Harja Siregar, Nurilam Harianja, Ita Khairani,
Veryani Guniesti, Bima Pranachitra, Ferdiyanto Yusuf, Dewi Sukhrani, Nelvita,
10. Panitia Seminar Linguistik USU 2009-2010 yang telah berkenan hadir dalam pra
kolokium dan memfasilitasi pra seminar hasil di program studi linguistik.
11.Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya pada semua pihak
yang secara langsung atau tidak langsung, membantu penulis menyelesaikan tesis
ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan oleh
karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran membangun demi
menyempurnakan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ricky Mangaranap T.M. Manik TempaT/Tgl Lahir : Medan, 4 April 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sejati gg. Keluarga No. 8 D p
Pasar V Marindal 1 Medan- 20361
Email : ricky_manik@yahoo.com
Pendidikan Formal
SD HKBP Telada Medan : 1990-1996
SLTP Negeri 28 Medan : 1996-1999
SMU Negeri 2 Medan : 1999-2002
S1 Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Medan (UNIMED) : 2002-2006
Pekerjaan
Dosen Yayasan Akademi Kebidanan Mitra Husada Medan
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
RIWAYATHIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK ... 5
2.1 Teori-teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti ... 5
2.2 Kerangka Teoretik ... 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 14
3.3 Data dan Sumber Data ... 19
3.4 Instrumen Penelitian ... 22
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.6 Teknik Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 30
4.1 Hasil Penelitian ... 30
4.2 Temuan Penelitian ... 35
4.3 Pembahasan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Saran ... 81
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Memberikan makna yang diberikan informan dengan makna yang
ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI)………….... 27
2 Penentuan derajat acuan bahasa berupa makna yang diujarkan
dengan di luar bahasa yaitu fisik, fungsi, aksi, dan contoh……... 27
3 Penentuan makna dari informan dihubungkan dengan derajat
kesesuaian………. 28
4 Total distribusi makna berdasarkan jenis kelamin siswa laki-laki.. 55
5 Total distribusi makna berdasarkan jenis kelamin siswa
perempuan……… 57
6 Distribusi definisi berdasarkan keseluruhan siswa……….. 58
7 Total distribusi makna berdasarkan keseluruhan siswa…………... 60
8 Kesesuaian makna siswa berdasarkan jenis kelamin………... 61
DAFTAR BAGAN
No Judul Halaman
1 Tahapan pengumpulan data……… 24
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Data Temuan Penelitian………... 85
2 Biodata Responden……….. 256
ABSTRAK
Ricky Manik. 2010. Pemerolehan Semantik Leksikal Pada Siswa Sekolah Dasar. Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemaknaan leksikal siswa di tingkat sekolah dasar yaitu di tingkat atau di kelas V ; melihat kesesuaian makna yang diberikan siswa dengan makna kamus ; meihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan siswa perempuan ; melihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan siswa perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif yaitu suatu metode yang memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta menginterpretasikannya. Instrument / alat pengumpul data yang tepat digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dan observasi langsung. Hasil analisis didapatkan keseluruhan anak laki – laki anak kelas 5 SD ada 28 kali menggunakan kategori fisik, 125 kali menggunakan kategori fungsi, 36 kali menggunakan kategori aksi, 40 kali menggunakan kategori contoh, 71 mendefinisikannya dengan kategori kata – kata penyebab di dalam makna kata tersebut. Sementara itu, dari keseluruhan anak perempuan di dalam mendefinisikan makna kata 36 kali menggunakan kategori fisik, 154 kali menggunakan kategori fungsi, 25 kali menggunakan kategori aksi, 26 kali memakai kategori contoh, 59 kali mengutarakannya dengan penyebab dari makna kata itu. Dalam kesesuaian di dalam pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), siswa laki – laki lebih banyak yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dibandingkan dengan siswa Perempuan. Pada siswa laki-laki tingkat kesesuaiannya sebanyak 36 % (108 kata) dan untuk siswa perempuan sebanyak 10% (30 kata). Untuk ketidaksesuaian di dalam pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), siswa laki-laki memiliki tingkat ketidaksesuaian sebesar 52% (156 kata) dan untuk siswa perempuan memiliki tingkat ketidaksesuaian sebesar 62% (186 kata). Hal ini menggambarkan bahwa siswa laki-laki memiliki tingkat ketidaksesuaian makna lebih rendah dari siswa perempuan. Dalam hal kesesuaian makna yang diberikan dengan makna kamus dapat digambarkan bahwa siswa laki-laki dan siswa perempuan lebih banyak memberikan makna yang sesuai pada jenis kata sifat atau adjektif. Sedangkan pada konsep ketidaksesuaian makna lebih dominan pada jenis kata nomina dan diikuti dengan verba.
ABSTRACT
Ricky manik. 2010. The Acquisition of the Lexical Semantics of the Elementary School Student. Medan. Postgraduate Program North Sumatera University.
The purpose of this research is to describe the lexical meaning of the fifth grade elementary student; to see the compatibility meaning between the meaning given by student and the meaning given in the dictionary; to see the difference in meaning between the male and the female student; to see the difference in meaning between the male and the female student based on the level of the student’s economics. The method used in getting and analyzing data was descriptive, thus a method that solved the problem by collecting data, compiling, classifying, analyzing, as well as interpreting them. The suitable collecting data instrument used in this research was interview and direct observation. The result of this research showed that the whole fifth grade male elementary students used the physical category 28 times, functional category 125 times, action category 36 times, example category 40 times, and 71 times defining them with the caused word category in the meaning of the words. Meanwhile, the female elementary students used the physical category 36 times, functional category 154 times, action category 25 times, example category 26 times, and 59 times defining them with the caused word category in the meaning of the words. The compatibility meaning with Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) was the male student was closer to the KBBI than the female. The male compatibility was 36 % (108 words), and the female was 10 % (30 words). The incompatibility meaning with Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) was the incompatibility from the male’s side was 52 % (156 words), and from the female’s side was 62 % (186 words). It showed that the incompatibility of the male student was lower than the female student. In the compatibility meaning between the meaning given by student and the meaning given in the dictionary could be described that the male and female students gave the compatibility meaning at adjective, whereas in the incompatibility meaning more dominant to noun and verb.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semantik adalah sebagai suatu cabang linguistik yang menyelidiki makna
yang dapat diekspresikan, semantik sangat menarik dalam perspektif komunikasi, dan
komunikasi merupakan bagian yang makin penting di dalam organisasi sosial, oleh
karena itu kebutuhan untuk memahami semantik menjadi semakin mendesak.
Semantik juga merupakan pusat studi tentang pikiran manusia yaitu proses berpikir,
kognisi, dan semuanya saling terkait dalam mengklasifikasikan dan mengemukakan
pengalaman kita melalui bahasa. Simanjuntak (2009:10) mengatakan bahwa proses
kognisi ialah proses-proses akal manusia yang bertanggungjawab mengatur
pengalaman dan perilaku manusia itu. Hal-hal yang terutama dikaji kognisi ialah
bagaimana caranya manusia memeroleh, menafsirkan, mengatur dan menyimpan,
mengeluarkan dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa.
Semua manusia di dunia ini memiliki bahasa sebagai alat pengantar untuk
mengungkapkan berbagai macam ide dan pikiran yang lazim disebut kegiatan
berkomunikasi. Dalam berkomunikasi tentu saja harus ada kesepahaman makna akan
setiap kata yang diujarkan, untuk menghindari berbagai kesalahan yang mungkin
ilmu linguistik terdapat manfaat untuk membedakan antara makna (leksikal) dan
pemakaiannya
Dari sedikit penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa;
semantik leksikal ini mengungkapkan bahwa setiap kata memiliki makna, dan makna
ini sebagai pengantar maksud atau tujuan dalam berkomunikasi, dan setiap orang
memiliki tanggapan yang berbeda dalam memaknai sebuah kata dengan adanya
makna leksikal kita diajak untuk mengetahui makna yang sebenarnya.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka jika kita berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa sebagai medianya hendaknya orang-orang yang terlibat
dalam komunikasi tersebut mengetahui makna leksikal dari setiap kata yang
diujarkannya. Dilandasi pendapat Simanjuntak di awal maka kajian penelitian ini
menekankan pada kondisi siswa sekolah dasar di kelas V SD dalam memaknai kata
dengan proses memeroleh, menafsirkan, mengatur, dan menyimpan, mengeluarkan
dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan
pengetahuan makna kata dalam bahasa. Sehingga dalam berkomunikasi siswa
tersebut lebih maksimal dalam mengorganisir setiap kata yang diungkapkan.
Fenomena di masyarakat khususnya pada siswa sekolah dasar bahwa
ditemukan ketidaksesuaian antara makna yang ada dalam kamus dengan yang
diujarkan si siswa, bahwa pemerolehan siswa memiliki perbedaan antara siswa yang
perempuan dan siswa yang pria, serta fenomena bahwa ditemukan beberapa
perbedaan pemerolehan antara siswa perempuan dan siswa pria dalam pemerolehan
diperoleh dari temuan awal atau prapenelitian, kemudian peneliti merangkum
sejumlah masalah terkait dengan pemerolehan makna kata, diantaranya; pemerolehan
makna leksikal siswa di tingkat sekolah dasar; kesesuaian makna kata yang disajikan
dengan makna kamus; distribusi makna yang diberikan siswa di tingkat sekolah
dasar; hal yang menarik perhatian dari makna kata-kata yang diberikan siswa di
tingkat sekolah dasar; perbedaan makna leksikal yang diberikan siswa perempuan dan
siswa laki-laki.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemerolehan makna leksikal siswa di tingkat sekolah dasar
kelas V SD?
2. Apakah makna leksikal siswa sekolah dasar kelas V SD itu disajikan sesuai
dengan makna kamus?
3. Apakah perbedaan makna leksikal yang diberikan siswa perempuan dan siswa
laki-laki?
4. Apakah perbedaan makna leksikal yang diberikan siswa perempuan dan siswa
laki-laki berdasarkan latar belakang tingkat ekonomi siswa ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mendeskripsikan pemaknaan kata siswa kelas V SD terhadap suatu kata .
3. menemukan kesesuaian makna kata yang diberikan siswa kelas V SD dengan
makna kamus bahasa Indonesia, dan
4. menemukan perbedaan pemaknaan kata berdasarkan jenis kelaminnya dengan
melihat hasil tabulasi data.
5. menemukan perbedaan pemaknaan kata berdasarkan latar belakang tingkat
ekonomi siswa dengan melihat hasil tabulasi data.
1.4 Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:
1. Informasi yang bersifat ilmiah dalam mendeskripsikan fenomena pemaknaan,
khusunya makna leksikal pada siswa kelas V SD
2. Acuan dalam penelitian lanjutan khususnya dalam kajian semantik, dan
3. Membentuk pemahaman siswa yang jelas terhadap makna kata-kata, agar
menciptakan komunikasi yang efisien dan jelas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK
2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik
Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bidang studi dalam
linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa (Chaer, 2002:2).
Kemudian menurut Parera (2004:44) semantik ialah satu studi dan analisis tentang
makna-makna linguistik. Sedang menurut ahli linguistik lainnya, semantics is the
study of meaning communicated through language an semantics is the study of the
meanings of words and sentences ( Saeed, 1997:3)
2.1.2 Kajian Semantik Tentang Makna
Teori yang telah dikembangkan oleh pakar filsafat dan linguistik sekitar
konsep makna dalam studi semantik. Pada dasarnya para filsuf dan linguis
mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan
realitas di alam. Lahirlah teori tentang makna yang berkisar pada hubungan antara
ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata. Secara umum dibedakan teori makna atas;
teori acuan atau korespondensi, teori kontekstual, teori mentalisme atau konseptual
2.1.2.1 Teori Referensial
Teori referensial (acuan) atau korespondensi adalah hubungan antara kata dan
acuan yang dinyatakan lewat simbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau
kalimat. Simbol bahasa dan rujukan atau acuan tidak mempunyai hubungan langsung.
Teori ini menekankan hubungan langsung antar kata dengan acuannya yang ada di
alam nyata. Jika kita menerima bahwa makna sebuah ujaran adalah acuannya. Maka
setidak-tidaknya kita terikat pula pada pernyataan berikut ini.
1. Jika sebuah ujaran mempunyai makna, maka ujaran itu mempunyai acuannya
2. Jika dua ujaran mempunyai acuan yang sama, maka ujaran itu mempunyai
makna yang sama pula
3. Apa saja yang benar dari acuannya sebuah ujaran adalah benar untuk
maknanya.
Teori mendapatkan tantangan dan komentar, walaupun demikian teori acuan
mendapat pembenaran dalam penggunaan bahasa sebagai sarana ilmu
2.1.2.2 Teori Mentalisme
Teori mentalisme pada awalnya studi bahasa secara sinkronis dan
membedakan analisis bahasa atas la parole, la langue, dan la langage. Bahasa
lahiriah (la parole) dihubungkan dengan “konsep” atau citra mental penuturnya (la
langue). Sebagai kajiannya “kuda terbang” dimaknai dengan citra mental walaupun
2.1.2.3 Teori Kontekstual
Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik
bandingan antarbahasa. Teori kontekstual mengisyaratkan bahwa suatu kata atau
simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.
Walaupun demikian, ada pakar semantik yang berpendapat bahwa setiap kata
mempunyai makna dasar atau primer yang terlepas dari konteks situasi. Kedua kata
itu baru mendapatkan makna sekunder sesuai dengan konteks situasi. Dalam
kenyataannya, kata itu tidak akan terlepas dari konteks pemakaiannya.
2.1.2.4 Teori Pemakaian Dari Makna
Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jeman Wittgenstein. Beliau berpendapat
bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena
konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Salah satu kelemahan teori
pemakaian dari makna ialah penentuan tentang konsep “pemakaian” secara tepat
2.1.3 Pengertian Semantik Leksikal
Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon
(vocabulary, kosakata, pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem,
yaitu satuan kata yang bemakna (Chaer, 2002: 60). Kalau leksikon disamakan dengan
kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata.
Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan dengan sebagai makna yang
diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita. Beberapa ahli menegaskan demikian, The noun ‘lexeme’ is of course related to
the words ‘lexical’ and ‘lexicon’, (we can think of ‘lexicon’ as having the same
meaning as vocabulary or dictionary ( Lyons, 1995:47). Dalam semantik leksikal
diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu,
makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah
istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan satuan
bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah
kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim
didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil.
2.1.4 Pemerolehan, Pembelajaran, dan Perkembangan
Pemerolehan, pembelajaran dan perkembangan adalah tiga istilah yang
bersinonim satu sama lain ( Smith, 1994:11). Pemerolehan selalu dikaitkan dengan
pembelajaran informal, dan pembelajaran dengan pembelajaran formal.
Perkembangan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses
pembelajaran, yaitu sesuatu yang terjadi di dalam diri pembelajar.
Istilah pemerolehan dan pembelajaran memfokuskan perhatian kita pada
orang yang belajar bahasa di mana perkembangan berlangsung. Yang penting, harus
yang merupakan upaya (biasanya oleh orang lain) untuk membuat tugas pembelajar
menjadi lebih mudah.
2.1.5 Elisitasi
Kalau seseorang pengajar ingin mengetahui seberapa dekat pengetahuan dan
keterampilan seorang pembelajar dengan bahasa sasaran yang dipelajarinya, dia harus
membuat suatu “tes”. Banyak tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kemampuan seseorang pembelajar (apakah materi yang diajarkan sudah dikuasai atau
belum). Untuk itu, peneliti cenderung tidak melakukan tes, tapi elisitasi, yaitu teknik
memperoleh data dengan tanya jawab.
2.2 Kerangka Teoretik
Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, peneliti menarik
suatu kerangka berpikir untuk melakukan penelitian yaitu penelitian tentang semantik
leksikal lebih mengarah kepada pemaknaan yang merujuk pada suatu acuannya,
penyesuaian suatu makna kata dengan makna dalam kamus. Teori yang digunakan
pada penelitian ini ialah teori referensial (acuan) atau korespondensi, yaitu adalah
teori yang melihat hubungan antara kata dan acuan yang dinyatakan lewat simbol
bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat. Simbol bahasa dan rujukan
atau acuan tidak mempunyai hubungan langsung. Teori ini menekankan hubungan
langsung antar kata dengan acuannya yang ada di alam nyata. Jika kita menerima
penelitian mengemukakan makna suatu kata dan peneliti tidak melihat atau
mempertimbangkan kemampuan pembelajarannya tetapi bagaimana siswa
menginterpretasikan makna dari tiap kata tersebut. Oleh karena itu peneliti
menggunakan elisitasi untuk memperoleh data dengan tanya jawab tanpa menguji
kemampuan pembelajaran dengan materi yang diajarkan. Penelitian ini sebelumnya
belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun peneliti sendiri telah melakukan
studi awal pada sekolah tersebut untuk melihat fenomena yang terjadi pada siswa
sekolah dasar dalam konsep pemaknaan kata.
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata
benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang
berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini
adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :
1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau
dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut
sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah :
1. Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal
yang ditandainya.
Istilah Semantik lebih umum digunakan dalam studi ingustik daripada istilah
untuk ilmu makna lainnya,seperti Semiotika, semiologi, semasiologi,sememik, dan
semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek
yang cukup luas,yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya.
Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda yang lain
sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan
dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Berlainan dengan tataran analisis
bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan
Imu Sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan
psikologi. Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai
kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat
menandai identitas kelompok penuturnya. Contohnya: Penggunaan / pemilihan kata
‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya.Kata
‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih
sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan kesopanan.
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna
pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat
menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya. Contohnya :
penggunaan / pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat
mencerminkan budaya penuturnya.Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’
bagi masyarakat Jogjakarta.Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi
memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu
hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa
lain. Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa
Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah dan padi. Kata ‘rice’ akan memiliki makna
yang berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda. Dapat bermakna nasi,
beras, gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’
untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki
budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia. Kesulitan
lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda
dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang artinya, setiap tanda
lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna.
Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan
sebaliknya, dua tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.Hubungan
tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut :
Bisa ‘racun’
‘dapat’
Buku ‘lembar kertas berjilid’
Siswa–siswa yang menjadi objek penelitian mengemukakan makna suatu kata
dan peneliti tidak melihat atau mempertimbangkan kemampuan pembelajarannya
tetapi bagaimana siswa menginterpretasikan makna dari tiap kata tersebut. Oleh
karena itu peneliti menggunakan elisitasi untuk memperoleh data dengan tanya jawab
tanpa menguji kemampuan pembelajaran dengan materi yang diajarkan. Penelitian ini
sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun peneliti sendiri telah
melakukan studi awal pada sekolah tersebut untuk melihat fenomena yang terjadi
pada siswa sekolah dasar dalam konsep pemaknaan kata.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini ialah sekolah dasar (SD), yaitu SD Negeri No. 067952 Jl.
Karya Bersama No. 13 Pangkalan Mansyur Medan- 20143. Sekolah yang menjadi
objek penelitian ialah sekolah dasar pemerintah atau sekolah dasar negeri.
Sekolah Dasar (SD) Negeri N0.067952 ialah salah satu sekolah negeri yang
terletak di pinggiran kota Medan, sekolah ini berbatasan dengan wilayah kabupaten
Deli Serdang, tepatnya dengan Desa Namorambe. Sekolah ini jauh dari jalan raya.
Untuk sampai ke sekolah ini harus menempuh kira-kira 1 Km jalan kecil yang
merupakan pemukiman masyarakat.
Sekolah Dasar (SD) Negeri N0.067952 berbatasan dengan beberapa wilayah,
yaitu:
Sebelah utara : SMP Negeri 28 Medan
Sebelah Selatan : Waduk Pengendali Banjir Sungai Deli
Sebelah barat : Perumahan Penduduk
SebelahTimur : SMU Negeri 13 Medan
Sekolah ini berdiri tahun 1985. Kepala sekolah pertama SD Negeri N0.067952
Medan adalah Rosiana Sembiring yang dan menjadi kepala sekolah yang paling lama
menjabat. Kemudian digantikan oleh Dra. Nurbaiti yang baru menjabat selama 3
Sekolah Dasar (SD) Negeri N0.067952 Medan memiliki visi dan misi, yaitu:
Visi :
Menghasilkan manusia yang berdaya cipta berdasarkan Iman dan Taqwa dalam
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Misi :
1. Melaksanakan proses pembelajaran yang kondusif efektif
2. Melaksanakan pendidikan keterampilan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Meningkatkan kompetensi pendidik yang profesionalisme dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia
4. Melengkapi sarana prasarana pembelajaran secara bertahap
Sekolah Dasar (SD) Negeri N0.067952 memiliki staf pegawai dan pengajar.
Untuk staf pengajar berjumlah 20 orang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 16 orang
perempuan dengan tingkat pendidikan sarjana (S1) sebanyak 8 orang, sarjana muda
sebanyak 7 orang dan SLTA (Sederajat) sebanyak 5 orang. Sedangkan untuk staf
pegawai berjumlah 2 orang yang terdiri dari perempuan dengan tingkat pendidikan
Diploma 3 (D3) sebanyak 1 orang dan SLTA (Sederajat) sebanyak 1 orang.
Peneliti beralasan memilih lokasi penelitian ini, pertama didasarkan oleh
kondisi ekonomi orang tua siswa yang beragam, yang kedua ialah kondisi sekolah
yang berdampingan dengan sekolah tingkat pertama (SLTP) negeri 28 Medan dan
sekolah tingkat atas (SMA) negeri 13 Medan, yang mengakibatkan akses kontak
langsung berkomunikasi dengan umur yang berbeda sering terjadi di lingkungan ini.
makna dari setiap penjelasan yang diberikan guru-guru, sehingga sering terjadi salah
pengertian antara siswa dan guru, misalnya ketika guru memberikan tugas terkadang
siswa sering bertanya makna setiap kata yang kurang jelas bagi dirinya. Hal ini juga
sering dikeluhkan para guru ketika peneliti melakukan penelitian awal sebelumnya.
Sedangkan untuk waktu penelitian dilakukan pada masa persekolahan di semester
genap di tahun 2009 ( Januari 2010 – Juni 2010).
Kemudian yang dapat menjadi alasan peneliti memilih siswa sekolah dasar
(SD) adalah dikarenakan pada tingkatan ini merupakan tingkatan puncak dalam
kegiatan pembelajaran di tingkat dasar, sedangkan di tingkat atau di kelas 6
merupakan masa pengulangan seluruh materi pembelajaran, dan untuk masa kegiatan
pembelajaran tidak sampai satu tahun dikarenakan masa menjelang ujian akhir
sekolah sehingga pengambilan data dirasakan tidak akan mencapai hasil yang
diharapkan.
3.2 Pendekatan Dan Metode Yang Digunakan
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban, metodologi juga merupakan suatu
pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.
Pendekatan dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian
kualitatif dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif, dalam arti metode
angka atau metode statistik. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan tindakan
sosial adalah bahan mentah untuk analisis kualitatif (Mulyana, 2004:150).
Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku
manusia dan menganalisa kualitas-kualitasnya, memperoleh pemahaman yang otentik
mengenai pengalaman orang-orang, sebagaimana dirasakan orang-orang yang
bersangkutan.
Sementara penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
gejala-gejala peristiwa dan memaparkan hal-hal yang terjadi selama penelitian. Subroto
(2007:5) mengatakan bahwa pada umumya untuk ilmu pengetahuan alam lebih
banyak dipakai metode kuantitatif, sedangkan untuk ilmu kebudayaan atau
ilmu-ilmu humaniora lebih banyak digunakan metode kualitatif.
Pengkajian untuk ilmu-ilmu humaniora terutama bertujuan membuat deskripsi
(pemerian) suatu situasi, kejadian atau peristiwa, menginterpretasikan kejadian atau
peristiwa, serta berusaha menangkap makna dari suatu peritiwa. Ilmu-ilmu humaniora
berusaha memahami realitas sosial dan realitas budaya dalam rangka memahami
masalah-masalah sosial dan masalah-masalah manusia secara lebih baik.
Secara umum dikatakan bahwa metode kualitatif adalah metode pengkajian
atau metode penelitian suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang
menggunakan prosedur-prosedur statistik. Sebagai mana yang dikatakan oleh Bogdan
dan Biklen (1982:2) bahwa penelitian kualitatif (qualitative research) sebagai istilah
paling melingkupi berbagai strategi penelitian yang secara bersama memiliki
memayungi atau melingkupi berbagai strategi penelitian sesuai dengan disiplin
ilmunya atau sesuai dengan karakteristik aspek substansi masalah yang diteliti.
Masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi
yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas ( Bungin,
2008:49)
Jalaludin Rakhmat (2002:25) memaparkan konsep penelitian deskriptif
ditujukan untuk:
1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang
ada.
2. Mengindentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan
praktek-praktek yang berlaku
3. Membuat perbandingan atau evaluasi
4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada waktu yang akan datang
Menurut Rakhmat (2002:25), sering dalam kegiatan penelitian, penelitian
deskriptif timbul karena suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti. Tetapi
belum ada kerangka teoritis untuk menjeelaskannya. Penelitian deskriptif bukan saja
menjabarkan (analitis), tetapi juga memadukan (sintesis),
Sesuai dengan perspektifnya yang dipakai, penelitian kualitatif berusaha
dengan orang-orang atau masyarakat yang diteliti dalam konteks kehidupan dalam
situasi yang sebenarnya namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas.
3.3 Data dan Sumber Data
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah hasil rekaman
pemaknaan tiap-tiap kata dari siswa kelas V SD yang akan diambil secara acak dari
sekolah yang menjadi sumber datanya untuk diwawancarai. Penentuan sumber data
ialah berdasarkan konsep pemaknaan kata yang merupakan bagian dari
psikolinguistik sehingga dasarnya ialah pemakaian Hipotesis Umur Kritis.
Dardjowidjojo (dalam Umar; 2004:35) mengasumsikan bahwa ada hubungan antara
pertumbuhan biologis manusia dengan tingkat akuisisi bahasa. Hipotesis ini berbunyi:
1. Penguasaan bahasa tumbuh sejajar dengan pertumbuhan biologis, dan
2. Sesudah masa puber, akuisisi bahasa secara alamiah sudah tidak dapat terjadi
lagi
Didasarkan hal tersebut, peneliti memilih data yaitu siswa kelas V SD karena
pada tingkatan ini usia siswa kisaran dalam proses pertumbuhan biologis. Setiap
informan dipisahkan pemaknaan antara informan laki-laki dan informan perempuan.
Setiap makna yang ujarkan atau diungkapkan siswa diterima sebagai data murni yang
nantinya akan diteruskan untuk dianalisis. Data tersebut merupakan data kualitatif.
Data kualitatif merupakan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif, penelitian
dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek
(Bungin, 2008:103)
3.3.1 Populasi
Populasi ialah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu
penelitian (Nawawi, 1991:141).
Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa-siswi SD Negeri N0.067952.
Adapun alasan peneliti dalam memilih populasi tersebut ialah karena didasarkan hasil
pra penelitian yang peneliti lakukan yaitu fenomena di masyarakat khususnya pada
siswa sekolah dasar bahwa ditemukan ketidaksesuaian antara makna yang ada dalam
kamus dengan yang diujarkan si siswa, bahwa pemerolehan siswa memiliki
perbedaan antara siswa yang perempuan dan siswa yang pria, serta fenomena bahwa
ditemukan beberapa perbedaan pemerolehan antara siswa perempuan dan siswa pria
dalam pemerolehan makna berdasarkan tingkat ekonomi. Fenomena-fenomena yang
disebutkan diatas diperoleh dari temuan awal atau prapenelitian kemudian peneliti
merangkum sejumlah masalah terkait dengan pemerolehan makna kata, diantaranya;
pemerolehan makna leksikal siswa di tingkat sekolah dasar; kesesuaian makna kata
yang disajikan dengan makna kamus; distribusi makna yang diberikan siswa di
diberikan siswa di tingkat sekolah dasar; perbedaan makna leksikal yang diberikan
siswa perempuan dan siswa laki-laki.
3.3.2 Sampel
Secara sederhana sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi
sumber data dan sebenarnya dalam suatu penelitian, atau bisa juga diartikan sebagai
sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. Menurut Nawawi
(1991:144), sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan
cara-cara tertentu.
Menurut Arikunto (2002:112) jika populasi kurang dari 100 orang, lebih baik
diambil semua, namun jika populasinya diatas 100 orang dapat diambil antara
10%-15% atau 20%-25%. Berdasarkan data populasi yang ada dan didasarkan rumus
pengambilan sampel oleh Arinkunto tersebut, maka jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah seluruh jumlah populasi yakni sebanyak 40 orang siswa.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar kata
yang terdiri atas, kata sifat (adjektiva), kata kerja (verba), dan kata benda (nomina)
dan instrumen tambahan berupa kuesioner. Menurut Kridalaksana (1993:127)
mendefinisikan kata sebagai komponen bahasa yang memuat semua informasi
tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Apa yang menjadi pokok utama
dalam pemahaman kata adalah informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam
digunakan untuk mengumpulkan pemaknaan dari masing-masing siswa. Siswa
diberikan kata-kata dari ketiga jenis kata itu kemudian dimaknainya dan ditabulasikan
berdasarkan tujuan penelitian. Untuk kata sifat bentuk kata yang digunakan ada 5
yaitu sakit, sedih, gembira, rajin, dan lelah. Untuk kata kerja bentuk kata juga ada 5
yaitu makan, minum, pergi, belajar, dan tidur. Terakhir untuk kata benda kata yang
digunakan yaitu buah, piring, pintu, nasi, dan matahari. Penentuan jenis-jenis kata
dari kelima bentuk kata tersebut didasarkan oleh karena kata tersebut terdaftar dalam
Swadesh dan Holle yang digunakan sebagai alat penjaring data linguistik historis
komparatif, dan juga intensitas pemakaian kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
terlihat fenomena bahwa kata ini sering diucapkan namun sulit dimengerti apa makna
sebenarnya, hal ini terlihat pada penelitian awal peneliti sebelumnya yang peneliti
lakukan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks situasi)
yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata (tunggal
atau kompleks) atau morfem yang didalamnya terdapat segi-segi tertentu yang diteliti.
Konteks kebahasaan itu memungkinkan peneliti melakukan analisis secara tepat dan
benar terhadap masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan
adalah menggunakan teknik pengumpulan data secara teknik rekam dan wawancara.
Subroto (2007:40) mengatakan bahwa teknik rekam ialah pemerolehan data dengan
diambil merupakan pemakaian bahasa secara alamiah. Sedangkan wawancara ialah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin,
2007:108)
Penelitian ini merekam wawancara antara peneliti dengan sumber data
informan dalam bentuk tanya jawab. Peneliti menanyakan makna tiap-tiap kata yang
kemudian akan dijawab si sumber data secara spontanitas.
Selain itu juga peneliti menggunakan penelitian kepustakaan yaitu dengan
cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literature dan sumber bacaan yang
relevan dan mendukung penelitian. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan
menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Sebagai cacatan penting bahwa dalam proses pengambilan data, daftar
kuesioner tidak peneliti gunakan, daftar pertanyaan pada penelitian ini maksudnya
ialah dafta kata yang kemudian ditanya maknanya. Hasil dari rekaman tersebut akan
ditranskripkan kemudian dalam media tulisan untuk ditranskrip dan kemudian
Pengumpulan Data
↓
Studi Dokumen
↓
Transkrip Data
↓
Tabulasi Data
↓
Data Penelitian
Bagan.1 Tahapan Pengumpulan Data
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu
metode penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini juga
diartikan untuk melukiskan variable demi variable, satu demi satu. Penelitian ini tidak
mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji atau prediksi (Deddy, 2004:24)
Tahapan strategis dalam penelitian linguistik adalah melakukan analisis data
yang telah dikumpulkan dan diatur atau diklasifikasikan berdasarkan asas tertentu.
satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam
komponen-komponennya.
Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode
padan. Metode padan disebut juga metode identitas yaitu metode yang dipakai untuk
mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat
penentu yang berada diluar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian
dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1985a:2)
Menurut Sudaryanto (1985a:2) Metode Padan dapat dibedakan atas lima (5)
subjenis berdasarkan pada macam alat penentunya. Pertama, alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa.
Segala sesuatu yang bersifat dunia luar bahasa itu disebut acuan bahasa. Kedua, alat penentunya adalah organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa. Ketiga, alat penentunya bahasa atau lingual lain. Keempat, alat penentunya perekam dan pengawet bahasa (atau tulisan). Kelima, alat penentunya adalah lawan bicara.
Dari penjelasan di atas, sesuai dengan kajian penelitian ini maka metode
padan merupakan teknik analisis data yang digunakan dengan alat penentunya adalah
yang pertama yaitu kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat diluar bahasa) yang
ditunjuk oleh bahasa atau disebut juga alat penentunya ialah acuannya.
Acuan bahasa atau sesuatu yang ditunjukkan bahasa (benda, barang, objek,
tindakan, peristiwa, perbuatan, kejadian, sifat, kualitas, keadaan, derajat, dan jumlah),
Dengan metode ini, peneliti mencocok-cocokkan satuan-satuan lingual
tertentu dengan acuannya. Identitas satuan lingual tertentu (misalnya kata dan jenis
atau golongannya) ditentukan dengan derajat kesepadanan, kesesuaian, kecocokan
atau kesamaan antara arti konsep yang terkandung dalam kata itu dengan acuannya
(Subroto,2007:60). Hal ini juga sesuai dengan metode analisis teks dan bahasa yang
di kembangkan Burhan Bungin. Salah satu bentuk analisisnya ialah analisis isi
semantik yang terdiri dari 3 klasifikasi, salah satunya ialah klasifikasi analisis
pernyataan. Analisis pernyataan (assertions) ialah menggambarkan frekuensi
seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara
kasar disebut analisis tematik (Bungin, 2007:157)
Dengan dasar pemikiran demikian peneliti mengelompokkan makna yang
diungkapkan informan dalam bentuk tabulasi. Makna yang diberikan dimasukkan
dalam daftar makna kata kemudian dihubungkan dengan acuannya atau
dikelompokkan sesuai dengan derajat kesepadanannya. Bentuk tersebut dapat
dimaknai dalam tabel berikut:
Tabel 1. Memberikan makna yang diberikan informan dengan makna yang ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
No Kode Nama Kata
Makna yang diberikan
Makna
KBBI
Tabel 2. Penentuan derajat acuan bahasa berupa makna yang diujarkan dengan diluar bahasa yaitu fisik, fungsi, aksi, dan contoh
Definisi/Makna Yang Diberikan
No
Fisik Fungsi Aksi Contoh Dll
Tabel 3. Penentuan makna dari informan dihubungkan dengan derajat kesesuaian
No Kode siswa Kata Sesuai KBBI Hampir Sesuai KBBI Tidak Sesuai KBBI
Dari penjelasan tabel diatas, tabel 1 memberikan makna yang diberikan
informan dengan makna yang ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sedangkan untuk tabel 2 berupa penentuan derajat acuan bahasa berupa makna yang
diujarkan dengan diluar bahasa yaitu fisik, fungsi, aksi, dan contoh.
Sedangkan untuk tabel 3 adalah penentuan makna dari informan dihubungkan
ditabulasikan selanjutnya akan dipersentasikan dan diangkat sebagai kesimpulan. Dan
sebagai alur yang dapat digambarkan pada analisis data adalah sebagai berikut:
Data
↓
Pemerian Makna Dari Siswa Dengan Makna Kamus
↓
Penentuan Makna Berdasarkan Fisik, Fungssi, Aksi, Contoh
↓
Menentukan Kesesuaian Makna Dengan KBBI
↓
Kesimpulan Penelitian
Bagan 2. Tahapan Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Responden Laki-Laki
Dari penelitian yang telah dilakukan di lapangan maka peneliti memperoleh
data-data sebagai berikut, jumlah responden sebanyak 40 siswa sekolah dasar yang
terdiri dari 20 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan. Masing- masing
siswa diberikan kode, untuk responden pria di mulai dengan kode L1 sampai dengan
L20. Begitu juga dengan responden perempuan di beri kode yang dimulai dari P1
sampai dengan P20.
Pada responden laki-laki dengan kode L1 data untuk tingkat kesesuaian makna yang diberikan responden dengan makna di kamus yakni pada jenis kata verba
memiliki tingkat kesesuaian yang sangat rendah yaitu sebesar 0% di tandai dengan
ketidaksesuaian makna sebesar 80% dan makna yang hampir sesuai dengan makna
kamus sebesar 20%. Begitu juga pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya
sedang yakni sebesar 40 %, dengan tingkat ketidaksesuaian makna sebesar 60 % dan
tingkat kesesuaian pada jenis kata adjektif cukup tinggi yaitu sebesar 60%, kategori
hampir sesuai 10% dan tingkat ketidaksesuaian hanya 10%. Sementara untuk
diberikan berdasarkan fungsi kata, dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna
yang diberikan berdasarkan bentuk kata lainnya.
Kemudian yang berikutnya untuk responden dengan kode L2, data tingkat kesesuaian untuk jenis kata verba sangat rendah dengan tingkatan sebesar 20 % saja,
dan tingkat ketidaksesuaian makna tinggi dengan tingkat sebesar 60%, dan makna
yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%. Untuk jenis kata nomina
tingkat kesesuaiannya juga sangat rendah sebesar 20%, hampir sesuai dengan makna
kamus sebesar 20%, dan makna yang tidak sesuai sebesar 20%. Dan untuk tingkat
kesesuaian makna pada jenis kata adjektif tinggi sebesar 60%, makna yang hampir
sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan ketidaksesuaian makna sesesar 20%.
Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L2 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi dan aksi kata itu, untuk jenis kata nomina
cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata, dan untuk jenis kata
adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan aksi dan bentuk kata lainnya.
Lalu pada data responden Kode L3 menunjukkan data tingkat kesesuaian pada jenis kata verba sedang sebesar 40 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 20%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 40%. Pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya juga sedang sebesar 40
%, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 40%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 20%. Dan pada jenis kata adjektif
memiliki tingkat kesesuaiannya yang cukup tinggi sebesar 60 %, dengan tingkat
sesuai dengan kamus sebesar 20%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L3 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi dan aksi
kata itu, untuk jenis kata nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fisik
dan fungsi kata, dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan
berdasarkan bentuk kata lainnya.
Kemudian pada responden dengan kode L4 untuk jenis kata verba tingkat kesesuaiannya sangat rendah sebesar 20 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 80%, pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya sedang sebesar 40 %,
dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 40%, dan pada jenis kata adjektif
memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi sebesar 80 %, dengan tingkat makna yang
hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan
kamus sebesar 20%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L4 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata itu, untuk jenis
kata nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata, dan untuk
jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk kata lainnya.
Pada data responden dengan kode L5 di peroleh data di jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaian tinggi sebesar 60 %, dengan tingkat makna yang hampir
sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 40%, sama halnya dengan jenis kata nomina sebesar 60 %, dengan tingkat
sesuai dengan kamus sebesar 40%, dan adjektif sebesar 60 %, dengan tingkat makna
yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai
dengan kamus sebesar 40%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L5 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata itu, untuk
jenis kata nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fisik dan fungsi kata,
dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk
kata lainnya.
Kemudian pada data responden kode L6, jenis kata verba memiliki tingkat kesesuaian yang rendah sebesar 40 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 60%, pada jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaiannya juga cukup
tinggi sebesar 60 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus
sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 40%, sedangkan
pada jenis kata adjektif tingkat kesesuaiannya sangat rendah sebesar 20 %, dengan
tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan makna
yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 60%. Sementara untuk distribusi makna
untuk Kode L6 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan aksi dan fungsi kata itu, untuk jenis kata nomina cenderung makna yang diberikan
berdasarkan fungsi kata, dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang
diberikan berdasarkan bentuk kata lainnya.
kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 80%, pada
jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaiannya sedang sebesar 40 %, dengan
tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang
tidak sesuai dengan kamus sebesar 60%, sedangkan pada jenis kata adjektif tingkat
kesesuaiannya sedang sebesar 20 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 60%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L7 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata itu, untuk jenis kata nomina
cenderung makna yang diberikan berdasarkan fisik dan fungsi kata, dan untuk jenis
kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk kata lainnya.
Kemudian pada responden dengan kode L8 untuk jenis kata verba tingkat kesesuaiannya sedang sebesar 20 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 60%, pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya sedang sebesar 40 %,
dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 40%, dan pada jenis kata adjektif
memiliki tingkat kesesuaian yang juga sedang sebesar 40 %, dengan tingkat makna
yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan makna yang tidak sesuai
dengan kamus sebesar 40%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L8 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata itu, untuk
untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk kata
lainnya.
Pada data responden dengan kode L9 di peroleh data di jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaian sedang sebesar 40 %, dengan tingkat makna yang hampir
sesuai dengan makna kamus sebesar 40%, dan makna yang tidak sesuai dengan
kamus sebesar 20%, jenis kata nomina kesesuaian makna dengan kamus sebesar 60
%, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 20%. dan adjektif untuk tingkat
kesesuaiannya sebesar 80 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan
makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 20%.
Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L9 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi dan aksi kata itu, untuk jenis kata nomina
cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata, dan untuk jenis kata
adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk kata lainnya.
Dan pada data responden kode L10, jenis kata verba memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi sebesar 40 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 40%, pada jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaiannya juga cukup
tinggi sebesar 60 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus
sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 40%, sedangkan
pada jenis kata adjektif tingkat kesesuaiannya sedang sebesar 40 %, dengan tingkat
sesuai dengan kamus sebesar 60%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L10 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan aksi kata itu, untuk jenis kata nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata,
dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk
kata lainnya.
Kemudian pada responden laki-laki dengan kode L11 data untuk tingkat kesesuaian makna yang diberikan responden dengan makna di kamus yakni pada
jenis kata verba memiliki tingkat kesesuaian yang sangat rendah yaitu sebesar 0%, di
tandai dengan ketidaksesuaian makna sebesar 80% dan makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 20%. Begitu juga pada jenis kata nomina tingkat
kesesuaiannya rendah yakni sebesar 0 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 20% dan ketidaksesuaian makna sebesar 80 % dan
tingkat kesesuaian pada jenis kata adjektif sedang yaitu sebesar 40%, kategori hampir
sesuai dengan kamus 0% dan tingkat ketidaksesuaian 60%. Sementara untuk
distribusi makna untuk Kode L11 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi dan aksi kata itu, untuk jenis kata nomina cenderung
makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata, dan untuk jenis kata adjektif
cenderung makna yang diberikan berdasarkan aksi dan contoh.
Kemudian yang berikutnya untuk responden dengan kode L12, data tingkat kesesuaian untuk jenis kata verba sangat rendah dengan tingkatan sebesar 20% saja,
dan tingkat ketidaksesuaian makna tinggi dengan tingkat sebesar 60%, dan makna
tingkat kesesuaiannya juga sangat rendah sebesar 20%, hampir sesuai dengan makna
kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai sebesar 80%. Dan untuk tingkat
kesesuaian makna pada jenis kata adjektif tinggi sebesar 60%, makna yang hampir
sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan ketidaksesuaian makna sebesar 40%.
Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L12 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi, aksi dan contoh kata itu, untuk jenis kata
nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fisik dan fungsi kata, dan untuk
jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan bentuk kata aksi dan
contoh.
Lalu pada data responden Kode L13 menunjukkan data tingkat kesesuaian pada jenis kata verba rendah sebesar 0 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 20%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 80%. Pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya juga sedang sebesar 0 %,
dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 40%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 60%. Dan pada jenis kata adjektif
memiliki tingkat kesesuaiannya yang sedang sebesar 40 %, dengan tingkat makna
yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai
dengan kamus sebesar 60%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L13 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi, aksi dan,
contoh kata itu, untuk jenis kata nomina cenderung makna yang diberikan
berdasarkan fisik dan fungsi kata, dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna
Kemudian pada responden dengan kode L14 untuk jenis kata verba tingkat kesesuaiannya sangat rendah sebesar 0 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai
dengan makna kamus sebesar 40%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus
sebesar 60%, pada jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya rendah sebesar 0 %,
dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan
makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 80%, dan pada jenis kata adjektif
memiliki tingkat kesesuaian yang rendah sebesar 20 %, dengan tingkat makna yang
hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan
kamus sebesar 80%. Sementara untuk distribusi makna untuk Kode L14 pada jenis kata benda cenderung makna yang diberikan berdasarkan fungsi kata itu, untuk jenis
kata nomina cenderung makna yang diberikan berdasarkan fisik, fungsi dan aksi dari
kata, dan untuk jenis kata adjektif cenderung makna yang diberikan berdasarkan aksi,
contoh, dan bentuk kata lainnya.
Pada data responden dengan kode L15 di peroleh data di jenis kata nomina memiliki tingkat kesesuaian sangat rendah sebesar 0 %, dengan tingkat makna yang
hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%, dan makna yang tidak sesuai
dengan kamus sebesar 80%, jenis kata nomina tingkat kesesuaiannya rendah sebesar
20 %, dengan tingkat makna yang hampir sesuai dengan makna kamus sebesar 20%,
dan makna yang tidak sesuai dengan kamus sebesar 60%. dan adjektif untuk tingkat
ketidaksesuaian makna tinggi sebesar 60 %, dengan tingkat makna yang hampir
sesuai dengan makna kamus sebesar 0%, dan makna yang tidak sesuai dengan kamus