KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DAN ANAK TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
(Studi Deskriptif Kuantitatif Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12
MEDAN)
Diajukan Oleh: SARAH SIANTURI
100904085
Program Studi: Hubungan Masyarakat
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
ORANG TUA DAN ANAK TENTANG
PENDIDIKAN KESEHATAN REPDORUKSI
(STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF MENGENAI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DAN ANAK TENTANG PENDIDIKAN
KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWA SMA NEGERI 12 MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unuversitas Sumatera Utara
SARAH SIANTURI 100904085
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Abstrak
Penelitian ini berjudul tentang Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Dengan memilih studi deskriptif kuantitatif, peneliti akan menggambarkan bagaimana anak, khususnya remaja berkomunikasi dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi, dan bagaimana orang tua berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi menurut pandangan anak itu sendiri. Teori-teori yang dianggap relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa siswi SMA Negeri 12 Medan, yang duduk di kelas kelas I (1-7) dan II ( IPA 1-6 dan IPS 1-3). Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Solvin (1960) (Sevilla dkk, 1993:161) dengan nilai kritis 10%, dan tingkat kepercayaan 90%, maka diperoleh sampel sebanyak 88 siswa. Teknik penarikan sampel yang digunakan ialah Proportional Stratified Random Sampling
dan teknik undian. Teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan metode kuesioner (Field Research) dan metode kepustakaan (Library Research). Adapun teknik analisis datanya menggunakan analisis tabel tunggal, dengan penggunaan
Statistical Product and System Solution (SPSS). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, hampir seluruh siswa mengetahui secara benar tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi, selain itu komunikasi interpersonal orang tua dan siswa tentang kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil dari kuesioner, masih terdapat beberapa siswa yang masih merasa malu dan segan untuk berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi, namun mayoritas siswa sudah memiliki sikap yang terbuka dengan orang tua. Sikap terbuka, percaya, mendengarkan, dan memahami telah dimiliki oleh para siswa ketika berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi dengan orang tua. Terdapat beberapa siswa yang orangtuanya cenderung menaruh curiga dan memaksakan kehendak, namun itu semata demi kebaikan anaknya.
Kata Kunci:
Abstract
This research entitled Interpersonal Communication Parents and Childresn about Reproductive Health Education. By selecting a quantitative descriptive study, researchers will describe how children, especially teens, communicating with their parents about reproductive health, and how parents communicate about reproductive health in the view of the child’s own. Theories that are considered relevant to this study are: Communication, Interpersonal Communication, Adolescents, and Reproductive Health Education. The population is students of SMA Negeri 12 Medan, which sits in class I (1-7) and II ( IPA 1-6 and IPS 1-3). To determine the number of samples used Solvin (1960) formula with a precision of 10% and a confidence level of 90%, then obtained a sample of 88 students. The sampling technique used is Proportional Stratified Random Sampling and sweepstakes. data collection techniques, researchers used a questionnaire method (Field Research) and the methods of literature (Library Research). The data analysis technique using a single table analysis, with use of the Statistical Product and System Solution (SPSS) 16. Conclusion is almost all students know propely about reproductive health education materials, in addition to the interpersonal communication of parents and students about reproductive health has been going well. Based on the results of the questionnaire, there are still some students who still feel ashamed and embarrassed to communication about reproductive health, but the majority of the students already have been very open with their parents. Openness, trust, listening, and understanding has been owned by the students when communicating about reproductive health with their parents. There are some students whose parents tend to be suspicious and overbearing, but it is merely for the sake of their child.
Key words:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Sarah Sianturi
Nim : 100904085
Departemen : Ilmu Komunikasi (HUMAS)
Judul : Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi
(Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA Negeri 12 Medan)
Medan, Juli 2014
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Dayana, M.Si
NIP. 196007281987032002 NIP. 196208281987012001 Dra. Fatma Wardy Lubis, MA
Dekan FISIP USU
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya
bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Sarah Sianturi
NIM : 100904085
Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah pemilik kehidupan, Tuhan Yesus Kristus
yang sudah memberikan hikmat, berkat, dan anugerahnya kepada peneliti sehingga
peneliti dapat melewati banyak hal di dalam bersamaNya dan dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Penelitian skripsi ini berjudul “Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak
tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi”, merupakan salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti menyadari masih banyak
kekurangan dan masihjauh dari sempurna, karena itu peneliti menerima saran dan
kritik untuk perbaikan sehingga skripsi dapat menjadi lebih baik.
Peneliti menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua peneliti, yakni
Bapak Israel Sianturi (Alm), dan Ibu Marulina Panjaitan (Alm), buat cinta dan kasih
yang tulus yang sudah diberikan. Peneliti juga menyampaikan banyak terimakasih
kepada Bapak Esron Sianturi dan Ibu Rukiah Siagian, yang selama ini telah menjadi
orang tua yang baik. Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan baik
secara moril maupun materiil.
Skripsi dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan doa-doa setiap
orang yang ada dalam hidup peneliti, karena itu peneliti juga menghaturkan banyak
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih
pengetahuan yang telah banyak ibu berikan kepada peneliti, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi, yang telah
mendidik dan membantu peneliti selama perkuliahan.
5. Saudara-saudari kandung peneliti, Grace Sianturi, Rio Sianturi, dan Boy
Sianturi. Terimakasih sudah menjadi kakak dan abang yang baik,
terimakasih sudah mendoakan, mendukung dan memberikan semangat
kepada peneliti.
6. Sahabat-sahabat peneliti, Camilla Emanuella Sembiring, Rosida
Zulsufiyani, Jessica Lara Sihombing, Anggie Dahlia Simanjuntak, Grace
Ebanta Ginting, Elyn Pasaribu, dan Olivia Manullang. Terimakasih untuk
banyak hal yang sudah kita jalani selama 4 tahun terakhir.
7. Teman-teman peneliti, Lidia Sagala, Justina Tampubolon, Maria Silaen,
Dihonita Sibarani, Ouldri Grade Lucia, dan Rafflesia Bonita Simanjuntak,
yang sudah mendukung dan memberi semangat kepada peneliti.
8. Teman-teman Naposobulung HKBP Karya Pembangunan, terimakasih
buat kebersamaan dan dukungan doanya.
9. Kepada teman-teman Ilmu Komunikasi Stambuk 2010, Klinton Mangapul
Aritonang, Fajar Khalil, dan semua teman-teman yang telah mendukung
dan membantu peneliti dalam proses penelitian.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah
diberikan oleh semua pihak. Peneliti berharap, penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan perkembangan Ilmu Komunikasi di Sumatera Utara.
Medan, Juni 2014 Hormat Saya
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai Civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sarah Sianturi
NIM : 100904085
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi (Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA Negeri 12 Medan).
Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : Juli 2014
Yang Menyatakan
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL……… .. i
LEMBAR PERSETUJUAN……….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………. iii
KATA PENGHANTAR………. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vi
ABSTRAK………... vii
2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi ……… 28
2.2 Kerangka Konsep………..……. 33
2.3 Variabel Penelitian……….……… 34
2.4 Definisi Operasional Variabel……….……… 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian……….……….…… 42
3.4 Teknik Pengumpulan Data………..………. 46
3.4 Teknik Analisis Data……… 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Pelaksanaan Penelitian….………..….. 47
4.3 Teknik Pengolahan data……….. 51 4.4 Analisis tabel tunggal...………... 51
4.5 Pembahasan………...….. 74
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan……… 85
5.2 Saran……….………... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Operasional Variabel…....………... 34
3.1 Populasi Penelitian..………... 43
3.2 Sampel Penelitian……… 45
4.1 Daftar Nama Kepala Sekola SMAN 12 Medan……….. 48
4.2 Jumlah Siswa-Siswi SMAN 12 Medan TA 2013/201………. 49
4.3 Jenis Kelamin Responden………...………. 52
4.4 Usia Responden………...……… 52
4.5 Kelas Responden………...………. 53
4.6 Jurusan Responden………...………...… 53
4.7 Anak Transparan dengan Orang tua……… 55
4.8 Anak Percaya dengan Orang tua…….……… 56
4.9 Anak Mendengarkan Orang tua………...………. 57
4.10 Anak Memahami Orang tua..………... 58
4.11 Anak Defensif dengan Orang tua………. 59
4.12 Anak Berfikir Positif dengan Orang tua………...…………... 60
4.13 Menurut Anak, Orang tua Mencoba Merasakan Apa Yang Dirasakannya…………... 61 4.14 Menurut Anak, Orang tua Memotivasi ke Arah yang Lebih Baik……… 62 4.15 Menurut Anak, Orang tua Tidak Menaruh Curiga Kepada Anak………...……… 63 4.16 Menurut Anak, Orang tua Memberi Pujian Kepadanya ……... 64
4.17 Menurut Anak Orang tua Berbincang Pada Tingkatan yang Sama ………. 65 4.18 Menurut Anak, Orang tua Tidak Memaksakan Kehendak Kepadanya………. 66 4.19 Pengetahuan tentang Tanda-tanda Seks Primer ………...……. 67
4.20 Pengetahuan tentang Tanda-tanda Seks Sekunder …………... 68
4.21 Sebab dan Akibat Perilaku Seksual Pranikah…………..…….. 68
4.22 Pendewasaan Usia Perkawinan…...……….. 69
4.23 Usia Terbaik Melahirkan adalah 20-35 tahun………... 70
4.24 Jumlah Anak Terbaik adalah 2 Orang……….….. 71
4.25 Jarak Kelahiran Terbaik Adalah 2-4 Tahun……….. 71
4.26 Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual……….…... 72
DAFTAR LAMPIRAN • Kuesioner
• Fortran Cobol • Biodata Peneliti
• Lembar Catatan Skripsi
Abstrak
Penelitian ini berjudul tentang Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Dengan memilih studi deskriptif kuantitatif, peneliti akan menggambarkan bagaimana anak, khususnya remaja berkomunikasi dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi, dan bagaimana orang tua berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi menurut pandangan anak itu sendiri. Teori-teori yang dianggap relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa siswi SMA Negeri 12 Medan, yang duduk di kelas kelas I (1-7) dan II ( IPA 1-6 dan IPS 1-3). Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Solvin (1960) (Sevilla dkk, 1993:161) dengan nilai kritis 10%, dan tingkat kepercayaan 90%, maka diperoleh sampel sebanyak 88 siswa. Teknik penarikan sampel yang digunakan ialah Proportional Stratified Random Sampling
dan teknik undian. Teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan metode kuesioner (Field Research) dan metode kepustakaan (Library Research). Adapun teknik analisis datanya menggunakan analisis tabel tunggal, dengan penggunaan
Statistical Product and System Solution (SPSS). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, hampir seluruh siswa mengetahui secara benar tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi, selain itu komunikasi interpersonal orang tua dan siswa tentang kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil dari kuesioner, masih terdapat beberapa siswa yang masih merasa malu dan segan untuk berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi, namun mayoritas siswa sudah memiliki sikap yang terbuka dengan orang tua. Sikap terbuka, percaya, mendengarkan, dan memahami telah dimiliki oleh para siswa ketika berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi dengan orang tua. Terdapat beberapa siswa yang orangtuanya cenderung menaruh curiga dan memaksakan kehendak, namun itu semata demi kebaikan anaknya.
Kata Kunci:
Abstract
This research entitled Interpersonal Communication Parents and Childresn about Reproductive Health Education. By selecting a quantitative descriptive study, researchers will describe how children, especially teens, communicating with their parents about reproductive health, and how parents communicate about reproductive health in the view of the child’s own. Theories that are considered relevant to this study are: Communication, Interpersonal Communication, Adolescents, and Reproductive Health Education. The population is students of SMA Negeri 12 Medan, which sits in class I (1-7) and II ( IPA 1-6 and IPS 1-3). To determine the number of samples used Solvin (1960) formula with a precision of 10% and a confidence level of 90%, then obtained a sample of 88 students. The sampling technique used is Proportional Stratified Random Sampling and sweepstakes. data collection techniques, researchers used a questionnaire method (Field Research) and the methods of literature (Library Research). The data analysis technique using a single table analysis, with use of the Statistical Product and System Solution (SPSS) 16. Conclusion is almost all students know propely about reproductive health education materials, in addition to the interpersonal communication of parents and students about reproductive health has been going well. Based on the results of the questionnaire, there are still some students who still feel ashamed and embarrassed to communication about reproductive health, but the majority of the students already have been very open with their parents. Openness, trust, listening, and understanding has been owned by the students when communicating about reproductive health with their parents. There are some students whose parents tend to be suspicious and overbearing, but it is merely for the sake of their child.
Key words:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan
psikososial.Secara kronologis yang tergolong remaja yakni berkisar antara
12/13-21 tahun. Penggolongan remaja menurut Tohrnburg (Dariyo, 2004:3) terbagi 3
tahap, yaitu masa remaja awal (usia 13-14 tahun), remaja tengah (usia 15-17
tahun), dan masa remaja akhir (usia 18-21 tahun). Sementara itu, Menurut data
yang diambil dari BKKBN, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa, sebanyak 27,6 persen atau
63.443.448 juta jiwa adalah usia remaja 10 sampai 24 tahun.
Remajasaat ini sedang mengalamiperubahan sosial yang cepat
darimasyarakat tradisionalmenujumasyarakatmodern,yangjugamengubah
norma-norma, nilai-nilai dan gayahidupmereka. Perkembangan emosi yang belum stabil
dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan
remajalebihrentanmengalamigejolaksosial.Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga
kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa
kritis.
Masaremajajugadiartikan sebagaimasa dimana seseorang menunjukkan
tanda-tanda pubertas dan berlanjuthinggatercapainyakematanganseksual.Perubahan
organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, meyebabkan dorongan dan gairah
seksual remaja makin kuat dalam dirinya.Kematangan organ reproduki tersebut, juga
mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial, baik dengan sesama jenis
maupun dengan lawan jenis. Di satu sisi hal ini tentu baik bagi kehidupan sosial
Permasalahan remajayangadasaatinisangatkompleks, salah satunya ialah masalah
kesehatan reproduksi.Data Depkes RI (2006), menunjukkan jumlah remaja umur
10-19 tahun di Indonesia ada sekitar 43 juta (10-19.61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu
juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan
bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual. Penelitian juga dilakukan oleh
Universitas Dipenegoro bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2005),
dengan sampel 600.000 responden menyatakan bahwa sekitar 60.000 atau 10% siswi
SMU se-Jawa Tengah telah melakukan hubungan seksual pranikah.
Masalah kesehatan reproduksi remaja yakni masalah seksualitas, dapat berujuang
kepada penyakit menular seksual seperi HIV/AIDS bahkan sampai kepada
penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan data tentang penyalahgunaan narkoba di
Indonesia, dari sebanyak 3,2 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, 78% diantaranya
ialah remaja. Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010, di Indonesia terdapat
21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif, dengan persentase pengidap usia
19-29 tahun yakni sebesar 48,1% dan usia 30-35 tahun sebanyak 30,9%.
Pengaruh informasiglobal(paparanaudio
visual)yangsemakinmudahdiaksesdiakuiatautidaktelahmemancingremajauntukmen gadaptasi kebiasaan-kebiasaantidaksehatyang berhubungan dengan kesehatan
reproduksinya.Pada akhirnya secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan
mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantar mereka pada berperilaku
seksual yang berisiko tinggi.Padahal walaupun remaja telah mencapai kematangan
kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi
yang diterima tersebut secara benar.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan secara fisik, mental, sosial secara utuh
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem atau fungsi proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan (UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal
71). Pendidikan kesehatan
reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreprodukside
sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut.Pendidik
an kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan proses-proses
pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat dasar-dasar
pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan
reproduksi adalah bagian integral dari usaha-usaha pendidikan pada umumnya
(Gunarsa, 2000: 96).
Berdasarkan proses penyampaiannya, pendidikan dapat dibagai menjadi dua
bagian, yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal ialah
pendidikan yang dilakukan secara formal dan resmi oleh dinas pendidikan, misalnya
yang dilakukan di sekolah. Sedangkan pendidikan non formal, ialah pendidikan yang
dilakukan tidak secara formal atau resmi, namun berdasarkan kedekatan satu sama
lain, misalnya di lingkungan keluarga dan sekitar. Proses penyampaian Pendidikan
Kesehatan Reproduksi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni formal dan non
formal. Namun saat ini sulit ditemukan sekolah yang menerapkan pendidikan
kesehatan reproduksi secara mendalam.Karena itulah peran lingkungan keluarga
disini sangat dibutuhkan.Keluargasebagailingkungan sosial pertamaremajadiharapkan
dapatmenerapkan pendidikan kesehatan reproduksi yang baik dan benar.
Peran keluarga khusunya orangtuadirasakanpenting dalam memberikan informasi
tentang materi pendidikan kesehatan reproduksi,karenaorangtua dapat
mengarahkansecarabijaksanainformasiyangbenardantepat
sesuaidengankebutuhanremaja.Menurut hasil penelitian Ida Wiendijarti (2011) dalam
judul “Komunikasi Intepersonal Orang tua dan Anak dalam Pendidikan Seksual”,
menunjukkan hasil bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan
orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif
terhadap hubungan seksual. Namun pada kenyataannya
orangtuadipandangkurangmampumemahamijiwaremaja.Orangtuamasihterbelengguolehb
udayalamadanpandanganorangtuayangsempitterhadapperkembanganremaja
danlingkungannya.Orang tua sering sekali berpendapat bahwa pembicaraan mengenai
aneh, bahkan tabu.Selain itu mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua bahwa
pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru
malah mendorong remaja untuk melakukan penyalahgunaan organ reproduksi
tersebut.Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian Synovate (2006) di empat
kota (Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya), menunjukkan hasil bahwa remaja yang
mendapat informasi tentang penjelasan berbagai masalah kesehatan reproduksi oleh
keluarga, yakni orang tua relatif sedikit; disebutkan pula bahwa sebanyak 42,2%
remaja menerima informasi tentang haid, dan hanya 15,5% remaja menerima
informasi hubungan suami istri, yang mendapat penjelasan tentang penyakit menuar
seksual (PMS) ada 16,9 %.
Menurut pandangan remaja melalui beberapa artikel tentang komunkasi orang tua
dan anak tentang kesehatan reproduksi (salah satunya artikel yang ditulis Murni
Manurung dalam situs BKKBN Jabar), orangtua sulit untuk dimengerti berkaitan
dengan masalah remaja.Remaja ingin dihitung keberadaannya di lingkungan
keluarga, karena itu remaja ingin pendapatnya terlebih dahulu didengar oleh
orangtua. Namun remaja menganggap orangtua cenderung menghakimi, terlalu
melindungi dan sering tidak menghormati privasi remaja dan keinginan remaja untuk
mandiri.Selain itu, remaja menganggap orangtua susah untuk dipercaya, hal ini
dikarenakanorangtua tidak memiliki cukup keahlian tentang topik yang berkaitan
dengan pendidikan kesehatan reproduksi. Karena itulah meskipun remaja memiliki
kedekatan fisik dengan orangtua, namun tidak sedikit remaja yang merasa nyaman
dan aman secara emosional untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksinya dengan teman sebaya atau sepermainannya.
Permasalahan
inisebenarnyabisadiatasidenganmenciptakankomunikasiinterpersonalantara
remajadenganorangtua.Komunikasiinterpersonal
disinibukansekedarmenyangkutkuantitasdari
komunikasiyangdilakukanolehremajadanorangtua,tetapikomunikasilebihdititikberatkanpad
dan kesetarandari keduabelahpihak.Pada hakekatnya komunikasi
interpersona
perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.Komunikasi
interpersonal antara remaja dan orang tua di sini bersifat dua arah, disertai dengan
pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara remaja dan orang tua
berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat.
Pendidikan kesehatan reproduksi di dalam keluarga, disebut juga dengan sistem
pendidikan non formal, dapat dilakukan melalui komunikasi interpersonal (antar
pribadi) antara orang tua dan remaja.Pendidikan kesehatan reproduksi di dalam
keluarga dapat dilakukan dalam suasana yang santai dan menyenangkan, tidak tegang
atau kaku, dan tetap dengan pandangan dewasa, juga perlu memerhatikan
penyesuaian bahasa yang digunakan oleh remaja.
Meskipun orang tua dianggap memegang peranan penting
untukmemberikanpendidikan kesehatan reproduksipadaremaja, namun jika dilihat
melalui permasalahan kesehatan reproduksi yang terjadi saat ini, yang menjadi fokus
dalam penelitian ini ialah remaja.Orang tua tentu berupaya untuk memberikan
pendidikan yang baik untuk anaknya, namun semua kembali kepada diri anak itu
sendiri.Karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaiman komunikasi
interpersonal remaja kepada orang tua tentang pendidikan kesehatan reproduksi, dan
tentang bagaimana orangtua berkomunikasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi
melalui sudut pandang remaja itu sendiri.
SMA Negeri 12 merupakansalahsatusekolahnegeri
yangadadikotaMedan.Siswa-siswinya berasaldaridaerah yangberbeda-beda, dengan kebiasaan yang
berbedapula.Pendidikan kesehatan reporduksi biasanya menjadi bagian dari mata
pelajaran biologi ataupun pendidikan kesehatan jasmani, karena itu pendidikan
kesehatan reproduksi belum terlalu mendalam diajarkan di sekolah ini.Selain itu,
disekolah ini jugabelumpernah dilakukan penelitian tentang bagaimana komunikasi
lah yang menjadi objek dalam penelitian ini ialah siswa-siswi SMA Negeri 12
MEDAN.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Tentang Pendidikan Kesehatan
Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12 MEDAN”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“BagaimanaKomunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak tentang Pendidikan
Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA NEGERI 12 MEDAN?”
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar
penelitian tidak terlalu luas dan fokus terhadap permasalahan yang sedang diteliti,
maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Kesehatan Reproduksi yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan
upayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduksidenganmenanamk
anmoral,etika, agartidakterjadipenyalahgunaanorganreproduksi.
2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, untuk
mengetahuikomunikasi interpersonal orang tua dan anak tentang pendidikan
kesehatan reproduksi pada remaja.
3. Objek Penelitian ini adalah siswa kelas I (I-VII) dan II (IPA I-VI dan IPS I-III)
di SMA NEGERI 12 MEDAN.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui komunikasi interpersonal orang tua dan anak tentang
Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada SMA NEGERI 12 MEDAN.
2. Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu komunikasi.
Temuan-temuan empiris dari hasil penelitian ini juga menjadi sumbangan
berharga sekaligus sebagai pengkayaan materi dalam pengembangan khazanah
keilmuan komunikasi.
2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperluas ruang lingkup
peneltian dalam bidang komunikasi interpersonal khususnya komunikasi
interpersonal orang tua dengan anak.
3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
SMA NEGERI 12 MEDAN dan pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan
BAB II
URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori
Teori ialah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang
mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di
antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.(Kerlinger, 1986).
Teori menurut Wilbur Schram adalah suatu perangkat pernyataan yang saling
berkaitan, pada abtraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa
dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan
prediksi mengenai perlaku (Effendy, 2003:241).
Seorang penelitisebelum melakukan penelitian perlu menyusun kerangka teori
karenakerangkateorimerupakanlandasanberfikiruntukmenggambarkandari sudut
manapenelitimenyorotimasalahyangakanditeliti.Adapun teori-teori yang relevan
terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan
Pendidikan Kesehatan Reproduksi.
2.1.1 Komunikasi
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan.Kata communis berarti milik bersama atau berlaku dimana-mana sehingga communis opinion berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk membangun sebuah
mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami sesuai dengan
keinginan dan tujuan bersama (Hidayat: 2012, 19).
Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan
latin“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna mengenai suatu pesan yang disampaikan
oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jadi secara sederhana dalam proses
komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan
makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut
(Effendy, 2003:30)
Mulyana (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membangun
kebersamaan pikiran tentang suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama.
Usaha manusia menyampaikan isi pertanyaan atau pesan kepada manusia lain.
Sementara itu, Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi merupakan proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator) yang menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).
(Mulyana, 2007:68)
Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi menurut Harold Laswell
adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”. Dan berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
sumber (komunikator), pesan, salutan atau media, penerima (komunikan), dan efek.
Unsur-unsur lain yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan/kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi tertentu.(Effendy, 2003).
Dance (1970) juga membuat enam kategori dari berbagai definisi komunikasi
yang ada (Liliweri, 1991:5) yang menunjukkan komunikasi sebagai:
Rumusannya adalah: Communication is the distric-minatory respons for an organism to a stimulus. (Stevens, 1950)
2. Aktivitas datang dari pihak lain: mempengaruhi
Rumusannya adalah: The process by which an individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individual. (Hoveland, 1948)
3. Hubungan adalah sentral
Rumusannya antara lain: Communication is essentially the relationship set up by the transmission of stimully and the evocation of response. (Cherrey, 1964) 4. Hasil adalah yang utama, sharing atau pemilikan
Rumusannya adalah: It its process that makes common to or several what was the monopoly of one or some. (Gode, 1959)
5. Transmisi informasi
Rumusannya adalah: Communication is an information transformation process which organiates at mind and ends at a mind. (Toda, 1967)
6. Penggunaan Lambang
Rumusannya adalah: To designate interaction by measn of signs and symbols.
(Cullen, 1939)
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, dan daribanyak
pengertian tersebut jikadianalisispadaprinsipnyadapatdisimpulkan
bahwakomunikasimengacupada tindakan,olehsatuorangataulebih,yangmengirim dan
menerimapesan dengan atau tanpa media, dalam suatu kontekstertentu, mempunyai
pengaruhtertentu,danadakesempatanuntukmelakukanumpanbalik.
2.1.2 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The
Interpersonal Communication Book”, (Deviot, 1989:4) sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang,
dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.(Effendy, 2003:59).
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
nonverbal (Mulyana, 2007:81).
Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003:61) mengatakan
bahwa dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi
atau interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan.
Vito (1976) mendefinikan komunikasi interpersonal sebagai, pengiriman
pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang
dengan efek dan umpan balik yang langsung.Dean C. Barnlund (1968)
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal biasanya dihubungkan dengan
pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi
secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988)
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi dari mulut
ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
Readon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai
paling sedikit enam ciri, yaitu:
1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong
2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja
3. Kerapkali bebalas-balas
4. Mempersyaratkan adaya hubungan (paling sedikit dua orang) antara pribadi
5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan
6. Mengunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna
Komunikasi interpersonal atau yang sering disebut pula sebagai komunikasi antar
pribadi, merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain
dengan efek dan feedback yang langsung (Devito). Komunikasi interpersonal sangat efektif dalam mengubah sikap atau perilaku karena satu sama lainnya terlibat
Tujuan dari komunikasi interpersonal (Hidayat, 2012:55) adalah:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
2. Mengetahui dunia luar
3. Menciptakan dan memelihara hubungan yang bermakna
4. Mengubah sikap dan perilaku oang lain
5. Bermain dan mencari hiburan
6. Membantu orang lain.
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang
merupakan komunikasi interpersonal, dan bukan komunikasi lainnya.Hal ini
terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan
Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi interpersonal itu adalah:
1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal
2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan
3. Komunikasi interpersonal tidaklah statis melainkan dinamis
4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi
5. Dipandu oleh aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik
6. Komunikasi interpersonal merupakan suatu kegiatan dan tindakan
7. Melibatkan di dalamnya biang persuasif
Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis
menurut sifatnya (Effendy, 2003:62), yakni:
1. Komunikasi diadik (dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua
orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang
lagi komunikan yang menerima pesan.Oleh karena perilaku komunikasinya dua
orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens.Komunikator
memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan seorang itu. Situasi
komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi
atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya
pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang
disebut primasi diadik(dyadic primacy) (Devito, 1979:14). Yang dimaksud dengan primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam
kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya
masing-masing.
2. Komunikasi triadik (triadic communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari
tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya
A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada
komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada
komunikan C, juga secara berdialogis.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik
lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang
komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan
sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua factor yang sangat
berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.
Rakhmat (2000) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi
interpersonal yang menumbuhkan relasi antar pribadi yang baik (Hidayat, 2012:56),
yaitu:
1. Percaya, didefinisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam
situasi yang penuh resiko.
2. Suportif, adalah sikap yang memgurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati.
Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang orang
defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya
3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Keterbukaan atau sifat
terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang
efektif.
Efektivitas Komunikasi Interpersonal (menurut Josep A. Devito) dimulai dengan
lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
a. Keterbukaan (openness)
Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan
menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi
interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan,
dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara
adil, transparan, dua arah, saling percaya, dan dapat diterima oleh semua pihak
yang berkomunikasi.
b. Empati (empathy)
Empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang sedang
dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat
memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata
orang lain.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap
mendukung (supportiveness).Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara
terbuka.Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sika
defensif merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung
melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi.
Sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator
untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.Dalam komunikasi
interpersonal, hendaknya antara komunikator dan komunikan saling menunjukkan
sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling memberikan pujian jika memang
dibutuhkan, guna menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang
efektif.
e. Kesetaraan (equality)
Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan
tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam
persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap
berbincang pada tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi.
Ada beberapa faktor pembentuk individu melakukan komunikasi interpersonal
dengan individu lainnya. Menurut Halloran (1980) yang menjadi faktor adalah (1)
perbedaan antar pribadi; (2) manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh
namun tetap mempunyai kekurangan; (3) adanya perbedaan motivasi antara manusia;
(4) kebutuhan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain.
Cassagrande (1986) juga berpendapat hampir senada, bahwa seseorang melakukan
komunikasi interpersonal dengan orag lain karena: (1) setiap orang memerlukan
orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan; (2) setiap orang
terlibat alam proses perubahan yang relatif tetap; (3) interaksi hari ini merupakan
sprekturm pengalaman masa lalu, dan buat orang mebuat orang mengantisipasi masa
depan; (4) hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang
baru
Komunikasi interpersonal sering dikatakan sebagai komunikasi yang paling
efektif dari berbagai jenis komunikasi yang ada (Liliweri,1991). Hal ini dikarenakan:
1. Melalui komunikasi interpersonal dapat diketahui secara langsung apakah kita
2. Dapat juga mengetahui apakah pesan kita diterima dan dimengerti pihak lain
3. Dapat mengetahui apakah pesan kita tidak hilang ataupun menjadi kurang
jelas, artinya kita dapat saling mengontrol pesan-pesan
4. Dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang, mengatur
pesan-pesan yang lebih baik untuk menambah atau mengurangi jumlah mutu pesan-pesan
yang kita komunikasikan
2.1.2.1 Teori Johari Window
Teori johari Window (Jendela Johari) merupakan perangkat sederhana dan
berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian
bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu.Teori ini
diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa
mengetahui dan tidak mengetahui dirinya, maupun orang lain (Liliweri, 1991:53).
Joseph Luft tidak sendiri dalam mengembangkan teori Jendela Johari ini, namun
ia bersama seorang Psikolog Amerika, Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika
mereka meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya nama
“Johari” sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. “Jo”
untuk Luft, dan “Harry” untuk Ingham.dalam selang waktu yang lama, Jendela Johari
banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan
hubungan interpersonal, kelompok-kelompok dinamis, penigkatan tim, dan hubungan
inter-group.
Berikut adalah gambaran Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang
lain:
diketahui diri sendiri tidak diketahui sendiri
1 terbuka 2 buta
Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam
pengembangan hubungan antar seseorang dengan lainnya terdapat empat
kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela)
itu. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:
- Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka
- Bidang 2, melukiskan bidang buta. Masalah hubungan antara kedua pihak
hanya diketahui orang lain, namun tidak diketahui diri sendiri
- Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua
pihak diketahui diri sendiri, namun tidak diketahui orang lain
- Bidang 4, bidang tidak dikenal. di mana kedua pihak sama-sama tidak
mengetahui masalah hubungan di antara mereka.
Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal atau
antar pribadi ialah bidang 1, di mana antara komunikator dan komunikan saling
mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar
pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan
dengan orang lain, seseorang cenderung untuk menyembunyi masalah yang
dihadapinya.
2.1.3 Remaja
Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukka masa remaja, menurut
Yulia S.D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1991) antara lain: (a) Puberteit, puberty
dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah Latin,
adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang
tergolong remaja ini berkisar anatar usia 12/13-21 tahun.
Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap (Pinem,
2009:303), yaitu:
1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih
dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhya
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari
identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas
seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain: mampu berpikir
abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Di dalam buku Psikologi Perkembangan oleh DR. Hendriati Agustiani,
dikemukakan bahwa secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut: (Konopa, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):
1. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung
pada orang tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan
kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman
sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu
mengarahkan diri sendiri (self directed).Pada msaa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas,
yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa.Selama periiode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri dari tahap ini.
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia
yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.Keunikan tersebut bersumber dari
kedudukan masa remaja sebagai periode trasnsisional antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa.Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada
beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat
psikologis.Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa
remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan
lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Agustiani,
2009:29). Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa
aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini (Lerner &
Hultsch, 1983:318-320):
1. Perubahan Fisik
Rangkaian perubahan yang paling jelas Nampak dialami oleh remaja adalah
perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada
awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun
pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar
endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan
memunculkan ciri-ciri seks sekunder.Gejala ini memberikan isyarat bahwa fungsi
berkerja.Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhna yang pesat pada tubuh
dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang
dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi
dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.
2. Perubahan Emosional
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam
aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan
hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan
badaniah tersebut.Hormonal meyebabkam perubahan seksual dan menimbulkan
dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.Keseimbangan hormonal yang
baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan
sebelumnya.Keterbatasannya untuk secara kognitif mengola
perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan-perubahan besar dalam fluktuasi
emosinya.Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa
berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis
seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksul.Ini semua menuntut
kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
3. Perubahan Kognitif
Semua perubahan fisik yang mnembawa implikasi perubahan emosional tersebut
makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan
kognitif.Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget
(1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam
perkembangan kognitifnya. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini
memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis, dan
kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu
untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat
bahwa fokus utama dari perubahan perhatian remaja adalah dirinya sendiri.Secara
psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami
perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif
sedang mengalami perubahan besar.
Pada masa remaja, selain perubahan fisik remaja juga mengalami perubahan
kejiwaan. Perubahan kejiwaan terjadi lebih lambat dari fisik dan labil (Pinem:
2009:304), meliputi:
1. Perubahan Emosi; sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi),
mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.
2. Perkembangn Inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang memberi kritik,
ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang
baru.
Perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada perubahan
tingkah lakunya.Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu
sangat tergantung pada tingkat fluktuasi yang ada pada remaja tersebut. (Ali, Asrori:
2004,69). Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani ditunjuuka dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat
dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada
bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak
seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak
terduga pada perkembangan emosi remaja.
2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, temasuk rmaja, sangat bervariasi. Ada
saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh,
tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua
seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi
remaja.
3. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja seringakali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan
membentuk semacam geng. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi
pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.
4. Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah perubahan pandangan dunis luar yang dapat menyebabkan
konflik-konflik, emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap dunia luar terhadap remaja erring tidak konsisten. Kadang-kadang
mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan
penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.
b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda
untuk remaja laki-laki dan perempuan.
c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak
bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam
kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah
Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak
dapat mereka terima atau sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang
menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah
lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan
anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab,
idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson
disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang seing ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut:
1. Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idelaisme,
angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun
sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai
untuk mewujudkan semua itu.Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh
lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.
2. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi
psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih
belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering
mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara
mereka dengan orang tua.
3. Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya
tersalurkan.Biasanya hambatan dari segi keuangan atau biaya. Sebab,
menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang
banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian
orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal.
4. Aktivitas berkelompok
Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka
berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.Mereka
melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala
dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS., 1980).
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di
penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan di dalam buku Psikologi
Remaja oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004), berikut ini:
1. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya
Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai
subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun
orang dewasa.
2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan
Penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam
studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang,
terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.
3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks
Penyesuaian diri remaja secara khas ingin memahami kondisi seksual dirinya
dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan
seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan
agama.
4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Penyesuaian diri remaja secara khas ingin menginteraksikan antara dorongan
untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada
masyarakat di sisi lain.
Menurut Schneiders (1984), setidakya ada lima faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri remaja tersebut, yaitu:
1. Kondisi fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.
Aspke-aspek yang daoat mempengaruhi penyesuaian diri remaha adalah (a)
hereditas dan konstitusi, (b) sistem utama tubuh, (c) kesehatan fisik
2. Kepribadian
Unsur-usur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap peneysuaian diri
adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c)
3. Edukasi/Pendidikan
Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/oendidikan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri, adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c)
latihan, dan (d) determinasi diri
4. Lingkungan
Berbicara faktor lingkungansebagai variabel yang berpengaruh terhadap
penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat
5. Agama dan Budaya
Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi
perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan badai
dan stress (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang
individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa
menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, menurut
pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991), yakni:
1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya , misalnya postur tubuh,
bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.
2. Faktor exogen (nurtutre). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu itu sendiri.Faktor ini diantaranya berupa lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial.Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan
fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan
individu atau sekelompok individu di dalamnya, misalnya tetangga, teman,
lembaga pendidikan, dan sebagainya.
Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan.Kedua
faktor itu saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor interaksi antara
faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi
perkembangan remaja.
Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus
dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut
telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran
dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Hurlock (1991) menegemukakan
tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:
1. Mampu menerima keadaaan fisiknya.
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis.
4. Mencapai kemandirian emosional.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa.
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10.Memahami dam memepersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisocial maupun
asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang dengan
Menurut Boonggarts,J: Cohen,B, (1998) dalam BKKBN dan UNFPA, (2005)
pada masa remaja banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang
sangat menentukan kualitas kehidupan remaja di masa depan. Kesejahteraan remaja
tergantung dari pemanfaatan kesempatan untuk pengembangan pribadi serta
pencegahan putus sekolah dan berperilaku sosial yang menyimpang seperti hubungan
seksual pranikah.
Schafer (1973), mengukur perkembangan remaja dalam istilah “separation” dan
“autonomy”.Tujuan utama remaja adalah upayanya untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua.Sementara itu Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan
bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting bagi remaja
dalam kesehariannya.Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan
waktu.Berbicara.Berbagi kesenangan dan kebebasan. Terdapat tiga model klasik dari
hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu:
1. Model Psikoanalisa
Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu:
konflik, kebebasan dan autonomy. Menurut Frued (1966), masa remaja
merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan
dorongan autonomy. Relasi dengan teman senaya merupakan lingkungan
aman untuk mengembangkan kemampuan autonomy dan memisahkan remaja
dari orang tua.
2. Model Sosialisasi (teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua)
Pandangan yang lebih negative dari pergaulam pada masa remaja menjadi
jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan
teman sebaya.Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan
pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat
memberikan kesinambungan dalam menjalin norma-norma sosial (Brittan
1963; Kahn 1989).
Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang unik dan saling melengkapi
dengan orang tua.Relasi teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi
perkembangan.Piaget (1932) menekankan secara khusu bahwa pengalaman
anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun
sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing-masing memberikan
penekanan khusus yang berbeda.
Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan
untuk mengontrol, menguasai diri, serta mendisplinkan dirinya.Remaja sesungguhnya
mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan kepada
mereka. Perlu ditekankan disini bahwa berhasil tidaknya kerja sama antara remaja
dan orang tua merupakan permasalahan kemampuan membangun hubungan
manusiawi. Untuk itu, orang tua hendaknya mampu mempelihatkan dirinya sebagai
teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung
tinggi. (Asrori, Ali:2004,101).
2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
PendidikanKesehatan
Reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduks
idenganmenanamkanmoral,etika,
sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut (Dariyo,
Agoes. 2004).
Kesehatan Reproduksiadalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem
reproduksi(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan,
1994).Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu
keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
Pendidikan kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan
proses-proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat
dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan
kesehatan reproduksi adalah bagian integaral dari usaha-usaha pendidikan pada
umumnya (Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000). Adapun yang menjadi materi
dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada remaja, yakni:
1. Perubahan Fisik remaja, yang meliputi:
- Tanda-tanda seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid yang
pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja laki-laki
- Tanda-tanda seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik
maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki. Misalnya
tumbuhnya paudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu halus pada
bagain tubuh tertentu pada remaja perempuan. Sementara itu pada remaja
laki-laki ditandai dengan bertumbuhnya jakun, dada yang membesar, dan
tumbuhnya bulu janggut, kumis, dan bagian tubuh tertantu lainnya.
2. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat
melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).
Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan
seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang
dilakukan tanpa ikatan perkawinan yang sah.Terdapat berbagai bentuk perilaku
seksual prnikah, seperti berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan melakukan
kontak seksual.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual pranikah,
yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan sekitar
yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang diterima, bentuk
penyaluran kasih saying yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan
biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri yang
cenderung berakibat negatif.
Sementara itu menurut Wilson (dalam Ghifari 2003) akibat yang diperoleh dari
perilaku seksual pranikah mencakup perkembangan mental (psikis), fisik, dan