• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

(

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

OLEH

BANK BUMN

(Studi Pada PT.Bank XXX Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi Tugas-Tugas dan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

PUDJA EKA PRAYUDHA

NIM : 110200271

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSHAAN

(

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

OLEH

BANK BUMN

(Studi Pada PT.Bank XXX Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi Tugas-Tugas dan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

PUDJA EKA PRAYUDHA

NIM : 110200271

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Perdata

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I

Sinta Uli, S.H.,M.Hum.

NIP.195506261986012001

Pembimbing II

Ramli Siregar, S.H.,M.Hum

NIP. 195303121983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan pada Allah SWT penguasa kehidupan

mahluk hidup di alam semesta ini yang dimana semua yang terjadi adalah

kehendak-Nya. Shalawat dan salam tidak lupa dipanjatkan kehadiran junjungan

besar kita Nabi Muhammad SAW semoga di hari akhir kelak kita mendapatkan

pertolongan dan syafaat Beliau.

Penulisan skripsi yang berjudul : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) OLEH BANK BUMN (Studi Pada PT.Bank XXX Medan). Skripsi ini membahas tentang bagaimana PT. Bank XXX Medan selaku Badan

Hukum menjalankan kewajibannya yang diatur oleh hukum positif di Indonesia

yaitu, mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Pembahasan mengenai

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan didalam skripsi ini meliputi prosedur,

penganggaran dan pengawasan PT. Bank XXX Medan dalam menjalankan

kewajibannya berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Skripsi ini adalah

guna untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Penulis sadar bahwa karya ilmah masih memiliki ketidaksempurnaan dari

segi substansi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan masukan dari

setiap pembaca agar karya ilmiah ini lebih baik dan lengkap dalam substansinya

serta bisa menjadi masukan kedepannya dalam penerapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan dimasa yang akan datang. Disamping itu penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatra Utara Prof. Syahril Pasaribu atas kesempatan

yang diberikan beliau kepada penulis untuk mengikuti segala kegiatan d

(4)

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung

Sitepu, S.H.,M.Hum Utara atas dukungannya kepada Mahasiswa/i

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.

Budiman Ginting,S.H.,M.Hum.

4. Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Bapak

Syarifuddin Hasibuan,S.H.,M.Hum.,DFM.

5. Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Bapak

Dr.O.K Saidin,S.H.,M.Hum

6. Ketua Departemen Hukum Perdata Bapak Dr. Hasim Purba,S.H.,M.Hum

terimakasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya atas

penyelesaian skripsi ini.

7. Sekretaris Departemen Hukum Perdata Ibu Rabiatul Syariah S.H.,M.Hum

terimakasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya atas

penyelesaian skripsi ini.

8. Dosen Pembimbing I, Ibu Sinta Uli ,S.H,M.Hum I penulis berterima kasih

atas bimbingan ,arahan serta masukan beliau dalam penyelesaian skripsi

ini.

9. Dosen Pembimbing II, Bapak Ramli Siregar ,S.H,M.Hum penulis

berterima kasih atas bimbingan ,arahan serta masukan beliau dalam

penyelesaian skripsi ini.

10.Dosen Penasehat Akademik, Bapak Edy Murya .S.H penulis berterima

kasih atas bimbingan ,arahan serta masukan beliau selama kegiatan

perkuliahan.

11.PT.Bank XXX Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis

untuk melakukan riset dan dapat bekerja sama dengan baik. Buat Bapak

Iman Suhendi, Bapak Ahmad, Bapak Agus, Bapak Alberth, Ibu Yohana

dan Bapak Philip dari PT. Bank XXX Medan yang telah membimbing,

mengarahkan dan bersikap korporatif dalam proses pengambilan data

12.Untuk kedua orang tua Papa Nono Suryono Sastrasasmita dan mama

Suryaningsih. Serta untuk keluarga besar Alm.H.Selamat, Eyang Putri,

Pudja Dimas Aditya Pamungkas, Tante Endang, Om Yusuf, Jihan, Om

Iyok, Tante Rini, Amar, Afwa, Om Agung, Teh Rini dan Kekey yang

selalu memberikan inspirasi dan semangat bagi penulis.

13.Sahabat penulis Yusuf, Novi, Tiara, Mei, Piki, Faisal, Fani, Dhimas,

(5)

Kasih buat motivasinya dan bantuannya pada penulis.Teman-teman Grup

F 2011 serta keluarga besar stambuk 2011 Fakultas Hukum Univesitas

Sumatera Utara. Teman-Teman kos Nazir Alwi No.6 (NA6).

14.Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah

diperbuat secara tulus ikhlas untuk penulis selama proses pengerjaan skripsi,

Amin.

Salam Hormat,

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 8

F.Sistematika Penulisan ... 11

G. Keaslian Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROANTERBATAS ... 15

A. Pengertian Perseroan Terbatas dan Syarat Perseroan Terbatas. 15 B. Organ Dalam Perseroan Terbatas dan Tanggung Jawabnya ... 23

C. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan Dasar Hukumnya ... 49

BAB III BANK XXX SEBAGAI PEMEGANG KEWAJIBAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) ... 61

A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan(Corporate Social Responsibilty) dan Prinsip - Prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibilty)... 61

(7)

C. Anggaran Perusahaan Untuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(Corporate Social Responsibilty) Dan Tujuan Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibilty) ... 90

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAANTANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) OLEH BANK BUMN (Studi pada PT.Bank XX Medan) ... 99

A. Prosedur Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Berdasarkan Hukum Positif Yang Berlaku di Indonesia Pada PT. Bank XXX Medan ... 99

B. Hal-Hal Yang Menjadi Pertimbangan Pihak Perusahaan Dalam Menjalankan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdasarkan Hukum Postif Yang Berlaku di Indonesia dan Perbandingan Corporate Social Responsibility di Luar Negri Pada PT.Bank XXX Medan ... 105

C. Pengawasan Dalam Menjalankan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibilty) Secara Eksternal dan Internal Berdasarkan Hukum Positif Yang Berlaku di Indonesia ... 117

BAB V PENUTUP ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

1.Surat izin penelitian di PT. Bank XXX Medan

2.Tabel anggaran dan bentuk kegiatan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan.

3.Nota Intern PT. Bank XXX Medan tentang Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan.

4.Resume wawancara dengan PT.Bank XXX Medan.

(8)

ABSTRAK

*) Pudja Eka Prayudha **)Sinta Uli,S.H.,M.Hum ***) Ramli Siregar,S.H.,M.Hum

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

merupakan suatu usaha dimana setiap perusahaan turut berperan serta dalam proses pembangunan berkelanjutan sustainable development yang diharapkan. Pembangunan tersebut akan menciptakan keseimbangan antara perusahaan dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya akan dibahas dalam Skripsi berjudul : “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) oleh Bank BUMN (Studi Pada PT.Bank XXX Medan)”. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan suatu hal yang baru didalam hukum positif di Indonesia yaitu, pada Undang-Undang 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas dan Undang-Undang 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.) akan membahas bagaimana pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Hal itu menjadi baik bagi masyarakat dan Tanggung Jawab Sosial menjadi suatu kewajiban bagi Perseroan Terbatas yang harus dilaksanakan. Seharusnya peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur secara jelas tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan agar dapat terciptanya kepastian hukum dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berjalan dengan efektif untuk menciptakan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk kedepannya.

Skripsi ini bersifat Deskriptif Normatif dengan melakukan riset menggunakan metode penelitian yang adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) .Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data-data dari berbagai macam tulisan seperti buku-buku, peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah yang berhubungan dengan skripsi ini. Serta metode penelitian lapangan (field research) untuk melihat pengaplikasian dengan cara mewawancarai pihak yang terkait untuk melihat pengaplikasian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, di Bank BUMN, yaitu Bank XXX Medan.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan PT.Bank XXX Medan telah menjalankan kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Pelaksanaan itu mencakup pendidikan, sarana prasaran, rumah ibadah dan bencana alam. Secara internal penerapan Tanggung Jawab Sosial di PT. Bank XXX Medan sudah cukup baik. Namun penerapan Tanggung Jawab Perusahaan Sosial masih kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah baik itu pemerintah pusat ataupun daerah serta masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya pemerintah baik pusat atau daerah membuat peraturan perundang-undangan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan agar dapat berfungsi dengan lebih efektif dan lebih bermanfaat.

Kata kunci : Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan merupakan materi menarik yang

diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini. Latar belakang

dimasukannya ketentuan tersebut adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban

sosial perusahaan terhadap lingkungan dan keadaan masyrakat disekitar tempat

usaha perseroan. Ketentuan ini bersifat menyeluruh akan tetapi. Ketentuan ini

memiliki batasan dan keadaan tertentu yang peraturan pelaksanaanya akan diatur

lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Selain itu, ketentuan ini juga bertujuan

menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan

lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.1

Masyrakat dan lingkungan hidup merupakan sumber utama faktor

produksi penting bagi kegiatan dan eksistensi perusahaan, tanpa masyarakat alam

dan lingkungan hidup,maka perusahaan tidak akan pernah eksis dan mampu

berkembang, perusahaan dapat tumbuh dan berkembang karena memiliki faktor

produksi tersebut. Karena itulah perusahaan memiliki tanggung jawab sosial

perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) masyarakat akan menerima pengaruh positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

seluruh kegiatan perusahaan serta eksistensi perusahaan. Sebab masyarakat

merupakan penyedia tenaga kerja sekaligus sebagai pasar bagi hasil produksi dari

perusahaan.2

1

Jamin Ginting ,2007 Hukum Perseroan Terbatas (UU No.40 2007), PT Citra Aditya Bakti, Bandung hal 93

2

(10)

Masyarakat yang sejahtera dan memiliki kesetaraan sosial ekonomi akan

mampu menyediakan tenaga kerja yang berkualitas dalam jumlah yang

mencukupi. Pada saat yang sama kesejahteraan sosial ekonomi akan

meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk yang dipasarkan oleh

perusahaan. Demikian pula halnya dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup.

Lingkungan alam yang terjaga kelestariannya merupakan prasyarat utama

keberlangsungan oprasional suatu perusahaan. Sebab perusahaan tidak pernah

bisa melepaskan dirinya dari alam dan lingkungan hidup, terutama lingkungan

hidup termasuk masyarakat lokal disekitar tempatnya berada. Alam

lingkungannya yang terjaga keharmonisan dan kelestariaanya menjamin

kelancaran proses produksi, termasuk kepastian penyedian bahan baku.

Lingkungan yang rusak membawa konsekuensi biaya ekonomi yang sangat tinggi,

serta memerlukan waktu panjang untuk proses pemulihannya.3

Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan ketentuan yang baik

diatur dalam ketentuan undang-undang ini. Tanggung jawab sosial perusahaan

atau yang sering disebut Corporate Sosial Responsibilty (CSR). Kesadaran pentingnya melakukan CSR merupakan trend global seiring dengan maraknya

kepedulian mengutamakan stakeholders. Persolan CSR merupakan “trend global” seiring dengan semakin maraknya kepedulian mengutamakan stakeholders. Persoalan CSR ini juga tidak terlepas dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang menerapkan prinsip fairness, transparency dan

accountability4

Kebijakasanaan internal perusahaan yang jelas dan tegas dalam Tanggung

Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan, menyebabkan perlunya diambil keputusan

sekurang-kurangnya tentang bagaimana dapat dijamin pematuhan hukum. Hal

3

Aimi Soidei Manalu, Corporate Sosial Responsibility (CSR) Yang Dilakukan Bank Sumut Kepada Masyarakat Sekitarnya (Studi Pada PT.Bank Sumut, Kantor Pusat Jalan Imam Bonjol No.18 Medan),2008, hal 10

4

(11)

yang pertama adalah suatu pernyataan kebijaksanaan bahwa pelanggaran tidak

akan diampuni dan persiapan untuk memberlakukannya akan dimulai dengan

tindakan perusahaan.

Strategi perusahaan pada masa kini harus diperluas dan diperdalam untuk

mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, sehingga kebijaksanaan perusahaan

yang dirancang untuk mengatasi permasalahan organisasi yang sulit unyuk

mencapai pematuhan hukum. Pada masa kini banyak perusahaan yang

menganggap dirinya bertanggung jawab secara sosial. Di beberapa negara

kegiatan CSR sudah lazim dilakukan oleh suatu korporasi. Bukan karena diatur

oleh pemerintahnya, melainkan untuk menjaga hubungan baik dengan

stakeholders. Di Indonesia, setiap perusahaan terbatas harus melakukan CSR yang

sebenarnya merupakan kegiatan sukarela. Tanggung jawab sosial perusahaan atau

Corporate Social Responsibilty (CSR) masih salah presepsi dikalangan pebisnis nasional. Namun, bagi pelaku usaha asing. Tanggung jawab sosial perusahaan

atau Corporate Social Responsibilty (CSR) dilakukan secara sukarela , sudah biasa dilakoni oleh perusahaan Multinasional . Di beberapa negara kegiatan CSR

sudah lazim dilakukan oleh suatu korporasi. Bukan karena diatur oleh

pemerintahnya, melainkan untuk menjaga hubungan baik dengan stakeholders. Di

Indonesia, setiap perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam harus

melakukan CSR yang sebenarnya merupakan kegiatan sukarela.5

Di Indonesia kegiatan CSR baru disahkan ketika Undang-undang No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal . Pada Pasal 74 UU Perseroan Terbatas yang

menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di

bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

(12)

tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan

tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Aturan yang lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di Undang-Undang

Penanaman Modal. Dalam Pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka

dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha,

pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan

kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (Pasal 34 ayat (1)

Undang-Undang Penanaman Modal). Ketentuan tersebut munculah suatu pemikiran :

Pertamasebagai sebuah tanggung jawab sosial, pasal 74 dan pasal 34

(1)memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR, yakni sebagai pilihan sadardan

kemauan bertindak melaksanakan CSR. Keduadengan kewajiban itu,

konsekuensinya CSR akan bermakna parsial sebatas upaya pencegahan dan

penanggulangan dampak sosial dan lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan.

Dengan demikian, bentuk program CSR hanya terkait langsung dengan bisnis

utama perusahaan, sebatas jangkauan masyarakat sekitarnya.Ketigatanggung

jawab setiap subjek hukum termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan

lingkungan akibat aktivitas usahanya, hal tersebut jelas masuk dalam ranah

hukum. Menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan dalam

domain tanggung jawab sosial. Keempat, dari sisi keterkaitan peran, kewajiban

yang digariskan UU PT dan UU PM menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan

penanggung jawab tunggal program CSR..Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Resposibility (CSR).CSR adalah kegiatan yang meliputi aspek lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat.

Corporate Social Responsibility memerlukan komitmen yang kuat dari

subjek yang dianggap penting di perusahaan, seperti Komisaris ,Direksi dan

(13)

yang diperlukan yang meliputi aspek lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat.

Biasanya yang melakukan audit semacam ini adalah pekerja sosial dan konsultan

atau analis kebijakan sosial. Disamping itu audit juga memerlukan keterlibaan

stakeholder, termasuk pekerja, klien, relawan, pendiri, kontraktor, supplier dan penduduk setempat. Di beberapa negara sudah menetapkan keharusan perusahaan

untuk mempublikasikan laporan CSR.

Corporate Social Responsibilty lahir dari desakan masyarakat atas prilaku

perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial, seperti, perusakan

lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, dan ketidak seimbangan antara

kewajiban serta hak pegawai perusahaan, oleh karena itu perlu dibuatnya suatu

pengaturan. Apabila tanggung jawab perusahaan yang semula adalah tanggung

jawab non hukum (responsibility) akan berubah menjadi tanggung jawab hukum (liability) dengan begitu Otomatis perusahaan yang tidak memenuhi perundang-undangan dapat diberi sanksi. Dengan begitu perusahaan akan menjadi sangat

bermanfaat, sehingga dapat menjalankan tujuannya untuk meraih optimalisasi

profit, sekaligus dapat menjalankan misi sosialnya untuk kepentingan masyarakat.

CSR tidak hanya sekadar kedermawanan sebuah perusahaan CSR sudah menjadi

kewajiban. Namun, kalangan pengusaha masih mempermasalahkanPasal 74.

Pasal 74 mengandung beberapa makna, yaitu mewajibkan tanggung jawab

sosial dan lingkungan yang mencakup pemenuhan peraturan

perundang-undangan, penyediaan anggaran untuk program CSR, dan kewajiban untuk

melaporkannya kepada pemerintah. Permasalahannya bagaimana dengan

perusahaan sumber daya alam dengan skala kecil dan masih merugi Apakah

mereka wajib menyelenggarakan CSR.6

(14)

Diatur dalam suatu Undang-Undang, CSR kini menjadi tanggung jawab

legal dan bersifat wajib, dan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 47

Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perseroan

Terbatas. Merupakan amanat langsung dari Undang Undang. Peraturan

Pemerintah No 47 Tahun 2012 tentang Tanjung Jawab Sosial dan Lingkungan,

seharusnya dapat mengakomodir ataupun suatu kepastian hukum dalam

pelaksanaan CSR . Kepastian hukum dan kejelasan merupakan sesuatu yang harus

ada didalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012, namun Peraturan

Pemerintah tersebut belum dirasa memberikan kepastian hukum dan kejelasan

bagi Perseroan Terbatas dalam menjalankan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

Dari latar belakang dan pemaparan tersebutlah kenapa penulis tertarik

untuk mengangkat judul skripsi Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank

BUMN (Studi Pada PT. Bank XXX Medan)

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah :

1. Prosedur pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia Pada PT.Bank XXX Medan.

2. Hal-hal yang menjadi pertimbangan pihak Perusahaan dalam menjalankan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berdasarkan hukum positif yang

berlaku di Indonesia (Corporate Sosial Responsibility) Pada PT.Bank XXX Medan.

3. Bagaimana pengawasan dalam menjalankan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) secara internal dan external berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia Pada PT.Bank XXX

Medan

C. TUJUAN PENULISAN

(15)

1. Untuk mengetahui transparasi penerapan Corporate Social Responsibility

(CSR) di bidang perbankan

2. Untuk mengetahui prosedur dalam pengaplikasian, pengawasan dan

penganggaranCorporate Social Responsibility (CSR)

3. Untuk mengetahu faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat

pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Secara Teoritis

Secara Teoritis, pembahasan yang terhadap permasalahan yang sudah

dirumuskan dalam skripsi ini akan memberikan atau membuka wawasan

serta pemahaman dan pemikiran baru tentang Corporate Social Responsibility (CSR) pada masa yang akan datang.

2. Secara Praktis

Skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi siapapun yang

membacanya, khususnya bagi para pihak yang berhubungan langsung

dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR), sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan yang bersangkutan,

pemerintah, masyrakat dan lingkungan sekitar.

E. METODE PENELITIAN

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar skripsi ini

dapat lebih terarah serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka

penulisan skripsi ini menggunakan metode seperti berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, menggunakan metode penelitian hukum

normatif yang bersifat deskriptif. Peneletian hukum normatif adalah jenis

(16)

Sedangkan yang bersifat deskiptif adalah peneletian itu dilakukan dengan

cara turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi dengan

tujuan mendukung teori yang sudah ada.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Yaitu data yang bersumber langsung PT.Bank XXX Medan melalui

wawancara dengan Pihak PT. Bank XXX Medan, di jalan Pemuda,

Medan, Sumatera Utara serta pihak-pihak yang terkait lainnya.

b. Data Sekunder

Data-data sekunder, yaitu meliputi7

1. Bahan hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari :

:

a. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945

b. Peraturan Dasar :

1. Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR)

c. Peraturan Perundang-undangan :

1. Undang-undang atau perpu

2. Peraturan Pemerintah

3. Keputusan Presiden

4. Keputusan Mentri

5. Perturan-peraturan daerah

d. Peraturan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat,

e. Yurispudensi

f. Trakat

7

(17)

g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih

berlaku misalnya KUHP (WvS) dan KUHPerdata (BW)

2. Bahan Hukum Sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU),

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penelitian (hukum),

hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.

3. Bahan hukum Tertier,yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

misalnya : kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif dan

sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara

1. Penelitian Kepustakaan ( Library Research ), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Adapun data sekunder

yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah berasal

dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun kepunyaan perpustakaan,

ataupun artikel atau wacana yang didapat di media elektronik

2. Penelitian Lapangan (Field Reseacrch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data.

Untik medapatkan data-data, penelitian dilakukan dengan cara

wawancara (Interview) dengan cara langsung saling bertatap muka (Face to face) . Pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seorang responden.

3. Analisis Data

(18)

dianalisis menggunakan pendekatan/metode deduktif dan induktif.

Deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan

membandingkan sedangkan induktif dilakukan dengan cara

menerjemahkan semua sumber bahan yang berhubungan dengan skripsi

ini sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan suatu penulisan karya ilmiah, pembahasannya harus

diuraikan dan dibagi dalam bab per bab secara teratur agar mudah untuk

dipahami. Dimana setiap bab saling berangkai satu sama lain. Adapun rangkaian

bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I : Merupakan suatu pengantar dalam skripsi ini yang di

dalamnya menjelaskan tentang latar belakang kemudian

dilanjutkan dengan rumusan masalah dilanjutkan dengan

tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian,

sistematika penulisan dan yang terakhir adalah keaslian

penulisan.

BAB II : Merupakan Bab yang membahas tentang Perseroan

Terbatas secara umum dimana Perseroan Terbatas adalah

pemegang kewajiban bagi Corporate Social Responsibility

(CSR). Yang membahas tentang pengertian Perseroan

Terbatas, Organ yang ada didalam Perseroan Terbatas dan

Pengertian tentang Corporate Social Responsibility (CSR) beserta dengan dasar hukumnya.

BAB III : Merupakan bab yang membahas tentang bagaimanan

peranan PT. Bank XXX Medan dalam menjalankan

(19)

pengaplikasiannya. Dimana pada bab ini membahas .dari

segi ilmu Manajemen dan Ilmu Hukum.

BAB IV : Merupakan bab yang membahas bagaimana pelaksanaan

PT. Bank XXX Medan dalam menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) ditinjau dari Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan

Pemerintah 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Pembahasan pada bab

ini juga meliputi tentang prosedur pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), hal-hal yang menjadi pertimbangan pihak Perseroan dalam melaksanakan

Corporate Social Responsibility (CSR) serta pengawasan dari segi internal maupun eksternal dalan pelaksanaan

Corporate Social Responsibility (CSR).

BAB V : Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan

berisikan saran-saran yang mungkin bisa berguna di masa

yang akan datang dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia.

G. KEASLIAN PENULISAN

Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggug

Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) oleh Bank BUMN (Studi pada PT.Bank XXX Medan)” . Belum pernah diangkat menjadi judul

skripsi belum pernah di tulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila ada judul yang sama atau mirip judul dengan yang penulis buat tentunya

substansi pembahasannya berbeda. Hal itu dikarenakan penulis membuat dan

mengumpulkan sumber bahan sebagai referensi dari berbagai buku-buku, media

(20)

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.Penulisan skripsi ini menyamarkan nama

tempat penelitian hal ini dikarenakan kebijakan internal Perusahaan untuk tidak

menuliskan nama Perusahaan dalam penulisan skripsi. Disamping itu penulis

sudah terikat perjanjian oleh pihak Perusahaan untuk tidak menuliskan nama

Perusahaan. Ada pun skripsi-skripsi yang mirip sbb :

1. Aimi Soidei Manalu, Corporate Sosial Responsibility (CSR) Yang Dilakukan Bank Sumut Kepada Masyarakat Sekitarnya (Studi Pada PT.Bank Sumut, Kantor Pusat Jalan Imam Bonjol No.18 Medan),2008.

2. Sembiring Muhsin Fahreza, Peranan Sistem Grameen Bank Terhadap Perbankan dalam Rangka Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, 2011 3. Iqbal Muhammad :Pengawasan Implementasi Corporate Social

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A.PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS DAN SYARAT PERSEROAN

TERBATAS

Secara normatif pengertian Perseroan Terbatas (PT) dijabarkan dalam

pasal 1 butir 1 UUPT yang mengemukakan :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal,didirikan berdasarkan

perjanjian,melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditettapkan dalam

undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”8

Dari pengertian PT sebagaimana yang dijabarkan di atas dapat, dapat

diketahui bahwa PT sebagaimana kumpulan modal. Artinya, dalam badan usaha

PT yang utama adalah modal. Modal dibagi dalam bentuk saham.Oleh karena itu

siapa yang menguasai saham paling banyak dalam suatu PT dialah yang

menentukan dan ataupun lewat keputusan rapat umum pemegang saham.9

Ketentuan ini menambahkan bahwa perseroan adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal. Selain sebagai badan hukum perseroan, juga

merupakan persekutuan modal. Selain sebagai badan hukum perseroan, juga

merupakan tempat para pihak melakukan kerja sama, yaitu melakukan hubungan

kontraktual. Kerja sama ini menciptakan badan hukum yang sengaja diciptakan,

yaitu perseroan suatu “artifical person” 10

8

UU 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 9

Sentosa Sembiring,2008, Hukum Dagang, PT Citra Aditya Bakti,Bandung.hal.50

10

(22)

Istilah “perseroan” menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagi

dalam saham sedangkan istilah “terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab

pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Perseroan

Terbatas adalah perusahaan persekutuan badan hukum. Hal ini ditegaskan dalam

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

bahwa :

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditettapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya”11

Landasan yuridis Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan usaha diatur

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 dan Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia 47556 (untuk selanjutnya disebut UUPT). Sebelum

munculnya UUPT landasan yuridis keberadaan PT sebagai badan usaha mengacu

pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Pengaturan PT dalam

KUHD dijabarkan dalam Pasal 36-56. Untuk pembahasan selanjutnya tentang PT

sebagai badan usaha difokuskan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.12

a. Badan Hukum

Berdasarkan definisi perseroan yang telah dikemukakan diatas, maka

sebagai perusahaan badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur yang

diuraikan berikut ini :

11

Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia,PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal 105

12

(23)

Setiap Perseroan adalah badan hukum, artinya,badan yang memenuhi

syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban yang telah

diuraikan sebelumnya, antara lain, memiliki harta kekayaan pendiri atau

pengurusnya. Dalam KUHD tidak satu pasal pun yang menyatakan

perseroan sebagai badan hukum.

b. Persekutuan Modal

Pengaturan terhadap ketentuan struktur modal perseroan tetap sama, yaitu

terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Besarnya

modal dasar dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas ditentukan paling sedikit Rp. 20.000.000,00 Namun,

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

modal dasar perseroan diubah jadi paling sedikit Rp 50.000.000,00, (Pasal

32 (1)). Mengenai kewajiban penyetoran modal dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ditentukan 50% dari

modal ditempatkan pada saat pendirian. Ketentuan tersebut dalam

Undang-Undang 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dihapus

sehingga seluruh modal yang tempat harus disetor penuh (Pasal 35).13

c. Didirikan Berdasarkan Perjanjian

Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian. Artinya, harus ada

sekurang-kurangnya dua orang yang berserpakat, mendirikan perseroan

yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk anggaran

dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris.

Setiap pendirik wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan

didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam perseroan.

d. Melakukan Kegiatan Usaha

(24)

Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan, dalam bidang

perekonomian (perindustrian, perdagangan, perjasaan dan pembiayaan)

yan bertujuan untuk mendapat keuntungan dan atau laba. Melakukan

kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Supaya kegiatan usaha itu

sah harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan

dalam daftar perusahaan menurut undang-undang yang berlaku.

e. Memenuhi persyaratan undang-undang

Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan

dan peraturan pelaksanaanya. Unsur ini menunjukan bahwa perseroan

menganut sistem tertuttup (closed system).

Pendirian perseroan Terbatas, terbagi atas dua syarat yaitu, syarat formal

dan syarat materil. Yang dimaksud dengan syarat formal disini adalah untuk

mendirikan badan usaha PT, harus memenuhi syarat formatlitas yang ditentukan

dalam UUPT. Jelasnya dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT dikemukakan :

“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris

yang dibuat dalam bahasa Indonesia

Untuk itu, jika suatu PT tidak didirikan dengan akta notaris, secara yuridis

formal tidak sah. Hal lain yang menarik untuk dikaji lebih dalam dari apa yang

dijelaskan dalam pasal ini, yakni pendirian PT, paling tidak harus ada dua orang.

Hal ini tampaknya ada kaitannya dengan pengertian PT, seperti yang telah dikutip

di atas, yakni suatu perjanjian. Sebagaimana diketahui untuk membuat suatu

perjanjian harus ada dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri.14

14

SentosaSembiring Op.cit, hlm.50

Oleh karena

itu, sebagai konsekuensi logis pendirian PT sebagai suatu perjanjian harus ada

paling tidak dua orang. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT disebutkan :

(25)

Ketentuan sekurang-kurangnya dua orang menegaskan prinsip yang dianut

oleh undang-undang bahwa perseroan sebagai badan hukum dibentuk berdasarkan

perjanjian.

Oleh karena itu, perseroan harus mempunyai lebih dari satu orang

pemegang saham sebagai pendiri. Sebagai bukti bahwa telah mengambil bagian

saham, nama pengambil saham dicatat dalam Daftar Buku Pemegang Saham.

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroaan Terbatas,

perjanjian pendirian perseroan harus dibuat dengan akta otentik dimuka notaris

mengingat perseroan terbatas adalah badan hukum. Akta otentik tersebut

merupakan akta pendirian yang membuat anggaran dasar perseroan.

Syarat Materil dalam pendirian PT adalah modal. Artinya, bagaimana

wujud modal dalam PT, berapa harus ada modal jika ingin medirikan PT. Dalam

UUPT masalah modal telah dijabarkan secara rinci. Jelasnya dalam pasal 31

UUPT dikemukaan :

1) Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menurtup

kemungkinan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal

mengatur perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal

Dari ketentuan diatas, dapat diketahui modal dalam PT dibagi dalam

pecahan saham dengan nilai nominal tertentu. Sedangkan jumlah minimal modal

yang harus ada jika mendirikan PT, dijelaskan dalam pasal 32 UUPT sebagai

berikut :

1) Modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh

(26)

2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat

menetukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar

daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya, dalam Pasal 33 UPT , disebutkan :

1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar

sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 harus ditempatkan dan disetor

penuh.

2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksudkan pada

ayat (1) dibuktikan dengan buktikan dengan bukti penyetoran yang

sah.

3) Penegeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk

menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, tetapi

tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal

mengatur modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal (Pasal 31).

Modal dasar perseroan paling sedikit berjumlah Rp 50.000.000,00 tetap dalam

undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah

minumum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar

tersebut sehingga pengaturan minimum modal perseroan yang lebih besar

daripada ketentuan modal dasar tersebut sehingga pengaturan minimum dalam

Undang-Undang Perseroan ini.merupakan bagian modal yang harus dimiliki oleh

para pendiri. Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu”, antara lain, usaha

(27)

Ketentuan pada ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaan

perekonomian (Pasal 32). Modal dasar (authorized capital atau equality) adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan sehingga modal

dasar terdiri atas sepuluh nominal saham.Modal dasar inilah yang sering dipaki

sebagai kriteria agar suatu perseroan dapat digolongkan ke dalam kategori

tertentu, yaitu apakah perseroan tersebut tergolong kedalam perusahaan kecil,

menangah atau besar15

Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk

menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh. Ketentuan ini Modal yang ditempatkan (issued capital) dikeluarkan adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual, baik kepada para pendiri maupun

pemegang saham perseroaan. Para pendiri telah menyanggupi untuk mengambil

bagian sebesar atau sejumlah tertentu dari saham perseroan dan karena itu

mempunyai kewajiban dana untuk membayar.

Modal yang disetor (paid up capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang menjadi pernyataan atau penyetoran saham riil yang

telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para pemegang saham perseroan.

Paling sedikit 25% dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal

32, harus ditempatakan dan disetor penuh

Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada huruf a

dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Yang dimaksud dengan “bukti

penyetoran yang sah” antara lain. Bukti setoran pemegang saham kedalam

rekening bank atas nama perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit

oleh akuntan, atau secara neraca perseroan yang ditanda tangani oleh Direksi dan

Dewan Komisaris

15

(28)

menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara

mengangsur.

B.ORGAN DALAM PERSEROAN TERBATAS DAN TANGGUNG

JAWABNYA

Berdasarkan Pasal 1 Butir 2 UUPT disebutkan :

“Organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham, direksi dan

komisaris”

Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya perseroan terbatas dapat

memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap

orang-perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat seperti yang diatur dalam

buku pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sebagian dari buku

kedua kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kewarisan. Guna

melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya tersebut. Ilmu hukum

telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing-masing organ perseroan tersebut,

yang berbeda satu dengan yang lainnya16

16

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja,2000, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.77

. Organ-organ tersebut terdiri dari, yaitu :

Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris.

Direksi bekewajiban untuk mengelola jalannya perusahaan dengan sebaik

mungkin. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi jalnnya pengelolaan

perseroan oleh Direksi, serta pada kesempatan tertentu turut membantu Direksi

dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya Rapat Umum Pemegang Saham

perseroan berfungsi untuk melaksanakan kontrol secara menyeluruh atas setiap

pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Dewan Komisaris perseroan atas aturan

main yang telah ditetapkan. Selama masing-masing organ dapat berperan dengan

baik, maka perseroan akan berjalan dengan baik dan para pemegang saham

(29)

Rapat Umum Pemegang Saham, didalam UUPT, dapat disimpulkan rapat

umum pemegang saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan. Tepatnya dalam Pasal 1 butir 4 UUPT

disebutkan :

“Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS adalah

organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada

direksi atau dewan komisaris dalam batas dalam batas yang ditentukan

dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”

Kewenangan tersebut merupakan kewenangan eksklusif yang tidak dapat

diserahkan kepada organ lain telah ditetapkan dalam UUPT dan Anggaran dasar.

Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam UUPT akan ada selama UUPT belum

diubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan

disetujui Mentri Hukum dan HAM dapat diubah melalui perubahan Annggaran

Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UUPT. Dalam forum

RUPS17

Indonesia sebagaimana negara-negara yang menganut sisten hukum sipil

(civil law system) menganut two-tiermanagementsystem dimana terdapat lembaga Direksi yang menjalankan manajemen perusahaan dan Dewan Komisaris yang

bertugas mengawasi jalannya manajemen (pengurusan) perusahaan oleh direksi.

Ini berbeda dengan negara-negara common law yang menegenal single-tier

. Pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan

perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan

mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. Ketentuan

ini dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh

keterangan berkaitan dengan hak pemegang saham untuk mendapatkan

keterangan lainnya.

17

(30)

management structure, di mana manjemen perseroan dibawah kontrol penuh dari Direksi berada ditangan para pemegang saham.18

Alasan menempatkan RUPS sebagai organ perseroan yang utama tidak

terlepas dari esensi pendirian suatu perseroan terbatas yang berdasarkan Pasal 1

angka 1 UUPT merupakan persekutuan modal dari para pendiri PT tersebut.

Sebagian pendiri PT dan sekaligus pemegang saham PT yang telah memberikan

kontribusi modal (kapital) awal (initial capital) untuk menjalankan kegiatan usaha, sudah seharusnya setiap keputusan yang menyangkut tujuan awal (original objective) para pendiri dalam mendirikan PT berada ditangan mereka melalui lembaga RUPS. Alasan lainnya adalah landasan pengangkatan dan pemberhentian

anggota Direksi dan Dewan Komisaris diangkat bukan dari rapat Direksi atau

dewan Komisaris, namun diangkat dan diberhentikan oleh RUPS namun diangkat

dan diberhentikan oleh RUPS dan ini memperlihatkan kekuasaan yang besar yang

tidak dipunyai oleh organ PT yang lain yaitu Direksi dan Dewan Komisaris.

UUPT dengan tepat menggambarkan kedudukan tersebut pada Pasal 1 angka 4

UUPT.

Badan pembentuk undang-undang, para kreditur perseroan dan pihak

lainnya yang memiliki kepentingan. Sistem common law tersebut tidak meneganal lembaga Dewan Komisaris. Pembentuk undang-undang sama sekali tidak

bermaksud untuk memberikan peringkat terhadap lembaga RUPS, Direksi dan

Dewan Komisaris dalam pengertian lembaga yang satu lebih superior dan

lembaga yang lain yang karena inferior, namun penulis berpandangan bahwa

defenisi organ perseroan dalam UUPT tersebut tetap menampilkan suatu

“pemeringkatan” dimana RUPS tampil sebagai organ perseroan pertama dan

utama.

19

18

Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia,2009, Organ Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta. Hal 1

19

(31)

Pasal 75 ayat (1) UUPT diartikan sebagai kewenangan RUPS yang tidak

diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, adapun beberapa kewenangan

RUPS yang tercantum dalam UUPT, yaitu :

1. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk

kepentingan perseroan yang belum didirikan sehingga perbuatan

hukum calon pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan

menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1) UUPT)

2. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah pendirian

PT namun sebelum PT memperoleh status badan hukum (Pasal 14

UUPT)

3. Menyetujui usulan perubahan anggaran dasar perseroan (Pasal 19-28

UUPT)

4. Menyetujui penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak

(Pasal 34 (3) UUPT)

5. Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap

perseroan sebagai kompensasi penyetoran saham dalam permodalan

perseroan (Pasal 35 UUPT)

6. Menyetujui maksud Perseroan untuk membeli kembali saham (buy back) yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UUPT)

7. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan atas maksud

perseroan untuk untuk membeli kembali saham (buy back) yang telah dikeluarkan kepada Dewan Komisaris (Pasal 39 UUPT)

8. Menyetujui penambahan modal perseroan yaitu modal dasar, modal

ditempatkan dan modal disetor (Pasal 41 ayat (1) UUPT)

9. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan pelaksanaan

keputusan RUPS tentang penambahan modal perseroan kepada Dewan

(32)

10.Menyetujui pengurangan modal perseroan, yaitu modal dasar, modal

ditempatkan dan modal disetor (Pasal 44 UUPT)20

11.Menyetujui pemindahan hak atas saham apabila sisyaratkan oleh

anggaran dasar perseroan (Pasal 57 ayat (1) huruf b UUPT)

12.Menyetujui rencana kerja tahunan yang disusun Direksi apabila

diisyratkan oleh anggran dasar perseroan (Pasal 64 ayat (2) dan (3)

UUPT)

13.Menolak untuk mengesahkan laporan keungan peseroan yang termask

dalam kualifikasi perseroan yang bergerak di bidang pengerahan dana

masyrakat atau perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang

atau perseroan terbuka atau perseroan yang mempunyai aset dan/atau

jumlah peredaran usaha paling sedikit Rp.50.000.000.000,00 (lima

puluh miliar rupiah) atau perseroan yang laporan keuangannya wajib

diaudit Akuntan Publik sebagaimana diisyratkan oleh peraturan

perundang-undangan, yang mana Direksi perseroan tersebut ternyata

tidak menyerahkan laporan keuangan perseroan tersebut kepada

akuntan publik untuk diaudit (Pasa 68 ayat (1) dan (2) UUPT)

14.Menyetujui laporan tahunan perseroan dan mengesahkan perhitungan

tahunan perseroan (Pasal 69 ayat (1) UUPT)

15.Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah

penyisihaan untuk cadangan (Pasal 71 ayat (1) UUPT)

16.Mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukan ke

dalam cadangan khusus (Pasal 73 ayat (2) UUPT)

17.Menyetujui penggabungan (merger) , peleburan, pengambilan atau

pemisahaan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit,

20

(33)

perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan

(Pasal 89 auat (1) UUPT)

18.Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan

diantara anggota Direksi (Pasal 92 ayat (5) UUPT)

19.Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan di

antara anggota Dewan Komisaris (Pasal 111 ayat (1) UUPT)

20.Memberhentikan anggota Direksi ( Pasal 94 ayat (5) juncto Pasal 105 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Komisaris (Pasal 115 ayat (5) dan

Pasal 119 UUPT)

21.Menetapkan besaran gaji dan tunjangan anggota Direksi (Pasal 96 ayat

(1) UUPT) dan besaran gaji atau honorarium dan tunjangan anggota

Dewan Komisaris ( Pasal 113 UUPT)

22.Menetapkan pembatasan atau persyratan kewenangan Direksi (Pasal

98 ayat (3) UUPT)

23.Menunjuk pihak di luar direksi dan dewan komisaris Perseroan untuk

mewakili Perseroan dalam hal terdapat seluruh anggota direksi dan

dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan ( conflict of interest) dengan perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UUPT)

24.Menyetujui maksud Direksi untuk mengalihkan kekayaan atau

menjadikan jaminan utang kekayaan perseroaan yang merupakan lebih

dari 50% (lima puluh persen) dari kekayaan bersih Perseroaan (Pasal

102 ayat (1) UUPT)

25.Menyetujui atau menolak rencana/maksud Direksi untuk mengajukan

permohonan pailit atas Perseroan (Pasal 104 ayat (1) UUPT)21

21

(34)

26.Mencabut atau menguatkan keputusan Dewan Komisaris yang

memberhentikan sementara anggota Direksi (Pasal 106 ayat (6)

UUPT)

27.Meminta laporan Dewan Komisaris tentang tugas pengawasan yang

telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau (Pasal 116 huruf

c UUPT)

28.Memberikan kewenangkan kepada Dewan Komisaris untuk melakukan

tindakan pengurusan Perseroan apabila Direksi tidak ada atau apabila

seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan

Perseroan (Pasal 118 ayat (10 UUPT)

29.Mengaangkat Komisaris Independen (Pasal 120 ayat (2) UUPT)

30.Menyetujui rancangan penggabungan yang disusun Direksi dan

sebelumnya telah mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris

Perseroan (Pasal 123 ayat (3) UUPT)

31. Menyetujui pengambilalihan (Pasal 125 ayat (4) juncto pasal 126 ayat

(2) dan pasal 127 ayat 127 (1) UUPT) dan rancangan

pengambilaalihan (Pasal 128 ayat (1) UUPT)

32.Menyetujui pembubaran Perseroan (Pasal 142 ayat (1) huruf a UUPT)

33.Menunjukan likuidator (Pasal 142 ayat (3) juncto Pasal 145 ayat (2)

UUPT)

34.Menyetujui laporan pertanggung jawaban likuidator atas likuidasi

Perseroan yang dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UUPT)22

Sebagai badan hukum, maka pemegang saham perseroan tidak

bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan

dan tidak bertnaggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang

telah diambilnya, Dengan demikian dalam perseroan, pemegang saham hanya

22

(35)

bertanggung jawab sebesar nilai saham yang diambilnya dan tidak meliputi harta

kekayaan pribadinya. Inilah ciri dari perseroan terbatas. Walaupun demikian,

dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab

terbatas tersebut. Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya

tanggung jawab terbatas tersebut, di dalam pasal 3 ayat (2) UUPT, yaitu :

1. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata

untuk kepentingan pribadi.

2. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawn

hukum yang dilakukan oleh perseroan ; atau

3. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak

langsuing secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan,

yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup

melunasi hutang perseroan23

Pada pokoknya RUPS harus diselenggarakan ditempat perseroan

berkedudukan atau tempat-tempat lain sebagaimana dimungkinkan dalam

anggaran dasar perseroan, selama sepanjang tempat tersebut masih berada dalam

wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam tiap-tiap Rapat Umum Pemegang

Saham, yang harus dilaksanakan minimum setahun sekali, setiap lembar saham

dalam perseroan dengan nilai nominal terkecil yang ditentukan dalam anggaran

dasar, kecuali untuk saham-saham yang diberikan perlakuan khusus, termasuk

saham-saham tanpa suara, berhak mewakili/mengeluarkan satu suara dalam rapat.

Pelaksanaan suara dari hak ini dalam Rapat Umum Pemegang Saham dapat

dilakukan sendiri oleh pemegang saham atau diwakilkan pada seorang pihak

ketiga selaku kuasa pemegang saham, Namun demikian kuasa yang diberikan

oleh pemegang saham kepada :

.

23

(36)

1. Direksi

2. Komisaris, dan/atau

3. Karyawan Perseroan24

RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. Yangdimaksud

dengan RUPS lainnya adalah RUPS yang diadakan selain dari RUPS tahunan.,

biasa dalam keadaan kegentingan yang memaksa dan diatur dalam anggaran dasar

pemegang saham dapat melakukan RUPS luar bisa yang dilakukan pada saat

tertentu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar. RUPS tahunan

wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku

terakhir.Dalam hal direksi atau dewan komisaris tidak melakukan panggilan

RUPS dalam jangka waktu sebagaimana tersebut diatas, yaitu lima belas hari

terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan

permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi

tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon

melaukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Penetapan Ketua pengadilan negri

menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir

bahwa persyratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang

wajar untuk diselenggarakannya RUPS25

RUPS dalam kedudukan sebagai salah satu organ PT memiliki peran yang

sangat penting sejak kelaihiran PT terserbut sehingga bubarnya PT dimana UUPT

memberikan begitu banyak hak dan kewenangan kepada lembaga RUPS ini.

Namun demikian, adakalanya terjadi suatu keadaan dimana kepentingan PT tidak

sejalan dengan kepentingan pemegang saham yang dibuktikan dari tidak

terbentuknya kuorum RUPS yang persyaratakan anggaran dasar hingga RUPS

yang kedua dan UUPT memberikan jalan keluar dengan “meminjam tangan”

24

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja Op.cit, hlm 79

25

(37)

pengadilan yang menetapkan kuorum RUPS yang ketiga. Kewenangan pengadilan

yang akan menetapkan kuorum RUPS yang ketiga. Kewenangan pengadilan ini

memperlihatkan bahwa kewenangan RUPS ynag demikian banyak bukanlah

merupakan kewenangan yang absolut.26

1. Melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus, fungsi pengawasan

(supervisi)

Komisaris merupakan organ dari PT yang tidak kalah pentingnya.

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan kepada

direksi dalam menjalankan perseroan. Tepatnya dalam Pasal 1 butir 4 UUPT

disebutkan :

“Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar

serta memberi nasihat kepada direksi”

Apabila defiinisi Dewan Komisaris tersebut diteliti secara seksama, maka

akan terlihat adanya 2 (dua) tugas pokok Dewan Komisaris, yaitu :

2. Memberikan penasihat, fungsi penasihat (advisory)27

Pasal 1 angka 6 UUPT telah menegaskan tugas dewan komisaris yaitu

melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggran

dasar dan penjabaran dari fungsi pengawasan yang diemban dewan komisaris

diatur dalam pasal 108 ayat (1) dan ayat (2) UUPT .

Ayat (1)

“Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar

serta memberi nasihat kepada direksi”

Ayat (2)

26

Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Op.cit, hlm 26

27

(38)

“Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan untuk kepentingan Perseroaan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan”

Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,

jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha

perseroan dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian

nasihat ini dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dangan maksud dan

tujuan perseroan. Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih.

Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan

majelis dan setiap anggota dewan komisaris todak dapat bertindak sendiri-sendiri

tetapi beerdasarkan keputusan dewan komisaris.

Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan atau

mengelola dana masyrakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang

kepada masyrakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua

orang anggota dewan komisaris (Pasal 108). Yang dimaksud “untuk kepentingan

dan sesuai dengan melakukan tujuan perseroan” adalah bahwa pengawasan dan

pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan

pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara

menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Berbeda dari

direksi yang memungkinkan setiap anggota direksi bertindak sendiri-sendiri

dalam menjalankan tugas direksi, setiap anggota dewan komisaris tidak dapat

bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas dewan komisaris, kecuali

berdasarkan keputusan dewan komisaris.28

Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana

masyrakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat

atau perseroan terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota dewan

28

(39)

komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyrakat. Yang

dapat diangkat menjadi anggota dewan komisaris adalah orang perserorangan

yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun

sebelum pengangkatannya pernah :

1. Dinyatakan pailit

2. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan pailit ; atau

3. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan

keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Yag dikatakan dimaksud dengan “sektor keuangan” , antara lain,

lembaga keuangan bank dan non bank, pasar modal dan sektor ain

yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana

masyrakat.

Ketentuan persyratan sebagaimana dimaksud tidak mengurangi

kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyratan tambahan

berdasarkan peraturan perundang-undangan.29

Yang dimaksud dengan “memberi persetujuan” adalah memberikan

persetujuan secara tertulis dari dewan komisaris. Yang dimaksud dengan

“bantuan” adalah tindakan dewan komisaris mendampingi direksi dalam Dalam anggaran dasar, dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada

dewan komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi

dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam hal anggaran dasar

menetapkan persyratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana

dimaksud tanpa persetujuan atau bantuan dewan komsaris perbuatan hukum tetap

mengikat perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut

beritikad baik (Pasal 117).

29

(40)

melakukan perbuatan hukum tertentu. Pemberian persetujuan atau bantuan oleh

dewan komisaris kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang

dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan. Yang dimaksud dengan

“perbuatan hukum tetap mengikat perseroan” adalah perbuatan hukum yang

dilakukan tanpa persetujuan dewan komisaris sesuai dengan ketentuan anggran

dasar tetap mengikat tetap mengikat perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak

lainnya tidak beritikat baik. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat

mengakibatkan tanggung jawab pribadi anggota direksi sesuai dengan ketentuan

undang-undang ini.

Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan komisaris dapat

melakukan tindakan kepengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka

waktu tertentu. Dewan komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka

waktu yang tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana yang dimaksud

berlaku ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap

perseroan dan pihak ketiga (Pasal 118)30

Disamping fungsi pengawasan dan pemberian nasihat yang melekat pada

organ perseroan yang bernama dewan komisaris, kepada dewan komisaris juga

dapat memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan

perbuatan hukum tertentu. Wewenang tersebut sangat jelas diatur dalam Pasal 117

UUPT yang penulisan kutip sebagai berikut31

1. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya :

“Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberiqan wewenang kepada

Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada

Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu”

Dewan komisaris wajib :

30

Jamin Ginting,Oopcit, hal 137

31

(41)

2. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau

keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan tersebut dan perseroan

lai; dan

3. Yang Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang tealh dilakukan

selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS (Pasal 116)

Risalah dewan komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan

diputuskan dalam rapat tersebut. Yang dimaksud dengan “salinannya” adalah

salinan risalah rapat dewan komisaris karena asli risalah tesebuut dipelihara

direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 UUPT bahwa setiap perubahan

dalam kepemilikan saham wajib juga dilaporkan.

Indonesia yang menganut two-tiermanagement system mengatur lembaga Dewan Komisaris dalam UUPT yang bertugas mengawasi jalannya manajemen

(kepengurusan) perusahaan. Selain fungsi pengawasan. Dewan Komisaris juga

mengemban kewajiban untuk memberikan nasihat kepada Direksi, memberikan

bantuan dan persetujuan terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang akan

dijalankan Direksi dan ambil alih perseroan dalam keadaan darurat. UUPT tidak

secara langsung mengatur secara spesifik kualifikasi anggota dewan komisaris

kecuali anggota dewan komisaris yang bernama Komisaris Independen yang jauh

sebelumnya telah diatur dan dilembagakan dalam peraturan pasar modal, kiranya

syarat kualifikasi Komisaris Independen yang diatur dalam peraturan pasar modal

menjadi acuan dalam melakukan pemilihan (seleksi) anggota dewan komisaris.32

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili

32

(42)

perseroan, baik dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar perseroan terbatas. Dalam Pasal 1 butir 5 UUPT di sebutkan :

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai

dengan maksuda dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik

didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar

Dengan demikian, direksi PT adalah :

1. Wakil PT dalam dan diluar pengadilan

2. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tujuan PT

3. Wajib membuat daftar pemegang saham33

Tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan oleh direksi, hal ini dijelaskan

dalam pasal 92-107 UUPT. Direksi perseroan terdiri atas 1 orang anggota direksi

atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun

dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat

pengakuan utang kepada masyrakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai

paling sedikit 2 orang anggota direksi. Dalam hal ini direksi terdiri atas 2 anggota

direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota

direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota

direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Jika tidak ditetapkan RUPS

tersebut, pembagian tugas dan wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan

keputusan direksi.34

33

SentosaSembiring Op.cit, hlm. 50

34

Jamin Ginting ,Oopcit, hlm.113

Direksi sebagai organ perseroan yang melakukann

pengurusan perseroan memagami dengan jeas kebutuhan pengurusan perseroan.

(43)

Tugas dan wewenang anggota direksi, sudah sewajarnya penetap tersebut

dilakukan oleh direksi sendiri (Pasal 92). Yang dapat diangkat menjadi anggota

direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,

kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya pernah :

1. Dinyatakan pailit

2. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit atau\

3. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan

negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Yang dimaksud

dengan “sektor keuangan”, antara lain, lembaga keuangan, bank dan

nonbank, pasar modal dan sektor lain yang berkaitan dengan

penghimpunan dan pengelolaan dana masyrakat

Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud tidak mengurangi kemungkinan

instansi teknis yang berwenang menetapkan persyratan tambahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Tidak ada suatu pembatasan mengenai

keanggotaan direksi dalam perseroan. Tidak hanya warga negara Indonesia,

melainkan juga warga negara asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh

departemen tenaga kerja) dapat menjadi anggota direksi perseroan undang-undang

Perseroan Terbatas menisyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang perseroangan.Ini berarti dalam sistem hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh

badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan

hukum. Selanjutnya orang perserorangan tersebut adalah mereka yang cakap

untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan. 35

Maupun yang menjadi anngota direksi atau komisaris perseroan lain yang

pernah dinyatakan bersalah telah menyebabkan pailitnya rsebut dan belum pernah

35

(44)

dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya.

Setiap anggota direksi yang bersalah atau lalai dalam menjalankan kepengurusan

perseroan akan bertanggung jawab secara penuh kekayaan. Meskipun masa

jabatan keanggotaan masing-masing anggota direksi telah ditentukan dalam

anggaran dasar perseroan, namun ketentuan tersebut tidaklah membatasi hak dari

Rapat Umum Pemegang Saham untuk setiap saat memberhentikan salah satu atau

lebih anggota direksi (Pasal 91) sebelum berakhirnya masa jabatan yang

ditentukan dalam anggaran dasar.Selain “pemberhentian permanen” oleh Rapat

Umum Pemegang Saham tersebut diatas, Undang-undang perseroan terbatas

memungkinkan juga dilakukannya “skorsing” atau “pemberhentian sementara”

anggota direksi, baik oleh Rapat Umun Pemegang Saham maupun oleh komisaris

perseroan. Pemberitahuan mengenai pemberhentian sementara wajib disampaikan

secara tertulis kepada anggota direksi yang bersangkutan. Dalam jangka waktu

memberhentikan secara tetap tersebut atau secara formil anggota direksi

ter

Referensi

Dokumen terkait

ASPEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM PENGATURAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE.. SOCIAL

[r]

Untuk mencapai sasaran pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) masih dibutuhkan pendanaan dari sumber luar negeri (hibah

Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan.. perhatian terhadap lingkungan dan

Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Tanggung-Jawab Perusahaan Terhadap

Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2012) membuktikan bahwa kinerja lingkungan, size perusahaan, profitabilitas, dan profile berpengaruh positif terhadap corporate

Sedangkan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) adalah program tanggung jawab sosial dan lingkungan atas kegiatan operasional Perseroan atau komitmen usaha

Meningkatkan edukasi masyarakat terhadap pasar modal, khususnya investasi di saham dan reksa dana, merupakan kegiatan yang menjadi prioritas Perseroan untuk mencerdaskan masyarakat