• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN

TAHUN 2014

Oleh:

NIM: 107101001522

RITA RAHMAWATI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

NIM: 107101001522

RITA RAHMAWATI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2014

(4)

i Skripsi, Juli 2014

Rita Rahmawati, NIM : 107101001522

Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

ABSTRAK

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Akan tetapi, angka pemberian pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pesanggrahan masih tinggi yaitu sebesar 51,2%. Hal ini menunjukkan angka cakupan nasional ASI eksklusif yang 80% masih belum tercapai. Sebagian besar kegagalan pemberian ASI eksklusif ini dikarenakan pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 di Wilayah Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study.

Dengan sampel sebanyak 64 ibu yang memiliki bayi berusia 6 – 12 bulan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan masih sangat tinggi yaitu sebesar 67,3%. Adapun gambaran pemberian MP-ASI berdasarkan Modifying Factor (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, suku, pengalaman, adat/ kebiasaan), Persepsi ibu (kerentanan, keparahan, ancaman, manfaat, kendala, petunjuk untuk bertindak, dan kepercayaan diri) menunjukkan persentase yang beragam. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan desain yang berbeda dan jumlah sampel mewakili yang lebih banyak, sehingga bisa lebih menggambarkan keadaan masyarakat di wilayah Kecamatan Pesanggrahan dengan lebih akurat.

(5)

ii Undergraduated Thesis, July 2014

Rahmawati, Rita, NIM: 107101001522

Description of Giving Weaning Food (MP-ASI) on Age Infants less than 6 months in the Work Area of Hospital Health Center District Pesanggrahan in 2014

ABSTRACT

Weaning Food (MP-ASI) is a food or beverage containing nutrient fed to infants or children aged 6-24 months to meet their nutritional needs. However, the rate of administration in infants aged less than 6 months in the Work Area of Hospital Health Center District Pesanggrahan are still high at 51.2%. This figure shows a national coverage of 80% exclusive breastfeeding is still not achieved. Most of the failures of exclusive breastfeeding is because the provision of complementary feeding in infants aged less than 6 months. This study was conducted to see the picture of the provision of complementary feeding in infants aged less than 6 months in the Work Area of Hospital Health Center District Pesanggrahan in 2014.

This study was conducted in May 2014 at the Regional District of Pesanggrahan South Jakarta. This study is a descriptive study with a quantitative approach and using

cross sectional study research design. With a sample of 64 mothers of infants aged 6-12 months.

The results of this study concluded that the provision of giving weaning food in infants aged less than 6 months is still very high at 67.3%. The picture of the provision of giving weaning food by Modifying Factor (age, education, occupation, knowledge, ethnicity, experience, custom / habit), Perception mother (susceptibility, severity, threats, benefits, bariers, cues to action, and self-efficacy) shows the percentage diverse. Therefore, further research needs to be done similar studies with different designs and number of samples representing the more, so that it can better describe the state of society in the District Houses with more accuracy.

(6)

Judul Skripsi

GAMBARAN PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI USIA KURANG DARI 6

BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN

PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 14 Juli 2014

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Minsarnawati, SKM, M.Kes

NIP. 19750215 200901 2 005 NIP. 19710221 200501 2 004

(7)

Skripsi ini dengan judul GAMBARAN PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI USIA KURANG DARI 6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2014 telah diujikan dalam sidang skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Juli 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Jakarta, 14 Juli 2014

Sidang Ujian Skripsi

Ketua

NIP. 19840404 200912 2 007 Ratri Ciptaningtyas, MHS

Anggota,

(8)
(9)

vi DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Rita Rahmawati, SKM

Tempat & Tanggal Lahir : Kuningan, 25 Agustus 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rusun Boing 1A/519 Rt 001/013, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakrta Pusat

Hp : 083897040079

Email :

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SDN 2 Kasturi Tahun 1995-2001 2. SMPN 1 Kuningan Tahun 2001-2004 3. SMAN 2 Kuningan Tahun 2004-2007

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2014

Pengalaman Organisasi

(10)

vii

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat

dan hidayah−Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi berjudul

“Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014”. Shalawat dan salam

semoga tercurah Nabiyullah panutan dan junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ummi tercinta yang selalu menjadi semangat dan selalu menaburkan

doa-doa di setiap langkah putra-putrinya.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Hc. M. K. Tadjudin Spd. Md. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan

dosen pembimbing pertama saya yang senantiasa memberikan waktu dan

bimbingannya kepada penulis selama penyusunan laporan skripsi ini. Terima kasih

ibu telah memberikan waktu dan membimbing saya dengan sabar hingga proses

pembuatan skripsi saya selesai.

4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing satu saya, yang juga

senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya serta ilmu dan nasehat-nasehat

yang berguna kepada saya selama penyusunan laporan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan

ilmu yang sangat berguna khususnya bagi penulis dan mahasiswa Kesehatan

Masyarakat pada umumnya.

6. Bapak dan ibu guru saya dari SDN Kasturi 2, SMPN 1 Kuningan, dan SMAN 2

Kuningan, yang telah membimbing saya hingga akhirnya saya bisa melanjutkan

(11)

viii

banyak terima kasih atas semua dukungan dan motivasi dari bapak dan mamah,

hingga akhirnya Rita bisa menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

8. Suamiku tercinta yang sudah sabar dan terus memberikan semangat pada saat Rita

down serta turut membantu Rita hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakakku tercinta, the Asri dan suaminya a’yusuf yang tidak pernah lelah

mengingatkan saat kakaknya lalai dan malas.

10. Keluarga besar tercinta yang selalu menjadi bara dan pemanas agar skripsi ini

segera terwujud.

11. Sahabat-sahabat OPUS yang senantiasa memberi samangat, khusus para “veteran”

yang berjuang hingga titik penghabisan bersama-sama, dan Ami yang selalu kita

bebani menjadi pembimbing ketiga kita.

12. Sahabatku dan teman-temanku tersayang, adit, sri, hani-kun, dan sri, terimakasih

atas dukungan dan dorongann kalian selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua khususnya penulis.

ﻪﺗ ﺎﻛ ﺮﺑ ﻭ ﻟ ہ ﺍ ﺔﻤﻭ ﻭ ﻢﻜﻴ ﻋ ﻡ ﻼ ہ ﻭ

Ciputat, Juli 2014

(12)

viii

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ………..

ABSTRAK ...

i

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ………... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. vi

KATA PENGANTAR ………... vii

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ... ... xiii

DAFTAR BAGAN ... ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang... ... ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... ... ... 7

1.3. Pertanyaan Penelitian... ... ... 8

1.4. Tujuan Penelitian... ... ... ... 10

1.5 Manfaat Penelitian... ... ... ... 12

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... ... ... 13

BAB II TINJAUAN PUSATAKA... ... ... ... 14

(13)

ix

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI

pada bayi usia kurang dari 6 bulan..... ... 38

2.5 Kerangka Teori... ... ... ... ... 47

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 49

3.1. Kerangka Konsep ... ... ... ... 49

3.2. Definisi Operasional ... ... ... ... 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... ... ... 57

4.1. Jenis Penelitian ... ... ... ... 57

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... ... 57

4.3. Populasi dan Sampel... ... ... ... 57

4.4. Teknik Sampling (Cara Pengambilan Sampel)... 59

4.5. Instrumen Penelitian... ... ... ... 59

4.6. Pengumpulan Data ... ... ... ... 60

4.7. Pengolahan dan Analisis Data ... ... ... 62

BAB V HASIL PENELITIAN... ... ... ... ... 65

5.1. Gambaran Frekuensi Pemberian MP-ASI Pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan... ... ... ... 65

5.2. Gambaran Modifying Factos rPemberian MP-ASI pada bayi usia.Kurang dari 6 Bulan... ... ... 67

(14)

x

MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan... 73

5.5. Gambaran Persepsi Ibu tentang Ancaman Pemberian

MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan ... 75

5.6. Gambaran Persepsi Ibu tentang Manfaat Pemberian

MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan... 75

5.7. Gambaran Persepsi Ibu tentang Kendala Pemberian

MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan ... 77

5.8. Gambaran Petunjuk untuk Bertindak bagi Ibu dalam

Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan 78

5.9. Gambaran Kepercayaan Diri Ibu dalam Pemberian ASI

secara Eksklusif ... ... ... ... ... ... 82

5.10. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Uisa Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Modifying Factors ……… 83

5.11. Gambaran Pemberian ,P-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Persepsi Kerentanan,

Keparahan, Ancaman, Manfaat, dan Kendala ………….. 84

BAB VI PEMBAHASAN ... ... ... ... ... 86

6.1. Keterbatasan penelitian ... ... ... 86

6.2. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

(15)

xi

dari 6 Bulan Berdasarkan Usia Ibu... ... 89

6.4. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Suku Ibu... ... 91

6.5. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu ... 93

6.6. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu ... 94

6.7. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Pengetahuan... ... ... ... ... 96

6.8. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Pengalaman Ibu Memberikan

MP-ASI Sebelumnya …... ... ... 97

6.9. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Adat/Kebiasaan... ... 98

6.10. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan berdasarkanPersepsi Kerentanan,

Keparahan, Ancaman, Manfaat, Kendala ... ... 100

6.11. Gambaran Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang

dari 6 Bulan Berdasarkan Petunjuk uutuk Bertindak ... 104

(16)

xii

7.1. Simpulan ... ... ... ... ... 110

7.2. Saran ... ... ... ... ... … 112

DAFTAR PUSTAKA ... ... ... ... ... ... 114

(17)

xiii

Nomer Tabel Halaman

Tabel 2.1. Pedoman Pembarian Makanan Sehat 25

Tabel 3.1 Definisi Operasional 52

Tabel 4.1 Gambaran Rincian Variabel Penelitian dalam Kuesioner 61

Tabel 5.1 Distribusi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

65

Tabel 5.2 Distribusi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan Berdasarkan Usia Pertama Kali Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

65

Tabel 5.3 Distribusi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan Berdasarkan Jenis MP-ASI yang Diberikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

66

Tabel 5.4 Distribusi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 bulan Berdasarkan Alasan Ibu dalam Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

67

Tabel 5.5 Distribusi Ibu Berdasarkan Usia Ibu yang Memiliki Bayi Berusia 6 – 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

67

Tabel 5.6 Distribusi Ibu Berdasarkan Suku Ibu yang Memiliki Bayi Berusia 6 – 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

68

Tabel 5.7 Distribusi Ibu Berdasarkan Pendidikan Ibu yang Memiliki Bayi Berusia 6 – 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

(18)

xiv

Tabel 5.9 Distribusi Ibu Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu yang Memiliki Bayi Berusia 6 – 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

70

Tabel 5.10 Distribusi Ibu Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

70

Tabel 5.11 Distribusi Ibu Berdasarkan Pengalaman Ibu tentang Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

71

Tabel 5.12 Distribusi Ibu Berdasarkan Adat/ Kebiasaan Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

72

Tabel 5.13 Distribusi Ibu Berdasarkan Jenis Makanan yang di Berikan dalam Adat/ Kebiasaan Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan

72

Tabel 5.14 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Kerentanan Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

73

Tabel 5.15 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Keparahan Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

74

Tabel 5.16 Distribusi Ibu Berdasarkan Jenis Keparahan dalam Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

74

Tabel 5.17 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Ancaman dari Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

75

Tabel 5.18 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Manfaat dari Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

(19)

xv

Tabel 5.20 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Kendala dari Pemberian ASI Eksklusif pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

77

Tabel 5.21 Distribusi Ibu Berdasarkan Persepsi Ibu tentang Kendala dari Pemberian ASI Eksklusif pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

78

Tabel 5.22 Distribusi Ibu Berdasarkan Dukungan Orang Terdekat Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

79

Tabel 5.23 Distribusi Ibu Berdasarkan Dukungan Orang Terdekat yang Menganjurkan Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

79

Tabel 5.24 Distribusi Ibu Berdasarkan Dukungan Orang Terdekat yang Meminta Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

80

Tabel 5.25 Distribusi Ibu Berdasarkan Dukungan Orang Terdekat yang

Menyuruh Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

81

Tabel 5.26 Distribusi Ibu Berdasarkan Riwayat ANC Ibu dalam Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

81

Tabel 5.27 Distribusi Ibu Berdasarkan Kepercayaan Ibu dalam Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

82

Tabel 5.28 Distribusi Ibu Berdasarkan Alasan Ibu Tidak Percaya Diri dalam Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

82

Tabel 5.29 Distribusi Pemberian MP-ASI pada bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Berdasarkan Modifying Factors di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014

(20)
(21)

xvii

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1. Kerangka Teori 48

(22)

xviii

(23)

1 1.1 Latar Belakang

Kelompok bayi usia 0-12 bulan menjadi salah satu fase yang sangat menentukan kelangsungan hidup seseorang di masa yang akan datang. Menurut Depkes RI (2006), usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006).

(24)

tepat dan adekuat sejak 6 bulan sampai 24 bulan. Dan keempat, melanjutkan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes, 2006).

Banyak manfaat yang didapatkan dari pemberian ASI ekslusif, diantaranya dapat mempercepat penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan status gizi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai (Depkes RI, 2007). UNICEF menambahkan bahwa pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia dibawah lima tahun (Rahmadhanny, 2011).

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan pada kenyataannya masih sulit untuk dilaksanakan. Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa bayi berumur di bawah lima tahun yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan adalah sebesar 32%. Padahal hasil SDKI tahun 2002-2003 sebelumnya sebesar 40%. Selain itu, hasil survei terbaru dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 juga menunjukkan cakupan pemberian ASI di Indonesia sangat memprihatinkan, yaitu persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 %.

(25)

Seperti yang dilansir dalam penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) dalam Nelvi (2004) menemukan kegagalan pelaksanaan ASI Eksklusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran yaitu, lebih dari 80% responden yang tidak ASI ekslusif 4 bulan telah memberikan makanan/minuman prelakteal dalam tiga hari pertama kepada bayinya. Hal ini diperkuat dengan data Litbangkes yang menemukan pemberian makanan bayi di Indonesia masih banyak yang belum sesuai dengan umurnya, terutama di daerah pedesaan. Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2007) menunjukkan bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang dari satu bulan.

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes, 2006). Sedangkan makanan prelakrteal adalah makanan yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar yang biasanya diberikan. Makanan prelakteal ini menjadi salah satu masalah dalam pemberian MP-ASI (Depkes, 2000).

(26)

ibu masih bisa mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi apabila ASI diberikan secara tepat dan benar sampai bayi berusia 6 bulan.

Banyak beredarnya beragam jenis makanan yang mudah didapatkan di masyarakat juga menjadi salah satu masalah dalam pemberian MP-ASI. Hasil penelitian Irawati tahun 2004 menyatakan bahwa, jenis makanan pendamping ASI dini yang dikonsumsi bayi antara lain pisang, susu formula (bubuk dan kental manis), biskuit, bubur beras, makanan bayi produk industri (SUN, Promina dan Milna), dan nasi lumat. Sedangkan untuk jenis makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir meliputi: susu formula, susu non-formula, air putih, air gula (gula pasir/gula kelapa/gula aren), air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasi/bubur. Dan jenis makanan prelakteal yang paling banyak diberikan berdasarkan hasil survei Riskesdas (2010) yaitu susu formula (71,3%), madu (19,8%) dan air putih (14,6%). Jenis yang termasuk kategori lainnya meliputi air kopi, santan, biskuit, kelapa muda, air daun pare, dan kurma (Riskesdas, 2010). Makan-makanan tersebut banyak beredar dan mudah didapatkan di masyarakat bahkan ibu bisa membuatnya sendiri di rumah.

(27)

nutrisi bayi tidak cukup hanya dengan ASI, anak orang tua dulu yang diberi makanan pada umur 2 bulan sampai sekarang dapat hidup sehat, serta gencarnya promosi makanan bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif sampai 6 bulan (Lily, 2005; Orzy, 2008; Rahmadhanny, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya menyebutkan faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI adalah pengetahuan ibu (Wahyu, 2007; Martini, 2009), sosial budaya (Kirana et.al, 2006; Wahyu, 2007), promosi susu formula (Wahyu, 2007; Widiyati et.al, 2009), umur, pendidikan, paritas (Sutrisno, 2007). Selain itu keberhasilan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) tidak bisa terlepas dari emik yang ada di suatu masyarakat. Menurut Mead (Gidden, 1995 dalam Jompa 2003) perilaku individu itu ditentukan dari internalisasi perilaku-perilaku sebelumnya yang dilihat dan atau dialami oleh individu dari orang tuanya (significant other) dan dari masyarakatnya (generalized other) (Jompa, 2003).

(28)

Di wilayah Jakarta Selatan cakupan ASI eksklusif tahun 2011 tertinggi berada di puskesmas Kecamatan Setia Budi (107,6%), kemudian puskesmas Pasar Minggu (68,4%), puskesmas Kebayoran Baru (52,6%), puskesmas Cilandak (52%), puskesmas Pesanggrahan (51,2%), dan puskesmas Pancoran (51%). Sedangkan cakupan ASI eksklusif terendah berada di puskesmas Mampang Prapatan (Sudinkes Jaksel, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2012) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan menunjukkan hasil gambaran perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012 hanya sebesar 8,9% dan sebesar 91,1% perilaku ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Angka ini sangat jauh dari angka cakupan Nasional yang sebesar 80%. Dalam penelitian ini diketahui bahwa penyebab kegagalan pemberian ASI Eksklusif di puskesmas Kecamatan Pesanggrahan adalah karena adanya praktek pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan.

(29)

anak tidak rewel, anteng dan kenyang, 4) Putting sakit atau lecet, 5) Ibu mengidap penyakit tertentu, 6) Adanya pengalaman sebelumnya (baik anaknya sendiri ataupun anak saudaranya), 7) Adanya dukungan orang terdekat (Suami, Ibu, Ibu mertua, dan tetangga), dan 8) Sudah menjadi kebiasaan turun temurun dalam keluarga.

Chairani (2013) juga menyebutkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini melalui pendekatan teori health belief model, dipengaruhi adanya pengetahuan, pengalaman memberikan makanan pendamping ASI dini kepada anak kelahiran sebelumnya, kebiasaan/tradisi dalam memberikan makanan pendamping ASI dini, dan faktor-faktor eksternal dalam mendukung memberikan makanan pendamping ASI dini.

Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang bagaimana pentingnya pemberian ASI ekslusif dan bahayanya pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan disertai dengan beberapa penelitian yang dilakukan, akhirnya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan dari Chairani (2013), yaitu untuk melihat gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pesanggrahan Jakrta Selatan Tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

(30)

Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012 hanya sebesar 8,9% dan sebesar 91,1% perilaku ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Chairani (2013) dengan sampel yang sama menemukan bahwa dari seluruh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif, sudah mulai memberikan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan disertai dengan beragam alasan.

Dengan demikian, temuan di masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI yang tidak tepat, seperti pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan, justru merupakan suatu tindakan yang dapat membahayakan kesehatan bayi. Karena pada bayi usia kurang dari 6 bulan organ pencernaan bayi belum siap untuk mencerna makanan yang bentuknya lebih padat. Akibatnya jika MP-ASI diberikan pada masa ini bisa menyebabkan gangguan pencernaan, seperti diare, alergi, muntah, dan susah buang air besar.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahann Jakarta Selatan Tahun 2014.

1.3 Pertanyaan Penelitian

(31)

1.3.2 Bagaimana gambaran frekuensi pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.3 Bagaimana gambaran Modifiying Factor Ibu (Umur Ibu, Suku, Pendidikan, pekerjaan, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan/ adat istiadat) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.4 Bagaimana gambaran persepsi kerentanan ibu dalam pemberian MP-ASI, pada bayi usia kurang dari 6 bulan di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.5 Bagaimana gambaran persepsi ibu terhadap keseriusan yang ditimbulkan oleh pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulang di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014? 1.3.6 Bagaimana gambaran persepsi ibu tentang ancaman dari pemberian

MP-ASI kepada bayi usia kurang dari 6 bulan di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.7 Bagaimana gambaran persepsi ibu tentang manfaat dari pemberian MP-ASI kepada bayi usia kurang dari 6 bulan di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

(32)

1.3.9 Bagaimana gambaran Isyarat untuk bertindak dalam pemberiaan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.10 Bagaimana gambaran persepsi ibu terhadap keberhasilan diri dalam pemberian ASI secara Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.3.11 Bagaimana gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan jika dibandingkan dengan Modifying Factors (umur ibu, suku, pendidikan, pekerjaan, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan/ adat istiadat) dan persepi ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Diketahuinya gambaran frekuensi pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

(33)

pengalaman, kebiasaan/ adat istiadat) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

3) Diketahuinya gambaran Persepsi kerentanan ibu dalam pemberian MP-ASI, pada bayi usia kurang dari 6 bulan di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 4) Diketahuinya gambaran persepsi ibu terhadap keseriusan yang

ditimbulkan dari pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulang di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

5) Diketahuinya gambaran persepsi ibu tentang manfaat dari pemberian MP-ASI kepada bayi usia kurang dari 6 bulan di di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014. 6) Diketahuinya gambaran persepsi kendala ibu terhadap pemberian

ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

7) Diketahunya gambaran gambaran Isyarat untuk bertindak dalam pemberiaan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.

(34)

9) Diketahuinya gambaran pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan jika dibandingkan dengan Modifying Factors (umur ibu, suku, pendidikan, pekerjaan, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan/ adat istiadat) dan persepi ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai permasalahan yang berkaitan dengan ASI eksklusif dan MP-ASI yang terjadi dilingkungan sekitar dan sebagai bentuk penerapan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.

1.5.2 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Sebagai sumber refrensi dan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya.

1.5.3 Bagi Instansi Terkait

(35)

1.5.4 Bagi Ibu dan Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan ibu dan orang-orang terdekatnya tentang pemberian MP-ASI yang tepat sehingga kedepannya ibu bisa menerapkannya dengan baik dengan mendapat dukungan juga dari keluarga atau masyarakat sekitar.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(36)

14 2.1 ASI Ekslusif

2.2.1 Definisi ASI (Air Susu Ibu)

ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003). Sedangkan menurut Roesli (2005), definisi ASI adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai salah satu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus

2.1.2 ASI Eksklusif

(37)

Menurut WHO, ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya menerima ASI dari ibu atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu, tanpoa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin, suplemen minaral atau obat (Riskesdas, 2010).

Pemberian ASI eksklusif kepada bayi meliputi hal-hal berikut: a) setelah bayi dilahirkan segera diberikan ASI (dalam waktu ½ - 1 jam) untuk memberikan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama). b) tidak memberikan makanan atau minuman (seperti air kelapa, air tajin, air the, madu, pisang) kepada bayi sebelum diberikan ASI. c) ASI diberikan sesuai kemauan bayi tanpa perlu dibatasi waktu dan frekuensinya (pagi, siang dan malam hari) dan memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan (Riskesdas, 2010).

2.1.3 Manfaat ASI Eksklusif

1) Manfaat ASI bagi Bayi a. ASI sebagai nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi (Perinasia, 2003; Roesli, 2004; Prasetyono, 2009).

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

(38)

plasenta, namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar Sembilan sampai dua belas bulan. Pada saat itu zat kekebalan menurun, sedangkan yang dibentuk badan bayi belum mencukupi, maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur. Misalnya, ketika ibu tertular penyakit melalui makanan, seperti gastroenteritis atau polio, maka antibodi ibu terhadap penyakit akan diberikan kepada bayi (Roesli, 2004; Prasetyono, 2009).

c. ASI meningkatkan kecerdasan

(39)

diberi ASI. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1997, keopandaian anak yang diberi ASI pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi daripada anak yang minum susu formula (Prasetyono, 2009).

d. ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan kepada bayi saat bayi sakit, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan menkonsumsi ASI, bayi semakin cepat sembuh (Praetyono, 2009).

2) Manfaat ASI bagi Ibu

a. Menjarangkan kehamilan.

Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang murah, aman, dan cukup berhasil. Hal ini terjadi melalui mekanisme hormone untuk ovulasi sehingga terjadi Lactational Amenorrhea (LAM). LAM memberikan efek pencegahan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan pasca persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. LAM efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan per laktasi (Perinasia, 2003; Saifuddin, 2003; Roesli, 2004).

b. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

(40)

mengurangi perdarahan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan besi. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu melahirkan (Perinasia, 2003; Roesli, 2004; Suradi, 2004).

c. Ibu lebih cepat kembali ke BB semula

Lemak disekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan berpindah ke dalam ASI. Selain itu, karena menyusui juga memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil (Roesli, 2004; Prasetyono, 2009).

d. ASI tidak merepotkan dan menghemat waktu, lebih ekonomis dan murah, serta lebih praktis dan mudah dibawa kemana-mana (Roesli, 2004; Prasetyono, 2009).

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

(41)

2.2.1. Definisi MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes, 2006).

Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food, makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang berarti makanan selain dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) sebagai peralihan untuk berangsur berubah ke makanan keluarga atau orang dewasa (Depkes RI, 2004).

2.2.2. Tujuan dan Manfaat Pemberian MP-ASI

Tujuan pemberian MP-ASI menurut Depkes RI (2004) adalah melengkapi zat gizi ASI yang kurang, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk, serta mengembangkan kemampuan bayi untuk emngunyah dan menelan.

(42)

dan folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi dengan nutrisi, memelihara kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan bila sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor, mendidik kebiasaan yang baru tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi.

Menurut Suharjo (1999) dalam Pardosi (2009), pemberian MP-ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-selera baru.

2.2.3 Jenis-Jenis MP-ASI

(43)

MP-ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan serealia, karena berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur, diperkenalkan sayuran yang dikukus dan dihaluskan, buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat matang dan yang harus diingat adalah jangan berikan buah atau sayuran mentah. Setelah bayi dapat menerima beras atau sereal, sayur dan buah dengan baik, berikan sumber protein (tahu, tempe, daging ayam, hati ayam dan daging sapi) yang dikukus dan dihaluskan. Setelah bubur dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian menjadi lebih kasar (disaring kemudian di cincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar), dan akhirnya bayi siap menerima makanan pada yang dikonsumsi keluarga. Menyapih anak harus bertahap, dilakukan tidak secara tiba-tiba. Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit (Depkes RI, 2000).

Menurut Muchtadi (2004), makanan pendamping untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: nilai energi dan kandungan proteinnya cukup tinggi, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan pendamping bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi, dan tidak banyak mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna yang dapat mengganggu proses pencernaan.

1) Makanan Tambahan Lokal

(44)

masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi.Makanan tambahan local ini disebut juga dengan makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) (Depkes RI, 2006).

Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari pangan local sesuai dengan kebiasaan dan social budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melaui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi (Depkes RI, 2006).

2) Makanan Tambahan Olahan Pabrik

Menurut Depkes RI (2006), makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energy dan zat-zat gizi esensial pada bayi.

(45)

Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu, diperdagangkan dalam keadaan yang kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat diberikan pada bayi setelah ditambah air matang secukupnya. Bubur susu terdiri dari tepung serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah susu dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan tambahan pabikan yang lain seperti nasi tim yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati serta sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari 10 bulan nasi tim harus disaring atau di blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap (bubur susu dan nasi tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung mentah maupun yang sudah matang (pre-cooked) (Pudjiadi, 2000).

2.2.4 Pola Pemberian Makanan pada Bayi

Menurut Kartini (2006), yang mengutip langsung dari Lie goan hong menyatakan bahwa pola makan adalah bebagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan menurut baliwati (2004) pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

(46)

pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Dengan demikian berikanlah ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan (ASI Eksklusif) (Depkes, 2000).

Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang tidak teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya karena lambung bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan dengan bertambahnya usia jarak antara waktu menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas lambungnya membesar dan produksi susu ibu meningkat (Steven, 2005).

Kemudian, setelah bayi beruumur 6 bulan produksi ASI semakin berkurang. Sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan berat badannya. sehingga asupan makanan dari ASI saja tidak bisa mencukupi kebutuhan zat gizi bayi. Oleh karena itu, mulai dari sini bayi membutuhkan makanan tambahan atau pendamping lain.

(47)

pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim yang dibuat dari bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2004).

Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi mulai mengenal makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga.Seorang bayi harus makan 4-5 kali sehari.Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak, santan atau lemak, buah-buahan (Krisnatuti, 2006).

Sedangkan pola pemberian makanan yang sehat mneurut Depkes RI (2003), dirangkum dalam table 2.1 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Pedoman Pemberian Makanan Sehat

Umur

Sumber : Depkes RI (2003)

2.2.5 Masalah-masalah dalam pemberian MP-ASI

Masalah dalam pemberian MP-ASI pada bayi/anak umur 0-24 bulan menurut Depkes (2000) adalah sebagai berikut :

(48)

Menurut Suhardjo (1998) dalam Wulandari (2011), makanan prelakteal adalah makanan yang diberikan kepada bayi sebelum diberikan ASI. Makanan prelakteal diberikan pada 1-3 hari pertama setelah kelahiran. Makanan yang umum diberikan pada masaprelakteal tersebut adalah madu, kelapa muda, pisang dihaluskan, pap aya dihaluskan,air gula. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui.

2) Kolostrum dibuang

Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi tinggi.

3) Pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlambat

Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 6 bulan) menurunkan konsumsi ASI dan meningkatkan terjadinya gangguan percernaan/diare. Kalau pemberian MP-ASI terlambat, bayi sudah lewat usia 6 bulan, dapat, menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.

4) MP-ASI yang diberikan tidak cukup

(49)

menyebabkan anak menderita kurang gizi terutama energi dan protein serta beberapa vitamin penting yang larut dalam lemak.

5) Pemberian MP-ASI sebelum ASI

Pada usia 6 bulan, pemberian ASI yang dilakukan sesudah MP-ASI dapat menyebabkan MP-ASI kurang dikonsumsi. Pada periode ini zat-zat yang diperlukan bayi terutama diperoleh dari ASI. Dengan memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang, yang berakibat menurunnya produksi ASI. Hal ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi. seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI.

6) Frekuensi Pemberian MP-ASI kurang

Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari kurang akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi.

7) Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekeja

Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang manajemen laktasi pada ibu bekerja. Hal ini menyebabkan konsumsi zat gizi rendah apalagi pemberian MP-ASI pada anak kurang diperhatikan.

8) Kebersihan kurang

(50)

banyak ibu yang menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup makanan/tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi seperti diare (mencret) dan lain-lain. 9) Prioritas gizi yang salah pada keluarga

Banyak keluarga yang memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar, seperti ayah atau kakak tertua dibandingkan untuk anak baduta dan bila makan bersama-sama anak baduta selalu kalah.

2.2.6 Alasan – alasan ibu memberikan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6

bulan

Menurut Gibney tahun 2009 dalam buku “Gizi Kesehatan Masyarakat” mengatakan bahwa banyak kepercayaan dan sikap yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi mereka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa mereka memberikan MP-ASI secara dini meliputi :

(51)

2) Keterlambatan memulai pemberian ASI dan praktek membuang kolostrum. Banyak masyakarat di negara berkembang percaya bahwa kolostrum yang berwarna kekuningan merupakan zat beracun yang harus dibuang.

3) Teknik pemberian ASI yang salah. Jika bayi tidak digendong dan dipeluk dengan posisi tepat, kemungkinan ibu akan mengalami nyeri, lecet pada puting susu, pembengkakan payudara dan mastitis karena bayi tidak mampu meminum ASI secara efektif. Hal ini akan berakibat ibu menghentikan pemberian ASI.

4) Kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan cairan tambahan. Pemberian cairan seperti ait teh dan air putih dapat meningkatkan risiko diare pada bayi. Bayi akan mendapat ASI yang lebih rendah dan frekuensi menyusu yang lebih singkat karena adanya tambahan cairan lain.

5) Dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan. Dirancangnya rumah sakit sayang bayi akan meningkatkan inisiasi dini ASI terhadap bayi. Sebaliknya tidak adanya fasilitas rumah sakit dengan rawat gabung dan disediakannnya dapur susu formula akan meningkatkan praktek pemberian MP-ASI predominan kepada bayi yang lahir di rumah sakit.

(52)

ibu akan lebih tertarik dengan iklan PASI dan memberikan MP-ASI secara dini.

2.2.7 Akibat/ Resiko MP-ASI Diberikan Teralu Cepat

Banyak resiko yang dapat ditimbulkan oleh pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Dalam jangka pendek, pemberian MP-ASI terlalu dini kepada bayi akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan ASI oleh bayi. Hal ini akan menjadi resiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI. Dalam kondisi demikian, makanan yang diberikan akhirnya tidak akan berperan sebagai makanan pendamping ASI tetapi sebagai makanan pengganti ASI, karena ASI yang diberikan berkurang.

Tidak hanya itu, jika ternyata makanan yang diberikan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dari ASI, maka hal ini akan merugikan bayi karena bayi dapat menderita defisiennsi zat gizi, missal zat besi (fe). Pada bayi-bayi muda, keseimbangan zat besinya masih rawan dan hanya zat besi yang terdapat pada ASI yang lebih mudah diserap (Ebrahim, 1986 dalam Hernawati, 2008).

Menurut Lubis (2003) dalam Hernawati (2008), resiko pemberian MP-ASI dini adalah sebagai berikut :

1). Resiko Jangka Pendek

(53)

makanan dini seperti pisang nasi di daerah pedesaan di Indonesia sering menyebabkan penyumbatan saluran cerna disebabkan karena strukturnya liat dan tidak bisa dicerna yang disebut phyto bezoar yang dapat menyebabkan kematian.

2). Resiko Jangka Panjang

Resiko jangka panjang yang dihubungkan dengan pemberian makanan tambahan yang cepat diberikan adalah obesitas, hipertensi, arterioklorosis dan alergi makanan. Meyer et.al melaporkan 2-26 % diabetes mellitus disebabkan oleh pemberian susu formula terlalu dini.

Sedangkan menurut Suhardjo (1992) dalam Padang (2007), ada beberapa akibat kurang baik dari pengenalan makanan dini, yaitu: gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolitas plasma, alergi terhadap makanan, dan mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makanan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai akibat-akibat yang ditimbulkan:

1) Gangguan Penyusuan

Suatu hubungan sebab akibat antara pengenalan/pemberian makanan tambahan yang dini dan penghentian penyusuan, belum dibuktikan. Pada umumnya bayi-bayi yang menyusui mendapat makanan tambahan pada umur yang lebih dan dalam jumlah yang lebih kecil daripada bayi-bayi yang mendapat susu formula.

(54)

Makanan padat, baik yang dibuat sendiri di pabrik, cenderung untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang mengandung daging.

Bayi-bayi yang mendapat makanan padat pada umur yang dini, mempunyai osmolitas plasma yang lebih tinggi daripada bayi-bayi yang 100% mendapat ASI dan karena itu mudah mendapat hyperosmolitas dehidrasi penyebab haus yang berlebihan.

3) Alergi Terhadap Makanan

Belum matangnya sIstem kekebalan dari susu pada umur yang dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak. Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan, bahwa alergi terhadap makanan lainnya, seperti jeruk, tomat, ikan, telur dan serealia, bahkan mungkin lebih sering terjadi.

4) Gangguan pengaturan selera makanan

Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi-bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi-bayi yang diberi susu formula lebih berat daripada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu.

5) Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan

(55)

merugikan, seperti sukrosa. Gula ini dapat penyebab kebusukan pada gigi, dan telah dikemukakan bahwa penggunaan gula pada umur yang dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis.

2.2.8 Akibat/ Resiko MP-ASI Diberikan Terlalu Lambat

Bila bayi tidak dilatih pada umur 6 bulan biasanya tidak mau makanan lain selain ASI, susu formula atau minuman cair sesudah berumur 1 tahun sehingga akan mnenyebabkan bayi kekurangan gizi (Albar, 2004 dalam kalsum, 2005, dalam hernawati, 2008).

2.3 Teori Health Belief Model

Teori health belief model merupakan teori yang mengarahkan pada proses berfikir yang dialami seseorang sebelum melakukan suatu tindakan yang berkaitan dengan kesehatan. Meskipun teori ini diarahkan pada apa yang terjadi pada seseorang, juga perlu diingat konteksnya. Keputusan untuk melakukan ataupun tidak melakukan suatu tindakan didasarkan pada petunjuk, rujukan dan informasi yang berasal dari lingkungan, baik fisik, sosial, maupun budaya seseorang tersebut (Edberg, 2009).

(56)

kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan individu dari sakit dan pertimbangan antara keuntungan dan kerugian yang didapat (Smet, 1994).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada: (a) ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. (b) keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Penilaian yang kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak (Smet, 1994)

(57)

1. Persepsi kerentanan (Perceived Susceptibility)

Persepsi kerentanan terhadap suatu penyakit agar bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya. Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah bayi terserang penyakit infeksi, dan akan berpotensi berisiko terkena penyakit apabila pemberian ASI tidak sampai 6 bulan.

2. Persepsi keseriusan (Perceived Seriousness)

Persepsi keseriusan penyakit apabila terkena maka konsekuensinya juga berat. Bayi yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif dapat menurunkan daya tahan tubuh bayi sehingga mudah terserang penyakit-penyakit dan berdampak kepada kegagalan pertumbuhan bayi. Kombinasi persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan akan menghasilkan persepsi ancaman. Individu akan mengubah perilaku mereka berdasarkan persepsi ancaman yang berasal dari keseriusan penyakit tersebut (Glanz, 2008).

3. Persepsi manfaat (Perceived Benefits)

(58)

Pemberian ASI eksklusif memiliki manfaat bagi bayi seperti meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan bayi, dengan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, akan terjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal, ASI mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal.

4. Persepsi kendala (Perceived Barrier)

Persepsi individu bahwa tidak terlalu banyak konsekuensi negatif bila mengambil tindakan pencegahan dan tidak banyak kendala dalam prosesnya. Adanya kendala dalam pemberian ASI eksklusif seperti puting susu yang pendek/terbenam, payudara bengkak, puting susu yang lecet, produksi ASI kurang, dan ibu bekerja, membuat ibu langsung menganggap bahwa hilangnya peluang untuk menyusui secara eksklusif sehingga dengan alasan kendala ini, ibu memberikan selingan ASI yaitu makanan pendamping ASI dini

5. Kepercayaan diri (Self efficacy)

Kepercayaan seseorang akan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan dengan berhasil. Konsep ini ditambahkan oleh Rosenstock, Strecher, dan Becker tahun 1988 untuk menyempurnakan teori health belief model agar sesuai dengan tantangan perubahan perilaku atau kebiasaan yang tidak sehat (Glanz, 2008).

(59)

maka ibu mulai memperkenalkan makanan pendamping ASI dini dimaksudkan agar bayi tidak rewel setelah diberi makanan.

6. Petunjuk untuk bertindak (Cues to action)

Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Adanya dukungan dari keluarga terdekat, dukungan tenaga kesehatan, serta media masaa seperti majalah, televisi, dan radio dalam melakukan tindakan pemberian makanan pendamping ASI dini.

7. Modifying factors (karakteristik individu yang dapat mempengaruhi

persepsi)

Variabel demografi, sosiopsikologi dan struktur yang berbeda dapat mempengaruhi persepsi individu dan secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan individu tersebut. Secara spesifik, faktor sosiodemografi, khususnya tercapai pendidikan yang diyakini akan memberikan efek secara tidak langsung dalam mempengaruhi persepsi individu dalam persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dari tindakan pencegahan, kendala dalam pencapaian tindakan dan kepercayaan diri dalam melakukan tindakan pencegahan.

Variabel ini terdiri dari 3 variabel, yaitu :

a. Variabel demografi, dimana pada variabel ini meliputi (usia, suku keturunan, adat/istiadat dan jumlah anak ibu)

(60)

c. Variabel struktural, meliputi (pengetahuan ibu mengenai pemberian makanan pendamping ASI dini).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia

kurang dari 6 Bulan

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya menyebutkan faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI adalah sebagai berikut : 2.4.1 Umur Ibu

Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak, dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda. Usia ibu akan mempengaruhi kesiapan emosi ibu. Misalnya pada ibu yang usianya terlalu muda ketika hamil bisa menyebabkan kondisi fisiologis dan psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan dan pengasuhan anak (Hurlock 1995, dalam Chairani 2013).

Kondisi psikologis dari usia dapat menentukan tingkat kematangan dalam berpikir dan bekerja. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama hidup. Saat seseorang mencapai usia dewasa, barulah rasa menjadi orang tua tercapai. Kematangan jiwa ini dapat membantu ibu dalam menyelesaikan tugas perkembangannya seperti mengasuh anak misalnya memberikan MP-ASI pada bayi dengan baik.

(61)

pemberian MP-ASI pada bayi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rebhan et al (2009) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan antara umur ibu dengan pemberian makanan pada bayi. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Padang (2007) yang melaporkan bahwa tidak ada pengaruh umur terhadap pemberian MP-ASI.

2.4.2 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut sehingga terjadi suatu proses berurutan (Roger, 1974 dalam Mutmainnah, 2010), yaitu :

1) Kesadaran (Awarnes), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

(62)

4) Mencoba (Trial), yakni dimana orang mulai mencoba perilaku baru. 5) Mengadaptasi (Adoptation), dimana subyek telah berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan ibu adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat. Namun sebaliknya, ketidaktahuan tentang akibat pemberian makanan pendamping ASI dini dan cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada anak, khususnya pada anak dibawah 2 tahun (Depkes, 2000).

Pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik yaitu kurang baik dan baik, dikatakan kurang baik apabila mendapat skor jawaban yang benar < 70%. Sedangkan responden dikatakan baik apabila skor jawaban yang benar ≥70% (Hartuti, 2006).

2.4.3 Suku Ibu

(63)

Pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Maas, 2004 dalam Afifah 2007).

2.4.4 Adat/ Kebiasaan

Tradisi merupanakan satu kebudayaan yang sudah turun-temurun yang akan sangat mendarah daing dalam kehidupan seseorang sehingga sangat berpengaruh terhadap tindakan perilaku seseorang. Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama dan adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi, baik tertulis maupun lisan.

(64)

proses pewarisan dari generasi tua kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan sosialisaai tiap individu membiasakan diri dalam apa yang patut dimakan (Puslitbang Gizi Depkes RI,1985 dalam Kholifah 2008).

Kebudayaan setempat dan kebisaan dalam keluarga mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Mutmainnah, 2010). Dan jenis makanan tambahan lain yang biasa diberikan adalah buah pisang lumat, bubur bayi, dan nasi yang dilumatkan bersama pisang (Kholifah, 2008; Chairani 2013).

2.2.5 Pendidikan Ibu

Soerjono Soekanto dalam Kasnodihardjo, dkk (1996) dalam Hidayat (2013) mengemukakan bahwa pendidikan akan memberikan kesempatan kepada orang untuk membuka jalan fikiran dalam menerima ide-ide atau nilai-nilai baru. Sedangkan menurut Kusmiati pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan makin mudah seseorang menerima dan mendapatkan informasi melalui berbagai media.

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup manusia. Secara umum pendidikan meningkatkan keperibadian manusia, aspek jasmani, aspek rohani, pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.

(65)

(72,4 %) diantaranya telah memberikan MP-ASI dini kepada bayi usia <6 bulan. Sedangkan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan dalam kategori “tinggi”, hanya 47 orang (66,2 %) yang telah memberikan MP-ASI dini kepada bayinya. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,360 (p>0,05) maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh secara bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan.

Akan tetapi, hasil analisis ini berbeda dengan hasil penelitian Kingsley E. Agho di Nigeria, yang menyatakan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. Kingsley E. Agho, mengatakan bahwa ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki risiko lebih besar untuk memberikan MP-ASI dini kepada bayinya. Hal ini didukung oleh pernyataan Suradi (2004), bahwa pada ibu yang berpendidikan tinggi ia lebih sadar akan keunggulan ASI dan dampak dari pemberian MP-ASI secara dini dan menimbulkan motivasi yang kuat pada diri ibu.

Menurut Suhardjo (1992), semakin tinggi pendidikan dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap kemungkinan bayi menderita kurang gizi tertentu karena konsentrasinya dalam ASI menurun jumlahnya sehingga ibu cenderung memberikan makanan tambahan.

2.4.6 Pekerjaan Ibu

(66)

hanya 12 orang (41,4%) yang telah memberikan MP-ASI dini kepada bayinya. Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara bermakna antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. Hasil analisis diperoleh pula nilai RP=1,91, artinya ibu yang bekerja mempunyai risiko sebesar 1,91 kali untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. Beberapa hasil penelitian terdahulu diantaranya penelitian Jane A Scott dkk. di Perth Australia; Kok Leong Tan di Peninsular Malaysia; dan juga hasil penelitian Wahyu, menyatakan bahwa ada pengaruh status pekerjaan ibu terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan.

2.4.7 Pengalaman Ibu

Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami, melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi, menanggung, mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati, dan merasakan (Endarmoko, 2006).

(67)

2.4.8 Dukungan Orang Terdekat

Pada dasarnya, siapapun yang berada dekat dan sering berinteraksi dengan ibu menyusui, sangat berpotensi untuk memberikan dukungan, baik dukungan emosional maupun dukungan praktek (WHO,2004).

Peran anggota keluarga, seperti orang tua dan mertua terhadap berhasil tidaknya subyek memberikan ASI eksklusif sangat besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yang tinggal serumah dengan ibu (nnenek) mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi (Roesli, 2005 dalam Afifah, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Chairani (2013), di mana hampir dari semua informan yang memberikan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan dipengaruhi oleh dukungan suami, ibu, ibu mertua ataupun temannya.

2.4.9 Riwayat Antenatal Care (ANC)

Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan guna mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).

(68)

Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu.

Menurut Depkes (2002), kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :

1) Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)

Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu. Kunjungan Pertama (K1) Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.

2) Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4)

(69)

tinggi (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut :

a. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu b. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu c. Minimal 2 kali pada trimester III, (K3-K4), usia ke hamilan > 24

minggu

2.5 Kerangka Teori

(70)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Modifying factor Individual Beliefs Action

Action

Sumber : Modifikasi Teori Health Belief Model (Hochbaum 1958;

Gambar

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Makanan Sehat
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional (Lanjutan)
Tabel 3.1 Definisi Operasional (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

nafkah masa tunggu istri yang tertalak ba’in kubra&gt; dalam keadaan hamil , maka penulis melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, namun

[r]

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pemerolehan acqusition bahasa adalah suatu teori siasat yang dimiliki dan dibutuhkan oleh anak-anak untuk

Tahap selanjutnya adalah development, yaitu mengembangkan LKS berbasis etnomatematika pada proses pembuatan tahu takwa pada submateri Sistem Persamaan Linier Dua

Dalam rangka penyusunan kegiatan Desa yang akan diusulkan baik bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa, Bidang

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat penyelesaian Program

Penelitian terdahulu menggunakan 7 variabel bebas dan 1 variabel terikat, variabel yang digunakan adalah kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, kepercayaan,

Konsentrasi asam sulfat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan alfa