• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Coping Single Dad dalam menghadapi anak ADHD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Coping Single Dad dalam menghadapi anak ADHD"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Siti Ulya Wahdah

104070002409

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh

Siti Ulya Wahdah 104070002409

Di bawah bimbingan

Pembimbing I

Dra.Agustyawati,M.Phil,Sne NIP. 132 121 898

Pembimbing II

Desi Yustari.M.Psi NIP. 150 408 703

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul Perilaku Coping Single dad dalam Menghadapi Anak ADHD, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5

September 2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 5 Sepetember 2008

Sidang Munaqasyah

Dekan/

M.Si

Penguji I

セ@

セjッ^@

Dr . Fadhilah Surab;a, M.Si NIP. 150 215 283

Pembimbing I

vMᄃwQセ@

-Ora. Agustyawati,M.Phil,Sne NIP. 132 121 898

Pembantu Dekan/

Penguji II

Desi Yustari.M.Psi NIP. 150 408 703

M.Si

(4)

""

80o00C?SJGJ

0

セセ@

{j)f;11

re11rla!til'cu1/a!t rlll)'f11111 le1!tarlap Ol)'CUl,y ltta111tt• rle11,ya//1

pe11ft!t il'cMlft 6<ftycu1,y rlct/11 11erp!f:a11laA.·

fl

&.Ytai XJ::Ju:vni1'11,

il'aAlAlla!t JJtereil'a il'1xlru111.111a, 6eba11atiJna11a· JHereil'a 6erc!ttct

セa@

// d

Oar

fl
(5)

anrf alinormaf c/iif

rfs

in

the

(6)

(C) Siti Ulya Wahdah

(A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2008 (D) Perilaku coping single dad dalam menghadapi anak ADHD

(E) 84 Halaman + Lampiran

(F) Penelitian ini meneliti mengenai perilaku coping single dad dalam menghadapi anak ADHD. Hal ini dilatar belakangi oleh pandangan masyarakat yang kerap meragukan keterampilan dan ketelatenan seorang ayah untuk dapat menjadi ayah sekaligus ibu bagi anaknya, terlebih jika ia single dad dan memiliki anak yang mengalami gangguan seperti gangguan ADHD.

Coping adalah proses saat individu berusaha menangani dan menguasai situasi penuh stress yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman pada dirinya.

Responden dalam penelitian ini adalah seorang single dad berusia 35 tahun yang memiliki anak dengan gangguan ADHD yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data atau hasilnya tidak diolah secara kuantitatif berupa angka-angka. Hasil penelitian akan diolah dan disajikan secara deskriptif dan tertulis dengan tujuan agar data yang didapat tetap utuh.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Peneliti menggunakan wawancara untuk

mengumpulkan data utama dan observasi untuk melengkapi data wawancara.

Coping yang dilakukan oleh single dad adalah problem-focused coping,

di mana individu mencari penyelesaian masalah dengan

menghilangkan kondisi yang menimbulkan stress (Phillip, 1999). Diantaranya yaitu active coping, planning, & seeking social for

(7)

yang diperlihatkan oleh anak tanpa mencoba untuk bisa dekat dengan anak tersebut. Oleh karena itu, peneliti berharap peneliti selanjutnya bisa lebih baik.

Bagi Single dad khususnya, serta orang tua pada umumnya yang memiliki anak dengan gangguan ADHD, diharapkan tidak putus asa dalam melakukan penyembuhan maupun pendidikan anak. Dan beberapa hal lain yang perlu diingat yaitu anak ADHD membutuhkan kasih sayang dan kesabaran khusus dari orang dewasa, Bantu anak ADHD untuk memilih aktivitas yang tenang sehingga dapat menolong mengumpulkan energi mereka di satu tempat, berbicara secara pribadi dengan sikap penuh kasih dan pengertian, dan yang tak kalah penting adalah jangan lupa untuk memperhatikan kebutuhan anak-anak yang lainnya pada saat yang sama.

(8)

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta pengikutnya.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis tidak jalan sendiri, tetapi banyak pihak yang turut memberikan sumbangsihnya, baik berupa materi, pemikiran, moral maupun support spiritual, karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, di antaranya :

1. lbu Ora.Netty Hartati,M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, lbu Dra.Zahrotun Nihayah,M.S.i, Pudek 1, Dr.Ahmad Syahid,M.Ag, Dosen Pembimbing Akademik, serta semua pembantu Dekan, para Dosen dan karyawan yang telah banyak memberikan ilmu dan semuanya untuk terus menerus membantu dan membimbing saya. 2. Bapak Drs.Asep Khairul Ghani, M.Si yang telah meyakinkan saya untuk

(9)

baik dan sabar, serta telah banyak meluangkan waktu, tenaga untuk terus membantu dan membimbing saya serta memberikan masukan-masukan berharga yang harus saya lakukan selama menulis skripsi ini. Selain itu, juga kepada bapak yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.

4. lbu Ora. Fadhilah Suralaga,M.Si & Bapak Bambang Suryadi,Ph.D, selaku penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan yang sangat berarti, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan baik. 5. Mamah dan Buya yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, cinta

& perhatiannya, sehinggga ananda dapat menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik. Dan ananda ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena mamah & buya telah memberikan sumbangsihnya kepada

ananda, baik berupa materi, perhatian dan juga support spiritual yang sangat membantu ananda dalam menyelesaikan tugas ini.

6. Demas Warda yang telah bersedia mencarikan bahan-bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tugas ini, serta yang telah

memberikan dukungan dan juga semangat kepada saya ketika rasa jenuh dalam pembuatan tugas ini datang menghampiri.

(10)

indah.

8. Para sahabat, Darma, Ge, Tami & lmoed yang selalu bersedia memberikan dukungannya dan yang tak pernah kenal lelah untuk menemani saya dalam suka dan duka, sehingga perkuliahan ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga di rapat I diskusi selanjutnya, tidak ada lagi permasalahan berat yang harus dibahas. Sukses & kompak selalu !!

9. Teman-teman seangkatan (A, B, C) terutama untuk teman-teman di kelas D yang rame & kompak bangettt Terima kasih banyak karena kalian selalu mau mengingatkan saya ketika saya lupa akan suatu hal dan selalu mau menjadi teman yang tulus, ikhlas. Maaf karena tidak bisa disebutkan satu persatu, namun hal ini tidak membuat rasa sayang dan bangga saya berkurang kepada kalian. Semoga ini bukan perpisahan untuk selama-lamanya.

10. Senior dan juga junior yang telah banyak membantu saya dalam

memahami ilmu baru, sehingga wawasan yang sebelumnya telah dimiliki menjadi bertambah. Terima kasih atas do'anya selama ini.

(11)

yang tak akan pernah terlupakan

12. Mbahell (rental), yang selalu bersedia diganggu untuk dapat membantu menyelesaikan tugas-tugas yang pernah ada. Semoga semua

keikhlasannya mendapat balasan yang penuh berkah dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kesalahan dan

kekurangan, karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan tidak hanya sekedar jadi hiasan lemari.

Jakarta, Agustus 2008

(12)

Hal Judul ... 1

Pengesahan Pembimbing ... ... ... ... ... .. ... ... ... .. ... ... .. . .. ... ... .. .... .. ... .. ii

Pengesahan Panitia Ujian ... ... .. ... .. . .. ... ... ... ... ... ... ... ... .. . .. . . iii

Motto ... iv

Dedikasi ... v

Abstrak... vi

Kata Pengantar . . . viii

Daftar lsi... xii

Daftar Tabel... xiv

Daftar Gambar... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... . 1.1. Latar Belakang Masalah ... . 1.2. ldentifikasi Masalah ... . 1.3. Batasan dan Rumusan Masalah ... . 1.3.1. Batasan Masalah ... . 1.3.2. Rumusan Masalah ... . 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... . 1.4.1. Tujuan Penelitian ... . 1.4.2. Manfaat Penelitian ... . 1.5. Sistematika Penulisan ... . 1-12 1

7

8

8

9 9 9 9 11 BAB 2 KAJIAN TEORI ... 13-40 2.1. Deskripsi Teoritik ... ... ... ... ... ... ... ... 13

2.1.1. Definisi Stres ... ... ... ... ... 13

2.1.2. Proses Pengalaman Stres ... 14

2.1.3. Respon Stres ... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... .. ... ... . 17

2.1.4. Definisi

Coping

...

17

2.1.5. Jenis-jenis Coping... 18

2.1.6. Fungsi-fungsi Coping . ... ... ... ... ... 20

2.1.7. Proses-proses Coping... 21

2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping... 22

2.1.9. Definisi Ayah ... 24

2.1.10. Definisi

Single dad...

25
(13)

2.1.15. Kriteria ADHD. .. ... ... .. ... ... .. . .. ... .. ... .. . .. . .. ... ... .. . ... ... 33

2.1.16. Gejala ADHD ... 35

2.2. Kerangka Berfikir ... 37

2.3. Skema Kerangka Berfikir ... ... ... .. ... ... .. ... ... ... ... ... ... 41

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 42-52 3.1. Jen is Penelitian ... .. ... .. . .. ... .. . ... ... .. . .. ... ... 42

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian .... ... ... .... 42

3.1.2. Definisi Variabel . ... ... ... .. ... . .. .. . .. ... ... .. ... ... ... ... 43

3.2. Subjek Penelitian ... ... ... .. . .. ... .. . .. ... ... .. ... ... ... .. ... ... ... 44

3.2.1. Responden Penelitian ... ... ... ... ... .. ... 44

3.2.2. Teknik Pengambilan Responden ... 45

3.3. Pengumpulan Data .. ... ... ... ... ... . .. ... .. ... ... ... ... 45

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data... 45

3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data .. ... ... .. 46

3.4. Teknik Analisa Data ... 50

3.5. Prosedur Penelitian .. ... ... ... ... ... ... 50

3.5.1. Pra Penelitian ... 51

3.5.2. Penelitian ... ... ... ... ... ... ... ... 52

3.5.3. Paska Penelitian... ... ... ... ... ... ... 52

BAB 4 HASIL & ANALISA KESIMPULAN ... 54-77 4.1. Gambaran Umum Subyek .. ... ... ... .. ... ... .. ... ... ... ... ... 54

4.2. Hasil Penelitian ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... 55

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN ... 78-84 5.1. Kesimpulan . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. . .. ... .. .. 78

5.2. Diskusi ... 81

5.3. Saran ... ... ... ... ... ... 84

(14)

Tabel 3.1 Blue Print Coping Single dad... 47

[image:14.595.78.429.155.476.2]
(15)

Skema 2.1 Kerangka berfikir "perilaku coping single dad dalam

(16)

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Orang tua tunggal (single parent) adalah fenomena yang makin dianggap biasa dalam masyarakat modern. Bagi yang (terpaksa) mengalaminya, entah karena bercerai atau pasangan hidupnya meninggal, tak perlu terpuruk lama-lama karena bisa belajar dari banyak hal. Dari bacaan, media massa, atau dari orang yang mengalaminya. Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak menganggap sepele dampak psikologisnya terhadap anak yang baru saja ditinggal salah satu orang tuanya.

(17)

Seorang ibu akan berpikir panjang dan mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk menikah lagi. Seorang ayah kerap diragukan keterampilan dan ketelatenannya sebagai ayah sekaligus ibu bagi anaknya. Jangankan membesarkan anak seorang diri, bahkan ada seorang ayah yang hanya tahan menduda selama dua hari dan langsung menikah lagi. Tentu saja ayah seperti itu berbanding terbalik bila disandingkan dengan apa yang dilakukan Muhammad Mamu (35), ayah dua anak yang selama sekitar lima tahun menjadi single dad.

Seorang teman lama peneliti juga mengisahkan, setiap hari ia bersama suaminya pergi ke kantor yang kebetulan berlokasi sama. Menjelang malam hari mereka tiba di rumah. Kedatangan pasutri ini disambut dengan sukacita oleh anak lelakinya yang berumur 11 bulan di teras rumahnya. Anehnya, kendati si ibu berada di depan, justru sang ayahlah yang lebih hangat disambut. "Anak saya baru butuh saya kalau lagi lapar atau sakit," kata ibu muda itu.

(18)

rnernpersiapkan seorang laki-laki rnenjadi orang tua yang baik. Posisi

sebagai orang tua biasanya diarnbil secara otornatis atau begitu saja.

Akibatnya, sering terjadi proses pendidikan terhadap anak juga dilakukan

secara otornatis, sadar atau tidak, sarna seperti yang pernah diperoleh dari

orang tuanya dulu. Lantaran warisan pendidikan turun-ternurun inilah banyak

orang beranggapan, pengasuhan anak dalarn keluarga rnenjadi porsi ibu.

Narnun, rnenurut lrwanto (2002, dalarn www.suararnerdeka.com) pandangan

itu rnulai berubah. Sejak tahun 1997 ada dorongan gerakan partisipasi

laki-laki di dalarn keluarga. Gerakan di tingkat dunia ini rnuncul lantaran selarna

kurun waktu 15 - 20 tahun terakhir, terjadi pergeseran konsep dari

motherhood rnenjadi parenthood. Dalarn konsep parenthood, bukan hanya

ibu yang penting, tetapi orang tua, dan orang tua itu dua: ayah dan ibu.

Dari sini rnulai dikernbangkan konsep orang tua yang baik dan hangat. "Di

rnasa lalu yang narnanya ayah itu selalu ditakuti. la juga figur yang dianggap

sebagai penanggung jawab moral keluarga, yang rnenurunkan nilai-nilai

penting pada anak-anaknya. Untuk itu ayah harus rnenakutkan. Kalau perlu,

ayah tak perlu banyak bicara tapi anak takut. Dilihat dari trend-nya, banyak

ayah rnuda rnasa kini di berbagai belahan dunia rnerasa tidak adil kalau

(19)

Dari sini timbul kesadaran bahwa ayah masa kini tidak ingin seperti ayah zaman dulu. Ayah yang efektif dan ayah yang tidak efektif bisa dinilai dari kenal tidaknya mereka pada anaknya. Ayah yang efektif tahu apakah telah mengecewakan anaknya. la juga tahu hal-hal apa saja yang disukai

anaknya. Ayah seperti ini juga tahu perbedaan anaknya dengan anak-anak tetangga. Mereka pun sangat peduli dengan karakter si anak.

Ayah berperan dalam membangun citra diri anak. Khususnya citra diri mengenai kelaki-lakian. Kedua orang tua diharapkan menunjukkan pada anaknya bahwa tanggung jawab keluarga itu memang dipikul bersama-sama. Misalnya, mengasuh anak, bernyanyi, bermain dengan anak-anak. Artinya, wawasan gender dalam peran laki-laki dan perempuan itu tidak dipersempit, tetapi sebaliknya diperluas. Lalu bagaimana dengan single dad yang

memiliki anak dengan gangguan ADHD.

(20)

Anak dengan gangguan ADHD sering memiliki perasaan seperti orang yang terkurung dalam kamar dengan televisi, radio, stereo sistem, dan dua mesin penyedot debu yang semuanya dinyalakan secara maksimal dalam waktu bersamaan. Kita bisa bayangkan betapa berisiknya. Di dalam sebuah kelas sering menjadi "terlalu berisik" bagi anak ADHD. Anak dengan gangguan ini juga seringkali mengusili temannya tanpa alasan yang jelas, misalnya tiba-tiba memukul, mendorong, menimpuk, dan sebagainya meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak melakukan hal seperti itu.

(21)

Anak dengan gangguan ADHD pada umumnya juga memiliki sikap

penentang I pembangkang atau tidak mau dinasehati. Misalnya, penderita akan marah jika dilarang berlari ke sana ke mari, coret-coret atau naik-turun tangga tak berhenti. Penolakannya juga bisa ditunjukkan dengan sikap cuek, yang bersangkutan juga tidak memiliki sifat sabar. Ketika bermain tidak mau menunggu giliran. Misalnya, ketika dia ingin memainkan mobil-mobilan yang sedang dimainkan oleh temannya, dia langsung merebut tanpa "ba-bi-bu", lalu dengan sikapnya yang seperti itu kesabaran dan kasih sayang orang tua sangat berperan penting dalam pembelajaran perilakunya.

Seorang ibu seringkali dianggap lebih dekat dan lebih mengenal anaknya dibanding ayah, sehingga jika anak itu hanya memiliki seorang ibu dan tanpa ayah, ibu bisa merawat, mendidik, membiayai dan melaksanakan tugas ayah lainnya dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari sosok Dewi Yul yang dapat mendidik anak-anaknya yang cacat dengan baik dan sangat telaten. Namun, bagaimana dengan seorang ayah yang lebih banyak menghabiskan

(22)

Dengan kerusakan kecil pada sistern syaraf pusat dan otak, rnaka rentang konsentrasi anak dengan gangguan ADHD rnenjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Oleh karena itu, orang tua dengan anak gangguan ADHD, tidak pernah lelah rnelatih konsentrasi anaknya agar ia bisa rnelakukannya walau hanya sebentar. Cara yang dipilih oleh orang tua terkadang berbeda satu sarna lainnya dan sebelurn rnengarnbil keputusan untuk rnelakukan cara itu, orang tua akan rnendiskusikannya terlebih dahulu kepada pasangan rnereka (isteri ke suarni dan suarni ke isteri). Narnun bagairnana dengan orang tua tunggal, dalarn hal ini ayah, dapat rnernberikan solusi yang terbaik untuk anaknya jika ia tidak rnerniliki ternan bicara (isterinya) dalarn

rnenangani anak ADHDnya itu.

Berdasarkan perrnasalahan di atas, rnaka penulis tertarik untuk rnelakukan penelitian dengan judul "Perilaku coping single dad dalarn rnenghadapi anak ADHD".

1.2

ldentifikasi Masalah

1. Masalah-rnasalah apa saja yang ditirnbulkan oleh anak dengan gangguan ADHD?

(23)

3. Permasalahan-permasalahan apa saja yang dialami oleh single dad

dalam merawat anaknya?

4. Bagaimanakah coping yang dipilih oleh single dad sebagai solusi terhadap masalah yang timbul karena memiliki anak dengan gangguan ADHD?

1.3

Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1 Batasan Masalah

Untuk menghindari kerancuan dalam permasalahan yang diteliti, maka penulis membatasi permasalahannya pada:

1. Coping adalah suatu perilaku, tindakan atau perbuatan yang ditempuh oleh seorang ayah sebagai single parent dalam menghadapi anaknya yang ADHD. Coping ini juga dapat berupa usaha kognitif tingkah laku yang terus mengalami perubahan untuk menangani tuntutan spesifik dari luar maupun dari dalam yang dinilai penuh dengan tuntutan atau

melampaui sumber-sumber daya yang dimiliki seseorang.

2. Single dad yaitu ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga yang menjaga, mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya sendiri tanpa adanya pendamping.

(24)

medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.

1.3.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah "Bagaimanakah coping yang dipilih oleh single dad sebagai solusi terhadap masalah yang timbul karena memiliki anak ADHD ?".

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

coping yang dipilih oleh ayah sebagai solusi dari masalah yang timbul karena memiliki anak ADHD.

1.4.2 Manfaat penelitian

(25)

pola-pola coping yang diambil oleh orang tua dalam menghadapi anak dengan gangguan ADHD, dan juga tentang pentingnya melatih potensi yang berada di dalam anak dengan gangguan ADHD.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:

1) Dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya single dad yang memiliki anak dengan gangguan ADHD, sehingga mereka mengetahui pola-pola coping

yang harus diambil untuk perkembangan anak selanjutnya tanpa harus mengandalkan orang lain atau misalnya jasa baby sitter.

2) Memberikan gambaran tentang pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak dengan gangguan ADHD.

3) Memberikan gambaran bahwa sebagai ayah tunggal (single dad) bagi anak dengan gangguan ADHD, ayah juga dapat dan mampu merawat anaknya dengan penuh kasih sayang.

(26)

1.5

Sistematika Penulisan

Dalarn penulisan skripsi ini, terdapat sisternatika penulisan yang terdiri dari:

1.

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian rnengenai latar belakang rnasalah, identifikasi rnasalah, batasan dan rurnusan rnasalah, rnanfaat dan tujuan penelitian,

dan sisternatika penulisan.

2.

BAB

2

KAJIAN TEORI

Bab ini berisi uraian rnengenai teori-teori: Coping (definisi coping,

jenis-jenis coping, fungsi coping, proses coping, faktor-faktor yang

rnernpengaruhi strategi coping). Ayah (Definisi ayah, Definisi single dad,

Faktor-faktor yang rnernpengaruhi keterlibatan ayah, Pengaruh

pengasuhan ayah terhadap anak). Anak ADHD ( Definisi ADHD, Tiga tipe

anak ADHD, Gejala ADHD, Kriteria ADHD, Penanganan ADHD).

Kerangka berfikir

3. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian rnengenai jenis penelitian, pengarnbilan sarnpel, instrurnen pengurnpulan data, prosedur penelitian dan teknik analisis

(27)

4. BAB 4 HASIL & ANALISIS DATA

Berisi tentang data-data yang diperoleh dari tiap subyek dan

membahasnya dengan mengacu pada teori-teori yang sudah disebutkan

terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil penelitian yang relevan dengan

tujuan penelitian.

5. BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN

(28)

KAJIAN TEORI

2.1

Deskripsi Teoritik

2.1.1. Definisi Stres

Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon

mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1976).

(29)

sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1976).

National safety council (2003) mendefinisikan stres seb_qgai ketidakmampuan

'

mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional & spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Bila stres mengancam fisik manusia maka gejala yang muncul dengan cepat dapat berupa respon terhadap denyut jantung

meningkat, tekanan darah meningkat, ketegangan otot meningkat, produksi keringat meningkat, dan aktivitas metabolis meningkat

Dari definisi tersebut di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam

kesehatannya.

2.1.2. Proses Pengalaman Stres

(30)

1. Primary appraisal

Merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi.

Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu :

a. Goal relevance, yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya.

b. Goal congruence or incongruenc, yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan

sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.

(31)

2. Secondary appraisal

Merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping,

serta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, & challenge dalam peristiwa yang terjadi.

Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu :

a. Blame and credit, yaitu penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.

b. Coping potential, yaitu penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya. c. Future expectancy, yaitu penilaian mengenai apakah untuk alasan

tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk.

Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm & threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping

(32)

2.1.3. Respon Stres

Taylor (1991, dalam Lazarus, 1976) menyatakan stres dapat menghasilkan berbagai respon. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu : 1. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,

detak jantung, detak nadi, dan sistem pernafasan.

2. Respon kognitif, dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.

3. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.

4. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.

2.1.4. Definisi coping

Dalam Kamus Psikologi (Chaplin dalam Kartono:2004), coping disebutkan sebagai:

(33)

Selanjutnya, Lazarus dan Folkman (1980, dalarn Phillip 1999) rnendefinisikan

coping sebagai :

"Semua usaha kognitif dan tingkah laku individu untuk mengatasi, mengurangi, atau meminta toleransi".

Dari definisi-definisi coping di atas, rnaka penulis dapat rnengarnbil suatu kesirnpulan bahwa coping adalah proses saat individu berusaha rnenangani dan rnenguasai situasi penuh stress yang rnenekan akibat dari rnasalah yang sedang dihadapi dengan cara rnelakukan perubahan kognitif maupun

perilaku guna rnernperoleh rasa aman pada dirinya.

2.1.5. Jenis-jenis Coping

Secara umum Lazarus (dalam Phillip, 1999) membagi coping rnenjadi 2 dimensi, yaitu :

a. Problem Solving Focused Coping, di mana individu secara aktif mencari penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi yang menimbulkan stress.

(34)

Sementara itu Carver,C.S &Scheler,M.F (1989) membagi dua jenis coping

yang umum menjadi lebih variatif, yaitu :

a. Coping terpusat pada masalah (problem-focused coping)

1) Active coping (perilaku aktif), suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mengatasi stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah ditimbulkan oleh stressor tersebut.

2) Planning (perencanaan}, perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres.

3) Supression of competing activities (penekanan kegiatan lain) agar dapat berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi sumber stres, maka mengesampingkan tugas-tugas lain.

4) Restrain coping (penundaan perilaku mengatasi stres}, individu

menunggu saat yang tepat untuk melakukan suatu tindakan sehingga ia dapat mengatasi sumber stress secara efektif.

5) Seeking social support for instrumental reason (pencarian dukungan sosial dengan cara meminta nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain.

b. Coping terpusat pada emosi (emotional-focused coping)

(35)

rnendapatkan dukungan sosial dengan cara rnerninta dukungan moral, sirnpati atau pengertian dari orang lain.

2) Positive reinterpretation and growth (interpretasi kernbali secara positif dan pendewasaan diri) individu rnenilai kernbali suatu situasi yang rnenirnbulkan stres secara positif dan juga rnengarahkan individu untuk rnelakukan tindakan-tindakan coping yang terpusat pada rnasalah.

3) Denial (penolakan) rnenolak surnber stres atau bertindak seakan-akan surnber stres tidak nyata.

4) Acceptance (penerirnaan), individu harus rnenerirna atau rnenyesuaikan diri dengan keadaan yang dialarninya.

5) Turning to religion (rnernasrahkan diri pada agarna), individu rnencoba rnencari ketenangan dalarn ajaran agarna.

2.1.6. Fungsi-fungsi Coping

Cohen & Lazarus (dalarn Sarafino, 1994) rnengernukakan bahwa coping

rnerniliki lirna tugas utarna, yaitu:

a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan rneningkatkan prospek untuk rnernperbaikinya.

b. Mentoleransi atau rnenyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.

(36)

d. Mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.

Secara umum fungsi coping adalah untuk menghilangkan kondisi tertekan yang dirasakan agar dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan serta dapat diterima oleh lingkungan secara positif sehingga berada dalam keadaan yang tidak tertekan lagi.

2.1. 7. Proses-proses Coping

Lazarus (Sarafino, 1994) memandang coping sebagai proses yang terjadi bila orang mengalami stres, mengatakan proses coping didahului oleh proses-proses stress, yaitu :

a. Penilaian primer, yaitu proses mempersepsikan adanya suatu ancaman bagi seseorang.

b. Penilaian sekunder, yaitu proses pengolahan di otak tentang suatu potensi respon terhadap ancaman.

(37)

2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam memilih strategi

coping yang akan digunakan dalam mengatasi permasalahannya (Mu'tadin, 2002) yaitu :

1. Kesehatan Fisik , Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar

Keyakinan atau pandangan positif , Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian

ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : prob/em-solving focused coping

3. Keterampilan memecahkan masalah, Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,

mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

4. Keterampilan sosial, Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk

(38)

Dukungan sosial, Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya

6. Materi, Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

Dapat diketahui bahwa tiap individu memilih strategi coping yang berbeda, sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan untuk

mengahadapi suatu permasalahan karena tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh permasalahan setiap individu memiliki tingkatan yang berbeda-beda, sehingga dalam pemilihan strategi coping pun berbeda-beda.

Menurut Greenglass & Naguchi (1996, dalam Sarafino, 1994), laki-laki lebih menyukai untuk menggunakan problem-focused coping, sedangkan

(39)

2.1.9.

Oefinisi Ayah

Ayah dapat didefinisikan berkaitan dengan perannya dalam pengasuhan anak. Definisi ini membuat ayah kandung, ayah tiri, dan pria-pria lain yang terlibat atau berperan dalam pengasuhan anak dapat disebut sebagai ayah. Definisi lain yang lebih menarik mengenai ayah berkaitan dengan perannya sebagai pelindung, hal ini menarik karena ibu didefinisikan dalam kaitan perannya sebagai pengasuh (nurturing).

Parson dan Bales (dalam Phares, 1996) menyebutkan bahwa ibu memiliki peran ekspansif sedangkan ayah memiliki peran intsrumental dalam keluarga. Furstenberg (sebagaimana yang dikutip oleh Phares, 1996) mengemukakan ada dua jenis ayah dalam masyarakat yaitu ayah yang baik

(good dads) dan ayah yang jahat (bad dads). Ayah yang baik digambarkan sebagai ayah yang memiliki keterlibatan tinggi dalam pengasuhan anak, sedangkan ayah yang jahat digambarkan sebagai ayah yang tidak memberi dukungan emosional yang memadai kepada keluarga dan tidak menunjukkan dukungan emosional dan keterlibatan dalam pengasuhan anak.

(40)

yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat memperoleh yang terbaik dalam perjalanannya menuju kedewasaan.

2.1.10. Definisi Single dad

Single dad merupakan bagian dari single parent. Menurut Sager dkk (dalam Setiawati & Zulkaida, 2007) orang tua tunggal adalah orang tua yang

memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya (dalam hal ini adalah seorang ayah).

Cashion (dalam Setiawati & Zulkaida, 2007) menyatakan bahwa single dad

adalah ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga yang menjaga, mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya sendiri tanpa ada pendamping.

Secara spesifik Hanson (dalam Setiawati & Zulkaida, 2007) menyebutkan faktor yang menyebabkan single dad karena perceraian, kematian pasangan, atau karena merupakan lelaki lajang yang mengadopsi anak.

(41)

Pada umumnya, masalah yang paling berat dihadapi oleh seorang pria adalah tidak sanggupnya tinggal sendirian terlalu lama, bukan hanya soal kebutuhan terhadap pendamping, tetapi juga menangani segala urusan rumah. Karakter dan sifat anak yang berbeda-beda pun bisa membuat "pusing". Diperlukan keterampilan, ketelatenan, dan pendekatan khusus. Umumnya, hanya wanita yang bisa melakukan itu, karena pada dasarnya wanita lebih memperhatikan hal-hal detail. Sedangkan pria cenderung berpikir global, garis besar, dan penuh dengan analisis.

Masalah lain yang biasanya dihadapi para single dad biasanya menyangkut masalah teknis. Sang ayah yang bekerja mempunyai keterbatasan waktu untuk anak-anaknya. Kendala psikologis dan emosional, seperti perasaan bersalah karena tidak bisa menjadi ayah yang ideal, over providing (terlalu melayani), dan over curiousity (tidak percaya kepada anak, efek dari ayah kurang percaya diri), bisa muncul.

(42)

2.1.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Ayah

Menurut Riley & Shalala (dalam Slameto, 2003) peran ayah itu spesial karena mempunyai efek bagi anak. Menurutnya ada 4 peran yaitu: (1)

Modeling adult male behavior(pemberi contoh), (2) Making Choices

(membuat pilihan), (3) Problem Solving abilities (kemampuan memecahkan masalah), (4) Providing Financial and Emotional Support (memberikan finansial & memperkuat emosi). Sedangkan Evans (1999, dalam Slameto 2003) menyebut peranan ayah pada umumnya itu dengan Five Ps yaitu: (1)

Problem-Solver (pemecah masalah), (2) Playmate (teman bermain), (3)

Punisher (pemberi hukuman), (4) Provider (penyedia), dan (5) Preparer

(mempersiapkan)

Rocky Mountain Family Council (Slameto, 2003) mengutip Kyle Pruett yang menyatakan bahwa anak-anak yang sukses ayahnya mendemonstrasikan: tanggung jawab, membantu membentuk perilakunya yang tepat dan mantap, memberi contoh bagaimana menghadapi (persoalan) hidup sehari-hari, serta perlunya prestasi (belajar) dan produktivitas.

(43)

I-merawat anak-anaknya. Banyak faktor yang dapat melibatkan ayah dengan anak-anaknya. Kepuasan pernikahan dan cinta ayah kepada isterinya telah menunjukkan hubungan yang positif dengan keterlibatannya dalam

pengasuhan anak-anaknya. Ayah yang tidak bekerja kemungkinan lebih banyak terlibat dengan anak-anaknya dibandingkan dengan ayah yang bekerja.

Tingginya pendapatan ayah dapat mengurangi waktunya untuk bisa bersama dengan anak-anaknya setiap minggu, meskipun demikian ayah dengan penghasilan yang tinggi lebih mempunyai banyak waktu untuk dapat

diberikan kepada anak-anaknya setiap minggu dibandingkan dengan seorang ibu dengan penghasilan tinggi ( Hillary, 2003).

2.1.12. Pengaruh Pengasuhan Ayah terhadap Pendidikan Anak

Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai salah satu dari 3 pilar keberhasilannya.

(44)

dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-ernosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sarnpai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Slarneto 2003).

Peranan ayah rnenjadi rnenarik untuk dikaji rnengingat rnakin banyak ibu yang sernula sebagai ibu rurnah tangga kini rnenjadi wanita karir/bekerja sehingga kesernpatan, perhatian, dan perlakuannya terhadap anak rnenjadi berkurang. Konsekuensinya sernula ayah di sarnping tetap berkonsentrasi sebagai tulang punggung ekonorni keluarga yang tetap bekerja juga di tuntut lebih banyak berperan dalarn pendidikan anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian di AS pada tahun 2002 (Slarneto, 2003)

terhadap 15.000 rernaja sebagai sarnpelnya rnenujukkan jika peranan ayah dalarn pendidikan anak berkurang/ terabaikan atau tak dilakukan, rnaka terjadi peningkatan yang signifikan: (1) Jurnlah anak putri belasan tahun harnil tanpa rnenikah, (2) Krirninalitas yang dilakukan oleh anak-anak, dan (3) Patologi psiko-sosial.

Lebih lanjut diternukan juga bahwa absennya peranan ayah jauh lebih

(45)

menyatakan bahwa ketidak-adanya peranan ayah dalam pendidikan anak menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan anak-anaknya (Fathering lnterprises: 1995-1996, Slameto 2003).

Sebaliknya, sejalan dengan temuan Daugherti dan Kurosaka (2002, dalam Slameto 2003), jika dalam keluarga ayah berperan dalam pendidikan anaknya, maka akan meningkatkan prestasi belajarnya, dan juga mengembangkan potensi keteguhan perkawinannya kelak setelah

dewasa/berkeluarga. Mengingat demikian penting peranan ayah apalagi dalam masyarakat yang patrilinear ini, maka studi tentang peranan ayah dalam pendidikan anak menjadi bermanfaat dalam reformasi pendidikan utamanya melalui peningkatan mutu, apalagi dikaitkan dengan prestasi belajar anak.

2.1.13. Definisi ADHD

ADHD adalah istilah populer, kependekan dari Attention Deficit Hyperactive Disorder, atau dalam bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD

(46)

menulis ADD/H. tetapi sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu maksudnya adalah sama (Sugiarmin, 2006)

lstilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.

Jika hal tersebut terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait-mengkait. Menurut Barkley (1990, dalam U.S Departement of Education 2003) ketidakmampuan anak ADHD dalam mengontrol perilakunya, menyebabkan mereka terisolasi dari lingkungan sosial. Jadi, jika didefinisikan secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan

(47)

Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia, lazimnya diterjemahkan menjadi gangguan pemusatan perhatian tanpa/dengan hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali tumpang tindih dengan kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia}, dispraksia (dyspraxia),

gangguan menantang dan melawan (oppositional defiant disorder/ODD).

2.1.14. Tiga Tipe Anak ADHD

a. Tipe ADHD gabungan

Untuk mengetahui tipe ini, dapat didiagnosis /dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk "perhatian", ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsivitas (Sugiarmin, 2006).

Munculnya enam gejala tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut : 1) Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun. 2) Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda. 3) Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam

kemampuan akademik.

(48)

b. Tipe ADHD kurang memerhatikan dan tipe ADHD hiperaktif impulsif

Untuk rnengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 gejala untuk 'perhatian' dan rnengakui bahwa individu-individu tertentu rnengalarni sikap kurang rnernerhatikan yang rnendalarn tanpa hiperaktivitas/irnpulsifitas. Hal ini rnerupakan salah satu alasan

rnengapa dalarn beberapa buku teks, kita rnenernukan ADHD ditulis dengan garis -AD/HD. Hal ini rnernbedakan bahwa 'ADHD kurang rnernerhatikan' dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif irnpulsif.

c. Tipe ADHD hiperaktif impulsif

Tipe ketiga ini rnenuntut paling sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif irnpulsifitas. Tipe 'ADHD kurang rnernerhatikan' ini

rnengacu pada anak-anak yang rnengalarni kesulitan lebih besar dengan rnernori rnereka dan kecepatan motor perseptual, cenderung untuk rnelarnun, dan kerap kali rnenyendiri secara sosial.

2.1.15. Kriteria ADHD

(49)

a. Kriteria sulit konsentrasi

1) Sering melakukan kecerobohan atau gaga! menyimak ha! yang terperinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat.

2) Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam suatu aktivitas.

3) Sering tampak tidak mendengarkan kalau diajak bicara.

4) Sering tidak mengikuti instruksi dan gaga! menyelesaikan tugas. 5) Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas.

6) Sering menghindar, tidak meyukai atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama .

7) Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas. 8) Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar.

9) Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.

b. Kriteria hiperaktif dan impulsif

1) Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.

2) Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk man is.

(50)

4) Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.

5) Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak habis.

6) Sering terlalu banyak bicara.

7) Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya padahal pertanyaan belum selesai.

8) Sering sulit menunggu giliran.

9) Sering memotong atau menyela pembicaraan.

2.1.16. Gejala ADHD

Menurut DSM-IV (1994), ADHD terdiri dari tiga gejala utama:

a. lnatensivitas (tidak ada perhatian atau tidak menyimak), terdiri dari : 1) Gagal menyimak hal yang rinci.

2) Kesulitan bertahan pada satu aktivitas.

3) Tidak mendengarkan pada waktu diajak belajar. 4) Kesulitan mengatur jadwal tugas dan kegiatan.

5) Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama. 6) Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas.

(51)

b. lmpulsivitas (tidak sabaran), terdiri dari :

1) Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai. 2) Sering mengalami kesulitan menunggu giliran.

3) Sering memotong atau menyela orang lain.

4) Sembrono, melakukan tindakan berbahaya tanpa pikir panjang. 5) Sering berteriak di kelas.

6) Tidak sabaran.

7) Usil, suka mengganggu anak lainnya. 8) Permintaannya harus segera dipenuhi. 9) Mudah frustrasi dan putus asa.

c. Hiperaktivitas, terdiri dari :

1) Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat. 2) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas.

3) Sering berlari dan memanjat.

4) Mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas dengan tenang. 5) Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak.

(52)

2.2

Kerangka Berfikir

Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, sirnpati, loyalitas, ideologi, birnbingan dan pendidikan. Keluarga rnemberikan pengaruh menentukan pada pernbentukan watak dan

kepribadian anak.

Karakteristik yang unik dari anak-anak adalah perkernbangan fisik dan rnotorik bahasa, serta perkembangan emosi rnereka. Hal ini dikarenakan mereka selalu saja mernberikan perkembangan baru pada setiap

pertarnbahan usia mereka. Pada masa anak-anak, proses belajar masih ia dapatkan dari orang tuanya serta lingkungan yang masih terbatas, oleh karena itu hal ini akan rnenjadi sesuatu yang selalu baru bagi rnereka dan hal ini pula yang dapat langsung mempengaruhi setiap pertumbuhan dan

perkembangan mereka (Syah, 2005)

(53)

Mereka cenderung terus menerus bergerak baik secara mental maupun fisik, karena anak ADHD tidak dapat duduk diam, tidak dapat mendengarkan, atau bahkan tidak dapat mengerjakan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang lama, maka mereka mengalihkan perhatian dari satu hal ke hal yang lain dan seringkali mengganggu anak-anak lain pada saat yang sama (Zaviera, 2007). Anak-anak yang menderita gangguan ini akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan perilaku sehari-hari mereka, baik di sekolah maupun di lingkungan luar sekolah. Mereka juga cenderung mengalami kecelakaan dari hiperaktifnya.

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, penulis berasumsi bahwa gangguan ADHD yang diderita oleh anak dapat menjadi sumber stres bagi orang tuanya. Gangguan ADHD ini dapat menjadi sumber stres bagi single dad

(54)

ADHD pun dapat mempengaruhi perilaku, misalnya karena anak ADHD tidak dapat duduk tenang, maka perilaku yang dimunculkan oleh anak tersebut menjadi sulit untuk dikontrol. Selain itu, aspek sosial anak itu sendiri, misalnya karena anak dengan gangguan ADHD mengalami kesulitan untuk mengontrol perilakunya, sehingga anak tersebut juga akan mengganggu teman-temannya dan hal ini menyebabkan ia tidak memiliki teman (Zaviera, 2007).

Dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh anak ADHD, maka keluargalah yang pertama kali membantu dan juga selalu berusaha untuk dapat

menyembuhkan anak tersebut, karena keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak.

Dari gangguan ADHD yang menimbulkan beberapa masalah, dapat

(55)

tidak lengkap lagi (karena bercerai atau karena meninggal salah satunya). Selain itu, orang tua juga memerlukan dukungan dan semangat bagi anaknya yang mengalami ADHD agar dapat sedikit demi sedikit membantu

perkembangannya. Dukungan itu bisa didapatkan dari keluarga (ayah, ibu, kakak, adik, nenek, kakek) ahli profesional (Psikolog, Psikiater), dan juga non profesional (tetangga). Dari permasalahan-permasalahan yang timbul dan juga dari dukungan sosial yang ada, dapat membantu single dad dalam

(56)

2.3

Skema Kerangka Berpikir

Mengurus Problem-focused coping ADHD • Active coping

rumah

Planning

Supression of competing

\

I

activities

Restrain coping

Seeking social support

( SINGLE DAD

J

for instrumental reason Mencari

nafkah Emotional-focused coping

I

\

Seeking social support for emotional reasons

Positive reinterpretation and growth

Denial Pandangan Merawat

Acceptance masyarakat anak

Turning to religion

Skema 2.1 kerangka berfikir

(57)

Pada bab 3 peneliti akan membahas tentang metodologi penelitian yang merupakan bagain urgen dalam suatu penelitian. Sebagaimana diketahui bahwa setiap penelitian harus direncanakan, artinya diperlukan suatu metodologi penelitian atau juga dikenal dengan desain penelitian. Hal ini berguna agar penelitian yang akan dilakukan dapat berjalan sesuai dengan tujuan penelitian tersebut sehingga lebih efektif dan efisien.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

(58)

Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif dan dengan tujuan penelitian deskriptif. Menurut Punch (1998, dalam Poerwandari 2001) dalam pendekatan studi kasus, metode pengumpulan data dapat dilakukan dari berbagai sumber dengan beragam cara, bisa berupa observasi, wawancara, maupun studi dokumen I karya I produk tertentu yang terkait dengan kasus.

3.1.2 Definisi Variabel

a. Coping adalah suatu perilaku, tindakan atau perbuatan yang ditempuh oleh ayah sebagai single parent dalam menghadapi anaknya yang

hiperaktif. Coping ini juga dapat berupa usaha kognitif tingkah laku yang terus mengalami perubahan untuk menangani tuntutan spesifik dari luar maupun dari dalam yang dinilai penuh dengan tuntutan atau melampaui sumber-sumber daya yang dimiliki seseorang.

b. Single dad yaitu ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga yang menjaga, mendidik, menjadi wali, serta membesarkan anak-anaknya sendiri tanpa ada pendamping.

(59)

mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka.

3.2.

Subjek Penelitian

3.2.1. Responden Penelitian

Responden penelitian dalam studi kasus ini berjumlah satu orang. Menurut Poerwandari (2001), suatu penelitian kualitatif dapat saja meneliti secara mendalam kasus tunggal (N=1) yang dipilih secara purposif. Dan menurut Banister dkk (1994, dalam Poerwandari 2001), suatu kasus tunggal dapat dipakai bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti memperoleh kasus lebih banyak, dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan informasi yang sangat mendalam. Dia adalah seorang ayah (single dad)

yang memiliki anak dengan gangguan ADHD. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini adalah :

a. Seorang ayah yang sedang tidak memiliki isteri, baik karena perceraian maupun karena isteri telah meninggal.

(60)

3.2.2. Teknik Pengambilan Responden

Responden dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik purposive sampling

yaitu dengan mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut (Supriyadi, 2006)

3.3.

Pengumpulan Data

3.3.1. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Wawancara menurut Banister, dkk (1994, dalam Poerwandari 2001) adalah : "percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu". Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur, di mana menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur atau

(61)

Data pelengkap dalam penelitian ini diungkap dengan observasi. Peneliti menggunakan observasi non-partisipan (observer tidak terlibat langsung dalam observasi, hanya mencatat).

3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data

Merupakan hal yang penting dalam penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pemilihan alat bantu yang tepat dalam penelitian tentunya akan membantu hasil penelitian yang maksimal sifatnya.

Peneliti menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data utama dan observasi untuk melengkapi data wawancara. lnstrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar pedoman wawancara dibuat dengan tujuan

mengarahkan penelitian sesuai dengan permasalahan penelitian. Lembar pedoman wawancara meliputi :

1. Latar belakang subyek.

2. Gambaran stres yang dialami oleh subjek sebagai single dad.

3. Gambaran perilaku coping yang dilakukan subyek dalam menghadapi anaknya yang ADHD.

(62)

dengan pewawancara, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Selain kedua instrumen yang telah disebutkan, peneliti menggunakan alat perekam

sebagai alat bantu yang mendukung kelengkapan data yang diperoleh untuk kemudian dibuat transkripnya secara verbatim dan tertulis. Dengan demikian peneliti menggunakan alat perekam (tape recorder) dalam penelitian ini dengan meminta izin terlebih dahulu dari responden. Peneliti juga membuat

[image:62.595.31.432.244.669.2]

blue print dengan tujuan agar mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian dan juga dalam membuat daftar pertanyaan.

Table 3.1 blue print coping single dad

No Asoek lndikator Pertanvaan

1.

Gambaran • Kondisi dan a. Kapan dan bagaimana anda stres yang situasi yang mengetahui anak anda mengalami dirasakan dirasakan ADHD? Apa yang anda rasakan oleh single single dad saat itu?

dad sebagai b. Gejala-gejala apa saja yang

sumber stres tampak pada anak anda ketika ia belum didiagnosa ADHD?

c. Bagaimana proses kelahiran anak anda?

d. Apakah anda membayangkan konsekuensi yang akan timbul dengan ADHD-nya anak terhadap anda/keluarga?

e. Kesulitan apa yang dirasakan sangat mengganggu anda? (sosial, ekonomi, kerja) f. Kesulitan apa lagi yang anda

bayangkan akan mungkin timbul di kemudian hari ?

(63)

h. Permasalahan apa saja yang terjadi antara anak anda yang normal dengan anak anda yang ADHD?

i. Permasalahan apa saja yang ditimbulkan oleh anak anda di sekolahnva?

• Respon a. Bagaimana perasaan anda yang muncul menghadapi hal-hal tersebut di

dalam atas?

menghadapi b. Bagaimana reaksi emosional anda kondisi dan ketika mengetahui status ADHD

situasi anak saat itu?

terse but c. Apa yang membuat anda ingin merawatnya tanpa ada

pendamping di sisi?

d. Bagaimana anda menangani tinakah laku anak-anak anda? 2. Gamba ran lo Problem- a. Tindakan nyata apa yang ibu

perilaku focused lakukan untuk menyelesaikan

coping yang coping kesulitan yang anda hadapi?

ditampilkan b. Bagaimana anda menghadapi

oleh single keluarga atau lingkungan?

dad c. Apakah anak anda pernah

melakukan terapi? Terapi apa saja?

d. (jika terdapat) masalah ekonomi, kepada siapa anda meminta bantuan? Menjual atau menggadaikan barang? e. Apakah anda ingin

menyekolahkan anak anda di sekolah khusus?

f. Apakah ada upaya lain untuk membantu anak anda yang belum terealisasikan? Apa saja?

g. Adakah ahli profesional yang anda minta membantu untuk

(64)

h. Dari mana saja anda

mendapatkan informasi untuk perkembangan anak anda? i. Siapa saja yang telah membantu

anda dalam merawat anak anda? j. Apakah anda pernah berdiskusi

dengan para guru anak anda? • Emotional- a. Dalam merawat anak, pernahkah

focused anda meminta dukungan moral,

coping simpati, atau pengertian dar orang lain?

b. Apa saja yang anda lakukan untuk mengatasi masalah emosional yang anda rasakan?

c. Pernahkan anda memakai

kekerasan dalam mendidik anak? Beri alasan!

d. Adakah orang dekat/profesional yang anda percaya untuk berbagi masalah/berkeluh kesah

dengannya? Siapa? Apa yang anda dapat darinya?

e. Apakah anda melakukan kegiatan hobi atau kegiatan lainnya dengan tujuan menghilangkan masalah emosi bekaitan dengan ADHD anak?

f. Apakah aktivitas yang biasa anda lakukan menjadi terganggu,

bagaimana anda menghadapinya? g. Menurut anda apa sisi positif dari

masalah ini?

h. Bagaimana aktivitas keagamaan anda setelah mengalami hal ini? i. Aktivitas keagamaan apa saja

(65)

3.4.

Teknik Analisa Data

Menurut Poerwandari (2001), teknik analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :

1. Mengalihkan data rekaman menjadi naskah tulis. Pada tahap ini peneliti mengolah data mentah yang sudah ada ke dalam bentuk tulisan (diolah secara verbatim). Hal ini akan memudahkan peneliti dalam memahami alur dari kasus yang ada.

2. Menguraikan kasus. Dengan menguraikan kasus dari responden akan membantu peneliti dalam melakukan analisa data.

3. Menganalisa kisah dengan kajian yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menguraikan kasus, peneliti menganalisa kisah dari kasus yang ada. Proses analisa dilandasi dengan kajian yang ada dalam

penelitian ini.

4. Menemukan pola coping yang digunakan oleh sang ayah.

3.5.

Prosedur Penelitian

(66)

3.5.1. Pra Penelitian

1) Membuat Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang direkomendasikan kepada pihak yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Namun, karena banyak sekolah, klinik, dan biro konsultasi yang tidak memiliki klien dengan kriteria yang peneliti cari, maka surat izin tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. 2) Mempersiapkan instrument penelitian : pedoman wawancara, lembar

observasi dan alat perekam.

3) Mencari subyek penelitian. Dalam pencarian subyek, peneliti menggunakan media telepon, internet dan juga buku-buku yang mendukung. Adapun tempat-tempat yang pernah peneliti

datangi/tanyakan adalah sebagai berikut : Sekolah Gedong 03, Sekolah Gedong 04, Sekolah Global Mandiri, Sekolah Pantara, Progress Toward Better Kids (PROKIDS), KIDZGROW, Our Dream, Asosiasi Anak

Berkesulitan Belajar, dan Biro Konsultasi Kebayoran Lama. Dari tempat-tempat yang telah didatangi, mereka menyatakan bahwa tidak ada

satupun klien mereka yang memiliki kriteria yang sesuai dengan penelitian ini. Selain itu, peneliti juga mencari subyek melalui internet, namun

(67)

4) Membuat surat pernyataan kesediaan subjek untuk menjadi sample penelitian.

5) Meminta izin pihak terkait untuk melakukan penelitian.

3.5.2. Penelitian

1) Membangun rapport dengan subyek penelitian.

2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan data yang dicari, serta memprobingnya agar lebih mendalam.

3) Mengobservasi perilaku anak ADHD yang terlihat serta mengobservasi perilaku coping ayah.

4) Mencari tambahan data dengan mencari subyek lain untuk memperkuat pernyataan single dad, diantaranya : keluarga (anak sulung subyek dan ibu subyek), tetangga, teman dari anak ADHD, serta guru yang pernah mengajari anak ADHD tersebut.

3.5.3. Paska Penelitian

1) Organisasi data, untuk memudahkan peneliti memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah atau akan diambil dan agar data tidak tercampuraduk.

(68)

3) Analisis, menganalisa data-data yang sudah didapat dan menyandingkannya dengan teori.

4) Dugaan atau kesimpulan sementara.

(69)

4.1. Gambaran Umum Subyek

Nama Subyek MM

Jenis Kelamin Laki-laki

Tempat/Tanggal lahir Jakarta/01 Januari 1973

Suku Betawi

Status Pernikahan Duda ditinggal mati

Lama Menduda 5 (Lima) tahun

Pekerjaan Tukang ojek/Pedagang

Jumlah Anak 2 (dua)

NamaAnak 1. SF (Perempuan, 14 tahun

2. Ml(Laki-laki, 8 tahun)

Ala mat Jakarta Selatan

[image:69.595.46.427.116.509.2]
(70)

4.2.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan peneliti jabarkan sesuai dengan urutan blue print

yang sebelumnya telah peneliti buat.

1. Gambaran stres yang dirasakan oleh single dad

Manusia hidup takkan pernah lepas dari suatu masalah, selesai dengan masalah yang satu, masalah lain di depan sudah menanti. Jika seseorang dapat menyelesaikan masalahnya sebelum masalah lain datang, maka ia dapat menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya dengan baik. Namun, jika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya dan masalah baru sudah menghampirinya, maka individu tersebut akan terjebak ke dalam masalah-masalah itu sehingga ia berada di dalam lingkaran setan. Hidup akan penuh dengan perjuangan dan siapa yang dapat terus berjuang untuk mencapai tujuan hidupnya, maka dialah yang bertahan.

(71)

Seorang murid akan meminta bantuan gurunya untuk dapat membantunya dalam menyelesaikan masalah pendidikannya. Seorang suami akan meminta bantuan isterinya untuk dapat bersama-sama menghadapi

persoalan-persoalan yang di dalam rumah tangganya. Namun, bagaimana jika seorang suami telah ditinggalkan isterinya untuk kembali kepangkuan-Nya?

(72)

"Sebelum isteri saya meninggal, dia minta saya betjanji untuk ngga

nelantarin anak-anak, sambil nangis, saya janji ke isteri untuk sela/u

ngerawat anak-anak dengan cinta dan kasih sayang" janjinya kepada isteri sebelurn perpisahan itu terjadi (wawancara dengan subjek, 15 Juni 2008 di rurnah subjek). Selain itu, ia pun khawatir ibu baru bagi anak-anaknya tidak dapat rnencintai kekurangan dirinya dan juga anak-anaknya.

Pria itu berinisial MM, dengan dua anaknya yang rnasih belia, ia siap rnenghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Waiau kehidupan ekonorninya sulit, MM tidak pernah rnenyerah untuk dapat rnenyekolahkan anaknya. "Anak-anak saya harus sukses biar nantinya tidak susah seperti bapaknya" ucapnya dengan penuh rasa optirnis. SF (14 tahun) anak pertarnanya sudah duduk di bangku SMP sedangkan Ml (8 tahun) berhenti dari sekolahnya pada

pertengahan kelas satu. Ml lahir prernatur di usia kandungan 8 bulan,

tepatnya tanggal 20 Oktober 1999. Ml lahir tanpa kekurangan suatu apa pun.

(73)

lornpat-lornpat, naik-turun ternpat tidur, rnerusak rnainan, dan perilakunya susah sekali dikendalikan. Bahkan saat orang tuanya rnelarang pun ia cuek-cuek saja (hasil wawancara dengan MM tanggal 15 Juni 2008, di rurnah MM).

Ketika usianya genap 20 bulan, Ml dibawa untuk vaksinasi dan pada saat itu Dokter rnenanyakan tentang perkernbangan bicaranya. Dari situ, orang tua Ml tersentak karena Ml rnernang belurn pernah rnengeluarkan kata-kata. Selanjutnya Ml dirujuk ke RS Harapan Kita Jakarta untuk perneriksaan lengkap, antara lain kernarnpuan bicara dan pendengarannya. Ternyata hasilnya sernua normal, Ml tidak rnengalarni gangguan secara fisik. Hanya saja ia didiagnosa rnengalarni ADHD.

Diagnosa yang telah diutarakan oleh Dokter sangat rnernbuat orang tua Ml terkejut. Pasalnya, baik dari keluarga ayah rnaupun ibunya, belurn ada anak yang pernah terkena ADHD. Stress yang sernpat dirasakan oleh ayah Ml rnenjadi bertarnbah ketika sang isteri harus kernbali kepangkuan llahi. Tidak ada lagi ternan untuk berbagi cerita dan diskusi.

MM rnenjadi pernurung dan juga tidak bergairah untuk rnelakukan aktivitas yang sebelurnnya pernah ia lakukan (rnisalnya, rnengojek). Saat itu

(74)

orang-orang yang berada di sekitarnya dan juga mengabaikan dua buah hatinya. Namun, setelah ibu dari MM (nenek SF & Ml) mengingatkan ia untuk ikhlas dan pasrah menyerahkan semua persoalan hidup kepada Allah SWT, MM terbangun dari mimpi buruknya dan sadar bahwa hidup ini sudah ada yang mengatur. Dengan keyakinan seperti itu, MM bangkit dan juga mulai

melaksanakan shalat Hrna waktu yang pernah ia tinggalkan. MM juga terlihat lebih religius, tidak hanya mengerjakan shalat liwa waktu, MM juga selalu berusaha untuk menjalankan shalat sunnah, berdzikir, dan juga bershadaqah (hasil wawancara dengan SF, lbu dari MM, & juga tetangganya).

Semangat MM kembali diuji dengan sulitnya perekonomian keluarga. la menjadi putus asa dan tak tahu harus melakukan apa untuk bisa

menyembuhkan Ml. Namun, sesuai dengan janji yang pernah diucapkannya kepada mendiang isteri, MM akan berusaha untuk bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya. Dan dengan landasan itulah akhirnya MM kembali giat bel<erja untuk dapat mengumpull<an uang demi kelangsungan hidupnya dan juga anak-anaknya.

Sayangnya, kesulitan yang dihadapi MM tidak hanya berhenti sampai di situ, !<arena ada segelintir orang yang meremehkan kemampuannya untuk

(75)

orang dari keluarga besarnya yang tidak mau menerima Ml sebagai

keturunan dari keluarga besarnya. Namun, berkat kesabaran dan keikhlasan hatinya, keluarga dan juga masyarakat dapat mengerti kondisi berat yang dirasakan oleh MM, bahkan mereka bersedia membantu jika MM

membutuhkan pertolongan mereka.

"Saya tuh yakin banget kalo Allah ngga akan kasih cobaan kepada

hamba-Nya di /uar dari batas kemampuan manusia" (hasil wawancara tanggal 15 Juni 2008, di rumah subyek). Masalah-masalah yang dihadapi oleh MM tidak hanya berhenti sampai di sana, karena setelah berhasil memberi penjelasan kepada masyarakat dan juga keluarga, kini anak sulungnya SF merasa iri dengan adiknya Ml. Pasalnya, MM terlalu memperhatikan Ml sehingga SF merasa dirinya terlupakan. Namun, dengan pendekatan yang halus dan kasih sayang yang tulus, SF dapat mengerti dan memahami bahwa Ml berbeda dengan dirinya. Dan karena itulah MM memberikan perhatian khusus kepada Ml dan juga tak lupa mencurahkan kasih sayangnya kepada SF.

"Sele/ah saya berhasil ngeyakinin SF tentang kondisi adiknya, Alhamdulillah

SF ngerti dan ngga nuntut yang macem-macem. Tapi, sayajuga ngga

(76)

puber-pubernya." (hasil wawancara dengan MM tanggal 18 Juni 2008). MM memang sangat yakin kalau Allah tidak akan menguji hambanya di luar dari batas kemampuannya, namun rasa takut gagal dan tidak mampu selalu menyelimuti hati dan pikirannya, "Saya takut kalau saya tidak mampu menyembuhkan Ml tanpa ada isteri" ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Namun, kedua anaknya SF dan juga Ml membuat dirinya sadar bahwa hidup ini harus terus berjalan. MM memasrahkan semua masa depan anak-anaknya hanya kepada Allah.

(77)

Adapun perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh Ml adalah sebagai berikut : a. Kurang perhatian

1) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain. Misalnya ketika Ml diminta untuk memindahkan sirup leci ke dalam botol, Ml sulit sekali memusatkan perhatiannya sehingga sirup leci tersebut banyak yang terbuang ke lantai (hasil observasi pada tanggal 18 Juni 2008, di rumah subjek).

2) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung. Misalnya ketika MM mengajak bicara Ml, Ml malah asik dengan kaleng-kaleng yang dipukul-pukulnya (hasil observasi tanggal 18 Juni 2008).

3) Seringkali menghindari, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama. Misalnya ketika peneliti

memintany

Gambar

Tabel 3.1 Blue Print Coping Single dad.............................................. 47
Table 3.1 blue print coping single dad
Table 4.1 Gambaran Umum Subyek MA

Referensi

Dokumen terkait

b) Kulit tengah (sclerotesta), suatu lapisan yang kuat dan keras, berkayu, menyerupai kulit dalam (endocarpium) pada buah batu... c) Kulit dalam (endotesta), biasanya tipis

1) Bagaimana penerapan metode Inside-Outside-Circle dalam pembelajaran pendidikan kewarganegraaan meningkatkan Civic Skill siswa pada kompetensi dasar pelanggaran dan

Kegiatan pengabdian berupa Iptek bagi Masyarakat (IbM) kepada kelompok wanita tani (KWT) pembudidaya dan pengolah tanaman lidah buaya (Aloe vera) Citra Mandiri

Johtopäätökset syntyivät pohtimalla miten tulokset vastasivat tutkimuksen tutkimuskysymyksiin, millaiset ovat nuorten aikuisten kannabiksen käytön motiivit ja millaisia

Ini bermakna, apabila jumlah dan intensiti hujan meningkat maka kadar pertumbuhan menara tanih menjadi perlahan kerana proses hakisan percikan dan hakisan

Program ini dilaksanakan dengan tujuan memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan pada kaum wanita tentang pentingnya pemeriksaan payudara sendiri dalam mencegah

ANALISIS PERILAKU PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI ANTARA BUS DAN TRAVEL KELAS EKSEKUTIF RUTE.. PURWOKERTO

Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa daftar pokok materi esensial SIM bagi guru, pengawas sekolah, kepala sekolah, widyaiswara pendidikan, dosen, pimpinan lembaga