• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas ekstrak serai dapur (cymbopogon citratus) sebagai larvasida pada larva nyamuk aedes sp Instar III/IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas ekstrak serai dapur (cymbopogon citratus) sebagai larvasida pada larva nyamuk aedes sp Instar III/IV"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS SERAI DAPUR (

Cymbopogon citratus

)

SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA NYAMUK

Aedes sp

INSTAR III/IV

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

APRIANGGA SASTRIAWAN

NIM: 1111103000081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan kemurahan-Nya telah melimpahkan nikmat kepada seluruh penduduk alam termasuk manusia yang telah diberi nikmat terbesar yaitu akal.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah Shallahualaihi wasallam atas ketulusan dan keikhlasan beliau sehingga islam dapat berdiri tegak

dan menjadi satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT.

Alhamdulillah, atas izin dan rahmat Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses penulisan ini, tentunya penulis tidak akan bisa menyelesaikan penulisan ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr. H. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed dan Ibu Nurlaely Mida Rachmawati, M.Biomed, PhD selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan penelitian ini.

4. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2011.

5. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis berkesempatan untuk menyelesaikan studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

(6)

vi ini.

Kami sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penelitian ini.

(7)

vii ABSTRAK

Apriangga Sastriawan. Program Studi Pendidikan Dokter. Efektivitas Ekstrak Serai dapur (Cymbopogon citratus) Sebagai Larvasida pada Larva Aedes sp Instar III/IV

DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit yang terjadi hampir diseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, angka kejadian penyakit ini cukup tinggi. Pada tahun 2010 KEMENKES RI (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia) mencatat angka kejadian DBD mencapai 62.65 jiwa per 100 ribu penduduk. WHO (World Health Organization) telah meluncurkan berbagai program pemberantasan penyakit ini, salah satunya adalah dengan pengendalian pertumbuhan nyamuk Aedes sp dengan larvasida. Indonesia sebagai negara tropis, memiliki banyak tanaman yang berguna untuk manusia, salah satunya adalah serai dapur (Cymbopogon citratus). Penelitian ini menggunakan metode post test only control group, menggunakan 6 konsentrasi ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) yaitu 0 ppm, 156 ppm, 312,5 ppm, 625 ppm, 1250 ppm, 2500 ppm dengan 25 larva setiap perlakuan dan replikasi sebanyak empat kali. Setelah 24 jam, dihasilkan kematian 0% (0 ppm), 0% (156 ppm), 8% (312,5 ppm), 42% (625 ppm), 50% (1250 ppm), dan 90% (2500 ppm). Pada analisis probit, dihasilkan LC50 pada larva Aedes sp adalah 973,7 ppm atau 0.973 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak serai dapur efektif sebagai larvasida larva Aedes sp.

(8)

viii

Sastriawan. Apriangga. Medical Department Program. The effectiveness Lemongrass Extract (Cymbopogon citratus) As larvicides on larvae of Aedes sp Instar IIIIV. 2014

DHF (dengue hemorrhagic fever) was one of disease that occurs almost throughout the world, including Indonesia. Indonesia has high incidence of DHF. In 2010, Ministry of Health Indonesia noted the incidence of DHF reached 62.65 inhabitants per 100,000 population. WHO (World Health Organization) has ran several programs to eradicate DHF, one of them is to control the growth of Aedes sp with larvicides. Indonesia, as a tropical country, has lot of herbs that useful for human kind, one of them was the lemongrass (Cymbopogon citratus). This study use a post-test only control group, using 6 lemongrass (Cymbopogon citratus) extract with various concentration: 0 ppm, 156 ppm, 312.5 ppm, 625 ppm, 1250 ppm, 2500 ppm, which each concentration given 25 larvae with repetation four times . In 24 hours, the mortality rate was 0% (0 ppm), 0% (156 ppm), 8% (312.5 ppm), 42% (625 ppm), 50% (1250 ppm), and 90% (2500 ppm). Using probit analysis, LC50 of Aedes sp larvae was 973.700 ppm concentration.

This study concluded that lemongrass extract is effective as larvicides of Aedes sp.

(9)

ix DAFTAR ISI

Judul Penelitian ... i

Lembar Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Lembar Persetujuan Pembimbing ... iii

Lembar Pengesahan ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Pendahuluan ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1Nyamuk Aedes sp ... 4

2.2Klasifikasi nyamuk Aedes sp ... 4

2.3Pengendalian vektor DBD (Demam Berdarah Dengue) ... 11

2.4Tumbuhan dan Islam ... 12

2.5Tanaman serai dapur ... 13

2.6Kerangka Teori... 18

2.7Kerangka Konsep ... 19

2.8Definisi Operasional... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 22

3.2Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.3Populasi danSampel ... 23

3.4Determinasi Tanaman ... 24

3.5Bahan yang akan diuji ... 24

3.6Alat dan Bahan Penelitian ... 24

3.7Variabel Penelitian ... 24

3.8Cara Kerja ... 24

3.9Analisis Data ... 27

3.10Alur Penelitian ... ...28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 29

4.2Pembahasan ... 33

(10)

x

DAFTAR PUSTAKA ... 38

DAFTAR GAMBAR 2.1 Kepala nyamuk Aedes aegypti ... 6

2.2 Abdomen nyamuk Aedes aegypti ... 6

2.3 Nyamuk Aedes albopictus ... 7

2.4 Perbedaan punggung nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ... 7

2.5 Telur nyamuk Aedes sp ... 8

2.6 Larva Aedes sp ... 9

2.7 Pupa nyamuk Aedes sp ... 10

2.8 Nyamuk dewasa Aedes aegypti dewasa ... 10

2.9 Tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus)... 14

2.10 Gallotannins ... 17

2.11 Ellagitannins ... 17

2.12 Condesed Tannins ... 17

DAFTAR TABEL 4.1 Jumlah kematian larva Aedes sp setelah diuji dengan ekstrak serai dapur dalam berbagai konsentrasi... 30

4.2 Hasil uji Normalitas Data ... 31

4.3 Hasil uji Normalitas Data Hasil Transformasi... 32

4.4 Hasil uji Kruskal Wallis ... 32

4.5 Hasil uji Mann-Whitney ... 33

4.6 Hasil Analisis Probit ... 33

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Grafik persentase kematian larva Aedes sp pada setiap kelompok konsentrasi ... 31

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Dokumentasi Percobaan ... 40

(11)

xi

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang diakibatkan melalui vektor masih menyumbang angka kejadian penyakit infeksi didunia. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa 17% dari penyakit infeksi disebabkan oleh vektor.1 Nyamuk sendiri merupakan vektor yang sangat berperan pada berbagi penyakit, diantaranya: Malaria, DBD (Demam Berdarah Dengue), Chikungunya. Didunia, penyakit Malaria setidaknya telah membunuh 627 ribu orang meninggal.2 Sedangkan DBD setidaknya menjangkiti 50-100 juta jiwa pertahun dengan kematian hingga 20 ribu jiwa.3 Di Asia Tenggara penyebaran penyakit ini terus mengalami peningkatan penyebaran. Pada tahun 2003 tercatat hanya 8 negara pada regio ini yang terifeksi demam berdarah, namun pada 2004 bertambah menjadi 9 negara dan hal ini akan terus berlanjut.4

Di Indonesia, angka kejadian DBD juga terus mengalami peningkatan, pada tahun 1999 tercatat sekitar 7-10 jiwa per 100 ribu penduduk terjangkit DBD, sedangkan pada tahun 2010, kejadian Demam Berdarah meningkat mencapai 65,62 jiwa per 100 ribu penduduk.5 Hal ini salah satunya disebabkan oleh lemahnya program pengendalian DBD.6

(13)

2 dalam pengendalian vektor. WHO melaporkan bahwa program ini berjalan efektif di Asia Tenggara.5

WHO juga mengungkapkan bahwa metode larvasida secara kimia merupakan pilihan terbaik untuk digunakan dalam situasi di mana penyakit dan surveilans vektor menunjukkan dalam resiko tinggi pada periode tertentu dan pada daerah dengan kemungkinan KLB (Kejadian Luar Biasa) yang tinggi.7 Namun, pada sebuah penelitian yang dilakukan di Kostarika, didapatkan hasil bahwa Organophosphate (OP) temephos dan Pyrethroid deltamethrin yang merupakan larvasida telah mengalami resistensi.8

Tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus) merupakan tanaman daerah tropis yang sering ditemui, terutama di Indonesia.9 Masyarakat sering memanfaatkan tanaman ini sebagai salah satu bahan sup, salad dan bahan minuman.10 Pada beberapa penelitian sebelumnya, tanaman ini memiliki kemampuan sebagai bakterisida beberapa bakteri seperti Bacillus subtilis, Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella paratyphi, Shigella flexneri.

Selain bakteri, tanaman ini juga memiliki kemampuan sebagai larvasida terhadap larva nyamuk.11 Pada penelitian yang dilakukan oleh Karunamoorthi12 didapatkan bahwa ekstrak tanaman ini dapat membunuh 50% larva Anopheles arabiensis pada konsentrasi 74.02 ppm, dan 90% pada konsentrasi 158.20 ppm. Namun, penelitian akan efek ekstrak tanaman ini sebagai larvasida larva Aedes sp belum dilakukan.

Oleh karena itu, diperlukan untuk melakukan penelitian ini, guna mengetahui potensi larvasida ekstrak tanaman ini terhadap larva Aedes sp, sehingga dapat menjadi langkah awal untuk menjadikan tanaman tersebut sebagai pilihan baru akan larvasida Aedes sp.

1.2. Rumusan Masalah

(14)

a) Apakah ekstrak serai dapur efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp ?

b) Berapakah Lethal concentration (LC50) dari uji ekstrak serai dapur sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp?

1.3. Hipotesis

Ekstrak tumbuhan serai dapur (Aedes sp) terbukti efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas larvasida dari ekstrak tanaman serai dapur terhadap larva Aedes sp.

1.4.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui presentase kematian larva Aedes sp setelah pemberian ekstrak serai dapur

b) Mengetahui nilai LC50 dari ekstrak tanaman serai dapur (terhadap larva Aedes sp.

c) Mengetahui perbedaan kematian larva Aedes sp pada konsentrasi yang berbeda.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Aspek Teoritis

Memberikan bukti ilmiah tentang efek larvasida dari ekstrak tanaman serai dapur terhadap larva Aedes sp.

1.5.2 Aspek Aplikatif

a. Memberikan informasi yang ilmiah kepada masyarakat terkait manfaat ekstrak serai dapur yang dapat digunakan sebagai larvasida. b. Meningkatkan pemanfaatan serai dapur untuk membunuh larva Aedes

sp dengan harapan dapat membantu untuk menurunkan angka

(15)

4 nyamuk ini terbatas pada ketinggian 1000-1500 meter dari permukaan laut. Adapun Aedes albopictus tersebar luas hingga Amerika Selatan, Afrika, dan Eropa Selatan.7 Nyamuk Aedes aegypti sendiri lebih banyak tersebar didaerah perkotaan dengan penyebaran telur pada penampungan air, gelas, dan bak mandi.13 Namun hal berbeda ditunjukkan oleh spesies Aedes albopictus, nyamuk ini lebih sering berada pada daerah pedesaan atau hutan. Nyamuk ini biasanya berkembangbiak di alam luar pada tempat yang sempit dan terbatas, misalnya: pot bunga, ban, talang hujan yang tersumbat.13, 14, 15

2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes sp 16

2.2.1. Aedes aegypti

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Diptera Family : Culicidae Subfamily : Culicinae Genus : Aedes

(16)

2.2.2. Aedes albopictus

Kedudukan nyamuk Aedes albopictus dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Diptera Family : Culicidae Subfamily : Culicinae Genus : Aedes Species : Albopticus

2.2.3. Morfologi Nyamuk Aedes sp

Nyamuk Aedes aegypti memiliki ukuran yang bervariasi, kebanyakan nyamuk betina yang sering diidentifikasi morfologinya. Struktur kepala berbentuk globular, dengan clypeus (perisai) yang memiliki tanda putih keabu-abuan pada betina dan polos pada nyamuk jantan. Adapun bentuk depan dari perisai ada yang lurus dan ada yang menonjol. Pada bagian tengah dari vertex ( puncak) terdapat sisik datar berwarna putih. Selain itu, nyamuk Aedes aegypti juga memiliki proboscis yang berwarna hitam, panjang, lurus, ramping, yang berbentuk silinder.

(17)

6

Adapun toraks pada nyamuk Aedes aegypti berwarna coklat atau hitam dengan luas yang berbeda antara jantan dan betina. Betina memiliki toraks yang lebih luas, dengan panjang ± 0.08 mm dan lebar 0.35 ± 0.07 mm. Adapun pada jantan, panjangnya hanya 0.41 ± 0.06 mm dan lebar 0.29 ± 0.02 mm. Nyamuk ini juga memilki tiga pasang kaki , dengan bagian coxa, trochanter, femur, tibia, dan tarsal. Adapun tarsal paling ujung langsung menempel dengan cakar. Abdomen

dari nyamuk ini terbagi menjadi 8 segmen dengan corak hitam putih. Pada betina, segmen yang kedelapan sangat pendek.17

Sumber: Ananya Bar, J. Andrew. Morphology and Morphometry of Aedes

aegypti Adult Mosquito. SCIENCEDOMAIN international. 2013 February 6; 3(1): 1-21,

2013

Gambar 2.2: Abdomen nyamuk Aedes aegypti (perbesaran 28 kali ) Gambar 2.1: Kepala nyamuk Aedes aegypti (perbesaran 108 kali)

Sumber: Ananya Bar, J. Andrew. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Adult Mosquito. SCIENCEDOMAIN international. 2013 February 6; 3(1):

1-21, 2013

Abdomen nyamuk Aedes aegypti jantan

(18)

Adapun nyamuk Aedes albopticus sendiri mempunyai ciri tubuh yang hitam diselingi garis-garis putih yang mencolok serta garis tunggal pada punggung belakang. Seperti nyamuk pada umumnya, ia memiliki bentuk badan yang ramping, sepasang sayap yang sempit, tiga pasang kaki, dan belalai yang panjang yang digunakan untuk makan.14, 15

Gambar 2.3: Nyamuk Aedes albopictus

WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue

Hemorrhagic Fever. New Delhi: World Health Organization, Regional Office for

South-East Asia; 2011

Gambar 2.4: Perbedaan punggung nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L) and Aedes albopictus (Skuse) (DIPTERA: CULICIDAE) AND RESISTANCE STATUS OF Aedes albopictus (FIELC

(19)

8 2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus memiliki 4 siklus utama, yaitu: telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa.7 Pertumbuhan nyamuk sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti temperatur, kelembapan, nutrisi.18

1. Stadium Telur

Nyamuk Aedes sp mempunyai bentuk lonjong hitam dan tidak mempunyai juntai. Kedua spesies memiliki bentuk permukaan yang sama . Telur biasanya terdeposit pada bawah permukaan air. Proses perkembangan embrionik biasanya akan selesai pada 48 jam dalam suhu hangat dan lembab. Ketika proses embrionik telah selesai, maka telur dapat bertahan dalam jangka lama dalam bentuk dorman. Telur akan menetas saat telur terbasahi.19 20

Gambar 2.5: Telur nyamuk Aedes sp

The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L) and Aedes albopictus (Skuse) (DIPTERA: CULICIDAE) AND RESISTANCE STATUS OF Aedes albopictus (FIELC

(20)

2. Larva

Waktu yang dibutuhkan dari awal menetas hingga menjadi dewasa sekitar 10 hari.21 Sama seperti nyamuk lainnya, Aedes sp mempunyai 4 instar pada stadium larva yang mana setiap instarnya diakhiri dengan pergantian selubung. Adapun salah satu tanda larva akan mengalami perubahan adalah terdapatnya garis gelap pada toraks.

Pada instar 1, larva Aedes sp memilki panjang 1 mm, kemudian ia berkembang hingga mencapai 2 mm. Kemudian seteleh selubung terlepas maka larva masuk kedalam instar 2. Panjang dari larva pada tahap ini mencapai 3mm, ukuran kepala larva makin besar dan badan semakin membengkak. Trakea juga mulai membesar dan terdapat taenidia. Serta ujung ujung siphon yang mulai membengkak. Pada instar 3, struktur yang paling menonjol adalah tail comb-spine. Pada instar 4, larva terlihat lebih gemuk yang diakibatkan oleh penumpukan lemak pada tubuh.19

3. Pupa

Pada tahap pupa, nyamuk masih berada di air. Adapun bentuknya

menyerupai “koma”. Pada tahap ini, pupa biasanya lebih sering berada

dipermukaan air. Ia terdiri dari dua bagian yaitu cephalothorax (kepala dan toraks) dan abdomen. Pada tahap ini dilakukan pembentukan mulut,

Gambar 2.6: Larva nyamuk Aedes sp

Sumber: http://medent.usyd.edu.au/photos/aedes_aegypti_larvae.jpg

siphon toraks

(21)

10 ekstremitas, dan sayap di dalam selubung yang menyelubungi cephalothorax.22

4. Nyamuk Dewasa

Setelah menjadi nyamuk dewasa, Aedes sp akan mulai menghisap darah dalam 24-36 jam. Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik, namun terkadang nyamuk juga menghisap darah hewan. Nyamuk betina akan menghisap darah pada pagi dan sore hari. Nyamuk ini dapat bersembunyi pada tempat yang gelap, hangat, dan tersembunyi.7 Sedangkan Aedes albopictus lebih sering bersembunyi diluar rumah, kebun, atau hutan.

Gambar 2.7: Pupa nyamuk Aedes sp

Gambar 2.8: Nyamuk Aedes aegypti dewasa

Sumber: http://entomology.ifas.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti.htm The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L) and Aedes albopictus (Skuse) (DIPTERA: CULICIDAE) AND RESISTANCE STATUS OF Aedes albopictus (FIELC

(22)

2.3 Pengendalian Vektor Demam Berdarah7

Salah satu program untuk mengendalikan DBD adalah pengendalian vektor DBD. Ini didasarkan pada belum ditemukannya vaksin untuk DBD. Program ini bertujuan untuk menekan sumber larva dan nyamuk. Ada beberapa metode yang dipakai untuk menekan nyamuk, yaitu:

a. Manajemen Lingkungan Pola pengendalian ini meliputi:

Enviromental modification: hal ini meliputi transformasi fisik jangka panjang yang meliputi tanah, air, dan tanaman yang bertujuan untuk menekan habitat dari vektor namun tidak berimplikasi negatif terhadap lingkungan dan dan kualitas kehidupan.

Enviromental manipulation : meliputi gabungan kegiatan yang

berulang yang menimbulkan perubahan temporer pada habitat vektor.

Changes to human habitation or behavior : Pengendalian ini dilakukan dengan cara menekan kontak antara manusia-vektor-virus.

b. Pengendalian biologis

Pengendaian ini dengan menempatkan agen biologis seperti bakteri, ikan supaya dapat memberi efek pengurangan larva nyamuk Aedes aegypti.

c. Pengendalian Kimiawi

(23)

12

 Larvasida kimia, ini merupakan pilihan yang paling baik untuk mengatasi pertumbuhan nyamuk Aedes pada daerah yang memiliki resiko tinggi terjadi wabah DBD. Adapun pilihan larvasida kimia meliputi temephos 1%, pyriproxyfen, Bacillus thuringiensis H-14.

 Obat semprot, merupakan salah satu cara untuk membunuh nyamuk dewasa.

2.4 Tumbuhan dan Islam

Allah SWT telah menciptakan seluruh apa yang ada dibumi untuk manusia. Bukan saja untuk memanfaatkannya, tapi juga mengambil pelajaran dari apa yang telah Allah SWT ciptakan. Bagitu juga tanaman, Allah SWT menciptakan seluruh tanaman yang pasti mempunyai fungsi untuk manusia. Sebagaimana yang Allah SWT sampaikan dalam Al-Qur’an:

Artinya:

Apakah engkau tidak memperhatikan bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu

ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian

menjadi kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.

Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang

mempunyai akal sehat”. (Azzumar ;21)

(24)

Sebagai makhluk yang berakal, manusia diperintahkan Allah SWT untuk mengkaji semua yang ada dalam Al-quran, termasuk ayat-ayat yang mengkaji tentang alam dan tumbuhan. Sebagaiman firman Allah SWT dalam Al-Quran:

“Dan Dialah yang menurunkan air dari langit lalu Kami tumbuhkan

dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari

tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman

yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai

tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan

pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah

buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian

itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.

(Al-An’am;99)

2.5 Tanaman Serai dapur

2.5.1 Deskripsi Tanaman

(25)

14

2.5.2 Pertumbuhan Optimal

Tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis dengan ketinggian hingga 900 m, walaupun sebenarnya idealnya tanaman ini tumbuh pada daerah dengan iklim hangat dengan paparan sinar matahari cukup dan curah hujan 250-330 cm pertahun. Adapun suhu ideal untuk pertumbuhan tanamn ini adalah 20-30 derajat celcius. Tanaman ini juga masih dapat tumbuh pada daerah yang agak gersang.24 Tanaman ini tersebar luas diseluruh dunia, diantaranya: Brazil, Kuba, Mesir, India, Malaysia, dan Indonesia.26 Di Indonesia, tanaman ini memiliki nama sesuai daerah. Namun, paling sering disebut dengan serai dapur.

2.5.3 Pemanfaatan Tanaman

Tanaman ini sering dimanfaatkan oleh manusia, diantaranya: Gambar 2.9: Tanaman serai dapur

(26)

 Sebagai komposisi makanan, salah satu yang populer adalah sebagai salah satu bahan sup, salad dan bahan minuman.8

 Kosmetik, sering digunakan sebagai salah satu bahan untuk aroma dari sabun, deterjen, parfum.27

 Anti fungi: Tanaman ini aktif membunuh beberapa Dermatophytes, seperti Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum, Epidermophyton floccosum dan Microsporum gypseum.28

 Anti malaria: Ekstrak minyak dari tumbuhan ini dapat menekan pertumbuhan Plasmodium berghei hingga 86.6%.28

 Anti inflamasi: Minyak atsiri dari tumbuhan ini terbukti memberi efek kematian terhadap bakteri Bacillus subtilis, Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella paratyphi, Shigella flexneri.

Adapun kandungan yang diduga berperan adalah α citral (geranial) dan β citral (neral).29

 Antimutagenik: Setelah dilakukan uji coba terhadap Salmonella typhimurium strain TA 98.30

2.4.5 Klasifikasi tanaman

(27)

16 2.4.6 Kandungan tanaman 31

Kandungan yang terdapat pada ekstrak serai dapur meliputi:

 Nutrisi, kandungan nutrisi yang terdapat pada ekstrak serai dapur meliputi: karbohidrat (55%) yang menunjukkan bahwa serai dapur merupakan sumber energi yang baik, protein (4.56%), serat (9.28%). Adapun energi yang bisa didapatkan adalah (360.5 kal/100 gram).32

 Mineral, mineral yang terkandung pada serai dapur meliputi: Fosfor (1245 ppm), Magnesium (226 ppm), Kalsium, Besi (43 ppm), Mangan (25 ppm), dan Zinc (16 ppm) dengan rasio terhadap fitat adalah 9.6.30

 Fitokimia, kandungan inilah yang yang memiliki efek pengobatan.33 Adapun kandungan fitokimia dalam ekstrak serai dapur adalah Alkaloid, Saponin, Tannin, Anthraquinon, Steroid, Asam Fenol

(Derivat Caffeic dan P-coumaric), dan Flavon glikosida (derivat

Apigenin dan Luteolin).34 Diantara bahan kimia yang dianggap yang berperan sebagai larvasida adalah Tannin dan Saponin.35

2.4.6.1 Tannin

Definisi Tannin menurut Horvarth (1981) adalah: “ Setiap senyawa fenolik yang memiliki berat molekul cukup tinggi dengan kandungan hidroksil dan kelompok lain (misalnya: karboksil) yang cukup efektif untuk mengikat protein

dan makromolekul lain pada kondisi tertentu”. Tannin sendiri merupakan senyawa sekunder yang ada pada tanaman. Tannin sendiri diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:36

Hydrolyzable tannins, pada molekul ini pusat molekul didapatkan

(28)

Condesed Tannins, sering juga disebut Proanthocyanidines. Ia merupakan polimer dengan 2 atau lebih ikatan Flavonoid yang diikat oleh karbon.37

Gambar 2.10: Gallotannins

Sumber: http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/images/ht_big.gif

Gambar 2.11: Ellagitannins

Sumber: http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/images/ht_big.gif

Gambar 2.12: Condesed Tannins

(29)

18 Tannin sendiri pada tanaman terdapat pada beberapa tempat dengan fungsi

yang berbeda-beda pula. Pada pucuk tanaman, ia berguna sebagai proteksi dari kemungkinan pembekuan. Pada daun, ia berguna sebagai proteksi dari predator. Pada akar, ia berfungsi sebagai proteksi kimia dari patogen tumbuhan. Ia dapat menyebabkan terbentuknya warna kuning, menimbulkan perubahan warna dan bau pada air.

2.5Kerangka Teori

Ekstrak serai dapur

Kandungan bahan aktif dalam ekstrak

Tannin

Mengikat protein protein yang penting untuk larva

Aedes sp

Larva Aedes sp mati

Pertumbuhan larva Aedes sp terganggu saponin

Menyebabkan kerusakan membran traktus digestivus dan epikutikula larva Aedes

(30)

2.5.1 Kerangka Konsep

Tumbuhan serai dapur

Diekstraksi

Didapatkan ekstrak Tumbuhan serai dapur

Mengambil larva Aedes sp

Pengembangan larva

Dihasilkan nyamuk

Telur Aedes sp

Larva Aedes sp instar 3 atau

(31)

20 3.5 Definisi Operasional

(32)

4 Jumlah

kematian larva Aedes sp

Banyaknya larva Aedes sp instar III atau IV yang mati dalam waktu 24 jam dimulai dari awal

perlakuan

Senter, pipet

ekor Numerik

(Skala)

5 Volume larutan Volume larutan yang digunakan untuk perlakuan

Gelas ukur Milimeter (ml)

(33)

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design.

3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

3.2.1 Rearing Nyamuk

3.2.1.1Waktu Pelaksanaan Penelitian

Dilakukan rearing pada tanggal 15 April 2014 hingga 3 Juli 2014. 3.2.1.2Tempat Pelaksanaan Penelitian

Dilakukan dirumah yang beralamat B 3. No 10 Perumahan Pondok Hijau, Ciputat, Tangerang Selatan oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan agar dapat diaplikasikan secara natural di alam dan untuk memudahkan pengamatan. Untuk standar keselamatan, nyamuk yang telah digunakan untuk rearing nyamuk dibunuh dengan obat nyamuk semprot. Adapun larva yang telah digunakan untuk perlakuan, dimasukkan kedalam larutan deterjen hingga mati.

3.2.2 Determinasi Bahan

3.2.2.1Waktu Pelaksanaan

Dilakukan pada 18 Maret 2014. 3.2.2.2Tempat Pelaksanaan

Determinasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor Jawa Barat.

3.2.3 Ekstraksi Bahan

3.2.3.1Waktu Pelaksanaan Penelitian

Ekstraksi bahan dilakukan pada 29 Maret 2014. 3.2.3.2Tempat Pelaksanaan Penelitian

Dilakukan di Balai Penelitian Rempah dan Obat (BALITTRO), Bogor Jawa Barat oleh rekan peneliti.

(34)

3.2.4.1Waktu Pelaksanaan

Pengenceran dilakukan pada tanggal 22-26 Agustus 2014. 3.2.4.2Tempat Pelaksanaan

Pengenceran dilakukan di Laboratorium Biokimia FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2.5 Determinasi Telur Aedes sp

3.2.5.1Waktu Pelaksanaan

Determinasi telur Aedes sp dilakukan pada tanggal 15 Mei 2014 3.2.5.2Tempat Pelaksanaan

Determinasi telur Aedes sp dilakukan di Laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta oleh peneliti dan pembimbing.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah larva Aedes sp instar 3 atau 4 yang didapatkan dari hasil rearing oleh peneliti.

3.3.2 Sampel

3.3.2.1 Kriteria Inklusi

 Larva Aedes sp

 Larva Aedes sp instar 3 atau 4

 Larva hidup

 Larva yang bergerak aktif 3.3.2.2 Kriteria eksklusi

 Bukan larva Aedes sp

 Larva Aedes sp instar 1 dan 2

 Larva mati 3.3.2.3 Besar Sampel

(35)

24 adalah 750 larva Aedes sp. Sedangkan pada uji utama konsentrasi berjumlah lima konsentrasi dan satu kontrol negatif. Kemudian dilakukan pengulangan percobaan sebanyak empat kali. Sehingga jumlah sampel total yang diperlukan adalah 600 larva Aedes sp.38

3.3.2.4Cara pengambilan sampel

Sampel diambil secara simple random sampling. Larva Aedes sp telah bersifat homogen. Kemudian, sampel dirandomisasi.

3.4 Determinasi Tanaman

Identifikasi atau determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor Jawa Barat.

3.5 Bahan yang akan Diuji

Bahan yang akan diuji adalah tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus) yang diekstraksi.

3.7.1. Variabel bebas

Pada penelitian ini variabel bebas adalah konsentrasi ekstrak dan serai dapur.

3.7.2. Variabel tergantung

Pada penelitian ini variabel tergantung adalah mortalitas larva Aedes sp. 3.8 Cara Kerja

(36)

3.8.1.1Penangkapan Larva (dipping methods)39

 Lampu kamar mandi dan siapkan ember.

 Secara perlahan ember dicelupkan kedalam air, lalu dengan cepat diangkat

 Larva yang tertangkap, dipindahkan ke wadah lain

 Langkah diatas dilakukan berulang kali hingga mendapatkan jumlah larva yang diinginkan.

3.8.1.2 Penangkaran nyamuk Aedes sp

 Larva yang sudah ditangkap, dipelihara dengan memberikan fish food dan mengganti air setiap hari.

 Larva yang sudah menjadi pupa dipisahkan kedalam wadah yang berada dalam kandang.

 Setelah pupa berubah menjadi nyamuk, maka nyamuk diberi makanan berupa kapas yang telah basahi dengan larutan gula (untuk nyamuk jantan), untuk nyamuk betina diberikan makanan berupa darah manusia.

 Kapas basah diganti setiap hari, sedangkan darah diberikan dua kali setiap hari.

 Selain itu, diletakkan juga kertas saring sebagai tempat untuk telur nyamuk

 Ketika sudah didapatkan telur F0, maka dilanjutkan dengan penetasan telur tersebut.

3.8.2 Penetasan telur Aedes sp

 Telur yang sudah didapatkan, divalidasi menggunakan mikroskop di Laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Penetasan dimulai dengan mencelupkan telur kedalam air yang diletakkan dalam nampan.

 Setelah dua jam, pindahkan telur ke wadah lain.

 Larva diberi makan dengan fish food selama pengembangan.

(37)

26

 Setelah didapatkan larva dari telur keturunan F3, maka larva dipelihara hingga instar 3 atau 4 yang ditentukan dengan panjang larva yang lebih dari 3 mm dan umur larva 5-7 hari.

3.8.3 Aklimatisasi Hewan Uji

Aklimatisasi pada penelitian ini tidak dilakukan. 3.8.4 Uji Eksplorasi

Uji eksplorasi dilakukan guna mengetahui konsentrasi dari larutan perlakuan yang menyebabkan kematian sebanyak 50% pada hewan coba yang digunakan dalam penelitian. Kriteria mati pada larva yaitu jika larva tidak bergerak dan tidak bereaksi tidak disentuh.

 Ekstrak serai dapur ditimbang untuk membuat larutan induk. Adapun larutan induk pada penelitian ini adalah 13.000 ppm

 Kemudian, larutan induk diencerkan menjadi 12.500 ppm, 10.000 ppm, 7.500 ppm, 5.000 ppm, 2.500 ppm.

 Hasil pengenceran dimasukkan ke dalam gelas plastik.

 Larva yang sudah sesuai untuk digunakan dimasukkan kedalam gelas plastik dengan jumlah 25 ekor.

 Larva yang sudah berada didalam gelas plastik disaring menggunakan saringan teh, kemudian dimasukkan kedalam larutan ekstrak.

 Kemudian dilakukan pengamatan setelah 24 jam. 3.8.5 Uji Utama

 Timbang ekstrak serai dapur untuk membuat larutan induk yaitu 2500 ppm. Adapun pelarut yang dipakai adalah aquades.

 Kemudian, aduk ekstrak dan aquades menggunakan stirer, lalu ambil setengah larutan yang sudah dibuat dan tambahkan lagi aquades

 Lakukan pengulangan poin diatas, sehingga didapatkan larutan dengan kosentrasi 2500ppm, 1250 ppm, 625 ppm, 312,5 ppm, 156 ppm.

(38)

 Larva yang sudah sesuai untuk digunakan dimasukkan kedalam gelas plastik dengan jumlah 25 ekor.

 Larva yang sudah berada didalam gelas plastik disaring menggunakan saringan teh, kemudian dimasukkan kedalam larutan ekstrak.

 Kemudian, dilakukan pengamatan pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-12, ke -24.

3.9 Analisis dan Interpretasi Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa mortalitas larva nyamuk, maka dilakukan penghitungan secara statistik berupa:

1. Uji Normalitas

Data yang telah didapatkan dari uji utama akan dimasukkan ke dalam program SPSS 16.0 untuk di uji normalitas data. Jika data yang ditemukan normal, maka dapat dilakukan uji One Way Annova. Jika ternyata data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan transformasi data.

2. Uji Varian Data

Data yang telah didapatkan dari uji normalitas akan dimasukkan ke dalam program SPSS 16.0 untuk di uji homogenitas varians data. Jika data yang ditemukan ber varians normal, maka selanjutnya dapat dilakukan uji One-Way Annova.

3. Uji One-Way Annova

Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian larva pada setiap konsentrasi ekstrak. Namun, syarat agar dapat dilakukan pengujian ini adalah data terdistribusi normal atau data terdistribusi normal setelah dilakukan transformasi data dan bervarians normal. Jika ternyata data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji alternatif Kruskal Wallis.

4. Uji Uji Least Significance Difference (LSD)

Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antar variabel.

(39)

28 Uji ini dilakukan jika data yang ditemukan tidak normal baik distribusi atau varians nya. Uji ini bertujuan untuk membandingkan mean lebih dari 2 kelompok.

6. Uji Mann Whitney

Uji ini dilakukan untuk menegetahui mean antar 2 kelompok (merupakan post-hoc dari Uji Kruskal Wallis).

7. Analisis Probit

(40)

3.10Alur penelitian

Tumbuhan serai dapur

Diekstraksi

Didapatkan ekstrak Tumbuhan serai dapur

Mengambil larva Aedes sp

Pengembangan larva

Dihasilkan nyamuk

Telur Aedes sp

Larva Aedes sp instar 3 atau 4

Dilakukan uji kemampuan ekstrak sebagai larvasida

Mati Hidup

(41)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Penelitian

4.1.1 Uji Eksplorasi

Dari hasil yang tercantum pada tabel 4.1 ini akan digunakan sebagai acuan penentuan konsentrasi pada uji utama yaitu melihat konsentrasi mana yang menunjukkan kematian 50% larva (LC50). Adapun kriteria larva mati pada saat perlakuan adalah larva yang tidak bergerak dan tidak merespon ketika disentuh serta larva yang sudah setengah mati. Setelah dilakukan uji eksplorasi selama 24 jam di rumah yang beralamat B3 NO10 Perumahan Pondok Hijau Ciputat Tangerang Selatan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 : Jumlah kematian larva Aedes sp setelah diuji dengan ekstrak serai dapur dalam berbagai konsentrasi.

Replikasi Konsentrasi Ekstrak Serai Dapur (ppm)

0 2500 5000 7500 10000 12500

(42)

4.1.2 Uji Utama

Berdasarkan gambar 4.1 didapatkan bahwa kematian larva Aedes aegypti mulai mengalami kenaikan pada konsentrasi 312,5 ppm, dan mengalami kenaikan tinggi pada konsentrasi 625 ppm, dan terus mengalami kenaikan hingga konsentrasi 2500 ppm.

4.2 Analisis Data Hasil Penelitian

4.2.1 Uji Normalitas

Setelah dilakukan uji normalitas didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 4.3 : Hasil uji normalitas data.

Tests Normality

0 156 312,5 625 1250 2500

Per

Konsentrasi Ekstrak Serai Dapur (ppm)

Grafik Kematian Larva

Aedes sp

(43)

32 Didapatkan nilai p = .002

Jadi dapat disimpulkan bahwa data yang ditemukan berdistribusi tidak normal. 4.2.2 Uji Normalitas Transformasi

Setelah dilakukan uji normalitas dari data transformasi didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4 : Hasil uji normalitas data transformasi.

Tests Normality

Konsentrasi Shapiro-Wilk

Statistic df Sig

trans .871 16 .028

Didapatkan nilai p = 0.28.

Jadi dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal, sehingga tidak dapat dilakukan uji One-Way Annova. Sehingga, uji dilakukan dengan Kruskal-Wallis.

4.2.3 Uji Kruskal-Wallis

Setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 : Hasil uji .Kruskal-Wallis

Didapatkan hasil = 0.001, artinya H0 ditolak, sehingga H1 diterima. Selanjutnya dilakukan uji post hoc Mann-Whitney.

(44)

4.2.4 Uji Mann-Whitney

Setelah dilakukan uji Mann-Whitney didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.6 : Hasil uji Mann-Whitney

Konsentrasi (ppm) p value

Setelah dilakukan analisis probit dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan tingkat kepercayaan 95 %, diketahui bahwa konsentrasi ekstrak yang dapat mengakibatkan kematian 50% larva adalah konsentrasi 973,7 ppm dengan interval antara 599,9 ppm dan 1798,5 ppm.

Tabel 4.7 : Hasil Analisis probit

95% confidence limits for konsentrasi

Probability Estimate Lower bound Upper bound

(45)

34 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.1 pada uji eksplorasi didapatkan kematian larva Aedes aegypti sebesar 100% pada konsentrasi 2500 ppm, 5000 ppm, 7500 ppm, 10000 ppm, dan 12.500 ppm. Sedangkan pada kontrol negatif tidak didapatkan kematian. Tujuan eksplorasi sendiri untuk menentukan LC50 yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk uji utama. Menurut Frank C. Lu, untuk menentukan LC50 setidaknya dibutuhkan 4 dosis berbeda, dengan harapan setidaknya ada 3 konsentrasi yang akan membunuh kurang dari 50% hewan uji, 50% hewan uji, dan lebih dari 50% hewan uji. Namun, jika tidak ditemukan LC50 maka suatu angka perkiraan sudah dapat memberi manfaat.40 Karena terjadi 100% kematian disemua konsentrasi, maka LC50 dianggap berada pada konsentrasi dibawah konsentrasi terendah yaitu 2500 ppm. Maka, uji utama dilakukan dengan konsentrasi 156 ppm, 312,5 ppm, 625 ppm, 1250 ppm, 2500 ppm.

Berdasarkan uji utama pada tabel 4.2, setelah 24 jam perlakuan dengan konsentrasi yang telah ditentukan berdasarkan uji eksplorasi didapatkan hasil rata-rata persentase kematian larva 0% pada konsentrasi 0 ppm (kontrol negatif), 0% pada konsentrasi 156 ppm, 4% pada konsentrasi 312,5 ppm, 42% pada konsentrasi 652 ppm, 50% pada konsentrasi 1250 ppm, 90 % pada konsentrasi 2500 ppm. Pada kelompok yang menjadi kontrol, tidak didapatkan kematian larva. Kematian larva ditemukan mulai satu jam setelah perlakuan.

Dari hasil diatas, dapat disimpulkan ekstrak tanaman ini efektif, karena dapat membunuh 10-90% larva uji.41

Kemudian dilakukan analaisis Probit untuk menentukan konsentrasi yang dapat membunuh 50% larva uji. Dari hasil analisis Probit dengan tingkat kepercayaan 95%, didapatkan estimasi besar konsentrasi yang mengakibatkan kematian larva adalah 973,7 ppm dengan interval antara 599.9 ppm dan 1798.5 ppm.

(46)

(Cymbopogon citratus) mempunyai efek larvasida Aedes sp. Pada gambar 4.1 juga dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) memberikan efek larvasida yang berbeda, ditandai dengan grafik mortalitas yang menanjak pada konsentrasi yang lebih tinggi.

Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan hasil uji Kruskall Wallis yang menunjukkan hasil p = 0.001, yang ternyata lebih kecil dari p = 0.005 . Ini berarti, H1 diterima, sedangkan H0 ditolak. Sebagaimana teori, bahwa H1 menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan jumlah rata-rata kematian larva Aedes sp pada penelitian.

Untuk lebih menguatkan lagi, maka dilakukan uji Mann-Whitney yang bertujuan untuk menilai signifikansi antar 2 kelompok uji. Didapatkan hasil bahwa hanya ada 2 kelompok yang dibandingkan yang memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Artinya, sebagian besar kelompok uji memiliki pengaruh signifikan antar kelompok satu dan kelompok lain yang dibandingkan.

Kemampuan larvasida dari ekstrak serai dapur ini dihasilkan dari beberapa senyawa kimia yang berada didalam tumbuhan tersebut. Adapun fitokimia dalam serai dapur adalah tannin dan saponin.

Tannin merupakan “phenolic compounds” yang dapat mempresipitasi protein. Ia disusun oleh ikatan polimer-polimer dan oligomer-oligomer. Tannin sendiri berada pada daun, tunas, akar, batang, dan benih tanaman. Salah satu fungsinya adalah sebagai pelindung tanaman dari serangga.36 Ia memilki kemampuan untuk mempresipitasi protein. Pada larva, hal ini dapat menghambat protein yang diperlukan larva untuk pertumbuhan, sehingga dapat menyebabkan larva mati.35

(47)

36 Namun, setelah dibandingkan dengan ekstrak tanaman lain yang diuji kemampuannya terhadap Aedes sp, didapatkan bahwa ekstrak tanaman sereh dapur memmpunyai kemampuan lebih rendah. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni43 menggunakan ekstrak buah cabe jawa (Piper Longum Bl) didapatkan LC50 sebesar 3,9 ppm.

4.3.1 Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa keterbatasan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diantaranya:

(48)

37 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

 Ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp.

 Didapatkan kematian 0% pada konsentrasi 0 ppm (kontrol negatif), 0% pada konsentrasi 156 ppm, 4% pada konsentrasi 312,5 ppm, 42% pada konsentrasi 652 ppm, 50% pada konsentrasi 1250 ppm, 90 % pada konsentrasi 2500 ppm.

 Konsentrasi yang dapat membunuh 50% (LC50) larva berada pada interval antara 599.9 ppm dan 1798.5 ppm, dengan estimasi 973,7 ppm atau 0.097%.

 Terjadi perbedaan yang signifikan antar kelompok uji yang diberikan ekstrak tanaman serai dapur dengan konsentrasi yang berbeda.

5.2 Saran

 Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut tentang toksisitas ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) terhadap larva lain.

 Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut tentang toksisitas ekstrak serai dapur (Cymbopogon citratus) terhadap ikan dan binatang peliharaan air lain.

(49)

38 DAFTAR PUSTAKA

1. Health topic Dengue [internet]. 2014. [cited 2014 April 14]. Available from: http://www.who.int/topics/dengue/en/

2. About vector-borne diseases [internet]. 2014. [cited 2014 April 14]. Available from: http://www.who.int/campaigns/worLC-health-day/2014/vector-borne-diseases/en/

3. WHO. Global strategy for dengue prevention and control 2012-2020. Switzerland: World Health Organization; 2012.

4. WHO. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control -- New edition. Switzerland: Worid Health Organization; 2009 5. Depkes RI. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI; 2011

6. Fahmi Achmadi Umar. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data Surveilens Epidemiologi. Kementrian Kesehatan RI; 2010

7. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. New Delhi: World Health Organization, Regional Office for South-East Asia; 2011.

8. Bisset JA, Marín R, Rodríguez MM, Severson DW, Ricardo Y, French L, Díaz M, Pérez O. Insecticide resistance in two Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) strains from Costa Rica. Journal of Medical Entamology . 2013 Mar; 50(2): 352-361.

9. Cymbopogon citratus (lemon grass) [internet]. 2014. [cited 2014 April 14]. Available from: http://www.kew.org/science-conservation/plants-fungi/cymbopogon-citratus-lemon-grass

(50)

11.Kumar R, Krishan P, Swami G, Kaur P, Shah G, Kaur A. Pharmacognostical Investigation of Cymbopogon citratus (DC) Stapf. Scholar Research Library. 2010: 181-189

12.K. Karunamorthi, K. Ilango. Larvicidal activity of Cymbopogon citratus (DC) Stapf. and Croton macrostachyus Del. against Anopheles arabiensis Patton, a potent malaria vector. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2010: 57-62

13.Aedes albopictus [internet]. 2014. [cited 2014 August 29]. Available

17.Ananya Bar, J. Andrew. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Adult Mosquito. SCIENCEDOMAIN international. 2013 February: 1-21 18.Clemons A. Mori A, Haugen M, Severson D, Duman M.

Aedes aegypti Culturing and Egg Collection. PMC. 2010 October: 1-5

19.Sivanathan Manorenjitha. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L) and Aedes albopictus (Diptera: Culicidae) and Resistance Status OF Aedes albopictus (Field Strain) Against Organophospate In Penang. Malaysia; 2006.

20.Sembel Dantje T. Entomologi Kedokteran. Jogjakarta: PENERBIT ANDI. 2009.

21.Ananya Bar, J. Andrew. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Larvae. Sciencedomain international. 2013 February 6; 3(1): 1-21

(51)

40 23.Ibn Katheer explication [internet]. 2014. [cited 2014 September 9]. Available

from: http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/.

24.Vanisah S, Hema. Potential Functions of Lemon Grass (Cymbopogon citratus) in Health and Disease. IJPBA. 2012 Oct 15;3(5): 1035-1043.

25.Ahlam S, Bouran Ibrahim A. Leaf and stem anatomy of Cymbopogon citratus and Cymbopogon schoenanthus in Sudan; Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 2010; 2(4): 766-771

26.Kumar R, Krishan P, Swami G, Kaur P, Shah G, Kaur A. Pharmacognostical Investigation of Cymbopogon citratus (DC) Stapf. Scholars Research Library. 2010; 2(2): 181-189

27.Directorate Plant Production in collaboration.Lemongrass Production. South Africa: Directorate Communication Services Department of Agriculture, Forestry and Fisheries; 2012

28.Gagan Shah, Richa Shri,Vivek Panchal, Narender Sharma,Bharpur Singh, A. S. Mann. Scientific basis for the therapeutic use of Cymbopogon citratus, Stapf (Lemon grass). Journal of Advanced

Pharmaceutical Technology & Research. 2011 Jan; 2(1): 3-8.

29.M. O. Soares1, A. F. Vinha, F. Coutinho and P. C. Pires. Antimicrobial natural products. FORMATEX. 2013

30.Karkala Manvitha, Bhushan Bidya. Review on pharmacological activity of Cymbopogon citratus. International Journal of Herbal Medicine. 2014 December; 1 (6): 5-7.

31.Luiz C , Ulisses A, Ana P,Célia R, Róbson R, Evandro d. Evaluation of the Chemical Composition of Brazilian Commercial Cymbopogon citratus (D.C.) Stapf Samples. Molecules. 2008 August: 1864-1874

32.M.F. Asaolu, O.A Oyeyemi, J.O Olanlokun. Chemical Compositions, Phytochemical Constituents and in vitro Biological Activity of Various Extracts of Cymbopogon citratus. Pakistan Journal of Nutrition 8. 2009: 1920-1922

(52)

Toxicological Profile of Cymbopogon citratus Stapf (DC) Leaf Extract.JPP. 2014 May; 3 (1): 133-141

34.Adakole, J.A.; Adeyemi, A.F.F. Bacteriological and physicochemical

analyses of the raw and treated water of a university water treatment plant, Zaria-Nigeria. International Journal of Applied Environmental

Sciences. 2012 Mei:

35.Yunita Astrid E, Suprapti Nanik H, Hidayat Wasiq J. Pengaruh ekstrak daun Teklan (Eupatorium riparum) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Aedes aegypti. BIOMA. 2009 Juni: 11-17

36.Antonello Cannes. Tannins: fascinating but sometimes dangerous molecules [internet]. 2014 [cited 2014 Aug 15]. Available from:

http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/tannin.html

37.Kumar Ashok Praveen, Upadhyaya Kumud. Tannins are Astringent. Phytojournal. 2012: 1- 3

38.World Health Organization.2005.Guidelines For Laboratory And Field Testing Of Mosquito Larvacides. World Health Organization Communicable Disease Control, Prevention, And Eradication WHO Pesticide Evaluation Scheme.

39.Seven ways to a Successful Dipping Career [internet]. 2014. [cited 2014

March 5]. Available from:

http://www-rci.rutgers.edu/~insects/dipping.htm

40.LU, Frank C. Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian risiko. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2006

41.Cania Eka, Setyaningrum Endah. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti. Medical Journal of Lampung University. 2013 Februari: 2

(53)

42 43.Anggraeni D. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Buah Cabe Jawa (Piper Longum Bi) terhadap Larva Aedes sp. 2005. Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya

(54)

Dokumentasi percobaan

Pengambilan pupa Penggantian air larva

Kandang nyamuk Membasahi kapas untuk sugar feeding

(55)

44

Penetasan dan pengukuran pH air Larva hasil penetasan

Larva hasil rearing pada berbagai instar Pengukuran panjang larva

Uji (replikasi 1-2) Penyaringan larva

(56)

Uji Eksplorasi Uji (replikasi 3-4)

(57)

46

Greender Maserasi

(58)
(59)

48

(60)

Riwayat Penulis

Riwayat Penulis

Nama : Apriangga Sastriawan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat, Tanggal Lahir : Musi Banyuasin, 6 April 1993

Agama : Islam

Alamat : Ds. Bandar Tenggulang, Kec. Babat Supat, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumatera Selatan

No. Hp : 087809189537

Alamat email : afryangga@ymail.com

Riwayat Pendidikan:

1. 1998-2004 : SDN 1 Bandar Tenggulang 2. 2004-2007 : MTs Pon-Pes Assalam Al-Islami 3. 2007-2010 : MA Assalam Al-Islami

Gambar

Grafik  4.1 Grafik persentase kematian larva Aedes sp pada setiap    kelompok    konsentrasi .........................................................................................
Gambar 2.2: Abdomen nyamuk  Aedes aegypti (perbesaran 28 kali )
Gambar 2.3: Nyamuk  Aedes albopictus
Gambar 2.5: Telur nyamuk Aedes sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengatur cashflow gimana, proses hukum di Indonesia bagaimana, cara membuat kontrak gimana, cara berkomunikasi dengan client/vendor gimana, cara merekruit orang gimana, cara

wasa akan mnyesuaikan diri lebih baik de- ngan masa orang tua jika ia menginginkan anak karena ia merasa bahwa bayi itu merupakan unsur esensial terhadap per- kawinan yang

Tujuan dari penelitian ini yaitu menguji pengaruh antara variabel rebranding , kualitas layanan terhadap citra merek studi pada pelanggan Majelis Mie Cabang

Keragaman tinggi pada karakter produksi tersebut, memungkinkan dilakukan seleksi populasi kelapa Genjah kopyor asal Pati, untuk mendapatkan tanaman dengan persentase

Penelitian ini menggunakan teknik analisis framing dengan konsep Entman untuk mengetahui bagaimana Koran Tempo membingkai pemberitaan Bom Panci Istana 2016 pada periode

Kawasan perbatasan negara memiliki potensi dan peluang untuk berkembang dengan baik, jikalau sejumlah kendala dan hambatan mendasar yang juga telah menyebabkan

(4) Apabila Penjamin atau surety sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau Terjamin tidak menerima surat pencairan Jaminan sampai dengan tanggal jatuh tempo Klaim

Berdasarkan ketiga aspek kelayakan LKP di atas dapat disimpulkan bahwa LKP berorientasi problem solving untuk melatihkan keterampilan proses sains pada materi