i
ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN TRANSIMPEDANSI
AMPLIFIER GANDA DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF
GANDA UNTUK SENSOR
WEIGHT IN MOTION
BERBASIS
SERAT OPTIK
NUR TAUFIK ZAMARI
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN TRANSIMPEDANSI AMPLIFIER GANDA
DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF GANDA UNTUK SENSOR WEIGHT IN MOTION BERBASIS SERAT OPTIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah
NUR TAUFIK ZAMARI 1110097000004
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iii LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN TRANSIMPEDANSI AMPLIFIER GANDA DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF GANDA UNTUK SENSOR WEIGHT IN
MOTION BERBASIS SERAT OPTIK Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh :
NUR TAUFIK ZAMARI 1110097000004
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Asrul Aziz, DEA Dwi Hanto, M.Si NIP : 195106171985031001 NIP : 19840425008121003
Mengetahui,
Kepala Prodi Fisika, FST-UIN
iv PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN TRANSIMPEDANSI
AMPLIFIER GANDA DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF GANDA UNTUK SENSOR WEIGHT IN MOTION BERBASIS SERAT OPTIK” yang ditulis oleh Nur Taufik Zamari dengan NIM 1110097000004 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
5 Januari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Jakarta, Januari 2015
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Edi Sanjaya, M.Si Dr. Nur Aida NIP : 197307152002121001 NIP : 197806162005012009
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Asrul Aziz, DEA Dwi Hanto, M.Si NIP : 195106171985031001 NIP : 19840425008121003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi Kepala Program Studi Fisika
v LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL
KARYA SAYA SENDIRI, BUKAN JIPLAKAN DARI KARYA ORANG LAIN, KECUALI
BEBERAPA PENDAPAT ATAU KUTIPAN ORANG LAIN YANG SAYA SEBUTKAN
MASING-MASING SUMBERNYA.
Jakarta, Januari 2015
vi
ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN TRANSIMPEDANSI
AMPLIFIER GANDA DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF GANDA
UNTUK SENSOR
WEIGHT IN MOTION
BERBASIS SERAT OPTIK
ABSTRAK
Telah dibuat rangkaian penguat transimpedansi ganda dan rangkaian fotokonduktif ganda sebagai pengkondisi sinyal sensor weight in motion. Kedua rangkaian mampu mengkonversi besaran optik ke elektrik dengan proporsional terhadap sinyal optik dan derau kecil. Pada kedua rangkaian tersebut, satu bagian digunakan sebagai pembaca sinyal sensor sedangkan bagian yang lainnya digunakan sebagai pembaca sinyal referensi sebagai pembanding. Kedua rangkaian dibangun dari photodetektor, resistor, dan kapasitor. Yang membedakannya adalah pada rangkaian penguat transimpedansi digunakan sebuah operational amplifier. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua macam sinar laser dengan panjang gelombang yang berbeda, yaitu dengan laser 1310 nm dan 1610 nm. Pengujian terdiri atas dua macam, yaitu pengujian untuk mengetahui jangkauan daya optik dan pengujian untuk mengamati kestabilan dan derau dari hasil keluaran. Pengujian daya optik dilakukan dengan memberikan variasi sinyal optik pada rangkaian yang bertindak sebagai pembaca sensor dan sinyal optik yang konstan pada rangkaian yang bertindak sebagai pembaca referensi. Sedangkan pengujian kestabilan dilakukan dengan membiarkan sistem bekerja selama 14 jam. Hasil percobaan diamati dengan menggunakan perangkat lunak Weight In Motion Sensor Based on Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI yang ditunjukkan dengan nilai tegangan. Dari pengujian yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa rangkaian berjalan dengan baik ketika menggunakan sinar laser dengan panjang gelombang 1610 nm. Dari pengujian daya optik, didapat bahwa rangkaian fotokonduktif memiliki jangkauan daya optik lebih besar, yaitu sekitar 12 dBm. Sedangkan jika dilihat berdasar faktor kestabiilan dan derau yang dihasilkan, rangkaian penguat transimpedansi memiliki kestabilan yang baik, namun memiliki derau yang lebih besar dari rangkaian fotokonduktif yaitu sekitar 0,05 volt..
vii ABSTRAK
Has been made a dual transimpedance amplifier circuit and dual photoconductive circuit as a signal conditioner for weignt in motion sensor. Both of them are able to convert amount of optical into electrical propotional to the optical signal and has low noise. Both of them, one part is used as a sensor signal reader and the other is used as a refrence signal reader for comparison. Both of them built from photodetector, resistor, and capacitor. The difference lies in the use of operational amplifier for trnasimpedance amplifier circuit. Tests carried out by using two kinds of laser beams with different wavelengths, namely the laser 1310 nm and 1610 nm. The test consists of two kinds, namely testing to determine the range of optical power and test to observe the stability and noise of the output. Optical power testing is done by giving the variation of optical signals in the circuit which acts as a sensor reader and constant optical signal in the circuit which acts as a reference reader.While the stability testing is done by allowing the system to work for 14 hours. The experimental results were observed using the software Weight In Motion Sensor Based on Optical Fiber made by LIPI Physics Research Center indicated by the value of the voltage. From the tests, it can be said that the circuit runs fine when using a laser beam with a wavelength of 1610 nm.From optical power testing, found that a photoconductive circuit has greater optical power range, which is about 12 dBm.Meanwhile, if viewed based on factors of stability and noise generated, a transimpedance amplifier circuit has good stability, but has a greater noise than photoconductive circuit is about 0.05 volts.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya, serta shalawat dan salam diberikan pada Nabi Muhammad SAW sehingga dapat memberikan kekuatan lahir dan batin kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul : “ANALISIS PERBANDINGAN RANGKAIAN
TRANSIMPEDANSI AMPLIFIER GANDA DAN RANGKAIAN FOTOKONDUKTIF GANDA UNTUK SENSOR WEIGHT IN MOTION BERBASIS SERAT OPTIK”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Prodi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi.
Dalam hal ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa materil, moril, tenaga, dan saran mulai dari proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, sampai dengan proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala rasa hormat penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Bapak Dr. Dwi Hanto, M.Si selaku pembimbing di lapangan selama penelitian skripsi ini berlangsung.
2. Bapak Ir. Asrul Aziz, DEA selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, nasehat, ide, diskusi, serta bimbingannya yang diberikan kepada penulis. 3. Kepada Ayah dan Ibu yang senantiasa mendukung saya baik berupa materil maupun
doa.
4. Kepada bapak Sutrisno, M.Si selaku ketua prodi fisika yang sudah berupaya memberikan bantuan yang sangat kepada saya agar saya bisa melakukan ujian sidang skripsi.
5. Bapak Edi Sanjaya M.Si dan Ibu Dr. Nur Aida selaku penguji dalam ujian skripsi. 6. Seluruh staff dosen Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
ix 8. Seluruh anggota HIMAFI ( 2011, 2012, 2013) yang selalu memberikan semangat dan
doa.
9. Kepada Bang Dandi Hambali yang sudah bersedia meminjamkan saya laptop dan printer guna memudahkan kelancaran skripsi saya.
10.Kepada Hadi Kusumo yang sudah memperbaiki laptop dan menyumbangkan kertas saya demi kelancaran skripsi saya.
11.Kepada Nano, Choucho, Houkago Tea Time, Supercell, One Ok Rock, dan para musisi-musisi jepang yang telah menciptakan lagu-lagu bagus yang lagunya senantiasa menemani dan menyemangati saya dalam mengerjakan skripsi.
12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya
Akhir kata, semoga semua bantuan dari semua pihak yang diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta berniai ibadah di sisi Allah SWT. Amin
Jakarta, Januari 2015
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ...xiii
DAFTAR GAMBAR ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Batasan Masalah ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 5
1.6. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II DASAR TEORI ... 7
2.1. Sejarah Eksperimen Transimis Cahaya dan Hukum Snellius ... 7
2.2. Serat Optik ... 10
xi
2.4. Laser Dioda ... 13
2.5. Coupler Serat Optik ... 16
2.6. Optical Attenuator... 19
2.7. Fotodioda ... 21
2.8. Rangkaian Transimpedansi Amplifier ... 25
2.9. Rangkaian Fotokonduktif ... 27
2.10. Power Meter ... 28
2.11. Akuisisi Data (DAQ) ... 29
2.12. Optical Spectrum Analizer ... 31
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 32
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.2. Alat dan Bahan ... 32
3.3. Tahapan Penelitian ... 33
3.3.1. Perancangan Rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda ... 33
3.3.2. Perancangan Rangkaian Fotokonduktif Ganda ... 37
3.4. Cara Kerja Penelitian ... 38
3.4.1 Persiapan ... 38
3.4.2 Pengujian Spektrum Sinar Laser ... 40
3.4.3 Pengujian Atenuasi ... 41
3.4.4 Pengujian Stabilitas ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Hasil Pengujian Spektrum Sinar Laser ... 46
xii
4.3. Hasil Pengujian Kestabilan ... 53
4.4. Perhitungan Noise ... 55
BAB V PENUTUP ... 58
5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kombinasi Pengujian ... 42
Tabel 4.1 Hasil perhitungan jangkauan atenuasi dari masing-masing rangkaian ... 52
Tabel 4.2 Hasil perhitungan noise keseluruhan pada kedua rangkaian ... 55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penggambaran Hukum Snellius... 9
Gambar 2.2 Pemantulan sinar yang terjadi dalam serat optik ... 10
Gambar 2.3 Penampang serat optik ... 12
Gambar 2.4 Sensor serat optik dan bagian-bagiannya ... 13
Gambar 2.5 Struktur P-N junction di dalam laser dioda ... 14
Gambar 2.6 Penyearahan pancaran sinar laser dengan bantuan Collimating Lens ... 15
Gambar 2.7 Grafik hubungan panjang gelombang terhadap atenuasi dari berbagai sumber ... 16
Gambar 2.8 Skema optical splitter ... 17
Gambar 2.9 Skema optical combiner ... 18
Gambar 2.10 Skema tree coupler ... 18
Gambar 2.11 Skema star coupler ... 19
Gambar 2.12 Macam-macam fixed optical attenuator ... 20
Gambar 2.13 Macam-macam optical attenuator bervariasi ... 20
Gambar 2.14 Pelepasan elektron valensi dan hole akibat mendapat energi foton ... 22
Gambar 2.15 Aliran elektron dan hole membentuk photocurrent ... 23
xv
Gambar 2.17 Skema rangkaian fotokonduktif ... 27
Gambar 2.18 Power meter ... 29
Gambar 2.19 Hubungan antara DAQ dengan sensor dan PC ... 30
Gambar 2.20 Optical Spectrum Analyzer ... 31
Gambar 3.1 Rangkaian Transimpedansi Amplifier mode photovoltaic yang umum digunakan 34 Gambar 3.2 Rancangan rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda ... 35
Gambar 3.3 Diagram alir pembuatan rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda ... 36
Gambar 3.4 Rancangan rangkaian Fotokonduktif yang direkomendasikan ... 37
Gambar 3.5 Rancangan rangkaian Fotokonduktif Ganda ... 37
Gambar 3.6 Diagram alir pembuatan rangkaian Fotokonduktif Ganda ... 38
Gambar 3.7 Skema Pengujian Spektrum Sinar Laser ... 40
Gambar 3.8 Skema pengujian atenuasi ... 43
Gambar 3.9 Skema pengujian stabilitas ... 44
Gambar 3.10 Diagram Alir Penelitian ... 45
Gambar 4.1 Hasil analisis spektrum untuk laser 1310 nm ... 46
Gambar 4.2 Hasil analisis spektrum untuk laser 1610 nm ... 47
Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran daya optik laser 1310 saat menggunakan rangkaian transimpedansi amplifier ganda ...48
xvi transimpedansi amplifier ganda ... 49
Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran daya optik laser 1310 saat menggunakan rangkaian
fotokonduktif ganda ... 50
Gambar 4.6 Grafik hasil pengukuran daya optik laser 1610 saat menggunakan rangkaian
fotokonduktif ganda ... 51
Gambar 4.7 Grafik kestabilan rangkaian Transimpedansi Ganda ... 53
Gambar 4.8 Grafik kestabilan rangkaian Fotokonduktif Ganda ... 54
Gambar 4.9 Grafik kestabilan rangkaian transimpedansi amplifier ganda dan fotokonduktif ganda
xvii DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Beban berlebih atau overloading merupakan suatu keadaan di mana
berat as kendaraan yang melebihi batas maksimum yang diizinkan yang dalam
hal ini MST (Muatan Sumbu Terberat) ditetapkan berdasarkan PP yang
berlaku [1]. Terdapatnya kendaraan-kendaraan dengan beban berlebih
diakibatkan oleh adanya penyelewengan dalam pengawasan jembatan timbang
menyebabkan kerusakan jalan sebelum periode teknis tercapai. Dampak
negatif lain yang ditimbulkan adalah menurunnya tingkat keselamatan,
menurunnya pelayanan lalu-lintas dan menurunnya kualitas lingkungan [2].
Banyak teknik yang bisa dilakukan untuk menghitung beban suatu
kendaraan selain dengan menggunakan jembatan timbang. Weight In Motion
atau penimbangan berat dalam keadaan berjalan merupakan sistem yang
tengah dikembangkan saat ini guna menimbang berat meski benda dalam
keadaan bergerak. Dengan adanya sistem ini, perhitungan berat dapat
dilakukan dalam waktu singkat sehingga sangat memungkinkan menempatkan
sistem ini pada jalan-jalan dengan lalu lintas yang sibuk seperti jalan arteri,
jalan tol, maupun di pelabuhan.
Weight In Motion bisa dikembangkan dengan berbagai macam sensor,
2 namun sayangnya penggunaan sensor-sensor tersebut masih memiliki
kelemahan karena tidak tahan terhadap adanya gangguan gelombang
elektromagnetik. Pusat Penelitian Fisika LIPI Puspitek Serpong sekarang ini
tengah mengembangkan sistem Weight In Motion berbasis serat optik.
Pemilihan serat optik sebagai sensornya adalah karena serat optik lebih tahan
terhadap gangguan gelombang elektromagnetik dari luar [4]. Pada dasarnya,
serat optik dapat dijadikan sebagai sensor dengan prinsip microbending [4].
Microbending adalah peristiwa di mana pembengkokan mikro pada inti serat
optik yang mengakibatkan intensitas sinar yang dibawa di dalamnya akan
mengalami atenuasi. Jika kita lewatkan sebuah sinar pada serat optik,
kemudian kita beri beban yang mengakibatkan serat optik mengalami
microbending, maka kita akan dapat merepresentasikan berat beban tersebut
berdasarkan jumlah intensitas yang berkurang. Tentunya pengurangan
intensitas ini perlu dikonversi dalam satuan elektrik agar mampu terbaca pada
oleh program yang dibuat pada PC.
Weight In Motion yang tengah dibangun ini menggunakan sebuah
sensor dan fotodetektor sabagai konverter optik ke listrik. Berbagai pengujian
telah dilakukan di dalam laboratorium. Namun yang menjadi masalah adalah
kalau sistem tersebut digunakan dalam waktu yang lama dan di daerah luar.
Perubahan bisa saja terjadi sewaktu-waktu karena kerusakan pada serat optik
atau perubahan daya laser. Oleh karena itu, para peneliti di Pusat Penelitian
3 berkas laser menjadi dua buah, yaitu untuk sensor dan untuk referensi.
Dengan adanya pemecahan berkas sinar laser ini, kerusakan atau perubahan
pada salah satu berkas sinar laser (terutama untuk laser yang melewati sensor)
akan mudah terdeteksi.
Tentunya dengan melakukan pemecahan berkas sinar laser menjadi
dua membutuhkan dua buah pengkondisi sinyal. Fotodioda FGA01FC yang
digunakan sebagai sensor cahaya memiliki sebuah rangkaian pengkondisi
sinyal yang direkomendasikan oleh pihak produsen guna mendapatkan hasil
keluaran yang baik. Rangkaian itu bisa kita sebut sebagai rangkaian
Fotokonduktif. Namun, ternyata selain menggunakan rangkaian tersebut, ada
rangkaian lain yang bisa berperan sama sebagai pengkondisi sinyal untuk
sistem Weight In Motion. Rangkaian yang dibentuk dengan menggunakan
sebuah amplifier sebagai pusat pengolah sinyalnya itu biasa disebut sebagai
rangkaian Transimpedansi Amplifier. Maka pada penelitian ini, akan dilihat
manakah rangkaian yang paling baik untuk sistem Weight In Motion dengan
menguji kedua rangkaian tersebut pada laser dengan panjang gelombang 1310
nm dan 1610 nm dengan pertimbangan nilai jangkauan atenuasi, kestabilan,
serta noise.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik
4 1. Seperti apakah rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda dan rangkaian
Fotokonduktif Ganda yang perlu dibuat?
2. Manakah kombinasi yang baik antara rangkaian pengkondisi dan panjang
sinar laser yang digunakan?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Membuat rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda dan rangkaian
Fotokonduktif Ganda
2. Menganalisis dan membandingkan kedua rangkaian dengan menggunakan
laser dengan panjang gelombang 1310 nm dan 1610 nm dengan
pertimbangan: jangkauan atenuasi, kestabilan, dan noise.
1.4.
Batasan Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan-pembatasan masalah agar
lebih terarah dalam membahasnya, antara lain :
1. Pengujian dilakukan dalam skala laboratorium.
2. Melakukan pengujian dengan dua variasi panjang gelombang sinar laser,
yaitu 1310 nm dan 1610 nm.
3. Penelitian ini difokuskan pada pengujian atenuasi dan pengujian
5 4. Tegangan keluaran diamati melalui program Weight In Motion Based
Optical Fiber
5. Rangkaian Transimpedansi Amplifier dibuat dalam mode photovoltaic.
6. Kesalahan dalam pengukuran tidak diperhitungkan
7. Dalam pembuatan rangkaian, digunakan fotodioda FGA01FC, OPA2356
untuk rangkaian Transimpedansi Amplifier, Data Translation Simultanous
DT 9816
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini ialah :
1. Mengetahui rangkaian manakah yang lebih baik digunakan dalam sistem
WIM berbasis serat optik.
2. Menyempurnakan sistem WIM yang sedang dibuat.
3. Sebagai bahan refrensi jika ingin dilakukan pengembangan penelitian
lebih lanjut
1.6.
Sistematika Penulisan
Sistem penulisan yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini
ialah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang penelitian, tujuan
penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan
6
BAB II Dasar Teori
Berisi mengenai landasan teori dasar dan pendukung
serta pengenalan terhadap penghubung seluruh kegiatan
penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Berisi mengenai tahap-tahap penelitian dan keseluruhan
sistem kerja dari proses pencarian nilai jangkauan daya
optik, kestabilan rangkaian, serta perhitungan noise.
BAB IV Pembahasan dan analisa data
Pada bab ini dibahas mengenai hasil pengukuran dari
perubahan nilai daya optik yang terukur ketika diberi
attenuasi, hasil dari kestabilan rangkaian serta
penarikan nilai noise rangkaian dari hasil visualisasi
data pada pengukuran menggunakan program Weight
In Motion Based Optical Fiber.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan serta saran untuk penelitian yang bisa
7
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
Sejarah Eksperimen Transmisi Cahaya dan Hukum Snellius
Sebenarnya penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi sudah
dilakukan bertahun-tahun lamanya, dengan penelitian lebih lanjut, akhirnya
pada sekitar tahun 1930-an para peneliti Jerman mencoba mengawali
eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui bahan yang diberi nama
serat optik. Dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, akhirnya
prototype serat optik pertama kali diusulkan oleh para ilmuwan inggris sekitar
tahun 1958. Prototype yang terdiri atas gelas inti yang dibungkus oleh gelas
lainnya inilah yang akhirnya terus digunakan hingga sekarang [4].
Pada tahun 1959, laser ditemukan [4]. Laser (Light Amplification by
Stimulated Emission of Radiation) adalah sinar yang dihasilkan melalui
pancaran radiasi atom-atom, kemudian melalui proses stimulasi, pancaran radiasi ini terus dilipatgandakan sebelum sinar ini keluar [7]. Laser dirasa
lebih cocok digunakan dalam serat optik karena memiliki panjang gelombang
yang tunggal.
Pada dasarnya, prinsip penjalaran sinar laser sebagai pembawa
informasi dalam serat optik tidak lepas dari Hukum Snellius. Menurut Hukum
Snellius, jika suatu sinar yang berasal dari medium yang indeks biasnya lebih
8 besar, maka seluruh sinar akan merambat sepanjang inti medium tersebut
menuju ujung yang lain. Umumnya, pada serat optik memiliki dua buah bahan
transparan (cladding dan core). Ketika cahaya menjalar pada salah satu bahan
transparan dengan indeks bias tinggi (core) yang kemudian bertemu dengan
bahan transparan dengan indeks bias lebih rendah (cladding), maka dua hal
akan terjadi, yaitu:
1. Sebagian cahaya dipantulkan
2. Sebagian cahaya diteruskan ke dalam bahan transparan kedua
(cladding)
Cahaya yang diteruskan biasanya berubah arah ketika memasuki
bahan kedua karena adanya pembiasan. Pembiasan ini terjadi karena cahaya
memiliki cepat rambat yang berbeda untuk tiap bahan yang dilewatinya,
kecepatan ini berbeda di dalam bahan dengan indeks bias yang berbeda [8].
Menurut Hukum Snellius dikatakan bahwa “perbandingan nilai sinus sudut
datang dan sudut bias adalah konstan yang tergantung pada indeks bias
medium”.
Dalam rumusan lain, ada pula yang menyebutkan bahwa
“perbandingan nilai sinus sudut datang dan sudut bias adalah sama dengan
kecepatan pada kedua medium yang berbanding terbalik dengan perbandingan
9 Gambar 2.1 Penggambaran Hukum Snellius [5]
Secara matematis, Hukum Snellius dapat ditulis:
=
=
(1)Lambang dan merupakn sudut datang dan sudut bias. Lambang
dan merupakan indeks bias medium yang dilalui sudut datang dan
indeks bias yang dilalui sudut bias. Sedangkan untuk lambang dan
merujuk pada kecepatan sinar datang dan kecepatan sinar bias [4].
Ketika sudut datang lebih besar dari sudut kritis, maka akan terjadi
pemantulan sempurna. Hal inilah yang terjadi dalam serat optik, di mana
gelombang cahaya menjalar dengan mengalami pemantulan-pemantulan
sempurna dari dinding seratnya (cladding) yang indeks biasnya lebih kecil
10 Gambar 2.2 Pemantulan sinar yang terjadi dalam serat optik [4]
Pada gambar di atas dapat kita lihat penjalaran sinar melalui serat
optik yang mengalami pemantulan sempurna. Pada dasarnya, alasan mengapa
inti serat optik perlu dilapisi oleh lapisan cladding adalah agar hanya terdapat
sedikit perbedaan antara nilai dan , sehingga pengiriman gelombang
bisa dilakukan dengan band yang lebih lebar dan jarak yang jauh tanpa terjadi
distorsi [4].
2.2.
Serat Optik
Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat
dari kaca atau plastik yang sangat halus. Ia dapat digunakan untuk
mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber
cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini berdiameter
lebih kurang 120 mikrometer dan memiliki kecepatan transmisi yang bagus
11 Serat optik terdiri dari dua jenis, yaitu serat optik kabel dan serat optik
plastik, serat optik kabel banyak digunakan untuk transmisi jarak jauh,
sementara serat optik plastik hanya digunakan untuk komunikasi jarak
pendek.
Secara garis besar kabel serat optik terdiri dari 2 bagian utama [9]:
1. Core merupakan inti dari serat optik di mana pada bagian inilah
cahaya ditransimiskan. Bagian ini biasanya terbuat dari kaca yang
diameternya 2 sampai 125 µm.
2. Cladding adalah selubung dari core. Cladding juga terbuat dari kaca
dengan diameter antara 5 sampai 250 µm yang mempunyai indek bias
lebih rendah dari pada core. Karena cladding mempunyai indeks bias
yang lebih rendah, sehingga cladding akan memantulkan kembali
cahaya yang mengarah keluar dari core kembali ke dalam core lagi.
Dalam aplikasinya serat optik biasanya diselubungi oleh lapisan resin
yang disebut dengan jacket, biasanya berbahan plastik. Lapisan ini dapat
menyerap cahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran cahaya
yang keluar dari selubung inti. Selain itu, guna lapisan ini juga untuk
12 Gambar 2.3 Penampang serat optik [6]
2.3.
Sensor Serat Optik
Sensor serat optik adalah jenis sensor optik yang menggunakan serat
optik dalam mekanisme penginderaan atau pendeteksian, baik sebagai
komponen aktif sensor maupun sekedar sebagai pemandu gelombang (optik)
saja. Sistem sensor optik dilengkapi dengan paling tidak tiga komponen
utama, yaitu komponen optoelektronik, link optik dan probe. Komponen
optoelektronika meliputi sumber cahaya, detektor optik dan pengolah sinyal.
Link optik berupa gelombang serat optik yang berfungsi memandu cahaya ke
atau dari bagian penginderaan. Sedangkan probe adalah bagian sensing atau
transducing, baik pada bagian dalam maupun luar serat optik, yang bertindak
sebagai transduser dan berinteraksi langsung dengan obyek atau besaran yang
diukur. Sensor serat optik didasarkan pada mekanisme modulasi gelombang
optik (cahaya) dari suatu sumber seperti LED, diode laser, atau yang lainnya
13 Gambar 2.4 Sensor serat optik dan bagian-bagiannya
Kuantitas optik yang dimodulasi dapat berupa intensitas atau
amplitudo, panjang gelombang, fase gelombang dan polarisasi gelombang
optik tersebut. Modulasi ini dapat terjadi di luar maupun di dalam serat optik.
Sampai saat ini ada 3 jenis fiber yang digunakan pada umumnya [4] yaitu :
• Step index, multimode
• Graded index, multimode
• Step index, singlemode
2.4.
Laser Dioda
Laser dioda adalah semikonduktor laser yang dipompa secara elektrik
di mana media aktifnya dibentuk oleh P-N junction dari dioda semikonduktor
14 Laser dioda adalah tipe laser yang paling umum diproduksi. Laser
dioda memiliki area penggunaan yang luas, tidak hanya terbatas pada
penggunaan komunikasi serat optik, tapi juga bisa digunakan sebagai pembaca
barcode, laser pointer, pembaca dan perekam pada CD/DVD/Blu-ray, laser
printing, scanning, dan lain-lain. Alasan utama mengapa laser dioda
digunakan sebagai sumber cahaya pada komunikasi serat optik adalah karena
mudah dimodulasi dan mudah dipecah menjadi beberapa berkas, serta mampu
dibuat dengan panjang gelombang yang bervariasi. [10]
Laser dioda bekerja ketika P-N junction mendapat arus listrik. Ketika
kedua bagian tersebut mendapatkan arus, semikonduktor P menghasilkan
hole, sementara semikonduktor N menghasilkan elektron. Hole dan elektron
ini akan saling bertemu pada celah di bagian tengah P-N junction dan akan
melepaskan foton. Pada celah di bagian tengah dari P-N juction dilapisi oleh
[image:31.595.90.516.146.651.2]bahan kaca yang mampu memenjarakan foton.[11]
15 Ketika berada di celah P-N junction, foton akan memantul ke atas dan
ke bawah pada dinding kaca dan mengakibatkan lepasnya foton lain ke dalam
celah tersebut. Foton-foton yang terlepas tersebut akan memiliki fase,
polarisasi dan arah yang sama dengan foton yang pertama kali terlepas.
Pemantulan foton ini akan terus berlanjut hingga seluruh celah dari P-N
junction terisi penuh oleh foton. Ketika celah pada P-N junction penuh, maka
sebagian sinar laser akan dilepaskan menuju fotodioda yang ada di belakang
untuk mengatur tegangan yang dibutuhkan oleh laser dioda, sedangkan
sebagian sinar laser yang lain akan dipancarkan ke bagian depan. Sinar laser
yang dipancarkan tersebut akan mengalami difraksi yang sangat liar. Dengan
bantuan dari collimating lens, sinar tersebut akan diarahkan sehingga menjalar
[image:32.595.88.516.157.578.2]lurus ke depan.[11]
Gambar 2.6 Penyearahan pancaran sinar laser dengan bantuan Collimating
Lens [11]
Laser dioda diproduksi dengan berbagai macam panjang gelombang,
akan tetapi dalam penggunannya sebagai sumber cahaya pada komunikasi
16 atenuasi akibat dari berbagai macam faktor, utamanya adalah faktor absorbsi
dan hamburan Rayleigh. Berdasar pada kedua faktor tersebut, maka nilai
atenuasi dalam 1 km serat optik dapat digambarkan dalam grafik sebagai
[image:33.595.90.518.168.536.2]berikut:
Gambar 2.7 Grafik hubungan panjang gelombang terhadap atenuasi dari
berbagai sumber [12]
Berdasarkan grafik atenuasi di atas, maka panjang gelombang laser
yang umum digunakan dalam sistem komunikasi serat optik adalah berada
pada sekitar 1,3 µm (1300 nm) atau lebih besar dari 1,5 µm (1500 nm).
2.5.
Coupler
Serat Optik
Coupler serat optik adalah suatu perangkat yang dapat
mendistribusikan sinyal optik dari satu serat ke beberapa serat yang lain atau
sebaliknya. Coupler dapat berupa komponen aktif maupun komponen pasif,
17 sinyal listrik, sedangkan pada coupler aktif, sinyal optik dirubah dahulu
menjadi sinyal listrik, kemudian di-split atau dikombinasikan satu sama lain.
Secara umum coupler terdiri dari N port input dan M port output,
biasanya nilai N dan M antara 1 – 64. Jumlah dari port input dan output ini
tergantung pada penggunaan dari coupler. Coupler dapat digunakan sebagai
optical splitter, optical combiner, x coupler, tree coupler dan star coupler
[13].
1. Optical splitter adalah perangkat pasif yang membagi daya optik pada
[image:34.595.91.520.168.552.2]single input menjadi dua output.
Gambar 2.8 Skema optical splitter [13]
Pada gambar di atas mengilustrasikan transfer daya optik pada optical
splitter. Tipe ini biasa disebut juga dengan Y-coupler. Tipe ini dapat
membagi daya optik secara merata pada kedua output. Sebuah optical
splitter dapat membagi sebagian besar daya optik kepada salah satu
output saja, hanya sejumlah kecil yang dibiarkan masuk pada output
sekunder. Tipe ini biasa disebut sebagai T-coupler [13].
2. Optical combiner adalah sebuah perangkat pasif yang dapat
mengkombinasikan daya optic dari kedua input menjadi single output
18 Gambar 2.9 Skema optical combiner [13]
3. X-coupler adalah sebuah perangkat yang mengkombinasikan fungsi
optical splitter dan optical combiner. X-coupler mengkombinasikan
dan membagi daya optik antara dua input dan dua output [13].
4. Tree dan star coupler adalah perangkat multiport coupler yang
memiliki lebih dari dua input dan output. Tree dapat berperan sebagai
optical splitter yang membagi satu input menjadi beberapa output.
Tree coupler juga bisa berperan sebagai optical combiner yang
[image:35.595.90.513.147.714.2]menggabungkan beberapa input menjadi satu output [13].
19 5. Sedangkan star coupler adalah perangkat pasif yang menditribusikan
[image:36.595.88.518.136.561.2]daya optik lebih dari multiple input ke multiple output [13].
Gambar 2.11 Skema star coupler [13]
2.6.
Optical Attenuator
Optical attenuator merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
mereduksi kekuatan dari sinyal optik. Alat ini memungkinkan kita untuk
mengatur seberapa besar daya optik yang ingin kita kirim ke receiver apabila
daya optik yang dikirmkan dari transmitter terlalu besar. Secara garis besar,
optical attenuator dibedakan menjadi dua jenis, fixed optical attenuator dan
optical attenuator bervariasi [14].
1. Fixed optical attenuator merupakan jenis optical attenuator yang nilai
atenuasinya tidak bisa dirubah-rubah. Biasanya bentuk optical
attenuator ini tertanam dalam sebuah konektor atau adaptor. Prinsip
pengurangan daya optik yang terjadi di dalamnya bisa menggunakan
prinsip gap loss (pemberian jeda antar konektor) atau dengan
20 Gambar 2.12 Macam-macam fixed optical attenuator [15]
2. Optical attenuator bervariasi adalah jenis optical attenuator yang nilai
atenuasinya bisa diatur sesuai keinginan. Optical attenuator bervariasi
biasanya didesain dalam bentuk sebuah rangkaian listrik yang
terbungkus rapi atau digabungkan ke dalam power meter. Banyak
prinsip yang bisa digunakan untuk melakukan pereduksian pada
optical attenuator bervariasi ini, di antaranya dengan cara mekanik,
magnetik, akustik, dan lain sebagainya.
21
2.7.
Fotodioda
Fotodioda adalah sebuah dioda yang dapat mengasilkan aliran elektron
(arus listrik) akibat mendapatkan masukan berupa cahaya.
Material yang digunakan sebagai penerima energi cahaya umumnya
terbuat dari material semikonduktor. Pada dasarnya, material ini memiliki
kemiripian dengan material logam di mana sifat konduktivitas elektriknya
ditentukan oleh elektron valensinya. Namun berbeda dengan logam yang
konduktivitasnya menurun apabila mengalami kenaikan suhu, material
semikondukor mengalami kenaikan konduktivitas yang signifikan apabila
mengalami kenaikan suhu. Material semikonduktor yang umum digunakan
untuk fotodioda adalah Silikon, namun akhir-akhir ini beredar pula fotodioda
dengan yang terbuat dari Germanium dan Galium Arsenida [17].
Pada dasarnya, mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat
adanya perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom. Konduktifivtas
elektron suatu material terletak dari banyaknya elektron valensi dari suatu
material. Ketika foton dari suatu sumber cahaya menumbuk suatu elektron
valensi dari atom semikonduktor, hal ini mengakibatkan suatu energi yang
cukup besar untuk memisahkan elektron tersebut lepas dari struktur atomnya.
Elekton yang terlepas tersebut menjadi bebas di dalam bidang kristal. Elektron
tersebut bermuatan negatif dan berada pada daerah pita konduksi dari material
22 Sementara itu akibat hilangnya elektron maka terbentuklah
kekosongan pada struktur kristal yang disebut “hole” dan bermuatan positif.
Berikut gambar yang mengilustrasikan pelepasan elektron dan pembentukan
[image:39.595.95.518.139.547.2]hole.
Gambar 2.14 Pelepasan elektron valensi dan pembentukan hole akibat
mendapat energi foton [18]
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif
disebut daerah tipe N, sedangkan daerah semikonduktor dengan hole dan
bersifat positif disebut daerah tipe P. Ikatan dari kedua daerah ini membentuk
P-N junction yang menghasilkan energi listrik internal yang akan mendorong
elektorn bebas dan hole untuk bergerak ke arah yang berlawanan. Elektron
akan bergerak menuju sisi negatif, sedangkan hole akan bergerak menuju sisi
positif. Ketika P-N junction dihubungkan dengan sebuah beban, maka akan
23 Gambar 2.15 Aliran elektron dan hole membentuk photocurrent [18]
Setiap bahan pembentuk fotodioda memiliki responsitivitas terhadap
cahaya yang berbeda-beda. Responsitivitas (R) didefinisikan sebagai arus
yang dihasilkan (photocurrent ( )), ketika suatu foton cahaya diserap
terhadap daya foton cahaya tersebut (P). Berdasarkan refrensi nomor [19],
secara matematis dapat ditulis:
= (2)
Photocurrent sendiri bisa didefinisikan sebagai berikut:
= ( . !)
" (3)
Di mana adalah jumlah elektron yang dibangkitkan, ! adalah
muatan elektron (1,602 × 10-18 C). Sedangkan daya foton (P) bisa
didefinisikan sebagai berikut:
= ( . $ )
24 Dengan memasukan persamaan (3) dan (4) responsitivitas fotodioda
bisa pula dinyatakan sebagai:
= ( . !) ( . $ ) =
(&'. !)
$ (5)
Di mana &' adalah efisiensi dari fotodioda yang merupakan
perbandingan antara dengan [19].
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, fotodioda haruslah
memiliki beberapa kriteria di antaranya [4]:
1. Sensitivitas: fotodioda yang digunakan harus sangat sensitif. Arus
yang dihasilkan harus sebisa mungkin merespon daya optik yang
diterima.
2. Responsitivitas: merupakan perbandingan arus keluar terhadap cahaya
yang masuk. Nilai responsitivitas haruslah besar agar arus yang keluar
bisa terbaca dengan baik oleh pengolah sinyal.
3. Liniearitas: hubungan antara masukan dan keluaran yang linear. Hal
ini penting untuk menghindari distorsi pada hasil keluaran.
4. Rise/fall time: merupakan kecepatan respon terhadap masukan.
Fotodioda harus mampu merespon masukan meski hanya terjadi
beberapa saat.
5. Active area (bandwidth): active area harus cukup besar agar cahaya
25
2.8.
Rangkaian Transimpedansi Amplifier
Rangkaian Transimpedansi Amplifier merupakan jenis rangkaian yang
mampu mengubah energi cahaya ke dalam bentuk tegangan elektrik. Pada
rangkaian ini, fotodioda digunakan untuk menangkap energi cahaya dan
mengubahnya ke dalam arus yang lemah. Arus tersebut bersifat proporsional
dengan tingkat pencahayaan dari sumber cahaya. Kemudian sebuah
preamplifier akan mengubah arus dari fotodioda ke dalam bentuk tegangan.
Dalam penggunaannya, sebuah rangkaian Transimpedansi Amplifier dapat
dibedakan menjadi dua mode, yaitu mode photovoltaic dan mode
fotokonduktif.
Fotodioda yang dikonfigurasikan ke dalam mode photovoltaic
memiliki tegangan bias nol (tidak disambungkan dengan sumber tegangan).
Dalam mode ini, respon cahaya terhadap arus dimaksimalkan untuk
sensitivitas cahaya dan linearitas, sehingga cocok untuk aplikasi sensor yang
mana lebih mengutamakan tingkat keperesisian. Sedangkan untuk fotodioda
yang dikonfigrasikan ke dalam mode fotokonduktif memiliki tegangan bias
balik. Dalam mode ini, fotodioda dioptimalkan untuk respon yang cepat
terhadap sumber cahaya. Aplikasi tersebut sangat ideal jika digunakan dalam
26 Perbedaan kedua mode rangkaian dapa dilihat pada gambar berikut:
[image:43.595.96.515.149.572.2](a) (b)
Gambar 2.16 Skema rangkaian transimpedansi amplifier (a) mode
photovoltaic (b) mode fotokonduktif. [20]
Pada gambar 2.16 (a) dapat dilihat bahwa fotodioda dikonfigurasikan
pada mode photovoltaic. Pada rangkaian tersebut, ketika cahaya menyinari
fotodioda, hal ini menyebabkan arus dioda mengalir dari katoda ke anoda.
Karena impedansi masukan dari inverting input opamp sangat tinggi, arus
yang dihasilkan oleh fotodioda akan mengalir melalui resistor feedback (RF).
Sehingga didapat fungsi pengkonversi dari arus-ke-tegangan yaitu sebesar
[20]:
27
2.9.
Rangkaian Fotokonduktif
Rangkaian fotokonduktif merupakan rangkaian yang bisa digunakan
pula untuk mengamati dan mengolah besaran optik menjadi besaran elektrik.
Umumnya pada rangkaian ini fotodioda dipasang secara reverse bias dan
disambungkan pada sumber tegangan pada katodanya. Pada mode reverse
bias ini, arus bocor yang terjadi antara P-N junction sangatlah kecil. Arus
bocor ini bisa diperbesar apabila P-N junction diberikan energi panas. Energi
panas ini bisa saja didapat dari cahaya yang masuk dalam fotodioda. Dengan
demikian, rangkaian fotokonduktif akan menghasilkan arus bila fotodioda
[image:44.595.90.517.156.566.2]yang dipasang mendapat sinar masukan.
Gambar 2.17 Skema rangkaian fotokonduktif [22]
Pada rangkaian di atas, arus bocor yang dihasilkan fotodioda bisa
diamati sebagai tegangan dengan meletakan resistor RL (RLoad) antara anoda
fotodioda dengan ground. Tegangan keluaran dari rangkaian berdasarkan
28
) 4 = × ℜ × 7 (7)
Di mana P adalah daya optik dari sinar laser dan ℜ adalah
responsitivitas dari fotodioda.
2.10.
Power Meter
Power meter adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menghitung
daya pada sinyal optik. Dalam hal ini, nilai yang terukur merupakan nilai
rata-rata dari daya optik yang diukur dalam satuan dBm. Umumnya, power
meter terdiri atas sensor terkalibrasi, sebuah amplifier pengukur, dan
komponen penampil (display). Sensor utama yang digunakan adalah
fotodioda yang dipilih untuk kisaran yang tepat dengan panjang gelombang
dan tingkat daya yang digunakan. Selanjutnya daya yang terukur dan panjang
gelombang yang digunakan akan ditampilkan pada komponen penampil
29 Gambar 2.18 Power meter
Biasanya di dalam power meter juga dilengkapi dengan fitur yang
berguna untuk mengukur rugi-rugi daya optik. Untuk melakukan fungsi
utamanya, yaitu mengukur daya optik, power meter terlebih dahulu harus
dikalibrasi dan diatur sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan.
2.11.
Akuisisi Data (DAQ)
Akuisisi data (DAQ) adalah proses pengukuran fenomena elektrik atau
fisik seperti tegangan, arus, temperatur, tekanan, atau suara dengan komputer.
Sistem data akuisisi terdiri atas sensor, perangkat keras pengukuran DAQ, dan
30 menggunakan sistem DAQ memiliki keunggulan yaitu lebih kuat, lebih efektif
dan lebih efisien dibanding dengan pengukuran secara konvensional [23].
Gambar 2.19 Hubungan antara DAQ dengan sensor dan PC [23]
Seperti yang dijelaskan pada gambar di atas, komponen utama dalam
akuisisi data ini ada tiga, yaitu:
1. Sensor: sensor atau bisa disebut sebagai tranduser adalah alat
yang digunakan untuk mengukur atau mengkonversi fenomena
fisik menjadi sinyal listrik yang terukur.
2. DAQ: merupakan perangkat keras yang bertindak sebagai
interface antara komputer dan sinyal dari luar. Ia juga bisa
berperan sebagai pengkonversi sinyal analog ke digital,
pengkondisi sinya, ataupun sebagai penghubung komputer
3. Komputer: komputer yang dimaksud di sini adalah komputer
yang sebelumnya sudah terinstall perangkat lunak yang mampu
berhubungan dengan DAQ. Komputer berperan sebagai
pemroses, penampil hasil pengukuran, serta penyimpan hasil
31
2.12.
Optical Spectrum Analyzer
Optical Spectrum Analyzer (OSA) adalah perangkat presisi yang
didesain untuk menghitung dan menampilkan distribusi daya dari sumber
optik pada panjang gelombang tertentu. Sebuah OSA akan menampilkan daya
optik pada skala vertikal dan dan panjang gelombag pada skala horizontal
[24].
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian Analisis Perbandingan Rangkaian Transimpedansi
Amplifier Ganda dan Rangkaian Fotokonduktif Ganda untuk Sistem Weight
In Motion Berbasis Serat Optik dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
September 2014. Adapun tempat penelitian di Pusat Penelitian Fisika ( P2F )
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) Serpong Tanggerang.
3.2.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Alat
a) Sebuah Data translation (DAQ)
b) Sebuah Power Meter
c) Beberapa buah Serat Optik
d) Laser dioda 1310 nm beserta rangkaian APC dan power supplynya
e) Laser dioda 1610 nm beserta rangkaian APC dan power supplynya
f) Sebuah Coupler
g) Sebuah PC
h) Sebuah Attenuator
33
2. Bahan
a) Sebuah rangkaian Fotokonduktif Ganda
b) Sebuah rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda
c) Sebuah Batterai 8 volt
d) Program Weight In Motion Based Optical Fiber
e) Microsoft excel 2007
f) Program Veusz versi 1.21
3.3.
Tahapan Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan dari
awal penelitian hingga akhir penelitian.
3.3.1. Perancangan Rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda
Pada tahap ini, penulis merancang sebuah rangkaian
Transimpedansi Amplifier Ganda. Rangkaian Transimpedansi Amplifier yang
digunakan kali ini merupakan rangkaian yang bekerja pada mode
photovoltaic. Mode ini dipilih karena output sinyalnya lebih linear jika
dibandingkan dengan mode fotokonduktif.
Rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda merupakan rangkaian
yang sama dengan rangkaian Transimpedansi Amplifier pada umumnya,
terdiri dari sebuah operasional amplifier, sebuah fotodioda, dan beberapa buah
rangkaian filter RC. Hal yang membedakannya adalah hanya bentuknya saja
34 Gambar 3.1 Rangkaian Transimpedansi Amplifier mode photovoltaic yang
35 Gambar 3.2 Rancangan rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda
Pada perancangan rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda ini,
operasional amplifier yang digunakan adalah OPA 2356 dengan bandwidth
200 MHz [26]. Fotodioda yang digunakan adalah fotodioda FGA01FC
dengan range baca panjang gelombang antara 800 – 1700 nm [22]. Rangkaian
R1, C1, R2, dan C2 bertindak sebagai filter tegangan yang masing-masing
bernilai 11kΩ dan 105µ F, Cf1 dan Cf2 merupakan serangkaian kapasitor
dengan kapasitas total sebesar 0,2 pF yang bertindak sebagai pengontrol
frekuensi respon, sedangkan Rf1 dan Rf2 merupakan resistor feedback yang
36 komponen Rf yang digunakan biasanya hanya berupa resistor biasa, namun
pada kesempatan kali ini, kami menggunakan potensiometer bourns 3296
dengan range resistansi 10 Ω hingga 2 MΩ [27] sebagai Rf agar penguatan
[image:53.595.89.512.172.544.2]tegangan keluaran bisa diatur sesukanya.
Gambar 3.3 Diagram alir pembuatan rangkaian Transimpedansi Amplifier
Ganda Mulai
Studi Pustaka
Membuat rangkaian
37
3.3.2. Perancangan Rangkaian Fotokonduktif Ganda
Pada tahap ini, dibuat sebuah rangkaian Fotokonduktif Ganda.
Rangkaian Fotokonduktif ini sebenarnya sudah tercantum dan
direkomendasikan pada datasheet fotodioda FGA01FC seperti bisa dilihat
[image:54.595.91.514.173.649.2]pada gambar berikut:
Gambar 3.4 Rancangan rangkaian Fotokonduktif yang
direkomendasikan [22]
Karena rangkaian yang ingin dibuat adalah rangkaian Fotokonduktif
Ganda, maka tentu rangkaian di atas perlu dimodifikasi. Rancangan rangkaian
Fotokonduktif Ganda adalah sebagai berikut:
38 Pada rangkaian di atas, Rload diganti menggunakan potensiometer
bourns 3296 dengan range resistansi dari 10 Ω hingga 2 MΩ agar
penguatannya bisa diatur, sedangkan untuk tegangan bias yang digunakan
[image:55.595.91.511.165.549.2]adalah bersumber dari baterai bertegangan 8 volt.
Gambar 3.6 Diagram alir pembuatan rangkaian Fotokonduktif Ganda
3.4.
Cara Kerja Penelitian
3.4.1
Persiapan
Sebelum melakukan pengujian, perlu dilakukan beberapa
persiapan terlebih dahulu. Pengujian dimulai dengan mengatur kekuatan
output daya optik pada rangkaian APC sinar laser. Pengaturan ini bertujuan
untuk menentukan seberapa besar penguatan yang ingin dicapai. Untuk laser
dengan panjang gelombang 1310 nm, output daya optik yang diatur ialah
sebesar 0 dBm sedangkan pada laser dengan panjang gelombang 1610 nm, Mulai
Studi Pustaka
39 output daya optik yang diatur adalah sebesar -4.33 dBm. Pengaturan outpu
daya optik ini dilakukan dengan menyambungkan sinar laser pada power
meter yang dihubungkan melalui serat optik, kemudian memutar salah satu
potensiometer pada rangkaian sinar laser yang berfungsi untuk menurunkan
daya optik laser.
Setelah pengaturan output daya optik sinar laser selesai, maka
selanjutnya adalah menyambungkan serat optik pada sinar laser pada coupler
dan pada fotodioda. Pada pengujian dengan menggunakan sinar laser dengan
panjang gelombang 1310 nm, serat optik disambungkan pada alat attenuator
sebelum memasuki fotodioda, sedangkan pada pengujian dengan
menggunakan sinar laser dengan panjang gelombang 1610 nm, tidak
disambungkan pada alat attenuator. Atenuasi yang diberikan adalah berupa
lilitan pada serat optik (dengan menggunakan prinsip makrobending). Hal ini
dilakukan karena fasilitas attenuator untuk panjang gelombang 1610 nm pada
Pusat Penelitian Fisika LIPI kurang memadai. Hal yang perlu dilakukan
selanjutnya adalah menghubungkan fotodioda pada rangkaian serta
menghubungkan rangkaian pada power supply. Untuk rangkaian
Transimpedansi Amplifier Ganda, sumber tegangan yang digunakan adalah
power supply dengan tegangan. 5 volt sedangkan untuk rangkaian
Fotokonduktif Ganda, sumber tegangan yang dipakai adalah baterai 8 volt.
Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menghubungkan kabel tegangan
40 Setelah menyalakan semua peralatan, langkah selanjutnya adalah
mengatur penguatan rangkaian untuk serat optik sensor hingga mencapai
tegangan keluaran maksimalnya, sedangkan untuk penguatan rangkaian untuk
serat optik refrensi, hasil tegangan keluarannya tidak perlu diatur sedemikian
rupa karena tidak terlalu berpengaruh pada hasil pengukuran nantinya. Untuk
rangkaian Transimpedansi Amplifier Ganda, penguatan tegangan keluaran
maksimalnya adalah sekitar 4 volt, sedangkan untuk rangkaian fotokonduktif,
penguatan tegangan keluaran maksimalnya adalah sekitar 8 volt. Ketika
semua persiapan seperti yang dijelaskan di atas sudah selesai, barulah
pengujian bisa dimulai.
3.4.2
Pengujian Spektrum Sinar Laser
Pengujian yang pertama kali dilakukan adalah dengan menguji
spektrum sinar laser yang digunakan. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai panjang gelombang yang sebenarnya dari sinar laser yang
akan digunakan serta mengetahui nilai daya optiknya. Pengujian ini dilakukan
dengan menyambungkan rangkaian sinar laser pada Optical Spectrum
Analyzer (OSA). Berikut adalah skema pengujiannya.
41 3.4.3
Pengujian Atenuasi
Pengujian yang kedua adalah pengujian atenuasi. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui berapa nilai atenuasi yang mampu dibaca oleh
rangkaian pengkondisi sinyal. Cara kerja dari pengujian ini bermula dengan
melakukan persiapan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Untuk pengujian
ini, data diambil berdasarkan variabel output tegangan rangkaian, yaitu mulai
dari tegangan output maksimal (pada rangkaian Transimpedansi Amplifier
Ganda adalah sekitar 4 volt dan pada rangkaian Fotokonduktif Ganda adalah
sekitar 8 volt) hingga mencapai tegangan 0,5 volt pada rangkaian
Transimpedansi Amplifier Ganda dan 1 volt pada rangkaian Fotokonduktif
Ganda dengan penurunan setiap 0,5 volt. Setelah persiapan selesai, barulah
serat optik diberikan atenuasi. Pada pengambilan data awal yang
menghasilkan tegangan output maksimal, atenuasi yang diberikan adalah 0
dB. Untuk mengamati kestabilannya, nilai tegangan diamati selama 30 detik
melalui program Weight In Motion Based Optical Fiber. Program tersebut
terkoneksi dengan sebuah file spreadsheet pada Microsoft Excel, sehingga
apabila pengamatan sudah selesai, nilainya akan tersimpan pada spreadsheet
dan file tersebut harus dicopykan terlebih dahulu pada folder lain agar tidak
tertiban apabila ingin melakukan pengambilan data yang baru. Kemudian
pengamatan dilanjutkan dengan mengukur daya optik sinar laser baik untuk
42 bertindak sebagai refrensi dengan menghubungkannya pada power meter.
Pengukuran daya optik laser pada serat optik refrensi cukup dilakukan sekali
saja. Hal ini dirasa sudah cukup mewakili karena pada serat optik refrensi
tidak diberi atenuasi, sehingga meskipun terdapat perubahan, tidaklah terlalu
signifikan. Untuk level keluaran tegangan selanjutnya, atenuasi terus
diberikan hingga mencapai hasil tegangan keluaran yang diinginkan.
Kemudian dilakukan langkah-langkah yang sama seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Pada pengujian daya optik ini, dilakukan beberapa
kombinasi antara serat optik, fotodioda, dan rangkaian pengkondisi sinyal.
Berikut tabel kombinasinya:
No Sensor Refrensi
1 PS1 PS2
[image:59.595.87.514.197.534.2]2 PS2 PS1
Tabel 3.1 Tabel Kombinasi Pengujian
Keterangan: PS1 = Rangkaian Pengkondisi Sinyal 1
43 Berikut adalah skema pengujian yang dilakukan:
Gambar 3.8 Skema pengujian atenuasi
3.4.4
Pengujian Stabilitas
Pengujian yang ketiga adalah dengan melakukan pengujian stabilitas.
Pengujian ini bertujuan untuk melihat kestabilan sinar laser yang terbaca pada
masing-masing pengkondisi sinyal. Selain itu, data dari pengujian ini pun bisa
digunakan sebagai data untuk menentukan nilai noise dari masing-masing
rangkaian. Cara kerja dari pengujian ini adalah dengan membiarkan sistem
bekerja salama 14 jam guna melihat kestabilan tegangan outputnya. Hanya
saja pada pengujian ini tidak digunakan attenuator pada serat optik sensor dan
tidak dilakukan pengukuran pada daya optik laser. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pengujian ini adalah pencuplikan datanya. Dalam setiap
menit, pencuplikan data diambil selama 1 detik, yaitu antara detik ke-10
hingga detik ke-11 dengan sampling rate 1000 data per detik. Berikut skema
45 Untuk lebih jelasnya, semua tahapan penelitian akan dijelaskan pada
diagram alir sebagai berikut:
Gambar 3.10 Diagram Alir Penelitian Mulai
Pembuatan rangkaian Fotokonduktif ganda
Analisis Spektrum Sinar
Laser
Kesimpulan
Selesai
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Spektrum Sinar Laser
Berdasarkan pada pengujian sinar laser menggunakan Optical
[image:63.595.89.514.153.547.2]Spectrum Analyzer, didapati hasil sebagai berikut.
47 Gambar 4.2 Hasil analisis spektrum untuk laser 1610 nm
Berdasarkan dari hasil analisis OSA tersebut, diketahui bahwa nilai
panjang gelombang yang sebenarnya dari sinar laser yang digunakan adalah
1304,304 nm dan 1605,462 nm dengan daya optik masing-masing 1 dBm dan
-7,7 dBm
4.2 Hasil Pengujian Atenuasi
Sebagai bahan pengukuran pertama, akan dilihat hubungan antara
tegangan output dengan daya optik dari sinar laser. Tegangan output
divariasikan dari mulai tegangan tertinggi rangkaian hingga tegangan terendah
yang diinginkan dengan penurunan setiap 0,5 volt. Pada pengujian ini
divariasikan juga panjang gelombang sinar laser yang digunakan, yaitu sinar
48 gelombang 1610 nm. Selain variasi di atas, dilakukan juga variasi antara
rangkaian pengkondisi sinyal 1 dengan rangkaian pengkondisi sinyal 2.
Data tegangan diambil oleh rangkaian pengkondisi sinyal yang
kemudian terbaca pada program di PC, sementara data daya optik laser
diambil oleh power meter. Data daya optik diambil setelah data tegangan
diamati kestabilannya selama 30 detik pada program Weight In Motion Based
Optikal Fiber. Berikut hasil yang didapat dari pengujian rangkaian
Transimpedansi Amplifier Ganda:
Sinar Laser dengan panjang gelombang 1310 nm
[image:65.595.88.511.153.575.2](a) (b)
Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran daya optik laser. (a) Transimpedansi
Amplifier 1 sebagai sensor dan Transimpedansi Amplifier 2 sebagai refrensi.
(b) Transimpedansi Amplifier 1 sebagai refrensi dan Transimpedansi
49 Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai daya optik pada serat
optik sensor ketika tegangan tertinggi adalah sekitar -15 dBm, sedangkan nilai
daya optik pada tegangan terrendahnya adalah sekitar -23 dBm. Dengan
demikian, nilai atenuasi yang bisa diukur dengan menggunakan rangkaian
transimpedansi amplifier ganda pada laser 1310 nm adalah sekitar -15 – (-23)
= 8 dB. Sedangkan untuk nilai daya optik pada serat optik refrensi adalah
berada sekitar -11 dBm
Sinar Laser dengan panjag gelombang 1610 nm
[image:66.595.88.513.159.590.2](a) (b)
Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran daya optik laser. (a) Transimpedansi
Amplifier 1 sebagai sensor dan Transimpedansi Amplifier 2 sebagai refrensi.
(b) Transimpedansi Amplifier 1 sebagai refrensi dan Transimpedansi
50 Dari grafik di atas terdapat perbedaan dengan percobaan sebelumnya.
Pada serat optik sensor ketika mendapat tegangan tertinggi, terukur daya optik
sebesar sekitar -11 dBm, sedangkan untuk tegangan terrendahnya, nilai daya
optik yang terukur adalah sekitar -22 dBm. Dengan demikian nilai atenuasi
yang bisa diukur adalah sekitar -11 – (-22) = 11 dB. Sementara untuk nilai
daya optik pada serat optik refrensi adalah sekitar -22.5 dBm. [3]
Berikut hasil yang didapat dari pengujian rangkaian Fotokonduktif
Ganda:
Sinar Laser dengan panjang gelombang 1310 nm:
[image:67.595.90.514.165.587.2](a) (b)
Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran daya optik laser. (a) Fotokonduktif 1
sebagai sensor dan Fotokonduktif 2 sebagai refrensi. (b) Fotokonduktif 1
51 Pada grafik di atas dapat kita lihat nilai tegangan yang diambil adalah
dari mulai 8 volt hingga 1 volt. Pada tegangan 8 volt, nilai daya optik untuk
serat optik sensor yang terukur adalah sekitar -12.6 dBm, sedangkan pada
keadaan tegangan keluaran 1 volt, nilai daya optik pada serat optik sensor
yang terukur adalah sekitar -22.5 dBm. Dari sini dapat dianalisa bahwa dari
nilai tegangan output tertinggi hingga nilai tegangan 1 volt, nilai atenuasi
yang bisa diukur dengan menggunakan rangkaian ini adalah sekitar -12.6 –
(-22.5) = 9.9 dB. Sedangkan untuk serat optik refrensi, nilai daya optik
cenderung stabil pada nilai -12.5 dBm.
Sinar Laser dengan panjang gelombang 1610 nm.
[image:68.595.89.511.156.597.2](a) (b)
Gambar 4.6 Grafik hasil pengukuran daya optik laser. (a) Fotokonduktif 1
sebagai sensor dan Fotokonduktif 2 sebagai refrensi. (b) Fotokonduktif 1
52 Berbeda dengan hasil sebelumnya, ketika menggunakan laser dengan
panjang gelombang 1610 nm, ternyata nilai daya optik pada serat optik sensor
saat tegangan tertinggi yaitu sekitar -10.5 dBm, sedangkana untuk nilai daya
optik terrendahnya masih tetap sekitar -22.5 dBm. Sehingga nilai atenuasi
yang bisa diukur dengan menggunakan rangkaian pada panjang gelombang
tersebut adalah sekitar: -10.5 – (-22.5) = 12 dB. Sementara untuk serat optik
refrensi, nilai daya optik yang terukur mengalami perbedaan.
Dari pengujian atenuasi di atas, maka didapat nilai jangkauan atenuasi
untuk setiap rangkaian dan panjang sinar laser yang digunakan. Untuk
rangkaian Fotokonduktif Ganda, jangkauan atenuasi pada saat menggunakan
laser 1310 dan laser 1610 tidaklah jauh berbeda, namun pada penggunaan
sinar laser 1610. Sementara untuk rangkaian Transimpedansi Amplifier
Ganda, terdapat perbedaan nilai jangkauan atenuasi pada laser 1310 dan laser
1610. Berikut tabel yang menyajikan jangkauan atenuasi dari masing-masing
[image:69.595.90.518.149.637.2]rangkaian dengan laser yang berbeda:
53 4.3 Hasil Pengujian Kestabilan
Selanjutnya untuk pegujian kestabilan, data yang diambil adalah data
tegangan keluar dari tiap rangkaian serta dengan memvariasikan panjang
gelombang sinar laser yang digunakan pula. Pada pengujian ini, rangkaian
dibiarkan menyala selama 14 jam dan attenuator tidak dipergunakan.
Berikut hasil yang diperoleh dari pengujian kestabilan rangkaian
Transimpedansi Ganda:
[image:70.595.89.519.161.536.2](a) (b)
Gambar 4.7 Grafik kestabilan rangkaian Transimpedansi Ganda (a) pada laser
54 Pada grafik di atas dapat dilihat pula bahwa kestabilan rangkaian yang
baik yaitu ketika menggunakan sinar laser dengan panjang gelombang 1610
nm. Namun terjadi penurunan tegangan pula sekitar 0,2 volt.
Berikut hasil yang diperoleh dari pengujian kestabilan rangkaian
Fotokonduktif Ganda:
[image:71.595.91.513.176.547.2](a) (b)
Gambar 4.8 Grafik kestabilan rangkaian Fotokonduktif Ganda (a) pada laser
1310 nm (b) pada laser 1610 nm
Pada grafik di atas dapat terlihat jelas bahwa hasil kestabilan
rangkaian terlihat lebih bagus ketika menggunakan sinar laser dengan panjang
gelombang 1610 nm. Namun sayangnnya, masih terdapat penurunan tegangan
sebesar 0,25 volt. Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan kestabilan
tegangnan output terganggu. Bisa karena laser itu sendiri ataupun dari
rangkaian pengkondisi sinyalnya. Pada rangkaian fotokonduktif dengan
55 output diduga terjadi karena melemahnya batterai yang digunakan mengingat
bahwa pengujian kestabilan dilakukan dengan menjalankan sistem pada waktu
yang lama. Untuk ke depannya, mungkin tegangan bias untuk rangkaian
Fotokonduktif Ganda bisa digunakan sumber tegangnan yang berasal dari
listrik arus AC.
4.4 Hasil Perhitungan Noise
Perhitungan noise dilakukan dengan menggunakan data ke