• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Buku Informasi Kelainan Sinesthesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Buku Informasi Kelainan Sinesthesia"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PENELITIAN

PERANCANGAN BUKU INFORMASI KELAINAN

SINESTHESIA

Fakultas Desain dan Seni, Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipatiukur 112-114,

Bandung, 40132Jawa Barat - Indonesia www.unikom.ac.id

Yanuar Ghiffary

Program Studi Desain Komunikasi Visual, UniversitasKomputer Indonesia, JlSekeloa gang loa II no 101f Dipati Ukur

Bandung, 40135Jawa Barat - Indonesia. zipalanza@gmail.com

Abstrak

Sinesthesia ialah sebuah kelainan neurologi langka yang menyebabkan terjadinya persilangan persepsi antara indra yang satu dan yang lainya. Seperti halnya mendengar suara disertai melihat warna tertentu atau melihat warna disertai rasa yang timbul secara spontan.

Meskipun penelitian terhadap kasus sinesthesia ini sudah lama dilakukan, namun untuk di Indonesia sendiri, kelainan ini merupakan hal yang masih belum terbuka secara luas. Masyarakat luas maupun sinesthetis (seorang yang memilki kelainan sinesthesia) belum atau hanya mengetahui sedikit mengenai kelainan ini. Berdasarkan dari hal itulah, pembahasan mengenai kelainan sinesthesia ini dibuat. tujuan utama dari dibuatnya media informasi ini ialah untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai kelainan sinesthesia ini yang mana dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat itu sendiri.

Kata kunci: Sinesthetis , Informasi, Masyarakat

Abstract

Synesthesia is an rare neurologist disorder that caused cross wiring in perception between one sense with another. Like hearing sound with seeing specifically color or seeing color with tasting some flavor that really tasted in mouth which is happened spontaneously.

Even research about synesthesthesia case is already did since long time ago, but in Indonesia, this disorder is still unknown widely. General

people or even the synesthete (people who suffer from synesthesia) is not yet or just know a little bit for this disorder.

Based on that case, this design of media information about sinesthesia disorder, created. The main purpose of this media information, designed in order to inform people about this disorder and widen the people knowledge. Keywords : Synesthete ,Information, People. I. PENDAHULUAN

Neurologi atau ilmu yang mempelajari

tentang otak dan syaraf di bagian otak

belakangan ini menjadi sebuah sorotan bagi

dunia luas dikarenakan banyak ditemukan

kasus kasus yang berkaitan dengan penyakit

kejiwaan seperti halnya schizophrenia,

ADHD, dan penyakit atau kelainan syaraf

lainya. Salah satu dari sekian banyak

kelainan yang menyangkut ilmu neurologist

adalah sinesthesia.

Kelainan sinesthesia ialah suatu kondisi

dimana seseorang tersebut memiliki kelainan

(2)

persepsi seseorang tercampur. Melihat angka

disertai warna, mendengar musik disertai

warna, atau tekstur benda tertentu

menciptakan “rasa di lidah” yang berbeda.

Dan semua hal yang dirasakan pengidap

bukanlah merupakan imajinasi, tetapi

benar-benar dirasakan. Sinesthetis ialah sebutan

bagi seseorang pengidap kelainan sinesthesia

Meskipun akses internet saat ini sudah

terbilang baik dan luas, sehingga masyarakat

dapat mencari info mengenai kelainan

sinesthesia ini di internet mengenai wacana

atau pembahasan kelainan sinesthesia ini,

namun tetap tidak akan selengkap yang

dibahas di bidang ilmu neurologi. Sekalipun

banyak sumber literatur yang lebih lengkap,

literature tersebut tersaji dalam bahasa

inggris, dan masyarakat akan sedikit

mengalami kendala ketika akan menyerap

informasi tersebut.

Dengan terbatasnya sumber pengetahuan

mengenai kelainan sinesthesia yang tentu

masyarakat akan sangat kesulitan untuk

mendapatkan informasi yang jelas mengenai

adanya kelainan ini. Sedangkan disisi yang

lain, ketidaktahuan baik masyarakat maupun

sinesthetis akan kelainan sinesthesia inilah

yang justru dapat menghambat

bertambahnya pengetahuan mengenai

kelainan sinesthesia ini.

2. PEMBAHASAN

II.1 Sinesthesia Dan Pandangan Masyarakat

Cytowic (2002) menjelaskan sinesthesia

ialah kelainan Neurologist yang sehingga

menyebabkan pengidapnya mengalami

kondisi dimana persepsi seseorang

tercampur. Hal ini memberikan penjelasan

bahwa seorang yang memiliki kelainan

sinesthesia, memiliki pengalaman abstrak

yang orang lain tak pernah bayangkan.

Respon terhadap persepsi seorang yang

memiliki kelainan sinesthesia bisa dikatakan

sangat rumit dan bahkan sulit untuk

dipahami bagi kebanyakan orang.

Kelainan ini pada awalnya sempat menjadi

kontroversi dimana pengidap, dianggap

memiliki gangguan kejiwaan, schizofrenia, ataupun dianggap mencari perhatian.Seperti

yang terjadi pada kasus sinesthesia yang

ditemukan secara tidak sengaja, pada tahun

1979 oleh Dr.Cytowic. Ketika makan malam

bersama seorang temannya, ia mendengar

komentar, rasa ayamnya kurang banyak

titiknya. Sebagai seorang dokter ahli saraf,

Cytowic langsung bereaksi, dengan

menanyai lebih jauh temannya tersebut.

Dengan malu-malu, temannya mengakui, ia

memiliki persepsi bentuk pada rasa

makanan. Misalnya saja, ayam yang enak

rasanya bentuknya terdiri dari banyak titik.

Temannya juga mengeluh, banyak yang

menyangka ia gila atau kecanduan narkoba,

karena persepsinya yang tidak lazim itu.

Ketika ditanyai lebih lanjut, temannya

mengatakan ia merasakan persepsi bentuk

dari rasa dimanapun ia makan. Ternyata

kelainan itu sudah diidapnya sejak lahir.

Temannya juga mengeluh, tidak ada satupun

dokter menganggap fenomena itu sebagai

(3)

Seperti yang diutarakan Cytowic (2002),

Sensasi dari huruf “J” ialah se-berkilau

seperti warna magenta, nomor “5” berwarna

hijau zamrud, mendengar dan merasakan

suara seorang suami (atau istri) yang sedang

berbicara seperti emas berwarna kecoklatan

yang dilapisi mentega. Ini menunjukan

bahwa seorang yang memiliki kelainan

sinesthesia memiliki persepsi yang

tercampur ketika merespon sesuatu. Persepsi

yang tercampur tersebut menghasilkan

persepsi baru yang lahir menjadi sesuatu

persepsi yang sangat asing, dikarenakan

persepsi yang diketahui tentang sesuatu hal

yang biasanya telah disepakati akan suatu

berbentuk, rasa, imaji apapun, malah akan

menjadi abstrak ketika diolah oleh persepsi

seorang yang memiliki sinesthesia.

Menurut Yunita (2014), di Indonesia sendiri,

kasus sinesthesia ini sejatinya belum banyak

ditemukan sehingga penelitian mengenai

kasus kasus sinesthesia ini masih sangat

jarang, namun menurut penelitian yang

dilakukan Cytowic (2002) di Massachusets,

Amerika Serikat, bahwa kelainan neuroligist yang disebut sinesthesia ini ada dan sedang

dilakukan penelitian lebih lanjut. Ini

mengindikasikan bahwa sebenarnya kasus

sinesthesia sendiri meskipun belum banyak

mendapatkan sorotan lebih di kalangan

penduduk Indonesia, namun secara tidak

disadari, ternyata kelainan sinesthesia itu ada

dan sedang dilakukan untuk penelitian yang

lebih lanjut. Besar kemungkinan apabila

penelitian ini mendapat perhatian khusus di

Indonesia, orang-orang yang mengidap

kelainan sinesthesia ini akan mengetahui

kelainan sinesthesianya sendiri.

2.3 Objek Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah,

objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah

kalangan umum. Dikarenakan sinesthesia

ialah sebuah kelainan yang masih baru

terdengar di masyarakat umum. Berawal dari

hal inilah mengapa pengetahuan mengenai

kelainan sinesthesia ini perlu mendapatkan

perhatian, sekalipun kasus terhadap

sinesthesia ini belum terangkat ke

permukaan, dikarenakan tidak adanya

pengetehuan sama sekali terhadap kelainan

sinesthesia yang diidap oleh sinesthetis

maupun oleh remaja normal pada umumnya.

Selain itu, objek yang diteliti, hanya akan

dilakukan pada maysarakat di kota bandung

untuk membatasi ruang penelitian. Kuisioner

yang digunakan diperuntukan bagi 50

responden yang semuanya terdiri dari

kalangan anak muda di kota Bandung.

2.4 Solusi

Berangkat dari ketidaktahuan sinesthetis dan

masyarakat serta minimnya media informasi,

mengenai kelainan sinesthesia yang

dikhawatirkan timbulnya perbedaan persepsi

atas respon sinesthesia, maka dengan itu

perlu dibuat sebuah media informasi yang

bertujuan untuk memberikan pengetahauan

akan kelainan sinesthesia dengan tujuan

akhir, masyarakat dapat dengan mudah

mendapat informasi lengkap mengenai

kelainan sinesthesia dan lebih jauh lagi,

ketika kasus sinesthesia ini sudah muncul ke

permukaan, masyarakat dapat menerima dan

memberi ruang terhadap kehadiran

(4)

2.5 Target Audiens

• Demografis

Secara demografis, target audiens yang

ditentukan dalam penelitian ini ialah

remaja laki-laki maupun perempuan

yang berusia dalam rentan 17 sampai 19

tahun. • Geografis

Secara geografis, target audience yang

ditentukan dalam penelitian ini ialah

masyarakat berada di kota Bandung.

Dikarenakan sinesthesia ialah kelainan

yang erat kaitanya dengan persepsi, dan

persepsi dapat dipahami dengan jelas

minmal dengan pengucapan secara

verbal yang jelas pula, sehingga pada

usia ini, dapat lebih mudah untuk

mengutarakan persepsinya. Bermukim

di sekitaran pusat kota Bandung

maupun pinggiran kota Bandung. • Psikografis

Bila ditinjau secara psikografis, target

audiens senang berkelompok, sangat

penasaran dan tertarik dengan hal baru,

terutama yang berkaitan dengan

keunikan atau kepribadian dikarenakan

proses kedewasaan dan pencarian

jatidiri, maupun hanya sekedar untuk

membayar rasa penasaran akan hal baru

yang ditemukan dikarenakan sinesthesia

ialah kelainan neurologis yang memiliki

sangkut paut dengan kepribadian dan

persepsi yang unik dan tidak biasa.

Selain itu, dikarenakan target audiens

masih dalam fase pendidikan, maka

membaca ialah suatu kegiatan yang

pasti akan sangat rutin dilakukan • Behaviour

Target audience yang ada dalam

penelitian ini dikarenakan merupakan

pengguna internet aktif, dapat

dipastikan kegiatan online dalam

pencarian data ataupun informasi

sangatlah sering dilakukan. Baik untuk

tujuan pendidikan, hiburan, sosialisasi,

maupun komersil. Namun sumber

informasi yang biasa diakses di internet,

pada umumnya masih copy - paste, maka konten yang dihadirkan biasanya

hanya berisi hal yang sama, tidak ada

pembahasan yang sangat lanjut.

3. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1 Strategi Perancangan

3.1.1 Tujuan Komunikasi

Tujuan utama dari dibuatnya perancangan

informasi buku pengetahuan mengenai

kelainan sinesthesia ini ialah untuk

kemudian menginformasikan kepada

masyarakat mengenai kelainan sinesthesia

ini sekaligus dapat menambah khazanah

ilmu pengetahuan bagi masyarakat

khususnya dalam bidang ilmu neurologist

maupun secara psikologis.

3.1.2 Pendekatan Komunikasi

3.1.2.1 Pendekatan Visual

Dalam pendekatan visual, figur figur

pengilustrasian yang nantinya akan

digunakan untuk menggambarkan kelainan

sinesthesia ini, konsep awal ialah dengan

menggabungkan dua buah gambar atau

objek menjadi sebuah figure ilustratif baru

yang sedikitnya dapat menggambarkan apa

(5)

Selain itu, dikarenakan sinethesia ialah

merupakan penggabungan dari dua persepsi

yang menghasilkan persepsi baru, maka

penggambaran figure yang dihasilkan dari

penggabungan dua buah gambar tersebut

ialah hal yang sedikitnya memiliki kesamaan

konsep dasar.

3.1.2.2 Pendekatan Verbal

Dalam menyampaikan informasi mengenai

kelaianan sinesthesia, bahasa yang

digunakan yaitu bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional dikarenakan target audiens

ialah masyarakat indonesia dan sedikit

bahasa inggris untuk beberapa istilah.

Bahasa Indonesia digunakan untuk

menyapaikan pesan agar lebih efektif dan

dimengerti. Sedangkan beberapa kata yang

berasal dari bahasa inggris, ini disesuaikan

dengan pergaulan masa kini yang semakin

hari, sudah semakin akrab dikarenakan

globalisasi dari internet, begitupula

teknologi smartphone.

3.1.3 Strategi Kreatif

3.1.3.1 Copywriting

Dalam buku pengetahuan ini, copywriting

untuk judul buku ini ialah “Selami Dunia

Penuh Warna, Sinesthesia”. Copywriting ini

dipilih dengan maksud untuk menginfluence

audiens dengan pengalaman pegalaman

penuh warna dari sinesthesia itu sendiri.

Selain itu, kata ‘sinesthesia’ dalam judul

buku ini dilakukan pembesaran font dengan

maksud menarik focus dan rasa penasaran

audiens terhadap kata “sinesthesia” itu

sendiri yang nantinya rasa penasaran

tersebut akan menuntun audiens untuk

membaca buku ini dikarenakan kata

‘sinesthesia’ itu merupakan sebuah kata

yang unusual atau tidak biasa dan bahkan mungkin hanya diketahui oleh beberapa

kalangan saja.

3.1.4 Strategi Media • Media utama

Menurut Tarigan & Tarigan (2010),

buku teks merupakan buku yang dipakai

untuk mempelajari atau mendalami

suatu subjek pengetahuan dan ilmu serta

teknologi atau suatu bidang studi

sehingga mengandung penyajian

asas-asas tentang subjek tersebut, termasuk

karya kepanditiaan (scj\holarly, literary)

terkait subjek yang bersangkutan.

Media utama yang dipakai ialah buku.

Buku merupakan sebuah media

informasi yang sangat tepat untuk

menyampaikan suatu pembahasan yang

memerlukan informasi yang rinci

terhadap suatu subjek. Selain itu,

dikarenakan media buku, merupakan

sebuah sumber referensi yang kontenya

merupakan hasil dari suatu penelitian

atau pun rujukan, maka buku dapat

dikatakan sebuah sumber referensi yang

sangat terpercaya terutama apabila akan

membuat sebuah karya tulis. Lebih jauh

lagi, buku adalah benda nyata yang

dapat di arsipkan dan dapat diterbitkan

ulang tanpa perlu akses tertentu seperti

web yang membutuhkan internet untuk

membacanya.

(6)

Poster

Poster merupakan sebuah media

penyebaran informasi yang paling

umum dan cukup efisien dalam

mendukung penginformasian media

utama dikarenakan poster merupakan

sebuah media luar ruang yang dapat

ditempelkan dimana saja. Selain itu,

poster merupakan sebuah media yang

dimana dapat menjadi sebuah teaser

untuk menarik audiens menuju media

utama

Xbanner

Xbanner ialah media ruang luar maupun

dalam yang biasanya digunakan sebagai

penanda bahwa suatu event sedang

berlangsung. Dan xbanner ini digunakan

dengan tujuan bahwa buku telah ada

dan siap untuk event launching

• Gimmick

Sticker

Selain poster, media sticker ialah suatu

media yang sangat fleksibel untuk

menjadi reminder bagi media utama. Ini

dikarenakan sticker dapat menjadi

media ruang luar maupun dalam.

Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan sesuatu yang

tidak dapat lepas dari pembatas buku. Media

ini sangat membantu audiens ketika hendak

berhenti membaca media utama dan dilanjut

dikemudian waktu.

CD sampel music karya seorang sinesthetis

Untuk dapat membuktikan bahwa kelainan

sinesthetis itu nyata, penulis hendak

menyertakan sebuah sample karya music

milik seorang sinesthetis yang

menerjemahkan respon sinesthesianya

kedalam sebuah lagu instrument semi

Electronic-Ambient sebagai media gimmick bagi audiens.

3.2 Konsep Visual

3.2.1 Format Desain

Buku merupakan media utama dalam

perancangan informasi kelainan sinesthesia

ini. Format desain yang akan dipakai ialah

square, ini dimaksudkan untuk mengikuti trend saat ini yang lebih cenderung square . Menurut Gibson (2011), format square dapat

merepresentasikan kesan sederhana, halus

serta terfokus. Inilah yang menjadikan

alasan mengapa buku ini dibuat dengan

format square daripada landscape ataupun

portrait dikarenakan penekanan terhadap

materi membutuhkan focus yang tetap

terjaga dikarenakan materi buku yang dapat

dikatakan cukup berat. Media buku akan

berukuran 17cm x 17cm dengan format jilid

hardcover, serta jumlah total halaman ialah

74 halaman konten ditambah cover dan back cover.

3.2.2 Tata Letak (Layout)

Konsep layouting dari buku ini

menggunakan layouting gaya Circus. Menurut Nuraeni (2008) Circus Layout adalah penyajian iklan yang tata letaknya

tidak mengacu pada aturan baku bahkan

komposisi visual, teks dan susunanya tidak

beraturan. Suatu hal yang mendasar,

mengapa konsep dari layot ini menggunakan

(7)

dengan persepsi sinesthesia yang statis atau

tidak pernah berhenti layaknya ketika

sinesthetis mempersepsi terhadap suatu

objek, akan berubah ubah sesuai dengan

objek yang di persepsi.

Selain itu, dalam konsep layouting buku ini,

diperhatikan juga partiture dalam setiap halamanya, hal ini untuk menjaga mood dari

pembaca agar tidak terkesan monotone. Seperti dalam beberapa halaman, akan

disampaikan banyak text, namun pada

halaman berikutnya, ilustrasi akan

ditampilkan lebih dominan sehingga text

yang dibaca dapat dicerna terlebih dahulu

tanpa terus ditumpuk dengan informasi yang

akan disampaikan dihalaman berikutnya.

3.2.3 Huruf

Font yang digunakan memiliki tiga jenis • Presa Antipixel 14pt

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890

Font ini digunakan sebagai font utama

dan headline, juga digunakan sebagai

judul yang digunakan di sampul buku

ini. Font ini memiliki aksen seakan

terputus dan hilang, muncul dan

tenggelam, ini selaras dengan persepsi

sinesthesia yang kabur dan abstrak.

Susah untuk digambarkan secara realis.

Kemudian, ketebalan stroke yang

bervariant (tebal dan tipis) seakan

memberikan kesan dua buah persepsi

yang membentuk suatu kesatuan

persepsi.

• Presa Ultralight 14pt

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

Font ini digunakan sebagai font dalam

headline, juga digunakan sebagai

copywrite yang digunakan di sampul

buku ini. Sama halnya dengan font yang

digunakan sebagai font utama

dikarenakan masih dalam satu keluarga

hanya saja font ini lebih tipis sehingga

cocok untuk menopang font utama

sebagai copywrite maupun headline

setiap bab.

• Tw Cen MT 12pt

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890

Font ini digunakan sebagai body text di

dalama media buku. Kesan yang

ditimbulkan dari font berjenis sans-serif

ini, memberikan kesan yang santaidan

lebih ramah serta memiliki keterbacaan

yang jelas.

3.2.4 Ilustrasi

3.2.4.1 Ilustrasi utama

Untuk bagian pengilustrasian utama,

didalam buku ini akan menggunakan aliran

fotografi fine art dengan metode editing, double-expossure.

Definisi fotografi fine art menurut Anne

Darling (2015), Ialah suatu aliran fotografi

kompleks yang dimana biasanya dipakai

oleh para fotografer fine art untuk

mengutarakan keinginanya sekaligus

mengimajikanya secara universal.

Sedangkan menurut Cendrawan (2014),

(8)

• Sesuatu yang abstrak dan simbolis /

konsep yang dimana, hal yang sangat

dipentingkan oleh fotografer Fine Art adalah makna di balik apa yang didalam

foto.

Contoh: Payung sebagai simbol

pelindung. Angsa sebagai lambang

romantis. Kursi sebagai lambang santai,

rileks. Lonely tree melambangkan

kesendirian/isolasi.

• Mengunakan efek khusus, properti dan

editing

Membangkitkan perasaan tertentu

merupakan tujuan dari fotografer Fine Art, maka itu tidak sedikit efek khusus seperti lighting, asap, air, kostum,

make-up, editing. Tujuannya adalah

untuk mendramatisir suasana dan

membangkitkan mood/emosi audiens.

Kemudian, definisi dari metode double-exposure menurut meyer (2013) ialah portrait fotografi sederhana yang

digabungkan / ditumpuk dari dua buah

gambar dengan tujuan memberikan

kedalaman ruang. pada awalnya, teknik

fotografi ini merupakan sebuah kesalahan

dalam pengambilan gambar film. Namun

dengan dasar seni dan estetika, teknik ini

kemudian diklaim oleh fotografer seperti

Sarah Moon untuk menyatukan dua gambar

dalam satu gambar.

Dalam hal ini, ada keterkaitan secara tidak

tampak antara Fine Art, Double Expossure dan kelainan sinesthesia, dimana pada

awalnya, Double Expossure ialah merupakan kesalah fungsi kamera,

sedangakan sinesthesia merupaka kesalahan

fungsi syaraf di otak. selain itu, gambar yang

dihasilkan ialah seperti memberikan

kedalaman ruang pada objek utama. terdapat

dua buah gambar berbeda yang digabungkan

menjadi satu sehingga kemudian

menghasilakan satu gambar yang baru.

Seperti halnya sinesthesia yang

menghasilkan suatu persepsi unik yang

berdasarkan pada penggabungan dua buah

persepsi yang direspon oleh syaraf di otak.

Dengan dasar filososfi inilah, mengapa

teknik Double Expossure dipakai dalam penggambaran ilustrasi kelainan sinesthesia

ini, disamping untuk tujuan estetik. Dan

dengan fotografi Fine Art, konteks dimana hal yang biasanya setiap objek foto yang

tidak biasa menjadi terkait karena fotografi

Fine Art berupa simbolik dan mengandung makna didalamnya, seperti halnya

penggambaran kelainan sinesthesia melalui

teknik editing Double Expossure.

Semua pengilustrasian Double Expossure dalam buku ini menggunakan representasi

nyata dari suatu penggambaran umum

sinesthesia menurut jenisnya.

Alasan mengapa penggunaan elemen

background dalam double exposure ini

menggunakan foto realis, ialah dikarenakan

agar pembaca sedikitnya memahami,

bagaimana representasi suasana tenang

tersebut secara umum dan nyata, sehingga

bukanlah penggambaran abstrak yang

menimbulkan sensasi tenang, mengingat

bahasan yang dibahas dalam buku ini ialah

penyederhanaan materi dari kasus yang lebih

kompleks. Meskipun pada kenyataanya,

(9)

abstrak dan sulit untuk digambarkan dalam

ilustrasi sederhana.

Selain itu, penggunaan foto realis sebagai

elemen background dalam ilustrasi double

exposure ini tidak lepas dari nilai estetika

dari konsep Double Expossure itu sendiri. Karena karya foto Double Expossure ini merupakan penggabungan dari dua objek

foto realis namun hasil yang ditimbulkan

dari karya karya double exposure itu sendiri

lah yang menimbulkan kesan abstrak dan

sureal, dikarenakan keluar dari nilai nilai

realis.

3.2.4.2 Ilustrasi Cover

Untuk ilustrasi cover, konsep dasar dari

cover buku ini ialah “Universal Mind”. Yaitu dimana sebuah dasar pemikiran yang

sederhana, kemudian dikembangkan menjadi

pemikiran pemikiran lain yang luas. Sama

halnya ketika sinesthetis mempersepsi satu

hal, kemudian kesinesthesiaanya akan

mempersepsikan sesuatu tersebut secara luas

sehingga timbul persepsi baru

Dalam konsep Universal Mind ini, penggambaran yang digunakan dalam

ilustrasi cover ialah pohon. Dikarenakan

pohon hanya memiliki satu batang kemudian

memiliki cabang-cabang, dan ranting serta

daun daun yang kemudian menjadikan

pohon tersebut terlihat rimbun. Ini kemudian

menjadikan penganalogian pohon, sebagai

sesuatu yang digambarkan sebagai peluasan

suatu persepsi.

Sedangkan untuk ornamen daun yang

berbentuk lingkaran dan segitiga, ini

diadaptasi dari hasil penelitian Heinrich

Klüver mengenai penggambaran umum

sinesthetis.

3.5 Warna

Dikarenakan konsep utama dari buku ini

ialah penggambaran sinesthesia yang

memiliki visualisasi banyak warna, maka

untuk warna digunakan banyak warna clash namun tetap diimbangi dengan warna

background yang cenderung meredam warna

yang bertabrakan tersebut, sehingga tetap

memiliki kesan harmonis.

4. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA

4.1 Pra Produksi

Pada bab ini dibahas mengenai bagaimana

tahapan tahapan perancangan buku

pengetahuan dibuat. Sebelum memasuki

tahap produksi, tahap pertama yang perlu

dilalui dalam perancangan visual iaalah :

• Konsep

Konsep yang yang dipakai dalam buku

ini ialah minimalis namun dengan

ilustrasi yang maksimalis. Hal ini

dikarenakan bahwa seluruh gagasan dan

bahasan yang ada didalam buku ini

ialah penyederhanaan dari konten yang

lebih kompleks, sehingga diharapkan

dengan ini, audiens tidak akan terlalu

dipusingkan dengan bahasan berat

dikarenakan pemvisualisasian dan

layouting akan dibuat sedemikan rupa,

berikut dalam buku ini, pengilustrasian

double exposure dipakai sebagi alat

(10)

memberikan sedikitnya gambaran

mengenai kelainan ini. • Sketsa

Sketsa dipakai sebagai acuan bagaimana

nantinya buku ini akan di digitalkan.

Hal ini bertujuan agar pada saat

perancangan seluruh elemen buku, tidak

melenceng kearah yang tidak

seharusnya.

• Pengolahan ilustrasi

Dalam tahap ini, akan dijelaskan

bagaimana tahap pengumpulan asset

seperti pengambilan gambar untuk

ilustrasi, editing, hingga layouting buku. • Finishing

Pada tahap ini, akhirnya buku siap

untuk di produksi secara massal beserta

dengan gimmick dan media pendukung

yang akan digunakan.

4.2 Produksi

Teknis : Foto Studio

Kamera : Canon EOS 600D

Lensa : EFS 18-55mm IS II Kit

Lighting : Tronic

Model :

• Alko Angelica Kiki Xrusovalantw • Annisa Nurjannah

• David Maru

• Diana ‘Trace’ N Hari • Muhammad Faisal.

Pengambilan gambar menggunakan kamera

EOS 600D dengan lensa kit 18-55 mm

standar. Dikarenakan pengambilan gambar

merupakan portraiture standar, maka lensa

ini sudah lebih dari cukup dikarenakan lensa

ini sangat cocok untuk pengambilan portrait

atau pun landscape. SD Card Transcend 16

GB class 10 digunakan untuk media

penyimpanan dan transfer gambar. Selain itu

untuk review hasil photo sekaligus

pemilihan foto dan editing, digunakan laptop

Acer AspireE1-470G. Sedangkan untuk

editing dan layouting software yang digunakan ialah Adobe Photoshop CS6 dan

Adobe Illustrator CS6.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan kajian tentang pengenalan

kelainan sinesthesia terhadap masyarakat ini,

penulis memiliki harapan agar khalayak

sasaran dalam hal ini adalah masyarakat di

kota Bandung dapat menambah khazanah

ilmu pengetahuan mengenai kelainan ini.

Selain itu, diharapkan masyarakat dapat

mengetahui kelainan ini sebagai sebuah

fakta yang terjadi di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cytowic, Richard E. Synesthesia: A Union of the Senses (2nd edition), MIT Press, Cambridge, Massachusetts,

2002

Cytowic, Richard E; Eagleman, David M.

Wednesday is Indigo Blue: Discovering the Brain of Synesthesia (with an afterword by Dmitri Nabokov). Cambridge, Massachusetts. 2009

Web

Anne, Darling.“A definition of fine art photography”,

(11)

y.com/a-definition-of-fine-art-photography.html, [30 Desember 2015]

Anwar, Bbang. “Apakah anda SYNAESTHESIA ?”,

http://choirulanwar.info/apakah-anda-synaesthesia.php [12 November 2014]

Cendrawan, Tandika.“Fine Art

Photography”

Elviana, Myla.“ Penyakit Genetis”,

http://penyakitgenetik.blogspot.com

/ [12 November 2014]

Ferdyansyah, Ferry. “kemampuan melihat suara itu nyata”.

http://ferydyan.blogspot.com/2014/ 06/kemampuan-melihat-suara-itu-nyata.html [12 November 2014] Gibson, Andrew. “Square-The Digital

Photographer’s Guide”..

https://www.ephotozine.com/article /understanding-square-format-18005

[13 January 2016]

Gupta, ankush. “10 disadvantages to synesthesia”.

http://listsbuzz.com/10-disadvantages-to-synesthesia/ [9 desember 201].

Laely, Cahya. “Pengertian Buku Teks

Menurut Beberapa Ahli”,

http://zeelaeli.blogspot.co.id/2013/ 03/pengertian-buku-teks-menurut-beberapa.html [30 Desember 2015] Meyer, Jeff. “Double-Exposure

Photography : How When And Why You’d Want To Turn Two Images Into One“,

http://www.digitalcameraworld.co m/2013/05/30/double-exposure- photography-how-when-and-why- youd-want-to-turn-two-images-into-one/ [21 Desember 2015] Nuraeni, Nani. Jenis Layout Iklan Cetak”,

http://pengantarperiklanan.blogspot

.co.id/2008/03/jenis-lay-out-iklan-cetak.html [13 Januari 2016]

Wannerton, James. “synaesthesia”, http://www.uksynaesthesia.com/, [12 November 2014].

Riwayat Hidup

Yanuar Ghiffary lahir di Subang pada

tanggal 9 januari 1993. Memiliki

ketertarikan di dunia seni dan desain

semenjak berusia 16 tahun dan penulis

menamatkan gelar S1 di Universitas

Komputer Indonesia Bandung, dengan

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Neurologi atau ilmu yang mempelajari tentang otak dan syaraf di bagian otak belakangan ini menjadi sebuah sorotan bagi dunia luas dikarenakan banyak ditemukan kasus kasus yang berkaitan dengan penyakit kejiwaan seperti halnya schizophrenia, ADHD, dan penyakit atau kelainan syaraf lainya. Salah satu dari sekian banyak kelainan yang menyangkut ilmu neurologist adalah sinesthesia.

Kelainan sinesthesia ialah suatu kondisi dimana seseorang tersebut memiliki kelainan Neurologist sehingga menyebabkan pengidapnya mengalami kondisi dimana persepsi seseorang tercampur. Melihat angka disertai warna, mendengar musik disertai warna, atau tekstur benda tertentu menciptakan “rasa di lidah” yang berbeda. Dan semua hal yang dirasakan pengidap bukanlah merupakan imajinasi, tetapi benar-benar dirasakan. Sinesthetis ialah sebutan bagi seseorang pengidap kelainan sinesthesia

Idealnya, kondisi sinesthesia ini tidak akan menjadi sebuah masalah selama berada pada ruang lingkup pribadi. Namun masalah akan muncul ketika sinesthetis berada di ruang lingkup sosial. Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa kelainan sinesthetis ini ialah suatu hal yang dianggap sangat aneh, dikarenakan persepsi yang dilontarkan oleh sorang sinesthetis sangatlah jauh berbeda dengan persepsi ruang lingkup sosial pada umumnya.

(13)

Dengan terbatasnya sumber pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia yang tentu masyarakat akan sangat kesulitan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai adanya kelainan ini. Sedangkan disisi yang lain, ketidaktahuan baik masyarakat maupun sinesthetis akan kelainan sinesthesia inilah yang justru dapat menghambat bertambahnya pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini.

I.2 Identifikasi Masalah

Melihat semua hal yang melatarbelakangi Kelainan Sinesthesia sebagai kondisi kelainan Neurologist maka ditarik beberapa masalah dengan berdasarkan pada :

• Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kelainan sinesthesia.

• Sulitnya mendapat informasi yang jelas dan lengkap, mengenai kelainan sinesthesia yang berada di bidang neurologi

• Literatur yang lebih lengkap tersedia dalam bahasa asing.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang, maka dengan ini, bagaimana agar masyarkat mengetahui dan menyadari bahwa kelainan sinesthesia itu merupakan sebuah fakta yang terjadi di lingkungan sosial.

I.4 Batasan Masalah

Agar dalam pada penelitian lebih terarah pada permasalahan yang ada, maka, batasan masalah hanya akan dibahas mengenai penginformasian pengetahuan kelainan sinesthesia terhadap masyarakat.

I.5 Tujuan Perancangan

• Masyarakat mengetahui tentang kelainan sinesthesia

• Menambah khazanah ilmu pengetahuan masyarakat tentang kelainan sinesthesia

(14)

BAB II

PEMAHAMAN MASYARAKAT MENGENAI SINESTHESIA.

II.1Kelainan Genetik

Kelainan genetik ialah suatu kondisi yang disebabkan oleh satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis (Myla, 2011). Dalam hal ini, kata kelainan merujuk pada sebuah kondisi anomali yang dimana apabila dilihat secara tampak, berpengaruh terhadap kelangsungan hidup seseorang yang memiliki kelainan baik itu secara prilaku, maupun fisik. Karena hal yang berkaitan dengan kelainan, dapat dipastikan bahwa hal itu bukanlah sebuah hal yang dapat dikatakan normal.

II.2 Penyebab Kelainan Genetik

Terdapat beberapa penyebab kelainan genetik yang menurut Myla (2011) dijabarkan, sebagai berikut:

• Ketidaknormalan jumlah kromosom • Mutasi gen yang berulang

• Gen rusak yang diturunkan oleh orang tua.

Dalam kasus sinesthesia, kelainan genetik bisa menjadi salah satu kelainan yang dapat diwariskan oleh genetik sebelumnya yang kemudian diturunkan terhadap genetik dari keturunan selanjutnya. Apabila seseorang memiliki kelainan neurologist semenjak saat dilahirkan, tidak menutup kemungkinan bahwa kelainan neurologisnya itu dapat menurun melalui gen sebelumnya baik itu secara mutasi gen, ataupun memang rusaknya jalur gen sebelumnya. Inilah hal yang mendukung kasus dimana sinesthesia itu dapat menurun secara gen.

II.3 Sinesthesia Dan Pandangan Masyarakat

(15)

Respon terhadap persepsi seorang yang memiliki kelainan sinesthesia bisa dikatakan sangat rumit dan bahkan sulit untuk dipahami bagi kebanyakan orang.

Kelainan ini pada awalnya sempat menjadi kontroversi dimana pengidap, dianggap memiliki gangguan kejiwaan, schizofrenia, ataupun dianggap mencari perhatian.Seperti yang terjadi pada kasus sinesthesia yang ditemukan secara tidak sengaja, pada tahun 1979 oleh Dr.Cytowic. Ketika makan malam bersama seorang temannya, ia mendengar komentar, rasa ayamnya kurang banyak titiknya. Sebagai seorang dokter ahli saraf, Cytowic langsung bereaksi, dengan menanyai lebih jauh temannya tersebut. Dengan malu-malu, temannya mengakui, ia memiliki persepsi bentuk pada rasa makanan. Misalnya saja, ayam yang enak rasanya bentuknya terdiri dari banyak titik. Temannya juga mengeluh, banyak yang menyangka ia gila atau kecanduan narkoba, karena persepsinya yang tidak lazim itu. Ketika ditanyai lebih lanjut, temannya mengatakan ia merasakan persepsi bentuk dari rasa dimanapun ia makan. Ternyata kelainan itu sudah diidapnya sejak lahir. Temannya juga mengeluh, tidak ada satupun dokter menganggap fenomena itu sebagai penyakit.

Seperti yang diutarakan Cytowic (2002), Sensasi dari huruf “J” ialah se-berkilau seperti warna magenta, nomor “5” berwarna hijau zamrud, mendengar dan merasakan suara seorang suami (atau istri) yang sedang berbicara seperti emas berwarna kecoklatan yang dilapisi mentega. Ini menunjukan bahwa seorang yang memiliki kelainan sinesthesia memiliki persepsi yang tercampur ketika merespon sesuatu. Persepsi yang tercampur tersebut menghasilkan persepsi baru yang lahir menjadi sesuatu persepsi yang sangat asing, dikarenakan persepsi yang diketahui tentang sesuatu hal yang biasanya telah disepakati akan suatu berbentuk, rasa, imaji apapun, malah akan menjadi abstrak ketika diolah oleh persepsi seorang yang memiliki sinesthesia.

(16)

Massachusets, Amerika Serikat, bahwa kelainan neuroligist yang disebut sinesthesia ini ada dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut. Ini mengindikasikan bahwa sebenarnya kasus sinesthesia sendiri meskipun belum banyak mendapatkan sorotan lebih di kalangan penduduk Indonesia, namun secara tidak disadari, ternyata kelainan sinesthesia itu ada dan sedang dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut. Besar kemungkinan apabila penelitian ini mendapat perhatian khusus di Indonesia, orang-orang yang mengidap kelainan sinesthesia ini akan mengetahui kelainan sinesthesianya sendiri.

II.4 Jenis – Jenis Sinesthesia

Menurut Ferdyansyah (2014) Synesthesia memiliki berbagai macam bentuk. Karena merupakan “kombinasi” antara dua (atau lebih) macam indera, Namun, ada beberapa bentuk Synesthesia yang lebih umum

a.Grapheme-Color

Jenis Ini adalah salah satu bentuk Sinesthesia yang paling umum. Sinesthetis yang mengalami Sinesthesia jenis ini akan mengasosiasikan atau sering melihat huruf-huruf dan angka-angka sebagai warna tertentu. Meski kadang antar sinesthetis ‘melihat’ warna yang berbeda, tetapi penelitian menunjukkan kalau sebagian besar Sinesthetis akan melihat warna yang kebanyakan hampir sama. Misal, huruf “A” rata - rata akan berwarna merah.Jadi,huruf A sampai Z dan angka 0 sampai 9 memiliki warnanya masiing-masing, sekalipun huruf-huruf itu ditulis dengan satu warna, misalnya dengan bolpen hitam.

b.Sound-to-Color (Chromesthesia)

(17)

c. Number-Form

Pemilik Sinesthesia tipe ini akan melihat semacam “peta” angka yang muncul secara otomatis dan tanpa disengaja, kapanpun ketika berpikir tentang angka. Ada yang mengatakan bahwa Synesthesia jenis ini diakibatkan dari “cross-activation” antar area di dalam ‘parietal lobe’ (bagian otak yang terlibat dalam pemahaman numerik dan spasial).

d. Auditory-Tactile

Sinesthesia jenis Ini adalah salah satu bentuk Sinesthesia yang langka dimana para sinesthetis jenis ini akan merasakan bahwa suara-suara tertentu akan memberikan reaksi fisik pada bagian-bagian tubuh.

e.Mirror-Touch

Sinesthesia jenis ini pun merupakan bentuk sinesthesia yang langka, dimana seseorang akan mengalami sensasi fisik yang sama seperti yang orang lain rasakan. Misalnya, ketika seseorang synesthetis melihat seseorang ditepuk bahunya, maka dia juga akan merasa ditepuk bahunya (secara involunter). Orang-orang dengan Synesthesia jenis ini dikatakan memiliki tingkat empati yang lebih besar dari kebanyakan orang lainnya.

f. Lexical-Gustatory

(18)

Dalam uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengidap kelainan sinesthesia memiliki jenis sinesthesianya sendiri. Meskipun pengidap memiliki jenis sinesthesianya sendiri, namun itu tidak berarti bahwa seorang tersebut tidak selalu memiliki satu jenis sinesthesia, namun dalam kasus lain, seorang pengidap sinesthesia bisa memilliki beberapa jenis sinesthesia dalam satu kelainanya. Meskipun hal ini belum dapat dipastikan dengan sangat rinci di dikarenakan penelitian akan kelainan sinesthesia ini, belakangan di indonesia masih belum banyak dilakukan berikut tidak semua orang dapat mendeteksi ke-sinesthesianya itu sendiri bahkan seorang sinesthetis itu pun sendiri.

II.5 Pengertian Sinesthetis

Sinesthetis ialah seseorang yang mengidap kelainan synesthesia. Menurut pendapat pakar neurologist Richard Cytowic dan Eagleman (2013) bahwa “Sinesthesia “bisa diperoleh” (bukan bakat alami) oleh seseorang yang mengalami temporal lobe epilepsy, cedera kepala, stroke, dan tumor otak”. Ini salah satu hal yang menarik dimana seseorang yang memiliki cedera kepala akibat terbentur keras akan memiliki sifat gila yang sekaligus seorang sinesthetis pun seringkali dianggap gila. Hal ini dikarenakan apabila seseorang telah terbentur keras akan memiliki halusinasi seperti melihat warna-warna ataupun merasakan sesuatu yang dimana hal ini menjurus kearah sinesthesia yang menunjukan adanya gangguan secara neurolgist yang memicu adanya pemisah panca indra. Sinesthetis hidup dalam dunia yang lebih beraneka warna dibandingkan orang pada umumnya. Tidak adanya sebagian pemisah persepsi pancaindera itulah, yang diduga memunculkan gambaran ganjil tersebut. Persepsi pancaindera menjadi bercampur aduk, sehingga muncul gambaran, kue yang enak itu rasanya segiempat, atau angka lima itu empuk dan musik rock warnanya merah

(19)

Seorang novelis terkenal kebangsaan Amerika menyatakan bahwa ketika saat bayi, novelis tersebut sering megatakan bahwa warna yang tertera pada di angka di mainan kubus alfabetnya semuanya tidak seperti yang semua orang katakan namun ibunya membenarkan, itu dikarenakan hal yang dialami ibunya, sama halnya yang dialami oleh ankanya yang sekaligus menandakan bahwa ibu dan anak tersebut adalah seorang sinesthetis. Inilah yang menjelaskan bahwa sinesthesia bisa berjalan dalam unsur dasar genetik suatu keluarga. Selain itu, pengaruh lingkungan bisa membentuk sinesthesia masing-masing orang. Orang-orang dengan pengalaman sinesthesia berjenis Lexical-Gustatory biasanya dirasakan mulai masa kanak-kanak. Dan orang-orang pemusik dengan sinesthesia jenis Sound-Color lebih sering dimiliki oleh yang memiliki pelatihan musik daripada yang tidak memiliki pelatihan musik.

II.6 Pengertian Persepsi

Menurut Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Ini menjelaskan bahwa baik disadari maupun tidak, otak melakukan sebuah proses yang dimana ketika suatu rangsangan terjadi, otak merespon suatu rangsangan tersebut menjadi sebuah pemahaman yang disebut dengan persepsi. Persepsi inilah yang kemudian akan membuat suatu tindakan, baik respon melalui fisik maupun verbal.

II.7 Penelitian Terhadap Kasus Sinesthesia Dikalangan Masayarakat

(20)

II.7.1 Analisis Kuisioner

Dalam rangka menganalisis permasalahan yang ada, untuk mengumpulkan informasi dan respon masyarakat terhadap kelainan sinesthesia, cara yang dapat digunakan ialah dengan cara membagikan kuesioner. Kusioner oleh 50 orang RESPONDEN yang antara lain bertujuan untuk menilai respon mereka terhadap sinesthetis, karena dengan begitu, kemungkinan jawaban dari kuisioner akan lebih memunculkan varian yang berbeda, serta waktu yang dihabiskan untuk melakukan kuisioner ini, tidaklah memiliki waktu yang banyak dan panjang. Berdasar pada hasil dari kuisioner yang sudah dilakukan, didapat keterangan sebagai berikut :

• Sebanyak 15 orang responden menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu sinesthesia, responden menyatakan mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis, kesemuanya memiliki kesimpulan bahwa perbedaan ialah keindahan. Bisa disimpulkan bahwa mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis namun hanya sekedar menerima, selebihnya mereka bersikap apatis terhadap dunia sinesthetis. Mereka menerima kehadiranya hanya ketika seorang sinesthetis bersikap normal saat bersosialisasi bersama mereka.

• Sebanyak 25 orang menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu sinesthesia, namun menyatakan bahwa sinesthetis ialah sesuatu yang membuat responden penasaran terhadap dunia sinesthetis. Bisa disimpulkan, mereka bisa menerima kehadiran sinesthetis dan bahkan dapat membuat mereka tertarik terhadap dunia sinesthetis.

(21)

dalam kasus ini, responden secara tidak langsung menyatakan bahwa ia memiliki masalah dengan persepsi yang diutarakan sinesthetis ketika mereka dihadapkan dengan seorang sinesthetis.

• Sebanyak 1 orang responden menyatakan bahwa responden tidak mengetahui apa itu sinesthesia, namun memiliki kecenderungan bahwa responden memiliki sinesthesia. Dan ketika diberikan pertanyaan khusus yang diberikan untuk responden, ternyata responden memiliki kelainan sinesthesia. Responden menyatakan bahwa mereka tidak tahu sinesthesia itu apa dan mereka pun tidak memiliki pengetahuan sama sekali bahwa ia memiliki kelainan sinesthesia, hanya saja ketika seseorang mengatakan suatu nama hari, sering kali responden melihat warna – warna tertentu yang muncul secara otomatis dan responden tersebut memiliki kecenderungan sinesthesia jenis grapheme-color. Bahkan dalam kasus lain, responden seringkali merasakan rasa dari suatu kata atau kondisi dan ini menunjukan bahwa responden tersebut memiliki kelainan sinesthesia namun tidak pernah tahu bahwa responden dalam jumlah ini memilki kelainan ini.

II.7.2 Hasil Kesimpulan Kuisioner

Setelah dilakukan penyebaran kuisioner, dapat disimpulkan dari respon seluruh responden, bahwa permasalahan inti dari kasus sinesthetis ini ialah pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini sangatlah minim.

Kesimpulan lainya yang berdasar dari hasil kuisioner ialah sekalipun beberapa dari responden menyatakan bahwa responden pernah mengetahui, namun hanya sebatas pernah mendengar, tidak sampai mengenali lebih dalam dikarenakan sumber informasi yang tersedia di internet, biasanya sama antara satu web, dengan web yang lainya.

(22)

informasi mengenai kelainan sinesthesia, dimana dalam hal ini, masyarakat perlu disiapkan untuk menerima kehadiran seorang sinesthesia seminimalnya dengan memperlakukan sinesthetis secara wajar layaknya manusia pada umumnya meskipun sinesthetis memiliki perbedaan dalam mengutarakan persepsi.

II.8 Target Audience • Demografis

Secara demografis, target audiens yang ditentukan dalam penelitian ini ialah remaja laki-laki maupun perempuan yang berusia dalam rentan 17 sampai 19 tahun.

• Geografis

Secara geografis, target audience yang ditentukan dalam penelitian ini ialah masyarakat berada di kota Bandung. Dikarenakan sinesthesia ialah kelainan yang erat kaitanya dengan persepsi, dan persepsi dapat dipahami dengan jelas minmal dengan pengucapan secara verbal yang jelas pula, sehingga pada usia ini, dapat lebih mudah untuk mengutarakan persepsinya. Bermukim di sekitaran pusat kota Bandung maupun pinggiran kota Bandung.

• Psikografis

Bila ditinjau secara psikografis, target audiens senang berkelompok, sangat penasaran dan tertarik dengan hal baru, terutama yang berkaitan dengan keunikan atau kepribadian dikarenakan proses kedewasaan dan pencarian jatidiri, maupun hanya sekedar untuk membayar rasa penasaran akan hal baru yang ditemukan dikarenakan sinesthesia ialah kelainan neurologis yang memiliki sangkut paut dengan kepribadian dan persepsi yang unik dan tidak biasa. Selain itu, dikarenakan target audiens masih dalam fase pendidikan, maka membaca ialah suatu kegiatan yang pasti akan sangat rutin dilakukan

• Behaviour

(23)

pendidikan, hiburan, sosialisasi, maupun komersil. Namun sumber informasi yang biasa diakses di internet, pada umumnya masih copy - paste, maka konten yang dihadirkan biasanya hanya berisi hal yang sama, tidak ada pembahasan yang sangat lanjut.

II.9 Solusi Permasalahan

(24)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan III.1.1 Tujuan Komunikasi

Tujuan utama dari dibuatnya perancangan informasi buku pengetahuan mengenai kelainan sinesthesia ini ialah untuk kemudian menginformasikan kepada masyarakat mengenai kelainan sinesthesia ini sekaligus dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat khususnya dalam bidang ilmu neurologist maupun secara psikologis.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi III.1.2.1 Pendekatan Visual

Dalam pendekatan visual, figur figur pengilustrasian yang nantinya akan digunakan untuk menggambarkan kelainan sinesthesia ini, konsep awal ialah dengan menggabungkan dua buah gambar atau objek menjadi sebuah figure ilustratif baru yang sedikitnya dapat menggambarkan apa yang dirasakan oleh seorang sinesthetis. Selain itu, dikarenakan sinethesia ialah merupakan penggabungan dari dua persepsi yang menghasilkan persepsi baru, maka penggambaran figure yang dihasilkan dari penggabungan dua buah gambar tersebut ialah hal yang sedikitnya memiliki kesamaan konsep dasar.

Selain itu, oranamen ornamen yang digunakan dalam visual ini pun akan sedikitnya menggunakan penggambaran umum mengenai bagaimana pengalaman abstrak sinesthesia itu terbayang

III.1.2.2 Pendekatan Verbal

(25)

disesuaikan dengan pergaulan masa kini yang semakin hari, sudah semakin akrab dikarenakan globalisasi dari internet, begitupula teknologi smartphone.

III.1.3 Materi Pesan

Materi pesan yang akan disampaikan dalam perancangan buku pengetahuan kelainan sinesthesia ini ialah meliputi definisi Sinesthesia beserta sejarah Sinesthesia, kemudian dilanjutkan dengan penyebab kelainan synesthesia, ciri-ciri atau tanda Sinesthesia. Setelah itu, pembahasan melaju ke jenis umum kelainan sinesthesia, serta dalam buku ini akan dibahas juga mengenai sinesthesia dan kehidupan sehari-harinya dan sinesthesia di Indonesia, tidak lupa cara menyikapi sinesthesia. Setelah semua dibahas, barulah sebagai pelengkap, akan dibahas juga orang terkenal dengan kelainan sinesthesia beserta karya karyanya

Semua materi yang akan disampaikan akan berbentuk text yang akan digabungkan dengan ilustrasi atau warna – warna khas seperti yang telah disampaikan sebelumya.

III.1.4 Gaya Bahasa

Berdasarkan dari target audience, maka gaya bahasa yang digunakan iala gaya bahasa yang informatif, dikarenkn tujuan dari adanya buku ini ialah menginformasikan kelainan ini, sehingga bahasa yang dipakai tidak terlalu menggunakan bahasa slang word sehari-hari yang biasa dipakai dalam pergaulan remaja, tetapi diharapkan tetap ringan dan cukup mudah untuk dipahami.

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan III.1.5.1 Consumer Insight

Insight dalam target audiens ini ialah : • Menyukai hal yang baru dan unik. • Senang bergaul dan berkumpul.

• Memiliki rasa penasaran yang tinggi dikarenakan dalam proses penncarian jati diri.

(26)

memang menyukai hal baru dan unik, selain itu, kemungkinan penyebaran informasi melalui verbal oleh target audiens sangatlah mungkin dikarenakan target audiens masih sering bergaul dan berkumpul bersama kumpulanya. Sehingga diharapkan, ketika berkumpul, audiens membicarakan sesuatu hal unik yang berkesan dan tidak biasa seperti halnya kelainan sinesthesia ini.

III.1.5.2 Consumer Journey

Untuk menentukan media yang akan dipilih dalam peng informasian kelainan sinesthesia ini, setelah dilakukan pengamatan, berdasarkan journey target audiens ialah sebagai berikut :

Tabel III. 1 tabel consumer journey

No Kegiatan Tempat Point Of Contact

1 Bangun pagi Kamar tidur/rumah Handphone, Buku 2 Pejalanan Sekolah Jalan, Tembok, sticker 3 Belajar Sekolah Buku, Poster mading 4 Nongkrong Café, mall. Xbanner, poster, buku,

Kebiasaan yang dilakukan oleh target audiens ini, sebanyak 7-8 jam dihabiskan di sekolah, lalu kemudian, seusai sekolah, sekitar 3-4 jam dihabiskan untuk melakukan aktifitas seperti nongkrong di sebuah café atau warung yang berada dekat dengan sekolah,selain itu, biasanya target audiens pergi ke mall, toko buku. Namun saat weekend, biasanya selepas sekolah, yang dilakukan oleh target audiens pergi ke café-café yang ada di pusat kota Bandung.

III.1.6 Strategi Kreatif III.1.6.1 Copywriting

(27)

tersebut akan menuntun audiens untuk membaca buku ini dikarenakan kata ‘sinesthesia’ itu merupakan sebuah kata yang unusual atau tidak biasa dan bahkan mungkin hanya diketahui oleh beberapa kalangan saja.

III.1.6.2 Sketsa

(28)

III.1.6.3 Visualisasi

Gambar III.2 Visualisasi Sketsa

Berikut merupakan hasil visualisasi dari sketsa diatas. Hasil sketsa diatas ialah contoh dari beberapa konten yang aka nada dalam buku ini. Cover + Back Cover, prolog, dan contoh halaman konten. Ketiga halamn ini dipilih dikarenakan nantinya segala elemen yang ada disini akan mewakili seluruh visualisasi final artwork di dalam buku pengetahuan ini.

III.7 Strategi Media • Media utama

(29)

penyajian asas-asas tentang subjek tersebut, termasuk karya kepanditiaan (scj\holarly, literary) terkait subjek yang bersangkutan.

Media utama yang dipakai ialah buku. Buku merupakan sebuah media informasi yang sangat tepat untuk menyampaikan suatu pembahasan yang memerlukan informasi yang rinci terhadap suatu subjek. Selain itu, dikarenakan media buku, merupakan sebuah sumber referensi yang kontenya merupakan hasil dari suatu penelitian atau pun rujukan, maka buku dapat dikatakan sebuah sumber referensi yang sangat terpercaya terutama apabila akan membuat sebuah karya tulis. Lebih jauh lagi, buku adalah benda nyata yang dapat di arsipkan dan dapat diterbitkan ulang tanpa perlu akses tertentu seperti web yang membutuhkan internet untuk membacanya.

• Media Pendukung

Poster

Poster merupakan sebuah media penyebaran informasi yang paling umum dan cukup efisien dalam mendukung penginformasian media utama dikarenakan poster merupakan sebuah media luar ruang yang dapat ditempelkan dimana saja. Selain itu, poster merupakan sebuah media yang dimana dapat menjadi sebuah teaser untuk menarik audiens menuju media utama

Xbanner

(30)

• Gimmick Sticker

Selain poster, media sticker ialah suatu media yang sangat fleksibel untuk menjadi reminder bagi media utama. Ini dikarenakan sticker dapat menjadi media ruang luar maupun dalam.

Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas dari pembatas buku. Media ini sangat membantu audiens ketika hendak berhenti membaca media utama dan dilanjut dikemudian waktu.

CD sampel music karya seorang sinesthetis

Untuk dapat membuktikan bahwa kelainan sinesthetis itu nyata, penulis hendak menyertakan sebuah sample karya music milik seorang sinesthetis yang menerjemahkan respon sinesthesianya kedalam sebuah lagu instrument semi Electronic-Ambient sebagai media gimmick bagi audiens.

III.8 Strategi Distribusi Dan Waktu Penyebaran Media

Buku ini akan launching bertepaan dengan hari kesehatan mental sedunia yang jatuh pada 10 oktober 2016. Pendistribusian media akan dilakukan selama satu bulan hingga acara launching berlangsung. Berikut tabel pendistribusian media untuk launching buku ini

(31)

III.2 Konsep Visual

III.2.1 Format Desain

Buku merupakan media utama dalam perancangan informasi kelainan sinesthesia ini. Format desain yang akan dipakai ialah square, ini dimaksudkan untuk mengikuti trend saat ini yang lebih cenderung square . Menurut Gibson (2011), format square dapat merepresentasikan kesan sederhana, halus serta terfokus. Inilah yang menjadikan alasan mengapa buku ini dibuat dengan format square daripada landscape ataupun portrait dikarenakan penekanan terhadap materi membutuhkan focus yang tetap terjaga dikarenakan materi buku yang dapat dikatakan cukup berat. Media buku akan berukuran 17cm x 17cm dengan format jilid hardcover, serta jumlah total halaman ialah 74 halaman konten ditambah cover dan back cover.

III.2.2 Tata Letak (Layout)

Konsep layouting dari buku ini menggunakan layouting gaya Circus. Menurut Nuraeni (2008) Circus Layout adalah penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada aturan baku bahkan komposisi visual, teks dan susunanya tidak beraturan. Suatu hal yang mendasar, mengapa konsep dari layot ini menggunakan teori Circus Layouting, ialah penyesuaian dengan persepsi sinesthesia yang statis atau tidak pernah berhenti layaknya ketika sinesthetis mempersepsi terhadap suatu objek, akan berubah ubah sesuai dengan objek yang di persepsi.

(32)

• Text

Dikarenakan standar cara baca di indonesia ialah dari kiri ke kanan dan lalu dari atas ke bawah, maka format layout untuk text akan disesuaikan dengan format tersebut.

Kemudian, format text yang akan digunakan ialah berbentuk kolom seperti Koran dengan maksud agar text dapat ditata lebih bebas dibandingkan dengan text yang memanjang.

Selain itu, penggunaan drop-cap dimaksudkan untuk memberikan jeda atau break pada setiap bahasan yang disampaikan.

• Ilustrasi

Peletakanya akan diletakan di tiga tempat, kiri halaman, tengah halaman (antara halaman satu dengan halaman berikutnya), maupun kanan halaman. Dua halaman akan ditempatkan satu buah illustrasi.

(33)

Peletakan ilustrasi yang tidak menentu ini didasari dengan kesan statis seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

• Nomor Halaman

Peletakan Nomor Halaman akan diletakan di tengah halaman dan posisi berada di bawah, dengan memakai ornamen – ornament sinesthesia untuk menjaga konsistensi visual dan keterbacaan nomor halaman. Ornamen yang digunakan akan berubah bentuk setiap 10 halaman. Ornament yang digunakan akan memakai bentuk lingkaran dan segitiga, namun warna yang di fill kedalam ornament tersebut akan berubah rubah.

Ilustrasi

(34)

III.2.3 Huruf

Font yang digunakan memiliki tiga jenis

• Presa Antipixel 14pt

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890

Font ini digunakan sebagai font utama dan headline, juga digunakan sebagai judul yang digunakan di sampul buku ini. Font ini memiliki aksen seakan terputus dan hilang, muncul dan tenggelam, ini selaras dengan persepsi sinesthesia yang kabur dan abstrak. Susah untuk digambarkan secara realis. Kemudian, ketebalan stroke yang bervariant (tebal dan tipis) seakan memberikan kesan dua buah persepsi yang membentuk suatu kesatuan persepsi.

• Presa Ultralight 14pt

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890

(35)

• Tw Cen MT 12pt

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890

Font ini digunakan sebagai body text di dalama media buku. Kesan yang ditimbulkan dari font berjenis sans-serif ini, memberikan kesan yang santaidan lebih ramah serta memiliki keterbacaan yang jelas.

III.2.4 Ilustrasi

III.2.4.1 Ilustrasi utama

Untuk bagian pengilustrasian utama, didalam buku ini akan menggunakan aliran fotografi fine art dengan metode editing, double-expossure.

Definisi fotografi fine art menurut Anne Darling (2015), Ialah suatu aliran fotografi kompleks yang dimana biasanya dipakai oleh para fotografer fine art untuk mengutarakan keinginanya sekaligus mengimajikanya secara universal.

Sedangkan menurut Cendrawan (2014), fotografi Fine Art ialah :

• Sesuatu yang abstrak dan simbolis / konsep yang dimana, hal yang sangat dipentingkan oleh fotografer Fine Art adalah makna di balik apa yang didalam foto.

Contoh: Payung sebagai simbol pelindung. Angsa sebagai lambang romantis. Kursi sebagai lambang santai, rileks. Lonely tree melambangkan kesendirian/isolasi.

• Mengunakan efek khusus, properti dan editing

(36)

Gambar III. 2 Contoh karya fotografi Fine Art Sumber : http://www.infofotografi.com/blog/wp-content/uploads/2014/12/shaden_the_world_above_1000.jpg

(30 Desember 2015)

Gambar III. 3 Contoh karya fotografi Fine Art

Sumber : http://www.freecreatives.com/wp-content/uploads/2015/04/13.jpg (30 Desember 2015)

(37)

Gambar III. 4 salah satu karya fotografi sarah moon

sumber : http://farm4.satic.flickr.com/3073/2856253267_fd6ea0ffde_o.jpg (30 Desember 2015)

Gambar III. 5 contoh karya fotografi double exposure sumber : http://petapixel.com/assets/uploads/2011/03/de1.jpg

(30 Desember 2015)

(38)

dipakai dalam penggambaran ilustrasi kelainan sinesthesia ini, disamping untuk tujuan estetik. Dan dengan fotografi Fine Art, konteks dimana hal yang biasanya setiap objek foto yang tidak biasa menjadi terkait karena fotografi Fine Art berupa simbolik dan mengandung makna didalamnya, seperti halnya penggambaran kelainan sinesthesia melalui teknik editing Double Expossure.

Dalam pengilustrasian buku ini, salah satu ilustrasi yang ditampilkan ialah penggabungan dari dua objek sebagai berikut :

Gambar III. 6 foto ilustrasi untuk buku sumber pribadi (8 desember 2015)

(39)

Gambar III. 7 background untuk illustrasi double exposure

sumber : http://allpicts.in/nature-wallpaper-of-muir-woods-national-monument-california/muir_woods_wallpaper_california_world_wallpaper_1600_1200/

(8 Desember 2015)

Kemudian gambar untuk background dari ilustrasi double exposure dalam buku ini dipilih foto diatas. Alasan mengapa landscape hutan ialah karena kesan yang akan dirasakan dirasakan dalam pengilustrasian double exposure ini, ialah sensasi tenang dan damai. Setenang ketika berada di hutan dengan biasan cahaya matahari pagi yang membias melalui pepohonan.

(40)

Gambar III. 8 Ilustrasi Double ExpossureLexical-Gustatory

sumber pribadi (8 Desember 2015)

Semua pengilustrasian Double Expossure dalam buku ini menggunakan representasi nyata dari suatu penggambaran umum sinesthesia menurut jenisnya. Seperti contoh untuk jenis lexical-gustatory diatas. Digambarkan ketika seorang sinesthestis mendengar suatu kata dan kemudian kata tersebut menggambarkan suasana tenang.

Alasan mengapa penggunaan elemen background dalam double exposure ini menggunakan foto realis, ialah dikarenakan agar pembaca sedikitnya memahami, bagaimana representasi suasana tenang tersebut secara umum dan nyata, sehingga bukanlah penggambaran abstrak yang menimbulkan sensasi tenang, mengingat bahasan yang dibahas dalam buku ini ialah penyederhanaan materi dari kasus yang lebih kompleks. Meskipun pada kenyataanya, pengalaman kebanyakan sinesthestis ialah abstrak dan sulit untuk digambarkan dalam ilustrasi sederhana.

(41)

exposure itu sendiri lah yang menimbulkan kesan abstrak dan sureal, dikarenakan keluar dari nilai nilai realis.

III.2.4.2 Ilustrasi Cover

Untuk ilustrasi cover, konsep dasar dari cover buku ini ialah “Universal Mind”. Yaitu dimana sebuah dasar pemikiran yang sederhana, kemudian dikembangkan menjadi pemikiran pemikiran lain yang luas. Sama halnya ketika sinesthetis mempersepsi satu hal, kemudian kesinesthesiaanya akan mempersepsikan sesuatu tersebut secara luas sehingga timbul persepsi baru.

Gambar III. 9 Pengilustrasian pohon kedalam konsep universal mind Sumber Pribadi (30 Desember 2015)

Dalam konsep Universal Mind ini, penggambaran yang digunakan dalam ilustrasi cover ialah pohon. Dikarenakan pohon hanya memiliki satu batang kemudian memiliki cabang-cabang, dan ranting serta daun daun yang kemudian menjadikan pohon tersebut terlihat rimbun. Ini kemudian menjadikan penganalogian pohon, sebagai sesuatu yang digambarkan sebagai peluasan suatu persepsi.

(42)

Gambar III. 10 penggambaran pengalaman sinesthetis oleh Heinrich Klüver Sumber : http://www.epistemocritique.org/spip.php?article296&lang=fr

(30 Desember 2015)

(43)

Gambar III. 11 pengadaptasian pendaran cahaya menurut penggambaran Heinrich Klüver

sumber pribadi (30 Desember 2015)

Kemudian Pendaran warna diatas merepresentasikan ketika bagaimana sinesthesia merasakan sebuah cahaya yang berpendar dan penggambaran ini diadaptasi dari penelitian Heinrich Klüver yang dalam salah satu penggambaranya terdapat pola yang bertumpuk dan membentuk sebuah cahaya radiasi, menyebar dari suatu sumber dan kemudian memudar.

III.2.5 Warna • Background

#F9F6C1 | R: 249 G: 246 B: 193 | Opacity : 30%

Warna ini digunakan sebagai pelapis layer yang akan berada di paling atas artboard. dengan tujuan agar membuat warna text dan ilustrasi serta ornament, terjaga dalam satu toning. Kesan yang ditimbulakan dengan adanya warna ini agar terasa tenang dan cenderung lebih sederhana.

• Ornamen

#F8F3A8 | R: 248 G: 243 B: 168 | Opacity : 70% # 62461B | R: 98 G: 27 B: 70 | Opacity : 80%

(44)

bersahabat. Sejalan dengan harapan dari seluruh buku ini yang diharapkan pembaca dapat lebih santai ketika membaca buku ini.

• Logo dan ornament background

#CCEBF3 | R: 204 G: 235 B: 243 | Opacity : 100% # FFFFFF | R: 255 G: 255 B: 255 | Opacity : 100% # F1C2C8 | R: 241 G: 194 B: 200 | Opacity : 100% # F9F075 | R: 249 G: 240 B: 117 | Opacity : 50% - 30%

Alasan penggunaan banyak warna dalam ornament dan nuansa dibawah logotype buku ini ialah penerapan dari copywriting buku ini yang menitikberatkan pada penuhnya warna.

• Ornamen Pohon

Ornament dalam pohon, tidak hanya warna yang dimainkan, tetapi juga transparansi dengan tujuan overlapping yang dimana hal ini tentunya akan memberikan kesan penumpukan persepsi, seperti halnya sinesthesia itu sendiri. Satu persepsi bertumpuk dengan persepsi yang lain. Warna warna yang dipilih bervariasi disesuaikan dengan copywrite.

# CCEBF3 | R: 204 G: 235 B: 243 | Opacity : 100%

# B2D236 | R: 178 G: 210 B: 54 | Opacity : 100%

# F0E921 | R: 240 G: 233 B: 33 | Opacity : 100%

# D12028 | R: 209 G: 32 B: 40 | Opacity : 100%

# DBB48E | R: 219 G: 180 B: 142 | Opacity : 100%

# 3952A3| R: 57 G: 82 B: 163 | Opacity : 100%

# 815F7E | R: 129 G: 95 B: 126 | Opacity : 100%

(45)

• Font

# 606060 | R: 96 G: 96 B: 96 | Opacity : 80%

(46)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Teknis Dasar Produksi Buku Pengetahuan Kelainan Sinesthesia Format : Square

Ukuran : 17x17 cm

Jumlah halaman : 76 halaman (cover + blank space + konten) Jilid : Hardcover

Teknis : Offset Separasi Jenis Kertas : HVS Laser

Packaging : Acrylic bening di spray dengan cat glow in the dark.

Buku ini menginformasikan seputar kelainan sinesthesia seperti penjelasan mengenai sinesthesia itu sendiri, sejarah, penyebab, jenis umum sinesthesia, kehidupan sehari – hari sinesthesia, sinesthesia di Indonesia, cara penanganan, hingga list orang terkenal dengan kelainan sinesthesia beserta karya pengalaman sinesthesianya.

IV.2 Pra-Produksi

Pada bab ini dibahas mengenai bagaimana tahapan tahapan perancangan buku

pengetahuan dibuat. Sebelum memasuki tahap produksi, tahap pertama yang perlu

dilalui dalam perancangan visual iaalah :

• Konsep

Konsep yang yang dipakai dalam buku ini ialah minimalis namun dengan

ilustrasi yang maksimalis. Hal ini dikarenakan bahwa seluruh gagasan dan

bahasan yang ada didalam buku ini ialah penyederhanaan dari konten yang

lebih kompleks, sehingga diharapkan dengan ini, audiens tidak akan terlalu

dipusingkan dengan bahasan berat dikarenakan pemvisualisasian dan

layouting akan dibuat sedemikan rupa, berikut dalam buku ini, pengilustrasian

double exposure dipakai sebagi alat bantu dari pembahasan dengan tujuan

memberikan sedikitnya gambaran mengenai kelainan ini.

• Sketsa

(47)

Hal ini bertujuan agar pada saat perancangan seluruh elemen buku, tidak

melenceng kearah yang tidak seharusnya.

• Pengolahan ilustrasi

Dalam tahap ini, akan dijelaskan bagaimana tahap pengumpulan asset seperti

pengambilan gambar untuk ilustrasi, editing, hingga layouting buku.

• Finishing

Pada tahap ini, akhirnya buku siap untuk di produksi secara massal beserta

dengan gimmick dan media pendukung yang akan digunakan.

IV.3 Media Utama

IV.3.1 Pengambilan Gambar Teknis : Foto Studio

Kamera : Canon EOS 600D Lensa : EFS 18-55mm IS II Kit

Lighting : Tronic Model :

• Alko Angelica Kiki Xrusovalantw • Annisa Nurjannah

• David Maru

• Diana ‘Trace’ N Hari • Muhammad Faisal.

(48)

Dalam tahap ini, pengambilan gambar untuk keperluan ilustrasi buku. Semua dilakukan di studio. Tahap pertama ialah melakukan penyesuaian cahaya ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang dramatis untuk foto yang diharapkan.

Gambar IV. 1 Canon EOS 600D Sumber Pribadi

(10 Januari 2016)

Gambar IV. 2 EFS 18-55mm IS II Kit Sumber Pribadi

(10 Januari 2016)

Gambar IV. 4 SD Card Transcend 16GB Class 10 Sumber Pribadi

(10 Januari 2016) Gambar IV.3 Notebook Acer Aspire

(49)

Gambar IV. 5 Proses Light Setting Sumber Pribadi (10 Januari 2016)

Setelah proses setting light selesai, kemudian tahap selanjutnya ialah memasuki tahap posing, atau tahap dimana model diarahkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Seperti bagaimana gesture badan, mimic wajah dan posisi portrait yang akan diambil proses shooting.

(50)

Setelah posing model dilakukan, tahap selanjutnya ialah pengambilan gambar. dalam tahap ini, tentu dalam prakteknya, perlu beberapa kali pengambilan gambar baik dikarenakan posisi model yang tidak ideal terhadap lighting, maupun kesalahan setting kamera. Model yang digunakan berjumlah 4 orang meskipun tidak semua diambil dalam hari dan tempat yang sama.

Gambar IV. 7 Proses Pengambilan Gambar Sumber Pribadi (10 Januari 2016)

Gambar

Gambar III. 3 Contoh karya fotografi Fine Art
Gambar III. 4 salah satu karya fotografi sarah moon
Gambar III. 6 foto ilustrasi untuk buku  sumber pribadi (8 desember 2015)
Gambar III. 7 background untuk illustrasi double exposure
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir pendidikan peserta didik memahami dasar ilmu kimia, prinsip-prinsip dan cara penentuan kimia, prinsip dan cara

Salah satu cara yang paling sukses dalam meningkatkan coercivitas magnetic dari campuran yang bahan dasamya cobalt adalah penggunaan material underlayer yang sesuai yang

Itu bisa di interpretasikan kedalam beberapa cara : bahwa lebih baik menghitung satu fenomena dari dua kosep daripada tiga konsep, suatu teori sederhana dijadikan suatu

Pada makalah ini dibahas tentang pengaturan lokasi serta jumlah BTS di Kabupaten Jombang hingga 5 tahun mendatang menurut metode AHP(Analytical Hierarchy Process)

akibat meluasnya tekanan kemiskinan berkaitan dengan pendidikan anak adalah: Pertama, akses atau kesempatan anak-anak dari keluarga miskin untuk memperoleh pelayanan

Penelitian mengenai keberadaan dan jumlah sarang maleo pada setiap tipe habitat sangat perlu dilakukan karena hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga populasi,

Untuk mengetahui keberhasilan suatu proses pendidikan intrakurikuler dan ekstrakurikuler dari Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes)

- Menggariskan langkah keselamatan yang perlu diambil Menggariskan langkah keselamatan yang perlu diambil sebelum dan semasa bekerja di dalam ruang terkurung. sebelum dan