• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggabungan perkara perdata ke dalam pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggabungan perkara perdata ke dalam pe"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGABUNGAN PERKARA PERDATA GANTI KERUGIAN

DALAM PERKARA PIDANA

Disusun Oleh

:

1. Ricard Eryc Tundu : 120511012

2. Mimi : 120511019

3. Darwin Effendi : 120511016 4. Nikko Weda Pradeka : 120511027 5. Valery Classe : 120510999 6. Paulus Tamba Maruly : 120511025

Fakultas Hukum

2014

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

(2)

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan karya makalah yang berjudul “Penggabungan Perkara Perdata Dalam Perkara Pidana”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum acara pidana, serta diharapakan juga dengan dibuatnya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca makalah ini.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi dalam pembuatan makalah kami ini dan khusunya ucapan terima kasih kepada Bapak. G. Aryadi, SH. M.H atas materi pendukung yang telah diberikan serta saran-saran dalam mendukung pembuatan makalah ini.

Tentunya kami sebagai penulis merasakan adanya kekurangan dalam makalah ini. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan akhir kata kami sebagai penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Yogyakarta, 10 mei 2014

Penulis

BAB I

(3)

A. Latar Belakang

Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana telah menimbulkan perubahan fundamental baik secara konsepsional maupun

secara implemental terhadap tata cara penyelesaian perkara di Indonesia.

Sebelum berlakunya UU RI No.8 Tahun 1981, proses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan sistem

inquisitoir di masa itu dimulai dengan adanya inisiatif dari penyidik atas kehendak sendiri untuk

menyelidiki kejahatan.Kemudian peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana

dalam lingkungan peradilan adalah Reglement Indonesia yang diperbaruhi atau juga dikenal dengan

nama Het Herziene inlandsch Rgelement atau H.I.R (staatsblad tahun 1941 nomor 44).

Demi pembangunan dalam bidang hukum, maka Het Herziene Inlandsch Reglement, berhubungan

dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 serta semua pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal itu mengenai hukum pidana dicabut karena

tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional dan diganti dengan Undang-Undang hukum acara pidana

yang baru yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.

Hukum Acara Pidana telah meletakan dasar-dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam

lingkungan peradilan di Indonesia. Di dalam kitab Undang-Undang hukum acara pidana di Indonesia ada

banyak hal yang belum diatur dalam H.I.R diantaranya tentang ganti kerugian yang bersifat keperdataan

di dalam perkara pidana. Pada dasarnya perkara perdata ganti kerugian dalam perkara pidana tersebut

merupakan penggabungan untuk mempercepat penyelesaian tuntutan ganti kerugian sehingga ada

penghematan waktu dan biaya, serta untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan, karena

proses peradilan perkara perdata ganti kerugian dapat disatukan atau digabung dalam perkara pidana.

(4)

penggabungan perkara gugatan ganti kerugian tersebut, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

masih belum mengaturnya secara mendalam.

2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang menjadi dasar hukum adanya penggabungan perkara perdata ganti kerugian ke

dalam perkara pidana ?

2. Kapan dan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam gugatan perdata ganti

kerugian tersebut dapat diajukan ?

3. Bagaimana prosedur penggabungan ganti kerugian tersebut ?

3. Tujuan Penulisan

1. Agar kita dapat mengetahui apakah yang menjadi dasar hukum adanya penggabungan perkara

perdata ganti kerugian ke dalam perkara pidana.

2. Agar kita mengetahui dalam hal apa dan dalam situasi seperti apa perkara perdata ganti kerugian

dapat digabungakan dengan perkara pidana.

3. Agar kita dapat mengetahui, prosedur apa saja yang akan kita tempuh dalam penggantian ganti

kerugian.

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian ganti kerugian dilihat dari sudut pandang hukum perdata dan hukum pidana, yaitu

(5)

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), yang isinya: 1Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena

tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai,

tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu

yang telah ditentukan.

Sedangkan dalam hukum pidana, pengertian ganti rugi dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 22

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana / Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang isinya: 2Ganti kerugian adalah hak seorang untuk

mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap,

ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena

kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini.

3Adapun macam-macam ganti kerugian itu dibagi menjadi 3 :

1. Ganti kerugian karena seseorang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan

yang berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau salah dalam

menerapkan hukum.

1 Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2Pasal 1 angka 22 Undang-Undang No.8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

(6)

2. Ganti kerugian kepada pihak ketiga atau korban (Victim of crime atau beledigde partij).

Ini sejajar dengan ketentuan dalam Bab XIII KUHAP mengenai penggabungan perkara

gugatan ganti kerugian ( Pasal 98 sampai dengan pasal 101 KUHAP) yang tidak

dimasukan ke dalam pengertian ganti kerugian.

3. Ganti kerugian berkas terpidana sesudah peninjauan kembali.

Masalah ganti rugi pada umumnya tunduk pada hukum perdata. Oleh karena itu peradilan yang

berwenang untuk memeriksa dan mengadili gugatan ganti kerugian ini adalah peradilan perdata

dengan Hakim Perdata. Sedangkan KUHAP mengatur masalah-masalah yang berhubungan

dengan perbuatan pidana. Tetapi dengan adanya hubungan positif pada Pasal 98 KUHAP yang

menggabungkan gugatan ganti rugi pada perkara pidananya dalam waktu yang bersamaan, maka

apa yang ada di hukum perdata dan hukum pidana dapat dipertemukan, yang semula tidak

tunduk pada KUHAP, dengan Pasal 98 KUHAP ini menjadi tunduk pada hukum acara pidana.

Ketentuan Pasal 98 menyatakan bahwa : Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di

dalam suatu pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri yang menimbulkan kerugian bagi

orang lain, maka Hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk

menggabungkan perkara gugatan ganti rugi kepada perkara pidana.

Dalam Pasal 98 KUHAP dapat disimak bahwa untuk dapat mengajukan gugatan penggabungan

perkara perdata dalam pidana ini diperlukan tiga persyaratan, yaitu :

1. Adanya perbuatan terdakwa.

2. Adanya perbuatan terdakwa sebagai syarat pertama tersebut harus menimbulkan kerugian

(7)

3. Adanya permintaan dari pihak yang merasa dirugikan kepada Pengadilan untuk

menggabungkan perkara ganti kerugiannya.

Kapan dan hal-hal apa saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam gugatan perdata ganti

kerugian tersebut dapat diajukan

Permintaan untuk mengajukan penggabungan perkara gugatan ganti rugi ini dilakukan paling

lambat sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, atau dalam hal penuntut umum

tidak hadir, hal semacam ini biasa terjadi dalam kasus persidangan terhadap kasus yang

bersifat sumir (sederhana) maka diajukan permintaan penggabungan paling lambat sebelum

hakim menjatuhkan putusannya. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 98 (2) KUHAP yang

menyatakan: “Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan

selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal

penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim

menjatuhkan putusan”.

Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pengajuan penggabungan gugatan perdata dalam

pidana yaitu menurut :

Pasal 1365 : Tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 1367 : Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan

perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan

orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di

(8)

Pasal 101 KUHAP : Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti

kerugian sepanjang dalam undang-undang ini tidak diatur lagi.

Prosedur penggabungan ganti kerugian

Pihak korban meminta penggabungan perkara gugatan ganti rugi pada perkara pidana maka

pihak pengadilan negeri menimbang tentang kewenangannya untuk menerima dan mengadili

gugatan tersebut, namun pengadilan negeri dapat menolak jika dianggap tidak berwenang

mengadili gugatan dikarenakan mengacu kepada aturan hukum menurut kompetensi relatif,

yang mana kita ketahui bahwasanya di dalam hukum pidana kewenangan mengadili

didasarkan pasalocos delictie (tempat kejadian perkara), sedangkan di dalam hukum perdata

didasarkan terhadap tempat kediaman tergugat. Terkait dengan hal ini tentu besar

kemungkinan akan terjadi perbedaan terhadap pengadilan negeri yang berwenang. Jika

kewenangan pengadilan negeri untuk mengadili perkara pidananya berbeda dengan

kewenangan pengadilan negeri untuk mengadili perkara penggabungan gugata ganti rugi

(berdasarkan hukum perdata) maka permohonan penggabungan tersebut tidak dapat diterima.

Sehingga pihak yang dirugikan dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan

perdata secara tersendiri di pengadilan negeri sesuai dengan aturan terkait dengan

kompetensi pengadilan.

tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman penggantian biaya yang telah

dikeluarkan oleh pihak korban (Pasal 99 ayat (1) KUHAP), Selanjutnya apabila Majelis

Hakim setelah memeriksa kemudian menerima gugatan tersebut maka dilakukan dua proses

pemeriksaan sekaligus,yaitu yang pertama proses pidana, kemudian dilanjutkan dengan

(9)

penetapan hukuman penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh korban (Pasal 99 ayat (2)

KUHAP). Selanjutnya Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya akan

mendapatkan kekuatan hukum tetap apabila putusan pidananya juga telah mendapat kekuatan

hukum tetap (Pasal 99 ayat (3) KUHAP). Begitu juga apabila Putusan terhadap perkara

pidana diajukan Banding maka Putusan Ganti rugi otomatis akan mengalami hal yang sama

(Pasal 100 ayat (1) KUHAP). Namun apabila perkara pidana tidak diajukan banding maka

permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan banding (Pasal 100

ayat (2) KUHAP). Ketentuan ini tentunya akan berindikasi dapat merugikan korban karena

apabila putusan ganti rugi tidak sesuai dengan keinginan korban namun karena atas putusan

perkara pidana tidak dimintakan banding oleh pihak pelaku maupun Jaksa Penuntut Umum

maka pihak korban harus menerima putusan ganti rugi tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dasar hukum adanya penggabungan perkara perdata ganti kerugian ke dalam perkara

pidana adalah Pasal 98 ayat (1) : Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di

(10)

kerugian bagi orang lain, maka Hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat

menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti rugi kepada perkara pidana”.

2. Pengajuan penggabungan perkara ganti kerugian ke dalam perkara pidana ialah paling

lambat sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana atau dalam hal penuntut

umum tidak hadir permintaan penggabungan paling lambat sebelum hakim menjatuhkan

putusannya. Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam penggabungan gugatan

perdata ganti kerugian dalam pidana adalah Pasal 1365 : Tiap perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.

3. Prosedur penggabungan perkara ganti kerugian tersebut adalah pihak korban meminta

penggabungan perkara gugatan ganti rugi pada perkara pidana dan jika diterima oleh

pengadilan negeri dilakukan dua proses pemeriksaan yaitu pidana dan kemudian

dilanjutkan melalui proses pemeriksaan perdata selanjutnya putusan mengenai ganti

kerugian dengan sendirinya akan mendapatkan kekuatan hukum tetap apabila putusan

pidananya juga telah mendapat kekuatan hukum tetap.

B.Saran

1. Hendaknya jika didalam pemeriksaan perkara pidana, terdakwa merasakan adanya

kerugian yang dialami maka terdakwa dianjurkan untuk memintakan kepada hakim untuk

menggabungkan perkara ganti kerugian tersebut ke dalam perkara pidana yang sedang

dalam pemeriksaan tersebut.

2. Ketika terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan merasakan

(11)

secepatnya terdakwa tersebut harus meminta kepada hakim untuk menggabungkan

perkara ganti kerugian tersebut sebelum waktu yang telah ditentukan yaitu paling lambat

sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana atau dalam hal penuntut umum

tidak hadir permintaan penggabungan paling lambat sebelum hakim menjatuhkan

putusannya disertai dengan dasar hukum.

3. Jika terdakwa ingin menggabungkan perkara ganti kerugian tersebut ke dalam perkara

pidana maka terdakwa harus mengikuti proses penggabungan perkara sesuai dengan yang

telah ditentukan demi diterimanya permintaan penggabungan perkara oleh hakim dan

putusan yang seadil-adilnya bagi terdakwa.

Daftar Pustaka

Hamzah, Andi. Prof. Dr. 2008. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Sumber-sumber lain :

(12)

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah hingga penulis dapat merampungkan penyusunan Usulan Penelitian dengan judul

Apakah motivasi kerja, kemampuan guru, sikap supervisor berpengaruh langsung dan tidak langsungterhadap keberhasilan pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten

Penyediaan informasi tentang penyakit kedelai masih bersifat manual sehingga tidak berfungsi secara maksimal dalam penyebaran informasi baik ke petani, penyuluh, dan

Rendah Aksi dari sumber ancaman terhadap kerentanan sistem telah terjadi sehingga mengakibatkan sedikit kerugian pada organisasi berupa: kemungkinan dikeluarkan biaya

untuk penentuan aktifitas dan ruang-ruang yang sesuai dengan pengunjung. Pengguna Pusat Peragaan Dirgantara sebagai berikut. 4.4.1 Pengelola.. Pengelola sebagai orang orang

Berilah tanda cek (√) pada kolom yang sesuai untuk menilai kesesuaian kualitas materi yakni dari modul fisika dengan huruf Braille materi Vektor untuk siswa Tunanetra

Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana dampak konvergensi IFRS ( International Financial Reporting Standards ) terhadap pembelajaran akuntansi pada

Sistem pendidikan Islam sebagai sebuah system yang memiliki tujuan-tujuan untuk membentuk generasi masa depan yang berkualitas dapat dijadikan acuan untuk membentuk