PERAN POLLING DALAM PENGAMBILAN
KEBIJAKAN LEMBAGA
(Studi Deskriptif Tentang Peran Polling Harian Kompas dalam
Pengambilan Kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota
Medan )
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S1)
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh:
RIRI ALHADILLA SUKMA
040904007
PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini didetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Riri Alhadilla Sukma
NIM : 040904007
Departemen : Depatemen lmu Komunikasi (Humas)
Judul : Peran Polling dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga
(Studi Deskriptif Tentang Peran Polling di Harian Kompas dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga Masyarakat Kota Medan)
Medan, September 2008 Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Mazdalifah M.Si
NIP. 131837035 NIP. 131654104
Drs. Amir Purba, M.A
Dekan FISIP USU,
NIP. 131757010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil'alamin penulis ucapkan atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Peran Polling dalam Penentuan Kebijakan Lembaga”
(Studi Deskriptif Peran Hasil Polling di Harian Kompas dalam Pengambilan
Kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Medan)
Skripsi ini merupaka salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana
S1 Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utar. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan
secara langsung ilmu yang telah didapat selama waktu kuliah dan
menambahpenngalaman, khususnya dibidang penelitian ilmiah dalam ilmu
komuniaksi.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu
sebelum, selama, setelah penulis mengerjakan skripsi ini. Secara khusus skripsi
ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Faldi
Nasution yang telah memberikan doa dan kepercayaan kepada Penulis selama
penulis mejalani pendidikan dan Ibunda Ernidawati atas kasih sayang , perhatian,
pengorbanan dan nasihat yang selalu menemani perjalan hidup penulis sampai
saat ini.Mudah-mudahan apa yang telah penulis lakukan dapat membahagiakan
dan membanggakan Ayahanda dan Ibunda. Terimakasih buat Abangku M.Arivo
Akbar dan Adikku M. Afdal Akbar atas semangat, dukungan dan motivasi yang
kalian berikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan satu tahapan dalam
kehidupan penulis.
Melaui kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba M.A., Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
membimbing dan meluangkan waktu untuk berdiskusi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Safrin M.Si., selaku Dosen Wali penulis.
5. Seluruh staff pengajar FISIP USU, khususnya kepada staff pengajar
Departemen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan ilmu yang sangat
bermanfaat selama masa perkuliahan penulis di FISIP USU.
6. Seluruh staff administrasi FISIP USU, khususnya staff administrasi
Departemen Ilmu Komunikasi; Kak Ros, Kak Icut, , Maya, dan Rotua yang
telah banyak membantu penulis.
7. Tim AROPI atas penyerahan beasiswa riset kepada penulis
8. Muhfi, terimakasih atas waktu, perhtian, motivasi dan semua kebaikan yang
diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Buat sahabat-sahabatku Ferina, Yusi, Bebby, Titin, Anna, dan Sarah,
terimakasih telah menjadi teman seperjuangan di bangku kuliah yang telah
bersedia membantu, berbagi ilmu, dan memberi semangat kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas hari-hari yang
menyenangkan bersama kalian.
10.Teman-teman seperjuangan penulis ; Bimbi, Arifin, Doni, Rajab, Elis, Fuad,
Polem, Eko, Irna, Heni, Vera, Liya, Opan, Wendy, Ari, dan Tika atas
persaudaraan, dinamika, pemikiran, dan motivasi kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
11.Kakanda Purwanto, Didi, Rolan, Fuad, Coki, Veni, Anna, Sri dan Nanda
terimakasih atas dukungan dan diskusi yang diberikan kepada penulis dalam
pnyelesaian skripsi ini.
12.Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU Periode
2008-2009 dan seluruh keluarga besar HMI Komisariat FISIP USU atas ilmu
yang bermanfaat dan telah memberikan wadah kepada penulis untuk
menjalani proses pendewasaan diri selama penulis menjadi mahasiswa. Yakin
Usaha Sampai.
13.Nomaden Crew; Uul, Icut, Iis, Intan, Milva, dan Ditha. Terimakasih atas
dukungan dan bantuan kepada penulis selama mengerjakan skripsi. Semoga
14.Cece, Kak Laila, Kak Vita, dan Kak Wiwid, terimakasih atas persaudaraan
yang kalian berikan “teman-teman baruku”
15.Fitri, Arif, Wiwid, Tissa, dan Tia sahabat penulis yang selalu membrikan
motivasi dan keyakinan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
16.Teman-teman komunikasi angkatan 2004; Agustina, Adit, Widya, Asti, Ipah,
Tapi, Putri, Rudi, Selly, Rotua dan Anggi.Terimakasih bantuan kepada
penulis dalam masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
Medan, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Opini Publik
2.1.1 Pengertian Opini Publik 21
2.1.2 Proses Terbentuknya Opini Publik 29
2.1.3 Kekuatan Pendapat Umum 32
2.2 Polling
2.2.1 Pengertian Polling 37
2.2.2 Karakteristik Polling 38
2.2.3 Tahap-tahap Polling 39
2.2.4 Polling dan Media 41
2.2.5 Peran Polling 45
2.3 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
2.3.1 Pengertian LSM 56
2.3.2 Peran LSM 53
2.3.3 LSM di Indonesia 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian 60
3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian
3.2.1 Sejarah LSM Kota Medan 60
3.3 Sekilas Tentang Polling di Harian Kompas 62
3.4 Lokasi Penelitian 63
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi 63
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Purposive Sampling 65
3.6 Teknik Pengumpulan Data 66
3.7 Teknik Analisa Data 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data 69
4.2 Teknik Pengolahan Data 70
4.3 Analisa Tabel Tunggal 72
4.4 Pembahasan 110
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 113
5.2 Saran 114
ABSTRAKSI
Polling merupakan cara yang paling kontemporer dalam pengekspresian pendapat umum. Melalui polling pendapat umum akan diukur dengan cara yang ilmiah dan disajikan dalam bentuk data-data statisik sehingga dapa dipertanggungjawabkan. Hasil polling harus dipublikasi agar dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Harian Kompas merupakan salah satu surat kabar nasional yang secara rutin menyelenggarakan polling dan mempublikasikannya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran yang diberikan hasil polling di Harian Kompas dalam pengambilan kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Medan. Adapun teori yang digunakan adalah opini publik, polling, dan LSM.
Objek dari penelitian ini adalah LSM yang ada di Kota Medan yang diwakili oleh individu yang berkompeten dalam menjelaskan mengenai kebijakan lembaga dan proses pengambilan kebijakan tersebut. Alasan peneliti memilih lembaga ini karena LSM sebagai lembaga yang melakukan pengembangan di masyarakat, membutuhkan data mengenai pendapat dari masyarakat dalam memandang suatu permasalahan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (individu, lembaga, masyarakat, dll) pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pendapat umum bukan merupakan suatu istilah baru di bidang
komunikasi dan politik. Perkembangan pendapat umum mulai muncul pada abad
5 SM, pada saat diadakannya pertemuan kota (limited town meeting) yang
membahas berbagai persoalan dalam masyarakat Yunani. Pendapat umum sangat
diperlukan sebagai masukan dalam memandang suatu permasalahan sosial yang
dihadapi oleh masyarakat. Proses komunikasi yang terjadi di masyarakat akan
membuat penafsiran yang berbeda dalam memandang suatu isu. Suatu isu dapat
dijadikan objek pendapat umum jika masalah yang dibicarakan tersebut
menyangkut hajat hidup orang banyak dan merupakan permasalahan yang
kontradiktif dalam masyarakat.
Pendapat umum merupakan kekuatan dahsyat yang dapat
mempengaruhi baik atau buruk citra suatu lembaga. Sifat dan karakteristik
pendapat umum adalah selalu berlandas pada nilai “kebenaran”(
Sastropoetro,1987: 15). Tumbuhnya pendapat umum lebih banyak ditentukan oleh
peristiwa-peristriwa politik yang dapat menyentuh kepentingan khalayak atau
rakyat banyak.
Inti dari pendapat umum adalah diakuinya pendapat masyarakat.
Masyarakat mempunyai cara-cara tertentu agar pendapatnya diketahui oleh orang
lain atau diterima oleh pembuat kebijakan. Di sini pendapat umum diterima dan
masyarakat menjadi penting untuk diketahui. Ekspresi untuk menyatakan
pendapat umum itu berbeda-beda dari satu masa ke masa lain, bergantung pada
bagaimana pendapat itu harus disuarakan. Secara umum dalam sejarah dikenal
teknik ekspresi pendapat umum berturut-turut ; orator, cetakan, kerumunan, petisi,
ruang diskusi, coffe house, gerakan revolusi, pemogokan, pemilihan umum, straw
polls (pemungutan suara tidak resmi), surat kabar modern, surat untuk pejabat
publik, perencanaan agenda media massa, dan metode yang terbaru adalah survei
yang lebih dikenal sebagai polling (Eriyanto, 1999 : 4).
Polling lahir dari pemikiran untuk apa menyertakan banyak orang kalau
sedikit orang sebenarnya cukup dapat mewakili suara masyarakat. Sejak
diterapkan prinsip-prinsip ilmiah untuk melakukan survei membawa
perkembangan baru dalam metode pengumpulan pendapat umum. Pemakaian
prinsip ilmiah untuk mengukur pendapat umum berbarengan dengan
perkembangan metode ilmiah. Artinya, pengukuran pendapat umum mengambil
dan memanfaatkan metode penelitian ilmu pengetahuan agar secara tepat
mengukur pendapat umum.
Hasil polling menjadi lebih efektif jika bisa disampaikan kepada
masyarakat luas. Agar polling mempunyai daya paksa, polling mempunyai
keharusan dimuat dalam media massa. Media mempunyai kebebasan untuk
menyelenggrakan berbagai polling, termasuk polling mengenai tema-tema yang
sensitif yang berhubungan dengan msyarakat. Penyelenggaraan dan publikasi
polling dapat dilakukan oleh berbagai media massa baik itu media cetak ataupun
media elektronik. Harian Kompas merupakan salah satu media yang secara rurtin
mempertahankan keakuraatan hasil polling, harian Kompas selalu menyertakan
metode jejak pendapat yang digunakan dalam menyelenggarakan jejak pendapat
tersebut.
Hasil polling yang sudah dipublikasikan dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah, kelompok masyarakat atau LSM untuk mengetahui apa yang
diinginkan oleh masyarakat, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam
memperbaiki kinerja organisasi. Apabila hasil polling tidak dipublikasikan
nasibnya akan sama dengan hasil penelitian akademis yang tidak mempunyai
pengaruh selain menambah pengetahuan terhadap suatu masalah.
Ekspresi pendapat umum tidak hanya digunakan oleh pemerintah dalam
penetapan kebijakan, tapi kebijakan yang dihasilkan pemerintah juga bisa
dijadikan objek dari polling yang akan diadakan. Terkadang kebijakan yang
dihasilkan tidak menguntungkan semua lapisan masyarakat. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai sebuah lembaga yang peduli terhadap nasib rakyat
terutama rakyat yang telah dirugikan oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah membutuhkan data yang valid dan terpercaya untuk dapat terus
memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lahir untuk membantu masyarakat
yang tidak tersentuh tangan pembangunan dan dirugikan oleh kebijakan
pemerintah atas pembangunan. Secara sederhana, Abdul Hakim Garuda
Nusantara mengatakan bahwa LSM adalah gerakan yang tumbuh berdasarkan
nilai-nilai kerakyatan yang mempunyai tujuan untuk menumbuhkan kesadaran
dan kemandirian masyarakat, yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan
Polling mengenai potensi buruh yang dilakukan oleh harian Kompas
(Kompas, 5 Mei 2008), dapat dijadikan suatu masukan bagi LSM dalam
menetukan kebijakan lembaga. Data yang diperoleh menggambarkan bagaimana
pandangan masyarakat mengenai sejauhmana kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah berpihak kepada kaum buruh, sehingga data tersebut dapat dijadikan
masukan untuk tetap berpihak pada keinginan rakyat.
Hasil polling dapat dijadikan acuan dalam memandang suatu
permasalahan, seperti dalam memandang masalah nasib kaum buruh atau pekerja
di Indonesia. LSM diharapkan mampu menentukan sikap, menyatukan persepsi,
dan pada akhirnya segera menetukan kebijakan dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat.
Pada penelitian ini penulis lebih menitik beratkan pada LSM yang
bersifat mobilisasi yaitu organisasi yang memusatkan kegiatannya kepada
pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar isu yang berkaitan dengan
ekologi, Hak Azasi Manusia (HAM), status kaum perempuan, hak-hak hukum
dalam hubungan dengan kepemilikan tanah dan penggantian (kompensasi) bagi
tanah yang harus disita, menjamin hak sewa bagi pedagang kecil, scavengers
(orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal tetap) dan penghuni
liar di kota-kota besar, karena pada LSM ini pendapat dan keadaan masyarakat
sangat diperhatikan guna memberikan hak yang sepantasnya kepada mereka.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di kota Medan dengan
jumlah lebih dari 100 lembaga, bergerak di berbagai bidang. Seperti bidang
pendidikan, kebudayaan, ekologi, perempuan, gerakan sosial, perlindungan anak
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
suatu penelitian tentang bagaimanakah peran poliing pada harian Kompas dalam
penetuan kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kota Medan.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah peran
polling pada harian Kompas dalam penentuan kebijakan lembaga di LSM Kota
Medan ?”
I.3 Batasan Masalah
Perumusan masalah yang terlalu umum dapat mengakibatkan masalah
yang akan dibahas tidak jelas hasilnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan
masalah agar ruang lingkup masalah lebih jrlas dan terarah. Adapun pembatasan
masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Penelitian bersifat deskriptif yang hanya menangkap gejala dan memaparkan
secara detail, tidak mencari hubungan dan menguji hipotesis.
2. Masalah yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah peran polling dalam
penentuan kebijakan lembaga di LSM Kota Medan , seperti:
- Penentuan kebijakan internal lembaga.
- Penentuan kebijakan dalam menangani masyarakat dampingan.
3. Pada penelitian ini penulis lebih menitik beratkan pada LSM yang telah
Linmas Kota Medan yang aktif dan mengambil data tambahan dari
Kontras Sumatera Utara.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
17.Mengetahui peran polling yang ada pada harian Kompas dalam
penentuan kebijakan internal lembaga di LSM Kota Medan.
18.Mengetahui peran polling dalam penentuan kebijakan penanganan
masyarakat dampingan di LSM kota Medan.
I.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU
untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian
sebagai sumber bacaan.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat menambah pengetahuan
tentang media massa dan polling.
3. Secara kritis, penelitian ini diharapkan bisa mengajak khlalyak untuk
lebih kritis dalam memandang efektifitas polling sebagai metode yang
paling privat dan terstrutur dalam mengekspresikan pendapat masyarakat.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari
sudut mana penelitian tersebut disoroti (Nawawi,1995: 40).
Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004: 6), teori merupakan
himpunan konstruk (konsep), yang mengemukakan pandangan sistematis tentang
gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut.
Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam
menentukan tujuan dan arah penelitiannya.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
I.5.1 Opini Publik
Menurut Cultip dan Center (Sastropetro, 1987:41), opini merupakan suatu
ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial.
Sementara Albig(Sunaryo, 1984:31) memaparkan bahwa opini timbul sebagai
suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini
biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang
mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan,
ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong
orang untuk saling mempertahankannya.
Irish dan Proto (dalam Susanto, 1985:91) menyatakan bahwa suatu
pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat
umum atau opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum
melainkan masih merupakan sikap. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila
mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu
kejadian) yang telah dinyatakan dan dengan demikian ia akan menimbulkan
adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya .
Sedangkan Clyde L. King menyatakan bahwa opini publik adalah suatu
penilaian sosial mengenai suatu hal yang penting dan berarti atas dasar pertukaran
fikiran yang dilakukan oleh individu-individu dengan sadar dan rasional
(Sastropoetro, 1987:53). Jadi timbulnya opini publik adalah efek komunikasi
dalam bentuk pernyataan yang bersifat kontroversial dari sejumlah orang sebagai
pengekspresian sikap.
Menurut Elizabeth Noelle-Neumann dalam bukunya yang berjudul Return
to the Concept of Powerful Mass Media, opini publik adalah sikap atau perilaku
yang harus diungkapkan seseorang kepada publik jika orang tersebut tidak
mengasingkan dirinya sendiri; dalam bidang yang menimbulkan pertentangan atau
perubahan, opini publik adalah sikap-sikap yang diungkapkan seseorang tanpa
membahayakan pengasingan dirinya sendiri. Dengan kata lain, opini publik
adalah suatu pemahaman pada sebagian orang dalam komunitas yang terus
menerus menaruh perhatian terhadap beberapa pengaruh atau masalah yang sarat
nilai dimana baik individu maupun pemerintah harus menghargainya paling tidak
berkompromi berupa perilaku terbuka berdasarkan ancaman untuk dikeluarkan
atau diasingkan dari masyarakat.
Opini publik atau pendapat umum diartikan sebagai apa yang
masyarakat tertentu mengenai setiap isu yang menarik perhatian rakyat (Eriyanto,
1999 : 3).
I.5.2 Polling
Polling adalah suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan
menggunakan teknik dan prosedur ilmiah (Eriyanto,1999:75). Hal ini untuk
membedakan dengan kerja pengumpulan pendapat unum lain yang tidak
menggunakan penelitian ilmiah, seperti diskusi, demonstrasi, atau pengukuaran
ekspresi pendapat umum lainnya. Metide yang digunakan dalam mengenali
pendapat umum dalam polling adalah metode survei, yakni suatu metode dimana
objek adalah orang atau individu dan menggunakan kuisioner sebagai alat untuk
mendapatkan data atau informasi.
Ada beberapa defenisi kunci yang dapat menggambarkan polling secara
keseluruhan. Polling adalah metode yang memakai sampel untuk menggambarkan
sikap atau pendapat populasi. Meskipun memakai sampel, hasilnya dimaksudkan
untuk dapat digenaralisasikan pada populasi yang luas. Karena itu dalam
penerapan sampel, sangat disarankan untuk memakai prinsip probabilitas
sehingga hasil sampel adalah representasi dari populasi sesungguhnya.
Polling hanya bisa digunakan untuk menggambarkan sikap atau perilaku
(Eriyanto,1999:75). Ia adalah metode yang tepat untuk mengetahui apa yang
publik pikirkan, apa yang publik rasakan terhadap suatu isu atau masalah. Ia dapat
mengukur pendapat orang lain mengenai suatu permasalahan yang kontradikasi
pilihan pendapat, tapi hanya berhenti sampai di sana. Ia tidak dapat menjelaskan
kenapa seseorang melakukan pilihan tersebut.
Polling digunakan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau
karakteristik secara akurat. Akumulasi data yang diperoleh semata-mata untuk
deskripsi, ia tidak berusaha untuk mengkaji hipotesis atau menguji konsep
tertentu. Polling digunakan untuk mendapatkan informasi tentang suatu fenomena,
dalam hal ini yang ingin didapat dari polling adalah sikap, pandangan, keyakinan
masyarakat terhadap isu-isu yang berkembang. Karena itu dapat juga dikatakan
bahwa polling adalah penerapan praktis dari metode survei, pemakaian metode
survei untuk mengukur pendapat pulik terhadap isu-isu politik. Pengertian ini
untuk membandingkan dengan penerapan praktis dari metode survei untuk
keperluan lain.
Dalam pelaksanaannya polling lebih sederhana dari survei akademik.
Sifat kesederhanaan itu karena polling menuntut hasil yang cepat, agar hasilnya
secepatnya dapat dipublikasikan. Pertanyaan yang ditanyakan kepada publik juga
tidak banyak, biasanya tidak lebih dari 20 pertanyaan. Seperti yang dikatakan oleh
Cellinda C. Lake (dalam Eriyanto, 1999:77) berikut ini:
“Polling adalah cara sistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpulkan informasi dari
sampel orang yang digunakan untuk mengenaralisasikan pada kelompok atau
populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil. Polling tidak didesain untuk
menyelidiki atau mengidentifikasi individu untuk keperluan ini, lebih murah dan
efisien dengan cara lain seperti penyelidikan telefon. Kesalahan menentukan tujuan
polling ini dapat mengakibatkan bias informasi yang didapat. Polling juga tidak
dimaksudkan untuk menggambarkan banyak individu secara mendalam. Untuk
keperluan ini, studi kasus adalah cara yang lebih efisien. Polling adalah suatu
pengukuran pada satu waktu untuk mengetahui sikap, perilaku, kepercayaan dan
hubungan antara semua paraameter. Lewat generalisasi, hasilnya kemudian dapat
Peran polling sebagai salah satu metode pengekspresian pendapat umum
adalah:
1. Pembentukan Kepercayaan
Angka-angka statistik yang dihasilkan polling juga akan berperan dalam
mempengaruhi kepercayaan khalayak terhadapa isu yang berkembang dalam
masyarakat. Misalnya dari hasil polling menyatakan bahwa 80% dari sampel
setuju atas kenaikan BBM dan merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan
permasalahan sat ini. Jika hasil tersebut dimuat di seluruh media massa, maka
akan mempengaruhi kepercayaan publik dalam memandang isu BBM.
Kepercayaan sering dipakai untuk pernyataan yang mempunyai komponen
normatif., khususnya yang berhubungan dengan agama, perilaku moral, norma
sosial, dan sebagainya. Dengan kepercayaan, seseorang dibantu untuk melihat
realitas dunia, berada diantara benar dan salah. Kepercayaan sering
dihubungkan dengan dunia nyata dan menyediakan pengertian tentang
bagaimana nilai dipakai dalam situasi yang berbeda. Sebagai contoh,
seseorang yang mempunyai sikap nilai berdiri diatas kaki sendiri akan percaya
bahwa kemakmuran hanya bisa dicapai lewat kerja keras.
2. Pembentukan Sikap
Sikap masyarakat dalam merespon suatu isu, merupakan tindakan kongkrit.
Sikap pada khlayak tidak muncul secara spontan. Sikap pada khlayak akan
timbul dari apa yang dipersepsikan dan apa yang dipercayai khalayak. Sikap
lebih mengarah kepada orientasi umum pandangan dari suatu pemikiran,
nilai-nilai dasar yang dimiliki seseorang. Nilai-nilai dasar itu seperti kesamaan
hukum, hak asasi, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.
3. Pembentukan Pendapat
Polling mengukur apa yang difikirkan oleh masyarakat mengenai suatu isu
atau masalah. Setelah data atau fakta tersebut sudah diketahui maka hasil
polling tersebut akan mempengaruhi pendapat khalayak dalam memandang isu
tersebut. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila ia mengandung unsur
memungkinkan pro dan kontra suatu pendapat. Disini mengacu kepada
totalitas pendapat para anggota masyarakat tentang suatu isu. Hal ini berarti
berbagai pendapat individu yang dibayangkan dan diukur serta dimiliki oleh
masyarakat bersangkutan tentang suatu isu. Pendapat menghubungkan antara
nilai yang diyakini atau kepercayaan yang dipercaya ketika menilai isu atau
kejadian setiap hari. Seperti dalam contoh,
“Apakah menurut anda harga BBM harus dinaikkan?” Pendapat seseorang
terhadap kasus ini tergantung kepada sikap datau kepercayaan seseorang
(Eriyanto, 1999 : 214-215).
I.5.3 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Non Pemerintah
(Ornop) adalah kata yang sering beredar dalam masyarakat. Peranan mereka
dalam tatanan sosial kehidupan Negara sudah cukup dikenal dan memberi
kontribusi yang signifikan. Pemerintah berusaha memberikan defenisi dari
komunitas tersebut, seperti terlihat dalam Inmendagri no.8 thn.1990:
“... LSM adalah organisasi /lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga
bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai
wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan teraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya”.
Defenisi lain juga dikembangkan oleh berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga
keuangan internasional seperti Bank Dunia,ADB maupun IMF.
Di Indonesia pengertian LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
memiliki ciri-ciri yang diantaranya, pertama, orientasi mereka kepada pengauatan
kelompok-kelompok komunitas. Kedua, pada umumnya ada komitmen yang kuat
terhadap cita-cita partisipasi rakyat. Ketiga, adanya suatu komunitas LSM di
Indonesia, dengan adanya hubungan silang antar pribadi dan kelembagaan yang
saling mendukung, terdapat pertukaran gagasan dan sumber daya.
Ada beberapa peranan yang dapat dilakukan LSM dalam kehidupan
bernegara, pertama adalah pemunculan isu-isu, misalnya tentang lingkungan
hidup, Hak Azasi Manusia (HAM). Kedua, mengartikulasikan kepentingan umu
tentang HAM (Hak Azasi Manusia), Demokrasi dan sebagainya. Ketiga, dampak
dari kegiatan LSM yang mempunyai nilai politis adalah pada keseluruhan
keseimbangan kekuatan (balance of forces) antar kelompok-kelompok sosial dan
ekonomi pemerintah Indonesia. Keempat, LSM berperan sebagai penengah
(intermediary) antara perencanaan pembanguanan denganmasyarakat yang di
bawah.
I. 6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dalaam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai (Nawawi,
1995: 33)
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti,
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial (Singarimbun, 1995 : 34).
Agar konsep tersebut dapat diteliti , maka harus dioperasionalkan
dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel adalah objek penelitian, atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini
adalah:
1. Peran
Keterlibatan atau kontribusi seseorang, badan atau suatu sistem dalam
memanajement (prencanaan,pengorganisasian, pelaksanaan, pengontrolan dan
pengevaluasian) suatu kegiatan sehingga dengan kontribusi tersebut akan
menambah keberhasilan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
2. Polling
Polling adalah salah satu cara pengukuran ekpresi pendapat umum yang
dilakukan secara tersistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpukan informasi
dari sampel orang yang digunakan untuk mengeneralisasikan pada kelompok atau
populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil.
3. Kebijakan
Kebijakan adalah suatu keputusan yang diambil oleh sebuah lembaga
yang didasarkan atas informasi yang diperoleh dari berbagai fakta dan data yang
diperoleh, yang nantinya digunakan untuk pemecahan atas masalah-masalah atau
fenomena yang ditemukan di lapangan.
4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah organisasi /lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat
berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh
organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan
kepada pengabdian secara swadaya.
I. 7 Model Teoritis
Berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan diatas, maka
terbentuklah model teoritis seperti bagan dibawah ini :
Skema I.1 Model Teoritis
OPINI PUBLIK
POLLING
MEDIA MASSA
KEBIJAKAN LSM
KOTA MEDAN
I. 8 Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas maka dibuat
operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam
penelitian, yaitu sebagai berikut :
Tabel I.1 Operasional Variabel
Komponen Variabel Operasional
Peran polling dalam
penentuan kebijakan
lembaga.
1. Pembentukan Kepercayaan
Tingkat kepercayaan lembaga terhadap
hasil polling pada rubrik Jejak Pendapat
pada Harian Kompas dalam
mempengaruhi kebijakan lembaga.
2. Pembentukan Sikap
Sikap lembaga mengenai peran hasil
polling pada rubrik Jejak Pendapat pada
Harian Kompas dalam mempengaruhi
kebijakan lembaga.
3.Pembentukan pendapat .
Pendapat lembaga mengenai peran hasil
polling pada rubrik Jejak Pendapat pada
Harian Kompas dalam mempengaruhi
kebijakan lembaga.
I. 9 Definisi Operasional
Untuk menghindari pengertian yang meluas pada variabel yang telah
dioperasionalkan, maka disusun definisi batasan terhadap hal-hal yang akan
1. Peran polling dalam penentuan kebijakan lembaga.
Untuk mengukur peran polling ada tiga kunci yakni pembentukan
kepercayaan, sikap, dan pendapat.
- Pementukan Kepercayaan.
Kepercayaan merupakan komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis.
Dengan kepercayaan seseorang dibantu untuk melihat realitas dunia, berada
diantara benar dan salah. Kepercayaan memberikan perspektif kepada
manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.
Menurut Salomon E. Asch, kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,
kebutuhan dan kepentingan.
Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki
seseorang. Banyak kepercayaan kita didasarkan kepada pengetahuan yang
tidak lengkap. Kita percaya bahwa seluruh pemuda di Amerika bergaul
bebas, berdasarkan apa yang kita lihat dalam film atau kita baca dalam surat
kabar atau majalah. Kebutuhan dan kepentingan sering mewarnai
kepercayaan kita (Eriyanto, 1999 : 3).
Dalam penelitian ini akan diukur bagaimana tingkat kepercayaan Lembaga
Swadaya Masyarakat Kota Medan terhadap hasil polling yang
diselenggarakan oleh Harian Kompas memberi masukan dalam pengambilan
- Pembentukan Sikap.
Menurut Thurstone, Sikap merupakan suatu tingkatan efek, baik itu berifat
positif dan negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.
Sikap lebih mengarah kepeda orientasi umum pandangan dari suatu
pemikiran, seperti konservatif, liberal, atau tradisional. Sikap seseorang
dipengaruhi oleh nilai-nilai dasar yang dimiliki seseorang, seperti kesamaan
hukum, hak asasi, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.
Penelitian ini akan mencari data bagaimana sikap Lembaga Swadaya
Masyarakat Kota Medan dalam memandang hasil polling pada Harian
Kompas dalam memberi masukan (masalah sosial, politik, budaya) bagi
pengambilan kebijakan di Lembaga.
- Pembentukan Pendapat
Baik sikap maupun kepercayaan akan dipakai untuk melihat berbagai
kejadian, peristiwa atau objek khusus yang terjadi tiap hari dalam bentuk
pendapat. Pendapat menghubungkan antara nilai yang diyakini atau
kepercayaan yang dipercaya ketika menilai isu atau kejadian setiap hari.
Pendapat seseorang tergantung kepada sikap dan kepercayaan seseorang.
Suatau pernyataan dapat diartikan pendapat jika pernyataan tersebut sudah
mengalami peristiwa komunikasi. Pendapat yang akn diukur pada penelitian
ini adalah setuju atau tidak setujukah LSM di Kota Meadan mengenai peran
Polling yang diselenggarakan oleh Harian Kompas berperan dalam
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Opini Publik
2.1.1 Pengertian Opini Publik
Opini atau biasa disebut dengan pendapat dapat diidentifikasi sebagai
suatu pernyataan atau sikap dalam kata-kata. Suatu sikap dapat dinyatakan
sebagai disposisi seseorang atau kecenderungan untuk bertindak (to act) atau
membalas tindakan (react). Suatu sikap bisa tersembunyi (latent) dan tidak
dinyatakan (unexpressed) pada hari ini, tetapi bisa jadi sangat aktif dan dapat
diamati (observable) esok harinya, baik yang dinyatakan atau tidak.
Opini atau opinion menurut Cultip dan Center adalah suatu ekspresi
tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial (Sastropoetro,
1987:41). Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang
kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Pada umumnya
fakta bagi seseorang dapat juga dianggap sebagai opini bagi orang lain, kalau
dalam penggunaannya tidak berhati-hati dan mengundang timbulnya kontroversi
atau perbedaan pendapat dalam membicarakan masalah atau isu tersebut.
William Albig (dalam Sunarjo, 1984:31), pendapat (opini) yaitu suatu
pernyataan mengenai masalah yang kontroversial atau “An opinion is some
expression on controversial point.” Sarjana ini mengemukakan bahwa pendapat
atau opini itu dinyatakan kepada sesuatu hal yang kontroversial atau
sedikit-dikitnya terdapat pandangan yang berlainan mengenai masalah tersebut. Opini
dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama
dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari
kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini
mendorong orang untuk saling mempertahankannya
Publik adalah kumpulan orang-orang yang sama minat dan
kepentingannya (interest) terhadap suatu isu dan bersifat lebih stabil. Publik
ditandai oleh adanya suatu isu yang dihadapi dan dibincangkan oleh kelompok
kepentingan yang dimaksud, yang menghasilkan opini mengenai isu tersebut,
kemudian publik bersifat kontroversial dan didalammya terdapat proses diskusi.
Sedangkan pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo,
1984:89) adalah sekelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi
secara langsung melalui media komunikasi misalnya pembicaraan secara pribadi,
desas desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi
dan sebagainya.
Publik lebih khusus dan merupakan suatu gejala zaman modern yang
dihasilkan oleh media massa (alat-alat komunikasi modern), tetapi publik lebih
spesifik dari massa dalam arti minat ditujukan kepada persoalan-persoalan
tertentu. Tetapi, adanya minat yang sama tidaklah harus melahirkan pendapat
yang sama. Mereka bisa saja mempunyai pendapat yang berbeda-beda, yaitu
menurut pikirannya, pengalamannya dan persepsinya masing-masing.
Penjelasan selanjutnya adalah menurut Hartono (dalam Rousdy,
1985:314). Publik merupakan kelompok yang abstrak dari orang-orang yang
terlibat dalam suatu pertukaran pikiran melalui komunikasi tidak langsung untuk
mencari penyelesaian atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka itu.
Dari definisi diatas, publik masih merupakan bentuk spontan yang
tidak berbentuk dan tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan
publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat
(sementara) oleh persoalan yang meminta pemecahan. Publik menjelma bukan
karena direncanakan atau dibuat tetapi terjelma secara spontan tanpa direncanakan
terlebih dahulu.
Adapun yang menyebabkan terbentuknya publik menurut Wilbur
Schramm (dalam Astrid, 1985:25) adalah sebagai berikut;
1. Sebagai respon terhadap suatu masalah.
2. Disebabkan adanya perhatian dan minat terhadap sesuatu hal yang umum
sifatnya dan menyangkut kepentingan umum pula. Jadi publik tidak
menyangkut masalah-masalah yang sifatnya khusus, pribadi dan
sebagainya.
Sedangkan menurut Herbert Blumer (dalam Sastropoetro, 1990:108)
mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut;
1. Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu.
2. Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut.
3. Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatasi isu.
Irish dan Prothro (dalam Susanto, 1985:91) menyatakan bahwa suatu
pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat
umum atau opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum
melainkan masih merupakan sikap. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila
mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu
kejadian) yang telah dinyatakan dan dengan demikian ia akan menimbulkan
adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya.
Memperhatikan uraian mengenai pengertian publik sebagai suatu
kelompok sosial yang tidak teratur, dan pengertian pendapat atau opini yang
dihubungkan dengan fakta serta sikap atau attitude, maka kedua perkataan itu
digabungkan menjadi satu dan diperoleh istilah baru yaitu ‘opini publik’ atau
pendapat umum. Istilah baru ini menjadi istilah bagi salah satu efek komunikasi
yang mempunyai pengertian sendiri.
Opini publik merupakan suatu kajian baru dari ahli-ahli soial dan
politik, banyak ahli yang berusaha memberikan pengertian mengenai opini publik,
diantaranya:
1. Adinegoro
Beliau menyebut opini publik sebagai ratu dunia. Hal tersebut
memang benar akan tetapi hanya nama dan benar pula bila ditinjau dalam
dukungan sosial (social support). Tapi jangan diartikan kita dapat menggerakkan
opini pulik, karena opini publik tidak ada organisasinya dan tidak mempunyai
pimpinan. Beberapa sarjana psikologi sosial dan sarjana sosiologi demikian
sarjana komunikasi sependapat bahwa pendukung opini publik tidak saling
mengenal atau anonim, opini tidak mengenal pembagian kerja dan karena itu
2. Leonard W Doob
Ia menulis dalam buku yang berjudul Public Opinion and
Propaganda ; “opini publik adalah sikap orang-orang mengenai suatu masalah,
dimana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama. Maka
opini publik itu berhubungan erat denngan sikap manusia yaitu sikap secara
pribadi maupun sebagai anggota suatu kelompok.
Komunikasi persuasi bila dihubungkan dengan opini publik Leonard
W Doob mempunyai pendapat bahwa opini publik itu sifatnya akan tetap latent
(terpendam) dan baru memperlihatkan sifat yang aktif apabila sasuatu issue itu
timbul dalam suatu kelompok atau lingkungan. Sesuatu issue itu timbul kalau
terdapat konflik, kegelisahan atau frustrasi.
Selanjutnya Leonard W. Doob memberi pegangan-pegangan dalam
meneliti opini publik. Suatu opini publik dianggap kompeten atau mampu
memenuhi syarat opini publik dalam arti khusus bila (Sunarjo, 1984: 26):
a. Fakta yang dipakai sebagai titik tolak dari perumusan opini publik, diberi nilai
“baik” oleh masyarakat luas.
b. Dalam penggunaan fakta (keadaan dimana suatu sikap justru diambil karena
tidak adanya fakta), orang sampai pada kesimpulan dan kesepakatan mengenai
tindakan yang harus diambil untuk memecahkan persoalan.
3. Ferdinand Tonnies
Beliau mengatakan bahwa ada tiga tahap opini publik dalam
perkembangannya yaitu die luftartige, die flussige dan die feste.
Opini publik yang luftartig adalah opini publik laksana uap dimana
nyata. Selanjutnya opini publik yang fluusig mempunyai sifat seperti air, opini
publik ini sudah mempunyai bentuk yang nyata akan tetapi masih dapat dialirkan
menurut saluran yang kita hendaki, sedangkan opini publik yang festig adalah
opini publik yang sudah kuat, tidak mudah berubah.
Selanjutnya Ferdinand Tonnies juga mengemukakan bahwa
perkembangan opini publik dari yang bersifat embrio sampai kepada opini publik
yang kuat sangat tergantung kepada besar kecilnya pendorong dari dalam yang
dirangsang oleh oleh berbagai faktor dari luar seperti issue, konflik, kegelisahan,
dan frustrasi dan lain-lainnya yang mengarah pada ketidakpastian (Sunarjo, 1984:
28).
4. Emil Divifat
Sarjana ini mengemukakan bahwa agar dapat disebut opini publik
maka harus mempunyai syarat-syarat:
a. Harus mempunyai tujuan
b. Harus diakui dan diyakini bahwa sesuatu itu adalah benar.
c. Anggapan kebenaran itu dikembangkan ke orang banyak sedemikian rupa
hingga apabila ada yang menolak kebenaran tersebut maka para pendukungnya
bersedia untuk mempertahankannya.
5. Kruger Reckless
Dalam bukunya yang bejudul Social Psychology (Sunarjo, 1984:29)
mengatakan opini publik itu adalah penjelmaan dari pertimbangan seseorang
tentang suatu hal, kejadian, atau pikiran yang telah diterima sebagai pikiran
Opini publik itu bersifat relatif artinya dapat benar dan dapat juga
tidak benar. Akan tetapi oleh kebanyakan orang dianggap sebagai kebenaran.
Karena itu dalam Bahasa Indonesia orang menyebut dengan berbagai istilah
antara lain pendapat umum, anggapan umum, anggapan orang ramai, dan
sebagainya.
Selanjutnya Kruger Recklees mengemukakan bahwa opini publik itu
dapat berubah-ubah sedangkan perubahan itu dapat ditimbulkan dan disalurkan
oleh seseorang atau sesuatu lembaga. Alat yang pada umumnya untuk
menyalurkan opini publik biasanya adalah media massa (pers, radio, televisi, dan
film) terutama sekali adalah pers (Sunarjo, 1984:29).
6. Lawrence Lowall
Sarjana ini berpendapat bahwa opini publik bukanlah suatu mayoritas
pendapat yang dapat dihitung secara numeric (dihitung menurut jumlah), beberapa
orang yang ada di pihak masing-masing. Menurutnya opini publik bukan suatu
numerical majority melainkan suatu effective majority.
Yang perlu diterangkan adalah bahwa mayoritas pendapat tidak selalu
merupakan opini publik sebabnya adalah bahwa mungkin sekali mayoritas
pendapat tersebut telah dicapai dengan menggunakan sangsi atau ancaman
tertentu terhadap para anggotanya, meskipun kenyataan para anggota tersebut
mempunyai opini yang lain terhadap suatu masalah.
Dengan berbagai penjelasan tersebut di atas maka publik opinion atau
opini publik dapat disimpulkan (Sunarjo, 1984: 32):
1. Pendapat umum merupakan persatuan pendapat (sintesa) dari
2. Sedikit banyaknya mendapat dukungan dari sejumlah orang.
3. Dalam pendapat umum orang menyatakan persetujuan atau tidak
setuju terhadap suatu situasi, kejadian atau peristiwa.
4. Pendapat umum merupakan kesatuan perasaan (emosi) dan akal,
karenanya pendapat mudah berubah, misalnya dari setuju menjadi
tidak setuju.
5. Pendapat umum dapat dibentuk dan karena pendapat atau opini itu
bukan suatu fakta maka belum tentu benar.
6. Pendapat umum mungkin sekali dilakukan dengan timbulnya suatu
aksi, misalnya demonstrasi atau unjuk pendapat.
7. Terbentuknya pendapat umum selalu memulai diskusi sosial.
Pendapat lain mengatakan inti dari pendapat umum adalah
(Sastropoetro, 1987: 54):
a. Adanya suatu masalah atau situasi yang bersifat kontroversial.
b. Adannya puiblik yang secara spontan terpikat kepada masalah tersebut,
melibatkan diri ke dalamnya, dan berusaha memberikan pendapatnya.
c. Adanya kesempatan untuk bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah
yang kontroversial oleh suatu publik.
d. Adanya interaksi dari individu-individu dalam publik yang menghasilkan suatu
pendapat yang bersifat kolektif untuk diekspresikan.
2.1.2 Proses Terbentuknya Opini Publik
Opini publik terbentuk oleh adanya aktifitas komunikasi yang
terjadi hubungan transaksional antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Proses ini
tidak jarang menggunakan cara-cara penekanan (coersive,) agitasi (provokasi),
maupun ancaman-ancaman (intimidasi). Konflik terjadi ketika (Panuju, 2002: 21)
:
1. Kosensus tidak tercapai.
2. Proses adaptasi satu sama lain tidak terpennnuhi.
3. Modifikasi atau kombinasi sulit dilakukan.
Pada awalnya pembicaraan berjalan tenang, tetapi lambat laun
tanpa disadari mereka terlibat dalam diskusi. Masing-masing mengemukakan
pandangan sehingga timbul saling melemparkan argumentasi yang tujuannya
ingin mengemukakan suatu penyelesaian. Pembicaraan yang tenang menjadi
panas, dimana mereka berfikir dalam konteks kerangka pengetahuan dan
pengalaman yang berbeda sesuai dengan apa yang mereka miliki. Pendapat–
pendapat yang saling dipertukarkan akan menghasilkan masukan yang beragam
dan simpang siur, yang lambat laun akan tampak jelas arah pembicaraan yang
bersangkutan, dan pada tahap akhir pembicaraan meuju kepada satu pikiran yang
bulat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdapat tiga tahap
pembicaraan sebagai berikut (Sastropoetro, 1990:109);
Tahap I Masukan yang masih semrawut.
Tahap II Tahap pembicaran mulai terarah, mulai membentuk pikiran
yang jelas dan menyatu.
Tahap III Tahap dimana pendapat telah menyatu, bulat dan kuat.
dalam kelompok tersebut. Seterusnya publik itu bubar dan membicarakan masalah
lain. Pendapat yang telah dinyatakan dan dipertentangkan itulah yang disebut
pendapat umum atau opini publik.
Menurut Hannesy (dalam Hannesy, 1984:4-8) ada beberapa unsur
yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan pendapat umum, yaitu :
1. Adanya isu (presence of an issue)
Yang dimaksud dengan isu adalah situasi yang kontemporer dimana mungkin
terdapat ketidaksepakatan. Jadi, ada unsur kontroversial didalamnya.
2. Hakekat masyarakat (the nature of publics)
Suatu isu yang menyangkut kepentingan umum, bahwa harus ada satu
kelompok orang yang dapat dikenal/dilihat dan menaruh perhatian terhadap isu
tersebut.
3. Kompleks preferensi masyarakat
Hal ini menyangkut totalitas pendapat anggota publik tentang suatu isu.
Termasuk didalamnya adalah setuju atau tidak setuju terhadap saran–saran
bagi pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan isu tersebut.
4. Ekspresi pendapat (expression of opinion)
Ekspresi ini merupakan reaksi terhadap isu yang ada. Kata-kata yang
diucapkan atau dicetak merupakan bentuk yang paling biasa dari ekspresi
pendapat. Tetapi sewaktu-waktu gerak-gerik, kepalan tangan atau kerumunan
orang yang berteriak-teriak juga sudah merupakan ekspresi pendapat.
5. Jumlah orang terlibat
Masalah jumlah ini dirangkum dalam ungkapan ‘sejumlah orang penting’ (a
isu-isu kecil dan pernyatan yang tidak perlu dari individu yang sifatnya pribadi.
Jadi sekelompok manusia berkepentingan terhadap hal-hal yang sifatnya
personal atau pribadi tidak dapat menjadi apa yang disebut publik dalam opini
publik atau pendapat umum.
2.1.3 Kekuatan Opini Publik
Opini publik atau pendapat umum sebagai satu keatuan pernyataan
tentang suatu hal yang bersifat kontroversial, merupakan suatu penilaian sosial
(social judgement). Maka pada pendapat umum melekat beberapa kekuatan yang
sangat perlu diperhatikan (Sastropoetro, 1987: 122):
1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadapa orang atau
sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut.
Hukuman sosial menimpa seseorang / sekelompok dalam bentuk rasa malu,
rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri, rasa tak berarti lagi dalam
masyrakat, menimbulakan frustrasi sehingga putus asa, dan bahkan ada yang
karena itu lalu bunuh diri dari jabatannya.
2. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma sopan
santun dan susila, baik antara yang muda dengan yang lebih tua maupun
antara yang muda dengan sesamanya.
3. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau bahkan
bisa juga menghancurkan suatu lembaga.
4. Opini Publik dapat mempertahankan atau mengahancurkan suatu kebudayaan.
2.1.4 Ekspresi Opini Publik
Masyarakat mempunyai cara-cara tertentu agar pendapatnya
diketahui orang lain atau diterima oleh pengambil kebijakan. Dengan demikian
pendapat umum umrnya amat tua, meskipun baru abad 18, pendapat umum
mendapat tempat penting dalam kekuasaan. Di sini diterima dan mampu
mempengaruhi kebijakan dan kekuasaan sehingga apa yang difikirkan masyarakat
menjadi penting untuk diketahui. Ekspresi untuk menyatakan pendapat umum itu
berbeda-beda dari satu masa ke masa lain, bergantung pada bagaimana paham
demokrasi yang muncul, kemajuan teknologi yang menentukan bagaimana
pendapat itu disuarakan. Berikut digambarkan berbagai teknik dalam
mengekspresikan pendapat umum (Eriyanto, 1999: 6-13):
1. Orator
Orator merupakan teknik ekspresi pendapat umum tertua. Ini terjadi
ketika jumlah orang sedikit dan mempunyai pemerintahan sendiri sehingga
pendapat semua anggota masyarakat dapat diketahui. Di era ini hadir pertemuan
kota (limitred town meeting) yang membahas bebagai persoalan di dalam
masyarakat. Demokrasi bersifat langsung, dimana mereka yang hadir mewakili
diri mereka masing-masing. Retorika atau pidato adalah teknik yang paling
uatama untuk menyampaikan gagasan atau pendapat. Penadapat seseorang
kemudian ditanggapi bersama-sama. Orator dan retorika adalah kekuatan untuk
memobilisasi massa untuk berkumpul dalam satu tempat. Kemenangan suatu
gagasan sering kali diukur dari kepandaian orang untuk berbicara, menyampaikan
Teknik retorika semacam ini runtuh oleh sebuah perkembangan yang
dramatis. Seiring perkembangan transportasi orang semakin terbuka dengan dunia
luar, sehingga pengetahuan semakin berkembang.
2. Kerumunan Massa
Meskipun lahirnya cetakan membawa perubahan besar, tapi
masalahnya adalah belum semua orang dapat membaca dan mempunyai akses
untuk koran dan buku. Maka di akhir abad 17-an kerumunan massa masih
merupakan suatu metode yang dominan. Di sini aktor-aktor politik masih
menggunakan kerumunan massa sebagai suatu metode untuk mengetahui apa
yang diinginkan publik.
Para aktor politik menggunakan kerumunan itu, dengan alasan:
a. mereka mendapatkan dukungan dari perorangan dan dari khalayak ramai,
b. mereka mengharapkan efek berantai dimana seseorang dari khalayak mengajak
pemilih lainnya untuk juga memberikan suaranya. Mereka juga ingin membuat
kesan tampak populer bagi mereka yang berada di luar khalayak tersebut,
c. khalayak ramai memberikan umpan balik, memberikan mereka kesempatan
untuk mengerti bagaimana seharusnya mereka bertindak.
d. suatu khalayak ramai “menciptakan” peristiwa politis sehingga koran akan suka
meliputnya secara lengkap dan melaporkan tanggapan-tanggapan yang
menguntungkan.
3. Ruang Diskusi
Meskipun pendapat umum dapat dikenal sejak pertemuan kota, tetapi
revolusi pendapat umum dalam pengertian modern baru dikenal pada abad 18.
dari pengambilan publik yang diwarisi hingga kini. Cukup jelas hal ini karena
gagasan pemikir pada periode 1650-1800 yang mengajukan gagasan pembatasan
kekuasaan. Sebelum periode tersebut apa yang difikirkan masyarakat tidak banyak
digubris, masyarakat mempunyai cara untuk membuat pendapatnya diketaui atau
diterima dalam menentukan kebijakan. Dalam abad ke 18 inilah muncul ide
mengenai suara rakyat untuk memegang kekuasaan, dimana pemerintah didukung
oleh suara rakyat, dan rakyatlah yang memegang kekuasaan.
Dalam abad 18, pendapat umum didiskusikan dalam berbagai ruang
diskusi dan pertemuan. Di Prancis tempat itu disebut salon. Sedangkan di Inggris
disebut cofeehouse. Berbagai ide tentang agama, politik, sosial, dan berbagai isu
yang dibicarakan masyarakat di sini. Pendapat umum dapat diketahui lewat
tempat-tempat tersebut, sebagai arena dari diskursus publik. Ruang diskusi itu
terutama adalah tempat pertemuan yang mengajukan gagasan-gagasan kritis dari
para elite intelektual. Banyak ilmuwan, pemikir, penulis membentuk perkumpulan
semacam mendiskusikan berbagai ide.
4. Gerakan Massa
Apa yang dibicarakan dalam coffehouse atau salon mengkristalkan
dan mengilhami lahirnya revolusi menentang kekuasaan monarki. Pendapat
umum diekspresikan lewat parade anti pemerintahan, gambar kartu politik,
demonstrasi yang menyuarakan pembatasan kekuasaan. Sejarawan Keith Baker
dengan bagus menulis tentang pentingnya pendapat umum adalah kekuatan politik
yang melahirkan revolusi Prancis dan menumbangkan era rezim lama. Kesadaran
ini merembet ke Eropa, dan negara lain yang menghendaki kekuasaan di tangan
gerakan revolusi, di mana ekspresi pendapat umum diekspresikan lewat berbagai
aksi perlawanan terhadap pemerintah. Pada awal abad ke 19 ide pembangkangan
ini juga melahirkan berbagai pemogokan. Kaum buruh melakukan pemogokan
sebagai ekspresi dan bentuk perlawanan mereka terhadap para majikan. Hal ini
didukung dengan lahirnya media massa, sebagai alat yang otonom untuk
mengekspresikan pendapat umum.
5. Pemilu
Pada awal abad ke-19 muncul pemikiran untuk memasukkan suara
rakyat dalam menjalankan pemerintah. Teknik yang tertua adalah pemilihan
umum. Pemilihan umum adalah puncak ekspresi pendapat umum karena pemilu
pada dasarnya adalah menghargai pendapat pribadi, suara setiap orang
diperhatikan dan mempunyai arti secara politik. Perkembangan ini beriringan
degan perkembangan rasionalitas, suatu ide yang mengiginkan agar setiap
fenomena yang abstrak dirubah menjadi yang kongkrit. Pendapat adalah suatu
yang abstrak dan imajine, lewat pemilu pendapat menjadi terstruktur, bisa
dikenali, bisa didefenisikan dan yang lebih penting bisa disistematiskan dalam
bentuk pilihan kepada kandidat pimpinan politik.
6. Polling
Para peneliti kemudian menggunakan prinsip probabilitas.
Pemakaian prinsip ilmiah untuk mengukur pendapat umum berbarengan dengan
perkembangan metode ilmiah. Artinya, pengukuran pendapat umum mengambil
dan memanfaatkan ilmu pengetahuan agar dapat secara tepat mengukur pendapat
2.2 Polling
2.2.1 Pengertian Polling
Polling adalah suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan
menggunakan teknik dan prosedur ilmiah (Eriyanto, 1999: 75). Hal ini untuk
membedakan dengan kerja pengumpulan pendapat umum lain yang tidak
menggunakan penelitian ilmiah. Seperti dkatakan oleh Cellinda C. Lake (dalam
Eriyanto, 1999:77) berikut ini:
“Polling adalah cara sistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpulkan
informasi dari sampel orang yang digunakan untuk mengenaralisasikan pada kelompok
atau populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil. Polling tidak didesain untuk
menyelidiki atau mengidentifikasi individu untuk keperluan ini, lebih murah dan efisien
dengan cara lain seperti penyelidikan telefon. Kesalahan menentukan tujuan polling ini
dapat mengakibatkan bias informasi yang didapat. Polling juga tidak dimaksudkan untuk
menggambarkan banyak individu secara mendalam. Untuk keperluan ini, studi kasus
adalah cara yang lebih efisien. Polling adalah suatu pengukuran pada satu waktu untuk
mengetahui sikap, perilaku, kepercayaan dan hubungan antara semua parameter.
Lewat generalisasi, hasilnya kemudian dapat diterapkan untuk masyarakat yang lebih luas
2.2.2 Karakteristik Polling
Ada beberapa defenisi kunci yang dapat dicatat dalam karakteristik
polling (Eriyanto, 1999: 75):
1. Polling adalah metode dengan memakai sampel untuk menggambarkan
sikap/populasi populasi. Meskipun memakai sampel, hasilnya dimaksudakan
sampel, sangat disarankan untuk memakai prinsip probabilitas sehingga hasil
sampel adalah representasi dari populasi sesungguhnya.
2. Polling hanya bisa digunakan untuk menggambarkan sikap/perilaku.
Ia adalah metode yang tepat untuk mengetahui apa yang publik
fikirkan, apa yang publik rasakan terhadap suatu masalah atau isu. Polling tidak
bisa menjelaskan kenapa suatu permasalahan tersebut terjadi atau apa yang
menyebabkan isu itu muncul di ruang publik.
3. Polling digunakan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau
karakteristik secara akurat.
Akumulasi data yang diperoleh semata-mata untuk deskripsi, ia tidak
berusaha untuk menguji hipotesis atau menguji suatu konsep tertentu. Polling
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang suatu fenomena, dalam hal ini
yang ingin didapat dari polling adalah bagaimana sikap, pandangan, keyakinan
masyarakat terhadap isu-isu yang berkembang. Sehingga bisa dikatakan polling
adalah penerapan praktis dari metode survei, pemakaian metode survei untuk
mengukur pendapat publik terhadap isu-isu sosial politik.
Karakteristik polling dalam hal publikasi adalah (Eriyanto,1999: 77)
a. Waktu penyelenggeraan dan publikasi polling terbatas/pendek.
Jawaban seseorang adalah pada saat wawancara dilakukan. Kalau
waktu wawancara tidak cepat, maka isu akan hilang.
b. Polling hanya menangkap fakta.
Polling seperti seorang kamaerawan yang menangkap
gambar-gambar snapshot. Menurut Burns W. Rooper, polling mempunyai sifat khusus
dilakukan. Ropper menyebut polling sebagai “snapshot in time” untuk
menggambarkan polling hanya menunjukkan pendapat masyarakat pada saat
polling dilakukan. Karena itu yang menjadi kunci dari polling adalah gambar dan
bukan detail.
2.2.3 Tahap-Tahap Polling
Untuk membuat sebuah polling ada tahapan-tahapan yang harus dilalui agar menjaga keakuratan hasil polling tersebut.
1. Mengidentifikasi tujuan polling.
Masalah penting dalam polling adalah merumuskan dengan tepat
tujuan polling yang akan dibuat. Tujuan polling harus dirumuskan sebelum
polling dijalankan. Tujuan polling pada akhirnya akan menetukan semua
instrumen polling yang digunakan, seperti target populasi. Tipe informasi, dan
metode wawancara yang akan dipakai.
2. Populasi Polling
Populasi polling ditentukan oleh topik dan tujuan polling yang akan
dibuat.peneliti perlu memutuskan apakah tema polling dan pertanyaan akan dibuat
relevan untuk setiap orang. Peneliti perlu menyadari bahwa tidak semua
isupenting bagi semua orang. Relevansi suatu temadengan responden itu
berhubungan dengan sejauh mana tingkat pengetahuan responden mengenai suatu
isu.
Teknik penarikan sampel apa yang akan dipakai ditentukan sebelum
polling dikerjakan. Pertimbangan yang dipakai untuk menentukan teknik
penarikan sampel diantaranya ada atau tidak tersedianya kerangka sampel.
4. Menentukan tipe informasi.
Dalam polling, cara untuk mengetahui pendapat/perilaku adalah
dengan bertanya, data tidak diperoleh dengan observasi atau partisipasi tetapi
dengan bertanya langsung kepada responden. Dengan suatu daftar (kuisioner)
peneliti bertanya apa yang mereka rasakan atau fikirkan terhadap isu-isu tertentu
yang muncul. Ada dua fungsi kuisioner:
a. sebagai alat di mana data itu diperoleh
b. alat untuk mengukur pendapat seseorang.
5. Waktu wawancara
Desain polling juga harus mempertimbangkan apakah polling dibuat
untuk sekali waktu (survey cross sectional) atau rangkai waktu (survei
longitudinal). Polling dapat sebagai pendapat yang disampaikan seseorang waktu
wawancara dilakukan. Perbedaan utama desain polling cross sectional atau
longitudinal adalah pada suvei longitudinal harus menanyakan pertanyaan yang
sama setiap waktu. Pertanyaan baru dan variabel dapat dimasukkan tetapi
kesimpulan tentang bagaimana pendapat atau perubahan karakteristik dari tiap
waktu hanya dimungkinkan untuk item yang ditanyakan dari satu polling ke
polling lain
6. Metode wawancara
Metode wawancara ditentukan sebelum polling dijalankan, apakah
tahap perencanaan, hal yang harus diperhitungkan disntaranya topik dari polling.
Apakah polling membutuhkan kecepatan untuk dipublikasikan.
2.2.4 Polling dan Media a. Publik Media
Perbedaan yang paling mendasar di antara polling dengan
pengekspresian pendapat umum lainnya adalah polling mensyaratkan publik harus
tahu mengenai peristiwa atau isu yang akan ditanyakan dalam polling. Hal ini
karena polling menyatakan apa yang difikirkan publik terhadap isu-isu sosial
politik yang berkembang dalam masyarakat. Polling membutuhkan publik yang
mempunyai intensitas tinggi untuk mengikuti berbagai isu. Media memainkan
peran penting karena lewat media publik mengikuti isu-isu yang berkembang
dalam masyrakat.
Polling mengukur apa yang publik fikirkan, dan dalam banyak hal
bergantung pada apakah seseorang mengikuti pemberitaan di media. Hal ini
digambarkan dalam bagan berikut (Eriyanto, 1999:47) :
Skema 2.1
Hubungan antara publik, media, dan polling
PUBLIK
Sumber: Sheldon R. Gawiser and G. Evans Witt, A Journalist Guide to
Public Opinion Polls,
Westport, Connecticut, Praeger, 1995, hlm.3.
Publik dalam pengertian pendapat umum adalah suatu abstraksi,
bukan seperti yang kita sebut sebagai penduduk. Anggota publik berubah sesuai
dengan isu atau peritiwa. Setiap isu menciptakan masyarakatnya sendiri, dan
setiap masyarkat biasanya terdiri dari individu-individu yang mungkin pada waktu
tertentu merupakan anggota dari masyarakat lainnya.
b. Keterbukaan informasi
Pendapat umum merupakan simbol legitimasi rakyat terhadap
pemerintahnya. Dalam sistem demokrasi, pemerintahan dibangun di atas dasar
opini publik sebaagai wujud kesepakatan rakyat. Sebaliknta dalam sistem otoriter,
opini publik diperlakukan sebagai ketaatan rakyat yang tidak dapat ditawar-tawar
lagi terhadap pemerintahannya.
Polling membutuhkan suatu keterbukaan untuk membicarakan
masalah-masalah atau isu sosial. Masyarakat bebas untuk menyuarakan
pendapatnya, sementara pemerintah dapat menerima apa yang dikritik oleh rakyat.
Keterbukaan itu menyangkut dua hal:
• Keterbukaan untuk menyuarakan pendapat. Dalam suasana keterbukaan
baik rakyat atau pemerintah membicarakan masalah secara
bersama-sama, tidak ada yang ditutup-tutupi.
• Keterbukaan untuk membicarakan semua masalah penting termasuk
masalah yang sensitif, tidak ada previlese untuk membicarakan masalah
Polling dapat mengukur demokrasi. Fungsi ini dapat dibentuk hanya
jika hasil polling secara mendalam tersebar dan tidak menjadi informasi di antara
elite politik yang mempunyai akses terhadap inforamsi tersebut. Dalam hal ini
media mempunyai peranan penting yakni membuka saluran debat publik dimana
semua orang dapat berbicara secara terbuka.
Polling pendapat umum terhadap suatu isu hanya dapat dilakukan
jika masyarakat mempunyai akses yang sama terhadap isu tersebut. Polling tidak
dapat dilakukan jika ada informasi yang ditutup-tutupi mengenai isu itu.
c. Media sebagai penekan
George Gallup pernah mengatakan bahwa polling hanya berguna jika
ia didengar. Polling adalah alat yang baik untuk mengekspresikan pendapat, dan
hal itu terjadi jika hasilnya diperhatikan dan didengar. Agar hasil polling bisa
efektif, diperlukan kondisi sistem politik yang mampu memaksa para elit politik
mendengar suara khalayak. Polling mempunyai keharusan dimuat di media massa
agar mempunyai daya paksa. Hasil polling yang dimuat di media massa akan
menimbulkan diskusi publik yang akhirnya berwujud pada sikap masyarakat
dalam menanggapi isu tersebut. Hasil polling yang dimuat di media massa
mempunyai kekuatan dalam mengontrol pemerintah, memaksa pemerintah untuk
memperhatikan hasil polling.
Pendapat ini akan lebih terbukti, jika media mempunyai posisi
otonom. Posisi media yang otonom penting untuk dua hal:
• Media mempunyai kebebasan untuk menyelenggarakan polling, termasuk
politik. Media otonom dalam menetukan tema apa yang akan dipollingkan,
siapa yang menjadi sasaran polling dan sebagainya.
• Media yang otonom penting agar hasil polling mempunyai pengaruh
terhadap pembuatan kebijakan yang dilakuakn oleh pemerintah.
Media mempunyai kekuatan dalam mengontrol jalannya kehidupan
bernegara seperti mempunyai otonomi, mengawasi pemerintah (watchdog),
menyikapi penyelewengan, menggerakkan dan mewakili masyarakat, melayani
hak masyarakat untuk mengetahui, mengkritik pemerintah dan menjadi
komunikator masyarakat terhadap apa yang dikerjakan pemerintah.
2.2.5 Peran Polling
Polling merupakan sumber informasi data yang dapat dimanfaatkan
untuk menambah pengetahuan publik mengenai isu. Polling yang yang
dipublikasikan di media akan mempengaruhi persepsi publik tentang peristiwa
yang dianggap penting (Eriyanto, 1999: 55). Berikut akan dijabarkan peran
polling bagi khalayak:
1. Pembentukan Kepercayaan
Rakhmat (dalam Rakhmat,:2004:42) menjelaskan bahwa kepercayaan
adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan dapat bersifat
rasional dan irrasional. Kepercayaan memberikan persperktif pada manusia dalam
mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan
menetukan sikap terhadap objek sikap.
Menurut Salomon E. Asch (dalam Eriyanto, 1999:3), kepercayaan