• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kesesuaian Lahan Tebu di PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Kesesuaian Lahan Tebu di PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

KEBUN HELVETIA

SKRIPSI

DIAN NOVITA SARI SINAGA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU

DI PT. PERKEBUNANNUSANTARA II

KEBUN HELVETIA

SKRIPSI

oleh

:

DIAN NOVITA SARI SINAGA

060308009/ TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi

:IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

KEBUN HELVETIA

Nama

: DIAN NOVITA SARI SINAGA

NIM

:

060308009

Departemen

: Teknologi Pertanian

Program Studi

: Teknik Pertanian

Disetujui Oleh,

Komisi Pembimbing

Achwil Putra Munir, STP, M.Si

Ir. Edi Susanto, M.Si

Ketua

Anggota

Mengetahui,

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si

Ketua Departemen Teknologi Pertanian

(4)

ABSTRAK

DIAN NOVITA SARI SINAGA: Identifikasi Kesesuaian Lahan Tebu di PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan EDI SUSANTO.

Tebu merupakan salah satu bahan baku industri gula. Permasalahan yang dihadapi industri gula dewasa ini adalah menurunnya produktivitas tanaman tebu. Penurunan produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan dan kelestarian produksi. PT.Perkebunan Nusantara II merupakan penyumbang gula utama di Sumatera Utara. Tetapi, beberapa tahun terakhir produksi gula PT.Perkebunan Nusantara II mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Oleh karenanya tebu harus dikembangkan pada lahan yang sesuai agar produksi yang dicapai optimal. Untuk itu, perlu kaji ulang tentang kesesuaian lahan tebu di PT.Perkebunan Nusantara II. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2010. Analisis yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan metode matching dimana setiap nilai karakteristik yang diteliti direlasikan kedalam kelas-kelas kesesuaian lahan tebu lalu menyimpulkannya dengan menggunakan nilai kelas terkecil sebagai keputusan kesesuaian lahan. Parameter yang diamati adalah temperatur, curah hujan, kelembaban udara, sinar matahari, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan tebu di kebun Helvetia termasuk dalam kelas S3 (tidak sesuai) dengan sistem drainase, kejenuhan basa, dan penyinaran matahari menjadi karakteristik kendala yang masing-masing mendapat nilai S3, S2, dan S3.

Kata kunci: kesesuaian lahan, tanaman tebu, karakteristik lahan, produktivitas

ABSTRACT

DIAN NOVITA SARI SINAGA: Identification of Sugarcane’s Land Suitability in PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and EDI SUSANTO.

Sugarcane is one of comodity that produce sugar. Today, the decreasing of sugarcane productivity become problem for sugar industry. The decrease is due to some factors, one of them was land suitability. Land suitability has relation with productivity. PT.Perkebunan Nusantara II was the biggest sugar company in Sumatera Utara. But her product has been decreased seriously for few years. Sugarcane must be planted in suitable land with good condition for optimal production. Therefore, land suitability must be reviewed in PT.Perkebunan Nusantara II. Research had been conducted in June to September 2010. This research was using matching method where observed characteristics value were ploted on suitability land of sugarcane classes then a smallest class value of land suitability was decided. Parameters measured were temperature, rainfall, relative humidity, sunshine, drainage, texture, coarse material, soil depth, cation exchange capacity of clay, base saturation, pH (H2O), C-organic, salinity, alkalinity, slope, erosion hazard, pool, rock on surface, and rock outcrop.

Results showed that land of sugarcane at Kebun Helvetia was included in S3 class (not suitable) where drainage system, base saturation, and sunshine became inhibitor characteristics, that had S3, S2, and S3 classes respectively.

(5)

RIWAYAT HIDUP

DIAN NOVITA SARI SINAGA dilahirkan di Tarutung pada tanggal 25 November 1988, dari ayah Gerhad Sinaga dan ibu Meri Moppo Hutagaol anak keempat dari delapan bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sipoholon dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara jalur PMP di Departemen Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Identifikasi Kesesuaian Lahan Tebu di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia”yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2010

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Batasan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu ... 4

Kesesuaian Lahan ... 6

Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 8

Kualitas lahan ... 8

Karakteristik lahan ... 9

Topografi ... 10

Iklim ... 11

Temperatur ... 11

Ketersediaan air ... 11

Tanah ... 13

Drainase tanah ... 13

Tekstur ... 15

Bahan kasar ... 16

Kedalaman efektif ... 16

Ketebalan gambut ... 16

Bahaya erosi ... 17

Bahaya banjir/genangan ... 17

pH tanah ... 18

Kejenuhan basa ... 18

Kapasitas tukar kation ... 19

Pengambilan contoh tanah ... 20

Pendekatan Sistem ... 21

Metodologi Sistem ... 23

Analisis Kebutuhan ... 23

Identifikasi Sistem ... 24

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

Alat dan Bahan Penelitian ... 27

Alat ... 27

Bahan ... 27

Metode Penelitian ... 27

(8)

Prosedur Penelitian ... 29

Prosedur Pengambilan Contoh Tanah ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Organisasi ... 31

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 31

Produktivitas ... 32

Identifikasi Sistem Budidaya Tebu ... 34

Produktivitas Tebu Giling Kebun Helvetia ... 35

Kesesuaian Lahan ... 38

Evaluasi Aspek/Ruang Lingkup Permasalahan Sistem ... 38

Karakteristik lahan ... 38

Kualitas tenaga kerja ... 40

Peralatan kerja produksi ... 41

Teknik budidaya tebu ... 41

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram) dan Solusi ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

(9)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan ... 9

2. Bentuk wilayah dan kelas lereng ... 10

3. Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan ... 14

4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah ... 16

5. Klasifikasi ketebalan gambut ... 16

6. Klasifikasi banjir dan genangan ... 17

7. Klasifikasi pH tanah ... 18

8. Uraian komponen sistem ... 26

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

1. Sistem pengambilan contoh tanah pada lahan datar ... 21

2. Diagram kotak gelap ... 24

3. Grafik produksi tebu giling ... 35

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia ... 50

2. Struktur organisasi kebun Helvetia ... 51

3. Flowchart pelaksanaan penelitian ... 52

4. Pedoman klasifikasi kesesuaian lahan tanaman tebu ... 53

5. Kesesuaian lahan DP I PC... 54

6. Kesesuaian lahan DP I RI ... 55

7 . Kesesuaian lahan DP I RII ... 56

8. Kesesuaian lahan DP II PC ... 57

9. Kesesuaian lahan DP II RI ... 58

10. Kesesuaian lahan DP II RII ... 59

11. Data curah hujan (mm) tahun 2000-2009 ... 60

12. Data penyinaran matahari (jam) tahun 2000-2009 ... 61

13. Data kelembaban rata-rata (%) tahun 2000-2009 ... 62

14. Data suhu rata-rata ( ºC) tahun 2000-2009 ... 63

15. Hasil pengujian tanah ... 64

(12)

ABSTRAK

DIAN NOVITA SARI SINAGA: Identifikasi Kesesuaian Lahan Tebu di PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan EDI SUSANTO.

Tebu merupakan salah satu bahan baku industri gula. Permasalahan yang dihadapi industri gula dewasa ini adalah menurunnya produktivitas tanaman tebu. Penurunan produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan dan kelestarian produksi. PT.Perkebunan Nusantara II merupakan penyumbang gula utama di Sumatera Utara. Tetapi, beberapa tahun terakhir produksi gula PT.Perkebunan Nusantara II mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Oleh karenanya tebu harus dikembangkan pada lahan yang sesuai agar produksi yang dicapai optimal. Untuk itu, perlu kaji ulang tentang kesesuaian lahan tebu di PT.Perkebunan Nusantara II. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2010. Analisis yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan metode matching dimana setiap nilai karakteristik yang diteliti direlasikan kedalam kelas-kelas kesesuaian lahan tebu lalu menyimpulkannya dengan menggunakan nilai kelas terkecil sebagai keputusan kesesuaian lahan. Parameter yang diamati adalah temperatur, curah hujan, kelembaban udara, sinar matahari, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan tebu di kebun Helvetia termasuk dalam kelas S3 (tidak sesuai) dengan sistem drainase, kejenuhan basa, dan penyinaran matahari menjadi karakteristik kendala yang masing-masing mendapat nilai S3, S2, dan S3.

Kata kunci: kesesuaian lahan, tanaman tebu, karakteristik lahan, produktivitas

ABSTRACT

DIAN NOVITA SARI SINAGA: Identification of Sugarcane’s Land Suitability in PT.Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and EDI SUSANTO.

Sugarcane is one of comodity that produce sugar. Today, the decreasing of sugarcane productivity become problem for sugar industry. The decrease is due to some factors, one of them was land suitability. Land suitability has relation with productivity. PT.Perkebunan Nusantara II was the biggest sugar company in Sumatera Utara. But her product has been decreased seriously for few years. Sugarcane must be planted in suitable land with good condition for optimal production. Therefore, land suitability must be reviewed in PT.Perkebunan Nusantara II. Research had been conducted in June to September 2010. This research was using matching method where observed characteristics value were ploted on suitability land of sugarcane classes then a smallest class value of land suitability was decided. Parameters measured were temperature, rainfall, relative humidity, sunshine, drainage, texture, coarse material, soil depth, cation exchange capacity of clay, base saturation, pH (H2O), C-organic, salinity, alkalinity, slope, erosion hazard, pool, rock on surface, and rock outcrop.

Results showed that land of sugarcane at Kebun Helvetia was included in S3 class (not suitable) where drainage system, base saturation, and sunshine became inhibitor characteristics, that had S3, S2, and S3 classes respectively.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu adalah salah satu komoditi untuk bahan baku industri gula. Meningkatnya permintaan akan gula yang tidak diimbangi dengan produksi gula nasional menyebabkan pemerintah harus mengimpor gula dari negara lain dalam jumlah cukup besar. Meningkatnya konsumsi gula per kapita tersebut antara lain diakibatkan oleh bertambahnya jumlah penduduk dan pendapatan. Permasalahan yang dihadapi industri gula nasional dewasa ini adalah menurunnya produktivitas tanaman tebu. Oleh karena itu, industri gula nasional dituntut untuk meningkatkan efisiensi usaha sehingga mampu bersaing dengan industri gula dari negara lain. Perluasan pertanaman tebu juga dilakukan pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan gula dalam negeri (Jayanto, 2002).

(14)

produksi tebu giling Kebun Helvetia yang secara umum produktivitasnya selalu mengalami penurunan (Siregar, 2009).

Penurunan produktivitas tebu antara lain disebabkan oleh lahan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tebu. Dalam dua dasa warsa terakhir, penanaman tebu bergeser dari lahan sawah ke lahan tegalan (kering). Penanaman tebu di lahan kering memerlukan perhatian yang lebih seksama mengingat masalah yang dijumpai di lahan ini, lebih banyak dibanding lahan sawah. Kondisi krisis yang sering dijumpai di lahan kering, antara lain miskin hara, jumlah air terbatas, rawan erosi, gulma dan hama. Tanpa unsur hara/makanan dan air yang cukup tebu tidak mungkin tumbuh normal. Oleh sebab itu, tebu harus dikembangkan pada lahan yang sesuai dengan syarat tumbuhnya karena kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan produk agar dicapai peningkatan produksi dan hasil yang optimal serta lestari (Susilowati, 2008).

(15)

Tujuan Penelitian

Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman tebu di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pihak PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan kering untuk tanaman tebu.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Batasan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tebu

Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005).

Tebu merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan dari tebu disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran-butiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:

Kingdome : Plantae

Divisio : Spermathophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledone

Ordo : Glumiflorae

Famili : Graminae

Genus : Saccharum

(17)

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).

Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu batang, daun, akar, dan bunga.

Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih muda.

Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun sejajar.

(18)

Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua kepala putik.

(Tim Penulis PS, 2000).

Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk

penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini

(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan

potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat

biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan

masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa

karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh

tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian

lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang

dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau

lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih

memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan

tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk, 2007).

Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari empat kategori yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun, yaitu :

a. Ordo kesesuaian lahan; menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau keadaan secara umum.

(19)

c. Sub kelas kesesuaian lahan; menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas.

d. Satuan kesesuaian lahan; menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas.

(Susilowati, 2008).

Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Lahan yang

tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai

(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang

tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.

Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata

terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas

bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas

lahan secara nyata.

Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan

berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan

masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh

petani sendiri.

Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas

ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong

S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal

tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan

(20)

Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat

dan/atau sulit diatasi.

(Djaenudin dkk, 2003).

Kualitas dan Karakteristik Lahan

Kualitas lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat

kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan

(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu

dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).

Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan,

tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan

(FAO, 1976 dalam Ritung dkk, 2007).

Kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau produksi tanaman, antara lain terdiri atas :

 Ketersediaan air

 Ketersediaan hara

 Ketersediaan oksigen dalam zona perakaran

 Kondisi dan sifat fisik dan morfologi tanah

 Kemudahan lahan untuk diolah

 Salinitas dan alkalinitas

 Toksisitas tanah (misalnya aluminium, pirit)

 Ketahanan terhadap erosi

 Hama dan penyakit tanaman yang berhubungan dengan kondisi lahan

(21)

 Rezim temperatur

 Energi radiasi

 Bahaya unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angin, kekeringan)

 Kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Simanjuntak, 2009).

Karakteristik lahan

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga. Menurut FAO (1976) dalam Simanjuntak (2009), karakteristik lahan terdiri atas :

a. Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng, dan lain lain.

b. Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain lain.

Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada

metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk dalam Ritung dkk (2007) adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

Temperatur (tc) Temperatur rata -rata (oC)

Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase

Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm)

Gambut Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan

Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m)

Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%), Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan

(22)

Arsyad (1989) dalam Listyanto (2008) menyatakan bahwa lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi, iklim, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha menterjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk yang dapat dipergunakan secara praktis.

Topografi

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk

wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief

erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan

faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan

tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi

matahari.

Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng

No Relief Lereng (%)

1. Datar 0-3

2. Berombak/landai 3-8

3. Bergelombang/agak miring 8-15

4. Miring berbukit 15-30

5. Agak Curam 30-45

6. Curam 45-65

7. Sangat Curam > 65

(Utomo, 1989).

Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran

rendah. Penanamannya dapat dilakukan di lahan kering dan di lahan sawah, akan

tetapi dari segi produktivitasnya penanaman tebu di lahan kering lebih rendah

dibandingkan dengan di lahan sawah

(23)

Iklim

Temperatur

Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isotherm 20ºC, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39º Lintang Utara dan 35º Lintang Selatan. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 20ºC dan tidak kurang dari 17ºC. Menurut Barners dalam Setyamidjaja (1992), pada suhu kurang dari 21ºC pertumbuhan tebu terhambat, bahkan apabila suhu tanah kurang dari 16ºC pertumbuhan tebu terhenti. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada suhu 24-30ºC.

Ketersediaan air

Di daerah tropis ketersediaan air bagi kebutuhan hidup tanaman umumnya tergantung dari curah hujan. Daerah Indonesia variasi jumlah curah hujan adalah antara 500-5000 mm per tahun. Sebagian besar daerah tropis basah Indonesia mempunyai curah hujan 2000-3000 mm. Selain jumlah curah hujan, juga distribusi curah hujan sangat bervariasi. Sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai bulan kering (<60 mm/bulan) lebih dari tiga bulan (Syukri, 2008).

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam

jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.

Oldeman (1975) dalam Guslim (2007) mengelompokkan wilayah berdasarkan

jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan

yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai

curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan,

(24)

agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt &

Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang

berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang

terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk

penilaian tanaman tahunan.

Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran

rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1500-3000 mm. Selain itu,

penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada

dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada fase vegetatifnya. Namun,

saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar

proses pemasakan berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap

fase pertumbuhannya, maka curah hujan bulanan yang ideal di wilayah

pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut, 125

mm/bulan pada 2 bulan transisi, dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan

berturut-turut (Tim Penulis PS, 2000).

(25)

Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Sinar matahari yang tidak mencukupi menghasilkan pertanaman yang kurus tinggi dengan kandungan gulanya yang rendah. Cuaca yang mendung dan intensitas cahaya yang rendah (kekurangan cahaya) disertai dengan kelembaban udara yang berubah-ubah dapat menyebabkan kulit batang menjadi lunak sehingga menambah kepekaan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).

Tanah

Drainase tanah

Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau

keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas

drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman

tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2

serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2

sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan

kekurangan oksigen.

(26)

pelepasan CO2 dari akar tanaman berlangsung dengan baik. Aktifitas mikroorganisme aerobik di dalam tanah akan berlangsung dengan baik yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara seperti N dan S (proses dekomposisi bahan organik membebaskan hara N dan S). Selain itu sifat meracun dari unsur mikro seperti Fe dan Mn dapat dikurangi pada keadaan aerasi yang baik. Tujuan utama drainase pada lahan pertanian adalah menurunkan muka air tanah guna meningkatkan kedalaman dan efektivitas perakaran tanaman. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang dapat diserap oleh akar tanaman dapat ditingkatkan (Hasibuan, 2006).

Tabel 3.Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan

No. Kelas

Drainase Uraian

1 Cepat (excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2 Agak cepat

(somewhat

excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah.. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3 Baik (well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.

4 Agak baik (moderately well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.

5 Agak terhambat

(somewhat

poorly drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.

6 Terhambat (poorly drained)

(27)

7 Sangat

terhambat (very poorly drained)

Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

(Ritung dkk, 2007).

Tekstur

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan

kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan

mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air,

menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian

berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu

pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%,

porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan

menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%,

kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).

Tekstur tanah dikelompokkan menjadi:

t1 : halus; termasuk dalam kelompok ini adalah liat dan liat berdebu

t2 : agak halus; yaitu liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir

t3 : sedang; yaitu debu, lempung berdebu, lempung t4 : agak kasar; yaitu lempung berpasir

(28)

Bahan kasar

Untuk bahan kasar di dalam tanah dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:

Tidak ada/sedikit : 0-15% volume tanah

Sedang : 15-50% volume tanah

Banyak : 50-90% volume tanah

Sangat banyak : >90% volume tanah

(Utomo, 1989).

Kedalaman efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman, baik halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah. Bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,1995 dalam Edy,2007).

Tabel 4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah

Kelas Kriteria

Dalam (k0) Lebih dari 90 cm

Sedang (k1) 90 cm sampai 50 cm

Dangkal (k2) 50 cm sampai 25 cm

Sangat dangkal (k3) Kurang dari 25 cm Sumber: Sitanala Arsyad, 1989 dalam Wibowo, 2009.

Ketebalan gambut

Tabel 5. Klasifikasi ketebalan gambut

Kelas Kriteria

Tipis < 60 cm

Sedang 60 cm sampai 100 cm

Agak tebal 100 cm sampai 200 cm

Tebal 200 cm sampai 400 cm

Sangat tebal > 25 cm

(29)

Bahaya erosi

Penilaian erosi didasarkan pada gejala eroosi yang sudah erosi. Kerusakan

karena erosi dikelompokkan menjadi 5:

e0 : tidak ada erosi

e1 : ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang

e2 : sedang, jika 25-75% lapisan tanah akan hilang

e3 : berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang dan 25% lapisan tanah bawah

hilang

e4 : sangat berat, jika lebih dari 25% lapisan bawah hilang

(Utomo, 1989).

Bahaya banjir/genangan

Banjir dan genangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Karena genangan yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan bahkan dapat menyebabkan matinya tanaman. Klasifikasi banjir dan genangan menurut pusat penelitian tanah dan agroklimat dalam Listyanto (2008) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6. Klasifikasi banjir dan genangan No Kelas Ciri-ciri

1 Tanpa Dalam periode satu tahun tidak pernah terjadi banjir untuk waktu lebih dari 24 jam

2 Ringan Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadi tidak teratur dalam periode waktu kurang dari satu bulan

3 Sedang Selama waktu satu bulan dalam satu tahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

(30)

pH tanah

[image:30.595.111.513.233.322.2]

Merupakan derajat keasaman dan kebasaan tanah yang pengukurannya didasarkan pada banyaknya konsentrasi ion hidrogen yang larut dalam tanah, tanah yang sangat asam sebagai pembatasnya. Nilai pH diukur dengan cara elektromagnetis dilaboratorium. Klasifikasi pH tanah sebagai berikut :

Tabel 7. Klasifikasi pH tanah

No Kelas pH tanah

1 Sangat masam <4,5

2 Masam 4,5-<5,5

3 Agak masam 5,5-<6,5

4 Netral 6,5-<7,5

5 Agak alkalis 7,5-<8,0

6 Alkalis 8,0-<9,0

Sumber : CSR/FAO Staff, 1983 dalam Listyanto, 2008.

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat pada komplek serapan tanah dengan satuan persen, dengan rumus sebagai berikut:

% 100 x KTK basa kation kation jumlah % 100 x asam kation basa kation jumlah basa kation -kation jumlah basa Kejenuhan    

(31)

Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagi petunjuk kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basanya. Pengapuran merupakan cara untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan,1991 dalam Edy,2007).

Kapasitas tukar kation

Kapasitas tukar kation (KTK) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation yang biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram tanah. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah yang diserap sering tidak sama dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat lebih kuat daripada ion monovalen sehingga sulit dipertukarkan (Tan,1998 dalam Edy,2007).

Kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jenis koloid dan jumlah koloid. Jenis mineral liat, tekstur, dan bahan organik tanah sangat menentukan nilai kapasitas tersebut. Untuk menaikkan kapasitas tukar kation, tanah membutuhkan pemberian bahan organik dan kapur yang jumlahnya tidak sedikit (Indranada,1989).

Tebu tumbuh baik pada tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Selain itu, dengan derajat keasaman tanah (pH) 5,7-7,0, solum/kedalaman efektif minimum 50 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur sedang sampai berat, struktur baik dan mantap (remah), tidak tergenang air, kadar garam

(32)

Pengambilan Contoh Tanah

Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan

terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu.

Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis

(2007) menyatakan analisis tanah memiliki tujuan :

a. Mengelompokkan tanah atas kelas-kelas tertentu agar dapat ditetapkan

tindakan pemupukan dan pengaturan.

b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara.

c. Membantu dalam mengevaluasi produktivitas lahan.

d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam menetapkan tindakan

pemanfaatannya.

Uji tanah adalah cara penentuan status hara di dalam tanah secara cepat,

mudah, murah, akurat, dan dapat diulang dengan analisis kimia tanah. Hasil

analisis uji tanah dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan dan

bahan amelioran (misalnya kapur) secara efisien, rasional, dan menguntungkan.

Pelayanan uji tanah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

- pengambilan contoh tanah di lapangan

- analisis tanah di laboratorium

- interpretasi data hasil analisis

- penyusunan rekomendasi pemupukan.

Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting didalam program

uji tanah. Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan

dikembangkan dan pengambilannya harus dilakukan dengan cara yang benar,

(33)

tanah dapat diambil setiap saat, pagi, siang, atau sore hari dan tidak perlu

menunggu saat sebelum tanam, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari

setelah pemupukan. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah

komposit, yaitu contoh tanah campuran dari 10-15 contoh tanah individu. Contoh

tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran (0-20 cm). Satu

contoh tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10-15 ha. Pada

lahan miring dan bergelombang, 1 contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5

ha (tergantung kemiringan lereng) (Rochayati dkk, 2008).

Pengambilan contoh tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara

sistemik seperti sistem diagonal atau zig zag (a,b,c), dan secara acak (d) seperti

[image:33.595.142.441.392.601.2]

pada gambar:

Gambar 1. Sistem pengambilan contoh tanah pada lahan datar

Pendekatan Sistem

Defenisi sistem yang paling sederhana adalah sebuah interaksi yang

kompleks diantara elemen-elemennya. Teori sistem menghadapkan sebuah

(34)

memungkinkan dipelajarinya antar hubungan antara sistem dan lingkungan, dan

antara sistem dan subsistem dalam arti umum. Komponen-komponen yang

mencirikan sesuatu sistem adalah:

- suatu kompleks keseluruhan yang terdiri dari sejumlah elemen: ada

bagian-bagian yang menjadi bagian-bagian dari sistem tersebut.

- yang dicirikan oleh adanya interrelasi; saling mempengaruhi bagian-bagian

yang ada.

- adanya suatu kesatuan yang terintegrasi: bagian-bagian yang ada merupakan

suatu kesatuan, yang otonom dibandingkan dengan keseluruhan-keseluruhan

lainnya; dengan demikian keseluruhan tersebut membentuk sebuah entitas.

- yang diarahkan ke arah pencapaian sasaran tertentu: adanya integrasi

elemen-elemen yang diatur.

- tujuan: yang memberi makna bagi keberadaan sistem tersebut.

Pemikiran secara sistem (systems thinking) pada hakekatnya berarti pemikiran dengan bantuan sistem dan pendekatan sistem (Nisjar dan Winardi, 1997).

Pendekatan sistem (systems approach) digunakan untuk menemukan sifat-sifat penting dari sistem yang bersangkutan, yang kemudian memberikan

keterangan-keterangan kepada kita mengenai perubahan-perubahan apa yang

perlu dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Selain itu, pendekatan sistem

juga bermanfaat untuk mengalokasikan dan mengintegrasikan

komponen-komponen sistem sehingga dapat mengoptimasi efektivitas menyeluruh dari

(35)

Metodologi Sistem

Metodologi sistem mempunyai tujuan mendapatkan suatu gugus alternatif

sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah

diidentifikasi dan diseleksi. Pada prinsipnya metodologi sistem melalui enam

tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan,

(2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem,

(5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, (6) penentuan kelayakan

ekonomi dan keuangan. Langkah 1-6 umumnya dilakukan dalam satu kesatuan

kerja yang dikenal sebagai analisa sistem (Eriyatno, 2003).

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Dalam dunia nyata, sejumlah pembuat keputusan yang hebat mengambil keputusan berdasarkan intuisi mereka. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan, dan sebagainya (Nisjar dan Winardi, 1997).

Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam

menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat

dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Dalam melakukan analisis

kebutuhan ini, dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian

dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang

dideskripsikan. Analisis kebutuhan sangat sukar dikerjakan terutama dalam

menentukan dari sejumlah kebutuhan-kebutuhan yang ada, mana kebutuhan yang

(36)

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan

dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus

dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering

digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Yang penting di dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram

lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box) (Eriyatno, 2003).

Black box dapat dianggap sebagai atom daripada teori sistem. Ia tidak dapat dipisahkan dalam subsistem-subsistem karena kita tidak mengetahui apa

yang sebenarnya ada di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa black box merupakan kesatuan terkecil yang tidak dapat dibagi yang menurut anggapan teori sistem merupakan bagian daripada kenyataan (Nisjar dan Winardi, 1997).

Input tidak terkontrol Output yang dikehendaki

[image:36.595.112.491.440.697.2]

Input terkontrol Output yang tidak dikehendaki

Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003) INPUT

LINGKUNGAN

SISTEM

(37)

Konsep diagram kotak gelap diambil dari istilah benda yang digunakan

dalam dunia penerbangan yaitu black box. Kotak ini digunakan untuk merekam segala aktivitas yang terjadi di ruang kendali pesawat selama penerbangan

(Winardi, 1989).

[image:37.595.105.516.253.750.2]

Pengertian kotak gelap dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel 8. Uraian komponen sistem

No. KOMPONEN SISTEM URAIAN

A INPUT SISTEM

A.1 Input lingkungan (Eksogenous) 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem

2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah. A.2 Input yang endogen (yang

terkendali dan tak terkendali)

1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki 2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem

dalam pengoperasiannya.

A.2.1. Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki 2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja

sistem selama pengoperasian

3. Dapat meliputi aspek : manusia, bahan, energi, modal, dan informasi.

A.2.2. Input yang tak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem

2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous),

karena disiapkan oleh perancang.

B OUTPUT SISTEM

B.1. Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan) 2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh

sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi.

B.2. Output yang tak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji 3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang

dikehendaki.

C PARAMETER RANCANGAN SISTEM

1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem

2. Merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan

(38)

untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah 4. Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas

tersendiri untuk identifikasi.

D MANAJEMEN PENGENDALI

Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.

(39)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia pada bulan Juni 2010.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, dan komputer.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil wawancara, observasi, dan hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang dan data sekunder yang diperoleh dari pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia serta data lainnya yang diperlukan selama penelitian.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan secara sistematis yakni mencari informasi dan pengetahuan dari berbagai media (bibliografi) dan juga dari para stakeholder. Disamping itu penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang merupakan sebuah studi untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah : Pengumpulan data

(40)

a. Literatur

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data serta teori-teori yang berhubungan dengan budidaya tebu khususnya mengenai kesesuaian lahan untuk tanaman tebu.

b. Pengamatan (Observasi)

Tahap observasi merupakan tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai obyek penelitian.

c. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab dengan stakeholder yang terkait. Metode ini digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya perbedaan antara parameter dengan kenyataan. Metode ini bertujuan untuk mendukung akurasi data.

Analisis data

(41)

yang kemudian diinterpretasikan ke dalam black box diagram untuk mencari akar persoalan.

Parameter Penelitian

Dalam penentuan kesesuaian lahan, parameter yang diamati adalah yang tergolong lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan lahan tidak sesuai (N).

Prosedur Penelitian

1. Menentukan stakeholder yang berkaitan dengan budidaya tebu khususnya dalam hal penanganan kondisi lahan perkebunan.

2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di lahan perkebunan. 3. Menentukan ruang lingkup permasalahan yang terjadi pada kesesuaian

lahan tebu.

4. Melakukan evaluasi terhadap aspek teknis kesesuaian lahan yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal), dan N (tidak sesuai).

5. Menyusun diagram kotak hitam (black box diagram) sebagai hasil akhir dalam langkah identifikasi sistem.

6. Solusi faktor-faktor pembatas.

Prosedur Pengambilan Contoh Tanah

1) Menentukan tempat/titik pengambilan contoh tanah individu dengan cara

sistem diagonal.

2) Membersihkan permukaan tanah dari rumput, batu, atau kerikil, dan

(42)

3) Mencangkul tanah sedalam lapisan olah (20 cm), kemudian pada sisi yang

tercangkul diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan skop. Apabila

menggunakan bor tanah (auger) maka setiap titik pengambilan dibor sedalam 20 cm.

4) Mencampur dan mengaduk contoh tanah individu dalam satu tempat

(ember atau hamparan plastik), kemudian dibersihkan dari sisa akar

tanaman. Selanjutnya diambil kira-kira 1 kg, dimasukkan ke dalam

kantong plastik (campuran ini merupakan contoh tanah komposit).

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Organisasi

Kebun Helvetia terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah Helvetia dan wilayah Klambir Lima. Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dipimpin oleh seorang manajer. Struktur organisasi vertikal ke bawah menunjukkan adanya departemen-departemen terpisah yang menjalankan fungsi masing-masing untuk melaksanakan aktivitas produksi.

Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri atas Kadis Tanaman dan Kadis Pengolahan (Gudang FS). Kadis Tanaman membawahi beberapa asisten, antara lain Asisten Tebu (Asisten DP I dan Asisten DP II) dan Asisten Kelapa Sawit (AFD). Setiap asisten membawahi beberapa karyawan, karyawan tetap dan karyawan harian lepas. Kadis Pengolahan bertugas dalam pengolahan tembakau kering yang diterima dari bangsal sampai pada proses pengebalan untuk dilelang. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 2 (dua).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(44)

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) mempunyai beberapa kebun untuk budidaya tebu, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Helvetia, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, dan Batang Kuis.

Jenis tanaman yang dibudidayakan di Kebun Helvetia terdiri dari tanaman kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Kebun Helvetia adalah salah satu kebun tebu yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor produksi yang dinilai masih tinggi guna menyeimbangkan produksi gula.

Lahan perkebunan tebu Helvetia berada di Kabupaten Deli Serdang dan berbatasan langsung dengan kota Medan. Kebun Helvetia berada di ketinggian ± 5 m dpl dengan curah hujan rata-rata pertahunnya sebesar 1762,3 mm yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman tebu. Luas lahan kebun Helvetia saat ini adalah ± 2.976,62 Ha termasuk areal yang digunakan untuk perumahan karyawan, kantor kebun, dan lain-lain. Di sebelah Barat kebun Helvetia berbatasan dengan Sei Semayang. Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Brayan. Di sebelah Utara kebun Helvetia berbatasan dengan Kebun Klumpang dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Usta. Dahulu kawasan perumahan ini merupakan lahan kebun Helvetia yang sudah beralih fungsi.

Produktivitas

(45)
[image:45.595.112.529.154.301.2]

Adapun produksi gula pasir PG Sei Semayang dan PG Kuala Madu lima tahun terakhir adalah:

Tabel 9. Produksi gula pasir PG Sei Semayang dan PG Kuala Madu Tahun

Produksi (Ton)

PG Sei Semayang PG Kuala Madu Produksi Gula Sumut Pertumbuhan (%)

2005 17627.400 23009.000 40636.400 -

2006 21295.000 29578.000 50873.000 25.191 2007 20601.750 17192.000 37793.750 -25.710

2008 17691.401 22759.000 40450.401 7.029

2009 16417.500 14347.650 30765.150 -23.944

Rerata 18726.610 21377.130 40103.740 -4.358

Berdasarkan data diatas, produksi gula Sumatera Utara selama tahun 2005-2009 cenderung mengalami penurunan. Penurunan produksi terbesar terjadi pada tahun 2007 dimana produksi turun 25,71 persen dari tahun sebelumnya atau turun 13079,25 ton. Rendahnya produksi gula Sumatera Utara tidak terlepas dari rendahnya produksi tebu giling yang dihasilkan. Seperti halnya produksi tebu giling Kebun Helvetia yang secara umum produktivitasnya selalu mengalami penurunan. Penurunan drastis juga dirasakan pada tahun 2007 dimana rata-rata hasil panen dari dua daerah penanaman hanya 49,025% dari target produksi.

(46)

nomor:61/MPP/KEP/2/2004 tentang perdagangan antar pulau, impor gula pasir hanya dilakukan oleh importir terdaftar (Manik,2007).

Rendahnya produksi gula Sumatera Utara salah satunya disebabkan karena rendahnya produksi tebu giling yang dihasilkan. Peningkatan produktivitas tebu giling dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam. Akan tetapi jika perluasan areal tidak dapat dilakukan maka upaya peningkatan dapat dilakukan dengan peningkatan kesesuaian lahan tanaman tebu, yang mana dengan adanya perbaikan lahan maka dapat meningkatkan hasil produksi karena kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan produk agar dicapai peningkatan produksi dan hasil yang optimal serta lestari.

Identifikasi Sistem Budidaya Tebu

Sistem budidaya tebu memegang peranan penting dalam menghasilkan tebu dengan rendemen yang tinggi. Sistem budidaya tebu terdiri dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, serta panen yang mana kesemuanya itu saling terkait satu dengan yang lainnya.

Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah yang terdiri dari pembajakan, penggemburan, dan pembuatan juringan agar perkecambahan tebu berjalan normal. Alat pengolahan tanah yang digunakan adalah Davis Flow yang ditarik dengan traktor roda rante untuk pembajakan dan Davis Flow jumbo yang ditarik dengan traktor roda ban untuk pembuatan juringan.

(47)

Nusantara II. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Halei dengan jumlah pemakaian 500 kg/Ha. Pemupukan dilakukan secara manual yaitu dengan menabur pupuk pada tanaman.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyisipan jika tebu gundul; penyiangan yaitu membuang rumput-rumput yang tumbuh di kebun; penggemburan tanah di sekitar perakaran tanaman; klentek untuk memperbaiki sirkulasi udara dan kebersihan kebun, memperbanyak sinar matahari yang masuk mengenai batang tebu, dan meningkatkan kualitas tebangan.

Tanaman PC maupun Ratoon, penebangannnya dilakukan dalam bentuk tebu segar. Tebu yang telah ditebang diangkut dengan menggunakan truk dengan kapasitas truk 15 ton.

Produktivitas Tebu Giling Kebun Helvetia

(48)

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

T

on/

H

a

Te

bu

Realisasi

[image:48.595.41.544.118.473.2]

RKAP

Gambar 3. Grafik produksi tebu giling

Grafik di atas menggambarkan adanya fluktuasi produktivitas tebu giling dalam 5 tahun terakhir. Secara umum produktivitas tebu selalu mengalami penurunan dimana hasil realisasi di lapangan tidak dapat mencapai target RKAP.

Penurunan drastis dirasakan pada tahun 2007 baik pada DP I maupun DP II untuk masing-masing tingkat tanam yaitu PC, RI, dan RII. Hal ini dikarenakan curah hujan yang rendah pada bulan Februari, Maret, dan Juni 2007. Kurangnya ketersediaan air bagi tanaman tebu sangat mempengaruhi proses pembentukan rendemen gula. Selain itu, bibit yang sudah dikepras berulang-ulang diduga PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII PC RI RII

DP I DP I DP I DP I

DP I DP II DP II DP II DP II DP II

2005 2006 2007 2008 2009

(49)

menjadi penyebab menurunnya produksi. Sehingga hasil panen hanya mampu mencapai 66,52%, 52,89%, dan 40,82% pada DP I dan 51,99%, 33,83%, dan 48,1% pada DP II.

Tahun 2006 adalah tahun yang cukup menggembirakan untuk hasil produksi tebu giling meskipun hasil realisasi penen tidak melampaui target produksi. Akan tetapi hasil yang didapat cukup baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Hasil panen dari lapangan pada DP I mencapai 93,2%, 88,5%, 80,72% untuk ketiga tingkat tanam dan pada DP II mencapai 78,58%, 91,31%, 73,82% untuk ketiga tingkat tanam.

(50)

Kesesuaian Lahan

Penurunan produksi sangat dipengaruhi oleh kesesuaian lahan karena kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan produk agar dicapai peningkatan produksi dan hasil yang optimal serta lestari (Susilowati, 2008). Oleh karena itu kesesuaian lahan sangat erat kaitannya dengan produktivitas tanaman yang dihasilkan. Semua jenis tanaman agar dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang berbeda satu sama lain seperti temperatur, kelembaban, oksigen, hara, serta media perakaran. Persyaratan tumbuh yang diperlukan oleh masing-masing komoditas pertanian mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan.

Penurunan hasil produksi diduga karena terjadi penurunan jumlah pupuk yang digunakan, penurunan kondisi lahan seperti drainase, kejenuhan basa, kandungan bahan organik, pH, porositas, dan lain-lain mengingat PT. Perkebunan Nusantara II tidak pernah melakukan analisa tanah terhadap lahan mereka sehingga kemungkinan karakteristik lahan sekarang ini tidak sesuai lagi dengan syarat tumbuh tanaman tebu. Berdasarkan pengamatan di lapangan kemungkinan lahan perkebunan termasuk dalam kelas S3.

Evaluasi Aspek/Ruang Lingkup Permasalahan Sistem

Karakteristik lahan

(51)

tumbuh tanaman, yang mana jika salah satu sifat karakteristik lahan tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman maka tanaman tersebut tidak akan berproduksi dengan baik. Demikian halnya dengan tanaman tebu, tebu akan berproduksi dengan baik jika karakteristik lahannya sesuai untuk pertumbuhannya.

Ketidaksesuaian lahan dibuktikan dengan hasil pengujian tanah di laboratorium serta pengamatan di lapangan. Uji tanah dilakukan pada beberapa blok yang diambil berdasarkan tingkat tanam yaitu PC, RI, dan RII dengan melihat hasil produksi tertinggi dan terendah. Berdasarkan hasil uji tanah diperoleh bahwa lahan pada DP I untuk ketiga tingkat tanam memiliki kejenuhan basa yang rendah yaitu sebesar 40,94%, 50%, dan 48,29% sehingga masuk dalam kelas S2 yang berbanding terbalik pada DP II dengan kejenuhan basa yang baik (>50%). Kejenuhan basa merupakan salah satu kriteria kelas kesesuaian lahan yang menggambarkan jumlah kation basa yang ada di dalam tanah. Rendahnya kejenuhan basa tanah menyebabkan lahan masuk dalam kelas S2 kesesuaian lahan. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang tinggi menandakan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang mempunyai nilai kesuburan yang baik. Meskipun KTK tanah tinggi, tetapi bila kejenuhan basa rendah, maka ditinjau dari segi kesuburan tanah kurang baik, karena basa-basa yang merupakan unsur hara bagi tanaman berada dalam jumlah yang sedikit. Kejenuhan basa merupakan tolak ukur kualitas dari serapan hara.

(52)

karena drainase berhubungan erat dengan aerasi tanah. Buruknya aerasi tanah disebabkan oleh drainase yang jelek dan pemadatan tanah secara mekanis. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai bercak atau karatan besi

dan adanya genangan air.

Salah satu karakteristik lahan yang tidak mendukung hasil produksi adalah penyinaran matahari yang kurang terhadap tanaman, yang hanya sebesar 1387 jam/tahun sehingga masuk dalam kelas S3. Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Sinar matahari yang tidak mencukupi menghasilkan pertanaman yang kurus tinggi dengan kandungan gulanya yang rendah. Cuaca yang mendung dan intensitas cahaya yang rendah (kekurangan cahaya) disertai dengan kelembaban udara yang berubah-ubah dapat menyebabkan kulit batang menjadi lunak sehingga menambah kepekaan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).

Kualitas tenaga kerja

(53)

Peralatan kerja produksi

Peralatan kerja sangat penting dalam hal pengolahan lahan, pembuatan parit, dan saluran drainase. Alat-alat yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi/tata letak kebun. Rusaknya alat pengolahan tanah diduga menjadi penyebab penurunan produksi tebu giling pada tahun 2004. Upaya pemenuhan alat-alat produksi di PT. Perkebunan Nusantara II sudah dilakukan contohnya penyediaan rotary digger (medium dan jumbo digger) yang digunakan untuk membuat parit.

Teknik budidaya tebu

(54)

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram) dan Solusi

Perancangan diagram kotak hitam dibagi menjadi beberapa variabel yaitu input, parameter perancangan sistem, output, dan manajemen pengendalian.

Input pada perancangan diagram ini terdiri atas input terkendali, input tidak terkendali, dan input lingkungan. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan, perwujudan input dapat meliputi manusia, barang, tenaga, modal, dan informasi. Dalam sistem ini input terkendali terdiri atas karakteristik lahan dan sistem budidaya tebu. Input tidak terkendali terdiri atas perkembangan kota, jumlah panen tebu giling untuk ketiga tingkat tanam, serta serangan hama dan penyakit tanaman. Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem yang meliputi kondisi iklim dan peraturan pemerintah.

Parameter rancangan sistem adalah parameter-parameter yang mempengaruhi input sampai menjadi (transformasi) output. Tiap-tiap sistem memiliki parameter rancangan sendiri yang dapat berupa lokasi fisik, ukuran dari sistem dan komponennya, ukuran fisik dari sistem, serta jumlah dan tipe komponen dari sistem (Eriyatno,2003). Parameter rancangan sistem terdiri atas temperatur, curah hujan, kelembaban udara, sinar matahari, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

(55)

dalam kelas S2 kesesuaian lahan. Kejenuhan basa merupakan tolak ukur kualitas dari serapan hara. Upaya perbaikan kejenuhan basa dapat dilakukan dengan pengapuran untuk meningkatkan kation-kation basa di dalam tanah. Upaya perbaikan ini tingkat pengelolaannya termasuk dalam kategori sedang dan tinggi. Tingkat pengelolaan sedang artinya pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik pertanian sedang. Tingkat pengelolaan tinggi artinya pengelolaan hanya dapat dilakukan dengan modal yang relatif besar, umumnya dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan besar/menengah (Rayes,2007). Perbaikan ini merubah kualitas lahan menjadi lebih baik sehingga kelas kesesuaian lahan naik dari S2 menjadi S1.

Drainase lahan perkebunan di PT. Perkebunan Nusantara II buruk/terhambat sehingga lahan masuk dalam kelas S3. Pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik sehingga aerasi tanah cukup baik. Dengan demikian akan cukup tersedia oksigen dalam tanah dan akar tanaman dapat berkembang dengan baik serta mampu menyerap unsur hara secara optimal. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan cara pembuatan saluran-saluran drainase misalnya pembuatan parit untuk membuang kelebihan air. Upaya perbaikan ini tingkat pengelolaannya termasuk dalam kategori sedang dan tinggi (Rayes,2007). Dilakukannya perbaikan drainase akan mengakibatkan perubahan yang menguntungkan terhadap kualitas lahan sehingga kelas kesesuaian lahan naik satu tingkat yaitu dari S3 menjadi S2.

(56)

dalam kelas S3. Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Akan tetapi hal ini tidak dapat dilakukan perbaikan sehingga meskipun kejenuhan basa dan drainase dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahan tetap S3 karena berdasarkan metode

matching kriteria penilaian didasarkan pada penilaian terendah karakteristik lahan,

dengan catatan hanya intensitas matahari mendapat nilai S3 sedangkan faktor lainnya adalah S2 dan S1.

Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan menghasilkan output. Output terdiri dari dua yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki biasanya dihasilkan dari adanya pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada waktu analisa kebutuhan. Output yang dikehendaki yaitu kesesuaian lahan potensial (kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan) sehingga dapat meningkatkan produktivitas, laba bagi perusahaan, serta penyediaan lapangan kerja. Sedangkan output yang tidak dikehendaki merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan. Output yang tidak dikehendaki dalam sistem ini adalah kerugian bagi perusahaan yg disebabkan penurunan produktivitas yang pada akhirnya dapat menyebabkan penutupan perkebunan tebu giling helvetia.

(57)
[image:57.842.39.804.59.488.2]

Gambar 4. Diagram kotak hitam kesesuaian lahan tebu INPUT TIDAK TERKENDALI

1. Perkembangan kota

2. Jumlah panen tebu giling untuk ketiga tingkat tanam

3. Serangan hama dan penyakit tanaman

INPUT TERKENDALI

1. Karakteristik lahan 2. Sistem budidaya tebu

PARAMETER PERANCANGAN SISTEM

Temperatur, curah hujan, kelembaban udara, sinar matahari, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, singkapan batuan.

OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI

1. Kerugian bagi perusahaan

2. Penutupan perkebunan tebu giling Helvetia

OUTPUT YANG DIKEHENDAKI

1. Kesesuaian lahan potensial 2. Peningkatan produktivitas 3. Laba bagi perusahaan 4. Penyediaan lapangan kerja INPUT LINGKUNGAN

1. Peraturan pemerintah 2. Kondisi iklim

KESESUAIAN LAHAN

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan metode matching lahan PT. Perkebunan Nusantara II masuk dalam kelas S3 kesesuaian lahan, yang mana beberapa karakteristik lahan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tebu di lokasi penelitian adalah sistem drainase yang buruk (S3), kejenuhan basa (S2), serta penyinaran matahari yang kurang (S3).

2. Upaya perbaikan kejenuhan basa dapat dilakukan dengan pengapuran untuk meningkatkan kation-kation basa di dalam tanah; perbaikan sistem drainase dapat dilakukan dengan cara pembuatan saluran-saluran drainase misalnya pembuatan parit; sedangkan penyinaran matahari yang kurang tidak dapat dilakukan perbaikan.

3. Secara umum produktivitas tebu selalu mengalami penurunan dimana hasil realisasi di lapangan tidak dapat mencapai target RKAP.

4. Kesesuaian lahan berkaitan erat dengan peningkatan produk agar dicapai peningkatan produksi dan hasil yang optimal serta lestari.

Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya untuk tiap-tiap blok.

2. Perlunya analisa tanah perkebunan untuk mengetahui apakah kandungan bahan organik tanah masih sesuai atau tidak.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1992. 5 Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1987-1991. Sumbangan dalam Menyongsong Era

Tinggal Landas. Departemen Pertanian. Bogor.

Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis

Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003,

ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

Edy, R.J. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan di Desa Rumah Pilpil Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang untuk Tanaman Manggis (Garcinia manggostana. L). USU-Press. Medan.

Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor.

Guslim. 2007. Agroklimatologi. USU-Press. Medan.

Hasibuan, B.E. 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Pertanian. Medan.

Indranada, H.K. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT. Bina Aksara. Jakarta. Islami, T. dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP

Semarang Press. Semarang.

Jayanto, G. 2002. Identifikasi potensi lahan untuk pengembangan industri gula di luar Pulau Jawa. Buletin Teknik Pertanian Volume 7, Nomor 1: 14.

Listyanto, A. 2008. Identifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jati di Kecamatan Padas Kab

Gambar

Tabel 1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan
Tabel 2.  Bentuk wilayah dan kelas lereng
Tabel 3.Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
Tabel 4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan kelas dan sub kelas kesesuaian lahan bagi tanaman tebu diperlukan data persyaratan tumbuh yang meliputi: drainase lahan, pH tanah, kemiringan

Tanaman kopi robusta menunjukkan kelas sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas pH, lereng dan kedalaman efektif, tanaman jati menunjukkan kelas sesuai

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kesesuaian lahan tebu dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas 2D konfigurasi Wenner di Afdeling Talang

PERKEBUNAN NUSANTARA II KEBUN SAMPALI sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma-III Manajemen Keuangan.. Fakultas Ekonomi Universitas

PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) merupakan salah satu perusahaan perkebunan di Indonesia yang melakukan proses produksi gula dengan bahan baku tanaman tebu.

Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk beberapa komoditas tanaman perkebunan (lada, kakao, cengkeh, kelapa sawit) di Kecamatan Burau secara aktual tergolong S3

Untuk menentukan kelas dan sub kelas kesesuaian lahan bagi tanaman tebu diperlukan data persyaratan tumbuh yang meliputi: drainase lahan, pH tanah, kemiringan

Maka dari itu komoditas tebu ini merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun