• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing Yang Telah Didaftarkan Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing Yang Telah Didaftarkan Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PATEN ASING YANG

TELAH DIDAFTARKAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

TESIS

Oleh

ALEXANDER DUMONT L. TOBING 077005109/Hukum Bisnis

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PATEN ASING YANG

TELAH DIDAFTARKAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ALEXANDER DUMONT L. TOBING 077005109 / HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

(LEMBAR PENGESAHAN)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PATEN

ASING YANG TELAH DIDAFTARKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Nama Mahasiswa : ALEXANDER DUMONT L. TOBING

Nomor Pokok : 077005109

Program Studi : Ilmu Hukum

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Ketua

Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum

(4)

Telah lulus diuji pada Tanggal, 13 Maret 2010

PANITIA PENGUJI DAN PEMBIMBING : Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum 2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, paten hanya diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung suatu langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Hak Paten merupakan hal yang cukup menarik dalam dunia bisnis khususnya dalam bidang industri, karena hasil temuan seseorang dalam bidang teknologi yang selain membawa dampak pengembangan dalam ilmu pengetahuan juga ada nilai ekonomisnya. Agar hak paten tidak dilanggar sewenang-wenang perlu adanya upaya penegakan hukum yang serius dan ditunjang oleh perangkat hukum yang kuat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Metode penelitian dilakukan secara deskriptif-analitis. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisi data terhadap data sekunder dilakukan secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa maksud diberikannya paten adalah agar setiap penemuan dibuka untuk kepentingan umum, guna kemanfaatan bagi masyarakat dan perkembangan teknologi. Dengan terbukanya suatu penemuan yang baru, maka memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur penting dari paten, yaitu bahwa hak paten merupakan hak yang diberikan oleh pemerintah, dan bersifat eksklusif bagi pemegang hak paten untuk melakukan produksi dari barang yang dipatenkan (manufacturing), atau melakukan penggunaan (using) dan penjualan (selling) dari barang tersebut, dan lain-lain perbuatan yang berkaitan dengan penjualan barang itu seperti mengimpor dan menyimpan (stocking). Sekalipun paten merupakan hak milik perseorangan, pelaksanaannya memiliki dampak yang sangat luas dalam segi lain terutama di bidang tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung dengan tertib. Negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Paten. Dengan ungkapan lain, bahwa hak untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran paten.

Disarankan agar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten juga perlu dibarengi kemauan dan kemampuan aparat dalam menegakkan Undang-undang tersebut sehingga tercapai tujuan pembentukan Undang-undang tersebut. Disarankan juga kepada Pemerintah untuk lebih meningkatkan kesadaran publik tentang arti dan fungsi HaKI sebagai penyangga ekonomi bangsa. Yang mana misi pengelolaan HaKI di Indonesia adalah agar kegiatan kreatif yang menghasilkan karya intelektual terus meningkat dan memberikan perlindungan hukum atas karya intelektual tersebut.

(6)

ABSTRACT

According to the laws of Indonesia, patent is given only for a new invention that contains an inventive way and can be applied in industry. Patent right is an interesting right in technology. It has a developmental impact in science and also has economic value. In order to prevent the infringement of a patent, there must be a caveat that is clear and is supported by strict government. Therefore, government has issued the Act No.14 in 2001 about Patent.

The research is done by using analysis descriptive method. The approaching method that is used in this research is a juridical norm approach. The primary data of this research is the secondary data. The collecting data process is done by doing library research and field research. The data analysis of this secondary data is done by using qualitative method.

From the research result, we know that the purpose of given patent is to open every invention for public importance, in order to be used by society and for supporting technology development. Through the opening invention, the information that is needed for the next technology development that is inspired by that invention can be applied and also to give directions for those who have interest in exploiting the invention. From that definition, we can see the importance of a patent, that patent is a right given by government and exclusive for the patent licensee to produce the product or manufacturing or using and selling that product and doing many other things that is related to the product such as importing and stocking. Even though patent is private right, its implementation bring wide impact for other sectors such as in society, economy, and politic. That’s why the implementation should be run well and discipline. Government threatens penal provision for patent infringement. In other words, filing a bill can’t decrease government right to do filing a bill for patent infringement.

It is suggested that Act No.14 in 2001 about Patent must be followed by willing and ability of the government to maintain the act so that the objectives of the act can be accomplished. It is also suggested that government must increase public awareness about right of intelligence as the economy prop. Right of intelligence’s mission in Indonesia is to increase every creative activity that can produce new inventions and give law protection for those intelligence works.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penulisan... 13

F. KerangkaTeori dan Konsep ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Kerangka Konsepsional ... 29

G. Metode Peneltian ... 31

1. Spesifikasi Penelitian ... 31

2. Metode Pendekatan ... 33

3. Alat Pengumpulan Data ... 33

4. Prosedur Pengambilan Data dan Pengumpulan Data ... 34

5. Analisis Data ... 35

BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN PATEN ASING DI INDONESIA ... 36

A. Sejarah dan Pengertian Paten ... 36

B. Subjek Paten ... 41

C. Syarat dan Prosedur Pendaftaran Paten Asing di Indonesia... 44

(8)

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PATEN ASING

DI INDONESIA ... 63

A. Paten Asing ... 63

B. Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing yang Terdaftar di Indonesia ... 65

BAB IV PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PATEN ASING DI INDONESIA ... 85

A.Penegakan Hukum Menurut Perjanjian TRIP’s ... 85

B.Ketentuan Pidana dan Penyidikan Tindak Pidana Hak Paten... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A.Kesimpulan ... 102

B.Saran ... 103

(9)

ABSTRAK

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, paten hanya diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung suatu langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Hak Paten merupakan hal yang cukup menarik dalam dunia bisnis khususnya dalam bidang industri, karena hasil temuan seseorang dalam bidang teknologi yang selain membawa dampak pengembangan dalam ilmu pengetahuan juga ada nilai ekonomisnya. Agar hak paten tidak dilanggar sewenang-wenang perlu adanya upaya penegakan hukum yang serius dan ditunjang oleh perangkat hukum yang kuat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Metode penelitian dilakukan secara deskriptif-analitis. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisi data terhadap data sekunder dilakukan secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa maksud diberikannya paten adalah agar setiap penemuan dibuka untuk kepentingan umum, guna kemanfaatan bagi masyarakat dan perkembangan teknologi. Dengan terbukanya suatu penemuan yang baru, maka memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam mengeksploitasi penemuan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur penting dari paten, yaitu bahwa hak paten merupakan hak yang diberikan oleh pemerintah, dan bersifat eksklusif bagi pemegang hak paten untuk melakukan produksi dari barang yang dipatenkan (manufacturing), atau melakukan penggunaan (using) dan penjualan (selling) dari barang tersebut, dan lain-lain perbuatan yang berkaitan dengan penjualan barang itu seperti mengimpor dan menyimpan (stocking). Sekalipun paten merupakan hak milik perseorangan, pelaksanaannya memiliki dampak yang sangat luas dalam segi lain terutama di bidang tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung dengan tertib. Negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Paten. Dengan ungkapan lain, bahwa hak untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran paten.

Disarankan agar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten juga perlu dibarengi kemauan dan kemampuan aparat dalam menegakkan Undang-undang tersebut sehingga tercapai tujuan pembentukan Undang-undang tersebut. Disarankan juga kepada Pemerintah untuk lebih meningkatkan kesadaran publik tentang arti dan fungsi HaKI sebagai penyangga ekonomi bangsa. Yang mana misi pengelolaan HaKI di Indonesia adalah agar kegiatan kreatif yang menghasilkan karya intelektual terus meningkat dan memberikan perlindungan hukum atas karya intelektual tersebut.

(10)

ABSTRACT

According to the laws of Indonesia, patent is given only for a new invention that contains an inventive way and can be applied in industry. Patent right is an interesting right in technology. It has a developmental impact in science and also has economic value. In order to prevent the infringement of a patent, there must be a caveat that is clear and is supported by strict government. Therefore, government has issued the Act No.14 in 2001 about Patent.

The research is done by using analysis descriptive method. The approaching method that is used in this research is a juridical norm approach. The primary data of this research is the secondary data. The collecting data process is done by doing library research and field research. The data analysis of this secondary data is done by using qualitative method.

From the research result, we know that the purpose of given patent is to open every invention for public importance, in order to be used by society and for supporting technology development. Through the opening invention, the information that is needed for the next technology development that is inspired by that invention can be applied and also to give directions for those who have interest in exploiting the invention. From that definition, we can see the importance of a patent, that patent is a right given by government and exclusive for the patent licensee to produce the product or manufacturing or using and selling that product and doing many other things that is related to the product such as importing and stocking. Even though patent is private right, its implementation bring wide impact for other sectors such as in society, economy, and politic. That’s why the implementation should be run well and discipline. Government threatens penal provision for patent infringement. In other words, filing a bill can’t decrease government right to do filing a bill for patent infringement.

It is suggested that Act No.14 in 2001 about Patent must be followed by willing and ability of the government to maintain the act so that the objectives of the act can be accomplished. It is also suggested that government must increase public awareness about right of intelligence as the economy prop. Right of intelligence’s mission in Indonesia is to increase every creative activity that can produce new inventions and give law protection for those intelligence works.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil kerja ratio manusia dengan menggunakan logika yang dituangkan ke

dalam suatu karya dan kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas, dapat menjadi

suatu gagasan dan ide yang diekspresikan sebagai objek kekayaan intelektual.

Gagasan atau ide yang diambil melalui suatu pemikiran secara rasional tersebut tentu

saja tidak semua orang dapat dan mampu melakukannya. Oleh sebab itu suatu

gagasan yang bermanfaat bagi praktek kehidupan sehari-hari bernilai ekonomis,

sehingga perlu diberikan suatu perlindungan dalam hal penggunaannya. Perlindungan

gagasan dan ide tersebut dapat dilakukan melalui pemberian suatu hak kepada

pemilik gagasan dan ide tersebut untuk menggunakan dan atau menyebarluaskan.

Perlindungan gagasan dan ide melalui pemberian suatu hak tersebut dinamakan

dengan Hak Kekayaan Intelektual1, dapat disingkat dengan HKI atau dengan akronim

HaKI (sebelum tahun 2001 istilah yang dipakai adalah Hak Atas Kekayaan

Intelektual atau dapat disingkat dengan HAKI). Namun menurut M. Djumhana dan R.

Djubaedillah2 pada dasarnya yang dilindungi oleh HKI adalah ide atau gagasan yang

1

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat Nomor 24/M/PAN/1/2000, istilah ‘’Hak Kekayaan Intelektual tanpa ‘’Atas’’ dapat disingkat dengan HKI

2

M. Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di

(12)

nantinya diwujudkan dalam suatu bentuk karya intelektualitas, yang bisa dilihat,

dibaca, didengar, maupun digunakan secara praktis.

Hukum yang mengatur biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam karya tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.3

Hak Atas Kekayaan Intelektual (sekarang disebut dengan Hak Kekayaan

Intelektual) merupakan terjemahan resmi dari istilah Intellectual Property Rights

(IPR) menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang merupakan penjabaran lebih lanjut

dari GBHN 1999-2004. Intellectual Property Rights (IPR) juga dapat diartikan

sebagai Hak Milik Intelektual dari istilah Belanda “milik intelektuil” (Intellectuele

Eigendomsrecht). Hak Milik Intelektual merupakan terjemahan yang dipakai dalam

GBHN 1993 maupun GBHN 1998. Selain itu, Hak Kekayaan Intelektual juga

merupakan bagian dari kekayaan intangible (kekayaan yang tidak berwujud) yaitu

kekayaan yang diperoleh dari hasil realisasi suatu ide atau intelektual.4

Mahadi ketika menulis buku tentang Hak Milik Immateril mengatakan,

tidak diperoleh keterangan yang jelas tentang asal-usul kata “Hak Milik Intelektual”.

Kata “intelektual” yang digunakan dalam kalimat tersebut, tidak diketahui ujung

3

http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_Cipta, diakses pada hari Selasa 5 Januari 2010, Pukul 13.35 WIB.

4

Liliana Sugiharto, Pemanfaatan Hak Cipta secara Tepat dalam Proses Pembelajaran

(13)

pangkalnya.5 Namun dari pendapat Mahadi dalam bukunya tentang Hukum Benda

dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, bahwa orang cenderung membagi hak

kekayaan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Hak absolut, dalam hal ini pihak yang berhak dilindungi terhadap gangguan

(inbreuken) dari siapa pun datangnya. Dengan perkatan lain hak absolut merupakan hak yang dapat dipertahankan terhadap semua orang. Dimana hak ini kemudian dibagi lagi menjadi hak benda dan hak absolut lainnya diluar KUHPerdata. Hak absolut lainnya inilah yang di dalamnya termasuk Hak Intelektual.

2. Hak relatif, merupakan hak yang dapat dipertahankan terhadap orang tertentu saja. Pihak yang berhak dilindungi mendapat perlindungan tidak berhadapan dengan siapa saja melainkan dengan orang tertentu yang sudah diketahui sebelumnya. Perlindungan ini semata-mata lahir dan lenyap karena perjanjian (Hukum Perikatan).6

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Intelektual juga

merupakan hak yang dilindungi. Sehingga memunculkan konsepsi bahwa Hak

Intelektual merupakan hak yang serupa dengan hak milik. Sedangkan untuk

pemakaian istilah “intelektual”, hal ini disebabkan karena perlindungan hukum

terhadap ‘’hak’’ diberikan atas suatu karya yang lahir dari hasil kerja ratio manusia

dengan menggunakan logika yang dituangkan ke dalam suatu karya dan kemudian

dirumuskan sebagai intelektualitas.

Konsepsi ini kemudian diperkuat dengan pendapat dari Racmadi Usman

dalam bukunya tentang Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, yang menyatakan

bahwa istilah yang lebih tepat dipakai adalah hak milik intelektual karena istilah hak

“milik” mempunyai pengertian yang ruang lingkupnya lebih khusus dibandingkan

5

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Raja Grafindo, 2003), hlm. 9.

6

(14)

dengan “kekayaan”. Menurut sistem hukum perdata Indonesia, hukum harta kekayaan

itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Intellectual Property Rights

merupakan kebendaan immaterial yang juga merupakan objek hak milik sebagaimana

diatur dalam hukum kebendaan. Oleh karena itu istilah yang lebih tepat untuk

digunakan adalah Hak Milik Inteletual.7

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia

sedunia (Universal Declaration of Human Rights 1948), bahwa Setiap orang

memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas kepentingan moral dan materi

yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai

pencipta (everyone has the right to the protection of the moral and material interests

resulting from any scientific, literary or artistic production of which he is the author).

Dari pemikiran ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa suatu karya

intelektualitas dapat dilindungi karena memiliki hak alami Perlindungan hak ini dapat

dikatakan sama halnya seperti perlindungan hak yang paling hakiki yaitu hak asasi

manusia, yang tertuang dalam deklarasi hak asasi manusia sedunia. Secara nalarnya

bahwa suatu karya dapat dipergunakan seluas-luasnya hanya oleh pemiliknya atau

oleh orang lain sesuai izin dari pemiliknya, sehingga ini disebut sebagai hak milik

dari hasil intelektualitas seseorang dan bernilai ekonomis.

Dalam Pasal 7 persetujuan TRIPs disebutkan, bahwa perlindungan dan

penegakan Hak Kekayaan Intelektual bertujuan mendorong timbulnya inovasi,

pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara

7

(15)

penghasilan dan penggunaan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial

dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Indonesia berperan serta

dalam kerja sama di bidang HKI dimulai sejak tahun 1950 diikuti dengan

penandatanganan konvensi Paris pada tahun 1997 dan selanjutnya Indonesia

meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) atau

Organisasi Perdagangan Dunia yang salah satu komponennya adalah TRIPs. Sebagai

konsekuensinya Indonesia berkewajiban menaati semua ketentuan yang ada dalam

konvensi internasional tersebut, Indonesia setuju untuk memenuhi kewajibannya

berdasarkan TRIPs pada tahun 2000.

Namun kenyataannya pada tahun 1989 Indonesia mulai masuk dalam

kategori watch list, tingkatan yang paling rendah. Artinya, negara yang masuk dalam

daftar ini cukup diawasi karena tingkat pelanggaran HKI. Kemudian pada tahun 2003

berangsur menjadi kategori priority watch list, pada tingkat ini pelanggaran terhadap

HKI tergolong berat, sehingga perlu diprioritaskan pengawasannya. Lain dari pada

itu, usaha Indonesia untuk masuk dalam kancah internasional melalui penegakan HKI

telah dimulai sejak Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang walaupun secara

substantif materi peraturan perundang-undangan pada masa Hindia Belanda tidak

dengan mudah begitu saja digantikan tetapi dengan adanya tekad dan tuntutan rakyat

maka dibentuklah peraturan yang sesuai dengan jiwa bangsa. Dengan demikian

peraturan yang ada pada zaman Hindia Belanda dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,

dirubah dengan peraturan produk dalam negeri yang juga telah mengalami berbagai

(16)

Dalam sistem hukum di Indonesia khususnya di bidang hukum hak

kekayaan intelektual hingga saat ini telah disahkan berbagai peraturan, misalnya

Undang-undang pokok mengenai hak kekayaan intelektual, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

4. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu.

8. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing the World Trade Organization. Dan berbagai produk peraturan

lain dibidang HKI dan bidang terkait lainnya.

Dengan masuknya bidang Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights) ke dalam badan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization),

setiap negara peserta organisasi perdagangan dunia tersebut diharuskan untuk

memenuhi kewajibannya dalam memberikan suatu perlindungan terhadap Hak

Kekayaan Intelektual sesuai dengan norma dan standar minimum yang ditetapkan

dalam Perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).8

8

Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di

(17)

Norma dan standar minimum tersebut antara lain mengenai protectable

subject matter, term of protection, exceptions, licensing dan sebagainya. Keberadaan

perjanjian TRIPs sebagai bagian dari perjanjian pendirian organisasi perdagangan

dunia merupakan wujud nyata bahwa Hak Kekayaan Intelektual bukanlah

semata-mata masalah hukum, tetapi juga merupakan masalah ekonomi dan perdagangan.9

Dengan demikian, sistem Hak Kekayaan Intelektual tidaklah cukup diterapkan

dengan memahami aspek-aspek hukum yang terkandung di dalamnya, melainkan

harus dapat diarahkan agar dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi

di suatu negara.10

Kemudian berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik

itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang

dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum

internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap

hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.

Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting dan

menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik lokal, nasional

maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak

hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di

pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga

membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum

9

Ibid., hlm. 3.

10

(18)

untuk bidang dan profesinya masing-masing.11

Pada negara berkembang, seperti Indonesia, akhir-akhir ini perkembangan

industri akan menjadi pesat dan berkesinambungan. Akan tetapi, hal ini masih harus

bergantung pada penyediaan sumber daya manusia yang terdidik dan terampil dalam

hal pengembangan teknologi. Oleh karena itu, pembangunan industri harus diimbangi

dengan penyediaan tenaga yang professional, khususnya dalam bidang penelitian dan

pengembangan (litbang) teknologi. Untuk melaksanakan kegiatan litbang tersebut,

tentu saja bagi suatu lembaga litbang memerlukan dana yang tidak sedikit, baik yang

berasal dari lembaga litbang itu sendiri, masyarakat atau melalui kerja sama. Olek

karena itu, dukungan dana yang berasal dari masyarakat dan industri terhadap litbang

itu amat diperlukan.

Dengan demikian, sistem Hak Kekayaan Intelektual, khususnya paten tidak

hanya bertujuan merangsang kegiatan untuk menghasilkan invensi, tetapi juga

melindungi hasil invensi dari lembaga litbang tersebut terhadap pihak yang tidak

berhak. Oleh karena itu, sistem paten menawarkan banyak manfaat bagi lembaga

litbang agar peranannya dapat menjadi perhatian bagi industri yang akan

memanfaatkan hasilnya.

Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum

yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta, paten,

merek, perlindungan varietas tanaman (PVT), rahasia dagang, desain industri, dan

11

(19)

desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan

menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam

bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia. Kurangnya diseminasi yang dilakukan

oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya pemahaman

pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan

intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya alokasi dana untuk kegiatan

diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka maupun

untuk masyarakat luas.12

Dalam Konvensi Paris dianut prinsip bahwa suatu negara anggota Uni

berkewajiban untuk memperlakukan orang asing, warga negara dari negara lain

anggota uni, sama seperti warga negaranya sendiri dalam masalah paten (the

principle of national treatment). Hukum paten Indonesia mengatur bahwa penemu

dari luar negeri dapat pula mengajukan permintaan paten di Indonesia sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Paris. Adapun terhadap

permintaan paten serupa itu diberikan hak untuk didahulukan apabila permintaan

tersebut diajukan dalam waktu dan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan

dalam peraturan paten yang ada. Hak untuk didahulukan seperti itu disebut hak

prioritas.

Apabila seorang asing mengajukan aplikasi paten untuk penemuannya yang

di negara asalnya telah mendapatkannya, maka ada 3 (tiga) kemungkinan yaitu

12

(20)

eksploitasi setempat dengan sukarela; eksploitasi setempat dengan lisensi wajib; dan

si penerima paten tidak menepati untuk mengeksploitasi patennya secara lokal13.

Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dari Konvensi Paris menetapkan, bahwa suatu negara

anggota tidak boleh membatalkan suatu paten yang telah diberikannya hanya karena

pemilik paten tersebut telah melakukan impor barang-barang patennya dari suatu

negara anggota Uni lain. Akan tetapi, bagaimana menurut ayat (2) si pemilik paten

berkewajiban untuk mengeksploitasi patennya sesuai dengan peraturan-peraturan

yang berlaku di negara di mana ia mengimpor barang-barang patennya.

Kewajiban eksploitasi di negara pemberi paten hampir dianut dalam

perundang-undangan paten di setiap negara. Di Indonesia diatur pada Pasal 17

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, yaitu bahwa pemegang paten

diwajibkan melaksanakan patennya di wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, paten hanya diberikan

untuk invensi yang baru dan mengandung suatu langkah inventif serta dapat

diterapkan dalam industri.14 Pengelolaan paten yang dilakukan pada lembaga litbang

dimulai pada kegiatan perencanaan untuk melakukan penelitian harus benar-benar

matang dan tearah. Sebagai langkah awal bagi seorang peneliti yang akan melakukan

kegiatan penelitian, khususnya di bidang teknologi yang berorientasi paten, perlu

mempelajari dokumen paten. Dokumen paten akan menjadi informasi yang amat

13

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung : PT. Aditya Bakti, 2003), hlm. 126.

14

(21)

berharga bagi kegiatan litbang karena dapat memperoleh informasi paten dengan

mudah, murah dan cepat.15

Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan

sehari-hari dan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat.

Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi seperti komputer, elektro,

telekomunikasi, dan bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia atau lainnya.

Hampir semua bidang kehidupan telah menggunakan teknologi yang maju, baik

teknologi yang berasal dari dalam negeri maupun teknologi yang berasal dari luar

negeri. Dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi ini terdapat suatu istilah yang

dikenal dengan nama hak paten.

Hak paten adalah hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada investor

atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu

melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada

pihak lain untuk melaksanakannya. Adapun yang dimaksud dengan invensi adalah

ide investor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang

spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan

dan pengembangan produk atau proses.16

15

Jusni Djatin dan Retno Sumekar, Layanan Informasi Paten, (Jakarta : Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, 1994), hlm. 26.

16

(22)

Dalam Sistem Paten Indonesia tidak semua penemuan di bidang teknologi

dapat dipatenkan, penemuan-penemuan yang tidak dapat dipatenkan adalah17:

1. Apabila penemuan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.

2. Apabila untuk metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan

yang diterapkan terhadap manusia da/atau hewan.

3. Untuk pengetahuan yang tidak ada kegunaannya secara praktis seperti teori

dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika. 4. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik.

5. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,

kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

Dilihat dari sejarahnya, paten bukanlah sesuatu yang baru untuk orang

Indonesia sampai tahun 1945 tidak kurang dari 18.000 paten telah diberikan di

Indonesia berdasarkan undang-undang kolonial Belanda, Octroiiwet 1910.18 Setelah

kemerdekaan, pemberian paten tidaklah sebanyak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Baru pada tahun 1970-an dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi,

tumbuh kesadaran baru di kalangan pemerintah untuk memperbaharui dan

melengkapi keseluruhan peraturan di bidang HAKI termasuk paten. Alasan

diadakannya pembaharuan adalah karena semakin meningkatnya investasi yang

dilakukan oleh negara-negara maju di Indonesia. Dengan kata lain ada hubungan

yang sangat erat antara tersedianya perangkat peraturan di bidang HAKI dengan

masuknya investor asing ke sebuah negara. Jika perlindungan HAKI sangat baik yang

ditandai dengan tersedianya perangkat peraturan yang lengkap di bidang HAKI serta

17

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Pasal 7, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130.

18

(23)

penegakan hukum yang memuaskan, para investor pun akan tertarik untuk

menanamkan modalnya di Indonesia.

Proses reformasi ke arah itu diawali dengan diratifikasinya perjanjian dengan WIPO (yaitu badan PBB yang menangani urusan-urusan hak kekayaan intelektual) pada tahun 1979. Proses tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan masuknya Indonesia sebagai anggota Paris Convention pada tahun 1983. Pada tahun 1989 DPR mensahkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten. Undang-undang ini kemudian mengalami perubahan sehingga menjadi Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997. Pada tahun 2001, pemerintah kembali memperbaharui Undang-undang Paten dengan mensahkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2001. Tujuan diadakannya perubahan-perubahan tersebut adalah untuk menyesuaikan perlindungan HAKI di Indonesia dengan standar internasional yang terdapat di dalam Perjanjian TRIPs.19

Dalam HAKI, Hak Paten merupakan hal yang cukup menarik dalam dunia

bisnis khususnya dalam bidang industri, karena hasil temuan seseorang dalam bidang

teknologi yang selain membawa dampak pengembangan dalam ilmu pengetahuan

juga ada nilai ekonomisnya. Untuk itu, tidaklah mengherankan apabila

perusahaan-perusahaan raksasa, yang berstatus multy national corporation (MNC), mencoba

memanfaatkan peluang ini dengan mendirikan divisi riset dan pengembangan

(research and development) dalam upaya mengembangkan teknologi yang sudah ada

dan atau pun berusaha untuk menemukan teknologi yang lebih mutakhir20. Tentunya

dalam hal ini memerlukan investasi dana yang tidak sedikit, namun harapan untuk

memperoleh keuntungan dari riset dan pengembangan teknologi tersebut tentunya

cukup menggiurkan.

19

Ibid., hlm. 182.

20

Sentosa Sembiring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di

(24)

Jika dalam suatu negara telah mengalami kemajuan teknologi, maka dunia

riset dan pengembangan ilmu dan teknologi pun cukup diminati. Dan apabila ia

berhasil menemukan teknologi, maka negara memberikan perlindungan hukum atas

hasil temuannya berupa pemberian hak khusus (exclusive Rights). Untuk itu kepada

inventor diberi hak untuk memperbanyak hasil temuannya atau memberi lisensi

kepada pihak lain untuk menggunakan hasil temuannya dengan imbalan atau royalti

yang harus diterimanya.

Agar hak paten tidak dilanggar sewenang-wenang perlu adanya upaya

penegakan hukum yang serius dan ditunjang oleh perangkat hukum yang kuat. Untuk

itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang

Paten. Di dalam undang-undang ini diuraikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan

dengan paten seperti hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seorang pemegang paten,

cara-cara memperoleh lisensi paten, berakhirnya lisensi paten, ketentuan tentang

royalti, dan lain-lain.

Perlindungan hukum terhadap hasil penemuan di bidang teknologi,

diharapkan dapat merangsang penemu untuk lebih kreatif dan inovatif dalam

menemukan berbagai temuan di bidang teknologi dan sekaligus memudahkan alih

teknologi dalam rangka menunjang pembangunan dan pengembangan di bidang

teknologi. Dalam prakteknya banyak paten yang berasal dari paten asing. Paten asing

ini mempunyai hak yang sama untuk dilindungi di Indonesia. Undang-undang paten

di Indonesia memberikan perlindungan dengan cara memberikan hak kepada

(25)

melanggar paten asing tersebut.

Berkaitan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian terhadap paten asing yang ada di Indonesia dan menuliskan hasilnya dalam

tesis berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing Yang Telah Didaftarkan

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

B. Perumusan masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Bagaimana syarat-syarat dan prosedur pendaftaran paten asing di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap paten asing di Indonesia?

3. Bagaimana penegakan hukum pidana terhadap paten asing di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis syarat-syarat dan prosedur pendaftaran paten

asing di Indonesia.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap paten asing di

Indonesia.

c. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan penegakan hukum pidana terhadap paten

(26)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis, yaitu :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

sumbangsih pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya,

khususnya yang menyangkut Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dalam hal ini

adalah Paten Asing.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada

masyarakat pada umumnya, pejabat yang berwenang dalam melakukan

pengawasan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya Paten Asing.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada disekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara Khususnya Fakultas Ilmu Hukum, ternyata belum

ditemukan judul mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Paten Asing Yang Telah

Didaftarkan Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Oleh

karena itu, penulis berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang

(27)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut Kaelan M.S. Landasan teori pada suatu penelitian adalah

merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian

adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.21 Oleh

sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai

berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina

struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhstisar dari pada hal-hal yang diteliti;

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah

diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor

tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.22

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi,23 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

21

Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengemangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta : Paradigma, 2005), hlm. 239.

22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 121.

23

(28)

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.24. Kerangka teori adalah

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus

atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.25

Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah teori sistem

hukum dari Lawrence M. Friedman, yaitu hukum dilihat sebagai suatu yang berdiri

sendiri. Keterkaitan dengan elemen-elemen lain merupakan penanda khas atas sistem

hukum tersebut. Elemen lain yang dimaksudkan Friedman adalah ekonomi dan

politik. Gambaran tentang kaitan antar sub sistem tersebut tercakup dalam uraiannya

mengenai sistem hukum dalam suatu masyarakat merupakan bagian dari sistem sosial

masyarakat tersebut. Tiga komponen utama yang dimiliki sistem hukum adalah legal

structure, legal substance, and legal culture. Ketiga komponen tersebut saling

menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama

lainnya.26

Komponen struktur hukum misalnya merupakan representasi dari aspek

institusional (birokrasi) yang memerankan tugas pelaksanaan hukum dan pembuatan

undang-undang. Substansi hukum, sebagai suatu aspek dari sistem hukum,

merupakan refleksi dari aturan-aturan yang berlaku, norma dan perilaku masyarakat

dalam sistem tersebut. Tercakup dalam konsep tersebut adalah bagaimana apresiasi

masyarakat terhadap aturan-aturan formal yang berlaku. Disinilah muncul konsep suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkn, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

24

Ibid., hlm. 16.

25

M. Solly Lubis, Op.Cit., hlm. 80.

26

(29)

hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Oleh karena itu, maka konsep

legal subtance juga meliputi apa yang dihasilkan oleh masyarakat.27

Sedangkan budaya hukum dimaksudkan sebagai sikap atau apresiasi

masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum. Ke dalam komponen tersebut adalah

kepercayaan terhadap hukum, nilai (value), ide atau gagasannya dan

harapan-harapannya. Dengan kata lain hal itu merupakan bagian dari budaya secara umum

yang diorientasikan pada sistem hukum. Gagasan-gagasan dan opini harus dimengerti

sebagai hal yang berhubungan dengan perkembangan proses hukum.28

Andi Hamzah dalam bukunya mencoba mendefinisikan arti dari penegakan

hukum. Penegakan hukum dalam bahasa Inggris disebut law enforcement atau

rechtshandhaving dalam bahasa Belanda, yaitu ‘’pengawasan (controle) yang berarti

pengawasan pemerintah untuk ditaatinya peraturan yang sejajar dengan penyidikan

dalam hukum pidana, serta penerapan (atau dengan ancaman) penggunaan instrumen

administratif, kepidanaan, atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum dan

praturan yang berlaku umum dan individual’’.29

Sehingga dapat diartikan bahwa penegakan hukum adalah proses untuk

dapat berperannya suatu aturan dalam suatu masyarakat yang didampingi pengawasan

oleh berbagai pihak dan di dalamnya terkandung maksud untuk mengadili

pelanggarannya sebagai bukti bekerjanya hukum dan tegaknya proses penegakan

27

Ibid., hlm. 6.

28

Ibid., hlm. 218.

29

(30)

tersebut. Dengan demikian proses penyelenggaraan Undang Undang Paten adalah

tindakan penegakan hukum Paten itu sendiri, dimana dalam interaksinya tidak

terlepas dari faktor-faktor non-hukum antara lain ekonomi, sosial, politik, dan

sebagainya.

Secara konsepsional, menurut Soerjono Soekanto, inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan memepertahankan kedamaian pergaulan hidup.30

Dapat diuraikan, bahwa setiap manusia dalam pergaulan hidup

(bermasyarakat) pada dasarnya mempunyai pandangan terhadap hal yang buruk dan

hal yang baik, hal yang baik diikuti untuk kemudian dijadikan tuntunan bagi

keseluruhan masyarakatnya. Inilah yang kemudian menjadi aturan (kaidah/hukum)

yang berlaku.

Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

kedamaian. Hal inilah yang merupakan konkretisasi dari penegakan hukum.31

Maksudnya adalah bahwa pembentukan hukum harus melihat pada masyarakatnya, yaitu tempat hukum itu akan berlaku. Karena menurut Homans hukum lahir setelah adanya pernyataan (statement) dari masyarakat untuk bertingkahlaku menurut cara yang tertentu.32

Pengertian penegakan hukum di Indonesia selalu diistilahkan sebagai law

enforcement (semata-mata hanya pelaksanaan undang-undangnya), sehingga ada

kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan

30

Soerjono Soekanto, Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta : PT Rajawali, 1982), hlm. 2.

31

Ibid., hlm. 3.

32

(31)

keputusan hakim (proses untuk dapat berperannya suatu aturan dalam suatu

masyarakat yang didampingi pengawasan oleh berbagai pihak dan di dalamnya

terkandung maksud untuk mengadili pelanggarannya sebagai bukti bekerjanya

hukum). Namun sebenarnya menurut Soerjono Soekanto dengan mensitir pendapat

Wayne LaFavre, penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakekatnya merupakan

peranan diskresi (mensitir pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan

bahwa pada hakekatnya diskresi berada diantara hukum dan moral atau etika dalam

arti sempit) yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh

kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

Dengan perkataan lain, bahwa adanya gangguan terhadap penegakan hukum

itu mungkin terjadi karena ketidakserasian antara tritunggal; nilai, kaidah, dan pola

perilaku, yang bersimpang siur dan tidak terarah yang menganggu kedamaian

pergaulan hidup.

Perlindungan terhadap penggunaan suatu Paten yang dituangkan dalam

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, nantinya akan bermuara pada

penegakan hukumnya. Seperti telah disebutkan pada uraian sebelumnya, bahwa

perlindungan Paten tanpa penegakan hukum adalah tidak ada artinya. Masalah

penegakan hukum berkaitan dengan bagaimana hukum itu dijalankan sesuai dengan

prosedur, sehingga nantinya terwujud tegaknya hukum. Jadi penegakan hukum juga

dapat dikatakan sebagai bekerjanya hukum (efektif atau tidak) dan bagaimana hukum

itu dilaksanakan (tegak atau tidak). Kedua hal ini berhubungan erat dengan tujuan

(32)

penegakan hukum Paten juga merupakan penegakan terhadap moral, kaidah, dan tata

perilaku dalam penggunaan Paten.

Memperhatikan banyaknya kasus di bidang Paten pada khususnya, terlihat

bahwa hukum Paten seakan-akan kurang berfungsi atau kurang kokoh untuk

mencegah terjadinya pelanggaran terhadap penggunaan, perbanyakan, dan

pengumuman Paten. Berbicara tentang penyebab terjadinya pelanggaran Paten,

sangat erat kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum secara

keseluruhan. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi penegakan hukum inilah

yang kemudian menjadi masalah pokok dalam penegakan hukum Paten.

Henry Soelistyo dalam makalahnya menyebutkan, bahwa perlindungan hukum pada dasarnya tidak dapat semata-mata digantungkan pada tersedianya peraturan perundang-undangan. Peran aparat penegak hukum yang paling bertanggung jawab dari segi pelaksanaan (enforcement) dan masyarakat sebagai pemakai peraturan perundang-undangan, turut menentukan tingkat efektivitas perlingungan hukum yang dijanjikan. Ketiga faktor diatas yakni tersedianya perangkat hukum, kesiapan penegak hukum dan kesadaran hukum secara keseluruhan menjadi prioritas utama pemerintah dalam penegakan sistem Hak Kekayaan Intelektual.33

Hal tersebut dapat dikatakan benar, karena walaupun hukumnya sudah baik

tetapi jika kualitas penegak hukumnya kurang maka akan timbul penyalahgunaan

wewenang (abus de droit) dan hukum pun pada akhirnya tidak akan berjalan lancar.

Sebaliknya apabila substansi hukumnya kurang baik, meskipun penegak hukumnya

sudah baik, maka akan menimbulkan tata hukum yang kurang memadai sehingga

tidak dapat meng-cover keseluruhan permasalahan yang ada dan hanya akan

menimbulkan bermacam-macam permasalahan lainya. Begitu pula dengan adanya

33

Henry Soelistiyo, Tindakan Pemerintah dalam Mengantisipasi Pelanggaran di Bidang

(33)

peran masyarakat yang akan mempermudah dan memperlancar proses penegakan

hukum, karena penegakan hukum adalah dari rakyat dan untuk rakyat.

Pemikiran ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto, bahwa jika

masyarakat mengalami gangguan maka jauh lebih baik apabila masyarakat secara

aktif ikut serta menanggulangi gangguan tersebut, sesuai dengan kaidah dan peraturan

yang berlaku.34 Adanya toleransi sosial yang merupakan ketidakserasian antara

perumusan pihak yang berwenang dengan masyarakat terhadap gangguan, juga

merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya partisipasi masyarakat dalam

penanggulangan masalah.35

Berkaitan dengan penegakan hukum, Satjipto Rahardjo36 mensitir pendapat

dari Robert B Seidman tentang analisa bekerjanya hukum di dalam masyarakat,

dengan model analisa yang dilukiskannya dalam bagan berikut ini :

34

Soerjono Soekanto, Efektivikasi Hukum dan Peranan Sanksi, (Bandung : Remadja Karya, 1985), hlm. 24.

35

Ibid., hlm. 30.

36

(34)

Bagan 1

Dari bagan di atas dapat diuraikan dalam dalil-dalil sebagai berikut :

a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang

peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.

b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu

respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons

terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, kaseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.

d. Bagaimana pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi

peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan srta birokrasi.37

37

(35)

Menurut Soerjono Soekanto,38 ada beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain :

a. Faktor undang-undang itu sendiri

Hal ini dapat disebabkan oleh tidak diikutinya azas-azas berlakunya Undang-undang, belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang, atau ketidakjelasan arti kata dalam Undang-undang yang biasanya menimbulkan multitafsir.

b. Faktor penegak hukum yakni pihak yang secara langsung dan tidak langsung

berkecimpung di bidang penegakan hukum (kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan). Biasanya para penegak hukum mengalami keterbatasan untuk menempatkan diri, kurang aspiratif, sulit membuat proyeksi untuk memikirkan masa depan, atau kurang inovatif.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Tanpa

adanya sarana atau fasilitas, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlengsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas ini antara lain mencakup sumber daya manusia yang berpotensi, trampil, dan berpendidikan, serta peralatan dan faktor ekonomi yang memadai.

d. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku dan

diterapkan. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat, oleh karena itu mayarakat sedikit banyak dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Biasanya yang selalu menjadi masalah dalam penegakan hukum dalam masyarakat adalah masyarakat tidak mengetahui atau tidak menyadari apabila hak-hak mereka dilanggar, tidak mengetahui upaya hukum yang harus ditempuh, kurangnya pengetahuan sosial atau politik, kurangnya kemampuan finansial, serta masalah psikis.

e. Faktor kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku.

Peran hukum dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi di

Indonesia dapat dirumuskan dalam dua bentuk, berdasarkan tipologi pembangunan

ekonomi yang dilakukan. Model pembangunan ekonomi yang pertama adalah model

ekonomi pasar, dimana hukum dipandang sebagai sesuatu yang esensial bagi

penciptaan dan pembinaan pasar. Dimana sifat esensial dari hukum disebabkan

38

(36)

karena hukum mampu memberikan prediktabilitas kepada para pelaku ekonomi

dalam rangka menjalankan usahanya. Hukum mendorong orang-orang yang

melakukan kegiatan ekonomi secara kreatif dan menjamin bahwa buah dari kegiatan

tersebut akan mendapatkan perlindungan. Melalui lembaga-lembaga seperti kontrak

dan hak individual, hukum akan mendorong perkembangan pasar dan juga

perkembangan ekonomi. Kemudian yang kedua adalah model ekonomi berencana

yang menekankan pada sifat purposif dan aspek kekuatan pada hukum. hukum

sebagai alat untuk menerjemahkan tujuan-tujuan pembangunan kedalam

norma-norma yang diterapkan. Semakin hukum dapat dipakai secara efektif untuk

mengarahkan tingkah laku manusia semakin berhasil pembangunan yang dijalankan.

Kemudian Hak Paten sebagai salah satu Hak Kekayaan Intelektual

merupakan hak yang dapat dimanfaatkan secara bebas oleh pemiliknya. Oleh karena

itu untuk membatasi penonjolan kepentingan perorangan, hukum juga memberikan

jaminan akan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakatnya.

Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan, dan peranan pribadi

individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Kekayaan Intelektual

berdasarkan pada prinsip :

a. Prinsip keadilan (the principle of natura justice)

(37)

intelektual, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya. Hal itu karena hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan fihak lain untuk melakukan (commision), atau tidak melakukan (ommision) sesuatu perbuatan.

b. Prinsip ekonomi (the economic argument)

Hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang kehidupannya di dalam masyarakat. dengan demikian hak milik intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikannya seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalty, dan technical fee.

c. Prinsip kebudayaan (the cultural argument)

Kita mengkonsepsikan bahwa karya manusia itu pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan timbul pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan kosepsi demikian maka pertumbuhan, dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu juga akan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang dibakukan dalam sistem hak milik intelektual adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan semangat, dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.

d. Prinsip sosial (the social argument)

Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain akan tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. jadi manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam satu ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diakui oleh hukum, dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan lain, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan perseorangan atau persekutuan, atau kesatuan itu saja, akan tetapi pemberian hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh hukum. Oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.39

39

(38)

Menurut Abdulkadir Muhammad, perlindungan hukum Hak Kekayaan

Intelektual merupakan sistem hukum yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. Subjek perlindungan

Subjek yang dimaksud adalah pihak-pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum.

b. Objek perlindungan

Objek yang dimaksud adalah semua jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diatur oleh Undang-undang, seperti Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Tanaman.

c. Pendaftaran perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang mengatur lain, seperti Hak Cipta boleh tidak didaftarkan menurut Pasal 1 ayat (1) jo Pasal 35 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.

d. Jangka waktu perlindungan

Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya Hak Kekayaan Intelektual itu dilindungi oleh undang-undang.

e. Tindakan hukum perlindungan

Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, maka pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun perdata.40

Adapun upaya perlindungan hukum adalah terdiri dari upaya pendaftaran

Hak Kekayaan Intelektual (sesuai dengan undang-undang), penentuan masa

perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, serta penindakan dan pemulihan terhadap

adanya pelanggaran Hak kekayaan Intelektual. Alasan dan pertimbangan adanya

perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, selain yang tersebut di atas, juga

dikarenakan adanya manfaat yang dapat diambil dari sistem perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual ini.

40

(39)

Manfaat perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual dapat dilihat dari

berbagai sudut kepentingan, yaitu:

a. Bagi para penghasi karya intelektual, guna melindungi investasi dalam

bentuk waktu, tenaga, dan pikiran yang telah dicurahkan dalam menghasilkan karya intelektual agar mereka dapat menikmati pendapatan ekonomis atau keuntungan komersialisasi hasil karya intelektualnya.

b. Bagi para pelaku usaha, dapat dimanfaatkan sebagai alat membangun daya

kompetisi usaha.

c. Bagi masyarakat luas, secara tidak langsung mereka mendapatkan manfaat

berupa tersediannya produk-produk yang lebih baik, lebih berkualitas, dan lebih kompetitif dari berbagai hasil inovasi yang diproduksi oleh para pelaku usaha tersebut.

d. Bagi negara, secara tidak langsung perlindungan karya intelektual dapat

menstimulasi lahirnya atau terjadinya alih penemuan, inovasi, dan kreasi yang

mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.41

Menurut Helianti Hilman perlunya perlindungan terhadap Hak Kekayaan

Intelektual dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :

Bagan 2

Manfaat Perlindungan Hak Kekayan Intelektual

Riset dan Pengembangan

Pendapatan Ekonomi Siklus Karya Karya Intelektual

Intelektual

Komersialisasi

41

Helianti Hilman, Manfaat Perlindungan Terhadap Karya Intelektual pada Sistem

HKI-Prosiding, Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya,

(40)

Dalam bagan diatas dapat kita lihat, bahwa perlindungan Hak kekayaan Intelektual dibutuhkan kepada mereka yang telah menginvestasikan tenaga, waktu, dan uang atas karya intelektual yang telah mereka ciptakan. Artinya apabila riset dan pengembangan yang menghasilkan karya intelektual tersebut tidak dilindungi, kemudian ditiru orang lain untuk dikomersialisasikan, maka akan terjadi persaingan tidak sehat dan pendapatan dari si Pencipta menjadi tidak ada. Sehingga karya-karya intelektual yang diharapkan lahir tidak akan ada karena pada akhirnya dana riset dan pengembangan berkurang.42

Dengan perkataan lain, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

dimaksudkan untuk menjaga siklus penciptaan karya intelektual. Dengan adanya

karya intelektual diharapkan si Pencipta atau Pemilik karya dapat mengekspliotasi

dan mengambil keuntungan atas karyanya tersebut. Dari keuntungan itu tentunya

akan menghasilkan pendapatan bagi si Pemilik atau Pencipta karya tersebut, dan juga

akan memberikan sumbangsih bagi ekonomi negara. Pendapatan inilah yang

kemudian digunakan sebagai dana riset (penelitian) penciptaan karya selanjutnya dan

sebagai dana pengembangan bagi berjalannya proses penciptaan suatu karya.

Dalam perspektif ilmu hukum hak atas paten dikonstruksikan sama seperti

hak milik dan merupakan hak privat (private rights). Hak atas paten jika dilihat dari

pandangan hukum yang terdapat dalam Burgelijk Wetboek (BW) masuk dalam

golongan benda tak bertubuh sebab BW mengenal pembedaan benda bertubuh dan

tidak bertubuh43 (onlichamelijke zaak) dengan demikian suatu hak kebendaan

(zakelijk recht) ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu

42

Ibid., hlm. 25.

43

(41)

benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.44 Hak kebendaan itu

mempunyai sifat mutlak, oleh karena hak itu memberikan kepada orang yang berhak

terhadap benda yang menjadi sasaran hak itu, suatu penguasaan tertentu yang dapat

dipertahankan terhadap setiap orang.

Dalam paten juga terdapat moral right, akan tetapi jarang sekali dapat

diketahui oleh konsumen siapa sesungguhnya pemegang hak moral itu. Dalam

undang-undang paten Indonesia dicantumkan ketentuan bahwa, “Pengalihan hak

tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya pada

paten yang bersangkutan”. Inilah yang dimaksud dengan hak moral, yang tidak dapat

diubah bahkan sampai berakhirnya paten tersebut (setelah menjadi milik publik)45.

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

menyebutkan, “Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada investor

atas hasil invensinya dibidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu

melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada

pihak lain untuk melaksanakannya”.

Sebelum memutuskan untuk mengajukan permohonan paten, inventor harus

mempertimbangkan terlebih dahulu keuntungan dan kerugian dari perlindungan paten

tersebut. Ada 4 (empat) keuntungan sistem paten jika dikaitkan dengan perannya

dalam meningkatkan perkembangan teknologi dan ekonomi yaitu :

44

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Benda, (Jakarta : Intermasa, 1997), hlm. 62.

45

(42)

1. Paten membantu menggalakkan perkembangan teknologi dan ekonomi suatu negara.

2. Paten membantu menciptakan suasana yang kondusif bagi tumbuhnya

industri-industri lokal.

3. Paten membantu perkembangan teknologi dan ekonomi negara lain dengan

fasilitas lisensi.

4. Paten membantu tercapainya alih teknologi dari negara maju ke negara

berkembang.46

Perlu diketahui, bahwa masalah luasnya lingkup perlindungan paten di

Indonesia sangat tergantung dari berbagai faktor, yaitu :

1. Pemberdayaan peran dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), baik

sebagai pemeriksa substantif maupun hakim.

2. Pembuatan klaim.

3. Prinsip itikad baik.

Upaya hukum untuk melindungi paten pada hakikatnya dapat dilakukan

melalui upaya administratif (kepabeanan) dan litigasi, baik perkara pidana maupun

perdata di pegadilan dan Alternatif Dispute and Resolution (ADR). Menurut

Harahap,47 ADR hanya dapat berperan bila dilandasi etika bisnis, sebab ADR bukan

peradilan resmi (ordinary court) yang memiliki kewenangan memaksa.

Dengan kata lain paten menjadi penting karena memberikan insentif kepada

setiap individu karena informasi invensi mereka akan disebarluaskan, serta dapat

menghasilkan keuntungan materi untuk penemuan yang potensial dan diterima pasar.

Insentif ini akan meningkatkan inovasi yang akan memberikan dampak peningkatan

kualitas hidup masyarakat.

46

Lindsey, Tim, Op.Cit., hlm. 184.

47

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian

(43)

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsep adalah kumpulan dari berbagai teori yang dihubungan satu

sama lain untuk dapat memberikan suatu gambaran atas suatu fenomena.48 Kerangka

konsep sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Hukum adalah semua peraturan yang mengatur perhubungan antara orang-orang

dalam masyarakat sehingga tercapai susunan masyarakat yang teratur dan adil.49

2. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil

invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan

sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain

untuk melaksanakannya.

3. Perlindungan Hukum adalah suatu kepastian hukum yang diberikan kepada

seseorang yang membutuhkan untuk mendapatkan rasa aman terhadap

kepentingannya.

4. Pendaftaran paten adalah proses atau cara dalam melakukan perbuatan hukum

untuk mendaftarkan suatu invensinya di bidang teknologi.50

5. Penegakan hukum adalah tindakan hukum mencapai kebenaran dan keadilan.51

6. Paten asing adalah hak yang diberikan pemerintah kepada pihak asing atas suatu

penemuannya untuk digunakan sendiri dan melindunginya dari peniruan

(pembajakan).52

48

Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta : PPM, 2007), hlm. 85.

49

Samidjo, Ringkasan & Tanya Jawab Hukum Pidana, (Bandung : CV. Armico), hlm. 1.

50

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hlm. 229.

51

(44)

7. Pelanggaran hukum adalah orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan hukum pidana.53

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum

perpustakaan,54 yang bersifat deskriptif analisis dengan pendekataan yuridis normatif.

Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat

merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.

d. Penelitian terhadap sejarah hukum.

e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.55

Dari unsur-unsur penelitian hukum normatif tersebut diatas dikaitkan

dengan judul penelitian tersebut di atas, peneliti lebih memberatkan terhadap

52

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op.Cit., hlm. 836.

53

Ibid., hlm. 78.

54

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 12-13.

55

Gambar

Tabel 1 Statistik PermohonanPaten
Tabel 2 Ancaman Sanksi Hukuman Tindak Pidana

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, Lisensi adalah ijin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak

Persyaratan yang harus dipenuhi BPPT dalam percepatan Paten adalah surat permintaan untuk mendapatkan paten, deskripsi tentang penemuan, satu atau lebih klaim yang

memberikaperlindungan terhadap ekstraksi obat – obatan tradisional dihubungkanlah kasus klaim tersebut melalui peraturan perundang – undangan Hak Kekayaan Intelektual

Setiap daerah di Indonesia memiliki beberapa sumber daya genetik yang khas, yang sering berbeda dengan yang ada di daerah lain.Perlindungan atas sumber daya genetik menjadi

Perusahaan yang melakukan merger atau penggabungan biasanya memiliki merek yang berbeda, yang kemudian telah di sepakati untuk di gabungkan menjadi satu,

BAB IV: Mengenai perlindungan hukum hak paten terhadap invensi UMKM di Indonesia, berisikan bagaimana prosedur kepemilikan hak paten yang dapat dilakukan oleh UMKM,

seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa

Menurut analisa penulis apabila perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dibuat secara lisan atau tidak dibuat secara tertulis maka perjanjian tersebut dinyatakan