ANALISIS YURIDIS MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN TERHADAP MASYARAKAT DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL
(Studi Penelitian di PT INALUM di Kabupaten Batu Bara)
TESIS
Oleh
FAKHRUL ROZI SIHOTANG
067005089/HK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS YURIDIS MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN TERHADAP MASYARAKAT DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL
(Studi Penelitian di PT. INALUM di Kabupaten Batu Bara)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
FAKHRUL ROZI SIHOTANG
067005089/HK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP MASYARAKAT DITINJAU DARI UNDANG -UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG
PENANAMAN MODAL (Studi Penelitian di PT. INALUM di Kabupaten Batu Bara)
Nama Mahasiswa : FAKHRUL ROZI SIHOTANG Nomor Pokok : 067005089/HK
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH.) Ketua
Tanggal Lulus : 06 Agustus 2010 Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH.)
Dekan,
(Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum. (Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum.)
Anggota
Telah diuji pada
Tanggal 06 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH. Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum.
2. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum. 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H.
ABSTRAK
Hadirnya investasi ke suatu daerah untuk mengembangkan modal memiliki dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kebanyakan perusahaan hanya mengejar keuntungan dari modal yang ditanamkan, tanpa memikirkan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Banyak terjadi eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan di sekitar operasional perusahaan (investor). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 15 huruf (b) dan Pasal 17 mengatur tentang kewajiban investor dalam melaksanakan tanggung jawab sosial.
Penelitian hukum ini mengenai konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) pada penanam modal yang berbentuk badan hukum, bukan badan hukum dan perseorangan, mengenai penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan penanam modal dan tanggung jawab sosial dan lingkungan diimplementasikan oleh PT. Indonesia Asahan Alumunium (PT. INALUM). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacu kepada nilai-nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Kesimpulan dari penelitian hukum ini yaitu perusahaan penanam modal yang tidak berbentuk badan hukum, termasuk usaha perseorangan, tanggung jawab sosial tetap wajib dilaksanakan. Oleh karena tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan tanggung jawab sosial bagi perusahaan penanam modal non badan hukum, maka kewajiban tersebut dilaksanakan dengan menggunakan ukuran kepatutan dan kewajaran yang ditetapkan oleh perusahaan dengan memperhatikan keuangan perusahaan. Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya peraturan pelaksana tentang pelaksanaan CSR bagi penanam modal modal yang berbentuk badan hukum, bukan badan hukum dan perseorangan dan perlu segera diundangkan peraturan pelaksana dari Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas agar terwujud kepastian hukum dalam pelaksanaan CSR.
ABSTRACT
The presence of an investment to the area for develop once for capital will be impact to the people and the environment. Most companies are only take the benefit from capital vine without thinking about the social responsibilities to the public. Many exploitation of natural resources and environmental destruction around the operating company (investor). Law Number 25 Year 2007 regarding Investment in Article 15 letter (b) and Article 17 governs the obligations of investors in the implementation of social responsibility.
The thesis take about the concept of corporate social responsibility (corporate social responsibility / CSR) in the form of investor legal entity, not legal entities and individuals, and about the implementation of corporate social responsibility associated with the Law Number 25 Year 2007 concerning Capital Investment on society and the environment surrounding the company investor and about social and environmental responsibility is implemented by PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM). This research uses a normative legal with a qualitative approach, which refers to the values and legal norms contained in the legislation. The data used in this research is secondary data consists of primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials.
The conclusion from this research that corporate investors are not a legal entity, including personal business, social responsibility and equipment shall be carried out. Therefore there are no statutory provisions governing the implementation of social responsibility for companies investor non legal entity, the obligation is carried out by using the measure of decency and fairness set by the company by paying attention to corporate finance. Suggestions in this research is the need for implementing regulations concerning the implementation of CSR for investor capital in the form of legal entity, not legal entities and individuals and need immediate promulgation of implementing regulations for Article 74 of Law Number 40 Year 2007 Limited Company in order to realize the legal certainty in the implementation CSR.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah Swt atas segala berkat,
karunia, dan rahmatNya yang berlimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
menyelesaikan tugas akhir berupa tesis yang berjudul : “ANALISIS YURIDIS
MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP
MASYARAKAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN
2007 TENTANG PENANAMAN MODAL (Studi Penelitian di PT. INALUM di
Kabupaten Batu Bara)”, dan telah dinyatakan lulus diseminarkan dalam rangka
memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister Humaniora pada Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian tesis ini bukanlah semata-mata
atas kemampuan diri peneliti sendiri, melainkan atas bantuan, dukungan, bimbingan
dan saran dari semua pihak yang telah ikut mengambil peran dan berpartisipasi yang
signifikasn dalam memberikan kontribusi. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti
juga ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, dukungan, bimbingan, saran dan motivasi kepada
peneliti dalam penyelesaian tesis ini.
1. Kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H.,M.Sc.,(CTM).,Sp.A(K).
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas kesempatan dan
pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Kepada Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih telah menerima peneliti
menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dosen
sekaligus Ketua Komisi Pembimbing, terima kasih atas segala perhatian dan
ilmu pengetahuan yang diajarkan selama peneliti menjadi mahasiswa,
memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide, motivasi dan saran serta kritik
yang konstruksif untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam penelitian tesis ini.
4. Kepada Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus
sebagai Anggota Komisi Pembimbing, terima kasih telah memberikan
bimbingan, arahan, motivasi, saran dan kritik yang sangat mendukung dalam
penelitian tesis ini.
5. Kepada Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Anggota Komisi
Pembimbing, terima kasih telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran
dan kritik yang sangat mendukung dalam penelitian tesis ini sehingga penelitian
6. Kepada Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., dan Bapak Prof. Dr. Budiman
Ginting, S.H. M.Hum., selaku dosen penguji terima kasih atas masukan dan
arahan kepada peneliti guna kesempurnaan tesis ini.
7. Kepada Guru Besar dan segenap Civitas Akademika Program Studi Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan membantu di dalam perkuliahan sehingga
dapat menyelesaikan studi dengan baik.
8. Terima kasih kepada kedua orangtua, Ayahanda tercinta H. Alifdin Sihotang
yang selalu mendoakan, mendorong dan memotivasi untuk terus belajar dan
melanjutkan pendidikan, memberikan dukungan moril dan materil, dan kepada
Ibunda tercinta U. Br. Sagala yang tiada henti selalu mendoakan, mencurahkan
kasih sayang, memberikan nasehat dan perhatian kepada penulis. Terima kasih
Allah Swt telah memberikan orangtua yang sangat bijaksana dan penuh kasih
sayang yang dapat dijadikan sebagai teladan. Terima kasih juga kepada adik-adik
tercinta Nurhamidah Sihotang dan Taufik Hasudungan Sihotang yang selalu
memberikan semangat, motivasi dan membantu dalam penulisan tesis ini.
9. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Aslim Sihotang, Sp.M. yang telah memberikan
dukungan, semangat, nasehat dan perhatian kepada penulis selama ini.
10. Rekan-rekan seangkatan kelas Reguler tahun 2006 : Annisa Sativa, Dian
Mandayani Nasution, Dian Permana, Fajrin Pane, Freddy Simanjuntak,
Gunawan, Khoimedi Hambali, Ika Syafitri, Indra Defi, Ivan Vanova, Syah Rizal
Handayani yang telah menjalani perkuliahan bersama-sama dengan penuh
kenangan indah, terima kasih atas kebersamaan selama ini dan semoga
persahabatan ini abadi selamanya.
11. Kepada seluruh unsur Pimpinan dan Staf PT. INALUM yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam penulisan tesis ini
sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
12. Kepada seluruh Staf Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara : Kak Rafika Suryani, Kak Juliani, Kak Fitri,
Bu Niar, Bu Ganti, Bang Udin, Bang Hendra, dan Bang Herman terima kasih
atas pelayanan dengan senyuman dan keikhlasan yang tanpa kenal lelah selama
penulis kuliah.
13. Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan dukungan moril untuk penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, namun harapan
penulis kiranya tesis ini dapat menjadi setitik air dalam samudera ilmu pengetahuan,
yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Akhir
kata, penulis memohon maaf atas segala kelemahan yang ada dalam penelitian tesis
ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penelitian
selanjutnya.
Medan, Agustus 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian ... 17
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18
1. Kerangka Teori ... 18
2. Kerangka Konsep ... 28
G. Metode Penelitian ... 31
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31
2. Sumber Data ... 32
3. Teknik Pengumpulan Data ... 33
4. Analisis Data ... 33
BAB II KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/CSR) PADA PENANAM MODAL YANG BERBENTUK BADAN HUKUM, BUKAN BADAN HUKUM DAN PERSEORANGAN ... 35
A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ... 35
BAB III PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG - UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TERHADAP
MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN SEKITAR
PERUSAHAAN PENANAM MODAL ... 64
A. Pengaturan CSR Sebelum dan Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ... 64
B. Penerapan CSR di Indonesia dan Negara Lain ... 74
1. Penerapan CSR di Indonesia ... 74
2. Penerapan CSR di Manca Negara ... 81
BAB IV IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMUNIUM (PT INALUM) ... 87
A. Gambaran Umum PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) ... 87
B. Tujuan Pelaksanaan CSR di PT Inalum ... 89
C. Bentuk-Bentuk Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Inalum Terhadap Masyarakat ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 113
ABSTRAK
Hadirnya investasi ke suatu daerah untuk mengembangkan modal memiliki dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kebanyakan perusahaan hanya mengejar keuntungan dari modal yang ditanamkan, tanpa memikirkan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Banyak terjadi eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan di sekitar operasional perusahaan (investor). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 15 huruf (b) dan Pasal 17 mengatur tentang kewajiban investor dalam melaksanakan tanggung jawab sosial.
Penelitian hukum ini mengenai konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) pada penanam modal yang berbentuk badan hukum, bukan badan hukum dan perseorangan, mengenai penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan penanam modal dan tanggung jawab sosial dan lingkungan diimplementasikan oleh PT. Indonesia Asahan Alumunium (PT. INALUM). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacu kepada nilai-nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Kesimpulan dari penelitian hukum ini yaitu perusahaan penanam modal yang tidak berbentuk badan hukum, termasuk usaha perseorangan, tanggung jawab sosial tetap wajib dilaksanakan. Oleh karena tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan tanggung jawab sosial bagi perusahaan penanam modal non badan hukum, maka kewajiban tersebut dilaksanakan dengan menggunakan ukuran kepatutan dan kewajaran yang ditetapkan oleh perusahaan dengan memperhatikan keuangan perusahaan. Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya peraturan pelaksana tentang pelaksanaan CSR bagi penanam modal modal yang berbentuk badan hukum, bukan badan hukum dan perseorangan dan perlu segera diundangkan peraturan pelaksana dari Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas agar terwujud kepastian hukum dalam pelaksanaan CSR.
ABSTRACT
The presence of an investment to the area for develop once for capital will be impact to the people and the environment. Most companies are only take the benefit from capital vine without thinking about the social responsibilities to the public. Many exploitation of natural resources and environmental destruction around the operating company (investor). Law Number 25 Year 2007 regarding Investment in Article 15 letter (b) and Article 17 governs the obligations of investors in the implementation of social responsibility.
The thesis take about the concept of corporate social responsibility (corporate social responsibility / CSR) in the form of investor legal entity, not legal entities and individuals, and about the implementation of corporate social responsibility associated with the Law Number 25 Year 2007 concerning Capital Investment on society and the environment surrounding the company investor and about social and environmental responsibility is implemented by PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM). This research uses a normative legal with a qualitative approach, which refers to the values and legal norms contained in the legislation. The data used in this research is secondary data consists of primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials.
The conclusion from this research that corporate investors are not a legal entity, including personal business, social responsibility and equipment shall be carried out. Therefore there are no statutory provisions governing the implementation of social responsibility for companies investor non legal entity, the obligation is carried out by using the measure of decency and fairness set by the company by paying attention to corporate finance. Suggestions in this research is the need for implementing regulations concerning the implementation of CSR for investor capital in the form of legal entity, not legal entities and individuals and need immediate promulgation of implementing regulations for Article 74 of Law Number 40 Year 2007 Limited Company in order to realize the legal certainty in the implementation CSR.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah yang sangat potensial
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan. Sumber daya alam harus
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga sumber daya alam
tersebut tetap dapat berperan baik sebagai modal pertumbuhan ekonomi sekaligus
sebagai penopang sistem kehidupan.
Suatu pembangunan yang mempunyai wawasan perlindungan terhadap
lingkungan lebih dikenal dengan istilah sustainable development atau pembangunan
berkelanjutan, yang berarti suatu pembangunan dilaksanakan dengan pertimbangan
bahwa kegiatan pembangunan dan segala aspeknya yang dilakukan harus dapat
menopang atau mendukung pembangunan-pembangunan di masa yang akan datang
bagi kepentingan generasi yang akan datang pula.1
Pembangunan berkelanjutan memberi tekanan bahwa pembangunan tersebut
harus dapat menggambarkan adanya keselarasan dan keserasian di dalam penggunaan
sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya artificial yang
memperhatikan usaha-usaha konservasi berkesinambungan. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka bukan hanya orang perorang yang mempunyai hak dan kewajiban
untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan, tetapi juga sekelompok orang
atau badan usaha atau hukum yang terlibat di dalam pemanfaatan sumber daya hayati
maupun non hayati.2
Pemanfaatan potensi sumber daya alam menjadi kekuatan ekonomi riil melalui
proses pembangunan membutuhkan modal yang besar, sementara di sisi lain terdapat
keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mendanai pembangunan. Oleh karena itu
sangat diperlukan peran serta modal, baik asing maupun dalam negeri untuk
melengkapi keterbatasan tersebut.
Indonesia memiliki keterbatasan modal dalam negeri dan minim akan
penguasaan teknologi dan keterbatasan akses pasar, sehingga penanaman modal asing
sangat diperlukan. Penanaman modal asing dapat memperluas potensi negara tuan
rumah untuk memproduksi barang setempat guna menggantikan barang impor dan
meningkatkan pendapatan pajak, selain itu penanaman modal sebagai sarana
pemulihan ekonomi dapat menjadi suatu hubungan ekonomi internasional,
penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara,
perusahaan dan masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak
saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau
kepentingannya. Negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah
dana, teknologi, dan keahlian bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk
penanaman modal. Di pihak lain, investor sebagai penanam modal memerlukan
bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana, pasar, jaminan keamanan, dan
kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar
keuntungan yang dapat diperoleh.3
Sejak tahun 1967 melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing kemudian disusul Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, pemerintah telah berupaya meningkatkan
partisipasi modal asing dan dalam negeri dalam upaya mempercepat pencapaian
tujuan-tujuan pembangunan nasional.
Pertumbuhan penanaman modal asing sangat menentukan perkembangan
perekonomian suatu negara, terutama negara berkembang. Arus penanaman modal
asing bersifat fluktuaktif, tergantung dari iklim investasi negara yang bersangkutan.
Bagi negara penanam modal, sebelum melakukan investasi terlebih dahulu akan
melakukan penilaian terhadap aspek-aspek yang turut mempengaruhi iklim
penanaman modal, yaitu kesempatan ekonomi, kepastian hukum, dan stabilitas
politik.4
Suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara mempunyai motif
mencari keuntungan.5 Pihak asing memilih untuk berinvestasi atau melakukan
transaksi ekonomi di negara tertentu apabila di negara tersebut terdapat hukum
ekonomi yang menunjang, tidak menghambat atau tidak menimbulkan resiko dan
kepastian yang besar terhadap investasi. Para investor akan datang ke suatu negara
apabila dirasakan negara tersebut dalam situasi kondusif dan untuk dapat
mewujudkan sistem hukum yang mendukung iklim investasi dibutuhkan aturan yang
jelas dari izin usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengoperasikan perusahaan. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan penegakan
supremasi hukum (rule of law).6
Dalam perkembangannya, jumlah penanaman modal dalam negeri maupun
asing terus bertambah sehingga memberikan kontribusi besar dalam pembangunan
Indonesia. Tetapi, kondisi jumlah penanaman modal (investor) mulai berkurang sejak
adanya krisis di Indonesia pada tahun 1997 hingga masa reformasi sekarang ini.
Pelaksanaan investasi domestik pada era Orde Baru dimulai pada tahun 1968 sampai dengan tahun 1997. Perkembangan jumlah investasi domestik yang diinvestasikan oleh investor domestik adalah sebanyak Rp. 580.384.996 triliun. Sementara jumlah proyek yang dibiayai sebanyak 11.991 proyek. Nilai investasi domestik yang diinvestasikan pada tahun 1968 hanya Rp. 38.6 miliar, dengan
4 Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, Quantify and Monitor (London:Euronomy Publications, 1979), page 54. Dikutip dari Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia Pokok
Bahasan (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hlm. 40
jumlah proyek sebanyak 27 proyek. Namun dalam perkembangannya investasi pada masa Orde Baru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari segi kualitas. Pada tahun 1997 sebagai puncak kekuasaan Orde Baru, nilai investasi yang ditanamkan oleh investor domestik sebanyak Rp. 119.877.2 triliun, dengan jumlah proyek sebanyak 723 proyek.7
Tabel 1
Perkembangan investasi domestik dari tahun 1998-2006
Sumber : Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008).
7
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008), hlm. 141.
No. Tahun Nilai Persetujuan Jumlah Proyek
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9. 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Rp. 57.938 triliun
Rp. 53.120 triliun
Rp. 92,410 triliun
Rp. 58.672 triliun
Rp. 25,23 triliun
Rp. 48,48 triliun
Rp. 28,87 triliun
Rp.30,66 triliun
Rp. 20,79 triliun
320 proyek 228 proyek 355 proyek 249 proyek 188 proyek 181 proyek 145 proyek 214 proyek 145 proyek
Apabila dibandingkan jumlah investasi domestik yang ditanamkan oleh
investor pada tahun 1998 sampai dengan 2006, bahwa nilai investasi mengalami
penurunan yang sangat signifikan, yaitu sebanyak Rp. 37.148 triliun.
Sementara itu, meskipun perkembangan investasi selama tahun 2006 masih
jauh dari tingkatan yang dapat meningkatkan kegiatan perekonomian, namun
perbaikan yang cukup berarti mulai terlihat pada tahun 2007. Data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa jika selama tahun 2006 realisasi
investasi PMA dan PMDN masing-masing mencatat penurunan sekitar 32,8 % dan
32,2 %, maka pada lima bulan pertama tahun 2007 (Januari-Mei 2007) kedua
kelompok investasi ini mencatat kenaikan masing-masing 18,2% dan 77,9 %. Dengan
kenaikan sebesar ini, maka terbuka kemungkinan bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2007 akan lebih baik dari perkiraan semula. Jika gejolak pasar
finansial dunia tidak berlarut-larut dan pemerintah mampu mengatasi berbagai
dampak yang mungkin ditimbulkan oleh berbagai pengaruh eksternal, bukan tidak
mungkin pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 mendekati angka yang ditargetkan
pemerintah, yaitu sekitar 6 %.8
Kekhawatiran terhadap penurunan pembentukan modal melalui kegiatan penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dikemukakan oleh Djisman S. Simanjuntak sebagai berikut: Djisman S. Simanjuntak mengatakan, hal yang mengkhawatirkan dewasa ini adalah masalah investasi. Pembentukan modal tetap bruto dalam perkiraan nasional dalam tahun 2003 masih hampir sepertiga lebih kecil daripada tahun 1997. Tingkat investasi sebagai persentase produk domestik bruto anjlok dan belum pulih. Investasi asing langsung ke Indonesia berubah menjadi negatif. Pangsa Indonesia dalam stok investasi asing langsung yang masuk turun dari 1,68% dalam tahun 1995 menjadi 0,78
% dalam tahun 2002. PMDN dan PMA yang disetujui juga menukik walaupun ada tanda-tanda kebangkitan tahun 2003 gangguan keamanan, amuk penjarahan, ketidakpastian hukum, korupsi, dan perselisihan perburuhan bergabung untuk memudarkan daya tarik Indonesia ketika di tempat lain muncul lokasi yang bersinar cerah, khususnya Cina yang bersaing dengan Indonesia dalam kelompok kelompok yang sama atau mirip.9
Pasca krisis investasi di Indonesia memang menurun drastis walaupun beberapa
tahun kemudian ada peningkatan, tetapi belum seperti yang diharapkan. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya investasi di Indonesia, seperti faktor
keamanan berinvestasi, ekonomi biaya tinggi, seringnya demo buruh atau pekerja
yang sangat mempengaruhi suasana kondusif investasi di Indonesia dan masalah
penegakan hukum di Indonesia yang belum berjalan maksimal. Menurut Erman
Rajagukguk, Undang-undang investasi yang baru diharapkan dapat mendorong
investasi di daerah-daerah, sehingga lapangan kerja bisa kembali terbuka untuk
memecahkan masalah pengangguran.10
Kehadiran investasi dalam suatu negara sebenarnya hal yang wajar, terlebih lagi
di era globalisasi ini kehadiran investor dalam menggerakkan roda perekonomian
suatu negara, tampaknya bukan lagi hal yang aneh terlebih lagi negara tersebut sudah
masuk dalam tata pergaulan dunia internasional. Agar dapat berkompetisi dalam
menarik investor berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi di
9 Djisman S. Simanjuntak, “Ekonomi Pasar Sosial Terbuka Indonesia Landasan Stabilitas
dalam Global yang Berubah Dramatik” Makalah dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh
Ikatan Alumni dan Fakultas Ekonomi Unpar, (Bandung: 4 Desember 2004), hlm. 2. 10
Erman Rajagukguk, “Hukum Ekonomi Indonesia memperkuat Persatuan Nasional
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial.” Dalam Seminar
Indonesia perlu disesuaikan dengan tuntutan global, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Bismar Nasution sebagai berikut:
Implikasi globalisasi ekonomi itu terhadap hukum juga tidak dapat dihindarkan, sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi tersebut, dalam arti berbagai substansi undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. Disinilah diperlukan pembaharuan hukum investasi sebagai perangkat aturan untuk mengantisipasi kegiatan investasi di Indonesia era AFTA 2003. Dengan ini berarti hukum investasi harus diperbaharui sesuai dengan ritme tuntutan AFTA guna menampung ketentuan AFTA.11
Agar hukum nasional senantiasa mampu menyesuaikan perkembangan
keadaan, maka ia harus membuka diri, menerima unsur-unsur dari luar yang dapat
memperlancar pembangunan nasional yang sedang dikerjakan oleh bangsa ini.12 Jika
ingin bersaing dengan negara lain dalam merebut calon investor, ketentuan yang
terkait dengan penanaman modal harus disesuaikan dengan kondisi masa kini. Upaya
menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif menjadi semakin perlu
mengingat bahwa untuk menarik penanam modal, Indonesia dihadapkan pada
tantangan yang semakin besar dan kompleks, serta persaingan yang semakin tajam
baik sesama negara berkembang maupun dari negara maju terutama dalam menarik
modal asing. Peningkatan penanaman modal dapat dilakukan melalui peningkatan
peran aktif masyarakat berinvestasi membuka kesempatan berusaha secara luas.
Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum kerjasama bilateral, regional dan
11
Bismar Nasution. “Implikasi AFTA terhadap Kegiatan Investasi Hukum Investasi
Indonesia” dalam Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Edisi Januari - Februari 2003. Hlm. 48.
12 Baharuddin Lopa, Etika Pembangunan Hukum Nasional. Dalam Artidjo Alkostar (ed).
multilateral atas dasar kepentingan nasional menimbulkan berbagai konsekuensi yang
harus dihadapi dan ditaati.13
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, investor diberikan berbagai
kemudahan dan fasilitas untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini dilatar belakangi
untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan
politik dan ekonomi Indonesia yang diperlukan adanya peningkatan penanaman
modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tujuan
yang ingin dicapai dalam Undang-undang Penanaman Modal yang baru ini adalah
dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia
dalam berbagai kerja sama internasional maka perlu diciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien
dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.14
Adanya undang-undang yang baru ini juga memberikan perlakuan yang sama
antara investor dalam negeri dan investor asing, agar memenuhi prinsip demokrasi
13 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman dan HAM RI.
Perumusan Harmonisasi Hukum Bidang Penanaman Modal. (Jakarta: Juli 2003) hlm. 66-67.
(Konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati Indonesia sebagai anggota masyarakat ekonomi internasional dalam perjanjian dan perdagangan internasional adalah Indonesia harus mengikuti sistem hukum yang berlaku pada masyarakat internasional, seperti keanggotaan Indonesia di dalam ASEAN dan AFTA yang mana ketentuan-ketentuan tersebut mengikat kepada anggota-angotanya termasuk di dalamnya adalah Indonesia).
ekonomi undang-undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan
perundang-undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan,
termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi.15
Undang-undang ini juga mengatur mengenai hak, kewajiban, dan tanggung
jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum,
mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola
perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat,
dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab
penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat,
memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga
kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan
perundang-undangan.16
Adanya Undang-undang penanaman modal di Indonesia, maka investor asing
mempunyai pegangan dalam berinvestasi di Indonesia, bahwa modal yang
ditanamkan mempunyai landasan hukum yang kuat. Menurut Aminuddin Ilmar,17
perlunya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal asing dimaksudkan
untuk memberikan arah terhadap penanaman modal asing yang dilaksanakan di
Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Dengan kata lain,
15
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 16
Ibid.
kebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia, ditetapkan berdasarkan
pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberikan kontribusi untuk
memperkuat dan memperkokoh struktur perekonomian nasional. Maka dengan
adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal asing tidak lain dimaksudkan
untuk lebih memberikan peluang yang lebih luas kepada para penanam modal asing
dalam melaksanakan kegiatannya melalui iklim penanaman modal yang asing yang
kondusif.
Hal ini penting, mengingat investasi yang akan dilaksanakan tersebut pada
umumnya mempunyai jangka waktu yang cukup panjang. Untuk itu bagi investor
sebelum melakukan investasi, investor akan melakukan analisis yang cukup
mendalam tidak hanya dari segi bisnis semata apa untung ruginya, tetapi juga
mengangkat masalah kepastian hukum, apakah di negara investor akan melakukan
investasi, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan investasi sudah
cukup memadai atau tidak. Jika sudah memadai maka investor akan melakukan
investasi.18
Dalam Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 ada
ketentuan yang mengatur tentang kewajiban suatu perusahaan (investor) baik nasional
maupun asing untuk mengembangkan masyarakat dan lingkungan investor berada,
yaitu dalam hal ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal tersebut diatur pada
Pasal 15 huruf b dan Pasal 17.
Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal mengatur tentang kewajiban investor dalam melaksanakan tanggung jawab
sosial. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada
setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat
setempat. Sedangkan pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal mengatur kewajiban investor untuk mengalokasikan dana secara
bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan
hidup yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan penanaman modal. Pasal ini, khususnya mengatur
kewajiban perusahaan, terutama perusahaan tambang dan migas untuk menyiapkan
dana untuk perbaikan lingkungan hidup.
Adanya ketentuan pasal tersebut, maka perusahaan asing maupun domestik,
khususnya yang bergerak di bidang sumber daya alam mempunyai kewajiban hukum
untuk melakukan pengembangan masyarakat wilayah dan kemitrausahaan atau biasa
disebut dengan tanggung jawab sosial masyarakat (Corporate Social Responsibility)
atau CSR. Perencanaan program pembagian masyarakat harus melibatkan masyarakat
sekitarnya. Secara normatif pengembangan kualitas sumber daya manusia, kesehatan
Di dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal19 disebutkan bahwa Penanam Modal adalah perseorangan atau
badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanaman modal
dalam negeri dan penanam modal asing. Penanam modal yang bukan berbentuk
badan hukum seperti CV (commanditer venotschaap) dan Firma atau juga
perseorangan sekarang ini setelah berlakunya Undang-undang Penanaman Modal
Nomor 25 tahun 2007 diwajibkan untuk melakukan tanggung jawab sosial
masyarakat. Hal ini diatur agar penanam modal meskipun usahanya bukan berbentuk
PT (perseroan terbatas) tetapi diharuskan memiliki tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat. Hal ini diterapkan karena penanam modal yang bukan badan hukum dan
perseorangan memiliki kontribusi yang besar terhadap masyarakat sekitar sama
seperti perusahaan yang berbentuk badan hukum. Selain itu kewajiban CSR juga
sudah diterapkan pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang
mewajibkan BUMN untuk memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk
pembangunan fisik. Kewajiban ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 88 yaitu: “BUMN dapat
menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha
kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN” dan Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan. Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal
dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk
Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa
pihak-pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih
maksimal Rp 200 juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun.20
Hadirnya investasi ke suatu daerah untuk mengembangkan modalnya akan
sangat berdampak sekali bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kebanyakan
perusahaan hanya mengejar keuntungan dari modal yang ditanamkannya tanpa
memikirkan tanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Banyak terjadi
ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat sekitarnya dan
operasional perusahaan yang pada umumnya memberikan dampak negatif. Misalnya
eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan di sekitar operasional
perusahaan (investor). Bila terjadi kerusakan lingkungan misalnya, bagaimana nasib
masyarakat di sekitar pertambangan pasca habisnya cadangan tambang di daerah
tersebut, tanggung jawab sosial apa saja yang dilakukan perusahaan.
Kewajiban CSR terpaksa dilakukan karena banyak perusahaan multinasional
yang beroperasi di Indonesia lepas dari tanggung jawabnya dalam mengelola
lingkungan. Beberapa contoh diantaranya adalah kasus lumpur Lapindo di Porong,
pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, konflik antara masyarakat
Papua dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon
Mobile yang mengelola gas bumi di Arun, pencemaran lingkungan oleh Newmont di
Teluk Buyat, dan sebagainya. Pada kenyataannya, memang dapat dilihat berbagai
kasus pencemaran atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan karena aktivitas
perusahaan kurang bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan
sekitarnya dan konflik antara perusahaan dengan masyarakat di sekitarnya, karena
kurang memperhatikan keadaan masyarakat tersebut.
Berdasarkan atas munculnya berbagai aktivitas perusahaan yang tidak
bertanggung jawab, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di
sekitarnya dan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitarnya, maka pemerintah
memberikan pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan
di dalam peraturan perundang-undangan nasional. Dengan diaturnya CSR di dalam
peraturan perundang-undangan, maka CSR kini menjadi tanggung jawab yang
bersifat legal dan wajib.
Perlu disadari banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang melakukan
CSR antara lain dapat mempertahankan dan menaikkan reputasi dan brand image
perusahaan sehingga muncul citra yang positif dari masyarakat. Upaya CSR mampu
meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya ini yang sering disebut
corporate social performance (kinerja perusahaan). Perusahaan tidak hanya
mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Perusahaan menyadari masih
ada hal yang perlu diperhatikan dari pada memperoleh laba sebesar mungkin yakni
hubungan baik dengan masyarakat di sekitar pabrik dan dengan masyarakat umum.21
Atas dasar itulah penelitian ini dilakukan di PT Indonesia Asahan Alumunium
(PT. INALUM) yang mana PT. INALUM sebuah perusahaan penanaman modal yang
dalam kegiatan usahanya bergerak dalam bidang lingkungan dan sumber daya alam
yang berdampak luas bagi masyarakat sekitar dan lingkungan operasi perusahaan
sehingga sesuai dengan judul penelitian yaitu “ANALISIS YURIDIS MENGENAI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP MASYARAKAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL (Studi Penelitian di PT. INALUM di Kabupaten Batu Bara).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility/CSR) pada penanam modal yang berbentuk badan hukum,
bukan badan hukum dan perseorangan.
2. Bagaimana penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan penanam modal.
3. Bagaimana tanggung jawab sosial dan lingkungan diimplementasikan oleh
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan arah dan maksud dari penelitian ini, maka yang menjadi
tujuan penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) pada
penanam modal yang berbentuk badan hukum, bukan badan hukum dan
perseorangan.
2. Untuk mengetahui penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang dijalankan oleh perusahaan penanaman modal terhadap masyarakat dan
di lingkungan sekitar perusahaan.
3. Untuk mengetahui implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan PT.
Indonesia Asahan Alumunium (PT. INALUM).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian yang bersifat teoritis diharapkan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum yang berkaitan
dengan kegiatan investasi yang menjadi masukan di dalam penerapan
2. Secara Praktis
Manfaat penelitian yang bersifat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi,
pemerintah dan investor yang bergerak dibidang pengelolaan sumber daya
alam dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia sehingga investasi
tersebut dapat berjalan dengan aman, lancar, dan berkesinambungan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “Analisa Yuridis Mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal” yang diketahui
berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian, khususnya di lingkungan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Hukum,
belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan masalah yang sama dengan
penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Social Responsibility) ditinjau dari Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang lebih menekankan kepada
perusahaan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,
rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Menurut Rusdin, salah satu kritik terhadap globalisasi adalah meningkatnya
ketergantungan antara ekonomi global, kekuatan ekonomi yang menggantikan
dominasi pemerintah dan memfokuskan ke arah organisasi perdagangan bebas
(WTO). Ketika dunia ini menjadi satu pasar berakibat pada semakin kuatnya
interpedensi atau saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya
yang sama sama mempunyai kedaulatan nasional. Jadi yang sebenarnya terjadi
bukanlah satu negara tergantung pada negara lainnya, melainkan suatu situasi dan
kondisi di mana semuanya saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan
politis, ekonomis dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan
masing-masing negara.22
Penanam modal dibutuhkan untuk mengelola sumber daya alam dan potensi
ekonomi yang berada di bawah otoritas negara. Adanya pengelolaan secara optimal
terhadap sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada, diharapkan ada nilai
tambah tidak saja bagi negara akan tetapi pada masyarakat pada umumnya. Adapun
wujud pengelolaan sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada tersebut antara
lain dapat dilakukan oleh investor baik lokal maupun asing.
Bob Sugeng Hadiwinata mengatakan: “Ada sejumlah pakar ekonomi yang mengaitkan ekspansi PMN ke negara berkembang dengan dampak positif yang ditimbulkan oleh aktifitas PMN sehingga mendorong pemerintah negara berkembang untuk lebih membuka diri bagi investor asing. Mereka pada umumnya bersepakat bahwa negara berkembang menginginkan investasi asing karena manfaat langsung yang dapat dirasakan dari kehadiran PMN. Dampak positif dari kehadiran PMN yakni, pertama, memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi suatu negara; kedua, menciptakan lapangan kerja baru;
ketiga modal yang dibawa oleh PMN dapat memperbaiki neraca pembayaran negara berkembang.” 23
Menurut Mohamad Ikhsan mengenai pengaturan investasi, untuk meningkatkan
iklim investasi ada tiga komponen utama yaitu:24
Pertama, kelompok kebijakan pemerintah yang mempengaruhi biaya (cost)
seperti pajak, beban regulasi dan pungli (red tape), korupsi, infrastruktur, ongkos
operasi, investasi perusahaan (finance cost), dan investasi di pasar tenaga kerja.
Kedua, kelompok yang mempengaruhi risiko yang terdiri dari stabilitas
makro-ekonomi, stabilitas dan produktibilitas kebijakan, hak property (property right),
kepastian kontrak, dan hak untuk mentransfer keuntungan. Ketiga adalah hambatan
regulasi untuk masuk dan keluar dari kegiatan bisnis, berfungsinya pasar keuangan
dan infrastruktur dengan baik, serta tersedia dengan efektif hukum persaingan.
Jika ingin investor masuk ke Indonesia untuk menanamkan modalnya, satu hal
yang harus dipersiapkan adalah adanya perangkat hukum yang jelas. Artinya antara
satu ketentuan dengan ketentuan lainnya yang berkaitan dengan investasi tidak saling
berbenturan.
Erman Rajagukguk juga mengatakan, faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan
stability, predictability, dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi
sistem ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan untuk meramalkan (predictiability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang
23
Bob Sugeng Hadiwinata, Politik Bisnis Internasional (Yogyakarta: Kanisius, 2002) cet. 1 hlm. 146.
sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.25
Untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum dengan adanya investasi di
Indonesia, maka perlu adanya pembaruan hukum Indonesia sesuai dengan
perkembangan zaman. Menurut Burg’s mengenai hukum dan pembangunan, terdapat
5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu
stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan
(education) dan pengembangan khusus dari sarjana hukum (the special development
abilities of the lawyer).26
Selanjutnya Burg’s mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua tersebut
merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Stabilitas berfungsi untuk
mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.
Sedangkan prediksi merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi
ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara.27
Permasalahan yang sering dikeluhkan oleh investor tidak terletak pada
peraturan undangan, melainkan pada pelaksanaan peraturan
perundang-undangan itu sendiri.28 Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa yang menjadi
masalah utama di Indonesia dan banyak dikeluhkan adalah kepastian hukum, baik
25 Erman Rajagukguk, Op.cit. hlm. 252-256.
26 Leonard J. Theberge, Law and Economic Development, Journal of International Law and
Policy, (Vol. 9.1980) hlm. 232.
27 Ibid. 28
Hikmahanto Juwana, Prospek Investasi Asing di Daerah dalam Merangsang berlakunya
Undang-Undang Investasi Baru. Makalah dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh FH
mengenai ketentuan perundang-undangan yang dalam banyak hal tidak jelas dan
bahkan bertentangan, dan juga mengenai pelaksanaan keputusan pengadilan.29
Perubahan undang-undang saja tidak akan membawa perbaikan, apabila tidak
disertai oleh perubahan yang searah di bidang peradilan, rekruitmen dan pendidikan
hukum reorganisasi birokrasi penyelarsan proses mekanisme kerja, modernisasi
segala sarana dan prasarana serta pengembangan budaya dan perilaku hukum
masyarakat yang mengakui hukum sebagai sesuatu yang sangat diperlukan bagi
pergaulan dan kehidupan masyarakat dan bernegara yang damai tertib dan sejahtera.
Ekonomi sangat erat dengan kesejahteraan dan pelayanan publik. Untuk itu baik
hukum maupun ekonomi harus tunduk pada asas Good Governance atau asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (algemene beginseten van behoorlijk
bestuur).30
Menurut Kemichi Ohmare, jika sumber daya alam adalah sumber utama
kekayaan, maka perusahaan atau negara asing yang mengizinkan akses ke sana paling
banter berupa penerobos yang ditoleransi dan paling buruk adalah pengekploitasian
yang tidak berperasaan yang harus dijauhkan dengan segala cara yang ada.31 Dengan
kondisi tersebut terkadang kehadiran investor hanyalah mengejar keuntungan bisnis
semata tanpa memikirkan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar.
29Mochtar Kusumaatmadja, Investasi di Indonesia Dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan
Perjanjian Hasil Putaran Uruguay. Makalah dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh FH
Unpad (Bandung: 30 April 1998). 30
Sentosa Sembiring, Op.cit. hlm. 113.
Industri berbasis Penanaman Modal Asing (PMA) (investasi oleh perusahaan
asing dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Kanada yang
berupa joint-venture atau subsidiaries) memfokuskan investasinya pada sektor
sumber daya alam (SDA) seperti agrikultur, pertambangan mineral dan eksplorasi
bahan bakar. Dengan demikian, terjadi peningkatan produksi di sektor manufaktur
dan infrastruktur pendukungnya.32
Adanya penanaman modal asing yang dilakukan oleh investor, maka akan
berdampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu:33 (1) memberi modal kerja; (2)
mendatangkan keahlian, manajerial, ilmu pengetahuan, modal dan koneksi pasar; (3)
meningkatkan pendapatan uang asing melalui aktivitas ekspor oleh perusahaan
multinasional (multinational enterprise atau MNE); (4) penanaman modal asing tidak
melahirkan utang baru; (5) negara penerima tidak merisaukan atau menghadapi resiko
ketika suatu Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke negerinya ternyata tidak
mendapatkan untung dari modal yang diterimanya; dan (6) membantu upaya-upaya
pembangunan kepada perekonomian negara-negara penerima.
Dampak negatif yaitu:34 (1) MNE berdampak negatif bagi perekonomian negara
penerima; (2) MNE melahirkan sengketa dengan negara penerima atau dengan
penduduk asli miskin setempat, khususnya negara berkembang; (3) PMA oleh MNE
dapat mengontrol atau mendominasi perusahaan-perusahaan lokal. Sebagai akibatnya
32 http://www.mail-archive.com/exbhp@googlegroups.com/msg00054.html.diakses tanggal 30 Mei 2008.
33
Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Internasional
(WTO), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). hlm. 6.
mereka dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan ekonomi atau bahkan kebijakan
politis dari negara penerima; (4) MNE banyak dikecam telah mengembalikan
keuntungan-keuntungan dari kegiatan bisnisnya ke negara tempat perusahaan banyak
ke negara tempat perusahaan induknya berada. Praktik seperti ini sedikitnya telah
mengurangi cadangan persediaan mata uang asing dari negara penerima; (5) adanya
tuduhan terhadap MNE yang kegiatan usahanya, terutama negara-negara sedang
berkembang. MNE telah menggunakan zat-zat yang membahayakan lingkungan atau
menerapkan teknologi yang tidak atau kurang memperhatikan kelestarian lingkungan;
(6) MNE dikritik telah merusak aspek-aspek positif dari penanaman model di
negara-negara sedang berkembang. Selain hal tersebut di atas, dampak negatif lain
adalah adanya kesenjangan ekonomi antara masyarakat di sekitar perusahaan dengan
perusahaan itu berada. Banyak masyarakat sekitar perusahaan yang masih miskin atau
tertinggal perekonomiannya sedangkan karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut
yang juga tinggal di sekitar perusahaan taraf hidupnya lebih mampu dan baik. Hal
inilah yang menjadi dasar dibuat ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab
sosial perusahaan agar tidak terjadi kesenjangan antara si kaya yang bekerja di
perusahaan dengan si miskin yang berada di lingkungan perusahaan.
Adanya Undang-Undang Penanaman Modal yang baru Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 di dalam asas-asasnya disebutkan mengenai asas akuntabilitas, yaitu
di dalam penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara. Disebutkan juga
kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan untuk masa kini dan masa
yang akan datang. Ada juga mengenai asas berwawasan lingkungan yaitu penanaman
modal harus memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup.
Sejalan dengan hal tersebut, maka ketentuan mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan sudah merupakan kewajiban bagi penanam modal yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia. Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat berkaitan dengan teori utilitarisme sebagaimana yang diutarakan oleh
Jeremy Bentham. Bentham mengatakan, adanya negara dan hukum semata-mata
hanya demi manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.35 Curzon mengatakan
bahwa: Utilitarianism is a moral philosophy that defines the rightness of an action in
terms of its contribution to general happines and considers ultimate good to be the
greatest happinest of the greatest number.36
Pada dasarnya doktrin tersebut menganjurkan the gretatest happines principle
atau prinsip kebahagiaan semaksimal mungkin.37 Menurut teori ini masyarakat yang
ideal adalah masyarakat yang mencoba kebahagiaan dan memperkecil
ketidakbahagiaan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar
mungkin kepada rakyat pada umumnya dan agar ketidakbahagiaan di usahakan
sesedikit mungkin oleh rakyat pada umumnya tadi. Kebahagiaan berarti kesenangan
35
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, 2002) hlm. 76.
atau ketiadaan sengsara, dan ketidak bahagiaan berarti kesengsaraan
ketiadasenangan.38
Utilitarisme disebut juga sebagai teori teleologis (dari kata Yunani, telos =
tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan
dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak
menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.39 Menurut teori
ini perbuatan yang sempat mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan
puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup,
misalnya, merupakan tanggung jawab moral kita? Utilitarisme menjawab karena hal
itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan, termasuk
juga generasi-generasi sesudah kita. Menurut utilitarisme sebagai upaya
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi tanggung jawab
moral kita.40
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan
terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan tentu bisa diarahkan kepada
banyak hal, yaitu kepada dirinya sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan
lain dan seterusnya. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial yang disoroti
adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam arti sempit seperti
lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.41
38
Ibid. hlm. 76-77. 39
K. Bertens, Op.cit. hlm. 67. 40 Ibid. hlm. 66
Dalam perkembangan etika bisnis, ada gagasan yang lebih komprehensif
mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan. Ada empat bidang yang
dianggap diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan.42
Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna
bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan-perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi tanggung sosial dan modal perusahaan. Di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat. Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahan tersebut. Demikian pula sampai tingkat tertentu masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat, Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu. Keempat, dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan lebih menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya mempunyai dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut ditengah-tengah masyarakat tersebut.43
Masuknya program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sebagai bagian
dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam
42
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. (Yogyakarta: Kanisius, 2002). hlm. 123.
suatu perusahaan untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR
yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggung jawaban keuangan atas setiap
investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas sehingga
pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasikan
berdasarkan harapan semua stakeholder.44 Oleh karena itu adapun implementasi CSR
didasarkan kepada permasalahan yang dihadapi perusahaan terhadap pemangku
kepentingan. Dalam hal ini harus dibedakan mana pemangku kepentingan primer dan
sekunder. Stakeholder primer mempunyai kepentingan yang langsung berhubungan
dengan masa depan perusahaan. Yang termasuk stakeholder primer yaitu pemegang
saham dan investor, karyawan, pelanggan, pemasok dan penduduk dimana
perusahaan beroperasi. Beberapa ahli menambahkan stakeholder primer meliputi
individu atau kelompok yang berkepentingan terhadap sumber daya alam, spesies
bukan manusia, dan generasi yang akan datang. Sedangkan stakeholder sekunder
adalah mereka yang tidak menerima dampak langsung; diantaranya media, kelompok
pemerhati (pressure groups), atau kelompok sosial lain dimana perusahaan berada.45
2. Kerangka Konsep
Untuk menghindarkan kesalahpahaman atas berbagai istilah yang
dipergunakan, maka di bawah ini akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah berikut:
44 Timotheus Lesmana, Implementasi Konsep Sustainable dalam Program CSR (Majalah Lensa ETF Edisi 1 November 2006).
45
Johannes, Model Tanggung Jawab Sosial Industri Dalam Pemanfaatan Hasil-Hasil Riset
Iptek, Disampaikan pada “Lokakarya Penyusunan Etika Bisnis Kerjasama Kementerian Negara Riset
1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.46
2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.47
3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri.48
4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing.49
5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia,
badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang
melakukan penanam modal di wilayah Negara Republik Indonesia.50
46 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Op.cit. Pasal 1 angka (1).
47
Ibid., Pasal 1 angka (2). 48
6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha
asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di
wilayah Negara Republik Indonesia.51
7. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada
setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang
serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.52
8. Masyarakat adalah masyarakat di sekitar perusahaan atau tempat kegiatan
usaha perusahaan penanaman modal.
9. Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik adalah
suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan
pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis a