• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PRAKATA

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan” .

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, MPd selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, memberi saran dan masukan berharga selama penulis menyusun skripsi ini.

4. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns dan Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku dosen Penguji I dan II yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(4)

kepada ibu-ibu yang telah menjadi responden dalam penelitian ini, terima kasih atas partisipasinya.

7. Terima kasih kepada Ayahanda Kamarullah dan Ibunda Sundari, kakakku (kak Fitri), dan adikku tercinta (Maharany) yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat kepadaku dalam menulis skripsi ini.

8. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Ainil Fitri, Syafrina, Evilia yang selalu, membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua. Terima kasih juga aku ucapkan untuk adik-adik kelasku tersayang Dira, Yuli, Fitri dan Rizkina yang selalu mendukung dan menghiburku di kampus. Dan terima kasih juga kepada kak Cinta yang selalu mendoakan dan memotivasiku.

9. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2006, Dwi utama, Hepy Sahara, Afnijar Wahyu, Eqlima, Minta Ito, Rosi, Ananda dan lain-lain yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Januari 2011 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema... ix

Abstrak ... x

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1 Latar Belakang ... 1

2 Perumusan Masalah ... 4

3 Pertanyaan Penelitian ... 4

4 Hipotesa Penelitian ... 4

5 Tujuan penelitian ... 5

6 Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Perawatan Nifas ... 7

1.1 Konsep Perawatan Nifas ... 7

1.2 Perawatan Diri Ibu Nifas selama Masa Nifas ... 8

1.2.1 Perawatan Vulva atau Perineum ... 9

1.2.2 Mobilisasi ... 10

1.2.3 Diet ... 11

1.2.4 Eliminasi Urin ... 12

1.2.5 Defekasi ... 13

1.2.6 Perawatan Payudara ... 13

1.2.7 Pemeriksaan setelah Persalinan ... 14

1.3 Perawatan Bayi Baru Lahir ... 15

1.3.1 Memandikan Bayi ... 15

1.3.2 Merawat Tali Pusat ... 18

(6)

1.3.4 Perawatan pada Mata, Hidung dan Telinga Bayi ... 19

1.3.5 Merawat Kulit dan Kuku ... 20

1.3.6 Mengganti Popok ... 21

1.3.7 Pemberian Makanan dan Minuman Bayi ... 21

2. Perawatan Mandiri ... 23

2.1 Konsep Perawatan Mandiri ... 23

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 24

2.2.1 Pengetahuan ... 24

2.2.2 Motivasi ... 25

2.2.3 Budaya ... 26

2.2.4 Kepercayaan ... 27

2.2.5 Pengalaman Ibu ... 28

2.2.6 Usia ... 29

Bab 3. Kerangka Konsep ... 30

1. Kerangka Konseptual ... 30

2. Defenisi Operasional ... 31

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 33

1. Desain Penelitian ... 33

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

5. Instrumen Penelitian ... 35

6. Pengumpulan Data ... 38

7. Analisa Data ... 38

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 41

1. Hasil Penelitian ... 41

(7)

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 66

1. Kesimpulan ... 66

2. Saran ... 68

Daftar Pustaka... 69 Lampiran-lampiran

1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian 2. Instrumen Penelitian

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

Tabel. 2 Data Demografi Responden ... 41

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Ibu ... 43

Tabel. 4 Karakteristik Tingkat Kemandirian Ibu ... 44

Tabel. 5 Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya ... 45

Tabel. 6 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu ... 46

Tabel. 7 Hasil Uji Bivariat setiap Variabel ... 49

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini

Nama : Elfi Harianti

NIM : 061101073

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akedemik : 2011

Abstrak

Masa nifas merupakan masa pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis. Kemandirian dalam merawat diri dan bayinya selama masa nifas penting agar pemulihan kesehatan segera tercapai. Perawatan ibu dan bayi selama masa nifas dipengaruhi beberapa faktor diantaranya pengetahuan, motivasi, budaya, kepercayaan, pengalaman dan usia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menggunakan desain deskripsi korelasi, dengan teknik total sampling sebanyak 31 orang. Karakteristik responden mayoritas berada pada rentang usia 23-28 tahun (45,2%), suku Jawa (51,6%), beragama Islam (90,3%), pendidikan SMU (61,3%) dan tidak bekerja (77,4%) dengan penghasilan Rp 800.000,- sampai Rp 1.500.000,- perbulan (45,2%), riwayat persalinan multipara (51,6%) dengan jumlah anak lebih dari satu (51,6%).

Dari hasil uji bivariat dan dengan regresi linier ganda didapatkan nilai koefisien korelasi (R) untuk pengetahuan (R) = - 0,088, motivasi (R) = 0,041, budaya (R) = 0,002 dan kepercayaan (R) = 0,092. hasil hipotesis adalah menerima Hipotesis alternatif (Ha) faktor pengalaman dan usia. Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa tidak keseluruhan faktor yang diteliti mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini. Ada dua faktor yang berpengaruh yaitu faktor pengalaman dengan nilai signifikansi yang dapat diterima yaitu (Sig = 0,046) dengan koefisien korelasi (R) = 0,362 dan faktor usia dengan nilai signifikansi yang dapat diterima (Sig = 0,032) dengan koefisien korelasi (R) = 0,387 yang artinya hubungan faktor pengalaman dan usia terhadap tingkat kemandirian ibu positif dengan interpretasi lemah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu nifas dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas menjadi lebih baik dan mandiri.

(11)

Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini

Nama : Elfi Harianti

NIM : 061101073

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akedemik : 2011

Abstrak

Masa nifas merupakan masa pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis. Kemandirian dalam merawat diri dan bayinya selama masa nifas penting agar pemulihan kesehatan segera tercapai. Perawatan ibu dan bayi selama masa nifas dipengaruhi beberapa faktor diantaranya pengetahuan, motivasi, budaya, kepercayaan, pengalaman dan usia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menggunakan desain deskripsi korelasi, dengan teknik total sampling sebanyak 31 orang. Karakteristik responden mayoritas berada pada rentang usia 23-28 tahun (45,2%), suku Jawa (51,6%), beragama Islam (90,3%), pendidikan SMU (61,3%) dan tidak bekerja (77,4%) dengan penghasilan Rp 800.000,- sampai Rp 1.500.000,- perbulan (45,2%), riwayat persalinan multipara (51,6%) dengan jumlah anak lebih dari satu (51,6%).

Dari hasil uji bivariat dan dengan regresi linier ganda didapatkan nilai koefisien korelasi (R) untuk pengetahuan (R) = - 0,088, motivasi (R) = 0,041, budaya (R) = 0,002 dan kepercayaan (R) = 0,092. hasil hipotesis adalah menerima Hipotesis alternatif (Ha) faktor pengalaman dan usia. Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa tidak keseluruhan faktor yang diteliti mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini. Ada dua faktor yang berpengaruh yaitu faktor pengalaman dengan nilai signifikansi yang dapat diterima yaitu (Sig = 0,046) dengan koefisien korelasi (R) = 0,362 dan faktor usia dengan nilai signifikansi yang dapat diterima (Sig = 0,032) dengan koefisien korelasi (R) = 0,387 yang artinya hubungan faktor pengalaman dan usia terhadap tingkat kemandirian ibu positif dengan interpretasi lemah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu nifas dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas menjadi lebih baik dan mandiri.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dan berlangsung kira-kira 6 minggu (Test, 2007). Masa nifas dapat dibagi menjadi periode pasca persalinan, periode nifas dini, dan periode nifas lanjut. Periode nifas dini adalah periode minggu pertama pasca persalinan (Widjanarko, 2009). Pada masa ini pemulihan kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi ibu, sebab pada masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis.

Perubahan fisik yang terjadi pada ibu selama nifas yaitu anatomi organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil (normal) yang disebut involusi. Setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang berkontraksi terletak kira – kira sedikit di bawah umbilicus dan akan mencapai ukuran seperti sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu. Ostium serviks akan berkontraksi perlahan hingga pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit dan mengakibatkan serviks menebal dan kanal kembali terbentuk. Sedangkan keadaan payudara pada 2 hari pertama nifas sama seperti pada saat hamil. Dinding abdomen memerlukan waktu beberapa minggu untuk kembali ke keadaan sebelum hamil (Sahrul, 2009). Perubahan-perubahan yang terjadi setelah persalinan bukan hanya perubahan anatomis saja melainkan juga terjadi perubahan psikis.

(13)

mampu menerima tanggung jawab terhadap bayinya (Test, 2007). Sedangkan menurut Rubin (1961 dalam Bobak, 2004) penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orang tua ditandai oleh tiga fase, yaitu : fase taking-in, fase taking-hold, dan fase letting-go.

Interaksi awal antara ibu dan bayi dapat memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis yang mendasar. Bayi yang dirawat di samping ibunya akan membuat ibu dapat mengenal dan menangani bayinya. Untuk itu peranan ibu dalam pengasuhan dan perawatan yang baik bagi bayinya sangat dibutuhkan (Sacharin, 1996).

Masa nifas ini yang harus dimanfaatkan sebagai suatu kesempatan untuk memberikan perawatan pada ibu dan bayinya. Tetapi masa ini jarang dimanfaatkan untuk hal seperti itu sehingga angka kematian ibu masih cukup tinggi.

(14)

Terkait dengan perawatan mandiri, Orem mendeskripsikan perawatan diri sebagai suatu aktivitas yang dimulai secara individu dan dilakukan di atas kepentingan mereka sendiri dalam memelihara hidupnya, mencapai fungsi yang menyeluruh, dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Kemampuan mandiri merupakan suatu hal yang perlu dipelajari. Mengacu pada hal tersebut maka konsep ini dapat digunakan sebagai dasar dalam meningkatkan dan memberi kemampuan kepada ibu yang melakukan perawatan mandiri selama masa nifas (Shvoong, 2009).

Perawat bertanggung jawab dalam membantu klien dan keluarga untuk mencapai kemandiriannya. Kemandirian ibu nifas bisa tercapai bila kegiatan asuhan keperawatan didasari adanya kerjasama yang baik antara perawat dalam memberikan pengetahuan dan motivasi kepada ibu nifas dalam memenuhi kebutuhannya (Shvoong, 2009). Kebutuhan ibu selama masa nifas merupakan hal yang penting. Oleh karena itu perhatian perawat terhadap kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama masa nifas penting untuk diteliti.

(15)

2. Perumusan Masalah

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

3. Pertanyaan Penelitian

3.1. Bagaimana gambaran tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini?

3.2. Bagaimana gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini?

3.3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian dengan tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini?

3.4. Faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini?

4. Hipotesa Penelitian

(16)

5. Tujuan Penelitian

5.1. Mengetahui gambaran tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

5.2. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini. 5.3. Menganalisa hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kemandirian terhadap tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

5.4. Mengidentifikasi faktor apa yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

6. Manfaat Penelitian 6.1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan bagi perawat terutama perawat maternitas mengenai gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

6.2. Pendidikan Keperawatan

(17)

6.3. Penelitian Keperawatan

(18)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Perawatan Nifas

1.1 Konsep Perawatan Nifas

Masa nifas adalah periode di mana terjadi proses perbaikan tubuh selama persalinan dan kelahiran. Periode ini juga merupakan waktu untuk mempelajari perawatan diri dan keterampilan perawatan bayi, penyatuan peran baru dan kelanjutan ikatan keluarga serta penilaian terhadap bayi baru lahir (Novax & Broom, 1999).

Masa nifas adalah periode yang dimulai dari akhir persalinan sampai dengan kembalinya organ-organ reproduktif ke keadaan sebelum hamil. Periode ini berlangsung 6 minggu setelah persalinan (Stright, 2005). Masa nifas berlangsung sejak melahirkan sampai ibu berhasil mengeluarkan darah lamanya sekitar 40 hari setelah melahirkan (Nasedul, 2000). Sedangkan masa nifas dini (early postpartum) adalah periode kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (Mochtar, 1998). Periode ini berlangsung pada minggu pertama pasca persalinan (Widjanarko, 2009).

(19)

bayinya dengan baik agar pertumbuhan dan perkembangan bayinya normal (Ibrahim, 1996).

1.2 Perawatan Diri Ibu Nifas Selama Masa Nifas

Pasca persalinan biasanya seorang wanita akan banyak mengalami perubahan pada dirinya, baik perubahan fisik maupun psikologis. Karena hal tersebut, pada masa ini pemulihan kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi wanita. Wanita diharapkan mampu melakukan pemenuhan perawatan pada dirinya agar tidak mengalami gangguan kesehatan.

Menurut Potter & Perry (2006) perawatan diri adalah aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk memelihara kesehatan. Perawatan diri menjadi sulit, diakibatkan oleh kondisi fisik atau keadaan emosional klien.

Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya: budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri (Potter dan Perry, 2006).

(20)

1.2.1 Perawatan Vulva atau Perineum.

Perineum yang dilalui seorang bayi umumnya mengalami peregangan, lebam, dan trauma. Akibat normalnya bisa terasa ringan, bisa juga tidak. Rasa sakit pada perineum akan semakin parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh selama 7 hingga 10 hari. Rasa nyeri saja selama masa ini tidak menunjukkan adanya infeksi, kecuali jika nyeri sangat parah (Danuatmaja, 2003).

Tujuan perawatan vulva atau perineum adalah untuk menjaga kebersihan dan mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum maupun dalam uterus serta penyembuhan luka perineum.

Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi dengan menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2 jam sekali selama 24 jam pertama sesudah melahirkan. Kompres hangat, duduk di dalam air hangat atau menggunakan lampu pemanas selama 20 menit, 3 kali sehari juga dapat digunakan untuk meredakan ketidaknyamanan. Menghindari tekanan di area perineum dengan berbaring miring dan menghindari posisi duduk atau berdiri yang lama juga bisa membantu mengatasi ketidaknyamanan perineum. Sering melakukan latihan Kegel sesudah melahirkan akan merangsang peredaran darah di daerah perineum, mempercepat penyembuhan dan meningkatkan kebugaran otot (Murkoff, 2006).

(21)

meletakkannya dengan baik sehingga tidak bergeser. Pada saat memasang pembalut haruslah dari muka ke belakang agar tidak terjadi penyebaran bakteri dari anus ke vagina. Setelah ibu selesai BAK atau BAB, ibu dapat mengalirkan atau membilas area perineum dengan air hangat atau cairan antiseptik, kemudian mengeringkannya dengan kain pembalut atau handuk dengan cara ditepuk-tepuk tetap dari arah muka ke belakang.

1.2.2 Mobilisasi

Sebagian besar wanita dapat melakukan ambulasi dini setelah efek obat-obatan yang diberikan saat melahirkan telah hilang. Aktivitas tersebut amat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi, dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan (trombosis) pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi sehat dan tidak tergantung.

Selain itu, ibu juga membutuhkan penyembuhan tubuhnya dari persalinan mereka. Oleh karenanya, ibu dianjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas mereka, dan untuk istirahat sebelum mereka menjadi keletihan (Hamilton, 1995).

(22)

menggerakkan kaki. Selanjutnya ibu dapat mencoba untuk duduk di tepi tempat tidur. Kemudian, ibu bisa turun dari ranjang dan berdiri.

1.2.3 Diet

Diet harus mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang baik mempercepat penyembuhan ibu, makanan ibu juga sangat mempengaruhi air susu ibu. Makanan harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, serta banyak mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Mochtar, 1998).

Ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan sehat seperti saat hamil. Pedoman umum yang baik adalah empat porsi setiap hari dari empat kelompok makanan dasar yaitu makanan harian, daging dan makanan yang mengandung protein, buah dan sayuran, roti dan biji-bijian. Ibu yang menyusui perlu mengkonsumsi protein, mineral dan cairan ekstra. Makanan ini juga bisa diperoleh dengan susu rendah lemak dalam dietnya setiap hari. Ibu juga dianjurkan untuk mengkonsumsi multivitamin dan suplemen zat besi (Hamilton, 1995).

(23)

dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsur-unsur, seperti

sumber tenaga, pembangun, pengatur dan pelindung. 1.2.4 Eliminasi Urin

Kebanyakan wanita mengalami sulit buang air kecil selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena kandung kemih mengalami trauma atau lebam selama melahirkan akibat tertekan oleh janin sehingga ketika sudah penuh tidak mampu untuk mengirim pesan agar mengosongkan isinya. Nyeri pada area perineum bisa menyebabkan refleks kejang pada uretra sehingga buang air kecil menjadi sulit. Edema perineum juga bisa mengganggu buang air kecil. Sejumlah faktor psikologis juga dapat menghambat buang air kecil seperti takut nyeri, kurangnya privasi, malu atau tidak nyaman menggunakan pispot rumah sakit atau membutuhkan bantuan ke toilet. Hal ini dapat diatasi dengan memperbanyak minum, bangun dari tempat tidur dan berjalan segera setelah melahirkan akan membantu mengosongkan kandung kemih (Murkoff, 2006).

(24)

1.2.5 Defekasi

Menurut Mochtar (1998) pola defekasi atau buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah melahirkan. Tapi hal ini terkadang masih sulit dilakukan karena kebanyakan penderita mengalami obstipasi setelah melahirkan.

Hal ini disebabkan karena sewaktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, selain itu mempengaruhi pristaltik usus. Pengeluaran cairan yang lebih banyak pada waktu persalinan juga mempengaruhi terjadinya konstipasi (Mochtar, 1998).

Fungsi defekasi dapat diatasi dengan mengembalikan fungsi usus besar yaitu dengan memakan makanan yang dapat merangsang gerakan usus besar seperti buah dan sayur-sayuran. Meminum sari buah dapat membantu melunakkan feces. Gerakan usus juga akan aktif dengan melakukan mobilisasi dini seperti bangun dari tempat tidur ataupun jalan-jalan (Murkoff, 2006). Biasanya bila penderita tidak buang air besar sampai dua hari sesudah bersalin dapat ditolong dengan pemberian obat-obatan laxatif per oral atau per rektal (Mochtar, 1998). 1.2.6 Perawatan Payudara

(25)

Bagi ibu yang menyusui bayinya, perawatan puting susu merupakan suatu hal amat penting. Payudara harus dibersihkan dengan teliti setiap hari selama mandi dan sekali lagi ketika hendak menyusui. Hal ini akan mengangkat kolostrum yang kering atau sisa susu dan membantu mencegah akumulasi dan masuknya bakteri baik ke puting maupun ke mulut bayi. Salep atau krim khusus dapat digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada puting.

Menurut Hamilton (1995) bila puting menjadi pecah-pecah proses menyusui ditangguhkan sampai puting tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau menggunakan pompa ASI elektrik, disimpan dan kemudian diberikan pada bayi, terus menyusui dengan puting pecah-pecah dan perdarahan dapat mengarah pada matitis.

1.2.7 Pemeriksaan Setelah Persalinan

Di Indonesia ada kebiasaan atau kepercayaan bahwa wanita bersalin baru boleh keluar rumah setelah habis nifas yaitu 40 hari. Bagi wanita dengan persalinan normal hal ini baik dan dilakukan pemeriksaan kembali 6 minggu setelah persalinan. Namun, bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali untuk kontrol seminggu kemudian.

(26)

1.3 Perawatan Bayi Baru Lahir 1.3.1 Memandikan Bayi

Memandikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menjaga agar tubuh bayi bersih, terasa segar dan mencegah kemungkinan adanya infeksi. Prinsip dalam memandikan bayi yang harus diperhatikan adalah menjaga jangan sampai bayi kedinginan serta kemasukkan air ke hidung, mulut, atau telinga yang dapat mengakibatkan aspirasi (Hidayat, 2008).

Hampir setiap ibu merasa takut memandikan bayinya. Namun yang terpenting saat memandikan bayi adalah berhati-hati dalam memposisikan bayi secara tepat. Jadwal mandi bayi tidak sebanyak orang dewasa jika telah dilakukan pembersihan yang baik di tempat-tempat tertentu saat menggantikan popok atau menyusui, sebenarnya bayi tidak perlu dimandikan setiap hari. Ibu hanya perlu membersihkan wajah, leher, dan bokong dengan handuk atau busa basah. Pada bayi yang belum merangkak atau turun dari tempat tidur, mandi 3 kali seminggu akan membuatnya bersih dan wangi. Jika memungkinkan ibu boleh memandikan bayi setiap hari terutama jika cuaca panas.

(27)

Adapun cara memandikan bayi yang benar menurut Darti, dkk (2009) yaitu:

a. Menyiapkan terlebih dahulu keperluan mandi, yaitu dengan membentangkan handuk mandi dan semua perlengkapan baju bayi serta alat-alat mandi seperti sabun dan sampo yang aman bagi bayi.

b. Menyiapkan air mandi dalam ember mandi kemudian mengukur suhu air mandi (29-360C) atau dapat menggunakan punggung tangan yaitu air terasa hangat. Tinggi air dari dasar ember mandi sekitar 5 cm dan menyisihkan air mandi satu gayung untuk membilas.

c. Membuka pakaian bayi seluruhnya dan menghindari bayi terpapar suhu dingin (bayi ditutup dengan kain bedung).

d. Mengambil kapas dan membasahinya dengan air hangat kemudian membersihkan mata dengan kapas tersebut (dapat dilakukan sebelum pakaian bayi dibuka). Gunakan kapas yang berbeda untuk setiap mata. Kemudian membersihkan hidung dan telinga bayi dengan kapas.

e. Membersihkan muka bayi dengan waslap basah, kemudian membasahi kepala, leher, dada, tangan, perut, bokong dan genetalia, setelah itu menyabuninya kecuali wajah.

(28)

g. Bayi dibawa ke ember dengan cara tangan kiri sampai pergelangan tangan ibu pada punggung dan belakang leher atau sampai pada ketiak bayi dengan cara empat jari di ketiak bayi sedangkan ibu jari memegang bahu bayi, tangan kanan memegang bokong bayi melalui kedua paha bayi atau kedua kaki bayi dipegang pada tungkai bawah.

h. Memasukkan bayi ke dalam ember mandi dengan hati-hati dengan posisi setengah duduk.

i. Membasuh kepala, muka kemudian seluruh tubuh bayi dengan air dengan menggunakan tangan kanan.

j. Untuk membersihkan daerah bagian belakang, telungkupkan bayi dengan dada bayi di atas tangan kanan, ibu jari di bahu bayi dan jari-jari lainnya di ketiak bayi.

k. Membasuh punggung sampai bokong dengan air, siram dengan air bersih. Kembalikan bayi dalam posisi telentang dan siram kembali dengan air bersih.

l. Mengangkat bayi dari ember mandi.

m. Meletakkan bayi di atas handuk mandi, kemudian keringkan dan menghindari bayi dari suhu dingin.

1.3.2 Merawat Tali Pusat

Perawatan tali pusat merupakan tindakan yang bertujuan merawat tali pusat pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi (Hidayat, 2008).

(29)

Bagian ini akan lepas dengan sendirinya antara satu sampai empat minggu. Untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari infeksi, jagalah agar tali pusat tetap kering dan terkena udara. Berikut beberapa hal penting perawatan tali pusat :

a. Sebelum tali pusat terlepas, jangan memandikan bayi dengan merendamnya dan jangan membasuh tali pusat sekali pun dengan lap basah.

b. Cuci tangan bersih-bersih.

c. Ambil kapas bulat yang telah diolesi alkohol 70%, bersihkan sisa tali pusat terutama pangkalnya (yang menempel pada perut), dan lakukanlah dengan hati-hati terutama jika pusat masih berwarna merah.

d. Rendam perban atau kasa steril dalam alkohol 70%, lalu bungkus sisa tali pusat. Seluruh permukaan hingga pangkal harus tertutup perban.

e. Lilitan perban jangan terlalu ketat agar bayi tidak kesakitan.

f. Kenakan gurita bayi untuk menahan agar bungkusan perban tetap pada tempatnya.

g. Jika area ini bernanah dan berwarna merah, maka ibu bisa segera menghubungi dokter (Danuatmaja, 2003).

1.3.3 Membersihkan Alat Kelamin

(30)

arah anus keluar lalu keringkan dengan tisu lembut. Jangan buru-buru memakai popok, tetapi biarkan terkena udara sejenak dan lipatan kulit serta bokong boleh diolesi krim.

Sedangkan untuk membersihkan alat kelamin bayi perempuan gunakan sabun dan air. Lalu gunakan gulungan kapas untuk membersihkan bagian bawah kelamin. Lakukan dari arah depan ke belakang, tidak perlu membersihkan bagian dalam vagina. Dengan kapas baru bersihkan anus dan bagian bokong dari arah anus keluar. Terakhir keringkan dengan tisu lembut, dan jangan terburu-buru memakai popok tetapi biarkan terkena udara sejenak. Lipatan kulit dan bokong boleh diolesi krim (Danuatmaja, 2003).

1.3.4 Perawatan pada Mata, Hidung dan Telinga Bayi

Mata, hidung dan telinga adalah bagian tubuh bayi yang sensitif. Merawat dan membersihkannya perlu perlakuan khusus. Untuk telinga basuhlah bagian luar dengan lap atau kapas, jangan memasukkan benda apapun ke lubang telinga termasuk catton bud atau jari karena akibatnya sangat berbahaya. Telinga mempunyai daya pembersih sendiri. Jika kotoran bayi tampak menumpuk sebaiknya ibu mengkonsultasikannya kepada dokter anak.

(31)

Untuk membersihkan mata gunakan kapas yang dibasahi air hangat, pilihlah kapas paling lembut. Jangan memaksa mengeluarkan kotoran di mata jika sulit. Jika sudah dibersihkan, pastikan mata bayi bersih dari sisa kapas (Danuatmaja, 2003).

1.3.5 Merawat Kulit dan Kuku

Kulit bayi baru lahir rentan terhadap iritasi dari bahan kimia yang ada dalam pakaian baru, dan sisa sabun atau deterjen yang menempel pada pakaian yang sudah dicuci. Jika kulitnya sangat kering, ibu dapat mengoleskan sedikit losion bayi pada tempat-tempat yang kering.

Perawatan untuk kuku adalah dengan memotongnya. Ibu dapat menggunakan gunting kuku khusus untuk bayi atau gunting kecil berujung tumpul. Waktu yang baik untuk memotong kuku adalah setelah mandi jika bayi berbaring dengan tenang, tetapi akan lebih mudah bila ibu melakukannya ketika bayi sedang tidur. Memotong kuku pada bayi bertujuan agar bayi tidak melukai dirinya sendiri dengan kuku yang panjang. Pada minggu-minggu awal kuku bayi tumbuh dengan cepat sehingga ibu harus memotongnya dua kali seminggu. Tetapi, kuku jari kaki tumbuh jauh lebih lambat sehingga ibu dapat memotongnya sekali atau dua kali sebulan (Shelov, 2005)

1.3.6 Mengganti Popok

(32)

Jika menggunakan popok sekali pakai atau diapers, basahnya diapers jangan digunakan sebagai ukuran. Diapers bermutu biasanya menginformasikan cara jika tiba saat mengganti, misalnya perubahan warna diapers. Ibu tidak perlu membangunkan bayi yang sedang tidur untuk mengganti popoknya, kecuali jika terlalu basah dan tidak nyaman bagi bayi atau jika bayi buang air besar (Danuatmaja, 2003).

1.3.7 Pemberian Makanan dan Minuman Bayi

(33)

Menyusui bayi dilakukan dengan cara mendekatkan bayi ke arah ibu dan memalingkan seluruh tubuh bayi sehingga menghadap ke dada ibu. Pastikan bahwa kepala bayi berada dalam satu garis dengan tubuhnya dan tidak berpaling kesatu sisi. Posisikan bayi sehingga bibir atasnya setara dengan ketinggian puting ibu, kemudian ibu dapat merangsang bayi untuk membuka mulutnya dengan mengusapkan puting payudara ke bibir atasnya. Ketika mulutnya membuka lebar, segera, kemudian geser ke payudara ibu. Ibu perlu memperhatikan dan memastikan agar bayi memasukkan sebagian besar payudara ke dalam mulutnya bukan hanya puting saja, sehingga mulut bayi harus membuka dengan lebar (Nolan, 2004).

2. Perawatan Mandiri

2.1 Konsep Perawatan Mandiri

Menurut Orem dalam Basford (2006) perawatan mandiri adalah suatu aktivitas yang dimulai secara individu dan dilakukan atas kemampuan dan kepentingan mereka sendiri dalam memelihara hidupnya, mencapai fungsi yang menyeluruh dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam teori ini Orem mengemukakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, perawat dapat memberikan bantuan berdasarkan tingkat kemandirian pasien. Orem membaginya dalam tiga bentuk yaitu, sistem bantuan secara penuh, sistem bantuan sebagian serta sistem suportif dan edukatif.

(34)

yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya manipulasi gerakan. Pemberian bantuan sistem ini dapat dilakukan pada orang yang tidak mampu melakukan aktivitas dengan sengaja.

Sistem bantuan sebagian merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal. Sedangkan sistem suportif dan edukatif merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu melakukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran (Hidayat, 2004).

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian

Tingkat kemandirian terbagi atas mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, ketergantungan total. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian ibu dalam melakukan perawatan diri dan bayinya selama periode nifas dini yaitu :

2.2.1 Pengetahuan

(35)

Sedangkan menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Kebanyakan masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang dalam hal perawatan bayi baru lahir. Hal tersebut dapat kita jumpai terutama di daerah desa pelosok yaitu banyak dijumpai ibu yang baru melahirkan dengan perawatan bayi yang tradisional serta pendidikan dan tingkat sosio ekonominya yang masih rendah. Selain itu juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan wanita, suami dan keluarga tentang pentingnya pelayanan neonatal. Bukan hanya kurang pengetahuan dalam perawatan bayi tetapi pengetahuan dalam perawatan dirinya pada saat nifas terkadang juga kurang diperhatikan (Sam, 2008).

Banyak wanita tidak memiliki kesempatan untuk belajar cara merawat bayi. Oleh karena itu, salah satu konsep utama yang harus ditekankan ialah bahwa menjadi orang tua merupakan peran yang harus dipelajari. Seperti peran lain yang dapat dipelajari, peran ini memerlukan waktu supaya dapat diketahui dan akan semakin baik dengan bertambahnya pengalaman serta pengetahuan, yang kemudian akan berubah secara bertahap seiring perubahan kebutuhan baik kebutuhan ibu maupun bayi (Bobak, 2004).

2.2.2 Motivasi

(36)

adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmojo, 2007).

Motivasi muncul untuk memainkan peranan dalam mengaplikasikan model keyakinan kesehatan. Motivasi menjadi tanda dari tindakan pencegahan kesehatan karena dengan motivasi seseorang akan mau belajar kebiasaan kesehatan yang baru (Potter & Perry, 2006).

Peran ibu dimulai pada kehidupan seorang perempuan menjadi seorang ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan sosialnya tentang aturan-aturan peran wanita dapat mempengaruhi pilihannya antara menjadi ibu atau perempuan karir. Dengan mengasuh bayi dapat meningkatkan pengertian seperti apa peran ibu. Perempuan yang menyukai bayi atau anak-anak biasanya mempunyai motivasi untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu. Beberapa wanita mengartikan kelahiran anaknya sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan kreatifitasnya di luar lingkungan keluarga. Hal ini dikarenakan adanya motivasi penunjang yang memperbesar kreatifitas mereka yaitu keinginan kuat menjadi seorang ibu yang baik dengan melakukan tugas-tugas keibuan dengan baik (Stasiunbidan, 2009). 2.2.3 Budaya

(37)

tidak disadari ditentukan oleh latar belakang budaya (Spector, 1991 dikutip dari Potter & Perry, 2006).

Setiap budaya memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga variasi budaya yang diturunkan pun berbeda-beda pula kepada generasi berikutnya. Kebanyakan perilaku ibu selama periode pascapartum sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya ibu tersebut. Semua budaya mengembangkan metode pengamanan dan pencapaian kepuasan sendiri dalam perawatan ibu dan bayi (Bobak, 2004).

Perilaku ibu dalam melakukan perawatan diri dan bayinya biasanya didasari oleh keyakinan budaya. Hal ini akan membantu proses pemulihan selama tidak membahayakan ibu dan bayinya. Tetapi terkadang masih banyak ibu muda yang merupakan generasi pertama atau generasi kedua dari keluarganya yang mengikuti tradisi budaya mereka hanya jika ada anggota keluarga yang lebih tua (Bobak, 2004).

2.2.4 Kepercayaan

(38)

Nilai individu merefleksikan kebutuhan personal, budaya dan pengaruh sosial, serta hubungan dengan orang tertentu. Agama dan hubungan kekeluargaan memberikan pengaruh pada pembentukan perilaku sehat (Potter & Perry, 2006).

Seorang wanita yang baru melahirkan cenderung melakukan perawatan diri dan bayinya berdasarkan kepada aturan-aturan agama yang mereka anut. Hal ini dikarenakan bahwa setiap aturan agama harus dipatuhi agar tercapainya hal yang diinginkan.

2.2.5 Pengalaman ibu

Melalui pengalaman di masa lalu seseorang dapat belajar cara merawat diri. Apabila ibu sudah mengenal manfaat perawatan diri atau tehnik yang akan dilakukan, maka ibu akan lebih mudah dalam melakukan perawatan diri pascasalin. Contohnya jika ibu mengetahui atau pernah melakukan perawatan payudara sebelumnya, maka akan mempengaruhi perilaku perawatan diri ibu pascasalin. Ibu lebih mudah belajar atau melakukan perawatan tersebut. Dalam hal ini pengalaman memberikan pengaruh pada perilaku ibu untuk melakukan perawatan diri pascasalin. Pengalaman ibu dimana ibu yang multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya, dukungan dimana ibu yang mendapat dukungan dapat memperkaya kemampuan menjadi orangtua dan mengasuh anak (Bobak, 2004).

(39)

tersebut. Pengalaman yang baru dalam merawat diri maupun bayinya pascasalin diperoleh dengan cara membaca buku ataupun belajar dengan mendengarkan pengalaman orang lain yang pernah melahirkan sebelumnya (Nolan, 2004).

2.2.6 Usia

Usia menunjukkan perkembangan kemampuan untuk belajar dan bentuk perilaku pengajaran yang dibutuhkan. Usia dapat mempengaruhi kematangan fisik, psikis dan kognitif seseorang. Kematangan seseorang dapat berkembang dengan belajar dari diri sendiri atau pengalaman orang lain (Potter & Perry, 2006).

Menurut Yueniwati (2002) terdapat hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu. Faktor usia ini berkaitan dengan tingkat kematangan dan kesiapan mental ibu dalam pengasuhan anak. Misalnya, pada ibu yang berusia muda banyak yang tidak memperhatikan cara pembuatan susu botol, sehingga banyak yang terlalu kental atau terlalu encer. Hal ini menunjukkan bahwa semakin matang usia seseorang ketika memiliki bayi maka semakin baik pula pengetahuannya terhadap perawatan bayinya.

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian ini disusun untuk mengidentifikasi yang mempengaruhi kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

Skema.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya Selama Periode Nifas Dini.

(41)

2. Defenisi Operasional

Variabel penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Variabel diri dan bayinya selama periode nifas dini.

Enam faktor yang mempengaruhi

kemampuan ibu dalam merawat diri dan bayinya pada hari kedua nifas secara mandiri yaitu pengetahuan, motivasi,

budaya, agama, pengalaman dan usia.

Kuesioner

a. Pengetahuan Segala sesuatu yang

diketahui oleh ibu nifas mengenai perawatan dirinya selama masa nifas dan perawatan bayinya.

Kuesioner Nilai tertinggi

60 dan nilai terendah 4.

Interval

b. Motivasi Kemauan ibu untuk

melakukan perawatan diri dan bayinya selama periode nifas dini secara mandiri.

Kuesioner Nilai tertinggi

16 dan nilai terendah 4.

Interval

c. Budaya Segala sesuatu yang

diperoleh ibu nifas dari adat-istiadat atau turun temurun mengenai perawatan diri dan bayi selama periode nifas dini.

Kuesioner Nilai tertinggi

16 dan nilai terendah 4.

Interval

d. Kepercayaan Segala sesuatu yang diperoleh ibu nifas dari kepercayaan atau keyakinan mengenai perawatan diri dan bayi selama periode nifas dini.

Kuesioner Nilai tertinggi

16 dan nilai terendah 4.

Interval

e. Pengalaman Jumlah persalinan ibu yaitu primipara atau multipara .

Kuesioner Interval

(42)

Variabel dependen: Kemandirian

ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

Kemampuan ibu secara mandiri dalam merawat dirinya selama masa nifas dini meliputi perawatan perineum, mobilisasi, diet, eliminasi urin, defekasi dan perawatan payudara, serta merawat bayinya meliputi memandikan bayi, merawat tali pusat, membersihkan alat kelamin, perawatan mata, hidung dan telinga, merawat kulit dan kuku, mengganti popok serta memberi makan bayi.

Kuesioner Nilai

tertinggi 44 dan nilai terendah 0

(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun penelitian pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2002). Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu nifas di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan. Populasi diambil berdasarkan estimasi dari jumlah ibu post partum selama tahun 2009 di tempat penelitian dengan jumlah 312 orang.

2.2 Sampel

(44)

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Ibu nifas pada hari kedua, dengan kondisi ibu nifas dan bayi baru lahir sehat c. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik

d. Bersedia menjadi responden penelitian

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan. Lokasi tersebut dipilih karena melayani ibu-ibu bersalin dengan persalinan spontan. Tempat tersebut juga memiliki jumlah sampel yang memadai sehingga mudah untuk mendapatkan sampel yang diinginkan dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini sebelumnya. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2010.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

(45)

inisial namanya saja untuk menjaga semua kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008).

5. Instrumen Penelitian 5.1Kuesioner Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kuesioner data demografi calon responden yang berisi identitas calon responden, kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu nifas, dan kuesioner tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

a. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan per bulan, persalinan dan jumlah anak yang lahir hidup. Data demografi calon responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian ibu nifas dan tingkat kemandirian ibu nifas dalam merawat diri dan bayinya.

(46)

kepercayaan yang terdiri dari 27 pernyataan. Terdiri dari 15 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif yang menggunakan skala likert.

Untuk pernyataan positif jika jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 3 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4, yang terdapat pada pernyataan no. 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 16, 17, 18, 19, 24, 25, 26 dan 27. Untuk pernyataan negatif jika jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 4, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 2 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1, yang terdapat pada pernyataan no. 1, 3, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 20, 21, 22, 23 dan 24.

Pernyataan yang menyatakan mengenai faktor pengetahuan terdapat pada nomor 1-15, faktor motivasi terdapat pada nomor 16-19, faktor budaya terdapat pada nomor 20-23 dan faktor kepercayaan terdapat pada nomor 24-27.

c. Kuesioner Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya Selama Periode Nifas Dini

Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini. Kuesioner ini terdiri dari 22 pernyataan positif yang menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban Tidak Mandiri diberi nilai 0, Dibantu diberi nilai 1 dan Mandiri diberi nilai 2. Dengan penilaian kemandirian baik 30-44, kemandirian sedang 15-19 dan kemandirian buruk 0-14.

5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

(47)

(kuesioner) yang digunakan mampu mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Setiadi, 2007). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Isi kuesioner telah ditanggapi oleh salah satu staf pengajar di Bagian Keperawatan Maternitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara mengenai kelayakan kuesioner.

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen maka dilakukanlah uji reliabilitas. Uji reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang bebeda (Setiadi, 2007 dikutip dari Ary dkk, 1977). Menurut Nursalam (2002), uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 orang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian. Uji reliabilitas dalam penelitian ini tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu peneliti.

6. Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat permohonan izin akan disampaikan ke tempat penelitian (Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan). Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

(48)

menjadi responden penelitian. Jika calon responden bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka persetujuan dilakukan secara lisan. Responden yang bersedia akan diwawancarai dengan berpedoman pada pertanyaan yang terdapat di lembar kuesioner. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.

7. Analisa Data

Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas data dari responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, dilanjutkan dengan memberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi.

Pengolahan data demografi yang meliputi nama, usia, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan per bulan, persalinan dan jumlah anak yang lahir hidup disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel. Data yang didapat melalui kuesioner ini tidak dianalisis.

(49)

Dalam analisis korelasi regresi linier ganda digunakan metode backward untuk melakukan pemilihan variabel independen dalam analisis multivariat regresi linier ganda dimana semua variabel dimasukkan ke dalam model, kemudian satu persatu variabel yang tidak memenuhi kriteria kemaknaan statistik tertentu dikeluarkan dari model. Variabel pertama yang dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terkecil dengan variabel dependen. Kriteria pengeluaran atau P-out (POUT) adalah 0,1 yang artinya variabel yang keluar dari model adalah variabel yang mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,1. Metode ini digunakan untuk menentukan faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini (Yasril & Kasjono, 2009).

Koefisien korelasi (R) untuk menyatakan derajat hubungan, nilai R menunjukkan besarnya pengaruh dari beberapa faktor (variabel independen) secara bersama-sama terhadap variabel dependen dengan pembagian:

(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan. 1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 6 Agustus 2010 sampai 20 Oktober 2010 di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 31 orang. Selain menjawab pertanyaan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu, dalam bab ini juga menguraikan karakteristik demografi responden dan distribusi frekuensi serta persentase tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

1.1 Karakteristik Demografi

Deskripsi karakteristik demografi responden dalam penelitian ini terdiri dari usia ibu, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan per bulan, riwayat persalinan serta jumlah anak yang lahir hidup.

(51)

Tabel 2. Data Demografi Responden

Karakteristik Demografi Responden Frekuensi (n) % 1. Usia

4. Pendidikan terakhir SD

6. Penghasilan per bulan < Rp. 800. 000

7. Riwayat persalinan hidup - Primipara

8. Jumlah anak yang lahir hidup

(52)
(53)

1.2 Gambaran Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Ibu

No Pernyataan Tidak

Mandiri

Dibantu Mandiri 1. Ibu dapat

membolak-balikkan badan di tempat tidur. 4. Ibu dapat berjalan dari

tempat tidur ke kamar mandi untuk berkemih.

- 6 (19,4%)

25 (80,6%) 5. Ibu dapat makan dan

minum di tempat tidur.

- - 31 (100%)

6. Ibu dapat berjalan di sekitar ruangan kamar.

- 4

ke kamar mandi.

- 5 (16,1%)

26 (83,9%) 9. Ibu dapat mengganti

pakaian.

- 3 (9,7%)

28 (90,3%) 10. Ibu dapat mengganti

pembalut.

- 3 (9,7%)

28 (90,3%) 11. Ibu dapat melakukan

perawatan vulva. 12. Ibu dapat melakukan

perawatan payudara dengan cara

membersihkan area puting susu dan sekitarnya sebelum menyusui.

13. Ibu dapat melakukan pengurutan pada payudara. 14. Ibu dapat menyusui bayi

(ASI/PASI)sambil

berbaring di tempat tidur.

- 2 (6,5%)

(54)

Tabel 3. Lanjutan

No. Pernyataan Tidak

Mandiri

Dibantu Mandiri 15. Ibu dapat menyusui bayi

(ASI/PASI) sambil duduk di tempat tidur.

- 3 (9,7%)

28 (90,3%) 16. Ibu dapat melakukan

perawatan tali pusat pada bayi.

17. Ibu dapat memotong kuku bayi yang panjang.

3 18. Ibu dapat mengganti

popok yang basah.

2 19. Ibu dapat mengganti

pakaian dan membedong bayi dengan rapi.

3 20. Ibu dapat menggendong

bayi di ruangan.

- 4 (12,9%)

27 (87,1%) 21. Ibu dapat memandikan

bayi. hidung, telinga dan kelamin bayi.

Dari hasil pengumpulan data maka didapatkan karakteristik tingkat kemandirian ibu di Klinik Bersalin Kasih Ibu Sejati Medan sebagai berikut:

Tabel 4. Karakteristik Tingkat Kemandirian Ibu

No Tingkat Kemandirian (skor)

f % Mean SD range 1

2

(55)

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa mayoritas ibu memiliki tingkat kemandirian yang baik 87,1% dan yang memiliki tingkat kemandirian sedang sebesar 12,9%, sedangkan yang memiliki tingkat kemandirian kurang tidak ada. Mean skor tingkat kemandirian ibu adalah 2,87 dan standar deviasinya adalah 0,341.

1.3 Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini meliputi variabel pengetahuan, motivasi, budaya, agama, usia dan pengalaman terdiri dari nilai mean dan standart deviasi untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya

(56)

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu

No. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS

Pengetahuan

1. Cara membersihkan kemaluan selama masa nifas adalah dari arah depan ke belakang dan kembali ke depan, dilakukan berulang-ulang supaya darah nifas benar-benar bersih.

2. Agar luka bekas melahirkan cepat sembuh, ibu nifas sebaiknya duduk berendam dalam ember air hangat.

3 3. Banyak makan ikan laut dan telur

dapat menyebabkan luka bekas melahirkan lama sembuh dan gatal.

2 4. Kegiatan-kegiatan ringan setelah

melahirkan membantu

mempercepat pemulihan tubuh selama masa nifas.

5

5. Setelah melahirkan ibu harus minum air paling sedikit 8-10 gelas per hari atau minum air minimal 1 gelas setiap sebelum menyusui.

11

6. Setelah melahirkan ibu harus makan paling sedikit 1 mangkuk sayur atau buah setiap sarapan.

7

7. Kesulitan buang air besar setelah melahirkan selama masa nifas dapat dihindari dengan cara banyak bergerak.

8. Latihan menahan dan menguncupkan anus dapat

mengatasi kesulitan buang air kecil pada ibu setelah melahirkan.

2

9. Perawatan payudara setelah melahirkan merupakan suatu hal yang amat penting.

10

10. Pemasangan gurita/pemakaian gurita setelah melahirkan dapat mempercepat rahim mengecil kembali seperti sebelum

(57)

No. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS

11. Setelah melahirkan ibu sebaiknya tidak banyak bergerak agar tubuhnya cepat segera kembali seperti sebelum hamil.

4

12. Memandikan bayi baru lahir dengan air dingin dapat mempercepat tubuh bayi menjadi kuat.

1 13. Perawatan tali pusat bayi dilakukan

1 hari sekali. 14. Kelamin bayi baru lahir tidak perlu

dibersihkan karena kelaminnya belum berkembang seperti orang dewasa sehingga tidak kotor.

2

15. Popok bayi tidak perlu diganti setiap kali bayi buang air karena takut mengganggu tidur bayi.

2

16. Saya mempunyai keinginan yang kuat dari diri sendiri untuk merawat diri dan bayi saya secara mandiri.

14

17. Saya terdorong melakukan perawatan diri selama masa nifas demi menjaga kesehatan tubuh.

13

18. Kemandirian dalam melakukan perawatan diri dan bayi saya merupakan kepuasan jiwa saya.

16

19. Saya selalu berupaya keras agar mandiri dalam beraktivitas, terutama dalam merawat diri dan bayi saya setelah melahirkan.

13

20. Saya menjadikan kebiasaan turun temurun keluarga sebagai pedoman dalam melakukan perawatan diri dan bayi saya. bayi saya selama masa nifas adalah dari adat-istiadat yang diturunkan pada saya.

(58)

No. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS

23. Saya mementingkan perkataan orang yang dituakan dalam keluarga saya ketika melakukan proses perawatan diri maupun bayi saya.

13

24. Agama/kepercayaan mempengaruhi perilaku saya dalam merawat diri dan bayi. 25. Agama saya mengajarkan bahwa

Tuhan akan memberikan kesehatan kepada diri dan bayi saya selama periode nifas jika saya mau memeliharanya.

26. Saya selalu mengikuti aturan-aturan agama saya, terutama dalam

melakukan perawatan diri dan bayi saya.

27. Agama yang saya anut mengajarkan saya bahwa melakukan perawatan diri selama periode nifas itu baik.

11

1.4 Gambaran hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu terhadap tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini

Faktor yang memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kemandirian ibu adalah usia dan pengalaman. Sedangkan faktor pengetahuan, motivasi, budaya dan kepercayaan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kemandirian ibu.

(59)

Tabel 7. Hasil uji bivariat setiap variabel

Variabel Koefisien Korelasi Signifikan

Pengetahuan Motivasi Budaya Kepercayaan Usia

Pengalaman

-0,088 0,041 0,002 0,092 0,387 0,362

0,637 0,827 0,993 0,624 0,032 0,046

(60)

Tabel 8. Hasil uji regresi linier ganda faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu (n=31)

No. Variabel

bebas

R df1 df2 F P-value

(sig)

1. Usia pengalaman

0,426 2 28 3,105 0,061

2. Pengalaman 0,401 1 29 5,559 0,025

2. Pembahasan

Dalam pembahasan akan dijabarkan mengenai hasil penelitian, diantaranya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini

(61)

merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini karena memiliki nilai Sig > 0,05 dapat dilihat pada table 7.

Regresi linier ganda dengan menggunakan metode backward yang digunakan adalah untuk mengetahui faktor yang manakah yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini. Hasil dari uji regresi linier ganda didapat bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini adalah faktor pengalaman.

Dalam melaksanakan tugasnya merawat bayinya, seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan usia. Pengalaman yang baru dalam merawat diri maupun bayinya pascasalin diperoleh dengan cara membaca buku ataupun belajar dengan mendengarkan pengalaman orang lain yang pernah melahirkan sebelumnya. Umumnya hanya sedikit wanita yang pernah merawat bayi sebelum melahirkan bayinya sendiri. Hal ini menyebabkan kelahiran anak pertama akan menjadi hal yang menakutkan pada kebanyakan wanita karena pengalaman yang tidak dimilikinya dan usia yang relatif muda untuk mampu beradaptasi dengan peran barunya.

(62)

pilihan pribadi dan kondisi fisik. Sedangkan menurut Stright (2005) perawatan diri selama masa nifas dipengaruhi oleh faktor pengalaman pascasalin meliputi sifat persalinan/kelahiran, tujuan kelahiran, persiapan persalinan/kelahiran yaitu peran dan transisi menjadi orang tua.

Berikut ini akan dijabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini.

a. Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data 54,8% ibu nifas mengetahui bahwa setelah melahirkan ibu harus minum air paling sedikit 8-10 gelas per hari atau minum air minimal satu gelas setiap sebelum menyusui. Dan 58,1% ibu nifas setuju dengan pernyataan bahwa setelah melahirkan ibu harus makan paling sedikit satu mangkok sayur atau buah setiap sarapan. Ini menunjukkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kebutuhan gizinya selama masa nifas sehingga ibu nifas dapat memenuhi kebutuhan gizi tersebut.

Menurut Maryunani (2009) kebutuhan yang harus dicukupi oleh ibu nifas adalah kebutuhan makanan yang seimbang, banyak mengandung protein, makanan berserat dan air sebanyak 8-10 gelas sehari untuk mencegah konstipasi. Saleha (2009) juga menyatakan pendapat yang sama bahwa nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi ASI. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein dan banyak mengandung cairan.

(63)

tubuh selama masa nifas. Menurut Ratna (2009) ibu merasa lebih cepat sehat dengan membiarkan badan bergerak tanpa harus berlama-lama di tempat tidur. Ibu sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum karena dengan mobilisasi dini dapat lebih memungkinkan ibu untuk mandiri dalam merawat anaknya (Ambarwati, 2009).

Begitu juga dengan pengetahuan ibu yang cukup baik mengenai cara merawat bayinya. Berdasarkan hasil penelitian 41,9% responden tidak setuju memandikan bayi baru lahir dengan air dingin. Menurut Dara (2010) memandikan bayi dengan air dingin dapat membuat bayi lebih kuat adalah mitos yang berkembang dimasyarakat, padahal sebenarnya air dingin dapat membuat bayi hipotermi. Sedangkan menurut Hidayat (2008) ketika memandikan bayi yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai bayi kedinginan.

Penelitian ini juga menunjukkan 45,2% responden tidak setuju popok bayi tidak perlu diganti setiap bayi buang air karena takut mengganggu tidur bayi. Menurut Defka (2010) ibu harus sering mengganti popok apalagi jika bayi buang air. Hal ini dikarenakan kontak yang lama antara urin atau tinja dengan kulit bayi dapat menimbulkan kulit bayi gatal-gatal dan merah.

Dari data-data tersebut pengetahuan ibu nifas cukup baik mengenai perawatan diri dan bayi selama periode nifas tetapi ada beberapa pernyataan yang kurang diketahui oleh ibu nifas yaitu mengenai cara membersihkan kemaluan selama masa nifas, kebutuhan protein selama nifas, cara mengatasi kesulitan buang air besar dan kecil, serta involusi uteri.

(64)

dari arah depan ke belakang dan kembali ke depan, dilakukan berulang-ulang supaya darah nifas benar-benar bersih. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu nifas tidak pernah tahu cara membersihkan kemaluan yang benar. Menurut Saleha (2009) pengetahuan yang pertama kali perlu diajarkan kepada ibu nifas adalah cara membersihkan daerah di sekitar vulva dengan benar karena dapat mencegah terjadinya infeksi. Setiap kali ibu buang air besar dan kecil ibu harus membersihkan vulva dari arah depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus.

Untuk pernyataan banyak makan ikan laut dan telur dapat menyebabkan luka bekas melahirkan lama sembuh dan gatal, terdapat 48,4% ibu nifas setuju. Hal ini dikarenakan pengetahuan ibu yang didapat dari orang tua ataupun keluarga yang lain. Menurut Anggorodi (1998, dalam Swasono, 1998) bahwa wanita pada masa nifas dilarang untuk mengkonsumsi ikan oleh keluarga karena dikhawatirkan akan menyebabkan luka bekas melahirkan lama sembuh. Padahal menurut Maryunani (2009) tidak dibenarkan untuk membatasi konsumsi makanan ibu nifas bila tidak terdapat alergi.

(65)

Dari data juga didapatkan 58,1% ibu tidak setuju dengan latihan menahan dan menguncupkan anus dapat mengatasi kesulitan buang air kecil pada ibu setelah melahirkan. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu takut merasa sakit di daerah luka bekas melahirkan jika melakukan tehnik tersebut. Menurut Ambarwati (2009) biasanya ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya akan lepas, juga merasa sakit sehingga menghindari penekanan pada area perineum. Kesulitan buang air kecil selama masa nifas menurut Murkoff (2006) dapat diatasi dengan latihan Kegel karena dapat membantu mengembalikan kebugaran otot dan kendali terhadap aliran air kemih.

(66)

b. Motivasi

Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan yang berarti suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas (Notoatmojo, 2007). Hal ini sejalan dengan data hasil penelitian yaitu 51,6% responden sangat setuju bahwa kemandirian dalam melakukan perawatan diri dan bayi merupakan kepuasan jiwa. Ini menunjukkan bahwa apabila kebutuhan ibu dan bayi selama masa nifas dapat ditanggapi atau direspon dengan melakukan tindakan secara mandiri, maka akan timbul kepuasan pada diri sendiri.

Data penelitian juga menunjukkan bahwa 51,6% responden setuju bahwa mereka mempunyai keinginan yang kuat dari diri sendiri untuk merwat diri dan bayinya secara mandiri. Hal ini senada dengan motivasi yang diungkapkan oleh Terry G (1986, dalam Notoatmojo, 2007) yaitu keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan serta yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang.

(67)

kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ia akan berupaya keras untuk merawat bayinya secara langsung. Hal ini mendukung data yang didapat dari hasil penelitian bahwa 51,6% responden setuju bahwa mereka akan berupaya keras mandiri dalam beraktifitas, terutama dalam merawat diri dan bayinya setelah melahirkan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa motivasi ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini sudah cukup baik. c. Budaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,2% responden selalu menjadikan kebiasaan turun-temurun keluarga sebagai pedoman dalam melakukan perawatan diri dan bayi. Ini menunjukkan bahwa nilai budaya yang dianut individu dijadikan pedoman dalam berperilaku setiap individu dalam kehidupannya. Keanekaragaman dalam kebudayaan baik dalam unsur mata pencaharian, ekologi, kepercayaan/religi, organisasi sosial dan lainnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap kesehatan individu. Salah satunya adalah pandangan mengenai kesehatan ibu dan bayi (Dumatubun, 2002).

(68)

diri dan bayinya. Pengetahuan mengenai cara merawat diri dan bayi selama masa nifas hendaklah didapat dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Kebanyakan ibu muda yang merupakan generasi pertama atau kedua dari keluarganya yang mengikuti adat-istiadat mereka hanya jika ada anggota keluarga yang lebih tua (Bobak, 2004).

(69)

d. Kepercayaan

Manusia tidak dapat dilepaskan dari sistem kepercayaan terkait dengan sikap dan perilaku individu untuk mendapatkan kesehatan (wikipedi, 2009). Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa 48,4% responden setuju bahwa agama/kepercayaan mempengaruhi perilaku dalam merawat diri dan bayi. Menurur Potter & Perry (2006) agama dan hubungan kekeluargaan memberikan pengaruh pada pembentukan perilaku sehat.

Data penelitian menunjukkan 45,2% responden juga sangat setuju dengan pernyataan agama mengajarkan bahwa Tuhan akan memberikan kesehatan kepada diri dan bayi selama periode nifas jika mau memeliharanya. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu nifas percaya bahwa Tuhan selalu memberikan rahmat-Nya berupa kesehatan jika mau memeliharanya. Menurut Hendra (2010) memiliki kesehatan merupakan anugrah tertinggi dari Tuhan. Ini menunjukkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari unsur jasmani dan rohani sehingga pemahaman yang benar terhadap tubuh yang rapuh yang merupakan sarang suatu penyakit akan mendorong manusia memperhatikan perawatan tubuhnya dengan baik.

(70)

e. Pengalaman

Hasil penelitian didapat bahwa 51,6% responden adalah multipara. Menurut Bobak (2004) pengalaman memberikan pengaruh pada perilaku ibu untuk melakukan perawatan diri pascasalin. Pengalaman ibu dimana ibu yang multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya dan dapat lebih mudah beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya. Kemampuan wanita multipara dalam merawat bayi mungkin sudah lebih baik dibandingkan dengan kelahiran anak pertamanya.

Berdasarkan hasil penelitian 48,4% responden adalah wanita primipara. Sebagian wanita primipara pernah merawat bayi sebelum mereka melahirkan bayi mereka sendiri seperti menggendong bayi atau mengasuh bayi. Pengalaman ini mereka dapatkan ketika mereka mengasuh adik ataupun keluarga lainnya. Pengalaman yang baru dalam merawat diri dan bayi pascasalin dapat juga diperoleh dari membaca buku ataupun belajar dengan mendengarkan pengalaman orang lain yang pernah melahirkan sebelumnya (Nolan, 2004). Hal ini dikarenakan peran menjadi orang tua adalah peran yang dapat dipelajari yang memerlukan waktu supaya dapat dikuasai dan akan semakin baik secara bertahap seiring perubahan kebutuhan, baik kebutuhan orang tua maupun kebutuhan bayi (Bobak,2004).

f. Usia

(71)

mulai dari kematangan fisik, psikis dan kognitif seseorang. Hal ini menunjukkan perkembangan kemampuan untuk belajar dan bentuk perilaku pengajaran yang dibutuhkan (Potter & Perry, 2006). Rentang usia 23-28 tahun dianggap masa yang paling baik bagi seseorang untuk memiliki anak, karena tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada masa nifas.

Pada usia ibu muda perawatan pascabersalin yang dilakukan akan berbeda dengan ibu yang memiliki usia lebih tua, dimana ibu yang berusia lebih dari 35 tahun merasa bahwa merawat bayi baru lahir melelahkan secara fisik. Sebagai perbandingan dengan ibu dewasa, ibu remaja memiliki pengetahuan yang terbatas tentang perkembangan anak. Pengetahuan yang terbatas ini dapat membuat remaja tidak memberi respon yang tepat terhadap bayi mereka. Remaja juga dapat mengalami kesulitan dalam menerima perubahan citra diri dan menyesuaikan peran-peran baru yang berhubungan dengan tanggung jawab merawat bayi (Bobak, 2004).

2.2 Tingkat kemandirian ibu dalam merawat diri dan bayinya selama periode nifas dini

Gambar

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2. Data Demografi Responden
Gambaran Tingkat Kemandirian Ibu dalam Merawat Diri dan Bayinya selama Periode Nifas Dini
Tabel 3. Lanjutan
+6

Referensi

Dokumen terkait

a. Untuk memodifikasi tingkah laku konsumen. Memberitahukan atau menginformasikan produk kepada konsumen. 1) Memberi tahu pasar mengenai suatu produk baru. 2) Mengusulkan kegunaan

Pada tahun 2011 dengan biaya sendiri penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi Ilmu Peternakan Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara...

Landasan Pokok Landasan pokok dalam perkoperasian Indonesia bersumber pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Pasal ini mengandung cita-cita untuk mengembangkan perekonomian

Agar pelaksanaan LPSN SMP tahun 2016 terselenggara dengan baik, maka disusun buku petunjuk pelaksanaan Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) SMP tahun 2016 yang dapat

Dengan menggunakan fasilitas â fasilitas yang terdapat pada Corel R.A.V.E dan bekerja dibawah sistem operasi windows â2000, sehigga memudahkan dalam pembuatan animasi ini.

Sri Siswati, 2013,Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang- Undang Kesehatan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada). Supriyanto dan Ernawati, 2010, Pemasaran Industri

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pola personal hygiene anak-anak usia sekolah dasar yang tinggal di TPA Ngronggo, Salatiga.. Penelitian ini bersifat

Financial satisfaction dapat diukur melalui cara pandang seseorang terhadap kepuasan dari income yang diterima, kemampuan mengatasi masalah keuangan, kemampuan