• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS EVALUASI PEMBANGUNAN EKONOMI

DAERAH PASCA OTONOMI DAERAH

(STUDI KASUS: KABUPATEN DAIRI)

SKRIPSI

Diajukan oleh:

ANDI DERMA R.PURBA

060501080

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Andi Derma R.Purba

NIM : 060501080

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul : Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)

Tanggal : __________________ Pembimbing,

NIP. 19560112 198503 1 002 (Drs,Syahrir Hakim

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari : Sabtu

Tanggal : 20 Maret 2010

Nama : Andi Derma R.Purba NIM : 060501080

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul : Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec)

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19560112 198503 1 002 (Drs.Syahrir Hakim Nasution,M.Si)

Penguji I Penguji II

(H.B.Tarmizi,SE,SU)

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Andi Derma R. Purba NIM : 060501080

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul : Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)

Tanggal : __________________ Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec)

Tanggal : __________________ Dekan

(5)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Dairi pasca kebijakan otonomi daerah diberlakukan, yakni sejak 1 Januari 2001. Adapun tujuan mendasar dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia. Antara lain, mendorong kegiatan perekonomian daerah sehingga memiliki basis ekonomi yang bisa diandalkan, memantapkan posisi perekonomian daerah, mengentaskan kemiskinan, menekan angka pengangguran, dan menghapuskan kesenjangan pembangunan antardaerah.

Adapun data yang digunakan untuk menunjang analisis dalam penelitian ini adalah dalam bentuk time series (runtun waktu) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara dengan fokus utama Kabupaten Dairi. Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi, maka ada 13 kecamatan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Berdasarkan tujuan kebijakan otonomi daerah di atas, maka metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan alat analisis Tipologi Klassen untuk menggambarkan posisi perekonomian masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi yang diteliti, Location Quotient (LQ) untuk mengetahui basis ekonomi sektoral di Kabupaten Dairi, Head Count Index untuk mengetahui tingkat kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Dairi, Indeks Pengangguran untuk melihat tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi, dan Williamson Index untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

(6)

ABSTRACT

This research attempts to evaluate rate of regional economic development for Dairi Regency after district autonomy practice that is on January 1st 2001. The basic aim of this policy to increase social welfare for all of regency/city in Indonesia. Such as, to stimulate region economy activity to has substantial economic base, to improve region economic position, to fight the poverty, to decrease rate of unemployment, and to destroy gap of development while the region.

The data used in this research to help analysis are time series (secondary data) obtained from central board of statistics Province of North Sumatera with priority on Dairi Regency only. From 15 district in Dairi Regency, 13 district will be analysis on this research.

Based on the aim of district autonomy, the analysis methods applied in this research are Klassen Typology to show economic position of each of district in Dairi Regency include, Location Quotients (LQ) to know economic sectoral base Dairi Regency, Head Count Index to describe rate of poverty in Dairi Regency, Unemployment Index to explain rate of unemployment in Dairi Regency, and Williamson Index to describe rate of development gap in Dairi Regency.

(7)

KATA PENGANTAR

Pujian, hormat, dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan berkat yang tiada terukur telah penulis terima selama ini. Bukan kuat dan gagah penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, tetapi semuanya hanya oleh karena kasih, tuntunan, dan penyertaanNya yang sempurna. Terimakasih untuk hikmat yang Tuhan berikan dalam mengatasi berbagai kesulitan yang terjadi selama penulisan skripsi ini. Engkau tak pernah membiarkan penulis berjalan sendiri. Terimakasih Tuhan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian meraih gelar sarjana (S-1) di Fakultas Ekonomi, Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Evaluasi Pembangunan

Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Dairi)”. Selama menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materi. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(8)

3. Bapak Dr.Irsyad Lubis Phd, sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs.Syahrir Hakim Nasution,M.Si, sebagai Dosen Pembimbing bagi penulis dalam penulisan skripsi ini sampai dengan selesainya.

5. Bapak Drs,HB.Tarmizi,SU, sebagai Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran-saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Drs.Rahmat Sumanjaya,M.Si, sebagai Dosen Pembanding II yang juga telah memberikan saran-saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

7. Staf-staf pengajar yang turut membimbing penulis selama perkuliahan dan staf pegawai yang membantu dalam urusan administrasi di Fakultas Ekonomi pada khususnya dan Universitas Sumatera Utara pada umumnya. 8. Yang teristimewa, skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua

orangtua tercinta, Ayahanda Mian Lazarus Purba dan Ibunda Esmayan Lumban Gaol yang selalu mendukung penulis dalam doa maupun materi serta selalu menyemangati penulis selama perkuliahan sampai skripsi ini terselesaikan.

9. Seorang kakak yang selalu mengingatkan penulis untuk terus berusaha dan dua orang adek yang sangat berarti dalam hidup penulis (Boru Panggoaran alias Kak Sudi, Anak Naburju alias Adek Sumadi, dan C Pudan alias Adek Icca).

10.Be Blessed, Kelompok Kecil penulis yang menjadi tempat penulis shared

(9)

kita saling merangkul. (K’Princes, Natalin, Vina, Jeni, Siska, Elay, K’ Gohana).

11.Kelompok Tari Youth Tambourine GBI Medan Plaza yang menjadi wadah penting bagi penulis untuk mengembangkan talenta yang Tuhan berikan bagi penulis.

12.Teman-teman EP’06 yang seperjuangan dengan penulis dalam menjalankan perkuliahan sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini, terkhusus buat Natalin, Vina, Jeni, Valent, Elay, Sandi, Irwin, Harefa, Andre, Thitien, Rhe-Rhe.

13.Abang dan kakak senior Ekonomi Pembangunan stambuk 2004 dan 2005 serta adek-adek junior Ekonomi Pembangunan 2007 dan 2008 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembacanya. Terimakasih.

Medan, Maret 2010 Penulis,

(

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI …….………..i

ABSTRACT ………..ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………...v

DAFTAR TABEL ………vii

DAFTAR GAMBAR ………..viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..1

1.2 Perumusan Masalah ………..5

1.3 Hipotesis Penelitian ………..6

1.4 Tujuan Penelitian ………..7

1.5 Manfaat Penelitian ………..7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pembangunan Ekonomi ………...9

2.2 Otonomi Daerah ………....12

2.3 Tipologi Daerah ………....16

2.4 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) ………....18

2.5 Kemiskinan ………....21

2.5.1 Indikator Kemiskinan ………....23

2.6 Pengangguran ………25

2.6.1 Jenis-jenis Pengangguran ………25

2.7 Ketimpangan Pembangunan Daerah ………29

2.7.1 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah ………31

2.7.2 Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah ……36

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ………41

3.2 Jenis dan Sumber Data ………41

3.3 Metode Pengumpulan Data ………42

3.4 Metode Analisis Data ………42

3.4.1 Analisis Tipologi Klassen ………....42

3.4.2 Analisis Location Quotient (LQ) ………45

3.4.3 Analisis Tingkat Kemiskinan ………....46

3.4.4 Analisis Tingkat Pengangguran ………47

3.4.5 Analisis Ketimpangan Pembangunan Antarkecamatan ……48

3.5 Definisi Variabel Operasional Penelitian ………48

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Daerah Penelitian ………50

4.1.1 Kondisi Geografis dan Iklim ………50

4.1.2 Kondisi Demografi ………52

4.1.3 Potensi Daerah ………54

4.1.4 Pendidikan ………58

4.1.5 Mata Pencaharian ………59

4.2 Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Dairi ………60

4.3 Analisis Basis Ekonomi Kabupaten Dairi ………69

4.4 Analisis Tingkat Kemiskinan Kabupaten Dairi ………75

4.5 Analisis Tingkat Pengangguran Kabupaten Dairi………77

4.6 Analisis Ketimpangan Daerah Kabupaten Dairi ………79

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ………84

5.2 Saran ………87

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi Klassen ...….17 Tabel 2.2 Indikator Kemiskinan ………24 Tabel 3.1 Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi Klassen ……43 Tabel 4.1 Perincian Wilayah Masing-masing kecamatan di Kabupaten

Dairi Tahun 2007 ………51

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio, dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Dairi ………53 Tabel 4.3 Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Ddaerah, Penduduk, dan

Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi ………54 Tabel 4.4 PDRB Per Kapita Harga Konstan Kabupaten Dairi Tahun

1994-2007 (dalam Rupiah) ………61 Tabel 4.5 Pertumbuhan PDRB Harga Konstan Kabupaten Dairi Tahun

1994-2007 (dalam %) ………62

Tabel 4.6 Klasifikasi Daerah Kecamatan di Kabupaten Dairi menurut Tipologi Klassen Tahun 1994-2007 ………63 Tabel 4.7 Nilai LQ Kabupaten Dairi Atas Dasar Harga Konstan Tahun

1994 dan 2007 ………74

Tabel 4.8 Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Dairi Pasca Otonomi

Daerah ………75

Tabel 4.9 Tingkat Pengangguran di Kabupaten Dairi Pasca Otonomi

Daerah ………....78

Tabel 4.10 PDRB Per Kapita Kabupaten Dairi Menurut Kecamatan

(dalam Rupiah) ………81

Tabel 4.11 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Dairi (Jiwa) ………81 Tabel 4.12 Ketimpangan Pembangunan Antarkecamatan di Kabupaten

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Sistem Koordinat x-y dengan Titik Pusat (1,0) ………44 Gambar 4.1 Posisi Perekonomian Kecamatan di Kabupaten Dairi

(14)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Dairi pasca kebijakan otonomi daerah diberlakukan, yakni sejak 1 Januari 2001. Adapun tujuan mendasar dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia. Antara lain, mendorong kegiatan perekonomian daerah sehingga memiliki basis ekonomi yang bisa diandalkan, memantapkan posisi perekonomian daerah, mengentaskan kemiskinan, menekan angka pengangguran, dan menghapuskan kesenjangan pembangunan antardaerah.

Adapun data yang digunakan untuk menunjang analisis dalam penelitian ini adalah dalam bentuk time series (runtun waktu) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara dengan fokus utama Kabupaten Dairi. Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi, maka ada 13 kecamatan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Berdasarkan tujuan kebijakan otonomi daerah di atas, maka metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan alat analisis Tipologi Klassen untuk menggambarkan posisi perekonomian masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi yang diteliti, Location Quotient (LQ) untuk mengetahui basis ekonomi sektoral di Kabupaten Dairi, Head Count Index untuk mengetahui tingkat kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Dairi, Indeks Pengangguran untuk melihat tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi, dan Williamson Index untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Dairi.

(15)

ABSTRACT

This research attempts to evaluate rate of regional economic development for Dairi Regency after district autonomy practice that is on January 1st 2001. The basic aim of this policy to increase social welfare for all of regency/city in Indonesia. Such as, to stimulate region economy activity to has substantial economic base, to improve region economic position, to fight the poverty, to decrease rate of unemployment, and to destroy gap of development while the region.

The data used in this research to help analysis are time series (secondary data) obtained from central board of statistics Province of North Sumatera with priority on Dairi Regency only. From 15 district in Dairi Regency, 13 district will be analysis on this research.

Based on the aim of district autonomy, the analysis methods applied in this research are Klassen Typology to show economic position of each of district in Dairi Regency include, Location Quotients (LQ) to know economic sectoral base Dairi Regency, Head Count Index to describe rate of poverty in Dairi Regency, Unemployment Index to explain rate of unemployment in Dairi Regency, and Williamson Index to describe rate of development gap in Dairi Regency.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik merupakan esensi dari suatu pembangunan. Mudrajat Kuncoro (2004) melihat pembangunan sebagai suatu proses yang multidimensional. Perubahan yang mencakup beberapa aspek kehidupan seperti dalam struktur sosial, sikap mental, dan lembaga-lembaga sosial. Termasuk akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan, dan pemberantasan kemiskinan absolut. Pada umumnya, pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah.

(17)

masyarakat, perluasan kesempatan kerja untuk menekan angka pengangguran. Dan secara bertahap diusahakan suatu pengurangan terhadap tingkat kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP per kapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang (Sirojuzilam, 2005).

Lebih luas, pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha (proses) dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sadono Sukirno: 2007). Perubahan yang diharapkan melalui pembangunan ekonomi diwujudkan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dipastikan bahwa pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi hanya terjadi di negara sedang berkembang saja.

Daerah merupakan ujung tombak pembangunan ekonomi nasional. Meningkatnya kinerja ekonomi nasional sering diterjemahkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi wilayah/daerah. Dalam upaya pembangunan regional, masalah terpenting yang disoroti ahli ekonomi adalah manyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan regional merupakan teori pertumbuhan ekonomi nasional yang disesuaikan pada skala wilayah dengan anggapan dasar bahwa suatu wilayah adalah mini nation

(18)

daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Arsyad, 1999).

Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas adalah suatu hal yang wajar apabila ada beberapa wilayah yang pertumbuhannya cepat dan beberapa wilayah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha menerapkan kebijakan pembangunan wilayah agar kesenjangan antar wilayah bisa terhindarkan. Penyebab pokok terjadinya adalah adanya perbedaan struktur industri maupun sektor ekonomi lainnya.

(19)

Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut berarti telah terjadi penguatan yang nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target pembangunannya sendiri. Penguatan ini sangat penting karena secara langsung permasalahan yang dirasakan masyarakat di kabupaten/kota dapat diupayakan penyelesaiannya melalui mekanisme yang ada di kabupaten/kota tersebut. Menurut undang-undang ini, otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian daerah otonom mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah bukanlah berarti daerah otonom dapat secara bebas melepaskan diri dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(20)

Pembangunan ekonomi yang telah dicapai setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah perlu dikaji lebih dalam lagi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis tertarik untuk membuat suatu penelitian berupa skripsi dengan judul “Analisis Evaluasi Pembangunan Ekonomi Daerah Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten Dairi)”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan dasar kajian dalam penelitian dengan maksud untuk mempermudah penulisan skripsi. Perumusan masalah juga diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan di akhir penulisan skripsi. Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi perekonomian masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

2. Apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

3. Bagaimana tingkat kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

4. Bagaimana tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

(21)

1.3 Hipotesis Penelitian

Merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang menjadi pedoman awal dalam penelitian ini adalah:

1. Posisi perekonomian masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi digolongkan dalam empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Yaitu, daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), daerah relatif tertinggal (low growth and low income).

2. Dari sembilan sektor ekonomi yang ada, sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kabupaten Dairi.

3. Tingkat kemiskinan masyarakat Kabupaten Dairi semakin berkurang pasca diberlakukannya kebijakan otonomi daerah

4. Tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi semakin berkurang pasca diberlakukanya kebijakan otonomi daerah

5. Ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Dairi tidak terjadi pasca otonomi daerah.

1.4 Tujuan Penelitian

(22)

1. Untuk menggambarkan posisi perekonomian setiap kecamatan di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

2. Untuk mengetahui sektor unggulan perekonomian Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

3. Untuk menganalisis tingkat kemiskinan masyarakat Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

4. Untuk menganalisis tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

5. Untuk mengetahui terjadinya ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah daerah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Dairi, penelitian ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil kebijakan dalam rangka memacu pembangunan ekonomi daerah.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai informasi dan bahan masukan, khususnya mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara – Departemen Ekonomi Pembangunan yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut.

(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pembangunan Ekonomi

Pembahasan tentang masalah pembangunan ekonomi bukanlah suatu perkembangan baru dalam ilmu ekonomi karena studi tentang pembangunan ekonomi tersebut telah menarik perhatian para pakar ekonomi sejak zaman Kaum Merkantilis, Kaum Klasik, sampai Marx dan Keynes. Ahli-ahli ekonomi tersebut mengemukakan teorinya tentang pembangunan ekonomi. Adam Smith misalnya, yang terkenal dengan bukunya An Inquiry into The Nature and Cause of The Wealth of Nations (1776) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi suatu negara sangat bergantung pada kemampuan negara tersebut dalam menabung dan dorongan berinvestasi. Smith juga memperhatikan ukuran pasar yang dimiliki suatu negara. Sebab luas pasar sangat mempengaruhi volume produksi yang akhirnya tergantung pada tingkat pendapatan. Ukuran pasar dapat mempengaruhi produktivitas dan pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Tinggi rendahnya tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk menabung dan dorongan berinvestasi.

Selain itu, dalam bukunya yang berjudul The Progress of Wealth (Buku II) yang dikembangkan dari bukunya berjudul Principles of Political Economy

(24)

Kesejahteraan suatu negara sebagian bergantung pada kuantitas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerjanya dan sebagian lagi pada nilai atas produk tersebut. Malthus mendefenisikan masalah pembangunan ekonomi sebagai sesuatu yang menjelaskan perbedaan Gross National Product potensial (“kemampuan menghasilkan kekayaan”) dan Gross National Product actual (“kekayaan aktual”). Tetapi masalah pokoknya adalah bagaimana mencapai tingkat Gross National Product potensial yang tinggi. Mudrajat Kuncoro (2004) juga memberikan gagasannya bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar, baik terhadap struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.

(25)

Arsyad (1999) mendefenisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan berbeda pula. Duplikasi mentah-mentah pola kebijakan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah lainnya.

(26)

2.2 Otonomi Daerah

Pada saat ini negara Indonesia sedang menghadapi perubahan kondisi yang sangat penting dan sekaligus mempengaruhi pola pembangunan nasional dan daerah secara keseluruhan. Salah satunya adalah dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah sejak 1 Januari 2001 sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sejak saat itu, pemerintahan dan pembangunan daerah di seluruh nusantara telah memasuki era baru yaitu era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan wewenang dan sumber keuangan baru untuk mendorong proses pembangunan di daerahnya masing-masing yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan nasional Indonesia secara keseluruhan.

(27)

diperkirakan akan sangat berbeda dibandingkan dengan apa yang telah kita alami dalam era sentralisasi.

Perkataan otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous yang berarti pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Menurut Encyclopedia of Social Science, pengertian otonomi adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Dengan demikian, otonomi menyangkut dua hal pokok yaitu, kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self government). Hak atau wewenang tersebut meliputi pengaturan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

Pada dasarnya ada tiga alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah tersebut (Hidayat Syarief dalam Sjahfrizal, 2008). Pertama, adalah Political Equality yaitu, guna meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada tingkat daerah. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan negara. Kedua, adalah Local Accountability, yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di daerah. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial di masing-masing daerah. Ketiga,

adalah Local Responsiveness yaitu meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosial-ekonomi yang terjadi di daerahnya. Unsur ini sangat penting bagi peningkatan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di daerah.

(28)

beragam. Keberagaman ini tentu saja akan menghasilkan perbedaan karakteristik faktor produksi yang dimiliki. Tidak jarang kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang telah dirumuskan dan disepakati sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah dengan karakteristik yang berbeda tersebut. Kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang diambil pemerintah pusat tidak menyentuh perekonomian daerah secara menyeluruh.

Keinginan untuk mewujudkan otonomi daerah di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, otonomi daerah sudah sejak semula didambakan oleh bangsa Indonesia ndan diharapkan akan dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Walaupun dalam Undang-undang N0., 5 Tahun 1974 secara formal juga dimaksudkan untuk dapat mewujudkan otonomi daerah tersebut, akan tetapi bagaimana sistem untuk melaksanakannya tidaklah tertera begitu jelas. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pelaksanaan otonomi daerah tersebut dalam masa Orde Baru tidak dapat diwujudkan sebagaimana diharapkan walaupun undang-undang tersebut telah duterapkan selama 25 tahun.

(29)

sistem pembangunan yang terpusat cenderung mengambil kebijakan yang seragam dan mengabaikan perbedaan potensi daerah yang ada. Dengan demikian banyak potensi daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang tidak termanfaatkan secara maksimal. Wilayah yang potensi daerahnya kebetulan sesuai dengan kebijaksanaan dari pusat akan dapat bertumbuh dengan pesat. Sedangkan daerah yang potensinya tidak sesuai dengan prioritas pusat akan cenderung tertekan. Akibatnya adalah semakin melebarnya tingkat ketimpangan pembangunan antarwilayah, yang selanjutnya mendorong terjadinya keresahan sosial di daerah. Kedua, sistem pembangunan yang terpusat akan menimbulkan ketidakadian dalam alokasi sumber daya nasional, terutama dana pembangunan. Hal ini terlihat dari banyaknya propinsi atau kabupaten/kota yang kaya dengan sumber daya alam, akan tetapi tingkat kesejahteraan masyarakatnya ternyata masih sangat rendah dan ketinggalan dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini mengakibatkan daerah-daerah tidak memiliki peluang atau kesempatan penuh untuk melakukan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi daerah atau Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Regional Product) relatif sangat lamban serta panjangnya birokrasi pelayanan publik karena harus menunggu petunjuk dari pemerintah pusat. Di samping itu, daerah tidak bisa menolak secara langsung kebijakan-kebijakan pusat yang diberlakukan, walaupun pada kenyataannya kebijakan tersebut kurang prioritas dan kurang tepat sasaran untuk diterapkan di daerah (Sjahfrizal, 2008).

(30)

mendasar dalam sistem pemerintahan dan pembangunan daerah guna memperbaiki proses pembangunan secara keseluruhan. Di samping itu, sebagai salah satu cara untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi dari akibat krisis moneter.

2.3 Tipologi Daerah

(31)

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten.

Tabel 2.1

Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi Klassen

(yi > y) (yi < y)

(ri > r) Pendapatan tinggi dan

pertumbuhan tinggi

Pendapatan rendah dan pertumbuhan tinggi

(ri < r) Pendapatan tinggi dan

pertumbuhan rendah

Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah

Namun demikian, perlu dicatat bahwa pengelompokan ini adalah bersifat dinamis karena sangat tergantung pada perkembangan kegiatan pembangunan pada daerah yang bersangkutan. Ini berarti bahwa dalam beberapa tahun ke depan, pengelompokan akan dapat berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan dan tingkat pendapatan per kapita daerah yang bersangkutan. Perubahan tersebut akan mudah terjadi pada daerah-daerah yang kondisinya telah berada dekat dengan batas rata-rata dari tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita.

2.4 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi (Economic Base Theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori ekonomi basis

PDRB per Kapita (y)

(32)

mengklasifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swsembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat kepada kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan inilah, maka dikatakan bahwa satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Dalam pengertian regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor.

(33)

membahas kondisi perekonomian, mengarah kepada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector

suatu kegiatan ekonomi (industri). Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan pendapatan.

Perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini bisa memancing analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik dilihat faktor-faktor yang membuat daerah yang bersangkutan tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Demikian pula apabila turun, dikaji faktor-faktor yang membuat daerah tersebut tumbuh lebih lambat dari rata-rata nasional. Hal ini bisa membantu untuk melihat kekuatan atau kelemahan suatu wilayah dibandingkan secara relatif dengan wilayah yang lebih luas. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah lemah, perlu dipikirkan apakah harus ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas.

Identifikasi dan pengembangan sektor-sektor unggulan merupakan langkah strategis bagi daerah, karena beberapa alasan berikut:

(34)

2. Sektor unggulan dapat berfungsi sebagai motor penggerak sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan. Selain memacu sektor secara internal, sektor unggulan juga dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan adanya keterkaitan antar sektor (backward and forward linkages). 3. Mengingat posisi strategis yang dimiliki suatu daerah baik dilihat dari

letak geografis maupun posisinya sebagai titik-titik pertumbuhan (aglomerasi), maka sektor unggulan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah-daerah di sekitarnya (hinterland).

Dengan asumsi bahwa semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama), produktivitas tenaga kerja sama, dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor.

2.5 Kemiskinan

(35)

pembangunan dan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas dalam pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.

Menurut Adisasmita (2005) kemiskinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural (structural poverty) yang terjadi terus menerus. Kemiskinan jenis ini disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut:

1. Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif;

2. Keterbatasan sumber daya dan keterisolasian, terutama penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah kritis sumber daya alam dan wilayah terpencil;

3. Rendahnya taraf pendidikan dan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam kegiatan ekonomi pasar.

2. Kemiskinan sementara (transient poverty). Dapat disebabkan oleh hal-hal seperti berikut:

1. Perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi; 2. Perubahan yang bersifat musiman, seperti kasus kemiskinan nelayan

dan pertanian tanaman pangan;

(36)

Ada 2 (dua) macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan, yaitu

kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

(37)

Sedangkan kemiskinan relatif ialah orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, namun masih tergolong miskin. Walaupun pendapatan seseorang sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi jika masih jauh lebih rendah dari pemenuhan kebutuhan hidup sederhana, maka orang atau keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh lingkungan (orang dan keluarga yang bersangkutan).

Indikator Kemiskinan

(38)

maka indikator kemiskinan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial baik secara fisik maupun non fisik.

Tabel 2.2

Indikator Kemiskinan

Indikator Kemiskinan Fisik Non Fisik

Ekonomi 1. Kepemilikan lahan 2. Lahan garapan 3. Kualitas rumah 4. Perabot rumah tangga 5. Sarana transportasi

1. Pendapatan keluarga

2. Pengeluaran untuk perumahan 3. Pengeluaran untuk pendidikan 4. Pengeluaran untuk kesehatan 5. Pengeluaran untuk pangan Sosial 1. Fasilitas pendidikan

2. Fasilitas kesehatan 3. Fasilitas sampah 4. Fasilitas air bersih 5. Fasilitas sanitasi

1. Tidak buat huruf 2. Kesehatan ibu 3. Kesehatan balita

4. Penyerapan anak usia SD 5. Kegotongroyongan

Indikator-indikator kemiskinan tersebut di atas merupakan pengembangan dan/atau penyederhanaan indikator-indikator kemiskinan yang banyak digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk memaparkan pengukuran kemiskinan secara lebih realistis sehingga upaya penanganannya dapat dilakukan secara optimal.

Pengangguran

(39)

dari tahun ke tahun semakin lama semakin bertambah serius. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penyebab utama rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah kurangnya pemanfaatan tenaga kerja dan adanya penggunaan tenaga kerja yang tidak efisien dibandingkan dengan negara-negara maju.

Jenis-jenis Pengangguran

Berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, maka pengangguran dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pengangguran Friksional

(40)

persiapan sebelum berangkat, dan sebagainya, maka ia dikategorikan sebagai penganggur atau pencari kerja.

2. Pengangguran Musiman

Kegiatan ekonomi masyarakat sering terpengaruh oleh musim. Ada masa “ramai” sehingga banyak permintaan tenaga kerja dan ada masa dimana kegiatan mengendur. Pergantian antara masa ramai dan masa kendur terjadi secara teratur dalam periode satu tahun. Selama kegiatan mengendur, terjadi pengangguran demikian sebaliknya. Contoh yang paling klasik adalah terjadi di sektor pertanian. Pada saat penyiapan lahan untuk ditanami dan dilanjutkan ke penanaman mungkin dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Namun, pada saat tanaman tumbuh, tenaga kerja yang dibutuhkan menurun drastis. Permintaan tenaga kerja akan meningkat kembali pada masa panen hasil.

Penyebab utama irama ini adalah iklim alam yang berlaku. Selain itu, perilaku manusia juga dapat menjadi penyebabnya. Misalnya, musim-musim sibuk menjelang Lebaran, Natal, atau tahun baru menyebabkan perbedaan perilaku ekonomi. Demikian juga dengan masa-masa liburan wisata dan sebagainya. Ditinjau dari segi pasar, ketidakseimbangan yang terjadi bersifat musiman sehingga pengangguran yang terjadi juga diberi predikat musiman.

3. Pengangguran Siklikal

(41)

Hal sebaliknya akan terjadi apabila orang telah kehilangan kepercayaan terhadap peluang di masa depan. Sikap pesimisme yang timbul membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja. Hal ini akan menyebabkan naiknya tingkat pengangguran. Sebenarnya pengangguran seperti ini mirip dengan pengangguran musiman. Namun, pengangguran siklikal terjadi dalam jangka yang lebih panjang. Lebih memberatkan lagi bahwa belum tentu orang yang menikmati enaknya dipekerjakan pada masa ekonomi sibuk mendapatkan tempat yang sama enaknya pada saat ekonomi membaik setelah terjadinya resesi. Apalagi kalau ia kalah bersaing untuk memperebutkan tempatnya semula. Pergeseran-pergeseran individual yang terjadi di samping penderitaan selama pengangguran merupakan problem yang lebih berat daripada dalam kasus pengangguran musiman.

4. Pengangguran Struktural

(42)

dari sektor dan subsektor lain. Hubungan kerjanya lebih formal, budaya kerjanya lebih kaku. Diantara penyebab itu, mungkin yang paling langsung adalah tuntutan keterampilan yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.

5. Pengangguran Teknologi

Dala perkembangan kegiatan industri, dapat diamati bahwa teknologi yang digunakan dalam proses produksi selalu berubah. Laju perubahan itu semakin hari semakin cepat. Perubahan teknologi produksi berdampak terhadap kesempatan kerja. Peran yang melekat pada kecanggihan teknologi mengandung unsur substitutif berdampak negatif bagi kesempatan kerja berupa masalah pengangguran. Sebagai contoh, adanya perubahan sistem kerja di beberapa industri yang menggantikan tenaga manusia menjadi tenaga besi yang digerakkan oleh teknologi mutakhir (tenaga robot).

6. Pengangguran karena Kurangnya Permintaan Agregat

(43)

Penganggur terdidik lebih mudah diarahkan dan dicarikan penyelesaiannya. Golongan ini justru diminta untuk mampu menciptakan lapangan kerja.

Ketimpangan Pembangunan Daerah

Masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan perekonomian Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa, melainkan juga antar Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dan Kawasan Timur Indonesia (Katimin). Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Perbedaan tingkat kemajuan antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects)

mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan (Myrdal dalam Kuncoro, 2004). Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi daerah.

(44)

dikenal dengan Hipotesa Neo-Klasik yang telah menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.

2.7.1 Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

Tidak dapat disangkal bahwa ada beberapa faktor utama yang menyebabkan atau memicu terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Bahkan kebijakan yang dilakukan suatu daerah dapat pula mempengaruhi ketimpangan pembangunan regional. Faktor-faktor utama yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam

(45)

kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi ini menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian, terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antarwilayah yang lebih tinggi pada suatu negara.

2. Perbedaan kondisi demografis

Kondisi demografis yang dimaksudkan di sini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan, dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat bersangkutan. Pengaruhnya terhadap ketimpangan pembangunan antarwilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

(46)

Teori Heckser-Ohlin dalam Ilmu Ekonomi Internasional bahwa bila kegiatan perdagangan internasional dan antarwilayah kurang lancar maka proses penyamaan harga faktor produksi (Factor Price Equilization) akan terganggu. Akibatnya penyebaran proses pembangunan akan terhambat dan ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung menjadi tinggi. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya, karena bila mobilitas tersebut kurang lancar, maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi pada negara sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang terisolir.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah

(47)

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Dmikian pula, apabila konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya. Terdapatnya lahan yang subur juga tirut mempengaruhi, khususnya menyangkut pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, dan udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah. Ketiga, kondisi demografis (kependudukan) juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.

5. Alokasi dana pembangunan antarwilayah

(48)

sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi. Namun, apabila sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung lebih rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki suatu daerah tertentu. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan oleh ongkos transportasi, baik untuk bahan baku maupun hasil produksi yang harus dikeluarkan pemgusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha, dan sewa tanah. Termasuk keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan sehingga daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan (Sjahfrizal, 2008).

2.7.2 Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

(49)

miskin pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi, ada pula masyarakat yang merasakan terjadinya ketimpangan yang cukup tinggi setelah melihat adanya segelintir kelompok kaya di tengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin. Perlu ditekankan bahwa berbeda dengan distribusi pendapatan yang melihat ketimpangan antar kelompok masyarakat, ketimpangan pembangunan antar wilayah melihat perbedaan antar wilayah. Hal yang dipersoalkan disini bukan antara kelompok kaya dan kelompok miskin, melainkan perbedaan antara daerah maju dan daerah terbelakang.

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula-mula ditemukan adalah Williamson Index. Secara Statistik, indeks ini sebenarnya adalah

coefficient of variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah Williamson Index muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey R. Williamson yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah pada tahun 1966.

Berbeda dengan Gini Rasio yang lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Williamson Index menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok.

2.7.3 Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

(50)

maupun daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangn pembangunan antardaerah dalam suatu negara atau wilayah. Diantaranya adalah:

1. Penyebaran pembangunan prasarana perhubungan

Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan ke seluruh pelosok wilayah. Termasuk prasarana perhubungan seperti, fasilitas jalan, terminal, dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antardaerah. Jaringan dan fasilitas telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Selain itu, sarana perhubungan seperti, perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas telekomunikasi juga perlu didorong perkembangannya. Dengan cara demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula maningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi di daerahnya sehingga kegiatan produksi dan penyediaan lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Semua ini akan mendorong proses pembangunan pada daerah yang kurang maju.

2. Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan

(51)

kepadatan penduduk yang terdapat di Pulau Jawa yang telah memicu peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program ini juga dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi sehingga lahan yang luas tetapi belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan digerakkannya kegiatan pertanian melalui pemanfaatan tenaga transmigran tersebut, maka kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi akan dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat dikurangi.

3. Pengembangan pusat pertumbuhan

Kebijaan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah melalui pengembangan Pusat Pertumbuhan (Growth Poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha tersebut. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat dikurangi.

4. Pelaksanaan otonomi daerah

(52)
(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis sektor unggulan perekonomian Kabupaten Dairi. Menggambarkan posisi perekonomian 13 kecamatan yang ada di kabupaten Dairi. Yaitu, Kecamatan Sidikalang, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Parbuluan, Silima Pungga-Pungga, Berampu, Tigalingga, Sumbul, Pegagan Hilir, Lae Parira, Gunung Sitember, dan Kecamatan Tanah Pinem. Kemudian, menganalisis tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di Kabupaten Dairi pada era otonomi daerah, serta mengetahui terjadinya ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Dairi dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan 2007.

Jenis dan Sumber data

(54)

Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan melakukan pencatatan langsung data yang diperlukan, baik mendatangi Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara maupun melakukan telaah terhadap berbagai literatur seperti buku, jurnal, media cetak serta laporan-laporan ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian.

Metode Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan mengambil lokasi Kabupaten Dairi sebagai wilayah studi. Untuk mengetahui posisi perekonomian setiap kecamatan di Kabupaten Dairi digunakan metode Tipologi Klassen, untuk mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Dairi, maka digunakan metode analisis

Location Quotient (LQ), untuk menhetahui tingkat kemiskinan digunakan metode

Head Count Index, untuk mengukur tingkat pengangguran digunakan rumus matematis tertentu sedangkan untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Dairi digunakan metode Williamson Index.

Analisis Tipologi Klassen

(55)

Tabel 3.1

Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi Klassen

(yi > y) (yi < y)

(ri > r) Pendapatan tinggi dan

pertumbuhan tinggi

Pendapatan rendah dan pertumbuhan tinggi

(ri < r) Pendapatan tinggi dan

pertumbuhan rendah

Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah

Keterangan:

r : rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota (Kabupaten Dairi) y : rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota (Kabupaten Dairi) ri : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati (kecamatan)

yi : PDRB per kapita kabupaten/kota yang diamati (kecamatan)

Gambar 3.1 Sistem koordinat X-Y dengan Titik Pusat (1,0)

Y Y’

X P(1,0)

O(0,0)

K-III K-I

K-IV K-II

PDRB per Kapita (y)

(56)

Dengan meletakkan koordinat daerah (x,y) pada sistem koordinat x-y, maka terlihat sebaran daerah-daerah pada bidang kuadran dimana tiap bidang kuadran mempunyai karakteristik atau tipologi yang berbeda-beda.

Dengan kriteria:

Kuadran I, artinya daerah (kecamatan) cepat maju dan cepat tumbuh, yakni daerah (kecamatan) yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota (Kabupaten Dairi).

Kuadran II, artinya daerah (kecamatan) maju, tapi tertekan, yakni daerah (kecamatan) yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota (Kabupaten Dairi).

Kuadran III, artinya daerah (kecamatan) berkembang cepat, yakni daerah (kecamatan) yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota (Kabupaten Dairi).

Kuadran IV, artinya daerah (kecamatan) relatif tertinggal, yakni daerah (kecamatan) yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota (Kabupaten Dairi).

(57)

Analisis Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) atau Kuosien Lokasi adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang biasa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja (Tarigan, 2004). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah nilai tambah (tingkat pendapatan). Secara matematis, analisis Location Quotient (LQ) dapat dirumuskan seperti berikut:

LQ < 1, artinya sektor yang bersangkutan kurang terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat propinsi, sehingga bukan merupakan sektor unggulan.

(58)

LQ > 1, artinya sektor yang bersangkutan lebih terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat propinsi, sehingga merupakan sektor unggulan.

Analisis Tingkat Kemiskinan

Usaha pembangunan yang dilakukan tidak lain bertujuan untuk memperbaiki sekaligus untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah dengan melihat tingkat kemiskinan yang terjadi. Alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kemiskinan tersebut adalah dengan Head Count Index, secara matematis dapat dituliskan seperti berikut:

Pt Pi HCi =

Keterangan:

Pi : Populasi penduduk miskin Pt : Populasi penduduk total

Analisis Tingkat Pengangguran

(59)

Tinggi rendahnya pengangguran ini mencerminkan baik buruknya perekonomian suatu wilayah. Indeks yang dipakai adalah tingkat pengangguran yang merupakan persentase jumlah orang yang sedang mencari pekerjaan terhadap jumlah orang yang menawarkan tenaga kerjanya atau dirumuskan sebagai berikut:

IP : Indeks Pengangguran

Analisis Ketimpangan Pembangunan antarkecamatan

Ketimpangan pembangunan antar kecamatan yang terjadi di Kabupaten Dairi pasca otonomi daerah dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional (regional inequality), yang dinamakan dengan indeks ketimpangan Williamson (Sjafrizal, 2008), secara Statistik ditampilkan sebagai berikut:

(60)

n : Jumlah penduduk seluruh daerah (kabupaten)

Apabila Vw mendekati 1 berarti sangat timpang dan apabila Vw mendekati

0 berarti sangat merata.

Definisi Variabel Operasional Penelitian

1. Otonomi daerah adalah suatu keadaan dimana kekuasaan pemerintahan tidak lagi bersifat sentralistik (pemerintahan yang terpusat), melainkan desentralistik (pelimpahan wewenang kekuasaan dari pusat terhadap daerah).

2. Produk Domestik Regional Bruto adalah pendapatan regional bruto yang berasal dari sektor-sektor ekonomi di suatu daerah (satuan Rupiah).

3. Pendapatan per kapita adalah penerimaan rata-rata yang diterima rumah tangga sebagai hasil dari proses produksi (satuan Rupiah).

4. Penduduk miskin adalah seseorang yang memiliki pendapatan, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang minimum dalam makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya (jiwa).

5. Pengangguran adalah jumlah penduduk angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan aktif mencari pekerjaan (jiwa).

(61)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis dan Iklim

Kabupaten Dairi merupakan satu dari 25 kabupaten yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara (per 22 November 2009) dengan luas wilayah 191.625 ha atau sekitar 2,68% dari luas Propinsi Sumatera Utara secara keseluruhan, yaitu 7.160.000 ha. Kabupaten Dairi berada di sebelah barat laut Propinsi Sumatera Utara. Sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit yang terletak pada posisi antara 980 00-980 30 LS dan 20 15-30 00 LU. Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700 s/d 1.250 m di atas permukaan laut. Kota Sidikalang merupakan ibukota kabupaten ini. Adapun daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Karo. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat. d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan

(Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam).

(62)

Tabel 4.1

1 Sidikalang Kec.Siempat

Nempu

Kec.Sumbul Kab.Pakpak Bharat

Kec.Berampu

2 Berampu Kec.Lae Parira Kec.Lae parira Kec.Sidikalang Kab.Pakpak Bharat

3 Parbuluan Kec.Sumbul Kab.Pakpak

Bharat

Kec.Sidikalang Kab.Tobasa

4 Sumbul Kec.Pegagan Hilir Kab.Karo Kec.Parbuluan Kec.Sidikalang

5 Silahisabungan Kec.Pegagan Hilir Kec.Sumbul Kec.Parbuluan Kec.Sitinjo

6 Silima Pungga-8 Siempat Nempu Kec.Tigalingga Kec.Siempat

Nempu Hulu

Kec.Silima Pungga-pungga

Kec.Siempat Nempu Hilir 9 Siempat Nempu Hulu Kec.Pegagan Hilir

dan Tigalingga

Kec.Siempat Nempu

Kec.Tigalingga Kec.Sidikalang

10 Siempat Nempu Hilir Kec.Tanah Pinem Kec.Silima Pungga-pungga

Prop.NAD Kec.Siempat

Nempu

11 Tigalingga Kec.Aceh

Tenggara dan Kab.Karo

Kec.Pegagan Hilir Kec.Siempat Nempu dan G.Sitember

Kab.Karo

12 Gunung Sitember Kec.Tanah Pinem dan Tigalingga

Kec.Tigalingga Kec.Siempat Nempu

Kec.Tigalingga

13 Pegagan Hilir Kab.Karo Kec.Sumbul Kec.Siempat

Nempu Hulu dan Sitinjo

Kec.Tigalingga

14 Tanah Pinem Kab.Karo Kec.Tigalingga

dan Siempat Nempu

Kab.Karo Prop.NAD

15 Sitinjo Kec.Sumbul Kec.Parbuluan Kab.Pakpak

Bharat

Kec.Sidikalang

Sumber: BPS Sumatera Utara: Kabupaten Dairi, Kecamatan Dalam Angka

(63)

barat menuju timur sewaktu menjelang musim dingin yang mengakibatkan terjadinya musim hujan. Angin barat berhembus dengan kecepatan sedang dari arah timur menuju arah barat sewaktu menjelang musim kering.

4.1.2 Kondisi Demografi

Penduduk Kabupaten Dairi keadaan akhir Juni 2007 berjumlah 268.780 jiwa dan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99.43 % dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 0.01 %. Kabupaten Dairi memiliki desa sebanyak 168 desa dengan luas wilayah 1.927,82 km2, sementara tingkat kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Sidikalang (625 jiwa/km2) dan Kecamatan Siempat Nempu (343 jiwa/km2). Sedangkan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Tanah Pinem (46 jiwa/km2) dan Kecamatan Silahisabungan (61 jiwa/km2). Ditinjau dari sudut kelompok umur, penduduk Kabupaten Dairi tergolong dalam penduduk muda karena penduduk usia 0-14 tahun mencapai 39,96 %, dimana 41,24 % adalah penduduk laki-laki dan 38,69 % penduduk perempuan. Persentase penduduk usia muda tersebut merupakan beban yang sangat berarti bagi penduduk usia produktif (15-64 tahun), yang berjumlah 150.387 jiwa (55,95%). Hal tersebut mengakibatkan angka beban tanggungan (Dependency Ratio) mencapai 78,72%. Berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 79 orang penduduk non produktif.

(64)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio, dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Dairi

No. Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Sex Ratio

Laju Pertumbuhan

Laki-laki Perempuan Penduduk

1 2001 147,112 148,211 295,323 99.26 0.03

Sumber: BPS Sumatera Utara, Kabupaten Dairi dalam Angka

Berikut ini merupakan daftar jumlah desa/kelurahan, luas daerah, penduduk, serta kepadatan penduduk menurut kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi pada tahun 2007:

Tabel 4.3

Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Daerah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi

No. Kecamatan Desa Kelurahan Jumlah Luas (Km2) Penduduk

(65)

4.1.3 Potensi Daerah a. Potensi Lahan

Dengan luas Kabupaten Dairi secara keseluruhan, yakni 191.625 Ha, maka komposisi penggunaan lahan adalah sebagai berikut:

1) Lahan kering : 28.979 Ha : 15,12% 2) Perkebunan Rakyat : 6.461 Ha : 3,37% 3) Lahan Sawah : 10.945,5 Ha : 5,71% 4) Hutan Produksi : 1.129 Ha : 0,58% 5) Hutan Produksi Terbatas : 45.252 Ha : 23,61% 6) Kebun Campuran : 20.291 Ha : 10,58% 7) Tanaman Tahunan : 17.572 Ha : 9,16% 8) Kawasan Lindung : 47.245 Ha : 24,65%

9) Wisata : 201 Ha : 0,10%

10)Penggunaan Lain-lain : 13.549,5 Ha : 7,12%

Jika pemanfaatan lahan tersebut benar-benar diintensifkan sebagai lahan pertanian atau perkebunan, maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dalam jangka pendek dan jangka panjang pembangunan sektor pertanian tetap diprioritaskan mengingat pada umumnya masyarakat hidup dari hasil pertanian/perkebunan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

b. Potensi Sungai

Kabupaten Dairi memiliki sungai-sungai yang jumlahnya cukup banyak dan digunakan untuk irigasi teknis maupun 1/2 teknis. Dimana sebagian besar

(66)

pariwisata, dan pembangkit energi listrik tenaga air. Adapaun sungai yang dimaksud, diantaranya adalah:

1. Lae Simbelin

Sungai ini merupakan salah satu sumber air yang dimanfaatkan untuk irigasi dan kebutuhan rumah tangga.

2. Lae Renun

Selain dimanfaatkan untuk irigasi, sungai ini juga dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Renun dengan kapasitas daya terpasang sebesar 2x41 MW dan penambahan debit air Danau Toba.

c. Potensi Danau

Danau Toba dengan luas perairan seluruhnya 110.260 Ha, diantaranya termasuk pada wilayah Kabupaten Dairi. Yakni, seluas ±50 Ha dapat dikembangkan sebagai objek wisata, perikanan, olahraga air, prasarana transportasi air, dan sebagainya guna menambah pendapatan masyarakat sekaligus meningkatkan pendapatan daerah. Seperti Desa Silalahi dan Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam yang sangat menarik dan juga dapat dimanfaatkan sebagai potensi perikanan air tawar.

d. Potensi Bahan Tambang

(67)

terdapat di Kecamatan Pegagan Hilir, hingga saat ini masih dalam penelitian eksplorasi.

e. Potensi Industri

Pengembangan sektor industri di Kabupaten Dairi saat ini sedang digalakkan, baik industri kecil dan menengah. Bahan-bahan yang tersedia belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan sumber daya manusia dan modal. Namun demikian, dalam jangka panjang sektor ini diharapkan dapat berkembang dengan dukungan pembinaan dari Pemerintah Daerah dan pihak swasta yang dimungkinkan bertindak sebagai “Bapak Angkat” khususnya bagi industri kecil dan menengah. Dengan akan beroperasinya PLTA Lae Renun yang menghasilkan kapasitas energi yang cukup besar, diharapkan perusahaan-perusahaan industri dalam skala kecil, menengah, dan besar khususnya yang berbasis pertanian (agroindustri) semakin berkembang.

f. Potensi Pariwisata

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 Indikator Kemiskinan
Gambar 3.1 Sistem koordinat X-Y dengan Titik Pusat (1,0)
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nama baik Google yang tidak diragukan lagi juga menjadi salah satu keunggulan android. Kelebihan android yang satu ini tentu akan susah ditandingi. Nama besar Google di

Beberapa teknologi yang dapat atau berpotensi untuk mencegah kehilangan N dari tanah antara lain memberikan pupuk N sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dengan

The teacher should use this technique in teaching learning process to reach the target of writing class; (2) teacher should be active to involve his students in

Dan dalam Pasal 90 RUU KUHP dikatakan jika grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama sepuluh tahun karena terpidana melarikan diri maka pidana

Untuk menghitung kerugian head mayor maupun kerugian head minor yang terjadi di sepanjang jaringan pipa dapat digunakan persamaan Hazzen Williams dimana kapasitas aliran pada

Grafik hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Gambar 9, kadar protein bubuk ekstrak kulit manggis yang diproses dari alat pengering spray pada konsentrasi maltodekstrin

This study focuses on an analysis of the occurrences code switching and code-mixing in the script of “Arisan Brondong” movie. This movie gives a glimpse of the upper class lifestyle

Pada hari ini Kamis tanggal Delapan bulan Nopember Tahun Dua Ribu Dua Belas , kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga dan