• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) Di Kalangan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) Di Kalangan Masyarakat"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL) DI KALANGAN

MASYARAKAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Hamonangan Simanjuntak NIM : 070200433

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOTO GELAP (TOGEL) DI KALANGAN

MASYARAKAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Hamonangan Simanjuntak NIM : 070200433

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH

Pembimbing I

Muhammad Nuh, SH, M.Hum

Pembimbing II

Nurmalawaty, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kasih dan karuniaNya yang senantiasa menyertai saya sehingga penulisan skripsi

ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul “Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto

Gelap (Togel) Di Kalangan Masyarakat”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. M. Hamdan, SH., MH, sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana

dan Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Nuh, SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I Penulis.

4. Ibu Nurmalawaty, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya

(4)

7. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan rasa terima-kasih yang tiada

terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, semoga kebersamaan yang kita jalani

ini tetap menyertai kita selamanya.

8. Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2012

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1. Tugas dan Fungsi Polri ... 5

2. Pengertin Tindak Pidana Perjudian... 14

F. Metode Penelitian ... 22

G. Sistematika Penulisan. ... 23

BAB II . PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT ... 26

A. Sanksi Hukum Terhadap Perjudian ... 26

B. Bentuk-Bentuk Perjudian di Dalam Masyarakat ... 36

(6)

Perjudian Togel di Kalangan Masyarakat. ... 40

BAB III. HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT ... 69

A. Faktor Penyebab Terjadinya Perjudian ... 69

B. Hambatan Kepolisian Dalam Menanggulangi Perjudian Togel di Kalangan Masyarakat. ... 73

BAB IV. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PERJUDIAN TOGEL ... 76

A. Upaya Pencegahan (Preventif) ... 76

B. Upaya Penanggulangan (Refresif). ... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

(7)

ABSTRAK

H

HaammoonnaannggaannSSiimmaannjjuunnttaakk** Mhd. Nuh, SH, M.HUM** Numalawaty, SH, M.Hum***

Permasalahan judi khususnya dalam kajian skripsi ini judi toto gelap (togel) adalah salah satu permasalahan penyakit masyarakat yang banyak melanda kota-kota besar bahkan sampai ke pelosok pedesaan, bahkan sangat sering kita dengar dan hal ini sudah lama dipermasalahkan untuk penanggulangannya. Hal ini dapat kita ketahui bahwa merebaknya kasus-kasus perjudian di seantero tempat akan menimbulkan berbagai efek yang bersifat negatif, dimana efek dari menjalarnya perjudian tersebut dapat merubah pola pikir masyarakat ke arah yang bertentangan dengan norma hukum maupun norma kesusilaan dan norma agama.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penegakan hukum dalam rangka menanggulangi perjudian togel di kalangan masyarakat, bagaimana hambatan kepolisian dalam menanggulangi perjudian togel di kalangan msyarakat dan bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian togel.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normative. Dan dalam pelaksanannya menggunakan penelitian kepustakaan (library research).

Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui penegakan hukum dalam rangka menanggulangi perjudian togel di kalangan masyarakat adalah meliputi beberapa faktor seperti: faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat serta faktor kebudayaan. Hambatan kepolisian dalam menanggulangi perjudian togel di kalangan masyarakat adalah: Dalam menerapkan sanksi pidana yang berat terhadap terdakwa selalu dihadapkan pada usia muda dan perekonomian yang rendah, Belum terdapatnya keseragaman tindakan dalam menanggulangi perjudian sehingga ada kalanya antara aparat penegak hukum tidak jarang berbeda pendapat dalam penerapan pasal dari Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan penertiban Perjudian, Selama ini dalam masyarakat kita memang ada semacam dua sikap dalam memandang perjudian adalah pelanggar hukum maka mereka dicurigai, jika perlu ditangkap, masyarakat yang terwakili oleh kalangan medis memandang pelaku perjudian yang sakit, perlu diobati. Upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian togel meliputi usaha pencegahan (preventif) seperti Menekan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, meningkatkan usaha pendidikan dan keterampilan, memperluas lapangan kerja, serta peningkatan usaha penerangan dan pengawasan. Upaya penanggulangan (represif) seperti razia dan pemberian keterampilan kepada masyarakat.

* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ** Pembimbing 1, Dosen Fakultas Hukum USU

(8)

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Dalam era yang serba sulit ini bangsa Indonesia dihadapkan kepada

berbagai macam permasalahan keamanan yang mengganggu ketenteraman dan

kenyamanan hidup. Berbagai macam bentuk perbuatan tindak pidana muncul

ke permukaan sehingga terkadang memberikan sebuah momentum bahwa

setiap individu harus dapat menjaga dirinya masing-masing dari akibat-akibat

yang tidak diinginkan.

Salah satu tindak pidana yang semakin merebak umumnya di Indonesia

dan khususnya di Kota Medan adalah perihal perjudian, sehingga tidak heran

apabila aparat kepolisian akhir-akhir ini semakin giat memberantas judi

tersebut.

Judi dijadikan sebuah perbuatan yang dilarang oleh

perundang-undangan disebabkan oleh karena banyak akibat-akibat yang negatif timbul

dari perbuatan tindak pidana perjudian tersebut, baik itu akibat kemerosotan

moral maupun juga kehancuran sebuah rumah tangga hingga akhirnya

kehancuran sebuah bangsa.

Judi sangat dilarang oleh agama, tetapi meskipun demikian tetap saja

perjudian ini tumbuh secara sembunyi-sembunyi, dikarenakan judi dianggap

(9)

melakukan usaha yang membanting tulang.1

Di satu sisi kepolisian sebagai suatu instansi pengayom dan pelindung

kehidupan masyarakat, agar masyarakat dapat hidup tenteram dan nyaman,

kurang mendapat penilai yang positif dari masyarakat itu sendiri. Hal ini

diakibatkan oleh adanya tindakan yang sebagian oknum kepolisian tersebut

yang dalam tata cara bekerjanya melebihi batas kesewenangannya, sehingga Judi menurut KUHP Pasal 303 ayat (3) adalah setiap permainan yang

memungkinkan akan menang pada umumnya tergantung pada

untung-untungan saja, juga kalau menungkinkan itu ditambah besar karena pemain

lebih pandai atau mahir. Main judi juga meliputi segala peraturan tentang

keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka

yang turut berlomba atau permainan itu, demikian pula segala peraturan

lainnya. Karena main judi merupakan kegemaran yang dapat menjadi rasa

ketagihan yang akhirnya dapat menghabiskan harta benda dan akhirnya

mendorong untuk melakukan kejahatan. Maka KUHP melarangnya dengan

ancaman pidana Pasal 303 dan untuk perjudian ringan dalam Pasal 542.

Bahkan secara jelas Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian menyebutkan “semua tindak pidana perjudian sebagai

kejahatan”.

Tindakan kepolisian terhadap perjudian bersifat relatif, menangkap para

pelakunya untuk di ajukan kepengadilan.

1

(10)

masyarakat bukan terkesan terlindungi tetapi malah menyangsikan keberadaan

kepolisian itu sendiri.

Begitu juga perihal keberadaan kepolisian di dalam hubungannya

dengan penindakan dan pemberantasan terhadap judi yang dilakukan

akhir-akhir dianggap oleh masyarakat hanya sebagai suatu tindakan yang sesaat saja,

tidak terus menerus dan berkelanjutan. Sehingga dari akibat perbuatan tersebut

maka judi dapat saja tidak dilakukan hari ini tetapi dapat timbul kembali

kemudian.

Permasalahan judi khususnya dalam kajian skripsi ini judi toto gelap

(togel) adalah salah satu permasalahan penyakit masyarakat yang banyak

melanda kota-kota besar bahkan sampai ke pelosok pedesaan, bahkan sangat

sering kita dengar dan hal ini sudah lama dipermasalahkan untuk

penanggulangannya. Hal ini dapat kita ketahui bahwa merebaknya kasus-kasus

perjudian di seantero tempat akan menimbulkan berbagai efek yang bersifat

negatif, dimana efek dari menjalarnya perjudian tersebut dapat merubah pola

pikir masyarakat ke arah yang bertentangan dengan norma hukum maupun

norma kesusilaan dan norma agama.

B. Permasalahan

Dalam pembuatan suatu karya ilmiah khususnya Skripsi, maka untuk

mempermudah penulis dalam pembahasan, perlu dibuat suatu permasalahan

(11)

Jadi yang menjadi masalah-masalah pokok didalam Skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana penegakan hukum dalam rangka menanggulangi perjudian

togel di kalangan masyarakat?

2. Bagaimana hambatan kepolisian dalam menanggulangi perjudian togel di

kalangan msyarakat ?

3. Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian togel?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisaan

Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui penegakan hukum dalam rangka menanggulangi

perjudian togel di kalangan masyarakat.

2. Untuk mengetahui hambatan kepolisian dalam menanggulangi perjudian

togel di kalangan msyarakat.

3. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian togel.

Sedangkan yang menjadi faedah penulisaan dalam hal ini adalah:

1. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu

sendiri khususnya dalam bidang hukum pidana khususnya masalah peranan

polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian toto gelap.

2. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil

manfaatnya terutama dalam hal mengetahui tentang hal-hal yang dapat

(12)

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Polri Dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) di Kalangan

Masyarakat”, dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi

lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tugas dan Fungsi Polri

Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi

penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian

sebagamana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun

2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi :

“Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan“.

Dari kutipan atas bunyi pasal tersebut maka kita ketahui polisi adalah

sebuah lembaga yang memiliki fungsi dan pelaksanaan tugas sebagaimana

yang ditentukan oleh perundang-undangan.

Di dalam perundang-undangan yang lama yaitu Undang-Undang No.

13 Tahun 1961 ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak

hukum. Tugas inipun kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 (4) a

(13)

Negara, disingkat Undang-Undang Hankam.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yang

mencabut Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 maka Kepolisian ini

tergabung di dalam sebutan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,

dimana di dalamnya Kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Laut,

Angkatan Darat, serta Angkatan Udara. Sesuai dengan perkembangan zaman

dan bergulirnya era reformasi maka istilah Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia kembali kepada asal mulanya yaitu Tentara Nasional Indonesia dan

keberadaan Kepolisian berdiri secara terpisah dengan angkatan bersenjata

lainnya.

Telah dikenal oleh masyarakat luas, terlebih di kalangan Kepolisian

bahwa tugas yuridis kepolisian tertuang di dalam Undang-Undang No. 2 tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam

Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan. Untuk kepentingan pembahasan, ada

baiknya diungkapkan kembali pokok-pokok tugas yuridis Polisi yang terdapat

di dalam kedua undang-undang tersebut sebagai berikut :

1. Dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia ( UU No.

2 Tahun 2002).

Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

(14)

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 14 dikatakan :

(1)Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13, Kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan,

c. Membina masyarakat unuk meningkatkan partisipasi masyarakat

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukumk nasional,

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa,

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan,

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

(15)

tugas kepolisian,

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak azasi manusia,

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentinganya dalam lingkup tugas kepolisian, serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2)Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menyebutkan :

(1)Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum

berwenang :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan,

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum,

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat,

(16)

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian,

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindaka

kepolisian dalam rangka pencegahan.

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian,

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang,

i. Mencari keterangan dan barang bukti,

j. Menyelenggrakan Pusat informasi kriminal nasional,

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat,

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan

masyarakat,

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2)Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan

kegiatan masyarakat lainnya berwenang :

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor

(17)

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik,

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak dan senjata tajam,

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap

badan usaha di bidang jasa pengamanan,

g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis

kepolisian,

h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam

menyidik dan memberantas kejahatan internasional,

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing

yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi

terkait,

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi

kepolisian internasional,

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup

tugas kepolisian.

(3)Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14 :

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

(18)

Indonesia berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan.

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan.

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperika sebagai tersangka atau

saksi.

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan.

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

j. Merngajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

dalam keadaan mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal

terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana.

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik

pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan pegawai negeri

sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum.

(19)

Tugas pokok tersebut dirinci lebih luas sebagai berikut :

1. Aspek ketertiban dan keamanan umum

2. Aspek perlindungan terhadap perorangan dan masyarakat (dari

gangguan/perbuatan melanggar hukum/kejahatan dari penyakit-penyakit

masyarakat dan aliran-aliran kepercayaan yang membahayakan termasuk

aspek pelayanan masyarakat dengan memberikan perlindungan dan

pertolongan.

3. Aspek pendidikan sosial di bidang ketaatan / kepatuhan hukum warga

masyarakat.

4. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya di bidang

penyelidikan dan penyidikan.

Mengamati tugas yuridis Kepolisian yang demikian luas, tetapi luhur

dan mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan

bahwa di dalam menjalankan tugasnya itu harus selalu menjunjung tinggi

hak-hak asasi rakyat dan hukum Negara, khususnya dalam melaksanakan

kewenangannya di bidang penyidikan, ditegaskan pula agar senantiasa

mengindahkan norma-norma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan

kesusilaan. Beban tugas yang demikian berat dan ideal itu tentunya harus

didukung pula oleh aparat pelaksana yang berkualitas dan berdedikasi tinggi.2

Memperhatikan perincian tugas dan wewenang Kepolisian seperti telah

dikemukakan di atas, terlihat bahwa pada intinya ada dua tugas

2

(20)

Kepolisian di bidang penegakan hukum, yaitu penegakan hukum di bidang

peradilan pidana (dengan sarana penal), dan penegakan hukum dengan sarana

non penal. Tugas penegakan hukum di bidang peradilan (dengan sarana penal)

sebenarnya hanya merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas

Kepolisian. Sebagian besar tugas Kepolisian justru terletak di luar penegakan

hukum pidana (non penal).

Tugas Kepolisian di bidang peradilan pidana hanya terbatas di bidang

penyelidikan dan penyidikan. Tugas lainnya tidak secara langsung berkaitan

dengan penegakan hukum pidana, walaupun memang ada beberapa aspek

hukum pidananya. Misalnya tugas memelihara ketertiban dan keamanan

umum, mencegah penyakit-penyakit masyarakat, memelihara keselamatan,

perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat, mengusahakan ketaatan

hukum warga masyarakat tentunya merupakan tugas yang lebih luas dari yang

sekadar dinyatakan sebagai tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) menurut

ketentuan hukum pidana positif yang berlaku.

Dengan uraian di atas ingin diungkapkan bahwa tugas dan wewenang

kepolisian yang lebih berorientasi pada aspek sosial atau aspek

kemasyarakatan (yang bersifat pelayanan dan pengabdian) sebenarnya lebih

banyak daripada tugas yuridisnya sebagai penegak hukum di bidang peradilan

pidana. Dengan demikian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

Kepolisian sebenarnya berperan ganda baik sebagai penegak hukum maupun

(21)

Kongres PBB ke-5 (mengenai Prevention of Crime and The Treatment of

Offenders) pernah menggunakan istilah “ Service oriented task “ dan Law

enforcement duties “.

Perihal Kepolisian dengan tugas dan wewenangnya ada diatur di dalam

Undang-Undang Nol. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa kepolisian adalah

segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai

dengan perundang-undangan.

Dari keterangan pasal tersebut maka dapat dipahami suatu kenyataan

bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi sangat komplek dan rumit sekali

terutama di dalam bertindak sebagai penyidik suatu bentuk kejahatan.

2. Pengertin Tindak Pidana Perjudian

Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana

banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama

dengan tindak pidana. Istilah-istilah lain dari tindak pidana tersebut adalah

antara lain :

1. Perbuatan melawan hukum.

2. Pelanggaran pidana.

(22)

4. Perbuatan yang dapat dihukum.3

Menurut R. Soesilo, tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang

atau yang diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau

diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan diancam dengan

hukuman. 4

Menurut Moeljatno “peristiwa pidana itu ialah suatu perbuatan atau

rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau

peraturan undang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman Simons, peristiwa pidana adalah perbuatan melawan hukum

yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung

jawab, kesalahan yang dimaksud oleh Simons ialah kesalahan yang meliputi

dolus dan culpulate.5

1. Perbuatan yang dilarang.

Secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum

pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu :

Dimana dalam pasal-pasal ada dikemukakan masalah mengenai

perbuatan yang dilarang dan juga mengenai masalah pemidanaan seperti

yang termuat dalam Titel XXI Buku II KUH Pidana.

2. Orang yang melakukan perbuatan dilarang.

3

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hal. 32.

4

R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Politeia, Bogor, 1991, hal. 11.

5

(23)

Tentang orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (tindak pidana)

yaitu : setiap pelaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara pidana atas

perbuatannya yang dilarang dalam suatu undang-undang.

3. Pidana yang diancamkan.

Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku yaitu hukuman

yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar

undang-undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun sebagai

hukuman tambahan.6

Pembentuk Undang-undang telah menggunakan perkataan

Straafbaarfeit” yang dikenal dengan tindak pidana. Dalam Kitab

Undang-undang hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan suatu penjelasan mengenai

apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Straafbaarfeit”.7

Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian

dari suatu kenyataan” atau “een gedeele van werkwlijkheid” sedang “straaf

baar” berarti “dapat di hukum” hingga cara harafia perkataan “straafbaarfeit”

itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat di

hukum” oleh karena kelak diketahui bahwa yang dapat di hukum itu

sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan

ataupun tindakan.8

Oleh karena seperti yang telah diuraikan diatas, ternyata pembentuk

6

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 44.

7

Ibid., hal. 45.

8

(24)

Undang-undang telah memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang

sebenar-nya telah dimaksud dengan perkataan “straafbaarfeit” sehingga

timbullah doktrin tentang apa yang dimaksud dengan “straafbaarfeit”

Hazewinkel Suringa dalam Hilaman memberi defenisi tentang

straafbaarfeit” adalah sebagai perilaku manusia yang pada saat tertentu

telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup dan dianggap sebagai perilaku

yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana

yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.9

Selanjutnya Van Hamel memberi defenisi tentang “straafbaarfeit

sebagai suatu serangan atas suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain.10

Menurut Pompe straafbaarfeit dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran

norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak

sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman

terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

terjaminya kepentingan umum.11

9

Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hal. 21.

10

EY Kanter dan SR Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Storia Grafika, Jakarta, hal. 102.

11

Ibid., hal. 103.

Simons memberi defenisi “straafbaarfeit” adalah sebagai suatu

tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

dengan sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas

tindakannya dan yang oleh Undang-undang telah dinyatakan suatu tindakan

(25)

Hukum pidana Indonesia mengenal istilah tindak pidana. Istilah ini di

pakai sebagai pengganti perkataan straafbaarfeit, yang berasal dari Bahasa

Belanda.

Tindak pidana merupakan suatu pengeritan dasar dalam hukum

pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis. Lain halnya dengan

istilah perbuatan jahat atau kejahatan yang dapat diartikan secara yuridis

(hukum) atau secara kriminologis.

Mengenai isi dari pengertian tindak pidana ada kesatuan pendapat di

antara para sarjana. Menurut ajaran Causalitas (hubungan sebab akibat) di

sebutkan pada dasarnya setiap orang harus bertanggung jawab atas segala

perbuatan yang dilakukannya, namun harus ada hubungan kausa antara

perbuatan dengan akibat yang di larang dan di ancam dengan pidana. Hal ini

tidak selalu mudah , peristiwa merupakan rangkaian peristiwa serta tiada

akibat yang timbul tanpa sesuatu sebab.

Kemampuan bertanggung jawab, menurut Kitab Undang-Undang

Pidana Indonesia seseorang yang dapat dipidana tidak cukup apabila orang

tersebut telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau

bersifat melawan hukum, akan tetapi dalam penjatuhan pidana orang tersebut

juga harus memenuhi syarat “Bahwa orang yang melakukan perbuatan itu

mempunyai kesalahan atau bersalah. Dengan perkataan lain orang tersebut

dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut

(26)

berlaku asas tiada pidana tanpa kesalahan (Nulla poena sine culpa)12

1. Simons

.

Berdasarkan rumusan di atas disebutkan bahwa untuk adanya

pertanggung jawaban pidana diperlukan syarat bahwa pembuat mampu

bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat dipertanggung

jawabkan apabila ia tidak mampu untuk di pertanggung jawabkan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan

rumusan tentang pertanggung jawaban pidana. Akan tetapi dalam literatur

hukum pidana Indonesia dijumpai beberapa pengertian untuk pertanggung

jawaban pidana yaitu :

13

2. Van Hamel

Simons menyatakan kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan

sebagai suatu keadaan psychis sedemikian, yang membenarkan adanya

penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum

maupun orangnya, kemudian Simons menyatakan bahwa seseorang mampu

bertanggung jawab.

14

3. Van Bemmelen

Van Hamel menyatakan bahwa pertanggung jawaban pidana adalah suatu

keadaan normalitas psyhis dan kematangan yang membawa adanya

kemampuan pada diri perilaku.

15

12

Ibid., hal. 105.

13

Ibid., hal. 103.

14

Ibid., hal. 104.

15

(27)

Van Bemmelen menyatakan bahwa seseorang dapat dipertanggung

jawabkan ialah orang yang dapat mempertahankan hidupnya dengan cara

yang patut.

Di dalam Pasal 303 KUH Pidana diterangkan bahwa permainan judi

tersebut adalah :

Tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga apabila kemungkinan itu main besar karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga sela pertaruhan lainnya.16

Muchlis mengatakan bahwa Judi adalah “ suatu permainan yang

mengandung unsur taruhan yang dilakukan secara berhadap-hadapan, dimana

dalam berhadap-hadapan itu terkandung penyebab timbulnya permusuhan dan

kebencian antara pelaku dan menyebabkan mereka lupa pada Tuhannya serta

melalaikan kewajibannya “.

Dengan kutipan di atas maka pada dasarnya judi adalah sebuah

permainan untung-untungan, kadang kalah dan kadang menang, permainan

tersebut kadang digantungkan kepada keahlian seseorang untuk

memainkannya, tetapi pada kenyataan perjudian juga merupakan pertaruhan.

17

Definisi di atas mempunyai kelemahan karena dikatakan bahwa

permainan judi tersebut dilakukan berhadapa-hadapan, dan dalam

perkembangannya sekarang ini permainan judi tidak saja dilakukan secara

16

Roeslan Saleh, Op.Cit, hal. 32.

17

(28)

berhadap-hadapan, misalnya permainan jackpot (mesin judi) tak pernah akan

berhadapan dengan pemiliknya (bandar) yang sebenarnya, tetapi tidak ada

orang yang sehat pikirannya yang menyangkal bahwa jackpot itu judi.

Selanjutnya menurut beliau lagi :

Ada dua unsur yang merupakan syarat formal untuk dinamakan judi

ialah:

1. Harus ada dua pihak yang masing-masing terdiri dari satu orang atau lebih yang bertaruh : yang menang dibayar oleh yang kalah menurut perjanjian dan rumusan tertentu.

2. Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan sesuatu peristiwa yang berada di luar kekuasaan dan di luar pengetahuan terlebih dahulu dari para petaruh.18

Dalam perkembangannya judi ini sekarang semakin meluas, tidak saja

dalam suatu permainan yang dilakukan secara berhadap-hadapan tetapi juga di

luar hal tersebut seperti yang disebut di atas yaitu jackpot dan lain sebagainya.

Dengan adanya definisi di atas dapatlah dipahami pengertian bahwa

judi tersebut pada dasarnya adalah sebuah permainan yang dilakukan dengan

mempertaruhkan sesuatu baik uang atau barang, sedang siapa pihak yang

menang tidak dapat diterangkan sebelum permainan tersebut berakhir.

Perjudian adalah permainan naluri dan adu nasib, mempertaruhkan

moral, suatu perbuatan tercela, merugikan, tetapi judi juga merupakan bagian

dari perbuatan sehingga pelakunya harus dimintakan tanggung jawab.

18

(29)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi

ini adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitiasn yuridis

normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada

peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.19

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data

sekunder didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni

undang-undang yang di dalamnya mengandung pengaturan tentang

kepolisian dan salah tembak, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,

dan KUHP/

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum

dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

19

(30)

terhadap hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang

hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran

kepustakaan, studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini

menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya

merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari

teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan

dan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam membantu penulis dan pembaca untuk pemahaman suatu Skripsi

perlu dibuat sistematika (gambaran isinya) dengan menguraikan secara singkat

materi-materi yang terdapat didalam uraian mulai dari bab I sampai dengan

bab yang terakhir sehingga tergambar hubungan antara bab yang satu dengan

(31)

Jadi gambaran isi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan diuraikan pembahasan tentang : Latar

Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian

Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian serta

Sistematika Penulisan.

BAB II. PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA

MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN

MASYARAKAT

Dalam Bab ini akan diuraikan pembahasan tentang : Sanksi Hukum

Terhadap Perjudian, Bentuk-Bentuk Perjudian di Dalam Masyarakat

serta Penegakan Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Perjudian

Togel di Kalangan Masyarakat.

BAB III. HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI

PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang : Faktor

Penyebab Terjadinya Perjudian serta Hambatan Kepolisian Dalam

Menanggulangi Perjudian Togel di Kalangan Masyarakat.

BAB IV UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

PERJUDIAN TOGEL

Dalam Bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Upaya

(32)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bagian akhir ini akan diberikan Kesimpulan dan

(33)

BAB II

PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI

PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT

A. Sanksi Hukum Terhadap Perjudian

Adapun ketentuan tentang bobot sanksi pidana yang akan dikenakan

terhadap para pembuat tindak pidana perjudian terlihat dari rumusan ketentuan

yang termuat dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP sesuai dengan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1974. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut

adalah:

Pasal 303

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana

denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa

mendapat izin:

a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu.

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada

khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta

dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk

menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya

sesuatu tata cara.

(34)

(2)kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan

pencaharian itu.

(3)Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana

pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada

kebertuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih

mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan

atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut

berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Pasal 303 bis

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana

denda paling banyak sepuluh juta rupiah;

a. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan

dengan melanggar ketentuan Pasal 303;

b. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau dipinggir jalan

umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada

izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk

mengadakan perjudian itu.

(2)jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada

pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini,

dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda

(35)

Dari rumusan ketentuan pasal tersebut diatas maka dapat disimpulkan

bahwasanya pembentuk undang-undang telah merumuskan ancaman pidana

yang akan dikenakan terhadap tindak pidana perjudian adalah pidana penjara

atau pidana denda. Pidana penjara paling tinggi berkisar 10 (sepuluh tahun)

dan denda yang tertinggi yang akan dikenakan adalah dua puluh lima juta

rupiah.

Menurut Adam Chazawi dalam rumusan kejahatan Pasal 303 KUHP,

ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel), dimuat dalam

ayat (1):

1. Butir 1 ada dua macam kejahatan.

2. Butir 2 ada dua macam kejahatan; dan

3. Butir 3 ada satu macam kejahatan.20

Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat

(3) menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh

ayat (1).

Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut diatas

mengandung unsur tanpa izin. Tanpa unsur tanpa izin inilah melekat sifat

melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai

perjudian itu. Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat

atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan

terebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya oleh karena itu tidak

20

(36)

dipidana. Dimasukkannya unsur tanpa izin ini oleh pembentuk undang-undang

dikarenakan perjudian terkandung suatu maksud agar pemerintah atau pejabat

pemerintah tertentu tetap dapat melakukan pengawasan dan pengaturan

tentang permainan judi.

1. Kejahatan Pertama

Kejahatan bentuk pertama dimuat dalam butir 1 yaitu: kejahatan yang

melarang orang yang tanpa izin yang dengan sengaja menawarkan atau

memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai

mata pencaharian. Dengan demikian jenis kejahatan ini, terdiri dari

unsur-unsur sebagai berikut.

Unsur-unsur objektif:

a. Perbuatannya menawarkan atau memberikan kesempatan.

b. Objeknya: utuk bermain judi tanpa izin.

c. Dijadikannya sebagai mata pencaharian

Unsur subjektif:

d. Dengan sengaja.

Bentuk kejahatan yang pertama ini, si pembuat tidak melakukan

bermain judi. Disini tidak ada larangan main judi, tetapi perbuatan yang

dilarang adalah (atau) menawarkan kesempatan bermain judi, dan (2)

memberikan kesempatan bermain judi. Sementara itu, orang yang bermain judi

dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis

(37)

Arti “menawarkan kesempatan” bermain judi ialah si pembuat

melakukan perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak

orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu

tertentu. Perbuatan ini mengandung pengertian belum ada orang yang bermain

judi, hanya sekedar perbuatan permulaan pelaksanaan dari perbuatan

memberikan kesempatan untuk bermain judi (perbuatan kedua).

Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah pembuat

menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat

tertentu untuk bermain judi. Jadi disini telah ada orang yang bermain judi.

Misalnya menyediakan atau menyewakan rumah atau kamar untuk

orang-orang yang bermain judi.

Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi haruslah dijadikannya

sebagai pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan

berlangsung lama dan dari perbuatan si pembuat demikian dia mendapatkan

uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Perbuatan

itu baru bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih

dahulu dari instansi atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Dalam kejahatan bentuk pertama terdapat unsur kesengajaan. Artinya si

pembuat memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan

kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Si pembuat

sadar bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah

(38)

sebagai pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia

mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.

Sementara itu, unsur kesengajaan ini tidak harus ditujukan terhadap

unsur tanpa izin. Artinya dalam hal si pembuat melakukan dua perbuatan yang

dilarang itu tidak menjadikan syarat tentang bagaimana sikap batinnya

terhadap tanpa izin, tidak disyaratkan bahwa dia harus menawarkan

kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi tidak mendapatkan izin

dari instansi atau pejabat yang berwenang. Hal ini dikarenakan letak unsur

tanpa izin ini berada sebelum unsur kesengajaan dalam rumusan kejahatan.

2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam butir 1, ialah melarang orang

yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan atau usaha

permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif:

a. Perbuatannya; turut serta.

b. Objek: dalam suatu kegaitan usaha permaianan judi tanpa izin;

Unsur Subjektif:

c. Dengan sengaja.

Pada kejahatan jenis kedua ini, perbuatan adalah turut serta

(deelnemen). Artinya ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan

judi yang disebutkan pada bentuk pertama yang diterangkan di atas. Apabila

(39)

55 dan 56 KUHP, pengertian turut serta menurut pasal ini lebih luas daripada

sekedar turut serta pada bentuk pembuat peserta (medepleger). Pengertian dari

perbuatan turut serta atau menyertai (deelnement) di sini selain orang yang

melakukan perbuatan seperti yang dilakukan pembuat peserta (medepleger)

menurut Pasal 55, juga termasuk pembuat pembantu (medeplictige) dalam

Pasal 56, dan tidak mungkin sebagai pembuat penyuruh (doen pleger) atau

pembuat penganjur (uit lokker), karena kedua bentuk yang disebutkan terakhir

ini tidak terlibat secara fisik dalam orang lain melakukan perbuatan yang

dilarang.

Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha

permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari

perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada

orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau

penghasilan. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi adalah

setiap kegiatan yang menyediakan waktu dan tempat pada orang-orang untuk

bermain judi, yang terdiri dari kegiatan itu dia mendapatkan uang atau

penghasilan. Seperti juga pada bentuk pertama, pada kejahatan jenis kedua ini

terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan disini harus ditujukan pada unsur

perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaanya itu adalah dalam

kegiatan permainan judi.

3. Kejahatan Ketiga

(40)

sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk

bermain judi”. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur:

Unsur-unsur objektif;

a. Perbuatan; menawarkan dan memberi kesempatan

b. Objek: kepada khalayak umum.

c. Untuk bermain judi tanpa izin;

Unsur subjektif;

d. Dengan sengaja

Kejahatan perjudian yang ketiga ini, mirip sekali dengan kejahatan

perjudian bentuk pertama. Persamaanya pada unsur tingkah laku, yakni pada

perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan.

Sedangkan perbedaannya, ialah sebagai berikut:

a. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan

memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu

bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Tetapi pada bentuk

yang ketiga tidak berlaku, jika kedua perbuatan itu hanya ditujukan pada

satu orang tertentu.

b. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu

dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak

disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian.

Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada

(41)

kesempatan untuk bermain judi. Pada bentuk ketiga terdapat pula unsur

kesengajaan, yang harus ditujukan pada: (atau) melakukan perbuatan

menawarkan kesempatan dan perbuatan memberi kesempatan; (b) khalayak

umum, dan (c) bermain judi. Artinya, si pembuat menghendaki untuk

mewujudkan kedua perbuatan itu di depan khalayak umum adalah untuk

bermain judi.

Akan tetapi kesengajaan pembuat tidak perlu ditujukan pada unsur

tanpa izin, karena unsur tanpa izin dalam rumusan letaknya sebelum unsur

kesengajaan. Artinya si pembuat tidak perlu menyadari bahwa di dalam

melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan

itu ia tidak mendapatkan izin dari instansi yang berwenang.

4. Bentuk Keempat

Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam ayat (1) Pasal 303, adalah

larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha

perjudian tanpa izin. Unsur-unsurnya adalah:

Unsur-unsur Objektif:

a. Perbuatannya: turut serta.

b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin;

Unsur subjektif:

c. dengan sengaja.

Kejahatan bentuk keempat ini, hampir sama dengan kejahatan bentuk

(42)

sebagai mata pencaharian itu. Akan tetapi pada bentuk keempat ini, perbuatan

turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai

mata pencaharian. Demikian juga kesengajaan pembuat dalam melakukan turut

sertanya ditujukan pada kegitan dalam melakukan perbuatan menawarkan

kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan bermain judi kepada

khalayak umum.

5. Bentuk Kelima

Bentuk kelima kejahatan mengenai perjudian ialah “melarang orang

yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang

dijadikannya sebagai mata pencaharian.” Dengan demikian, dalam kejahatan

bentuk kelima ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

a. perbuatannya: turut serta

b. objek; dalam permainan judi tanpa izin;

c. sebagai mata pencaharian.

Perbuatan materiil turut serta (deelnemen) terdapat pada kejahatan

bentuk kedua, keempat dan kelima. Pengertian perbuatan turut serta telah

diterangkan secara cukup pada saat pembicaraan bentuk kedua, sehingga tidak

perlu diterangkan lagi.

Pada bentuk kelima ini, unsur dalam “menjalankan kegiatan usaha”

tidak dimuat lagi. Artinya si pembuat di sini tidak ikut serta dalam

menjalankan usaha permainan judi. Menjalankan usaha adalah berupa

(43)

judi. Pada bentuk kelima ini, si pembuat ikut terlibat bersama orang lain yang

bermain, dan bukan terlibat bersama pembuat yang melakukan usaha perjudian

yang orang ini tidak ikut bermain judi.

Si pembuat dalam bermain judi tanpa izin haruslah dijadikannya

sebagai mata pencaharian, artinya dari permainan judi ini dia mendapatkan

penghasilan yang untuk keperluan hidupnya. Jadi tidak dipidana apabila ia

bermain judi hanya sebagai hiburan belaka.

Pada ayat (2) Pasal 303 dikatakan diancam pidana pencabutan hak

menjalankan pencarian bagi barang siapa yang melakukan lima macam

kejahatan mengenai perjudian tersebut di atas dalam menjalankan

pencahariannya. Pada ayat (3) diterangkan tentang arti perjudian, yakni

tiap-tiap permainan di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung

bergantung pada peruntungan belaka, dan juga karena permainannya terlatih

atau lebih mahir.

B. Bentuk-Bentuk Perjudian di Dalam Masyarakat

Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut

ketekunan serta keterampilan dijadikan alat judi. Umpamanya

pertandingan-pertandingan atletik, badminton, tinju, gulat dan sepak bola. Juga

pacuan-pacuan misalnya: pacuan-pacuan kuda, anjing balap, biri-biri dan karapan sapi.

Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk

(44)

sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna

memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan.

Di samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial

bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.

Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1974 tentang Penertiban Perjudian, Pasal 1 ayat (1), disebutkan beberapa

macam perjudian yaitu:

Bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud pasal ini meliputi:

1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari :

a. Roulette

b. Blackjack.

c. Bacarat.

d. Creps.

e. Keno.

f. Tombala.

g. Super Ping-Pong.

h. Lotto Fair.

i. Satan.

j. Paykyu.

k. Slot Machine (Jackpot).

(45)

m. Big Six Wheel.

n. Chuc a Cluck.

o. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan.

p. Yang berputar (Paseran).

q. Pachinko.

r. Poker.

s. Twenty One.

t. Hwa-Hwe.

u. Kiu-Kiu

2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian

dengan:

a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak

bergerak.

b. Lempar gelang.

c. Lempat uang (coin).

d. Koin.

e. Pancingan.

f. Menebak sasaran yang tidak berputar.

g. Lempar bola.

h. Adu ayam.

i. Adu kerbau.

(46)

k. Pacu kuda.

l. Kerapan sapi.

m. Pacu anjing.

n. Hailai.

o. Mayong/Macak.

p. Erek-erek.

3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian

yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan:

a. Adu ayam.

b. Adu sapi.

c. Adu kerbau

d. Pacu kuda.

e. Karapan sapi.

f. Adu domba atau kambing

g. Adu burung merpati.

Dalam penjelasan di atas, dikatakan bahwa bentuk perjudian yang

terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu

tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan

berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak

merupakan perjudian.

Ketentuan pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang

(47)

perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.

C. Penegakan Hukum Dalam Rangka Menanggulangi Perjudian Togel di

Kalangan Masyarakat.

Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam masyarakat adalah

tunduk kepada tata tertib atas peraturan di masyarakat atau negara, kalau tata

tertib yang berlaku dalam masyarakat itu lemah dan berkurang maka

kesejateraan dalam masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin

kacau sama sekali.

Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih

dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatno dalam

bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian daripada

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan

untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya,

yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana

tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana

yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

(48)

tersebut.21

Dikatakan bahwa hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu negara, karena di samping hukum pidana itu

masih ada hukum-hukum yang lain misalnya hukum perdata, hukum tata

negara, hukum islam, hukum tata pemerintahan dan sebagainya.

Membicarakan masalah hukum pidana tidak lepas kaitannya dengan

subjek yang dibicarakan oleh hukum pidana itu. Adapun yang menjadi subjek

dari hukum pidana itu adalah manusia selaku anggota masyarakat. Manusia

selaku subjek hukum yang pendukung hak dan kewajiban di dalam

menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan masyarakat tidak jarang

menyimpang dari norma yang ada. Adapun penyimpangan itu berupa tingkah

laku yang dapat digolongkan dalam pelanggaran dan kejahatan yang

sebetulnya dapat membahayakan keselamatan diri sendiri, masyarakat menjadi

resah, aktivitas hubungannya menjadi terganggu, yang menyebabkan didalam

masyarakat tersebut sudah tidak terdapat lagi ketertiban dan ketentraman.

Sebagaimana diketahui secara garis besar adanya ketertiban itu

dipenuhi oleh adanya peraturan atau tata tertib, ketentuan-ketentuan yang

bersangkutan dengan tata tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang

posisinya di dalam masyarakat sebagai norma hukum. Dengan adanya tatanan

norma tersebut, maka posisi yang paling ditekankan adalah norma hukum,

meskipun norma yang lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan

masyarakat.

(49)

Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan

peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat.

Peraturan-peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya bila

peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan

hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si pelanggar akan

sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada prinsipnya

setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang tidak

mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut.

Untuk menjaga ketertiban dan ketentraman tersebut, hukum pidana

diharapkan difungsikan di samping hukum lainnya yang terdapat di dalam

masyarakat. Norma hukum sedikit atau banyak berwawasan pada objek

peraturan yang bersifat pemaksa dan dapat disebut hukum. Adapun maksud

disusunnya hukum dan peraturan lainnya adalah untuk mencapai ketertiban

dan kesejahteraan dalam masyarakat dan oleh sebab itu pembentukan

peraturan atau hukum kebiasaan atau hukum nasional hendaklah selalu

benar-benar ditujukan untuk kepentingan umum.

Menurut Ronny Hanintijo Soemitro bahwa: “Fungsi hukum di dalam

kelompok itu adalah menerapkan mekanisme kontrol sosial yang

membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat tidak dikehendaki

sehingga hukum memiliki suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi

kelompok itu. Anggota-anggota kelompok yang bekerja di dalam ruang

(50)

menuju ke arah penyimpangan guna menjamin agar kelompok tersebut tetap

utuh, atau kemungkinan lain hukum gagal dalam melaksanakan tugasnya

sehingga kelompok itu hancur, cerai berai atau punah”.22

Menurut Sudarto bahwa tiap-tiap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Oleh karenanya hukum itu dibuat oleh penguasa yang berwenang untuk

menuju kebaikan-kebaikan maka konsekuensinya setiap pelanggaran hukum

harus diberi reaksi atau tindakan yang tepat, pantas agar wibawa tegaknya

hukum terjaga seperti halnya hubungan norma hukum terhadap pemberantasan

perbuatan perjudian di masyarakat. Hukum pidana yang berlaku sekarang ini

sudah diusahakan untuk disesuaikan dengan dikeluarkannya Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan hukum Pidana dan munculnya

undang-undang pidana di luar W.V.S.

Menurut Bambang Poernomo, pengertian hukum pidana yaitu:

“Pertama, hukum merupakan organ peraturan-peraturan yang abstrak, dan

kedua, hukum merupakan suatu proses sosial untuk mengadakan tertib hukum

dan mengatur kepentingan masyarakat”.

Melihat definisi hukum pidana dari pendapat ahli hukum pidana itu

maka hukum pidana itu diadakan untuk kepentingan masyarakat. Jadi seluruh

anggota masyarakat sangat mengharapkan peranan hukum pidana dalam

pergaulan hidup diantara sesama manusia, oleh karena itu dalam

pelaksanaannya dapat bermanfaat bagi masyarakat.

22

(51)

memuat 2 hal yang pokok:

1. Pertama memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan yang diancam pidana,

artinya memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan

pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolah-olah negara

menyatakan kepada penegak hukum perbuatan-perbuatan apa yang

dilarang dan siapa yang dapat dipidana.

2. Kedua, KUHPidana menetapkan dan mengemukakan reaksi apa yang akan

diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan

tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya. Selanjutnya karena

tujuan hukum pidana mempunyai kaitan dengan pemidanaan, maka sesuai

dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1972 dapat

dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuan

pemidanaan adalah :

1. Untuk mencegah dilakukan tindak pidana demi penganyoman negara,

masyarakat dan penduduk.

2. Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota yang berbudi

baik dan berguna.

3. Untuk menghilangkan noda-noda diakibatkan oleh tindak pidana.

4. pemidanaan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.

(52)

semata-mata dengan jalan menjatuhkan pidana (straaft) tetapi disamping itu

juga menggunakan tindakan-tindakan (maatregel). Jadi disamping pidana ada

pula tindakan. Tindakan ini pun merupakan suatu sanksi juga, walaupun tidak

ada pembalasan padanya.

Tujuan pemidanaan pada umumnya adalah :

1. Mempengaruhi perikelakuan si pembuat agar tidak melakukan tindak

pidana lagi, biasanya disebut prevensi special.

2. Mempengaruhi perikelakuan anggota masyarakat pada umumnya agar

tidak melakukan tindak pidana seperti yang dilakukan oleh si terhukum.

3. Mendatangkan suasana damai atau penyelesaian konflik.

4. Pembalasan atau pengimbalan dari kesalahan si pembuat.

Dalam pada itu tidak boleh dilupakan, bahwa hukum pidana atau sistem

pidana itu merupakan bagian dari politik kriminal, ialah usaha yang rasional

dalam mencegah kejahatan yaitu dengan penerangan-penerangan serta

pemberian contoh oleh golongan masyarakat yang mempunyai kekuasaan.

Begitu pula terhadap perjudian yang merupakan salah satu bentuk

kejahatan yang memenuhi rumusan KUHP yaitu, yang diatur melalui Pasal

303 dan 303 bis, hal ini sesudah dikeluarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1974 tentang Penertiban Perjudian ancaman pidana bagi perjudian tersebut

diperberat, perincian perubahannya sebagai berikut:

1. Ancaman pidana dalam Pasal 303 (1) KUHP diperberat menjadi pidana

(53)

dua puluh lima juta rupiah.

2. Pasal 542 KUHP diangkat menjadi suatu kejahatan dan diganti sebutan

menjadi Pasal 303 bis KUHP, sedangkan ancaman pidananya diperberat

yaitu: ayat (1) menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau

denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Ayat (2) menjadi pidana

penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima

belas juta rupiah.

Larangan-larangan perjudian dalam KUHP sekarang ini adalah seperti

berikut: Permainan judi pertama-tama diancam hukuman dalam Pasal 303

KUHP yang bunyinya:

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana

denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa

mendapat izin:

a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu.

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada

khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta

dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk

menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya

sesuatu tata cara.

(54)

(2)kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan

pencaharian itu.

(3)Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana

pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada

keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih

mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan

atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut

berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Objek di sini adalah permainan judi dalam bahasa asingnya disebut

hazardspel. Bukan segala permainan masuk hazardspel yaitu tidak hanya

pemainan yang luas. Dalam arti kata yang sempit permainan hazard adalah

segala permainan jika kalah menangnya orang dalam permainan itu tidak

tergantung kepada kecakapan, tetapi melulu hanya tergantung kepada nasib

baik dan sial saja.

Dalam arti kata yang luas yang termasuk hazard juga segala permainan

yang pada umumnya kemungkinan untuk menang tergantung pada nasib atau

secara kebetulan. Biarpun kemungkinan untuk menang itu bisa bertambah

besar pula karena latihan atau kepandaian pemain atau secara lain dapat

dikatakan bahwa yang dinamakan permainan hazard itu ialah, suatu permainan

jika kalah menangnya orang dalam permainan itu tergantung kepada nasib dan

(55)

dengan permainan judi sebelumnya hanya diartikan dalam arti yang sempit,

tetapi dalam perkembangan diartikan dalam arti yang luas yaitu di samping

unsur kecakapan dan unsur keahlian ditambah dengan unsur latihan atau

kepandaian si pemain. Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 303 bis KUHP

yaitu:

Diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling

banyak sepuluh juta rupiah:

Ke-1 : Barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, diadakan,

dengan melanggar ketentuan tersebut pasal 303.

Ke-2 : Barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum

atau di pinggiran maupun di tempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum,

kecuali jika untuk mengadukan itu ada izin dari penguasa yang wenang.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

bahwa pemberatan ancaman pidana terhadap bandar judi dan pemain yang ikut

judi tampak niat pembentuk undang-undang itu dari pihak pemerintah,

sehingga dapat dikatakan pemerintahlah yang mempunyai niat baik itu.

Melihat rumusan peraturan hukum pidana tersebut berarti sudali jelas

bahwa perjudian dilarang oleh norma hukum pidana karena telah memenuhi

rumusan seperti yang dimaksud, untuk itu dapat dikenal sanksi pidana yang

pelaksanaannya diproses sesuai dengan hukum acara pidana. Dalam

kenyataannya bahwa judi tumbuh dan berkembang serta sulit untuk

(56)

pinggir jalan raya bahkan ada yang dilakukan secara terorganisir dan

terselubung dan beraneka ragam yang dilakukan oleh para penjudi tersebut

yang sebenarnya dilarang.

Perkembangan masyarakat yang pesat di jaman modern ini sebagai

akibat dari berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), perlu

diikuti dengan kebijakan di bidang hukum sebagai sarana untuk menertibkan

dan melindungi masyarakat dalam mencapai kesejahteraannya. Munculnya

kejahatan-kejahatan dengan dimensi baru yang bercirikan modern yang

merupakan dampak negatif dari perkembangan yang sangat cepat dibidang

teknologi informasi, perlu pula ditanggulangi dengan berbagai upaya

penanggulangan yang lebih efektif.

Guna mengatasi kejahatan modern tersebut perlu adannya kerjasama

antara masyarakat dan aparat penegak hukum disamping juga perlu dilakukan

pembenahan serta pembangunan hukum pidana yang menyeluruh baik dari

segi struktur, substansi maupun budaya hukumnya.

Di Indonesia saat ini tengah berlangsung usaha untuk memperbaiki

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai bagian dari usaha

pembaharuan hukum nasional yang menyeluruh. Usaha pembaharuan itu tidak

hanya karena alasan bahwa KUHP yang sekarang diberlakukan dianggap tidak

sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan masyarakat khususnya karena

perkembangan IPTEK, tetapi juga karena KUHP tersebut tidak lebih dari

(57)

pandangan hidup bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia tentunya tidak terlepas

dari politik hukum yang bertugas untuk meneliti perubahan-perubahan yang

perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan baru di dalam masyarakat. Politik hukum tersebut meneruskan arah

perkembangan tertib hukum, dari “ius constitutum’ yang bertumpu pada

kerangka landasan hukum yang terdahulu menuju pada penyusunan “ius

constituendum” atau hukum pada masa yang akan datang.

Hal tersebut di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Barda

Nawawi Arief, yaitu :62 “Pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya

mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan refo

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jalur ( path analysis ) dan Sobel test. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini: 1) keadilan distributif,

Ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan bahan bakar pertalite, pertamax dan pertamax turbo terhadap konsumsi bahan bakar spesifik, yaitu berdasarkan nilai rata –

Pelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah. Masalah utamanya yaitu seperti apakah media pembelelajaran yang inovatif pada pelajaran PKn

Hal ini dapat dilihat dari hasil dari cerpen tersebut dari sikap para ibu-ibu yang menuduh Bu Zus karena suaminya tergila-gila oleh suara saat Bu Zus menyanyi di kamar mandi

syarikat di Jerman kerana mereka memberi bantuan modal kepada syarikat- syarikat tersebut... Kesan Revolusi Perindustrian.. KESAN EKONOMI..

Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu

Berdasarkan beberapa penelitian dan literatur tentang teh putih menunjukkan bahwa, kandungan aktif yang terdapat dalam teh berupa EGCG yang merupakan derivat dari

penelitkin ini tidak a h clapat diselesakm sebjgaimana yang diharapkan dan m o g a kerjasama yang baik ini akan lebih baik lagi di masa yang rrken datgng.. HETODE