MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I,
KABUPATEN SAROLANGUN BANGKO, JAMBI (1981-1990)
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
l
e
h
Nissye Dian Lestari
040706007
Pembimbing
Dra. Lila Pelita Hati, MSi NIP. 131 996 186
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Tinjauan Pustaka
1.5 Metode Penelitian
BAB II GAMBARAN UMUM DESA HITAM ULU I 2. 1 Propinsi Jambi
2.2 Letak Geografis Hitam Ulu I
BAB III PROSES PERPINDAHAN MASYARAKAT JAWA
3.1 Faktor Pendorong Transmigrasi Masyarakat Jawa ke Kabupaten Sarolangun Bangko
3.1.1 Keadaan Geografis 3.1.2 Keadaan Ekonomi 3.2 Faktor Penarik
3.2.1 Informasi Tentang Transmigrasi 3.2.2 Sosialisasi Transmigrasi
3.3 Proses Penduduk Jawa Ikut Transmigrasi
3.3.1 Transmigrasi dari Pekalongan /Jawa Tengah 3.3.2 Transmigrasi dari Bandung/ Jawa Barat 3.3.3 Transmigrasi dari Jawa Timur
3.3.4 Transmigrasi dari Intransum ABRI
3.4 Kedatangan Penduduk Pulau Jawa ke Desa Hitam Ulu, Kab.Sarko
BAB IV MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA 4.1 Kehidupan Baru di Daerah Transmigrasi 4.2 Masa Bercocok Tanam
4.3 Masa Perawatan
4.4 Peningkatan Kehidupan Masyarakat Transmigran Jawa
BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH
“Pelajarilah ilmu.
Barang siapa mempelajarinya karena Allah, itu taqwa. Menuntutnya, itu ibadah.
Mengulang-ulangnya, itu tasbih. Membahasnya, itu jihad.
Mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itu sedekah. Memberikannya kepada ahlinya,
itu mendekatkan diri kepada Allah”.
(Abusy Syaikh Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr, Ilya Al-Ghozali, 1986).
Dengan Ridho Allah SWT kuselesaikan skripsi ini, yang kupersembahkan
sebagai tanda bukti dan terima kasihku buat orang-orang yang selalu kucintai
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta salawat dan salam atas junjungan nabi Besar Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta telah memberikan kesehatan, kekuatan, ketabahan, serta ketekunan kepada penulis, sehingga selesainya penulisan skripsi ini.
Deangan selesainya skripsi ini, penulis sangat mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahnda dan Ibunda ku yang tercinta dan tersayang yang telah membesarkan, mendidik dan menyekolahkan Ananda serta tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungannya kepada Ananda selama dalam mengikuti perkuliahan. Segala bentuk nasehat dan petuah yang Ayahnda dan Ibunda berikan senantiasa akan selalu Ananda ingat. Tak mungkin Ananda dapat membalas semua pengorbanan yang Ayahnda dan Ibunda berikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. Terakhir Ananda hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar Ayahnda dan Ibunda selalu mendapat lindunganNya, amin.
2. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, Msi, sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, dan telah ,meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Budi baik yang Ibu berikan akan selalu penulis ingat, tak mungkin penulis dapat membalas semua budi baik Ibu, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U, selaku Pimpinan Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama dalam perkuliahan.
4. Bapak Pimpinan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan selama mengikuti perkuliahan.
5. Seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Administrasi pendidikan Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu penulis dari mulai masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Terkhusus penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Nurhabsyah Msi, yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis. Semog Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulsi, amin.
6. Bapak Drs. Suprayitno, M Hum selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan nasehat-nasehat kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Semua nasehat yang bapak berikan akan selalu penulis ingat, tak mungkin penulis dapat membalas semua yang telah bapak berikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.
7. Kakaknda-kakanda ku, Indra Yas Budi, Nino Surya Abadi, Rhio Yul Satria dan Kambarina terima kasih atas dukungannya selama ini. Terkhusus untuk adik-adik ku Gus Elfa Resi Ana, Ade Thia Sukma Nanda, Reza Rahmansyah buatlah orang tua kita bangga akan dirimu. Special penulis ucapkan kepada Kakanda Supriadi yang selalu ada dihatiku yang dengan setia dan sabar memberikan dukungan dan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Engkaulah permata yang dikirim Allah SWT untuk memotivasi dan mengisi hari-hari ku.
saudara dan hal-hal baru yang tak pernah dapat penulis lupakan terima kasih atas kebersamaan dan motivasi kalian semua. Terkhusus buat kak Hj. Nany Hutabat S.H dan Kak Drs.Bebas Surbakti yang telah membimbing dan melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis selama ini.
9. Abang, Kakak senior dan alumni serta Adik-adik sejurusan terima kasih atas dukungan yang kalian berikan. Sahabat-sahabat ku stambuk 04 terkhusus kepada Oriza, Piolina, Wardika, Ain dan Denni yang juga telah banyak memberikan dukungan kepada penulis.
10.Ija’s Family, bunda Ijah dan Icha, terima kasih atas kebaikan yang telah diberikan, tak mungkin penulis dapat membalas semua kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda atas semua kebaikan yang telah diberikan amin.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi ini terkhusus Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko dan semua yang terlibat didalam kesempurnaan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan ganjaran yang berlipat ganda.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Kasih dan SayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan
Skripsi ini.
Adapun judul Skripsi yang Penulis tulis adalah mengenai, “ MASYARAKAT
TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I, KABUPATEN SAROLANGUN
BANGKO, JAMBI (1981-1990)”, yang diajukan sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Sastra di Departemen Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Studi Kepustakaan dan Studi
Lapangan. Selain itu digunakan juga wawancara bebas untuk lebih mendalami keadaan
Masyarakat Transmigran Jawa di desa Hitam Ulu I.
Tujuan dari penulisan Skripsi ini, dengan mengambil judul, ” MASYARAKAT
TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I, KABUPATEN SAROLANGUN
BANGKO, JAMBI (1981-1990)”, adalah untuk mengetahui latar belakang, proses
berpindahnya masyarakat Jawa dan keberhasilan apa yang mereka dapatkan menjadi
transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko.
Sadar akan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati
Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan Skripsi ini.
Akhir kata semoga Skripsi ini bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pihak-pihak
yang memerlukannya.
Medan, Agustus 2009
Penulis
Nissye Dian Lesatari
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif naratif. Bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis sejarah kehidupan masyarakat transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi.
Sebelum tahun 1981 daerah Hitam Ulu I dahulunya merupakan kawasan hutan. Ketika menjadi salah satu program penempatan transmigrasi maka oleh pemerintah pada REPELITA III (tahun 1980 sampai dengan tahun 1985) dibukalah hutan tersebut sebagai daerah transmigrasi bagi program kebijakan pemerintah.
Akibat dari program transmigrasi yang dijalankan pemerintah daerah ini diberi nama desa Hitam Ulu I. Sesuai dengan namanya, daerah ini dibelah oleh aliran sebuah sungai yang airnya berwarna hitam.
Oleh pemerintah di pindahkanlah penduduk-penduduk Pulau Jawa kedaerah ini. Penduduk tersebut berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Ternyata dilatarbelakangi oleh dorongan kemiskinan, keamanan, keinginan merantau untuk mengetahui daerah baru dan sebagainya.
Dengan perlengkapan seadanya mereka pindah ke Desa Hitam Ulu I. Dan mereka menjalani kehidupan baru yang cukup memprihatinkan dikarenakan pada tahun pertama daerah ini masih kosong karena tanam-tanaman yang bisa dimakan belum ada, sehingga di masa pertama mereka ditempatkan kehidupan mereka mendapat bantuan dari pemerintah sampai mereka bisa bertahan dan hidup dari lahan yang mereka olah.
Pemerintah melaksanakan pembinaan masyarakat di daerah pemukiman transmigrasi Desa Hitam Ulu I mulai awal penempatan hingga tahun 1990. Ditujukan guna untuk membentuk landasan yang kuat agar dalam waktu relatif singkat, yaitu 5 tahun masyarakat transmigran mampu melanjutkan pembangunan di berbagai bidang secara mandiri. Melalui tiga tahapan yaitu masa konsolidasi (perkenalan), masa pengembangan dan pemantapan.
Melalui KUD (Koperasi Unit Desa) Sarana Makmur desa Hitam Ulu I sebagai sarana untuk meningkatkan kehidupan transmigran jawa dalam mensukseskan program transmigrasi REPELITA III yang berpola perkebunan. Dan akhirnya sekitar tahun 1990 kehidupan mereka mengalami kemajuan.
Metode yang digunakan dalam meneliti Kehidupan Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I (1981-1991) adalah dengan metode sejarah dan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah penulis menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Dari sumber yang diperoleh, maka disimpulkan dan menghasilkan penulisan deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian tentang Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I pada tahun 1981-1990 adalah untuk mengetahui latar belakang, proses berpindahnya masyarakat Jawa dan keberhasilan apa yang mereka dapatkan menjadi transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko.
Dan program transmigrasi yang dijalankan pemerintah Kabupaten Sarolangun Bangko pada masa itu memperoleh keberhasilan meningkatkan kehidupan masyarakat jawa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada permulaan abad kedua puluh kemiskinan sedang meningkat di Pulau Jawa
dikarenakan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari masa ke masa. Hal ini
sangat menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda yang pada masa itu sebagai bangsa
penjajah yang cukup lama menguasai Pulau Jawa.
Mengingat pertumbuhan penduduk di Jawa sangat pesat dan sulitnya pekerjaan,
mengakibatkan banyak pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan,
disamping itu perusahaan milik pengusaha Belanda di luar Jawa yang bergerak di bidang
perkebunan sangat membutuhkan tenaga kerja murah. Hal ini mendorong pemerintah
Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa.
Keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan
penduduk tersebut atas usulan Van deventer. Van deventer membuat suatu rumusan pokok
yang mana akhirnnya pada tahun 1905 dikenal dengan nama kebijakan Ethische Politiek
yaitu educatie, irrigatie, dan emigaratie1
1
Utomo Muhajir, Ahmad Rafiq (ed). 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi. 1997. Jakarta : Puspa Swuara. hlm 53.
. Dengan kata lain, pemerintah Belanda
melaksanakan pembangunan sekolah-sekolah bagi rakyat yang dijajah, perbaikan kondisi
bahan pangan dengan membangun irigasi, serta mengadakan perpindahan penduduk dari
Pulau Jawa ke pulau-pulau lainnya. Pimpinan pertama penyelenggaraan perpindahan
Sukabumi. Setelah kemerdekaan, program tersebut diteruskan oleh pemerintah Indonesia
tetapi namanya diganti menjadi transmigrasi2
Transmigrasi adalah peristiwa perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat
penduduknya ke wilayah pulau lain yang penduduknya masih jarang atau belum ada
penduduknya sama sekali. Program transmigrasi ini biasanya diatur dan didanai oleh
pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah dengan program
yang diikuti adalah transmigrasi umum. Sesampainya di tempat transmigrasi para
transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk
penunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru .
Dengan adanya program transmigrasi yang dicanangkan Pemerintah Republik
Indonesia pascakemerdekaan, tujuan program transmigrasi pun berubah. Tujuan awal
program kolonisasi pun masih sederhana, yaitu demografis semata yang berubah menjadi
program lebih kompleks, yaitu pembangunan wilayah dan bahkan terakhir menjadi salah
satu program integrasi nasional.
Perjalanan satu abad kolonisasi atau 58 tahun transmigrasi dengan berbagai
plus-minusnya, ternyata berdampak luar biasa terhadap pembangunan bangsa. Program ini telah
banyak berperan dalam menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, pusat-pusat
keunggulan (lumbung pangan, lumbung ternak, dan perkebunan), dan telah melahirkan para
tokoh intelektual dan tokoh masyarakat.
3
2
Joan Hardjono (sunting). Transmigrasi : dari Kolonialisasi sampai Swakarsa. 1982. Jakarta : PT. Gramedia, hlm 3.
3
Swasono, Sri Edi dan Masri Singarimbun (ed). Transmigrasi di Indonesia 1905-1985. 1986. Jakarta : UI Press, hlm 276.
Menteri Transmigrasi tahun 1985, Martono dalam tulisannya yang berjudul Panca
Matra Transmigrasi Terpadu menyatakan bahwa :
dilaksanakannya transmigrasi ke daerah yang masih sedikit atau belum ada penduduknya dengan maksud sebagai pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan daerah, baik daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan nasional.4
Usaha pembangunan di bidang transmigrasi erat hubungannya dengan
pembangunan daerah, baik di daerah asal maupun daerah penerima. Bagi daerah asal yaitu Oleh karena itu tujuan diadakan transmigrasi adalah untuk meratakan persebaran
penduduk di seluruh wilayah Indonesia, untuk pertahanan dan keamanan / pertahanan
keamanan lokal nasional, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memberikan
kesempatan merubah nasib.
Dalam hubungan ini, transmigrasi akan membantu dan merangsang peningkatan
pembangunan di daerah-daerah yang relatif masih terbelakang, sehingga menjamin adanya
keserasian dalam laju pertumbuhan antar daerah. Program transmigrasi, selain akan
mengurangi kepadatan penduduk di daerah-daerah tertentu juga akan memperluas landasan
bagi kegiatan-kegiatan pembangunan sektor-sektor lain, sehingga hasil pembangunan yang
diperoleh dapat dibagi lebih merata. Dengan makin meluasnya usaha pembangunan di
bidang-bidang lain seperti pertanian, industri, perhubungan, perdagangan dan lain-lain,
maka transmigrasi turut memperluas kesempatan bekerja, khususnya bagi golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Di samping itu, transmigrasi juga menunjang
usaha-usaha pembinaan pemukiman dan lingkungan hidup, peningkatan pertahanan dan
keamanan nasional, dan pembauran bangsa.
4
Jawa, Bali dan Lombok yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi, transmigrasi
dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk dan memindahkan mereka dari
daerah-daerah tertentu sehingga memungkinkan dilaksanakannya usaha-usaha rehabilitasi
daerah. Bagi daerah penerima, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya,
transmigrasi dimaksudkan untuk membantu memenuhi sebagian kebutuhan tenaga kerja di
daerah-daerah yang penduduknya relatif sedikit sehingga sumber-sumber alam yang
tersedia, khususnya di sektor pertanian, dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dalam pelaksanaannya, transmigrasi melibatkan banyak instansi fungsional. Oleh
karena itu, koordinasi antara instansi yang menangani transmigrasi baik di pusat, di daerah
maupun di lapangan saling berkaitan. Keserasian kegiatan antara satu instansi dengan
instansi lainnya merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan transmigrasi dalam pencapaian
tujuan pembangunan.
Dari segi pengembangan ekonomi, transmigrasi dapat dibedakan ke dalam :
transmigrasi dengan pola pertanian pangan, perkebunan, nelayan/ tambak serta industri. Di
samping jenis/ tipe transmigrasi tersebut di atas, adapula bentuk transmigrasi yang lain,
yaitu transmigrasi lokal, transmigrasi sisipan, transmigrasi pramuka dan transmigrasi bedol
desa5
Dari segi pengembangan ekonomi tersebut program transmigrasi di lokasi penelitian
bertipe transmigrasi dengan pola perkebunan, melalui transmigrasi umum yaitu dimana
semua pembiayaan dan fasilitas ditanggung oleh pemerintah. Menurut hasil wawancara, .
5
Warsito, Rukmadi. Transmigrasi : Dari Daerah Asal sampai Benturan Budaya di Tempat
sebagian dari masyarakat transmigran Desa Hitam Ulu I berasal dari bentuk transmigrasi
bedol desa.
Pulau Jawa merupakan wilayah yang subur dan memiliki jumlah penduduk yang
besar dibanding dengan pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia. Dengan luas wilayah
yang relatif sempit dan jumlah penduduk yang tinggi maka hal ini menyebabkan masalah
kepadatan penduduk tidak bisa dihindari pada wilayah ini. Kondisi ini sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat karena mayoritas penduduknya adalah bekerja
sebagai petani namun luas arel tanah pertanian yang tersedia sangat terbatas.
Namun tidak semua penduduk hidup didaerah subur, adapula penduduk yang
tinggal di daerah yang kering dan gersang seperti di lereng-lereng pegunungan yang mana
kondisi ini menyulitkan petani-petani jawa untuk bertani ditambah lagi dengan ada juga
petani yang menjadi penggarap/ pekerja dilahan orang karena mereka tidak memiliki lahan
pertanian/ tanah pekarangan dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan. Hal tersebut
menyebabkan banyak penduduk jawa yang ikutserta dalam program transmigrasi ke daerah
yang luas tanah pertaniannya dan jarang penduduknya.
Salah satu wilayah program penempatan transmigrasi dari Pulau Jawa ke Pulau
Sumatera adalah Propinsi Jambi. Wilayah ini memiliki luas lebih kurang 53.244 kilometer
persegi atau 5.324.000 hektar. Di propinsi Jambi, kepadatan penduduk rendah dan
penyebaran penduduk tidak merata merupakan persoalan yang cukup menonjol. Rendahnya
tingkat kepadatan penduduk tersebut menyulitkan usaha pengembangan potensi dan
pembangunan ekonomi masing-masing wilayah. Sehingga kebijakan transmigrasi
pembangunan pusat-pusat pemukiman dan produksi, yang tersebar di seluruh Daerah
Tingkat II.
Untuk menerapkan hal tersebut, maka Kabupaten Sarolangun Bangko merupakan
salah satu pilihan daerah untuk program itu. Sarolangun Bangko merupakan daerah
potensial untuk perkembangan pertanian dikarenakan terletak di dataran rendah dan dataran
tinggi yang subur dengan hutan yang begitu luas dengan hasil hutannya yang banyak serta
yang lebih pentingnya lagi adalah sedikitnya penduduk asli yang mendiami daerah tersebut.
Penduduk yang dipindahkan ke daerah ini berasal dari pulau Jawa. Karena daerah
tersebut merupakan daerah asal transmigrasi sesuai dengan Undang-Undang nomor 3
Tahun 1972 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Transmigrasi (lihat lampiran). Penduduk
yang berpindah ke daerah Sarolangun Bangko pada umumnya berasal dari propinsi Jawa
Tengah, dan sebagian Jawa Timur serta Jawa Barat6
Jumlah Transmigran menurut Tahun Penempatan
. Di bawah ini adalah nama-nama desa/
lokasi penempatan masyarakat transmigran jawa beserta jumlahnya di kabupaten
Sarolangun Bangko yaitu sebagai berikut :
7
Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarko, Laporan Tahunan Tahun Anggaran
4. Pamenang XII 1984/1985 495 2.000
5. Kubang Ujo III 1981/1982 400 1.783
6. Hitam Ulu I 1980/1981 500 2.134
7. Hitam Ulu II 1980/1981 500 1.997
8. Hitam Ulu III 1980/1981 500 2.118
9. Hitam Ulu IV 1980/1981 457 1.477
10. Hitam Ulu V 1980/1981 343 2.187
11. Hitam UluVI 1981/1982 400 1.920
12. Pemenang VII 1979/1980 450 1.753
13. Hitam Ulu VIII 1979/1980 705 1.989
14. Hitam Ulu IX 1979/1980 430 1.582
15. Hitam Ulu X 1979/1980 415 1.835
16. Hitam Ulu XI 1982/1983 240 1.104
17. Hitam Ulu XII 1981/1983 736 2.068
18. Hitam Ulu XV 1982/1983 674 1.321
19. Hitam Ulu XIV 1982/1983 436 2.602
20. D. Luncuk III 1981/1982 500 1.807
21. D. Luncuk IV 1981/1982 500 2.085
22. D. Luncuk V 1981/1982 500 2.057
Jumlah Total 10.402 42.804
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masa awal pelaksanaan transmigrasi kebijakan
pemerintah era orde baru, terjadi pada tahun program Rencana Pembangunan Lima Tahun
III (REPELITA III) yang periodesasinya adalah tahun 1980 sampai dengan 1985 8
Transmigrasi dengan pola perkebunan sangat cocok sekali di daerah Jambi, hal ini
dikarenakan daerah Jambi khususnya Sarolangun Bangko merupakan daerah potensial
untuk sektor pertanian karena hutannya yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang
sangat sedikit. Mengenai jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel di bawah ini
, dengan
Luas Wilayah, Satuan Pemerintahan dan Penduduk
Daerah Tingkat I : Jambi Tahun 1980
Kabupaten/
Utomo Muhajir, Ahmad Rafiq, Op.cit. hlm 62. 9
Transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah mengakibatkan dibukanya sebagian
wilayah hutan sebagai penghidupan baru bagi masyarakat Transmigran Jawa. Masyarakat
jawa tersebut mulai menjalani kehidupan baru yaitu bercocok tanam. Sebagian besar
penduduk transmigrasi tersebut mendapatkan lahan yang diberikan ¼ hektar luas areal
pemukiman dengan ukuran rumah 6 X 8 meter/ kepala keluarga, 1 hektar ladang kosong
untuk bercocok tanam, serta 2 hektar lahan kosong untuk ditanami tanaman perkebunan
jangka panjang seperti kelapa sawit10
Periode yang diambil dalam penelitian ini 1981 sampai dengan 1990. Awal
penelitian pada tahun 1981 karena terjadi peristiwa penting yaitu periode awal program
penempatan transmigrasi serta mulai masuknya transmigran Jawa ke daerah Hitam Ulu I, .
Dengan adanya perhatian dan kebijakan dari pemerintah, maka para masyarakat
transmigran jawa mengalami banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Untuk melihat
perjalanan kehidupan mereka dari apa yang melatarbelakangi masyarakat Transmigran
Jawa ikut bertransmigrasi ke Kabupaten Sarolangun Bangko, bagaimana proses
perpindahan masyarakat transmigran tersebut hingga bagaimana keberhasilan dan
kehidupan setelah mereka menjalani kehidupan didaerah baru yaitu di Desa Hitam Ulu I,
Kabupaten Sarolangun Bangko. Maka dengan ini penulis menyajikan hasil penelitian
penulis dengan judul “Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten
Sarolangun Bangko Propinsi Jambi (1981-1990)”.
2. Rumusan Masalah
10
sedangkan tahun 1990 adalah batasan akhir dari penelitian ini yaitu tahun terakhir
kebijakan untuk perpindahan penduduk jawa yang bertransmigrasi ke daerah tersebut (
transmigrasi umum ) serta adanya terlihat peningkatan perekonomian pada masyarakat
transmigrasi dikarenakan hasil ladang/ kebun mereka.
Agar penelitian ini lebih terarah, permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah :
1. Apa latar belakang masyarakat Jawa bertransmigrasi ke Desa Hitam Ulu I,
Sarolangun Bangko ?
2. Bagaimana proses perpindahan masyarakat transmigran Jawa ke Desa Hitam Ulu I,
Sarolangun Bangko ?
3. Bagaimanakah keberhasilan masyarakat Jawa di Desa Hitam Ulu I, Sarolangun
Bangko ?
2. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi
peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum.
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui latar belakang berpindahnya masyarakat Jawa ke Desa Hitam Ulu I,
Kabupaten Sarolangun Bangko.
2. Mengetahui bagaimana proses perpindahan masyarakat transmigrasi Jawa ke Desa
Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko.
3. Mengetahui keberhasilan masyarakat Jawa di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten
Sarolangun Bangko.
1. Memperbanyak khasanah bacaan tentang keberhasilan program pemerintah yaitu
transmigrasi.
2. Dapat memberikan informasi yang berguna tentang masyarakat transmigran jawa
yang berada di Kabupaten Sarolangun Bangko Propinsi Jambi khususnya Desa
Hitam Ulu I bagi masyarakat luas.
3. Sebagai sumber sejarah ( literatur/ informasi ) yaitu terjadinya mobilisasi
perpindahan penduduk ( transmigrasi ) dari pulau Jawa ke daerah Prop. Jambi,
Kabupaten Sarolangun Bangko.
4. Tinjauan Pustaka
Buku yang berjudul 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi, di terbitkan
pada tahun 1997 oleh Departemen Transmigrasi. Sesuai dengan judulnya buku ini
membahas sejarah dan perkembangan transmigrasi di Indonesia, transformasi budaya
pada pelaksanaan program transmigrasi, serta teknologi dalam program transmigrasi
yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan transmigran, buku ini
membantu penulis didalam memberikan informasi tentang seputar latar
belakang kehidupan ekonomi masyarakat transmigrasi pada umumnya
dan masyarakat jawa yang ikut program transmigrasi tersebut ke desa Hitam Ulu I
khususnya.
Monografi Proyek Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko, 1983 memaparkan
tentang monografi Transmigrasi di Kabupaten Sarolangun Bangko daerah Hitam Ulu I,
Buku yang berjudul Profil Propinsi Republik Indonesia : Jambi, ditulis oleh Rudini,
dkk. Menceritakan tentang Profil Propinsi Jambi, yang sangat membantu penulis untuk
lebih mengetahui dan memahami tentang daerah yang akan penulis teliti.
Buku yang berjudul Transmigrasi : Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di
Tempat Pemukiman ditulis oleh Rukmadi Warsito, dkk yang merupakan hasil
studi kepustakaan tentang transmigrasi, yang memaparkan tentang berbagai persoalan
dalam kebijaksanaan dan pelaksanaan program transmigrasi mulai dari daerah
asal, benturan sosial budaya didaerah pemukiman baru. Buku ini banyak
menampilkan data-data tentang transmigrasi yang dapat membantu penulis
dalam memahami kehidupan baru masyarakat transmigrasi yang mereka jalani
didaerah transmigrasi yaitu di desa Hitam Ulu I.
Buku Transmigrasi di Indonesia 1905-1985, oleh Sri Edi Swasono dan Masri
Singarimbun, menceritakan tentang transmigrasi secara historis yang mencakup
periode lama maupun baru. Buku ini membantu penulis dalam menyajikan
data-data, ketentuan-ketentuan pokok tentang masyarakat jawa bertransmigrasi ke desa
Hitam Ulu I.
Laporan Tahunan kantor wilayah departemen transmigrasi propinsi daerah tingkat I
Jambi Tahun anggaran 1984/1985 serta 1988/1989. Membantu penulis dalam mengetahui
bagaimana perjalanan program transmigrasi di Kabupaten Sarolangun Bangko umumnya
5. Metode Penelitian
Rangkaian penelitian dan penulisan karya ilmiah ini secara teoritis mengikuti
kaidah-kaidah yang tercakup dalam metode sejarah. Penulisan sejarah merupakan suatu
karya ilmiah yang memerlukan adanya metode untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah
agar lebih baik. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dan peninggalan masa lampau11. Metode berupa aturan-aturan yang dirancang
untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah. Metode
sejarah bersifat ilmiah jika dengan ilmiah dimaksudkan mampu untuk menentukan fakta
yang dapat dibuktikan dan dengan fakta diperoleh hasil pemeriksaan yang kritis terhadap
dokumen sejarah dan bukannya suatu unsur daripada aktualitas yang lampau12
Dari data atau sumber yang terkumpul dilakukan kritik terhadap sumber agar
menjadi sumber yang dipilih. Langkah ini disebut kritik sumber, baik kritik intern maupun
kritik ekstern. Kemudian langkah berikutnya adalah interpretasi, yaitu menafsirkan .
Tahap pertama dari penelitian ini adalah tahap heuristik, yaitu : mengumpulkan
literatur termasuk bahan-bahan keterangan berkenaan dengan penelitian, data atau laporan
dari pemerintah daerah Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko, juga sebagai referensi
digunakan situs internet yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Dan
penulis juga menggunakan teknik wawancara dengan informan-informan yang telah dipilih
untuk mendapatkan keterangan lebih lengkap dan mendalam. Dengan demikian penulisan
skripsi ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan.
11
Louis Gotschlalk, Understanding History. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, 1985. Jakarta : UI Press, hlm.32.
12
sumber-sumber yang terkumpul agar menjadi fakta yang valid. Langkah yang terakhir
adalah historiografi, yaitu penulisan secara sistematis dan kronologis.
Penulis menggunakan metode di atas untuk melakukan penelitian yang
menghasilkan tulisan ilmiah. Dengan hal tersebut, semoga tulisan ini dapat menjadi tulisan
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA HITAM ULU I
2.1 Propinsi Jambi
Propinsi Jambi memiliki lebih kurang 60 % merupakan dataran rendah, dan lebih
kurang 40 % merupakan dataran tinggi. Daerah dataran rendahnya terdiri dari 45 % dataran
kering dan 55 % daerah rawa-rawa berada pada ketinggian lebih kurang 12,5 meter dari
permukaan laut.
Daerah ini memiliki kekayaan hutan tropis karena wilayahnya memiliki iklim tropis
basah dengan beberapa variasi, rata-rata curah hujan berkisar antara 2500-4000 milimeter
per tahun di dataran tinggi/ pegunungan dan antara 2000-3000 milimeter per tahun di
dataran rendah. Tanah di Propinsi Jambi sebahagian besar terdiri dari jenis tanah podsolik
yang terdapat di bagian tengah Propinsi Jambi. Di daerah bagian pantai timur terdapat
orgonosol dan glay humus, sedangkan di daerah-daerah bukit/ pegunungan bagian barat
terdapat tanah andosol, regosol dan latosol.
Wilayah Propinsi Jambi yang memiliki dataran rendah yang luas ialah Kabupaten
Sarolangun Bangko. Kabupaten ini terletak 1,220-2,220 Lintang Selatan dan 101,300
-103,150 Bujur Timur, dengan luas wilayah 14.200 Kilometer persegi, dimana sebelah
Utaranya berbatasan dengan : Kabupaten Bungo Tebo, Timur : Kabupaten Batang Hari,
Selatan : Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), Barat : Kabupaten Kerinci. Dengan 9
terakhir Batang Asai13
Selama Repelita I dan II Propinsi Jambi telah mengusahakan peningkatan produksi
tanaman pangan, pembangunan di segala bidang namun usaha tersebut belum dapat
mengatasi isolasi daerah secara tuntas
. Daerah-daerah ini merupakan salah satu pilihan daerah untuk
program itu. Dan Sarolangun Bangko merupakan daerah potensial untuk perkembangan
pertanian dikarenakan terletak di dataran rendah dan dataran tinggi yang subur dengan
hutan yang begitu luas dengan hasil hutannya yang banyak serta yang lebih pentingnya lagi
adalah sedikitnya penduduk asli yang mendiami daerah tersebut.
14
Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Kerinci dengan pusat pengembangan di Sungai Penuh, dan yang merupakan daerah belakangnya adalah Air Hangat,
.
Dalam usaha tersebut pemerintah melibatkan seluruh wilayah Propinsi Jambi ke
dalam kegiatan pembangunan, selama Repelita III diadakan kebijaksanaan untuk membagi
daerah ini menjadi 4 wilayah. Berdasarkan perkembangan sampai pada akhir Repelita III
dan seterusnya berubah menjadi menjadi 5 wilayah yaitu ;
Wilayah Pembangunan I meliputi wilayah Kotamadya Jambi, Kabupaten Batanghari, Kecematan Pauh dan Kecamatan Tebo Ilir dengan Kotamadya Jambi sebagai pusat pengembangannya. Wilayah ini menghasilkan terutama barang-barang hasil industri dan kerajinan, karet, dan hasil-hasil hutan.
Wilayah Pembangunan II meliputi wilayah Kabupaten Tanjung Jabung dengan pusat pengembangannya di Kuala Tungkal. Wilayah ini menghasilkan padi di daerah pasang surut, ikan, kelapa, dan hasil-hasil hutan.
Wilayah Pembangunan III meliputi Kabupaten Bungo Tebo dengan pusat pengembangannya di Muara Bungo, dan Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Tebo Ulu, Jujuhan, Rimbo Bujang dan Tebo Tengah sebagai daerah belakangnya. Daerah ini menghasilkan karet dan hasil hutan.
Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Sarolangun Bangko dengan Bangko sebagai pusat pengembangan, dan Sungai Manau, Muara Siau, Jangkat, Bangko, Tabir, Muaro Limun, Batang Asai dan Sarolangun sebagai daerah belakangnya. Daearh ini menghasilkan karet, hasil hutan, cassiavera, cengkeh dan kopi.
13
Rudini, dkk. Op.cit, hlm 256.
Gunung Raya, Sungai Penuh, Gunung Kerinci, Sitinjau Laut dan danau Kerinci. Daerah ini menghasilkan cassiavera, cengkeh, teh, kopi, beras, dan sayur-sayuran.15
Untuk mendukung terlaksananya program pembangunan nasional dan daerah secara
lebih merata, seperti yang digariskan dalam Trilogi Pembangunan16
Desa Hitam Ulu I membujur dari 1052’ Lintang Selatan hingga 204’ Lintang Selatan
dan 102016’ hingga 102040’ Bujur Timur. Berada di wilayah Kecamatan Tabir Kabupaten
Sarolangun Bangko Propinsi Jambi. Dengan iklim dipengaruhi 2 (dua) musim yaitu musim
kemarau dari bulan April sampai dengan bulan September, sedangkan bulan Oktober , maka kebijaksanaan
umum pembangunan daerah Jambi diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian
dalam arti luas, yang mencakup peningkatan produksi pangan, tanaman perdagangan
(komiditi ekspor), peternakan, perikanan, dan kehutanan, yang semuanya dikaitkan dengan
peningkatan pendapatan masyarakat serta perluasan kesempatan kerja. Untuk mencapai
tujuan tersebut diadakan usaha ekstensifikasi, diversifikasi, intensifikasi di bidang produksi
dan rehabilitasi prasarana dan sarana pertanian, peningkatan fungsi irigasi yang telah ada,
dan pembangunan irigasi baru. Oleh sebab itu demi mencapai laju pertumbuhan
perekonomian daerah Jambi, maka transmigrasi merupakan salah satu program terpenting
jalan keluar bagi pemerintah Propinsi Jambi untuk mewujudkan Trilogi Pembangunan
tersebut.
2.2 Letak Geografis Hitam Ulu I
15Ibid, hlm 262.
16
Trilogi Pembangunan :
1)pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
sampai bulan Maret adalah musim hujan. Dengan jenis tanah organosol, hidromarfik
kelabu, lotosol coklat, alufial, serta podsolik coklat17
Desa ini dibelah oleh sebuah sungai yang airnya berwarna hitam, sehingga daerah
tersebut diberi nama desa Hitam Ulu I. Karena ada 14 desa yang dialiri air sungai tersebut
maka dibagilah nama-nama daerah tersebut menjadi 14 yaitu desa Hitam Ulu I, II, III dan
seterusnya. Jenis tanahnya : Organosol, Hidromarfik kelabu, Lotosol coklat, Alufial,
Podsolik coklat. Dengan bentuk pemukiman tanah mulai dari dataran bergelombang dan
berombak dengan kemiringan sp 8%
.
Flora dan Faunanya berupa : hutantropika, semak-semak dan belukar sehingga
banyak terdapat berbagai jenis kayu antaralain : meranti, balam, tembesu, sepat yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.
18
Sebelum daerah ini menjadi salah satu daerah program penempatan transmigrasi
asal Pulau Jawa, daerah ini dahulunya adalah hutan. Ketika menjadi salah satu program
penempatan transmigrasi maka oleh pemerintah dibukalah hutan tersebut dengan dua cara.
Yang pertama yaitu cara manual membabat dan membakar. Dengan cara manual lebih
dahulu tanaman bawah dibabat baru kemudian pohon-pohon ditebang. Seresah tanaman
dan batang-batang pohon kemudian dibiarkan mengering dan pengeringan akan lebih cepat
bila dahan-dahan dan ranting-ranting pohon dipotong. Sesudah kering dilakukan
pembakaran dan kemudian batang-batang kayu dapat dipotong-potong untuk dijual atau . Desa Hitam Ulu I dibelah oleh sebuah jalan utama
yaitu jalan raya Tabir. Jarak dari desa ke kota kabupaten sekiutar 25 kilometer dengan
waktu tempuh sekitar kurang dari 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.
17
Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko, Monografi Proyek
Transmigrasi Hitam Ulu, 1983, Bangko : Departemen Transmigrasi, hlm 1.
18
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, atau dipakai untuk keperluan lain seperti bangunan.
Tunggul-tunggul pohon biasanya dibiarkan dan tidak dicabut.
Cara yang kedua yaitu cara mekanis memakai alat-alat besar seperti buldozer.
Mula-mula buldozer menumbangkan pohon-pohon dan kemudian membersihkan lahan dari
semua vegetasi termasuk tunggul-tunggul pohon. Dalam proses pembersihan ini sebagian
lapis atas tanah juga terangkut bersama seresah dan tunggul-tunggul tersebut. Pemanenan
batang-batang kayu sukar dilakukan karena seluruh bahan vegetasi bercampur aduk
sepanjang jalur pengumpulan. Seresah dan batang-batang kayu pada jalur pengumpul
dibiarkan tetapi biasanya dibakar sesudah mengering. Setelah hutannya dibuka sebagai
lahan pemukiman penempatan untuk para transmigran maka selanjutnya dibuatlah jalan.
Jalan ini menghubungkan Satuan Pemukiman (SP) dengan pemukiman yang lain
yang disebut dengan jalan poros, serta jalan yang menghubungkan dengan pusat Satuan
Kawasan Pemukiman (SKP), jalan yang menghubungkan dengan jalan negara/ jalan
propinsi yang ada. Proyek pembukaan hutan dan jalan ini disebut dengan Rencana Satuan
Pemukiman Transmigrasi (RTSP)19
Oleh karena telah dibukanya daerah baru akibat terwujudnya RTSP maka
terbukalah daerah yang dinamakan Hitam Ulu I. Desa Hitam Ulu I terdiri atas lima dusun.
Adapun ke lima dusun tersebut membelah desa menjadi lima. Di bagian utara merupakan
wilayah Dusun I, bagian selatan timur merupakan wilayah Dusun III, bagian barat
merupakan wilayah Dusun II, sedangkan bagian selatan merupakan wilayah Dusun IV dan
V, dengan kantor desa terletak ditengah-tengah desa. Begitulah dusun-dusun yang terdapat .
19 Direktorat jenderal penyiapan pemukiman transmigrasi. Final Report : Proyek
Perencanaan jalan pemukiman transmigrasi wilayah sumater bagian selatan. 1983. Jambi :
didalam wilayah desa Hitam Ulu I. Setiap dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun atau
BAB III
PROSES PERPINDAHAN MASYARAKAT JAWA
Indonesia adalah negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah, namun
ironisnya sampai sekarang Negara Indonesia dapat dikategorikan negara yang kurang maju
atau dapat dikatakan terbelakang. Salah satu sebab utama adalah karena kurang
seimbangnya persebaran penduduk. Hal ini sangat mengganggu pembangunan nasional.
Transmigrasi sebagai suatu upaya untuk mencapai keseimbangan penyebaran
penduduk, juga dimaksudkan untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja,
meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Sehingga dengan beban tugas
tersebut transmigrasi akan mampu memberikan dukungan kepada sektor-sektor demi
pembangunan Indonesia.
Kebijakan Transmigrasi dirumuskan dalam Panca Matra Transmigrasi Terpadu,
yaitu melalui rumusan sebagai berikut :
“ Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam rangka pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan daerah, baik daerah yang ditinggalkan, maupun daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan Nasional “. 20
20Swasono, Sri Edi dan Masri Singarimbun, Op.cit, hlm 188.
Dari rumusan tersebut selanjutnya dijabarkan : Transmigrasi adalah pemindahan
penduduk dalam rangka pembentukan masyarakat baru.
Pengaturan mengenai daerah asal dapat kita temukan pada pasal 10 Undang-undang
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi dan pertahanan-keamanan serta atas usul Menteri, daerah yang dipandang perlu dipindahkan penduduknya, dapat ditetapkan sebagai daerah asal dengan keputusan Presiden.21
- Kepadatan penduduk dan lapangan kerja yang sangat sempit.
Yang dimaksud dengan pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi dan
pertahanan keamanan adalah sebagai berikut :
- Luas areal tanah pertanian yang sangat terbatas.
- Jenis kesuburan tanah yang tidak menguntungkan.
- Adanya bencana alam dan gangguan keamanan.
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1973 menetapkan pulau-pulau Jawa, Madura,
Bali dan Lombok sebagai Daerah Asal Transmigrasi.
Ada 4 (empat) macam ukuran untuk menentukan prioritas pemindahan penduduk
dari pulau-pulau tersebut di atas yaitu :
1. Daerah yang terkena bencana alam.
2. Derah kritis (tanah-tanah gundul, daerah aliran sungai dan sebagainya).
3. Daerah yang penduduknya terlalu padat.
4.Daerah yang terkena pembangunan (umpamanya untuk membangun dam, seperti
Wonogiri). 22
Penduduk yang tertarik mengikuti program transmigrasi dari Jawa ke daerah Hitam
Ulu I tersebut, dilatarbelakangi karena dorongan kemiskinan, keamanan, keinginan
3.1 Faktor Pendorong Transmigrasi Masyarakat Jawa ke Kabupaten Sarolangun
Bangko
21Ibid, hlm 190
merantau untuk mengetahui daerah baru dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara dengan para transmigran. Bapak Barkah, transmigran asal daerah Pekalongan
berkata 23
Bapak Eman, transmigran asal daerah Jawa Barat :
“ ... di Jawa kehidupan kami sangat susah. kami tidak memiliki tanah pekarangan untuk diolah, hidup kami mengandalkan mencari kayu bakar dari hutan, kemudian kami jual ke penduduk. Uang yang pas-pasan tersebut kami gunakan untuk keperluan membeli beras ... ”
24
Bapak Poniran, transmigran asal Kabupaten Kendal :
“ ... ketika itu, penduduk yang berada khususnya di daerah sekitar Gunung Galunggung sangat ketakutan dan merasa kurang aman untuk beraktifitas menjalani kehidupan sehari-hari. Karena pada masa tersebut Gunung Galunggung meletus, banyak rumah, ladang dan daerah yang rusak terkena larvanya ... “
25
Dari arsip yang berhasil diperoleh dari Dinas Transmigrasi Kabupaten Sarolangun
Bangko, menyatakan bahwa penduduk berasal dari daerah Kabupaten Pekalongan (Jawa
Tengah), Kabupaten Kendal (Jawa Tengah), Kabupaten Purworejo dan Grobogan (Jawa
Tengah), sekitar propinsi Jawa Timur, kota Bandung dan sekitar Propinsi Jawa Barat,
Intransum Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Diponegoro (Jawa Tengah), :
“ ... di kampung dulu, saya numpang di rumah mertua saya. Saya bekerja serabutan untuk menghidupi istri saya. Waktu itu ada saya dengar ada program transmigrasi ke Sumatera. Karena ingin merantau, ingin hidup mandiri memiliki tanah dan tinggal dirumah sendiri, saya mencoba mendaftarkan diri beserta keluarga saya ... “
Faktor inilah yang menyebabkan mereka berani meninggalkan kampung
halamannya dan menjalani kehidupan di daerah yang baru yang belum pernah mereka
datangi.
yang ditempatkan di Desa Hitam Ulu I Kabupaten Sarolangun Bangko, Propinsi Jambi
(lihat lampiran I).
3.1.1 Keadaan Geografis
Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/ Kota di Propinsi
Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa
memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan. Sebelah
Timur berbatasan dengan : Kabupaten Batang, Utara : Laut Jawa, Selatan : Kabupaten
Banjarnegara, Barat : Kabupaten Pemalang26
Pekalongan merupakan perpaduan antara wilayah dataran rendah dan tinggi.
Wilayah bagian utara adalah dataran rendah dan bagian wilayah selatannya berupa
pegunungan/ dataran tinggi. Curah hujan pada rata-rata per tahun 2.954 milimeter dengan
rata- rata hari hujan 113 hari. Kondisi tanah berdasarkan luas daerah Kabupaten
Pekalongan sekitar 83.613,068 hektar yang terdiri atas tanah sawah 25.472,069 hektar
(30,46%), dan tanah kering 58.140,999 hektar (69,54%). .
27
Begitu juga halnya dengan wilayah sekitar Pekalongan seperti Kabupaten
Grobogan, Kendal dan Purworejo. Keadaan alam Kabupaten Grobogan terdapat banyak
bukit kapur dibagian utara wilayah kabupaten ini yang dikenal dengan Pegunungan Kapur
Utara. Bagian tengah terdiri atas dataran rendah, tanahnya banyak menerima endapan
lumpur. Tanah berlumpur ini menjadi kering dan retak pada musim kemarau. Serta wilayah
bagian selatan merupakan daerah bukit kapur. Maka banyak penduduk yang dikarenakan
lahan pertanian kering dan berbukit kapur, gersang, curah hujan yang kurang, mereka hidup
miskin dan bahkan adapula penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian/ tanah
perkarangan untuk tinggal sehingga kehidupan mereka dibawah garis kemiskinan28
Dan secara geografis Kabupaten Kendal terletak pada posisi 109º40’-110º 18’ Bujur
Timur dan 6º 32’-7º 24’ Lintang Selatan dengan luas wilayah keseluruhan sekitar 1.002,23
km2 atau 100.223 hektar. dengan ketinggian diatas permukaan laut berkisar antara 4-641
meter. Batas wilayah Kabupaten Kendal secara administratif adalah di sebelah utara
yaitu Laut Jawa, di sebelah timur berbatasan dengan kota Semarang, disebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Batang. Dan jarak terjauh wilayah Kabupaten Kendal dari Barat ke Timur adalah sejauh 40
Km, sedangkan dari Utara ke Selatan adalah sejauh 36 Km
.
29
Kota Bandung yang terletak di koordinat 107° Bujur Timur and 6° 55’ Lintang .
Wilayah Kabupaten Kendal terbagi menjadi 2 (dua) daerah dataran, yaitu daerah
dataran rendah (pantai) dan daerah dataran tinggi (pegunungan). Wilayah Kabupaten
daerah dataran rendah terletak di bagian utara yang berdekatan dengan Laut Jawa, kondisi
iklim di daerah ini cenderung lebih panas dengan suhu rata-rata 270C. Sedangkan wilayah
Kabupaten Kendal bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi,
kondisi iklim di daerah tersebut cenderung lebih sejuk dengan suhu rata-rata 250C.
Sedangkan pemanfaatan lahan/tanah di Kabupaten Kendal meliputi: tanah sawah, tanah
tegalan/kebun, perkebunan, dan sebagainaya.
Selatan dengan luas Kota Bandung adalah 16.767 hektar. Kota Bandung terletak di
ketinggian ± 768 meter di atas permukaan laut. Daerah utara Kota Bandung pada umumnya
lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ± 1050
meter dari permukaan laut, sedangkan di bagian selatan adalah ± 675 meter dari permukaan
laut. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam
cekungan30
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yait .
bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan
terhadap masalah banjir.
Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dengan Bapak Eman,
transmigran asal Jawa Barat, bahwa pada tanggal 5 Mei 1982, Gunung Galunggung
meletus. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir sekitar tanggal 8
Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar
karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan
pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni.
Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius
sekitar 20 kilometer dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang,
Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih
banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal
perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir.
31
31Wawancara Bapak Eman, tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Hal inilah yang membuat banyak penduduk Jawa Barat sekitar daerah Gunung
Galunggung dipindahkan ke daerah baru untuk ditempatkan di program penempatan
transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko salah satunya yaitu ke daerah Hitam Ulu.
Untuk Intransum ABRI Diponegoro asal Jawa Tengah lebih di dorong oleh faktor
ekonomi. Untuk keadaan geografis sebagai faktor pendorong tidak terlalu mempengaruhi
karena geografis asal Intransum ABRI Bataliyon Diponegoro berada di kota Semarang
yaitu berada di Asrama Bataliyon Diponegoro, Jawa Tengah.
3.1.2 Keadaan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu
pada umumnya adalah bertani karena mereka bekerja di bidang pertanian. Hal ini sesuai
dengan potensi alam sebagian besar merupakan lahan pertanian. Namun dibalik potensi
alam yang bagus ternyata tidak semua penduduknya dapat menikmati dan memakmurkan
kehidupannya. Hal ini dikarenakan ada penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian,
yaitu ladang ataupun sawah sehingga pekerjaan mereka mencari kayu bakar ke hutan untuk
dijual kepada penduduk yang membutuhkannya. Bagi penduduk yang tinggal di desa-desa
hasil dari bertani tersebut umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tanpa
ada peningkatan, sehingga banyak penduduk yang miskin dan apalagi yang tidak memiliki
Begitu juga halnya dengan mata pencaharian penduduk Jawa Barat yang tinggal di
pedesaan sangatlah bergantung kepada keadaan daerah itu sendiri. Umumnya mereka
bertani dan bekerja di perkebunan karet sebagai buruh perkebunan karet. Menurut sumber
yang didapat menerangkan bahwa lapangan usaha masyarakat Jawa Barat pada umumnya
bergerak dalam bidang pertanian yaitu sekitar 68 %, sedangkan yang lainnya di bawah 10
% seperti : industri, perdagangan, Bank dan lembaga kerja lainnya.
Berdasarkan informasi yang didapat dari bapak Djemiran di Jalan Bintan tanggal 15
Maret 2009, yang dahulu didaerah asalnya ia seorang petani, didapati informasi bahwa
tanah pertanian di desa-desa di Kabupaten Purworejo, Kendal dan daerah sekitarnya hampir
seluruhnya merupakan tanah pertanian sawah tadah hujan. Tanah pertanian mencakup
sebagian dari tanah pekarangan, tetapi tidak tersedia data yang pasti tentang luas
pekarangan yang digunakan untuk usaha pertanian. Tanah pertanian pekarangan ditanami
dengan pohon buah-buahan dan pohon yang diambil buahnya untuk dibuat bahan makanan.
Pohon buah-buahan mencakup pohon mangga, pisang, dan sukun, sedangkan pohon yang
diambil buahnya yaitu pohon kelapa. Air nira dari pohon kelapa ini oleh sebagian besar
penduduk dimanfaatkan untuk membuat gula jawa. Usaha pertanian pekarangan ini
merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga, selain dari usaha tani palawija dan
sayur-sayuran. Dari hasil bercocok tanam tersebutlah kehidupan untuk setiap hari bisa
dicukupi namun tidak dapat meningkatkan kehidupan untuk lebih baik lagi32
Untuk Transmigran asal Intransum ABRI Diponegoro, dari hasil wawancara dengan
Bapak Tasiran pensiunan pegawai militer, yang kala itu beliau masih bertugas sebagai abdi
negara didapat informasi bahwa sebagian besar dari para transmigran asal Intransum ABRI .
merupakan mantan pejuang tahun 1948 dan ketika diberangkatkan mengikuti transmigrasi
ada sebagian yang sudah pensiun dan adapula yang masih bertugas / dinas. Pada tahun
1980an kehidupan mantan pejuang dan tentara yang masih bertugas sangatlah sederhana
karena gaji-gaji para ABRI pada masa itu belum terorganisir dengan baik. Sebab tidak
semua mantan-mantan pejuang terdata oleh pemerintah serta sarana prasarana yang kurang
sehingga informasi dan komunikasi berjalan dengan lamban. Ditambah dengan kecilnya
gaji yang mereka terima mengakibatkan kehidupan mereka cukup memprihatinkan dengan
istri dan beberapa anak yang mereka nafkahi. Oleh karena itu mereka ingin merubah
kehidupan lebih baik dan sekaligus dapat menjaga keutuhan wilayah Indonesia.33
Untuk memenuhi syarat sebagai transmigran telah diatur pada pasal 25 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 1973 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi
yang menyebutkan bahwa untuk menjadi transmigran wajib memenuhi syarat-syarat :
warga negara Republik Indonesia, berkelakuan baik, berbadan sehat, sukarela, mempunyai
Dari hal diatas, maka Para transmigran memiliki latar belakang dan faktor
pendorong yang berbeda-beda dalam mengikuti proyek penempatan transmigrasi yang
dilaksanakan pemerintah ke Pulau Sumatera khususnya ke desa Hitam Ulu I serta dalam
prosesnya.
3.2 Faktor Penarik
3.2.1 Informasi Tentang Transmigrasi
33
kemampuan dan keterampilan kerja, tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan tentang
penyelenggaraan transmigrasi34
Maka pemerintah membuat strategi penerangan yaitu memberikan pengertian umum
kepada masyarakat akan arti pentingnya transmigrasi dalam pembangunan bangsa,
sehingga dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menyakini bahwa transmigrasi
merupakan salah satu alternatif jawaban memerangi kesulitan hidup terutama di daerah
yang terkena / terancam bencana alam, daerah kritis dan tandus, daerah yang padat
penduduknya serta di daerah yang terkena pembangunan proyek-proyek .
35
Agar penerangan dapat menjangkau masyarakat luas maka penerangan transmigrasi
dilaksanakan dengan sistem langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud secara
lansung yaitu penerangan dilakukan oleh petugas-petugas penerangan transmigrasi dalam
masyarakat. Misalnya melalui rapat-rapat desa, sarasehan dan kelompok-kelompok yang
ada dalam masyarakat, sedangkan yang dimaksud secara tidak langsung yaitu penerangan
yang dilaksanakan melalui saran media massa maupun tokoh-tokoh masyarakat. Misalnya
melalui anjangsana tokoh-tokoh masyarakat, berita-berita pembangunan lewat Televisi
Republik Indonesia (TVRI), surat kabar, pertunjukan rakyat, pameran pembangunan, dan
sebagainya.
.
Dan kegiatan penerangan transmigrasi ini memerlukan kerjasama antara pihak
transmigrasi dengan instansi-instansi lainnya, misalnya Dinas Penerangan Daerah, para
Pamong Desa maupun tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian kebijaksanaan program
transmigrasi lebih dikenal dalam masyarakat.
34
Warsito, Rukmadi. Op.cit. hlm 170. 35
Setelah adanya penerangan maka penduduk dapat lebih mengerti tentang
transmigrasi, sehingga bagi penduduk yang ingin ikut harus mengisi formulir pendaftaran
(lihat lampiran II) dan menyelesaikan administrasi calon transmigran penempatan
transmigrasi ke pulau Sumatera. Dengan kriteria calon transmigran sebagai berikut : umur
kepala keluarga 20-40 tahun, status harus kawin, istri tidak mengandung lebih dari 3 bulan,
tidak membawa anak (bayi berumur kurang dari 6 bulan), tidak membawa anggota keluarga
yang berumur lebih dari 60 tahun.
Kemudian diadakan tahap penyeleksian dimaksudkan untuk memperoleh
tenaga-tenaga yang produktif yang benar-benar mampu untuk tumbuh dan berkembang dalam
waktu yang relatif singkat di daerah baru. Maka ditentukanlah penilaian yang menyangkut
mental, fisik maupun administrasi. Dengan calon transmigran yang terpilih yaitu :
penduduk yang berumur potensial tidak lebih dari sekitar 40 tahun, memiliki motivasi
tinggi, penduduk yang relatif paling memerlukan seperti petani yang tidak memiliki
tanah, buruh tani, petani kecil, dan sebagainya serta nilai tambahannya penduduk yang
memiliki keterampilan khusus seperti guru, tukang kayu, pandai besi, dan sebagainya untuk
mengantisipasi kekurangan tenaga terampil dalam menjalani kehidupan didaerah baru
nantinya.36
Menurut informasi dari transmigran asal Pekalongan (Jawa Tengah) Bapak Gasbi
yang beralamat di jalan Natuna, bahwa mereka diberi tontonan gratis yaitu layar tancep
tentang transmigrasi dari pemerintah setempat. Di film tersebut diperlihatkan daerah hutan
3.2.2 Sosialisasi Transmigrasi
36
yang dibuka untuk perkampungan baru, penduduknya diberi makan dan kebutuhan hidup
selama 1 tahun ditanggung oleh pemerintah, daerah tersebut ditanami berbagai macam jenis
tanaman, tanahnya luas, dan bila kita tetap bertahan didaerah tersebut maka kehidupan kita
akan berubah menjadi baik. Sehingga apa yang dikhawatirkan dari informasi yang simpang
siur yaitu bahwa ketika transmigran tinggal disana nantinya akan dimakan oleh harimau,
buaya dan binatang hutan, daerahnya sepi dan akan hidup susah dan sengsara ternyata tidak
seperti itu.37
Setelah mereka melihat tontonan layar tancep yang berisi tentang transmigrasi,
disosialisasikan apa itu program transmigrasi dan penjelasan manfaatnya terhadap
penduduk, maka mereka akhirnya mengerti dan paham tentang transmigrasi dan sebagian
ada yang ingin ikut bertransmigrasi ke Sumatera.
3.3 Proses Penduduk Jawa Ikut Transmigrasi
Setelah Para calon transmigran mendaftarkan diri dan yang dinyatakan lulus dalam
seleksi, maka sebelum diberangkatkan ke lokasi pemukiman transmigrasi terlebih dahulu
mereka harus menunggu pemberitahuan dan jadwal keberangkatan mereka dari pihak
transmigrasi. Mengenai pemberangkatan para transmigran dari daerah asal menuju ke
lokasi pemukiman transmigrasi maka pemerintah merangkul Departemen Perhubungan
yang bertugas menyediakan sarana angkutan yaitu laut, darat dan udara serta
pengamannanya untuk pemindahan dan penempatan transmigrasi demi berjalan dengan
lancarnya proses perpindahan transmigran.
37
3.3.1 Transmigrasi dari Kabupaten Pekalongan, Kendal, Purworejo, Grobogan (
Jawa Tengah )
Calon transmigran yang tertarik mendaftar ke Kepala Desa dan mengisi formulir
pendaftaran calon transmigrasi ke Sumatera. Beberapa waktu kemudian keluarlah
pengumuman bahwa mereka menjadi transmigran asal Jawa yang akan diberangkatkan ke
Sumatera.
Setelah itu beberapa hari sebelum berangkat mereka mendapatkan penyuluhan
seperlunya sehingga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Meskipun
sebagian besar melek huruf tetapi setidak-tidaknya kondisi ini membantu terselenggaranya
hidup bersama suku-suku lainnya secara harmonis.
Mereka yang ikut bertransmigrasi ke Sumatera diberangkatkan ke Solo dengan
menggunakan bus. Setelah itu diberangkatkan dengan Garuda Indonesia langsung ke Kota
Jambi yaitu tujuan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin. Perjalanan dilanjutkan dengan
angkutan darat yaitu bus dan truk pengangkut barang. Akhirnya sampai ke Kabupaten
Sarolangun Bangko. Kemudian setelah itu dibawa berpencar sesuai daerah tujuan
penempatan transmigrasi dengan menggunakan mobil kecil. Tepat pada tanggal 13 Mei
1983 sebanyak 60 Kepala Keluarga berjumlah 246 jiwa transmigran asal Purworejo dan
Grobogan sampai di Hitam Ulu I (lihat lampiran I).
Begitu halnya dengan transmigran asal Kabupaten Pekalongan diberangkatkan dari
Solo dengan pesawat ke Jambi. Pada tanggal 16 Mei 1983 transmigran asal Pekalongan
(Jawa tengah) tahap I tiba di Hitam Ulu I dengan jumlah 19 Kepala Keluarga dengan
Pekalongan tahap II diberangkatkan bersama dengan Intransum ABRI Dipenogoro asal
propinsi Jawa Tengah setelah 3 hari kemudian (lihat lampiran I).
Untuk transmigran asal Kendal diberangkatkan dari Solo ke Jambi dengan
menggunakan pesawat. Sebelumnya mereka mendaftar di Kantor Desa, sekitar 4 bulan
kemudian keluarlah pengumuman bahwa dinyatakan diperbolehkan ikut transmigrasi
penempatan Propinsi Jambi, Kabupaten Sarolangun Bangko. Maka mereka akhirnya
diberangkatkan dengan menggunakan bus ke Solo dengan membawa perlengkapan
seadanya, tidak boleh membawa minyak tanah, rokok, korek api dan sebagainya hal ini
untuk menghindari terjadinya kebakaran selama diperjalanan di pesawat dan bus. Hingga
tepat pada tanggal 21 Mei 1983 tiba di Hitam Ulu I sebanyak 50 Kepala Keluarga dengan
jumlah jiwa 238 orang (lihat lampiran I).
3.3.2 Transmigrasi dari Bandung dan sekitar propinsi Jawa Barat
Proses penduduk Jawa Barat ikut transmigrasi yaitu dikarenakan kondisi alam pada
tahun 1983 ketika peristiwa meletusnya Gunung Galunggung. Pemerintah pada saat itu
berinisiatif dan sekaligus untuk mensukseskan program transmigrasi maka mereka
memindahkan penduduk didaerah sekitar Gunung Galunggung ke daerah yang aman dan
salah satunya yaitu penduduk dikirim ke daerah Sumatera diantaranya ke desa Hitam Ulu I.
Dengan mengumpulkan dan membawa penduduk terlebih dahulu ke Bandara Adi
Sumarmo, setelah itu diterbangkan ke Jambi dengan jarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan
dengan pesawat38
38Wawancara Bapak Eman tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Kemudian setelah sampai di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Propinsi Jambi
mereka diberangkatkan melalui darat menggunakan bus ke Kabupaten Sarolangun Bangko
dengan jarak sekitar 252 kilometer dari kota Jambi. Sedangkan barang-barang bawaan di
angkut menggunakan truk pengangkut barang yang telah disediakan oleh pemerintah.
Setelah sampai di ibukota bangko, perjalanan diteruskan ke Hitam Ulu I dengan
menggunakan bus yang cukup kecil dari pada bus sebelumnya, barang-barang yang dibawa
diangkut menggunakan bus tersebut. Dengan jarak tempuh sekitar 25 kilometer dari
Bangko. Pada tanggal 11 Mei 1983 transmigran asal Propinsi Jawa Barat tiba ditempat
sejumlah 70 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 307 orang (lihat lampiran I).
Transmigran asal Bandung diberangkatkan dari Bandara Adi Sumarmo. Dengan
menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk sampai di kota jambi. Setelah itu dilanjutkan
dengan bus, dan tepat tanggal 16 Mei 1983 tiba di daerah Hitam Ulu I. Sebanyak 19 Kepala
Keluarga dengan jumlah jiwa 97 orang (lihat lampiran I).
3.3.3 Transmigrasi dari propinsi Jawa Timur
Transmigran asal daerah Jawa Timur mendaftar kepada Kepala Desa setempat dan
instansi terkait. Kurang lebih sekitar 4 bulan setelah itu diumumkan oleh kepala lurah
kepada penduduk yang mendaftar bahwa telah dinyatakan sebagai transmigran penempatan
di daerah Propinsi Jambi. Dan diberi pengarahan tentang persiapan keberangkatan dan
penempatan transmigran di sana nantinya.
Beberapa hari setelah itu, mereka diberangkatkan dengan membawa perlengkapan
seadanya menggunakan pesawat dari Jawa Timur ke Jambi. Kemudian setelah sampai di
menggunakan bus ke Kabupaten Sarolangun Bangko dengan jarak sekitar 252 kilometer
dari kota Jambi. Sedangkan barang-barang bawaan di angkut menggunakan truk
pengangkut barang yang telah disediakan oleh pemerintah setempat. Akhirnya pada tanggal
13 Mei 1983 mereka tiba di daerah Hitam Ulu I sebanyak 108 Kepala Keluarga dengan
jumlah jiwa 437 orang (lihat lampiran I).
3.3.4 Transmigrasi dari Intransum ABRI
Menurut informasi dari Bapak Durahman bahwa tanggal 19 Mei 1983 sebanyak 53
Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 216 orang ditempatkan transmigran dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dari Kodam Diponegoro (Jawa Tengah). Proses
keikutsertaan dikarenakan beberapa hal yaitu ada yang masih dinas yaitu ditugaskan
mengabdi demi menjaga keamanan dan membantu mengontrol jalannya program
transmigrasi pada daerah penempatan transmigarsi dan ada juga dari purna (pensiun) yang
berkeinginan ikut39
Proses transmigran asal Intransum ABRI Diponegoro diberangkatkan ke solo
dengan menggunakan mobil. Setelah di Solo diterbangkan dengan pesawat ke Jambi . Mereka mendaftarkan diri ke Komandan, Kodam (Komando Daerah
Militer) dan instansi terkait lainnya. Setelah itu tidak begitu lama keluarlah surat penugasan
dan surat keputusan penempatan transmigrasi ke Sumatera, Propinsi Jambi. Khusus Hitam
Ulu I saja yang ada ditempatkan Transmigran dari ABRI dari seluruh daerah di Kecamatan
Tabir. Hal ini dikarenakan Hitam Ulu I merupakan wilayah Perbatasan dengan daerah
Limbur yang ditempati oleh masyarakat asli (orang dusun).
39
bersama dengan Transmigran asal Pekalongan tahap II yaitu sebanyak 31 Kepala Keluarga
yaitu 133 jiwa.
Ada juga transmigran asal daerah pulau Jawa yang sudah cukup lama tinggal di
Kabupaten Sarolangun Bangko. Informasi ini didapat dari Bapak Asmardi, seorang
transmigran asal Kabupaten Bangko, sekarang bertempat tinggal di jalan Belitung, Desa
Hitam Ulu I, menyatakan bahwa bagi penduduk yang tinggal di Kabupaten Sarolangun
Bangko, mereka mendaftar di Kantor Kepala Desa dan Dinas Transmigrasi dan
Ketenagakerjaan Kabupaten. Hal ini disebabkan adanya program transmigrasi di daerah
Sarolangun Bangko transmigrasi penempatan Kecamatan Tabir40
Setelah tiba di Hitam Ulu I, mereka di kumpulkan di Kantor Unit Pemukiman
Transmigrasi (KUPT), kemudian di absen dan di acaklah nomor rumah dan satu persatu
dipersilahkan untuk mengambil nomor tersebut. Nomor yang diambil menentukan letak . Sekitar 4 bulan setelah
mendaftar dan mengisi Kartu Seleksi Transmigran (KST) keluarlah pengumuman bagi yang
mendaftar ditempatkan dimana. Setelah tahu diberilah pengarahan dan jadwal
penempatannya. Untuk transmigrasi penempatan Hitam Ulu I ditempatkan pada tanggal 23
Mei 1983. Sehingga pada tanggal 23 Mei 1983 mereka diberangkatkan dari Kota Bangko
ke Hitam Ulu I yang berjarak sekitar 25 Kilometer. Transmigran asal Kabupaten
Sarolangun Bangko untuk penempatan Desa Hitam Ulu I sebanyak 49 Kepala Keluarga
dengan jumlah jiwa sebanyak 260 orang (lihat lampiran I).
3.4 Kedatangan Penduduk Pulau Jawa ke Desa Hitam Ulu, Kab.Sarko
40
lokasi perumahan mereka dan Lahan Usaha (LU) I. Maka setelah mendapat nomor tersebut
mereka lalu mencocokkan dengan peta yang ada pada petugas KUPT yaitu nomor tersebut
dengan alamat lokasi rumah yang mereka akan tempati. Setelah tahu dimana lokasinya
maka mereka dipersilahkan menuju letak posisi rumah tersebut, namun barang dan
perlengkapan yang mereka bawa dari kampung halaman harus ditinggalkan terlebih dahulu
di KUPT beserta dengan anak istrinya, hal ini dikarenakan untuk memudahkan para
petugas di KUPT mendata dan lebih mengefisiensikan tenaga dan kondisi kesehatan para
transmigran.41
Setelah itu para kepala keluarga berjalan menelusuri jalan yang baru saja di buka
oleh buldozer untuk daerah penempatan transmigrasi. Mereka mencari dimana mereka
mendapatkan jatah lokasi perkarangan dan rumah mereka. Apabila mereka berjalan dan
sampai di tempat tujuan maka disesuaikanlah nomor dan alamat yang diberikan oleh
petugas KUPT dengan nomor rumah dan jalan yang tertera di perkaranagan tersebut,
apabila cocok maka itulah lokasi jatah mereka untuk menetap dan tinggal di daerah baru
tersebut. Setelah itu barulah mereka mencari LU I mereka, setelah berjumpa maka mereka
kembali lagi melaporkan kepada petugas KUPT bahwa sudah menemukan lokasi
perkarangan beserta rumah dan LU I mereka, maka barulah diperbolehkan mereka untuk
membawa keluarga dan barang perlengkapan mereka kerumah mereka tersebut
42
41Wawancara Bapak Samino tanggal 17 Maret 2009 dikediamannya Jalan Bintan.
42
Wawancara pada Senin, 16 Maret 2009 dengan bapak Yunus, transmigran asal Pekalongan.
.
Sedangkan LU II tidak langsung diberikan jatahnya karena LU II dipersiapkan oleh
Berdasarkan arsip yang didapat menunjukan bahwa realisasi penempatan
transmigran di Hitam Ulu sebanyak 500 Kepala Keluarga dengan luas lahan jatah adalah
sebesar 1.750 Hektar dengan perincian lahan untuk Pekarangan seluas 125 hektar, Lahan
Usaha (LU) I seluas 500 hektar, serta Lahan Usaha (LU) II seluas 1.125 hektar (lihat