BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam pergaulan sehari-hari selalu berhadapan dengan hukum.
Hukum mengatur proses interelasi dan interaksi antara manusia. Hukum itu pula
memaksa setiap orang dikenai sanksi ketika melanggarnya. Hukum merupakan
alat untuk menyelesaikan perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam
masyarakat. Untuk menjawab apakah sebenarnya hukum itu, mengapa memiliki
kekuatan yang mengikat, dari mana hukum tersebut berasal dan sebagainya, para
sarjana hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Akibat dari perbedaan
sudut pandang yang berbeda, maka timbullah teori-teori yang memunculkan
berbagai aliran-aliran dalam ilmu hukum.
Teori dalam dunia ilmu menempati kedudukan yang penting. Menurut
Kartini Kartono, teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk
menerangkan sekelompok gejala yang saling berkaitan.1 Teori memberikan sarana
untuk dapat merangkum serta memahami masalah yang sedang dibicarakan secara
lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri dapat
disatukan dan dikaitkan satu sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian
memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan
masalah yang dibicarakan. Teori dapat disebut sebagai kelanjutan dari usaha
mempelajari hukum positif, setidaknya dalam urutan yang demikian itulah dapat
direkonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.2
Timbulnya ketaatan seseorang terhadap hukum terlepas dari adanya sanksi
baik secara sadar maupun tidak sadar, pada umumnya karena bermacam-macam
sebab sebagaimana di kemukakan oleh Utrecht. Petanyaan-pertanyaan yang timbul
atas dari mana hukum tersebut berasal, mengapa manusia harus mentaati hukum
dan sebagainya, mengakibatkan berbagai madzhab bermunculan. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang madzhab-madzhab ilmu pengetahuan hukum,
maka akan dibahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja madzhab-madzhab yang timbul dalam ilmu pengetahuan hukum ?
2. Bagaimana pengertian madzhab-madzhab tersebut ?
C. Tujuan
1. Mengetahui madzhab-madzhab apa saja yang timbul dalam ilmu pengetahuan
hukum
2. Mengetahui pengertian madzab-madzhab tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
Persoalan terhadap hukum banyak menimbulkan berbagai teori dan aliran atau
madzhab-madzhab dalam ilmu pengetahuan hukum. Teori-teori yang terdapat dalam
kurun waktu abad yang tidak sama selalu harus berada dalam suasana harmoni.
Pertentangan-pertentangan yang ada bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Teori
pemikiran dalam hukum timbul karena adanya perbedaan sudut pandang dalam
mengkaji ilmu hukum. Berikut ini akan dibahas mengenai aliran-aliran atau
madzhab-madzhab dalam ilmu pengetahuan hukum.
A. Madzhab Hukum Alam
Teori tentang hukum alam telah ada sejak zaman dahulu. Madzhab hukum
alam merupakan suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak pada
keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tidak dapat diganggu. Apabila
keadilan tersebut terganggu, maka akan menimbulkan reaksi manusia yang akan
berusaha untuk mengembalikan kepada situasi semula yaitu situasi yang adil
menurut pandangan orang yang berpikir sehat. Jadi hukum alam adalah yang tidak
bergantung pada pandangan manusia, berlaku kapan saja, dimana saja, bagi siapa
saja, dan jelas bagi semua manusia.3 Hukum alam yang antara lain dikemukakan
oleh sebagai berikut:
1. Ajaran Hukum Alam Aristoteles
Terdapat dua macam hukum yang diajarkan oleh Aristotleles, yaitu:
a) Hukum yang berlaku karena penetapan pemimpin negara
b) Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia tentang baik
buruknya hukum yang asli 4
Macam hukum yang kedua merupakan hukum alam, yaitu hukum yang
tidak tergantung dari pandangan manusia, akan tetapi berlaku untuk semua
manusia kapan saja dan dimanapun berada. Menurut Aristoteles, keadilan tidak
sama, sehingga seakan-akan tidak ada hukum alam yang asli, namun harus
diakui terdapat hukum yang bersifat mutlak. Oleh karena itu, bukanlah syarat
mutlak bahwa hukum alam berlaku di zaman apa saja dan dimana saja,
melainkan lazimnya yaitu dalam keadaan biasa, hukum alam tersebut memang
didapati dimana saja dan di zaman apa saja. Jadi, hukum alam itu ialah hukum
yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat
alam.5
2. Ajaran Hukum Alam Thomas van Aquino
Thomas van Aquino berpendapat bahwa hukum kodrat itu ada, yaitu
dalam hukum abadi yang merupakan ratio ke-Tuhanan (lex aeterna) yang
menguasai seluruh dunia sebagai dasar atau landasan bagi timbulnya segala
undang-undang atau berbagai peraturan hukum lainnya dan memberikan
kekuatan mengikat pada masing-masing peraturan hukum tersebut.6
4 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 59
5Ibid, hlm. 68
Lex aeterna merupakan kehendak dan pikiran Tuhan yang menciptakan
dunia. Manusia oleh Tuhan dikaruniai kemampuan berpikir dan kecakapan
untuk membedakan baik dan buruk serta mengenal berbagai
peraturan-peraturan yang berasal dari undang-undang abadi tersebut dan oleh Thomas van
Aquino dinamakan hukum alam (lex naturalis). Hukum alam tersebut hanyalah
memuat asas-asas umum seperti misalnya:
a) Berbuat baik dan jauhi kejahatan
b) Bertindaklah menurut pikiran yang sehat7
Hukum alam abadi (lex aeterna) itu sendiri pada dasarnya terdiri atas
hukum positif Tuhan (lex divina) dan hukum alam (lex naturalis). Hukum
positif Tuhan (lex devina) bersumber pada kemauan Tuhan, sedangkan hukum
alam (lex naturalis) bersumber pada ratio ke-Tuhanan. Disamping itu, dalam
hukum alam (lex naturalis) terdapat pula:
a) Principia prima, yang merupakan norma-norma kehidupan yang berlaku
secara fundamental, universal, dan mutlak serta kekal (berlaku bagi segala
bangsa dan masa)
b) Principia secundaria, yang merupakan norma-norma kehidupan yang tidak
fundamental, tidak universal, tidak mutlak, melainkan relatif, tergantung
pada manusianya. Meskipun demikian, principia secundaria ini pada
dasarnya dapat dikatakan merupakan sebagai aktualisasi principia prima.
Principia scundaria inilah yang menghasilkan lex humana (hukum yang
dibuat oleh manusia).8
Konsep ajaran Thomas Aquino dapat digambarkan sebagai berikut:
Hukum Abadi (lex aeterna)
Hukum Positif Tuhan (lex devina) Hukum Alam (lex naturalis)
Principia prima Principia secundaria
3. Ajaran Hukum Alam Hugo de Groot
Pada abad ke-17, muncullah seseorang yangn meletakkan dasar bagi
hukum alam modern, yaitu Hugo de Groot yang menjadikan akal sebagai
barang yang sama sekali berdiri sendiri, dasar baru untuk pandangannya tentang
negara dan hukum.9 Hugo de Groot berpendapat bahwa sumber hukum alam
ialah pikiran atau akal manusia. Menurutnya hukum alam adalah pembawaan
dari setiap manusia dan merupakan hasil pertimbangan dari akal manusia yang
menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Manusia harus
hidup sesuai dengan kodratnya, karena menurut kodratnya manusia mempunyai
akal maka manusia harus hidup menurut kehendak akalnya. Hukum alam
8 Daliyo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hlm. 122-123
tersebut merupakan suatu pernyataan pikiran manusia yang sehat mengenai
persoalan apakah suatu perbuatan sesuai dengan kodrat manusia dan karena itu
apakah perbuatan tersebut diperlukan atau harus ditolak.10
4. Ajaran Hukum Alam Rudolf Stammler
Rudolf Stammler berpendirian bahwa kebenaran hukum selalu tergantung
pada keadaan, waktu dan tempat. Ia tidak sependapat dengan ajaran hukum
alam yang yang mengatakan bahwa hukum alam berlaku dimana saja, kapan
saja, dan bagi siapa saja. Pendirian Rudolf Stammler tersebut didasari suatu
kenyataan bahwa adanya hukum adalah memenuhi kebutuhan manusia dalam
masyarakat yang tidak sama satu sama lain. Maka, hukum yang berlaku di
masyarakat yang satu dan lainnya berbeda karena hukum diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda. Rudolf Stammler
berkesimpulan bahwa tidaklah mungkin hukum yang sama berlaku di semua
tempat, semua waktu dan semua orang. Ukuran hukum yang sesuai menurut
Rudolf Stammler ialah hukum yang berlaku dalam masyarakat yang
anggotanya terdiri dari orang-orang yang berkehendak bebas.11 Masyarakat
demikian olehnya dinamakan sebagai suatu social ideal, yaitu masyarakat yang
dicita-citakan. Keadaan masyarakat tersebut dapat dicapai dengan syarat:
a) Ada asas saling menghormati dalam masyarakat yang mengandung arti
bahwa diantara anggota masyarakat harus saling menghormati hak dan
kewajiban masing-masing
10 C.S.T Kansil, Op.Cit., hlm. 59-60
b) Ada asas turut ambil bagian (principle of participation) yang berarti setiap
masyarakat harus diberi kesempatan untuk turut ambil bagian dalam
kehidupan sosial masyarakat tersebut.12
B. Madzhab Sejarah
Reaksi terhadap para pengikut hukum alam, timbul suatu aliran baru di
Eropa yang dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Lahirnya madzhab ini
dipengaruhi oleh Montesquieu yang lebih dulu mengemukakan tentang adanya
hubungan antara jiwa suatu bangsa dengan hukum dan pengaruh paham
nasionalisme yang mulai timbul di awal abad ke-19. Von Savigny berpendapat
bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa dan rohani
bangsa, selalu ada hubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu
bangsa. Hukum bukanlah disusun atau diciptakan oleh orang, tetapi tiap-tiap
hukum timbul sendiri di tengah-tengah rakyat. Madzhab sejarah menitik beratkan
pandangannya pada jiwa atau semangat suatu bangsa (volksgeist) yang pada suatu
saat juga akan mati apabila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya. Maka
berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa hukum merupakan suatu rangkaian
kesatuan dan tak terpisahkan dari sejarah suatu bangsa dan karena itu hukum
selalu berubah-ubah menurut tempat dan waktu.13
Madzhab sejarah merupakan cerminan suatu reaksi yang sangat gigih
terhadap dua kekuatan yang sangat dominan pada masa itu, yakni:
12 Daliyo,dkk, Op.Cit., hlm. 124-125
1. Aliran rasionalism abad ke-18 dengan kepercayaannya kepada hukum alam,
daya kemampuan akal dan prinsip-prinsip utama yang semuanya
mengkombinasikan pembentukan sebuah disiplin ilmu dengan metode deduksi
umum tanpa mempedulikan sejarah, watak kebangsaan, dan kondisi-kondisi
sosial
2. Kepercayaan dan semagat revolusi Prancis dengan pemberontakannya melawan
kekuasaan dan tradisi, keyakinannya terhadap rasio dan daya kekuatan tekad
manusia untuk mengatasi lingkungannya ialah seruan kesegala penjuru dunia.14
Hukum timbul melalui proses yang perlahan-lahan. Menurut madzhab
sejarah, hukum bersumber pada perasaan keadilan naluriah yang dimiliki setiap
bangsa. Karena yang dapat mewujudkan hukum itu adalah jiwa bangsa yang
sama-sama hidup dan berada dalam setiap individu dan menimbulkan hukum positif.
Timbulnya hukum positif tidak terjadi oleh akal manusia yang secara sadar
menghendakinya, tetapi hukum positif tersebut tumbuh dan berkembang di dalam
kesadaran bangsa secara organik. Jadi tumbuh dan berkembangnya hukum tersebut
bersama-sama dengan tumbuh dan berkembangnya bangsa. 15Ius constitutum atau
hukum positif menurut W.L.G Lemaire ialah hukum yang berlaku di daerah
(negara) tertentu pada suatu waktu tertentu.16
C. Teori Teokrasi
14 Purnadi Purbacaraka dan A. Chidir Ali, Disiplin Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 19
15 Daliyo, dkk, Log.Cit, hlm. 125
Teori tentang hukum alam merupakan bagian dari filsafat hukum yang
bertujuan menemukan jawaban atas pertanyaan dari manakah asal hukum dan
mengapa manusia harus tunduk pada hukum. Pada masa lampau di Eropa, para
filosof menganggap dan mengajarkan bahwa hukum berasal dari Tuhan dan oleh
karena itu maka manusia diperintahkan Tuhan harus tunduk pada hukum.
Perintah-perintah yang datang dari Tuhan dituliskan dalam kitab suci. Tinjauan mengenai
hukum yang dikaitkan dengan kepercayaan, agama dan ajaran tentang legitimasi
kekuasaan hukum didasarkan atas kepercayaan dan agama. Teori-teori yang
mendasarkan hukum atas kehendak Tuhan dinamakan teori ke-Tuhanan. Teori ini
mengaggap bahwa hukum merupakan kemauan Tuhan. Berhubung
perundang-undangan ditetapkan oleh pemimpin negara, maka oleh penganjur teori teokrasi
bahwa pemimpin negara mendapat kuasa dari Tuhan seolah-olah mereka adalah
wakil Tuhan.17 Oleh karena itu, pelanggaran terhadap kekuasaan pemimpin negara
merupakan pelanggaran terhadap Tuhan. Teori teokrasi di Barat diterima sampai
zaman Renaissance. Penganjur teori ini ialah Federich Stahl.
D. Teori Kedaulatan Rakyat (Perjanjian Masyarakat)
Pada zaman Renaissance, timbul teori yang mengajarkan bahwa dasar
hukum ialah akal atau rasio manusia. Menurut aliran rasionalisme ini, raja atau
pemimpin negara lainnya memperoleh kekuasaan bukan dari Tuhan melainkan
dari rakyatnya. Pada abad pertengahan diajarkan bahwa kekuasaan raja berasal
dari suatu perjanjian antara raja dan rakyatnya. Pada abad ke-18, Jean Jacques
Rousseau memperkenalkan teorinya bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah
perjanjian masyarakat (contrac social) yang diadakan oleh dan antara anggota
masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Penganut teori kedaulatan rakyat
lainnya diantaranya ialah Montesquieu dan John Locke.18
Teori Rousseau yang menjadi dasar dari teori kedaulatan rakyat mengajarkan
bahwa negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua
peraturan perundangan adalah penjelmaan dari kemauan rakyat tersebut. Orang
menaati hukum karena sudah berjanji menaati hukum. Pada buku karangannya le
contract social mengajarkan bahwa, dengan perjanjian masyarakat, orang
menyerahkan hak serta wewenangnya kepada rakyat seluruhnya, sehingga suasana
kehidupan alamiah berubah menjadi suasana kehidupan bernegara, dan natural
liberty berubah menjadi civil liberty.19
Menurut aliran ini, hukum merupakan kemauan semua orang yang telah
mereka serahkan kepada suatu organisasi (negara) yang telah terlebih dahulu
mereka bentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam suatu
masyarakat.20
E. Teori Kedaulatan Negara
Pada abad ke-19 teori perjanjian masyarakat ditentang oleh teori yang
menyatakan bahwa kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan
18 Soeroso, Op.Cit, hlm. 72-73
19 Ishaq, Op.Cit, hlm 204
bersama seluruh anggota masyarakat. Adapun pencetus teori ini adalah Han
Kelsen. Pada karyanya yang berjudul rene rechtslehre, ia menyatakan bahwa:
1. Hukum ialah kehendak negara (eille des staates). Hukum bukan kemauan
bersama dari anggota masyarakat dan negara tersebut mempunyai kekuatan
yang tak terbatas.
2. Hukum ditaati karena negaralah yang menghendakinya. Ditaatinya hukum oleh
masyarakat bukan kerena negara menghendaki melainkan karena merasa wajib
mentaati sebagai perintah negara. 21
F. Teori Kedaulatan Hukum
Pada abad ke-20, teori kedaulatan negara ditentang oleh Cruot, Duguit, dan
Krabbe. Teori kedaulatan hukum timbul sebagai reaksi penyangkalan terhadap
teori kedaulatan negara yang menyatakan bahwa kedudukan hukum lebih rendah
dari pada kedudukan negara. Akan tetapi menurut teori kedaulatan hukum yang
memiliki kekuasaan tertinggi adalah hukum.22 Menurut Krabbe dalam bukunya
Die Lehre der Rechtssouvereinteit menyebutkan bahwa :
1. Rasa keadilan merupakan sumber hukum
2. Hukum hanya apa yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak
3. Hukum yang tidak sesuai dengan rasa keadilan orang terbanyak tidak dapat
mengikat
21 Soeroso, Op.Cit, hlm. 75
4. Hukum itu ada karena masyarakat mempunyai perasaan bagaimana hukum
seharusnya. 23
G. Aliran Sociological Jurispundence
Aliran sociological jurispundence dipelopori oleh Eugen Ehrlich, Benyamin
Cardozo, Gurvitch, dll. Madzhab ini menganggap bahwa hukum yang baik ialah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sociological
jurispundence merupakan suatu madzhab yang mempelajari timbal balik antara
hukum dan masyarakat yang cara pendekatannya bermula dari hukum ke
masyarakat. Madzhab ini mempunyai ajaran pentingnya living law. Namun,
madzhab ini lahir dari anti these positivisme hukum. karena sociological
jurispundence menganut paham bahwa hanya hukum yang mampu menghadapi
ujian akal dapat hidup terus. Unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah
pernyataan akal yang berdiri di atas pengalaman akal dan diuji oleh pengalaman.24
H. Madzhab Fungsional
Tokoh madzhab fungsional ialah Rosco Pound. Menurutnya hukum bukan
hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau tertib hukum saja tetapi
hukum merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan. Hukum merupakan alat untuk
menjamin pemuasan kebutuhan-kebutuhan semaksimal mungkin, tetapi dengan
23 Soeroso, Op.Cit, hlm. 76
friksi yang seminimal mungkin. Untuk menjelaskan pendiriannya, Roscoe Pound
menggunakan istilah social engineering sebagai analogi. Hukum dalam hal ini
sebagai alat sosial. Hukum yang berlaku mungkin sangat berbeda dengan hukum
yang terdapat dalam buku-buku hukum atau kitab-kitab hukum.25
I. Asas Keseimbangan
Murid dari dan pengganti Krabbe bernama Kranenburg berusaha mencari
dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum. ia membela ajaran
Krabbe bahwa kesadaran hukum orang itu menjadi sumber hukum. menurut
Kranenburg, hukum berfungsi sebagai suatu dalil yang nyata. Dalil yang menjadi
dasar fungsi kesadaran hukum yang dirumuskan oleh Kranenburg ialah bahwa tiap
orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang
telah ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu. Hukum atau dalil oleh
Kranenburg dinamakan asas keseimbangan.26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keadaan hukum yang harus ditaati menimbulkan berbagai madzhab seperti
madzhab hukum alam, madzhab sejarah, teori teokrasi, teori kedaulatan rakyat,
25 Daliyo, dkk, Op.Cit, hlm. 130
teori kedaulatan negara, teori kedaulatan hukum, aliran sociological
jurispundence, madzhab fungsional dan asas keseimbangan.
2. Madzhab hukum alam bertitik tolak pada keadilan mutlak. Madzhab sejarah
menyebutkan bahwa hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat. Teori teokrasi menyatakan bahwa hukum berasal dari
Tuhan, sehingga peraturan perundangan yang dibuat oleh pemimpin negara
yang dianggap sebagai wakil dari Tuhan harus dilaksanakan karena
melanggarnya dianggap menentang Tuhan. Pada teori kedaulatan rakyat, hukum
merupakan penjelmaan dari kemauan rakyat. Pada teori kedaulatan negara,
hukum dianggap sebagai kehendak negara. Teori kedaulatan hukum
menyatakan bahwa yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara adalah
hukum. Aliran sociological jurispundance menitikberatkan pada hukum dan
memandang masyarakat dalam hubungan hukum. Menurut madzhab
fungsional, hukum merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan
antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan. Asas keseimbangan
berfungsi sebagai dalil kesadaran hukum.
B. Saran
1. Adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam memahami
madzhab-madzhab dalam ilmu pengetahuan hukum sebagai salah satu komponen dalam
2. Makalah ini meskipun jauh dari kata sempurna diharapkan dapat bermanfaat
bagi mahasiswa prodi ilmu syari’ah konsentrasi hukum keluarga khususnya dan
masyarakat luas pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daliyo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Gramedia, Jakarta, 1989.
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Purnadi Purbacaraka dan A. Chidir Ali, Disiplin Hukum, Alumni, Bandung, 1986.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2013.