• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING IN SMK PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING IN SMK PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMK"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL

STUDIES LEARNING IN SMK

BY

ENDEN SOPA SOPIYANA

The focus of the research is to examine the difference between GI and TGT learning model towards students’ achievement. The problem analyzed in the research is to know (1) the difference between the learning models and students’ early ability towards their achievement, (2) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with high scores in social stusies, (3) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with average scores in social studies, (4) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with low scores in social studies, (5) the interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. This research uses an experimental approach with a 2 x 3 factorial design. The data is analyzed by using Two-Way (5) there is an interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. Based on the result of data analysis, it can be concluded that there is a difference between using Group Investigations (GI) and Teams Games Tournament (TGT) learning model towards students’ achievement by looking at the students’ early ability.

(2)

ABSTRACT

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM

PEMBELAJARAN IPS DI SMK

Oleh

ENDEN SOPA SOPIYANA

Fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan model pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) perbedaan hasil belajar IPS dengan model

pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok

siswa berkemampuan awal rendah, (5) Interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen dengan rancangan desain faktorial 2 x 3. Data dianalisa denganmenggunakan variansi dua jalan sel tak sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah, (5) ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara yang

menggunakan model pembelajaran Group Investigations (GI) dengan model

pembelajaran Team Groups Tournament (TGT).

(3)

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT s(TGT) DALAM

PEMBELAJARAN IPS DI SMK

Oleh

ENDEN SOPA SOPIYANA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Group Investigation dan Team Games Tournament dalam Pembelajaran IPS ” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya

penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang

berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 10 April 2013

Penulis,

(7)

RIWAYAT HIDUP

Enden Sopa Sopiyana dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1981 di Bandung,

merupakan putri pertama dari Bapak Entis Sutisna dan Ibu Iim Suminar.

Peneliti menyelesaikan pendidikan sekolah di SDN Binaharapan diselesaikan

pada tahun SMPN 4 Bandung tamat tahun 1993 dan SMAN 24 Bandung

diselesaikan pada tahun 1999, pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan Strata 1

di Universitas Islam Bandung, Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Public

Relations (Humas) yang selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2006 mengikuti

program AKTA IV di IAIN Radin Intan Bandar lampung. Selanjutnya pada tahun

2011 melanjutkan ke Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

Pada tahun 2006 peneliti bertugas sebagai guru mata pelajaran IPS dan Bimbingan

Konseling di SMA dan SMK Gajah Mada Bandar lampung sampai dengan

sekarang.

Penulis menikah dengan Maryadi Saputra pada tanggal 2 Agustus 2002 dan telah

(8)

MOTTO

Selamat di Dunia dan di Akhirat

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Karya kecilku

ini kupersembahkan kepada orang-orang yang ku cinta.

Bapak dan mamah yang selalu memberi energi positif dan untaian doa untuk

keselamatan dan kebahagiaan hidupku.

Kekasihku di dunia dan akhirat Maryadi Saputra yang selalu menyayangi,

melindungi dan menjagaku.

(10)

SANWACANA

Assalammualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena hanya

dengan ridho dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, penulis mendapatkan

kekuatan dalam menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pasca Sarjana IPS Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak yang secara langsung atau tidak telah memberikan sumbangan

pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo selaku Direktur Pascasarjana Unila.

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Unila.

4. Dr. Hi. Pargito, M.Pd, selaku Ketua Program Pasca sarjana PIPS sekaligus

sebagai pembahas. Yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi

(11)

5. Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E, M.M. selaku pembimbing I yang

telah dengan sabar membimbing, memberi motivasi, saran dan

memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Hi. Darsono, M.Pd. Selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis.

7. Mamah dan Bapak yang tiada henti selalu mendoakan, mendukung dan

memberi restu untuk kebahagian dan kesuksesanku.

8. Suamiku tercinta Maryadi Saputra dan anak-anakku tersayang yang telah

sabar dan ikhlas walau selalu terabaikan selama menyelesaikan studi ini.

9. Kedua mertuaku yang telah memberikan materil kepada keluargaku.

10. Sahabat-sahabatku seperjuangan Eliyawati, Mimin Tarsih, Noca, Febty,

Erika, Andalas, Haris, Hanifah, Enyang yang sangat AMAZING dalam

cerita-cerita dan wisata kulinernya, dan seluruh teman-teman lainnya

angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

memberikan semangat dan bantuan sehingga tesis ini dapat diselesaikan,

semoga kita bisa saling menjaga tali silaturahmi sampai kapanpun.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan

sumbangsih bagi dunia pendidikan yang terus berkembang seiring dengan

perkembangan zaman dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, April 2013

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 14

1.3 Pembatasan Masalah ... 15

1.4 Rumusan Masalah ... 15

1.5 Tujuan penelitian ... 16

1.6 Manfaat Penelitian ... 16

1.6.1 Kegunaan Teoritis ... 16

1.6.2 Kegunaan Praktis ... 17

1.7 Ruang Lingkup ... 18

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 18

(13)

Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ... 21

2.1 Tinjauan Pustaka ... 21

2.1.1 Teori Belajar ... 22

2.1.1.1 Teori Belajar Gagne ... 27

2.1.1.2 Teori Belajar Bruner ... 29

2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel ... 31

2.1.1.4 Teori Belajar Piaget ... 34

2.1.2 Hasil Belajar ... .. 37

2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 39

2.1.2.2 Kategori Hasil Belajar ... 40

2.1.3 Pembelajaran ... 41

2.1.3.1 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS .... 44

2.1.3.2 Teori Behavioristik dalam Pembelajaran IPS ... 47

2.1.3.3 Teori Kognitif dalam Pembelajaran IPS ... . 49

2.1.4 Pembelajaran IPS ... . 52

2.1.4.1 Karakteristik Pendidikan IPS ... . 54

2.1.4.2 Tujuan Pendidikan IPS ... ... 55

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ... ... 58

2.1.5.1 Fase-fase dalam Pembelajaran Kooperatif ... 61

2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... . 62

2.1.6 Model Pembelajaran GI ... . 63

2.1.6.1 Peran Model GI Terhadap Hasil Belajar ... . 67

(14)

2.1.7 Model Pembelajaran TGT ... .. 69

2.1.7.1 Peran Model TGT Terhadap Hasil Belajar ... . 76

2.1.7.2 Kelebihan dan Kelemahan TGT ... 79

2.2 Penelitian yang Relevan ... .. 80

2.3 Kerangka Pikir ... . 81

1.4 Hipotesis ... 83

III. METODE PENELITIAN ... ... 85

3.1 Rancangan Penelitian ... .. 85

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... .. 87

3.2.1 Waktu Penelitian ... 87

3.2.2 Tempat Penelitian ... .... 87

3.3 Populasi dan Sampel ... . 88

3.3.1 Populasi ... ... 88

3.3.2 Sampel ... 88

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... ... 90

3.5 Instrumen Pengumpulan Data ... 92

3.6 Pengujian Instrumen ... ... 95

3.6.1 Taraf Kesukaran ... 95

3.6.2 Daya Pembeda ... 96

3.6.3 Validitas Instrumen ... ... 98

3.6.4 Reabilitas Instrumen ... 99

3.7 Definisi Operasional ... .... 100

(15)

Halaman

3.7.2 Kemampuan Awal IPS ... 102

3.7.3 Model GI ... ... 103

3.7.4 Model TGT ... 109

3.8 Kalibrasi Instrumen ... 113

3.9 Teknik Analisis Data ... 113

3.9.1 Uji Normalitas ... 114

3.9.2 Uji Homogenitas ... 115

3.10 Desain Analisis ... 116

3.11 Pengujian Hipotesis ... 117

3.11.1 Hipotesis Statistik ... 118

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 123

4.1 Gambaran Umum SMK Gajah Mada ... 123

4.1.1 Sejarah Berdirinya SMK Gajah Mada ... ... 123

4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ... 124

4.1.3 Keadaan Guru dan Pegawai ... 125

4.2 Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 126

4.2.1 Uji Normalitas ... 126

4.2.2 Uji Homogenitas ... 130

4.3 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131

4.3.1 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kategori Model Pembelajaran ... 131

4.3.2 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kemampuan Awal ... 132

(16)

4.4 Pengujian Hipotesis ... 133

4.4.1 Perbedaan hasil Belajar Siswa Antarmodel dan Antarkemampuan Awal Siswa ... 134

4.4.2 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137

4.4.3 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139

4.4.4 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141

4.4.5 Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap hasil Belajar IPS pada Siswa ... 143

4.5 Pembahasan ... 143

4.5.1 Pembahasan Hipotesis Pertama ... 149

4.5.2 Pembahasan Hipotesis Kedua ... 156

4.5.3 Pembahasan Hipotesis Ketiga ... 161

4.5.4 Pembahasan Hipotesis Keempat ... 165

4.5.5 Pembahasan Hipotesis Kelima ... 169

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 172

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 174

5.1 Simpulan . ... 174

5.2 Implikasi ... 176

5.2.1 Implikasi Teoritis ... 176

5.2.2 Implikasi praktis ... 178

5.3 Saran ... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 183

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Belajar IPS Semester Ganjil Kelas XII Ak ... 5

1.2 Penggunaan Metode/Strategi Guru di SMK Gajah Mada ... 6

2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 50

2.2 Kriteria Rerata Kelompok ... 73

2.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk 3 Pemain ... 73

2.4 Perhitungan Poin Permainan untuk 4 Pemain ... 74

3.1 Desain Ringkasan Prosedur Eksperimen ... 87

3.2 Pengelompokkan Nilai Kemampuan Siswa ... 90

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Awal ... 93

3.4 Kisi-kisi Hasil Belajar ... 94

3.5 Klasifikasi Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal... 96

3.6 Klasifikasi Kriteria Daya Beda Butir Soal ... 97

3.7 Interpretasi Reabilitas ... 101

3.8 Tahap I Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 104

3.9 Tahap 2 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 105

3.10 Tahap 3 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 106

3.11 Tahap 4 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 107

3.12 Tahap 5 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 108

3.13 Tahap 6 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 109

3.14 Desain Faktorial ... 116

4.1 Daftar Nama Guru dan Pegawai SMK Gajah Mada ... 125

(18)

4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Model GI ... 127

4.4 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 128

4.5 Hasil Uji Homogenitas Dengan Model GI ... 129

4.6 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 130

4.7 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 131

4.8 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 132

4.9 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 133

4.10 Olah Data Perbedaan Hasil Belajar Dengan Model GI dan TGT Melihat Kemampuan Awal Siswa ... 135

4.11 Uji perbedaan Hasil Belajar Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137

4.12 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 138

4.13 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139

4.14 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 140

4.15 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141

4.16 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 142

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Hasil Yang di Peroleh Siswa dari Cooperatif Learning ... 59

2.2 Paradigma Penelitian ... 82

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus Pembelajaran ... 187

2. RPP Model Pembelajaran GI dan TGT ... 191

3. Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 212

4. Instrumen Tes Hasil Belajar ... 217

5. Analisis Data Uji Coba Instrumen Penelitian ... 233

6 . Hasil Uji Reliabilitas ... 230

7. Data Kemampuan Awal, Hasil Belajar Model GI dan TGT ... 231

8. Uji Persyaratan Hipotesis ... 233

9. Olah Data Penelitian ... 237

10. Olah Deskripsi Penelitian ... 239

11. Surat Ijin Penelitian ... 240

(21)

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan di paparkan mengenai beberapa hal yang melatar belakangi

permasalahan yang akan diteliti oleh penulis. Hal ini berguna untuk

memfokuskan arah pembahasan yaitu berupa latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, ruang lingkup penelitian. Untuk menjelaskan pembahasan pada setiap

subbab akan diuraikan berikut ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Seorang guru harus memiliki kompetensi yang baik karena mempunyai

tanggung jawab dalam mengelola situasi dan kondisi dalam proses

pembelajaran dimana hal ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan,

memilih dan menetapkan strategi, metode, materi, media, sampai kepada

evaluasi pembelajaran yang tepat yang harus disesuaikan dengan kurikulum

yang ada. Untuk melaksanakan hal tersebut maka seorang guru harus

memiliki kemampuan berkreatifitas yang tinggi untuk membuatnya agar

proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan

sehingga tujuan meningkatkan hasil belajar siswa dapat tercapai.

Meningkatkan mutu pendidikan memang ditentukan oleh banyak faktor,

(22)

proses pembelajaran di sekolah sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam

pelaksanaan pembelajaran khususnya di sekolah peranan guru sangatlah

penting karena berpengaruh sebagai ujung tombak untuk peningkatan hasil

belajar siswa. Melihat bahwa peranan guru begitu berpengaruh terhadap

peningkatan hasil belajar maka menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, menetapkan bahwa guru

harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Seorang

guru dapat dikategorikan memenuhi standar akademik jika guru itu telah

dinyatakan tamat D-IV atau S1, sedangkan untuk terpenuhinya standar

kompetensi, seorang guru diukur melalui kompetensi pedagogik,

kepribadian, sosial dan kompetensi profesional.

SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang tergolong relatif memiliki

siswa-siswi yang banyak dibandingkan dengan sekolah swasta lainnya untuk

program keahlian bisnis manajemen. Memang dikenal dari dahulu memiliki

siswa yang nakal, sering tawuran, nongkrong dipingir jalan tetapi seiring

dengan perkembangan peraturan dan kepemimpinan itu semua dapat ditekan

bahkan kejadian tawuran yang dulu hampir tiap tahun terjadi dari generasi ke

generasi sekarang tidak pernah terjadi lagi. YP Gajah Mada memang secara

berangsur-angsur mulai membenahi sistem kedisiplinan di sekolah khususnya

di SMK, dari tahun 2006 sampai dengan sekarang hampir tidak pernah lagi

ditemukan perkelahian antar siswa baik di dalam sekolah maupun di luar

sekolah, karena konsekwensi aturan sekolah menetapkan jika siswanya

(23)

3 kepada orang tuanya. Siswa-siswa SMK Gajah Mada beberapa kali

memenangkan lomba akuntansi yang diselenggarakan dibeberapa universitas

dan lomba Cepat tepat yang diselenggarakan oleh Dinas Kota Bandar

Lampung. Walaupun begitu dari rata-rata kompetensi yang dimiliki oleh

siswa-siswi memang masih kalah jauh dengan siswa yang bersekolah di SMK

negeri.

Program Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) di sekolah kejuruan merupakan

program istimewa karena ini memberikan pembelajaran yang berharga

kepada peserta didik untuk belajar di dalam dunia kerja yang nyata dan

sesungguhnya. Ini yang menjadikan perbedaan dengan SMA. Siswa-siswi

SMK lebih siap pakai dalam dunia kerja setelah lulus dari sekolah. SMK

Gajah Mada dalam program PRAKERIN bekerjasama dengan 25 instansi dan

perusahaan di kota Bandar Lampung. Khusus jurusan Akuntansi para siswa

ditempatkan di instansi dan perusahaan yang disesuaikan dengan bidang

keahlian, instansi dan perusahaannya seperti DISPENDA, Kantor Pajak,

Pegadaian, Bumi Waras, Pelindo, Dinas Kesehatan, DISHUT, dan masih

banyak lagi.

Melihat rendahnya hasil belajar siswa di SMK Gajah Mada ini disebabkan

dalam proses pembelajaran guru tidak memiliki kreatifitas dan masih

menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga

suasana di dalam kelas menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat

pada guru, siswa cenderung menjadi pasif, mereka hanya duduk, diam,

(24)

bagaimana memahami dan berfikir kritis, kreatif, bekerjasama,

berkolaborasi, mencari solusi sehingga siswa tertarik dan termotivasi untuk

lebih memdalami materi yang diajarkan.

SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang mana siswa-siswinya

merupakan hasil sisa dari mereka yang tidak lolos di sekolah negeri, ini juga

yang mempengaruhi bahwa tidak dapat dipungkiri sebagian besar kualitas

kompetensinya lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berhasil lolos

ke sekolah negeri. Inilah yang menjadi beban berat bagi para guru untuk bisa

membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa bahwa walaupun

mereka sekolah di swasta tetapi mampu untuk bersaing dengan siswa-siswi di

sekolah negeri. Untuk itu guru-guru di SMK Gajah Mada harus memiliki

kemampuan dalam segala hal untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran

bagi siswa-siswi yang memiliki kategori seperti hal tersebut agar mereka

mampu untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

Melihat realitas di lapangan, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas

dapat dibuktikan bahwa di SMK Gajah Mada Bandar Lampung perolehan

hasil belajar khususnya mata pelajaran IPS masih sangat rendah. Berdasarkan

data yang terdapat pada dokumen nilai siswa kelas XII Ak 1 dan XII Ak 2

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih sangat rendah yang dapat

(25)

5 Tabel 1.1 Hasil belajar IPS pada semester ganjil kelas XII jurusan

Akuntansi TP 2012-2013 di SMK Gajah Mada Bandar Lampung

No Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber: data daftar nilai guru IPS

Berdasarkan pada Tabel 1.1 terdapat 49 siswa (62,82%) yang belum

mencapai ketuntasan belajar, dimana ketetapan Kriteria Ketuntasan Minimal

di SMK Gajah Mada adalah 70. Sedangkan 29 siswa (37,17%) yang

mendapat nilai lebih dari 70. Menurut Djamarah (2002: 107), menyatakan

bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai

oleh siswa maka persentasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut

tergolong rendah”.

Rendahnya hasil belajar siswa diperkirakan juga akibat dari rendahnya

kompetensi guru dalam menguasai bahan ajar serta penyajian pembelajaran

yang hanya menuntut siswa untuk menghapal teks seperti dalam buku atau

seperti yang dikatakan oleh guru, sehingga ini mengakibatkan siswa kurang

mampu untuk berfikir kreatif, kritis, dan tidak dapat memecahkan solusi

terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam proses pembelajaran

seharusnya siswa di bimbing untuk dapat memahami dan mampu

mengembangkan pola pikir yang kreatif dan kritis serta rasional menurut hasil

(26)

merubah strategi pembelajaran di kelas, sehingga dapat merubah dari mata

pelajaran yang membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan

mengasyikkan. Proses kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan

pengembangan diri siswa di kelas melalui pengalaman-pengalaman yang

inovatif, menantang dan menyenangkan. Karena apabila siswa sudah merasa

senang terhadap suatu pelajaran maka ini bisa merubah hasil belajar yang

diharapkan akan tercapai.

Hasil pra-penelitian yang dilakukan penulis dengan melihat guru-guru di

SMK Gajah Mada Bandar Lampung masih banyak yang belum menerapkan

model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan terlibat

dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Hal ini terlihat pada

metode/pendekatan/strategi yang digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran, seperti yang tertera pada Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Penggunaan Metode/Pendekatan/Strategi Guru SMK Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

No Metode/Pendekatan/Strategi Jumlah guru Prosentase

1. Ceramah 17 54,83

2. Diskusi 3 9,67

3. Demonstrasi 2 6,45

4. Contektual 2 6,45

5. Laboratorium 2 6,45

6. Kooperatif 2 6,45

7 Tanya jawab 2 6,45

8. Simulasi 1 3,22

Jumlah 31 100

Sumber: Data diolah

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas bahwa sebagian besar guru SMK Gajah Mada

(27)

7 diskusi dan 2 orang guru menggunakan pembelajaran demonstrasi, 2 orang

menggunakan metode pembelajaran kontekstual, 2 orang menggunakan

metode laboratorium, 2 orang menggunakan metode kooperatif, 2 orang

menggunakan metode tanya jawab dan 1 orang menggunakan metode

simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih lebih dominan dalam

proses pembelajaran.

IPS merupakan pelajaran yang memiliki bahan materi yang sangat banyak

dan luas, apalagi di sekolah kejuruan mata pelajaran IPS merupakan

gabungan dari seluruh rangkaian kajian ilmu sosial seperti Sosiologi,

Antropologi, Geografi, Sejarah, PKn dan Ekonomi. Dengan begitu luasnya

bahan ajar yang harus dipelajari oleh siswa hal ini menjadikan siswa akan

sangat jenuh dan tidak tertarik mempelajari IPS jika penyajian materi dalam

proses pembelajaran tidak disajikan dengan PAIKEM. Untuk itu seorang

guru IPS harus dapat menggunakan strategi pembelajaran yang efektif dalam

proses pembelajarannya sehingga pembelajaran akan syarat makna dan siswa

akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan

mengesankan. Jika siswa sudah merasa senang maka mereka akan tertarik

dan termotivasi untuk lebih mendalami materi IPS. Untuk itu diperlukan

guru yang kreatif dan inovatif serta mempunyai kredibilitas profesional yang

mamadai agar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang

menyenangkan. Pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada diajarkan oleh

guru-guru yang memiliki latar belakang satu bidang keilmuan saja ini

menjadikan beban berat bagi guru tersebut untuk mampu mengajarkan kepada

(28)

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, setiap guru hanya memiliki satu

bidang kajian keilmuan dari latar belakang pendidikannya, sehingga ini

menjadikan alasan bahwa ketercapaian pembelajaran tidak dapat didapat

secara maksimal dikarenakan gurunya memiliki keterbatasan kemampuan

pada kedalaman bidang kajian.

Menurut Nursid Kusumaatmaja mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya dan yang menimpa kehidupan masyarakat (Pargito, 2010: 71).

Mempelajari IPS siswa dapat memperoleh pengalaman hidup baik secara

langsung atau tidak langsung sehingga hal ini akan menambah kekuatan

menerima, menyimpan, memahami dan mengkonstruk mengenai hal-hal

yang telah dipelajarinya. Cara ini akan menjadikan proses pembelajaran

yang lebih efektif dan siswa memiliki kemampuan untuk mengaplikasikannya

di kehidupan masyarakat. Menurut Banks dalam Pargito (2010: 40), ada 4

kategori yang berkontribusi terhadap tujuan utama pendidikan IPS, yaitu (1)

knowledge, (2) Skills, (3) attitude and value, dan (4) citizen action.

Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari

pendidikan IPS itu sendiri sebagai berikut.

1. Siswa diajarkan untuk memiliki pengetahuan yang luas, terutama

konsep-konsep ilmu sosial untuk dapat digunakan dalam memecahkan

masalah-masalah sosial di dalam kehidupannya.

2. Siswa memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, berfikir secara

(29)

9 3. Siswa mengetahui sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat,

yang menjadi batasan dalam berprilaku untuk proses interaksi sosial.

4. Siswa memiliki kemampuan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dalam

menjalankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat luas.

Merujuk hakikat kawasan IPS, penelitian ini termasuk kedalam pendidikan

IPS sebagai program pendidikan (praktik) ilmu-ilmu sosial, dimana IPS

digunakan untuk praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar peserta

didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan mampu mengambil

keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah kehidupannya. Selain itu

juga IPS merupakan pendidikan reflektif yang bukan hanya sekedar

mengajarkan kajian-kajian keilmuannya dan evaluasi hasil belajar, tetapi

juga harus menjadiikan sebuah pedoman hidup dalam menjalani realita

kehidupan yang penuh tantangan dan permasalahan sosial. Pendidikan IPS

harus bisa mempersiapkan, melatih dan membekali peserta didiknya.

Menurut Pargito (2010:48) pendidikan IPS diharapkan dapat

mengembangkan konsep revolusioner tentang studi-studi sosial, contohnya

sebagai berikut.

1. Pendidikan IPS harus secara fungsional berhubungan dengan kebutuhan

dan minat dari yang ada sekarang, seperti masalah demokrasi, HAM,

keadilan, krisis, konflik, kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan,

wabah, bencana, globalisasi dsb.

2. Isi studi sosial (IPS) harus diatur mengenai topik dan

permasalahan-permasalahan yang disajikan sebaiknya juga subjek yang di sajikan saling

berhubungan dan dikombinasikan untuk penyelidikan kontemporer,

(30)

3. Metode pembelajaran IPS jangan drill, expositry, penyingkatan,

pengulasan tetapi lebih kepada problem solving yang terkait dengan

kehidupannya.

4. Masalah yang dipelajari harus merupakan seleksi dari beberapa sumber

dan pengetahuan, serta sesuai kebutuhan murid dan masyarakat

umumnya.

Pendidikan IPS merupakan suatu keterpaduan secara utuh dari ilmu-ilmu

sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk diimplementasikan

ke dalam dunia pendidikan yang mempunyai struktur dan tujuan akhir dari

pendidikan itu sendiri yaitu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik

agar mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam kehidupan sosial.

Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran IPS akan

membuat siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam belajar. Sehingga

diharapkan dari strategi pembelajaran ini siswa mampu meningkatkan hasil

belajarnya dalam mata pelajaran IPS. Penelitian ini akan mencoba

menggunakan strategi belajar dengan model pembelajaran tipe Group

Investigations (GI) dan model Team Games Tournament (TGT). Kedua

model ini sama-sama merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat

membentuk siswa terampil dalam bekerjasama dan berkolaborasi.

Slavin (2005: 215) mengemukakan bahwa model pembelajaran Group

Investigations membentuk peserta didik dalam berkomunikasi dan

berinteraksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil

(31)

11 dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa

terus bertahan serta aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran informasi

daru subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai

sumber-sumber penting bagi usaha para siswa untuk belajar dan meningkatkan hasil

belajarnya. Model pembelajaran GI merupakan model pembelajaran yang

menuntut peserta didik untuk berpartisipasi aktif, inovatif, bekerjasama dan

kreatif dalam mengembangkan materi pelajaran dari berbagai literatur dan

sumber-sumber lainnya secara mandiri. Siswa dilibatkan sejak perencanaan,

baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui

investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang

baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

Implementasi model pembelajaran GI menurut Slavin (2005: 218) dibagi

kedalam 6 tahapan sebagai berikut.

Tahap 1: mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok

Tahap 2: merencanakan tugas yang akan dipelajari

Tahap 3: melaksanakan investigasi

Tahap 4: menyiapkan laporan

Tahap 5: mempresentasikan laporan akhir

Tahap 6: evaluasi

Model Group Investigations dapat melatih siswa untuk menumbuhkan

kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat

mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations guru hanya berperan

(32)

Sedangkan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah

salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,

melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur

permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang

dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament

(TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping

menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat

dan keterlibatan belajar.

Pembelajaran dengan model TGT kelas terbagi dalam kelompok-kelompok

kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda

tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian

siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran

dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam

setiap hal kecuali kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT

menggunakan turnamen permainan akademik. Dengan menggunakan model

pembelajaran ini, siswa setelah belajar dalam kelompoknya masing-masing

anggota kelompok yang setingkat kemampuannya akan dipertemukan dalam

suatu pertandingan/turnamen yang dikenal dengan “tournaments table”

yang diadakan tiap akhir bahasan atau akhir pekan. Skor yang didapat akan

memberikan kontribusi rata-rata skor kelompok.

Implementasi TGT menurut Slavin (2005: 170) mengemukakan siklus

(33)

13 Tahap 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi

pelajaran

Tahap 2: Belajar tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

Tahap 3: Turnamen, pada tahap ini para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.

Tahap 4: Rekognisi tim, skor dihitung berdasarkan turnamen anggota tim, dan tim tersebut direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Parsons dalam Slavin (2005: 167) model pembelajaran TGT

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu berkompetisi dalam

suasana yang konstruktif positif dengan adanya peraturan dan strategi untuk

bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka,

sehingga mereka membangun ketergantungan dan kepercayaan dengan tim

sehingga ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merasa

percaya diri ketika bersaing dalam turnamen. Model TGT membangkitkan

rasa kegembiraan peserta didik dalam proses permainan, setiap anggota

dalam tim harus saling membantu dan mempersiapkan diri mengenai subjek

permasalahan dalam permainan sehingga peserta didik memiliki rasa

tanggung jawab terhadap diri dan timnya.

Melihat kedua tipe model tersebut maka peneliti merasa yakin bahwa dengan

menggunakan kedua model tersebut proses pembelajaran di kelas khususnya

akan membangkitkan semangat belajar siswa sehingga dapat menciptakan

hasil belajar yang diharapkan. Proses pembelajaran IPS yang dulu dianggap

membosankan dan monoton menjadi menyenangkan di kelas karena siswa

dapat aktif berpartisipasi, berikir kreatif dan kritis serta mampu memecahkan

(34)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan di atas, maka

perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Perbedaan Model Pembelajaran

Group Investigations (GI) dan Model Pembelajaran Team Games

Tournament (TGT) dalam Pembelajaran IPS di SMK”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka beberapa

masalah yang terjadi dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

a. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa kelas XII jurusan Akuntasi 1 dan

2 masih dibawah KKM di SMK Gajah Mada Bandar Lampung.

b. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru di kelas monoton,

guru tidak memiliki kreatifitas dan masih menggunakan metode

pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga suasana di dalam kelas

menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat pada guru.

c. Belum digunakannya model pembelajaran GI dan TGT di SMK Gajah

Mada Bandar Lampung.

d. Keterbatasan kompetensi guru IPS karena memiliki latar belakang satu

kajian keilmuan saja, sedangkan IPS merupakan keterpaduan dari

berbagai kajian ilmu-ilmu sosial.

e. Siswa di SMK Gajah Mada memiliki kompetensi yang lebih rendah

dibandingkan dengan siswa di sekolah negeri, karena mereka merupakan

siswa-siswa yang tidak lolos masuk ke sekolah kejuruan negeri.

f. Siswa di SMK Gajah mada pada saat pembelajaran kurang aktif, kreatif,

inovatif, berkolaborasi dan bekerjasama dengan sesama kawan-kawannya

(35)

15 1.3 Pembatasan Masalah

Peneliti menfokuskan permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada

perbedaan hasil belajar siswa pada model pembelajaran Group Investigations

dan Team Games Tournament pada mata pelajaran IPS Terpadu terhadap

siswa kelas XII Akuntasi di SMK Gajah Mada Bandar Lampung tahun

pelajaran 2012-2013.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut.

a. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan

antar kemampuan awal siswa?

b. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI

dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi?

c. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI

dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang?

d. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI

dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah?

e. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan

kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa

(36)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini sebagai berikut.

a. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar siswa antar model

pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa.

b. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan

model TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi.

c. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan

TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang.

d. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan

TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah.

e. Untuk menganalisis interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan

kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa

kelas XII.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses

pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada Bandar Lampung. Secara

keseluruhan manfaat hasil penelitian ini dapat diuraiakan sebagai berikut.

1.6.1 Kegunaan Teoritis

Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini

(37)

17 a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pembelajaran IPS di

SMK, khususnya dalam peningkatan hasil belajar siswa dengan

menggunakan model pembelajaran GI dan TGT.

b. Sebagai sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dalam

pembelajaran IPS di SMK.

c. Diharapkan menjadi landasan empirik bagi peneliti-peneliti

selanjutnya, terutama bagi yang mengkaji dan mengembangkan

model pembelajaran GI dan TGT dalam upaya meningkatkan hasil

belajar siswa.

1.6.2 Kegunaan Praktis

Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini

dikemukakan sebagai berikut.

a. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan referensi kepada

guru-guru lain dalam menerapkan model pembelajaran GI dan TGT.

b. Bagi Siswa, diharapkan dapat mendorong minat belajar siswa

untuk lebih semangat, percaya diri dan mampu berkolaborasi serta

bekerjasama dengan warga sekolah lainnya sehingga berdampak

pada peningkatan kualitas proses pembelajaran dan peningkatan

hasil belajar.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat memperbaiki

pembelajaran didalam kelas dan menjadi referensi bagi guru-guru

lainnya untuk mempraktekkan model ini dalam usaha

(38)

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan sebagai berikut.

1. Ruang lingkup variabel yang diteliti.

Variabel yang diteliti adalah hasil belajar dengan menggunakan model

pembelajaran GI dan model pembelajaran TGT.

2. Ruang lingkup subjek penelitian.

Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII jurusan

Akuntansi 1 dan 2.

3. Ruang lingkup tempat penelitian.

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMK Gajah Mada Bandar

Lampung.

4. Ruang lingkup waktu penelitian.

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester genap.

1.8 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup kajian ilmu IPS (social studies) sebagai program pendidikan

yang memuat konsep generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang terpadu

agar peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat

mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap berbagai

masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada lima tradisi social studies,

yaitu (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as

citizenship transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu social (Social studies as

social sciences); (3) IPS sebagai penelitian mendalam (Social studies as

reflective inquiry); (4) IPS sebagai kritik kehidupan social (Social studies

(39)

19 studies as personal development of the individual) (Pargito, 2010: 44).

Mata pelajaran IPS dibuat untuk dapat mengembangkan pengetahuan,

pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat

dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS

juga disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses

pembelajaran untuk membentuk peserta didik dalam menghadapi tantangan

masyarakat global yang sangat dinamis. Pendidikan IPS di sekolah

merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendahulukan konsep

dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan

pertimbangan psikologis untuk mempersiapkan siswa menuju masa depan.

Tujuan pendidikan IPS adalah mempersiapkan siswa sebagai warga negara

agar dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipatif dalam

kehidupan sosialnya sebagai pribadi, warga masyarakat, bangsa dan warga

dunia. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi

dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global

(40)

Dalam kajian ilmu IPS terdapat tema utama yang berfungsi sebagai pengatur

alur untuk kurikulum sosial di setiap tingkat sekolah. Sepuluh konsep IPS

menurut NCSS dalam Pargito (2010: 35), yaitu (1) culture; (2) time,

continuity and charge (3) people, places and enviorenment; (4) individual

development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6)

power, authority and governmance; (7) production, distribution and

consumtion; (8) science, technology and society; (9) global connections,

and (10) civic idealisand practices.

Pelajaran IPS di SMK diberikan untuk menunjang non-produktif

pembelajaran dikarenakan mulai tahun 2009 IPS masuk dalam mata pelajaran

yang ada di Ujian Nasional. Sehingga IPS mulai diterapkan dengan kategori

waktu hanya mencapai 23 jam. Pelaksanaan IPS di SMK diterapkan pada

kelas X dan kelas XI, boleh dilaksanakan di kelas XII tetapi tidak menambah

jam yang sudah ditetapkan dari kurikulum yang ada untuk SMK.

Selama ini siswa SMK hanya diberikan kajian yang menjurus kepada salah

satu bidang keilmuan sebagai bekal mereka untuk bekerja nanti setelah lulus

dari sekolah menengah atas. Melihat fenomena tersebut mengakibatkan

siswa-siswa lulusan SMK kurang tangguh dalam menghadapi

masalah-masalah sosial yang mereka hadapi di dunia kerja dan di lingkungan

sekitarnya. Untuk itu disinilah peran serta IPS dalam memberikan bekal bagi

mereka untuk bisa aktif, kreatif, bekerjasama, dapat memutuskan, dan

mampu untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dalam

(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

Mendukung penelitian ini, maka pembahasan dalam bab ini akan difokuskan

pada sub bab yang berupa tinjauan pustaka, tinjauan mengenai teori belajar,

pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dan

model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), belajar, hasil belajar,

Ilmu Pengetahuan Sosial, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis.

Lebih jelasnya pembahasan tiap sub akan diuraikan sebagai berikut.

2.1Tinjauan Pustaka

Tinjauan dalam penelitian ini agar lebih akurat maka harus didukung oleh

teori-teori dari ahli-ahli di bidangnya, dimana teori-teori tersebut menjadi

penunjuk arah yang dapat membatasi penelitian ini menjadi relevan.

2.1.1 Teori Belajar

Menurut Kimble, belajar adalah perubahan tingkah laku atau potensi

perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak

bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer)

seperti keadaan sakit, keletihan atau obat (Olson, 2010: 8). Definisi ini

mengingatkan kita bahwa pengalaman dapat menyebabkan peristiwa

(42)

Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat

diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral

performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut

kecendrungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang

dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan

melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar

antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan.

Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak

dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan

seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat

melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pemikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tindakan (Budiningsih, 2005: 21).

Proses belajar terjadi melalui suatu proses yang dialami secara

langsung dan aktif oleh siswa pada saat mengikuti suatu kegiatan

belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik

yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Proses belajar yang

berkulitas tidak bisa terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu

direncanakan dan persiapan yang baik. Belajar merupakan kegiatan

(43)

23 pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada siswa dalam

membangun semangat dan kreatifitas. Oleh karena itu diperlukan

penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan

tanggung jawab pelajar untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran

yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dan lebih

maksimal hasilnya jika dibandingkan dengan satu indera. Hal ini akan

memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan

cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara-cara saja.

Seorang ahli yang bernama Marsell mengemukakan bahwa belajar

adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi,

menelusuri, dan memperoleh sendiri (Sagala, 2005: 13). Proses

kegiatan belajar mengajar merupakan suatu fenomena yang melibatkan

setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Sejauh mana seorang

guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan

pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu

berlangsung. Ini berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat

mengarahkan perhatian pembelajar ke dalam nuansa proses belajar

seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini sesuai dengan empat pilar

pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam

Munir (2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk

berpengetahuan), (2) to learn to do (belajar untuk berbuat), (3) to

learn to live together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan (4) to

learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu diperlukan membangun

(44)

dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal

ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan

proses pembelajaran yang baik.

Menurut Djamarah ( 2006: 5) ada empat strategi dasar dalam belajar

mengajar yaitu:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi

perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana

yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi

dan pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar

mengajar yang dianggap paling tepat dan paling efektif sehingga

dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan

mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau

kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan

pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan

belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat

penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara

keseluruhan.

Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih termotivasi belajar jika

pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan kondisi

seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang

(45)

25 siswa secara aktif dalam proses belajar sangat penting agar proses

belajar mengajar lebih bermakna. Oleh karena itu, diperlukan

pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan

pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif

dan efisien.

Djamarah (2002: 15-16) menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu (1)

perubahan yang terjadi secara teratur, (2) perubahan dalam belajar

bersifat fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan

aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5)

perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan

mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Skinner

dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 9) mengemukakan bahwa belajar

adalah suatu dimana pada saat orang belajar, maka responnya akan

menjadi lebih baik, tapi sebaliknya jika ia tidak belajar maka

responnya menurun.

Proses belajar dapat terjadi baik secara alamiah maupun direkayasa.

Proses belajar secara alamiah biasanya terjadi pada kegiatan yang

umumya dilakukan oleh setiap orang dan kegiatan belajar ini tidak

direncanakan. Sedangkan proses belajar yang direkayasa merupakan

proses belajar yang memiliki sistematika yang jelas dan telah

direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam proses ini metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan

(46)

memungkinkan tercapainya perubahan perilaku karena ada rancangan

yang berisi metode dan alat pendukung. Proses belajar yang

direkayasa tentu saja diperlukan perencanaan dan persiapan yang

matang dari guru sebagai fasilitator sehingga pelaksanaan

pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang ingin

dicapai. Dalam proses pembelajaran siswa akan menghubungkan

pengetahuan atau ilmu yang dimiliki dalam ingatannya kemudian

menghubungkan dengan pengetahuan baru. Belajar merupakan

kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman,

sehingga diperlukan dorongan kepada pelajar dalam membangun

gagasan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang

mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pelajar untuk

belajar sepanjang hayat. Teori belajar lebih fokus kepada bagaimana

peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan variabel-variabel

yang menentukan hasil belajar. Dengan demikian, dalam

pengembangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar

sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.

Proses belajar mengajar yang akan disampaikan oleh guru harus

terlebih dahulu memperhatikan kemampuan yang dimiliki siswa

sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan

menyenangkan yang bisa membuat aktivitas belajar siswa menjadi

lebih optimal sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Untuk menciptakan kondisi belajar seperti itu harus diperhatikan

(47)

27 1. Prinsip motivasi, dimana guru berperan sebagai motivator

yang merangsang dan membangkitkan motivasi yang positif dari siswa dalam proses belajar mengajar.

2. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan materi baru dengan apa yang telah diperoleh sebelumnya oleh siswa. Dengan perolehan inilah siswa dapat memperoses materi baru.

3. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubungkan seluruh aspek pengajaran.

4. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegiatan intelektual.

5. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kenyataan bahwa ada perbedaan-perbedaan tertentu yang disetiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal.

6. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.

7. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka pada masalah dan mempunyai keterampilan untuk mampu menyelesaikannya. (Seniawan dalam Gulo, 2004: 77).

Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau di transfer dari

orang lain tetapi dibentuk dan dikonstruksi dalam diri individu siswa,

sehingga siswa mampu mengembangkan intelektualnya.

2.1.1.1 Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne dalam Mariana (1999: 25) mengemukakan bahwa

untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, baik

kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan

peningkatan memori sebagai hasil belajar terdahulu, dimana memori

siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru

dan ditempatkannya bersama-sama. Sedangkan yang menjadi kondisi

(48)

Kondisi internal dan eksternal sangat penting dalam proses

pembelajaran hal ini dilakukan sebagai daya dukung agar siswa

memperoleh hasil yang diharapkan. Kondisi ekternal bertujuan untuk

merangsang ingatan siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran,

membimbing belajar untuk mampu memahami materi pelajaran yang

baru dan memberikan keleluasaan dan kesempatan kepada siswa untuk

menghubungkan dengan informasi yang baru.

Gagne dalam Herpratiwi (2009: 27) mengemukakan bahwa proses

belajar adalah proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang

memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki

sebelumnya. Pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi

terjadinya proses pembentukkan keterlibatan siswa yang memberikan

penambahan pengetahuan. Guru harus dengan sadar merencanakan

kegiatan pembelajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan

segala sesuatu guna untuk kepentingan pembelajaran.

Gagne dalam Surya (2003: 61) hasil pembelajaran merupakan keluaran

dan pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang

meliputi (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi

kognitif, (4) sikap, (5) kecakapan motorik. Informasi verbal ini adalah

hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam

bentuk kata-kata atau kalimat, pemberian nama atau label terhadap

suatu benda atau fakta, pemberian definisi atau pengertian serta

(49)

29 Menurut Surya (2003: 62), proses pembelajaran menurut teori Gagne

terjadi melalui delapan fase yaitu (1) motivasi, (2) pemahaman, (3)

perolehan, (4) penahanan, (5) ingatan kembali, (6) generalisasi, (7)

perlakuan, (8) umpan balik. Fase motivasi dimana individu memulai

pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu

tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Fase pemahaman merupakan

fase dimana individu menerima dan memahami rangsangan yang

berupa informasi yang diperoleh dalam pembelajaran. Fase perolehan

merupakan fase dimana individu mempersepsikan atau memberi

makna segala informasi yang sampai pada dirinya. Fase penahanan

adalah untuk menahan hasil pembelajaran dimana informasi agar

mampu dipakai untuk jangka panjang. Fase ingatan kembali

merupakan fase dimana informasi dikeluarkan kembali yang telah

disimpan. Fase generalisasi dimana individu akan menggunakan hasil

pembelajaran yang telah dimilikinya untuk keperluan tertentu. Fase

perlakuan merupakan perwujudan perubahan perilaku individu sebagai

hasil pembelajaran. Fase umpan balik dimana individu memperoleh

umpan balik dari perilaku yang telah dilakukannya.

2.1.1.2 Teori Belajar Bruner

Bruner menekankan dalam proses belajar adanya pengaruh kebudayaan

terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free

discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada

(50)

pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam

kehidupannya.

Bruner (1966) dalam Budiningsih (2005: 40) adalah seorang pengikut

setia teori kognitif khususnya dalam studi perkembangan fungsi

kognitif. Ia memandang perkembangan kognitif manusia sebagai

berikut.

a. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam

menanggapi suatu rangsangan.

b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem

penyimpanan informasi secara realis.

c. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan

berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata

atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan

dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri

sendiri.

d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua

dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa

merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami dan

mengkomunikasikan konsep-konsep yang ada kepada orang lain

diperlukan bahasa.

f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk

mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih

tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan

(51)

31 Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat

ditingkatkannya dengan cara menyusun materi pelajaran dan

penyajiannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.

Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara

mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara

mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara

umum, kemudian berkala kembali mengajarkan materi yang sama

dalam cakup yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum

ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral

merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan

tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.

Pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah menurut Bruner

lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis.

Kurang menekankan pada kemampuan berfikir intuitif. Berfikir

intiuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang

matematika, biologi, fisika, dsb, sebab setiap disiplin ilmu memiliki

konsep, prinsip dan prosedur yang harus difahami sebelum seseorang

belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti,

dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada

suatu kesimpulan.

2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel

Belajar seharusnya merupakan asimilasi dan yang bermakna bagi

(52)

belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak

banyak bermakna. Teori Ausubel mengemukakan bahwa proses akan

mendatangkan hasil bermakna kalau guru dalam menyajikan materi

pelajaran yang baru dapat menghubungkan dengan konsep yang

relevan yang sudah ada dalam struktur kognitis siswa.

Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian dalam Paul (1997: 53-54)

terdapat dua jenis belajar yaitu belajar bermakna dan belajar

menghafal. Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana

informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah

dipunyai oleh seorang yang sedang belajar. Bisa konsep yang cocok

dengan fenomena baru tersebut itu belum ada dalam struktur kognitif

seseorang maka informasi yang baru tersebut harus dipelajari dengan

menghafal. Ini berarti proses belajar bermakna akan terjadi bila hal-hal

baru yang akan dipelajarinya terkait dengan kemampuan yang telah

dimiliki seseorang. Guru harus dapat mengembangkan potensi

kognitif melalui proses belajar bermakna. Lebih efektif jika guru

menjelasan dengan menggunakan penjelasan, peta konsep,

demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Media-media tersebut digunakan

untuk lebih menunjang dan mendorong siswa agar lebih tertarik dan

lebih faham dalam mempelajari materi pelajaran yang akan

dipelajarinya.

Ausubel mengemukakan dalam Herpratiwi (2009: 25) belajar

Gambar

Tabel
Tabel 1.1 Hasil belajar IPS pada semester ganjil kelas XII jurusan
Tabel 1.2  Penggunaan Metode/Pendekatan/Strategi Guru SMK Gajah
Gambar 2.1:  hasil yang diperoleh siswa dari cooperative learning (Arends,  2008: 5).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ada perbedaan dibandingkan hasil belajar siswa

Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas belajar siswa menggunakan Model Pembelajaran TGT disertai media Kartu Remi Fisika dan untuk mengkaji

Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran STAD dan TGT dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar aspek

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran PBL dengan kemampuan

1) Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang belajar dengan model Teams Games Tournament menggunakan media game kartu dan game animasi. Siswa yang belajar

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan seperti yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok

terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar dengan tingkat kecemasan. Dengan kata lain masing-masing model pembelajaran akan menghasilkan hasil belajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model