ABSTRACT
THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL
STUDIES LEARNING IN SMK
BY
ENDEN SOPA SOPIYANA
The focus of the research is to examine the difference between GI and TGT learning model towards students’ achievement. The problem analyzed in the research is to know (1) the difference between the learning models and students’ early ability towards their achievement, (2) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with high scores in social stusies, (3) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with average scores in social studies, (4) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with low scores in social studies, (5) the interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. This research uses an experimental approach with a 2 x 3 factorial design. The data is analyzed by using Two-Way (5) there is an interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. Based on the result of data analysis, it can be concluded that there is a difference between using Group Investigations (GI) and Teams Games Tournament (TGT) learning model towards students’ achievement by looking at the students’ early ability.
ABSTRACT
PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SMK
Oleh
ENDEN SOPA SOPIYANA
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan model pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) perbedaan hasil belajar IPS dengan model
pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok
siswa berkemampuan awal rendah, (5) Interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen dengan rancangan desain faktorial 2 x 3. Data dianalisa denganmenggunakan variansi dua jalan sel tak sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah, (5) ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara yang
menggunakan model pembelajaran Group Investigations (GI) dengan model
pembelajaran Team Groups Tournament (TGT).
PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT s(TGT) DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SMK
Oleh
ENDEN SOPA SOPIYANA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Group Investigation dan Team Games Tournament dalam Pembelajaran IPS ” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya
penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang
berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.
2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Bandar Lampung, 10 April 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Enden Sopa Sopiyana dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1981 di Bandung,
merupakan putri pertama dari Bapak Entis Sutisna dan Ibu Iim Suminar.
Peneliti menyelesaikan pendidikan sekolah di SDN Binaharapan diselesaikan
pada tahun SMPN 4 Bandung tamat tahun 1993 dan SMAN 24 Bandung
diselesaikan pada tahun 1999, pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan Strata 1
di Universitas Islam Bandung, Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Public
Relations (Humas) yang selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2006 mengikuti
program AKTA IV di IAIN Radin Intan Bandar lampung. Selanjutnya pada tahun
2011 melanjutkan ke Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.
Pada tahun 2006 peneliti bertugas sebagai guru mata pelajaran IPS dan Bimbingan
Konseling di SMA dan SMK Gajah Mada Bandar lampung sampai dengan
sekarang.
Penulis menikah dengan Maryadi Saputra pada tanggal 2 Agustus 2002 dan telah
MOTTO
Selamat di Dunia dan di Akhirat
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Karya kecilku
ini kupersembahkan kepada orang-orang yang ku cinta.
Bapak dan mamah yang selalu memberi energi positif dan untaian doa untuk
keselamatan dan kebahagiaan hidupku.
Kekasihku di dunia dan akhirat Maryadi Saputra yang selalu menyayangi,
melindungi dan menjagaku.
SANWACANA
Assalammualaikum Wr. Wb.
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena hanya
dengan ridho dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, penulis mendapatkan
kekuatan dalam menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pasca Sarjana IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak yang secara langsung atau tidak telah memberikan sumbangan
pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo selaku Direktur Pascasarjana Unila.
3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Unila.
4. Dr. Hi. Pargito, M.Pd, selaku Ketua Program Pasca sarjana PIPS sekaligus
sebagai pembahas. Yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi
5. Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E, M.M. selaku pembimbing I yang
telah dengan sabar membimbing, memberi motivasi, saran dan
memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Dr. Hi. Darsono, M.Pd. Selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis.
7. Mamah dan Bapak yang tiada henti selalu mendoakan, mendukung dan
memberi restu untuk kebahagian dan kesuksesanku.
8. Suamiku tercinta Maryadi Saputra dan anak-anakku tersayang yang telah
sabar dan ikhlas walau selalu terabaikan selama menyelesaikan studi ini.
9. Kedua mertuaku yang telah memberikan materil kepada keluargaku.
10. Sahabat-sahabatku seperjuangan Eliyawati, Mimin Tarsih, Noca, Febty,
Erika, Andalas, Haris, Hanifah, Enyang yang sangat AMAZING dalam
cerita-cerita dan wisata kulinernya, dan seluruh teman-teman lainnya
angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat dan bantuan sehingga tesis ini dapat diselesaikan,
semoga kita bisa saling menjaga tali silaturahmi sampai kapanpun.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis
harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan
sumbangsih bagi dunia pendidikan yang terus berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, April 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 14
1.3 Pembatasan Masalah ... 15
1.4 Rumusan Masalah ... 15
1.5 Tujuan penelitian ... 16
1.6 Manfaat Penelitian ... 16
1.6.1 Kegunaan Teoritis ... 16
1.6.2 Kegunaan Praktis ... 17
1.7 Ruang Lingkup ... 18
1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 18
Halaman
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ... 21
2.1 Tinjauan Pustaka ... 21
2.1.1 Teori Belajar ... 22
2.1.1.1 Teori Belajar Gagne ... 27
2.1.1.2 Teori Belajar Bruner ... 29
2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel ... 31
2.1.1.4 Teori Belajar Piaget ... 34
2.1.2 Hasil Belajar ... .. 37
2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 39
2.1.2.2 Kategori Hasil Belajar ... 40
2.1.3 Pembelajaran ... 41
2.1.3.1 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS .... 44
2.1.3.2 Teori Behavioristik dalam Pembelajaran IPS ... 47
2.1.3.3 Teori Kognitif dalam Pembelajaran IPS ... . 49
2.1.4 Pembelajaran IPS ... . 52
2.1.4.1 Karakteristik Pendidikan IPS ... . 54
2.1.4.2 Tujuan Pendidikan IPS ... ... 55
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ... ... 58
2.1.5.1 Fase-fase dalam Pembelajaran Kooperatif ... 61
2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... . 62
2.1.6 Model Pembelajaran GI ... . 63
2.1.6.1 Peran Model GI Terhadap Hasil Belajar ... . 67
2.1.7 Model Pembelajaran TGT ... .. 69
2.1.7.1 Peran Model TGT Terhadap Hasil Belajar ... . 76
2.1.7.2 Kelebihan dan Kelemahan TGT ... 79
2.2 Penelitian yang Relevan ... .. 80
2.3 Kerangka Pikir ... . 81
1.4 Hipotesis ... 83
III. METODE PENELITIAN ... ... 85
3.1 Rancangan Penelitian ... .. 85
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... .. 87
3.2.1 Waktu Penelitian ... 87
3.2.2 Tempat Penelitian ... .... 87
3.3 Populasi dan Sampel ... . 88
3.3.1 Populasi ... ... 88
3.3.2 Sampel ... 88
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... ... 90
3.5 Instrumen Pengumpulan Data ... 92
3.6 Pengujian Instrumen ... ... 95
3.6.1 Taraf Kesukaran ... 95
3.6.2 Daya Pembeda ... 96
3.6.3 Validitas Instrumen ... ... 98
3.6.4 Reabilitas Instrumen ... 99
3.7 Definisi Operasional ... .... 100
Halaman
3.7.2 Kemampuan Awal IPS ... 102
3.7.3 Model GI ... ... 103
3.7.4 Model TGT ... 109
3.8 Kalibrasi Instrumen ... 113
3.9 Teknik Analisis Data ... 113
3.9.1 Uji Normalitas ... 114
3.9.2 Uji Homogenitas ... 115
3.10 Desain Analisis ... 116
3.11 Pengujian Hipotesis ... 117
3.11.1 Hipotesis Statistik ... 118
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 123
4.1 Gambaran Umum SMK Gajah Mada ... 123
4.1.1 Sejarah Berdirinya SMK Gajah Mada ... ... 123
4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ... 124
4.1.3 Keadaan Guru dan Pegawai ... 125
4.2 Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 126
4.2.1 Uji Normalitas ... 126
4.2.2 Uji Homogenitas ... 130
4.3 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131
4.3.1 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kategori Model Pembelajaran ... 131
4.3.2 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kemampuan Awal ... 132
4.4 Pengujian Hipotesis ... 133
4.4.1 Perbedaan hasil Belajar Siswa Antarmodel dan Antarkemampuan Awal Siswa ... 134
4.4.2 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137
4.4.3 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139
4.4.4 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141
4.4.5 Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap hasil Belajar IPS pada Siswa ... 143
4.5 Pembahasan ... 143
4.5.1 Pembahasan Hipotesis Pertama ... 149
4.5.2 Pembahasan Hipotesis Kedua ... 156
4.5.3 Pembahasan Hipotesis Ketiga ... 161
4.5.4 Pembahasan Hipotesis Keempat ... 165
4.5.5 Pembahasan Hipotesis Kelima ... 169
4.6 Keterbatasan Penelitian ... 172
V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 174
5.1 Simpulan . ... 174
5.2 Implikasi ... 176
5.2.1 Implikasi Teoritis ... 176
5.2.2 Implikasi praktis ... 178
5.3 Saran ... 180
DAFTAR PUSTAKA ... 183
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Hasil Belajar IPS Semester Ganjil Kelas XII Ak ... 5
1.2 Penggunaan Metode/Strategi Guru di SMK Gajah Mada ... 6
2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 50
2.2 Kriteria Rerata Kelompok ... 73
2.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk 3 Pemain ... 73
2.4 Perhitungan Poin Permainan untuk 4 Pemain ... 74
3.1 Desain Ringkasan Prosedur Eksperimen ... 87
3.2 Pengelompokkan Nilai Kemampuan Siswa ... 90
3.3 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Awal ... 93
3.4 Kisi-kisi Hasil Belajar ... 94
3.5 Klasifikasi Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal... 96
3.6 Klasifikasi Kriteria Daya Beda Butir Soal ... 97
3.7 Interpretasi Reabilitas ... 101
3.8 Tahap I Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 104
3.9 Tahap 2 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 105
3.10 Tahap 3 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 106
3.11 Tahap 4 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 107
3.12 Tahap 5 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 108
3.13 Tahap 6 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 109
3.14 Desain Faktorial ... 116
4.1 Daftar Nama Guru dan Pegawai SMK Gajah Mada ... 125
4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Model GI ... 127
4.4 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 128
4.5 Hasil Uji Homogenitas Dengan Model GI ... 129
4.6 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 130
4.7 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 131
4.8 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 132
4.9 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 133
4.10 Olah Data Perbedaan Hasil Belajar Dengan Model GI dan TGT Melihat Kemampuan Awal Siswa ... 135
4.11 Uji perbedaan Hasil Belajar Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137
4.12 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 138
4.13 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139
4.14 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 140
4.15 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141
4.16 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 142
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Hasil Yang di Peroleh Siswa dari Cooperatif Learning ... 59
2.2 Paradigma Penelitian ... 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus Pembelajaran ... 187
2. RPP Model Pembelajaran GI dan TGT ... 191
3. Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 212
4. Instrumen Tes Hasil Belajar ... 217
5. Analisis Data Uji Coba Instrumen Penelitian ... 233
6 . Hasil Uji Reliabilitas ... 230
7. Data Kemampuan Awal, Hasil Belajar Model GI dan TGT ... 231
8. Uji Persyaratan Hipotesis ... 233
9. Olah Data Penelitian ... 237
10. Olah Deskripsi Penelitian ... 239
11. Surat Ijin Penelitian ... 240
I. PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan di paparkan mengenai beberapa hal yang melatar belakangi
permasalahan yang akan diteliti oleh penulis. Hal ini berguna untuk
memfokuskan arah pembahasan yaitu berupa latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian. Untuk menjelaskan pembahasan pada setiap
subbab akan diuraikan berikut ini.
1.1 Latar Belakang Masalah
Seorang guru harus memiliki kompetensi yang baik karena mempunyai
tanggung jawab dalam mengelola situasi dan kondisi dalam proses
pembelajaran dimana hal ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan,
memilih dan menetapkan strategi, metode, materi, media, sampai kepada
evaluasi pembelajaran yang tepat yang harus disesuaikan dengan kurikulum
yang ada. Untuk melaksanakan hal tersebut maka seorang guru harus
memiliki kemampuan berkreatifitas yang tinggi untuk membuatnya agar
proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan
sehingga tujuan meningkatkan hasil belajar siswa dapat tercapai.
Meningkatkan mutu pendidikan memang ditentukan oleh banyak faktor,
proses pembelajaran di sekolah sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam
pelaksanaan pembelajaran khususnya di sekolah peranan guru sangatlah
penting karena berpengaruh sebagai ujung tombak untuk peningkatan hasil
belajar siswa. Melihat bahwa peranan guru begitu berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar maka menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, menetapkan bahwa guru
harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Seorang
guru dapat dikategorikan memenuhi standar akademik jika guru itu telah
dinyatakan tamat D-IV atau S1, sedangkan untuk terpenuhinya standar
kompetensi, seorang guru diukur melalui kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan kompetensi profesional.
SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang tergolong relatif memiliki
siswa-siswi yang banyak dibandingkan dengan sekolah swasta lainnya untuk
program keahlian bisnis manajemen. Memang dikenal dari dahulu memiliki
siswa yang nakal, sering tawuran, nongkrong dipingir jalan tetapi seiring
dengan perkembangan peraturan dan kepemimpinan itu semua dapat ditekan
bahkan kejadian tawuran yang dulu hampir tiap tahun terjadi dari generasi ke
generasi sekarang tidak pernah terjadi lagi. YP Gajah Mada memang secara
berangsur-angsur mulai membenahi sistem kedisiplinan di sekolah khususnya
di SMK, dari tahun 2006 sampai dengan sekarang hampir tidak pernah lagi
ditemukan perkelahian antar siswa baik di dalam sekolah maupun di luar
sekolah, karena konsekwensi aturan sekolah menetapkan jika siswanya
3 kepada orang tuanya. Siswa-siswa SMK Gajah Mada beberapa kali
memenangkan lomba akuntansi yang diselenggarakan dibeberapa universitas
dan lomba Cepat tepat yang diselenggarakan oleh Dinas Kota Bandar
Lampung. Walaupun begitu dari rata-rata kompetensi yang dimiliki oleh
siswa-siswi memang masih kalah jauh dengan siswa yang bersekolah di SMK
negeri.
Program Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) di sekolah kejuruan merupakan
program istimewa karena ini memberikan pembelajaran yang berharga
kepada peserta didik untuk belajar di dalam dunia kerja yang nyata dan
sesungguhnya. Ini yang menjadikan perbedaan dengan SMA. Siswa-siswi
SMK lebih siap pakai dalam dunia kerja setelah lulus dari sekolah. SMK
Gajah Mada dalam program PRAKERIN bekerjasama dengan 25 instansi dan
perusahaan di kota Bandar Lampung. Khusus jurusan Akuntansi para siswa
ditempatkan di instansi dan perusahaan yang disesuaikan dengan bidang
keahlian, instansi dan perusahaannya seperti DISPENDA, Kantor Pajak,
Pegadaian, Bumi Waras, Pelindo, Dinas Kesehatan, DISHUT, dan masih
banyak lagi.
Melihat rendahnya hasil belajar siswa di SMK Gajah Mada ini disebabkan
dalam proses pembelajaran guru tidak memiliki kreatifitas dan masih
menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga
suasana di dalam kelas menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat
pada guru, siswa cenderung menjadi pasif, mereka hanya duduk, diam,
bagaimana memahami dan berfikir kritis, kreatif, bekerjasama,
berkolaborasi, mencari solusi sehingga siswa tertarik dan termotivasi untuk
lebih memdalami materi yang diajarkan.
SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang mana siswa-siswinya
merupakan hasil sisa dari mereka yang tidak lolos di sekolah negeri, ini juga
yang mempengaruhi bahwa tidak dapat dipungkiri sebagian besar kualitas
kompetensinya lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berhasil lolos
ke sekolah negeri. Inilah yang menjadi beban berat bagi para guru untuk bisa
membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa bahwa walaupun
mereka sekolah di swasta tetapi mampu untuk bersaing dengan siswa-siswi di
sekolah negeri. Untuk itu guru-guru di SMK Gajah Mada harus memiliki
kemampuan dalam segala hal untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran
bagi siswa-siswi yang memiliki kategori seperti hal tersebut agar mereka
mampu untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Melihat realitas di lapangan, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas
dapat dibuktikan bahwa di SMK Gajah Mada Bandar Lampung perolehan
hasil belajar khususnya mata pelajaran IPS masih sangat rendah. Berdasarkan
data yang terdapat pada dokumen nilai siswa kelas XII Ak 1 dan XII Ak 2
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih sangat rendah yang dapat
5 Tabel 1.1 Hasil belajar IPS pada semester ganjil kelas XII jurusan
Akuntansi TP 2012-2013 di SMK Gajah Mada Bandar Lampung
No Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)
1.
Sumber: data daftar nilai guru IPS
Berdasarkan pada Tabel 1.1 terdapat 49 siswa (62,82%) yang belum
mencapai ketuntasan belajar, dimana ketetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
di SMK Gajah Mada adalah 70. Sedangkan 29 siswa (37,17%) yang
mendapat nilai lebih dari 70. Menurut Djamarah (2002: 107), menyatakan
bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai
oleh siswa maka persentasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut
tergolong rendah”.
Rendahnya hasil belajar siswa diperkirakan juga akibat dari rendahnya
kompetensi guru dalam menguasai bahan ajar serta penyajian pembelajaran
yang hanya menuntut siswa untuk menghapal teks seperti dalam buku atau
seperti yang dikatakan oleh guru, sehingga ini mengakibatkan siswa kurang
mampu untuk berfikir kreatif, kritis, dan tidak dapat memecahkan solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam proses pembelajaran
seharusnya siswa di bimbing untuk dapat memahami dan mampu
mengembangkan pola pikir yang kreatif dan kritis serta rasional menurut hasil
merubah strategi pembelajaran di kelas, sehingga dapat merubah dari mata
pelajaran yang membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan
mengasyikkan. Proses kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan
pengembangan diri siswa di kelas melalui pengalaman-pengalaman yang
inovatif, menantang dan menyenangkan. Karena apabila siswa sudah merasa
senang terhadap suatu pelajaran maka ini bisa merubah hasil belajar yang
diharapkan akan tercapai.
Hasil pra-penelitian yang dilakukan penulis dengan melihat guru-guru di
SMK Gajah Mada Bandar Lampung masih banyak yang belum menerapkan
model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan terlibat
dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Hal ini terlihat pada
metode/pendekatan/strategi yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran, seperti yang tertera pada Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Penggunaan Metode/Pendekatan/Strategi Guru SMK Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013
No Metode/Pendekatan/Strategi Jumlah guru Prosentase
1. Ceramah 17 54,83
2. Diskusi 3 9,67
3. Demonstrasi 2 6,45
4. Contektual 2 6,45
5. Laboratorium 2 6,45
6. Kooperatif 2 6,45
7 Tanya jawab 2 6,45
8. Simulasi 1 3,22
Jumlah 31 100
Sumber: Data diolah
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas bahwa sebagian besar guru SMK Gajah Mada
7 diskusi dan 2 orang guru menggunakan pembelajaran demonstrasi, 2 orang
menggunakan metode pembelajaran kontekstual, 2 orang menggunakan
metode laboratorium, 2 orang menggunakan metode kooperatif, 2 orang
menggunakan metode tanya jawab dan 1 orang menggunakan metode
simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih lebih dominan dalam
proses pembelajaran.
IPS merupakan pelajaran yang memiliki bahan materi yang sangat banyak
dan luas, apalagi di sekolah kejuruan mata pelajaran IPS merupakan
gabungan dari seluruh rangkaian kajian ilmu sosial seperti Sosiologi,
Antropologi, Geografi, Sejarah, PKn dan Ekonomi. Dengan begitu luasnya
bahan ajar yang harus dipelajari oleh siswa hal ini menjadikan siswa akan
sangat jenuh dan tidak tertarik mempelajari IPS jika penyajian materi dalam
proses pembelajaran tidak disajikan dengan PAIKEM. Untuk itu seorang
guru IPS harus dapat menggunakan strategi pembelajaran yang efektif dalam
proses pembelajarannya sehingga pembelajaran akan syarat makna dan siswa
akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan
mengesankan. Jika siswa sudah merasa senang maka mereka akan tertarik
dan termotivasi untuk lebih mendalami materi IPS. Untuk itu diperlukan
guru yang kreatif dan inovatif serta mempunyai kredibilitas profesional yang
mamadai agar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada diajarkan oleh
guru-guru yang memiliki latar belakang satu bidang keilmuan saja ini
menjadikan beban berat bagi guru tersebut untuk mampu mengajarkan kepada
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, setiap guru hanya memiliki satu
bidang kajian keilmuan dari latar belakang pendidikannya, sehingga ini
menjadikan alasan bahwa ketercapaian pembelajaran tidak dapat didapat
secara maksimal dikarenakan gurunya memiliki keterbatasan kemampuan
pada kedalaman bidang kajian.
Menurut Nursid Kusumaatmaja mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya dan yang menimpa kehidupan masyarakat (Pargito, 2010: 71).
Mempelajari IPS siswa dapat memperoleh pengalaman hidup baik secara
langsung atau tidak langsung sehingga hal ini akan menambah kekuatan
menerima, menyimpan, memahami dan mengkonstruk mengenai hal-hal
yang telah dipelajarinya. Cara ini akan menjadikan proses pembelajaran
yang lebih efektif dan siswa memiliki kemampuan untuk mengaplikasikannya
di kehidupan masyarakat. Menurut Banks dalam Pargito (2010: 40), ada 4
kategori yang berkontribusi terhadap tujuan utama pendidikan IPS, yaitu (1)
knowledge, (2) Skills, (3) attitude and value, dan (4) citizen action.
Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari
pendidikan IPS itu sendiri sebagai berikut.
1. Siswa diajarkan untuk memiliki pengetahuan yang luas, terutama
konsep-konsep ilmu sosial untuk dapat digunakan dalam memecahkan
masalah-masalah sosial di dalam kehidupannya.
2. Siswa memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, berfikir secara
9 3. Siswa mengetahui sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat,
yang menjadi batasan dalam berprilaku untuk proses interaksi sosial.
4. Siswa memiliki kemampuan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dalam
menjalankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat luas.
Merujuk hakikat kawasan IPS, penelitian ini termasuk kedalam pendidikan
IPS sebagai program pendidikan (praktik) ilmu-ilmu sosial, dimana IPS
digunakan untuk praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar peserta
didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan mampu mengambil
keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah kehidupannya. Selain itu
juga IPS merupakan pendidikan reflektif yang bukan hanya sekedar
mengajarkan kajian-kajian keilmuannya dan evaluasi hasil belajar, tetapi
juga harus menjadiikan sebuah pedoman hidup dalam menjalani realita
kehidupan yang penuh tantangan dan permasalahan sosial. Pendidikan IPS
harus bisa mempersiapkan, melatih dan membekali peserta didiknya.
Menurut Pargito (2010:48) pendidikan IPS diharapkan dapat
mengembangkan konsep revolusioner tentang studi-studi sosial, contohnya
sebagai berikut.
1. Pendidikan IPS harus secara fungsional berhubungan dengan kebutuhan
dan minat dari yang ada sekarang, seperti masalah demokrasi, HAM,
keadilan, krisis, konflik, kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan,
wabah, bencana, globalisasi dsb.
2. Isi studi sosial (IPS) harus diatur mengenai topik dan
permasalahan-permasalahan yang disajikan sebaiknya juga subjek yang di sajikan saling
berhubungan dan dikombinasikan untuk penyelidikan kontemporer,
3. Metode pembelajaran IPS jangan drill, expositry, penyingkatan,
pengulasan tetapi lebih kepada problem solving yang terkait dengan
kehidupannya.
4. Masalah yang dipelajari harus merupakan seleksi dari beberapa sumber
dan pengetahuan, serta sesuai kebutuhan murid dan masyarakat
umumnya.
Pendidikan IPS merupakan suatu keterpaduan secara utuh dari ilmu-ilmu
sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk diimplementasikan
ke dalam dunia pendidikan yang mempunyai struktur dan tujuan akhir dari
pendidikan itu sendiri yaitu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
agar mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam kehidupan sosial.
Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran IPS akan
membuat siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam belajar. Sehingga
diharapkan dari strategi pembelajaran ini siswa mampu meningkatkan hasil
belajarnya dalam mata pelajaran IPS. Penelitian ini akan mencoba
menggunakan strategi belajar dengan model pembelajaran tipe Group
Investigations (GI) dan model Team Games Tournament (TGT). Kedua
model ini sama-sama merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat
membentuk siswa terampil dalam bekerjasama dan berkolaborasi.
Slavin (2005: 215) mengemukakan bahwa model pembelajaran Group
Investigations membentuk peserta didik dalam berkomunikasi dan
berinteraksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil
11 dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa
terus bertahan serta aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran informasi
daru subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai
sumber-sumber penting bagi usaha para siswa untuk belajar dan meningkatkan hasil
belajarnya. Model pembelajaran GI merupakan model pembelajaran yang
menuntut peserta didik untuk berpartisipasi aktif, inovatif, bekerjasama dan
kreatif dalam mengembangkan materi pelajaran dari berbagai literatur dan
sumber-sumber lainnya secara mandiri. Siswa dilibatkan sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Implementasi model pembelajaran GI menurut Slavin (2005: 218) dibagi
kedalam 6 tahapan sebagai berikut.
Tahap 1: mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok
Tahap 2: merencanakan tugas yang akan dipelajari
Tahap 3: melaksanakan investigasi
Tahap 4: menyiapkan laporan
Tahap 5: mempresentasikan laporan akhir
Tahap 6: evaluasi
Model Group Investigations dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations guru hanya berperan
Sedangkan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah
salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament
(TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran dengan model TGT kelas terbagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda
tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian
siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran
dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam
setiap hal kecuali kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT
menggunakan turnamen permainan akademik. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini, siswa setelah belajar dalam kelompoknya masing-masing
anggota kelompok yang setingkat kemampuannya akan dipertemukan dalam
suatu pertandingan/turnamen yang dikenal dengan “tournaments table”
yang diadakan tiap akhir bahasan atau akhir pekan. Skor yang didapat akan
memberikan kontribusi rata-rata skor kelompok.
Implementasi TGT menurut Slavin (2005: 170) mengemukakan siklus
13 Tahap 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi
pelajaran
Tahap 2: Belajar tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
Tahap 3: Turnamen, pada tahap ini para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.
Tahap 4: Rekognisi tim, skor dihitung berdasarkan turnamen anggota tim, dan tim tersebut direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Parsons dalam Slavin (2005: 167) model pembelajaran TGT
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu berkompetisi dalam
suasana yang konstruktif positif dengan adanya peraturan dan strategi untuk
bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka,
sehingga mereka membangun ketergantungan dan kepercayaan dengan tim
sehingga ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merasa
percaya diri ketika bersaing dalam turnamen. Model TGT membangkitkan
rasa kegembiraan peserta didik dalam proses permainan, setiap anggota
dalam tim harus saling membantu dan mempersiapkan diri mengenai subjek
permasalahan dalam permainan sehingga peserta didik memiliki rasa
tanggung jawab terhadap diri dan timnya.
Melihat kedua tipe model tersebut maka peneliti merasa yakin bahwa dengan
menggunakan kedua model tersebut proses pembelajaran di kelas khususnya
akan membangkitkan semangat belajar siswa sehingga dapat menciptakan
hasil belajar yang diharapkan. Proses pembelajaran IPS yang dulu dianggap
membosankan dan monoton menjadi menyenangkan di kelas karena siswa
dapat aktif berpartisipasi, berikir kreatif dan kritis serta mampu memecahkan
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan di atas, maka
perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Perbedaan Model Pembelajaran
Group Investigations (GI) dan Model Pembelajaran Team Games
Tournament (TGT) dalam Pembelajaran IPS di SMK”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka beberapa
masalah yang terjadi dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
a. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa kelas XII jurusan Akuntasi 1 dan
2 masih dibawah KKM di SMK Gajah Mada Bandar Lampung.
b. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru di kelas monoton,
guru tidak memiliki kreatifitas dan masih menggunakan metode
pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga suasana di dalam kelas
menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat pada guru.
c. Belum digunakannya model pembelajaran GI dan TGT di SMK Gajah
Mada Bandar Lampung.
d. Keterbatasan kompetensi guru IPS karena memiliki latar belakang satu
kajian keilmuan saja, sedangkan IPS merupakan keterpaduan dari
berbagai kajian ilmu-ilmu sosial.
e. Siswa di SMK Gajah Mada memiliki kompetensi yang lebih rendah
dibandingkan dengan siswa di sekolah negeri, karena mereka merupakan
siswa-siswa yang tidak lolos masuk ke sekolah kejuruan negeri.
f. Siswa di SMK Gajah mada pada saat pembelajaran kurang aktif, kreatif,
inovatif, berkolaborasi dan bekerjasama dengan sesama kawan-kawannya
15 1.3 Pembatasan Masalah
Peneliti menfokuskan permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada
perbedaan hasil belajar siswa pada model pembelajaran Group Investigations
dan Team Games Tournament pada mata pelajaran IPS Terpadu terhadap
siswa kelas XII Akuntasi di SMK Gajah Mada Bandar Lampung tahun
pelajaran 2012-2013.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut.
a. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan
antar kemampuan awal siswa?
b. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI
dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi?
c. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI
dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang?
d. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI
dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah?
e. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan
kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar siswa antar model
pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa.
b. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan
model TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi.
c. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan
TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang.
d. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan
TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah.
e. Untuk menganalisis interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan
kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa
kelas XII.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses
pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada Bandar Lampung. Secara
keseluruhan manfaat hasil penelitian ini dapat diuraiakan sebagai berikut.
1.6.1 Kegunaan Teoritis
Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini
17 a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pembelajaran IPS di
SMK, khususnya dalam peningkatan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran GI dan TGT.
b. Sebagai sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dalam
pembelajaran IPS di SMK.
c. Diharapkan menjadi landasan empirik bagi peneliti-peneliti
selanjutnya, terutama bagi yang mengkaji dan mengembangkan
model pembelajaran GI dan TGT dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
1.6.2 Kegunaan Praktis
Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini
dikemukakan sebagai berikut.
a. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan referensi kepada
guru-guru lain dalam menerapkan model pembelajaran GI dan TGT.
b. Bagi Siswa, diharapkan dapat mendorong minat belajar siswa
untuk lebih semangat, percaya diri dan mampu berkolaborasi serta
bekerjasama dengan warga sekolah lainnya sehingga berdampak
pada peningkatan kualitas proses pembelajaran dan peningkatan
hasil belajar.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat memperbaiki
pembelajaran didalam kelas dan menjadi referensi bagi guru-guru
lainnya untuk mempraktekkan model ini dalam usaha
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan sebagai berikut.
1. Ruang lingkup variabel yang diteliti.
Variabel yang diteliti adalah hasil belajar dengan menggunakan model
pembelajaran GI dan model pembelajaran TGT.
2. Ruang lingkup subjek penelitian.
Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII jurusan
Akuntansi 1 dan 2.
3. Ruang lingkup tempat penelitian.
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMK Gajah Mada Bandar
Lampung.
4. Ruang lingkup waktu penelitian.
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester genap.
1.8 Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup kajian ilmu IPS (social studies) sebagai program pendidikan
yang memuat konsep generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang terpadu
agar peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat
mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada lima tradisi social studies,
yaitu (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as
citizenship transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu social (Social studies as
social sciences); (3) IPS sebagai penelitian mendalam (Social studies as
reflective inquiry); (4) IPS sebagai kritik kehidupan social (Social studies
19 studies as personal development of the individual) (Pargito, 2010: 44).
Mata pelajaran IPS dibuat untuk dapat mengembangkan pengetahuan,
pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat
dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS
juga disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses
pembelajaran untuk membentuk peserta didik dalam menghadapi tantangan
masyarakat global yang sangat dinamis. Pendidikan IPS di sekolah
merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendahulukan konsep
dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan
pertimbangan psikologis untuk mempersiapkan siswa menuju masa depan.
Tujuan pendidikan IPS adalah mempersiapkan siswa sebagai warga negara
agar dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipatif dalam
kehidupan sosialnya sebagai pribadi, warga masyarakat, bangsa dan warga
dunia. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi
dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global
Dalam kajian ilmu IPS terdapat tema utama yang berfungsi sebagai pengatur
alur untuk kurikulum sosial di setiap tingkat sekolah. Sepuluh konsep IPS
menurut NCSS dalam Pargito (2010: 35), yaitu (1) culture; (2) time,
continuity and charge (3) people, places and enviorenment; (4) individual
development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6)
power, authority and governmance; (7) production, distribution and
consumtion; (8) science, technology and society; (9) global connections,
and (10) civic idealisand practices.
Pelajaran IPS di SMK diberikan untuk menunjang non-produktif
pembelajaran dikarenakan mulai tahun 2009 IPS masuk dalam mata pelajaran
yang ada di Ujian Nasional. Sehingga IPS mulai diterapkan dengan kategori
waktu hanya mencapai 23 jam. Pelaksanaan IPS di SMK diterapkan pada
kelas X dan kelas XI, boleh dilaksanakan di kelas XII tetapi tidak menambah
jam yang sudah ditetapkan dari kurikulum yang ada untuk SMK.
Selama ini siswa SMK hanya diberikan kajian yang menjurus kepada salah
satu bidang keilmuan sebagai bekal mereka untuk bekerja nanti setelah lulus
dari sekolah menengah atas. Melihat fenomena tersebut mengakibatkan
siswa-siswa lulusan SMK kurang tangguh dalam menghadapi
masalah-masalah sosial yang mereka hadapi di dunia kerja dan di lingkungan
sekitarnya. Untuk itu disinilah peran serta IPS dalam memberikan bekal bagi
mereka untuk bisa aktif, kreatif, bekerjasama, dapat memutuskan, dan
mampu untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
Mendukung penelitian ini, maka pembahasan dalam bab ini akan difokuskan
pada sub bab yang berupa tinjauan pustaka, tinjauan mengenai teori belajar,
pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dan
model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), belajar, hasil belajar,
Ilmu Pengetahuan Sosial, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis.
Lebih jelasnya pembahasan tiap sub akan diuraikan sebagai berikut.
2.1Tinjauan Pustaka
Tinjauan dalam penelitian ini agar lebih akurat maka harus didukung oleh
teori-teori dari ahli-ahli di bidangnya, dimana teori-teori tersebut menjadi
penunjuk arah yang dapat membatasi penelitian ini menjadi relevan.
2.1.1 Teori Belajar
Menurut Kimble, belajar adalah perubahan tingkah laku atau potensi
perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak
bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer)
seperti keadaan sakit, keletihan atau obat (Olson, 2010: 8). Definisi ini
mengingatkan kita bahwa pengalaman dapat menyebabkan peristiwa
Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat
diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral
performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut
kecendrungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang
dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan
melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar
antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan.
Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak
dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan
seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat
melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pemikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tindakan (Budiningsih, 2005: 21).
Proses belajar terjadi melalui suatu proses yang dialami secara
langsung dan aktif oleh siswa pada saat mengikuti suatu kegiatan
belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik
yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Proses belajar yang
berkulitas tidak bisa terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu
direncanakan dan persiapan yang baik. Belajar merupakan kegiatan
23 pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada siswa dalam
membangun semangat dan kreatifitas. Oleh karena itu diperlukan
penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan
tanggung jawab pelajar untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran
yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dan lebih
maksimal hasilnya jika dibandingkan dengan satu indera. Hal ini akan
memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan
cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara-cara saja.
Seorang ahli yang bernama Marsell mengemukakan bahwa belajar
adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi,
menelusuri, dan memperoleh sendiri (Sagala, 2005: 13). Proses
kegiatan belajar mengajar merupakan suatu fenomena yang melibatkan
setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Sejauh mana seorang
guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan
pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu
berlangsung. Ini berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat
mengarahkan perhatian pembelajar ke dalam nuansa proses belajar
seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini sesuai dengan empat pilar
pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam
Munir (2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk
berpengetahuan), (2) to learn to do (belajar untuk berbuat), (3) to
learn to live together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan (4) to
learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu diperlukan membangun
dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal
ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang baik.
Menurut Djamarah ( 2006: 5) ada empat strategi dasar dalam belajar
mengajar yaitu:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana
yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan paling efektif sehingga
dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan
belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat
penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara
keseluruhan.
Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih termotivasi belajar jika
pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan kondisi
seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang
25 siswa secara aktif dalam proses belajar sangat penting agar proses
belajar mengajar lebih bermakna. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan
pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif
dan efisien.
Djamarah (2002: 15-16) menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu (1)
perubahan yang terjadi secara teratur, (2) perubahan dalam belajar
bersifat fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan
aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5)
perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Skinner
dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 9) mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu dimana pada saat orang belajar, maka responnya akan
menjadi lebih baik, tapi sebaliknya jika ia tidak belajar maka
responnya menurun.
Proses belajar dapat terjadi baik secara alamiah maupun direkayasa.
Proses belajar secara alamiah biasanya terjadi pada kegiatan yang
umumya dilakukan oleh setiap orang dan kegiatan belajar ini tidak
direncanakan. Sedangkan proses belajar yang direkayasa merupakan
proses belajar yang memiliki sistematika yang jelas dan telah
direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam proses ini metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan
memungkinkan tercapainya perubahan perilaku karena ada rancangan
yang berisi metode dan alat pendukung. Proses belajar yang
direkayasa tentu saja diperlukan perencanaan dan persiapan yang
matang dari guru sebagai fasilitator sehingga pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang ingin
dicapai. Dalam proses pembelajaran siswa akan menghubungkan
pengetahuan atau ilmu yang dimiliki dalam ingatannya kemudian
menghubungkan dengan pengetahuan baru. Belajar merupakan
kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman,
sehingga diperlukan dorongan kepada pelajar dalam membangun
gagasan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang
mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pelajar untuk
belajar sepanjang hayat. Teori belajar lebih fokus kepada bagaimana
peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan variabel-variabel
yang menentukan hasil belajar. Dengan demikian, dalam
pengembangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar
sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Proses belajar mengajar yang akan disampaikan oleh guru harus
terlebih dahulu memperhatikan kemampuan yang dimiliki siswa
sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan
menyenangkan yang bisa membuat aktivitas belajar siswa menjadi
lebih optimal sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Untuk menciptakan kondisi belajar seperti itu harus diperhatikan
27 1. Prinsip motivasi, dimana guru berperan sebagai motivator
yang merangsang dan membangkitkan motivasi yang positif dari siswa dalam proses belajar mengajar.
2. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan materi baru dengan apa yang telah diperoleh sebelumnya oleh siswa. Dengan perolehan inilah siswa dapat memperoses materi baru.
3. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubungkan seluruh aspek pengajaran.
4. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegiatan intelektual.
5. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kenyataan bahwa ada perbedaan-perbedaan tertentu yang disetiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal.
6. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.
7. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka pada masalah dan mempunyai keterampilan untuk mampu menyelesaikannya. (Seniawan dalam Gulo, 2004: 77).
Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau di transfer dari
orang lain tetapi dibentuk dan dikonstruksi dalam diri individu siswa,
sehingga siswa mampu mengembangkan intelektualnya.
2.1.1.1 Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne dalam Mariana (1999: 25) mengemukakan bahwa
untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, baik
kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan
peningkatan memori sebagai hasil belajar terdahulu, dimana memori
siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru
dan ditempatkannya bersama-sama. Sedangkan yang menjadi kondisi
Kondisi internal dan eksternal sangat penting dalam proses
pembelajaran hal ini dilakukan sebagai daya dukung agar siswa
memperoleh hasil yang diharapkan. Kondisi ekternal bertujuan untuk
merangsang ingatan siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran,
membimbing belajar untuk mampu memahami materi pelajaran yang
baru dan memberikan keleluasaan dan kesempatan kepada siswa untuk
menghubungkan dengan informasi yang baru.
Gagne dalam Herpratiwi (2009: 27) mengemukakan bahwa proses
belajar adalah proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang
memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki
sebelumnya. Pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi
terjadinya proses pembentukkan keterlibatan siswa yang memberikan
penambahan pengetahuan. Guru harus dengan sadar merencanakan
kegiatan pembelajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan
segala sesuatu guna untuk kepentingan pembelajaran.
Gagne dalam Surya (2003: 61) hasil pembelajaran merupakan keluaran
dan pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang
meliputi (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi
kognitif, (4) sikap, (5) kecakapan motorik. Informasi verbal ini adalah
hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam
bentuk kata-kata atau kalimat, pemberian nama atau label terhadap
suatu benda atau fakta, pemberian definisi atau pengertian serta
29 Menurut Surya (2003: 62), proses pembelajaran menurut teori Gagne
terjadi melalui delapan fase yaitu (1) motivasi, (2) pemahaman, (3)
perolehan, (4) penahanan, (5) ingatan kembali, (6) generalisasi, (7)
perlakuan, (8) umpan balik. Fase motivasi dimana individu memulai
pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu
tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Fase pemahaman merupakan
fase dimana individu menerima dan memahami rangsangan yang
berupa informasi yang diperoleh dalam pembelajaran. Fase perolehan
merupakan fase dimana individu mempersepsikan atau memberi
makna segala informasi yang sampai pada dirinya. Fase penahanan
adalah untuk menahan hasil pembelajaran dimana informasi agar
mampu dipakai untuk jangka panjang. Fase ingatan kembali
merupakan fase dimana informasi dikeluarkan kembali yang telah
disimpan. Fase generalisasi dimana individu akan menggunakan hasil
pembelajaran yang telah dimilikinya untuk keperluan tertentu. Fase
perlakuan merupakan perwujudan perubahan perilaku individu sebagai
hasil pembelajaran. Fase umpan balik dimana individu memperoleh
umpan balik dari perilaku yang telah dilakukannya.
2.1.1.2 Teori Belajar Bruner
Bruner menekankan dalam proses belajar adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free
discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya.
Bruner (1966) dalam Budiningsih (2005: 40) adalah seorang pengikut
setia teori kognitif khususnya dalam studi perkembangan fungsi
kognitif. Ia memandang perkembangan kognitif manusia sebagai
berikut.
a. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam
menanggapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem
penyimpanan informasi secara realis.
c. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan
berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata
atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri
sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua
dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa
merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami dan
mengkomunikasikan konsep-konsep yang ada kepada orang lain
diperlukan bahasa.
f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk
mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih
tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan
31 Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkannya dengan cara menyusun materi pelajaran dan
penyajiannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara
mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara
mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara
umum, kemudian berkala kembali mengajarkan materi yang sama
dalam cakup yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum
ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral
merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan
tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.
Pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah menurut Bruner
lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis.
Kurang menekankan pada kemampuan berfikir intuitif. Berfikir
intiuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang
matematika, biologi, fisika, dsb, sebab setiap disiplin ilmu memiliki
konsep, prinsip dan prosedur yang harus difahami sebelum seseorang
belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti,
dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan.
2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel
Belajar seharusnya merupakan asimilasi dan yang bermakna bagi
belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak
banyak bermakna. Teori Ausubel mengemukakan bahwa proses akan
mendatangkan hasil bermakna kalau guru dalam menyajikan materi
pelajaran yang baru dapat menghubungkan dengan konsep yang
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitis siswa.
Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian dalam Paul (1997: 53-54)
terdapat dua jenis belajar yaitu belajar bermakna dan belajar
menghafal. Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dipunyai oleh seorang yang sedang belajar. Bisa konsep yang cocok
dengan fenomena baru tersebut itu belum ada dalam struktur kognitif
seseorang maka informasi yang baru tersebut harus dipelajari dengan
menghafal. Ini berarti proses belajar bermakna akan terjadi bila hal-hal
baru yang akan dipelajarinya terkait dengan kemampuan yang telah
dimiliki seseorang. Guru harus dapat mengembangkan potensi
kognitif melalui proses belajar bermakna. Lebih efektif jika guru
menjelasan dengan menggunakan penjelasan, peta konsep,
demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Media-media tersebut digunakan
untuk lebih menunjang dan mendorong siswa agar lebih tertarik dan
lebih faham dalam mempelajari materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Ausubel mengemukakan dalam Herpratiwi (2009: 25) belajar