SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN
MENTIMUN (
Cucumis sativus
Linn.) DI DESA CIHERANG,
KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
DWI PRIYO PRABOWO
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
DWI PRIYO PRABOWO, Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AUNU RAUF dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Penelitian bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit yang menyerang mentimun, serta mengetahui jenis-jenis lalat pengorok daun dan parasitoidnya yang ditemukan pada pertanaman mentimun di kampung Buniaga (Buniaga Sawah Lega, Buniaga Legok, dan Buniaga Nangeuk) Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Pengamatan hama dan penyakit dilakuan dengan dua cara, pengamatana lahan survei yang dilakukan secara acak dan pengamatan lahan mingguan yang dilakukan terhadap tanaman mulai usia 2 minggu hingga panen. Pada pengamatan lahan survei diperoleh data dari 7 lahan milik petani yang berbeda dengan usia tanaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dilakukan pengambilan contoh daun bergejala korokan untuk diamati tingkat parasitisasi terhadap lalat pengorok daun. Hama yang ditemukan menyerang tanaman mentimun antara lain: kutudaun Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae), trips Thrips parvispinus (Tysanoptera: Tripidae), kutu kebul
Trialeurodes vaporariorum (Hemiptera: Aleyrodidae), lalat pengorok daun
Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromyzidae), kumbang daun Aulacophora similis (Coleoptera: Chrysomelidae), dan ulat daun Diaphania indica
(Lepidoptera: Pyralidae). Selain itu juga dijumpai gejala buah bengkok, yang diduga disebabkan oleh serangan kepik Leptoglossus australis (Hemiptera: Coreidae). Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pengorok daun adalah Opius chromatomyiae (Hyemenoptera: Braconidae) dan Hemiptarsenus varicornis
SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN
MENTIMUN (
Cucumis sativus
Linn.) DI DESA CIHERANG,
KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
DWI PRIYO PRABOWO
A44104021
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Ciajur, Jawa Barat
Nama : Dwi Priyo Prabowo
NRP : A44104021
Menyetujui,
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP 131124019
Tanggal Lulus :
Pembimbing I
Prof. Dr Ir. Aunu Rauf, MSc. NIP. 130607614
Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 Mei 1986, merupakan putra kedua dari pasangan Ruspadi dan Yuliati. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Rowokembu 1 pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SLTP N1 Wonopringgo pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Atas di SMU N 1 Kajen Kabupaten Pekalongan tahun 2004.
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Ciajur, Jawa Barat”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf,. MSc. dan Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, Msi. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan arahan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin MSi. selaku dosen penguji tamu dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan laporan akhir ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada petani sayuran di Desa Ciherang yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap staf Departemen Proteksi Tanaman Dra. Dewi Sartiami Msi., Pak Wawan, Pak Gatut dan Bu Aisyah yang telah membantu dalam identifikasi hama dan penyakit.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan Laboratorium Ekologi Serangga, Nematologi Tumbuhan dan Biosistematiaka serangga Cok, Fiat, Dery, Billy, Herma, Gyas, Isma, Pipit, Magda, Yuli yang telah membantu penulis selama di laboratorium, Vani Nur Oktaviany, serta rekan-rekan Wisma panggung (Indra, Umam, Juhli) atas bantuan transportasinya dan Wisma Sarang Rayap yang telah membatu selama masa penulisan. Terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa HPT angakatan 41, 42, dan 43 yang telah memberi dorongan motivasi kepada penulis namun tidak dapat dicantumkan namanya pada kesempatan ini.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Mentimun ... 3
Budidaya Tanaman Mentimun ... 4
Hama ... 6
Penyakit ... 10
BAHAN DAN METODE ... 14
Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Metode Penelitian ... 14
Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman ... 14
Wawancara dengan Petani ... 14
Pengamatan Hama ... 15
Penentuan Tingkat Parasitisasi Pengorok Daun ... 15
Pengamatan Penyakit ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Keadaan Umun Lahan Pertanaman Sayuran Desa Ciherang ... 16
Hama ... 19
Kutudaun ... 19
Trips ... 22
Kutu kebul ... 22
Ulat daun ... 24
Kumbang daun ... 26
Gejala buah bengkok ... 26
Penyakit ... 31
Layu ... 31
Mosaik ... 32
Bercak daun ... 34
Embun bulu ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
Kesimpulan ... 38
Saran ... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Lahan pengamatan survei tanaman mentimun Desa Ciherang ... 18
2 Lahan pengamatan mingguan tanaman mentimun Desa Ciherang ... 19
3 Rataan kerapatan populasi A. gossypii (ekor/daun) ... 20
4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun) ... 22
5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) ... 24
6 Rataan kerapatan populasi D. indica (ekor/tanaman) pada lahan survei ... 25
7 Rataan kerapatan populasi D. indica (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan ... 26
8 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serarangan L. huidobrensis pada lahan survei ... 29
9 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serarangan L. huidobrensis pada lahan pengamatan mingguan ... 29
10 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun ... 30
11 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun pada lahan yang diambil contoh daun tiap minggu. ... 30
12 Insidensi penyakit layu tanaman mentimun di lahan survei ... 32
13 Insidensi dan intensitas penyakit bercak daun ... 35
14 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan survei ... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 A. gossypii,(a) koloni di atas permukaan daun, (b) preparat slide kutudaun . 21 2 Rataan kerapatan populasi A. gossypii dan T. parvispinus (ekor/daun) pada
lahan pengamatan mingguan ... 21
3 Preparat slide imago T. parvispinus ... 21
4 Kutu kebul, T. vaporariorum (a) koloni imago, (b) pupa ... 23
5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan ... 23
6 Ulat mentimun D. indica ... 25
7 Gejala buah berlubang yang disebabkan D. indica ... 25
8 Gejala buah bengkok pada pertanaman mentimun ... 27
9 Liriomyza hiudobrensis ... 28
10 Parasitoid Liriomyza huidobrensis, Opiuschromatomyiae dan Hemiptarsenus varicornis ... 28
11 Gejala yang layu yang disebabkan Meloidogyne arenaria (a) gejala pada tajuk tanaman (b) gejala bintil pada akar tanaman ... 31
12 Insidensi penyakit layu dan mosaik mentimun pada lahan pengamatan mingguan ... 33
13 Gejala mosaik pada daun mentimun ... 33
14 Gejala bercak pada daun mentimun ... 34
15 Konidia cendawan yang ditemukan pada daun yang menunjukkan gejala bercak (a) Alternaria sp. (b) Colletotrichum sp. ... 34
SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN
MENTIMUN (
Cucumis sativus
Linn.) DI DESA CIHERANG,
KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
DWI PRIYO PRABOWO
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
DWI PRIYO PRABOWO, Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AUNU RAUF dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Penelitian bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit yang menyerang mentimun, serta mengetahui jenis-jenis lalat pengorok daun dan parasitoidnya yang ditemukan pada pertanaman mentimun di kampung Buniaga (Buniaga Sawah Lega, Buniaga Legok, dan Buniaga Nangeuk) Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Pengamatan hama dan penyakit dilakuan dengan dua cara, pengamatana lahan survei yang dilakukan secara acak dan pengamatan lahan mingguan yang dilakukan terhadap tanaman mulai usia 2 minggu hingga panen. Pada pengamatan lahan survei diperoleh data dari 7 lahan milik petani yang berbeda dengan usia tanaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dilakukan pengambilan contoh daun bergejala korokan untuk diamati tingkat parasitisasi terhadap lalat pengorok daun. Hama yang ditemukan menyerang tanaman mentimun antara lain: kutudaun Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae), trips Thrips parvispinus (Tysanoptera: Tripidae), kutu kebul
Trialeurodes vaporariorum (Hemiptera: Aleyrodidae), lalat pengorok daun
Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromyzidae), kumbang daun Aulacophora similis (Coleoptera: Chrysomelidae), dan ulat daun Diaphania indica
(Lepidoptera: Pyralidae). Selain itu juga dijumpai gejala buah bengkok, yang diduga disebabkan oleh serangan kepik Leptoglossus australis (Hemiptera: Coreidae). Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pengorok daun adalah Opius chromatomyiae (Hyemenoptera: Braconidae) dan Hemiptarsenus varicornis
SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN
MENTIMUN (
Cucumis sativus
Linn.) DI DESA CIHERANG,
KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
DWI PRIYO PRABOWO
A44104021
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Ciajur, Jawa Barat
Nama : Dwi Priyo Prabowo
NRP : A44104021
Menyetujui,
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP 131124019
Tanggal Lulus :
Pembimbing I
Prof. Dr Ir. Aunu Rauf, MSc. NIP. 130607614
Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 Mei 1986, merupakan putra kedua dari pasangan Ruspadi dan Yuliati. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Rowokembu 1 pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SLTP N1 Wonopringgo pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Atas di SMU N 1 Kajen Kabupaten Pekalongan tahun 2004.
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Ciajur, Jawa Barat”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf,. MSc. dan Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, Msi. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan arahan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin MSi. selaku dosen penguji tamu dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan laporan akhir ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada petani sayuran di Desa Ciherang yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap staf Departemen Proteksi Tanaman Dra. Dewi Sartiami Msi., Pak Wawan, Pak Gatut dan Bu Aisyah yang telah membantu dalam identifikasi hama dan penyakit.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan Laboratorium Ekologi Serangga, Nematologi Tumbuhan dan Biosistematiaka serangga Cok, Fiat, Dery, Billy, Herma, Gyas, Isma, Pipit, Magda, Yuli yang telah membantu penulis selama di laboratorium, Vani Nur Oktaviany, serta rekan-rekan Wisma panggung (Indra, Umam, Juhli) atas bantuan transportasinya dan Wisma Sarang Rayap yang telah membatu selama masa penulisan. Terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa HPT angakatan 41, 42, dan 43 yang telah memberi dorongan motivasi kepada penulis namun tidak dapat dicantumkan namanya pada kesempatan ini.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Mentimun ... 3
Budidaya Tanaman Mentimun ... 4
Hama ... 6
Penyakit ... 10
BAHAN DAN METODE ... 14
Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Metode Penelitian ... 14
Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman ... 14
Wawancara dengan Petani ... 14
Pengamatan Hama ... 15
Penentuan Tingkat Parasitisasi Pengorok Daun ... 15
Pengamatan Penyakit ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Keadaan Umun Lahan Pertanaman Sayuran Desa Ciherang ... 16
Hama ... 19
Kutudaun ... 19
Trips ... 22
Kutu kebul ... 22
Ulat daun ... 24
Kumbang daun ... 26
Gejala buah bengkok ... 26
Penyakit ... 31
Layu ... 31
Mosaik ... 32
Bercak daun ... 34
Embun bulu ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
Kesimpulan ... 38
Saran ... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Lahan pengamatan survei tanaman mentimun Desa Ciherang ... 18
2 Lahan pengamatan mingguan tanaman mentimun Desa Ciherang ... 19
3 Rataan kerapatan populasi A. gossypii (ekor/daun) ... 20
4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun) ... 22
5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) ... 24
6 Rataan kerapatan populasi D. indica (ekor/tanaman) pada lahan survei ... 25
7 Rataan kerapatan populasi D. indica (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan ... 26
8 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serarangan L. huidobrensis pada lahan survei ... 29
9 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serarangan L. huidobrensis pada lahan pengamatan mingguan ... 29
10 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun ... 30
11 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun pada lahan yang diambil contoh daun tiap minggu. ... 30
12 Insidensi penyakit layu tanaman mentimun di lahan survei ... 32
13 Insidensi dan intensitas penyakit bercak daun ... 35
14 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan survei ... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 A. gossypii,(a) koloni di atas permukaan daun, (b) preparat slide kutudaun . 21 2 Rataan kerapatan populasi A. gossypii dan T. parvispinus (ekor/daun) pada
lahan pengamatan mingguan ... 21
3 Preparat slide imago T. parvispinus ... 21
4 Kutu kebul, T. vaporariorum (a) koloni imago, (b) pupa ... 23
5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan ... 23
6 Ulat mentimun D. indica ... 25
7 Gejala buah berlubang yang disebabkan D. indica ... 25
8 Gejala buah bengkok pada pertanaman mentimun ... 27
9 Liriomyza hiudobrensis ... 28
10 Parasitoid Liriomyza huidobrensis, Opiuschromatomyiae dan Hemiptarsenus varicornis ... 28
11 Gejala yang layu yang disebabkan Meloidogyne arenaria (a) gejala pada tajuk tanaman (b) gejala bintil pada akar tanaman ... 31
12 Insidensi penyakit layu dan mosaik mentimun pada lahan pengamatan mingguan ... 33
13 Gejala mosaik pada daun mentimun ... 33
14 Gejala bercak pada daun mentimun ... 34
15 Konidia cendawan yang ditemukan pada daun yang menunjukkan gejala bercak (a) Alternaria sp. (b) Colletotrichum sp. ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Kepik L. australis yang diduga menyebabkan gejala buah bengkok pada
mentimun ... . 43 2 Kumbang daun A. similis .. ... . 43 3 Rataan kerapatan populasi A. gossypii (ekor/daun) pada lahan pengamatan
mingguan ... 43 4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun) pada lahan pengamatan
mingguan ... 44 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/daun) pada lahan pengamatan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus Linn.) merupakan salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk segar. Selain dimanfaatkan dalam bentuk buah segar yaitu sebagai lalap, asinan, acar dan salad, mentimun juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan indusrti (kosmetika dan obat-obatan) (Sumpena 2001). Menurut Astawan (2008) pada mentimun terdapat senyawa kukurbitasin, yang memiliki aktifitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun terdapat senyawa Conjugated Linoleic Acid (CLA) yang bersifat sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan tubuh akibat radikal bebas.
Produksi mentimun Indonesia masih sangat rendah yaitu 3,5 – 4,8 ton/ha, padahal potensinya dapat mencapai 20 ton/ha terutama jika menanam varietas hibrida. Varietas hibrida dapat menghasilkan produksi buah yang lebih tinggi daripada varietas lokal karena pertumbuhan mentimun hibrida bersifat seragam, relatif tahan terhadap penyakit terutama virus, dan produksinya hingga diatas 2 kg per pohon. Namun produksi mentimun hibrida hanya maksimal jika ditanam di lahan pada ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).
Seperti halnya tanaman sayuran lain, mentimun juga merupakan salah satu sayuran yang rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman. Serangan hama dan patogen merupakan gangguan pertumbuhan mentimun yang perlu diwaspadai, karena selain menggangu pertumbuhan adanya serangan hama dan penyakit dapat menurunkan produksi mentimun.
Di Indonesia hama penting pada tanaman mentimun secara umum adalah kumbang daun Aulacophora sp. dan kutu daun Aphis gossypii; sedangkan penyakit yang banyak menginfeksi tanaman mentimun adalah CMV, layu, embun tepung, busuk buah dan embun bulu (Sumpena 2001).
Lalat pengorok daun Liriomyza spp. merupakan salah satu hama penting pada komoditas pertanian, terutama komoditas tanaman sayur-sayuran. Liriomyza
2
ditimbulkan oleh hama ini pada berbagai tanaman adalah 30-100%. Menurut Tapahillah (2002) lalat pengorok daun yang menyerang tanaman mentimun di dataran rendah dan sedang adalah Liriomyza sativae, sedangkan di dataran tinggi
Liriomyza huidobrensis. Kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza spp. berupa korokan pada daun yang mengakibatkan kemampuan tanaman berfotosintesis berkurang sehingga produksi buah dapat menurun.
Seiring berjalannya waktu status suatu hama maupun penyakit yang menyerang tanaman mengalami pergeseran, tidak terkecuali pada tanaman mentimun. Hingga saat ini informasi mengenai hama dan penyakit penting, serta musuh alami pada pertanaman mentimun terutama yang ditanam di dataran tinggi belum banyak diketahui dan masih terbatas. Oleh karena itu, inventarisasi OPT pada pertanaman mentimun perlu dilakukan agar pengelolaan tanaman mentimun dapat dilakukan dengan baik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari cara budidaya tanaman mentimun secara umum yang dilakukan petani, menginventarisasi jenis hama dan penyakit yang menyerang mentimun, serta mengetahui jenis-jenis lalat pengorok daun dan parasitoidnya yang ditemukan pada pertanaman mentimun.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Mentimun (
Cucumis sativus
Linn.)
Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir
setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya
mentimum sudah meluas ke seluruh dunia baik daerah tropis atau subtropis. Di
Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti
timun
(Jawa),
bonteng
(Jawa Barat),
temon
atau
antemon
(Madura),
ktimun
atau
antimun
(Bali),
hantimun
(Lampung) dan
timon
(Aceh) (Rukmana 1994).
Klasifikasi botani tanaman mentimun adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
:
Cucurbitales
Famili
: Cucurbitaceae
Genus
:
Cucumis
Spesies
:
Cucumis sativus
L.
Mentimun merupakan tanaman setahun yang tumbuh menjalar, dengan sistem
perakaran dangkal. Batang tanaman mentimun memiliki panjang 1-3 m dengan sulur
yang tidak bercabang. Daun bulat segitiga, agak berbentuk jantung, lebar 7-25 cm dan
permukaan kasar karena adanya rambut-rambut di permukaan daun, panjang tangkai
daun 5-15 cm. Bunga berwarna kuning berbentuk lonceng (Rubatzky dan Yamaguchi
1999).
Menurut data dari Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikutura pada
tahun 1991, luas areal panen mentimum nasional 55.792 ha dengan produksi 268.201
ton. Pada tahun 1994 luas panen menurun menjadi 53.438 ha dengan pengingkatan
produksi menjadi 280.934 ton. Sedangkan pada tahun 1999 luas panen menurun
menjadi 52.787 ha, namun produksi mengalami peningkatan menjadi 489.490 ton
Sebagian besar produksi mentimun di Indonesia diproduksi di Pulau Jawa yaitu
4
adalah Aceh dan Bengkulu (Sumpena 2001).
Mentimun mengandung mineral-mineral yang penting bagi tubuh seperti
kalsium, fosfor, kalium dan besi. Selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C.
Mentimun muda dijadikan sayuran mentah atau bahan makanan yang diawetkan
seperti acar. Buah mentimum dimanfaatkan untuk perawatan kecantikan dan untuk
pengobatan tradisional untuk memperlancar buang air kecil dan menurunkan tekanan
darah tinggi (Warintek 2007).
Menurut Astawan (2008) mentimun memiliki senyawa kukurbitasin, senyawa
yang memiliki aktifitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun juga terdapat
senyawa
Conjugated Linoleic Acid
(CLA) yang bersifat sebagai antioksidan untuk
mencegah kerusakan tubuh akibat radikal bebas. Mentimun juga mengandung asam
malonat yang berfungsi menekan gula darah agar tidak berubah menjadi lemak, baik
untuk menurunkan berat badan.
Budidaya Tanaman Mentimun
Mentimun dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi karena daya
adaptasi tanaman pada berbagai iklim cukup tinggi. Untuk pertumbuhan yang
optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup (tidak ternaungi),
dengan temperatur 21,1-26,7 °C. Mentimun lokal lebih cocok ditanam di dataran
rendah dan biasanya merupakan tanaman yang diikutkan dalam pola pergiliran
tanaman. Sebaliknya, mentimun hibrida lebih baik ditanam di dataran tinggi pada
ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).
Jenis mentimun komersial yang banyak dikembangkan di Indonesia ada 2
macam yaitu varietas
Open Pollinated
(OP) dan varietas hibrida. Pembagian
mentimun tersebut didasarkan pada cara pemuliaannya. Jenis varietas OP yaitu jenis
mentimun hasil persilangan bebas atau alami. Keuntungan dari penggunaan varietas
OP adalah dapat dibenihkan, namun memiliki kekurangan berupa pertumbuhan yang
kurang seragam dan produktifitas yang rendah. Beberapa varietas mentimun OP yang
diusahakan petani antara lain: Saturnus, Mars, Pluto, Venus dan mentimun lokal
5
Varietas hibrida adalah jenis mentimun hasil persilangan dua induk atau lebih
yang mempunyai sifat-sifat unggul dan keturunannya memiliki sifat yang lebih
unggul dari induknya. Varietas hibrida kurang baik jika dibenihkan karena
menghasilkan produksi yang lebih rendah dari induknya. Namun mentimun hibrida
memiliki banyak keunggulan apabila dibandingkan dengan mentimun lokal maupun
OP, karena memiliki karakteristik khusus yang dikembangkan melalui pemuliaan
tanaman yang melibatkan keragaman genetik dan pemilihan sifat-sifat yang khas dan
unggul (Tanindo 2008).
Pertumbuhan mentimun varietas hibrida bersifat seragam, produktivitas tinggi
diatas 2 kg per tanaman dan relatif tahan terhadap infeksi patogen, terutama virus.
Varietas mentimun hibrida yang banyak di temukan di pasaran antara lain:
Spring
Swallow
,
Pretty Swallow
, dan
Merry Swallow
(Sumpena 2001).
Perbanyakan tanaman mentimun dilakukan dengan biji. Benih dapat ditanam
langsung di lubang tanam sebanyak 3 benih/lubang atau dengan sistem semai yang
dapat menghemat benih. Penanaman mentimun umumnya ditanam dalam bentuk
bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 30 cm,
atau guludan dengan lebar bawah 60-80 cm dan lebar atas 40-60 cm, jarak antar
guludan 30 cm (Sumpena 2001).
Teknik penanaman mentimun terdiri dari 2 cara yaitu: dengan benih dan bibit.
Penanaman dengan menggunakan benih dilakukan dengan cara membuat lubang
tanam dengan tugal dengan jarak tanam 100 cm antar barisan dan 50 dalam barisan,
selanjutnya ditanam 2-3 benih mentimun dan ditutup dengan tanah tipis. Penanaman
dengan memakai bibit dilakukan dengan menanam bibit yang berasal dari pembibitan
di polibag (Warintek 2007)
Pemupukan mentimun lokal dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan
berupa 100 kg/ha urea, 200 kg/ha ZA, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl. Pupuk
dimasukkan ke dalam larikan atau lubang tanah di sekeliling tanaman sejauh 15 cm
dari batang. Berbeda dengan varietas lokal, mentimun hibrida sangat responsif
terhadap pemupukan. Jenis dan waktu pemupukan untuk tanaman mentimun hibrida
6
ton, kemudian pupuk kimia berupa urea, sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg,
susulan I sebanyak 150 kg, susulan II sebanyak 300 kg dan susulan III sebanyak 250
kg. SP-36 sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II 250 kg.
KCl sebagi pupuk dasar 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II sebanyak 100 kg, dan
susulan III sebanyak 250 kg (Warintek 2007).
Kriteria buah mentimun hasil panen adalah sebagai berikut: Kelas A: panjang
16-20 cm; diameter 1,5 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus. Kelas B:
panjang 20-23 cm; diameter 2,0 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus.
Kelas C: panjang > 23 cm; diameter < 2,0 cm; bentuk buah bengkok, ukuran diameter
tidak merata, cacat mekanis (Warintek 2007).
Hama Tanaman Mentimun
Kutu daun,
Aphis gossypii
Clover (Hemiptera: Aphididae)
Aphis gossypii
merupakan hama yang tersebar hampir di seluruh dunia. Kutu
daun merupakan hama utama pada tanaman kapas dan timun-timunan (Famili
Cucurbitaseae), dan merupakan hama minor pada berbagai tanaman lain seperti
bawang, okra, tembakau, kakao, dan lain lain (CABI 2005).
A. gossypii
berukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau
hijau gelap sampai hitam. Gejala yang ditimbulkan kutu daun ini adalah daun keriput,
keritting dan menggulung, selain itu kutu ini juga merupakan vektor virus
(Mossler
et
al.
2007).
Pengendalian
A. gossypii
dapat dilakuakan dengan pemanfaatan musuh alami
antara lain serangga dari Famili Coccinellidae, Syrphidae, Chrysopidae,
Hemerobiidae, serta beberapa jenis laba-laba predator. Selain pemanfaatan musuh
alami, dapat juga dengan cara menggunakan tanaman resisten dan penggunaan
insektisida. Jenis insektisida yang dapat digunakan antara lain aldicarb , bifenthrin,
7
Trips,
Thrips parvispinus
Karny (Thysanoptera: Thripidae)
Thrips parvispinus
merupakan jenis trips yang tersebar di wilayah Asia
Tenggara, yang merupakan hama utama pada tanaman pepaya, semangka dan cabai
(CABI 2005). Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman,
dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Moritz
et al
. 2004).
Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan
T. parvispinus
adalah berupa
lapisan keperakan pada permukaan bawah daun yang sering menyebabkan daun
menjadi keriting, kerdil dan tidak dapat membentuk buah secara normal
(Sastrosiswojo 1991).
Pengendalian trips dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami seperti
Neoseiulus
sp. (Acarina: Phytoseidae). Selain itu juga dapat menggunakan insektisida
berbahan aktif malathion, salithion, bromofos, phenothate, cartap dan methomil
(Chang 1991
dalam
CABI 2005).
Kutu kebul,
Trialeurodes vaporariorum
Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae)
Trialeurodes vaporariorum
merupakan hama yang menjadi permasalahan
utama di ruamah kaca. Hama ini menyerang tanaman tomat, sawi, mentimun dan lain
lain (Wintermantel 2004).
Kutu kebul menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat menghisap cairan
daun serta dapat menjadi vektor virus. Beberapa virus penting yang dapat ditularkan
antara lain Beet
Pseudo-Yellows Closterovirus (BPYV) pada mentimun, melon,
lettuces
dan
sugarbeet
, Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dan Lettuce
Infectious Yellow Closterovirus (LIYV) (CABI 2005).
Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh
alaminya yaitu
Encarsia formosa
Gahan (Hymenoptera: Aphelinidae), yang
merupakan jenis parasitoid
T. vaporariorum
(Osborne dan Landa 1992).
Pengendalian kimia banyak yang sudah tidak efektif yang dikarenakan oleh resistensi
kutu kebul terhadap beberapa jenis pestisida. Penggunaan pestisida hanya efektif pada
imago, dan aplikasi pestisida harus diulang tiap 3-5 hari (Hayasi 1996
dalam
CABI
8
Kumbang daun,
Aulacophora similis
Oliver (Coleoptera : Chrysomelidae)
Aulacophora similis
tersebar luas di kawasan Asia dan Pasifik, terutama Asia
Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur.
Aulocophora
sp. merupakan hama utama
pada tanaman Famili Cucurbitaceae, seperti mentimun, semangka, dan melon (CABI
2005).
A. similis
berukuran 1 cm dengan elitron berwarna kuning polos. Gejala
kerusakan yang ditimbulkan adalah adanya daun yang berlubang akibat aktifitas
makan kumbang, pada serangan berat dapat menyebabkan banyak lubang pada daun
dan terkadang hanya meninggalkan tulang daunnya, selain itu larva juga dapat
menyerang tanaman dengan menggerek akar dan batang (Kalshoven 1981)
Pengendalian kumbang daun dapat dilakukan secara kimia dapat dilakukan
dengan menggunakan insektisida berbahan aktif malathion dan endosulfan (CABI
2005).
Ulat mentimun,
Diaphania indica
Saunders (Lepidoptera: Pyralidae)
Ulat
daun
D. indica
merupakan salah satu hama serius pada pertanaman
mentimun di Asia dan Afrika (MacLeod 2005). Ulat ini juga menyerang mentimun di
Indonesia (Asikin 2004). Larva ulat berwarna hijau gelap dengan dua garis putih
sepanjang tubuh (Brown 2003).
Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan menggerak buah.
Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah mentimun.
Pada buah yang terserang terlihat lubang pada permukaan buah, menyebabkan buah
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual serta menyebabkan buah menjadi
cepat busuk (CABI 2005).
Pengendalian ulat mentimun dapat dilakukan dengan cara membunuh larva
ketika masih muda. Pengendalian yang lebih efektif dapat dilakukan dengen cara
penyemprotan pestisida pada bagian permukaan bawah daun. Insektisida yang
direkomendasikan untuk pengendalian adalah campuran antara
Bacillus thuringiensis
9
Lalat pengorok daun
Liriomyza
spp.
(Diptera: Agromyzidae)
Di Indonesia terdapat 3 spesies lalat pengorok daun yaitu
Liriomyza
huidobrensis, Liriomyza sativae
dan
Liriomyza chinensis.
Menurut Tapahillah (2002),
lalat pengorok daun
Liriomyza sativae
ditemukan menyerang tanaman mentimun di
dataran rendah dan sedang di Jawa Barat.
Tanaman yang terserang oleh lalat pengorok daun memperlihatkan gejala
yaitu pada bagian daun terdapat bintik-bintik akibat tusukan ovipositor dan imago
yang menghisap cairan tanaman, selain itu gejala khasnya berupa liang korokan yang
disebabkan larva yang memakan jaringan mesofil, sehingga mengurangi kapasitas
fotosintesis, hal ini menyebabkan produksi buah menurun. Selain itu kerusakan akibat
serangan lalat pengorok daun juga dapat menyebabkan tanaman lebih mudah
terserang penyakit dan gugur daun sebelum waktunya (Rauf 2005).
Lalat pengorok daun
Liriomyza
spp. umumnya sulit dikendalikan. Perlakuan
siromazin untuk mengendalikan hama ini pada tanaman kentang cukup efektif dan
dapat menekan tingkat kerusakan daun. Siromazin bersifat translamina sehingga
dapat mematikan larva yang ada dalam jaringan daun (Purnomo 2001
dalam
Tapahillah 2002). Salah satu pengendalian lain yang telah dikembangkan adalah
dengan pemanfaatan musuh alami. Di Indonesia terdapat 13 jenis spesies parasitoid
yang berasosiasi dengan lalat ini, di antara spesies parasitoid yang efektif antara lain:
Hemiptarsenus varicornis
Girault (Hymenoptera: Eulopidae), dan
Opius sp.
(Hymenoptera: Braconidae) (Rauf 2005).
Hemiptarsenus varicornis
Girault (Hymenoptera: Eulopidae).
Merupakan
jenis parasitoid larva yang memparasit larva instar II-III.
Tubuh imago biru-hijau
metalik. Ukuran tubuh bervariasi antara 1,1 sampai 2,1 mm. Imago jantan dapat
dibedakan dari betina berdasarkan tipe antena, jantan bertipe pektinat sedangkan
betina bertipe filiform yang panjang (Supartha 1998
dalam
Tapahillah 2002).
Opius sp.
(Hymenoptera: Braconidae).
Merupakan jenis endoparasit
larva-pupa. Tubuh imago berwarna hitam dengan ukuran tubuh hampir sama antara jantan
dan betina, yaitu berkisar 1,5 mm. Antena panjang sekitar 18 ruas, berwarna hitam,
10
Penyakit Tanaman Mentimun
Busuk daun/embun bulu (
Downy mildew
)
Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit busuk daun/embun bulu adalah pada
permukaan atas daun terdapat bercak-bercak kuning, terkadang agak bersudut karena
dibatasi oleh tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi bagian bawah bercak terdapat
miselium menyerupai bulu berwarna keunguan. Gejala lanjut dari penyakit ini dapat
mengakibatkan daun menjadi busuk, mengering dan mati (Semangun 1989).
Menurut Holliday
dalam
Semangun 1989, penyakit busuk daun disebabkan
oleh cendawan patogen
Pseudoperonospora cubensis
Berk et Curt. Menurut CABI
(2005) penyakit busuk daun adalah penyakit utama pada tanaman Famili
Cucurbitaseae. Cendawan ini memiliki miselium yang tidak bersekat, intraseluler,
dengan haustorium kecil, dan terkadang bercabang.
Patogen merupakan parasit obligat, yang dapat hidup hanya pada kehadiran
tanaman inang. Daerah yang ditanami mentimun sepanjang tahun dapat menjadi
sumber inokulum utama penyakit ini. Patogen dipencarkan oleh angin, hujan dan
adanya kontak dengan pekerja maupun alat-alat pertanian yang digunakan (CABI
2005).
Layu
Penyakit layu pada tanaman mentimun dapat disebabkan oleh beberapa jenis
patogen, yaitu: cendawan, bakteri, dan nematoda. Menurut CABI (2005) penyakit
layu cendawan disebabkan oleh
Fusarium oxysporum
, layu bakteri disebabkan oleh
Erwinia tracheiphila
dan layu nematoda disebabkan oleh nematode puru akar
Meloidogyne
spp.
Layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh
F. oxysporum
f.sp.
cucumerinum
. Dengan gejala berupa layunya tanaman yang diikuti dengan klorosis
pada daun, dan akhirnya dapat menyebabkan nekrosis luas pada daun. Gejala layu
akan bertambah parah pada kondisi perakaran yang kaya akan unsur hara (pupuk),
terutama nitrogen. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan adalah 29°C (Ogura
11
Layu bakteri pada mentimun disebarkan oleh kumbang mentimun
Acalymma
vittata
(Coleoptera: Chrysomelidae). Gejala yang ditimbulkan adalah layunya satu
daun yang diikuti oleh seluruh daun layu secara mendadak dan tanaman mati. Salah
satu cara untuk membedakan layu bakteri dan layu cendawan adalah pada layu yang
disebabkan oleh bakteri jika dipotong, pangkal batang yang layu mengeluarkan lendir
putih kental dan lengket (Rand dan Enlows 1920
dalam
CABI 2005)
Layu yang disebabkan oleh nematoda bintil akar
Meloidogyne
spp. pada
mentimun menunjukan gejala pada bagian akar terdapat bintil-bintil berukuran 2-200
mm. Gejala pada bagian tajuk tanaman adalah layu dengan pertumbuhan tanaman
yang kerdil dan mengalami klorosis (Sikora dan Fernandes 2005).
Antraknosa
Pada daun terdapat bercak dimulai dari tulang daun, yang kemudian meluas
dan menjadi bercak berwarna kecoklatan, berbentuk bersudut atau agak bulat.
Beberapa bercak dapat bersatu menjadi hawar dan dapat menyebabkan matinya
seluruh daun gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara
lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah (Semangun 1989).
Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan patogen
Colletotrichum
lagenarium
Pass. Cendawan mempunyai konidium yang hialin, bersel satu, jorong
atau agak bulat, berukuran 13-19 x 4-6 µm. Badan buah cendawan berbentuk
aservulus, mempunyai rambur-rambut kaku (seta) berwarna coklat berdinding tebal,
bersekat 2-3, panjangnya 20-120 µm, dengan jumlah tidak menentu (Semangun
1989).
Patogen dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit atau dapat terbawa benih.
Konidia dapat dipencarkan oleh angin, hujan dan melalui pekerja. Cuaca lembab atau
hujan sangat cocok untuk infeksi inokulum. Spora dapat berkembang dengan baik
pada temperatur optimum sekitar 22-27
oC dan kelembaban 100% selama 24 jam
12
Bercak daun bersudut
Bercak daun bersudut disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas lachrymans
.
Patogen menyebar pada saat musim hujan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak
daun kecil kuning dan bersudut, pada serangan berat seluruh daun yang berbercak
berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang. Pengendalian secara
kimia dapat dilakukan dengan bakterisida berbahan aktif streptomycin atau
oksitetracyclin (Warintek 2007).
Mosaik Mentimun (CMV)
Tanaman sakit menunjukan gejala berupa daun-daun yang belang hijau tua
dan hijau muda. Bentuk daun dapat berubah, berkerut, kerdil atau tepi daun
menggulung ke bawah. Ruas-ruas daun muda terhambat pertumbuhannya, sehingga
daun-daun ujung membentuk roset (Semangun 1989).
Penyakit mosaik pada mentimun disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus
(CMV). Serangga vektor utama adalah kutu daun
Myzus persicae
Sulz. dan
Aphis
gossypii
Glov. Penulatan virus secara non persisiten telah dilaporkan dapat dilakukan
oleh lebih dari 60 spesies kutu daun termasuk
M. persicae
dan
A. gossypii.
Kemampuan menularkan virus dapat berubah dan bertahan dalam dua hari. Efisiensi
penularan virus tergantung pada beberapa faktor antara lain biotipe, strain virus, serta
kondisi lingkungan (Leach 1964
dalam
Semangun 1989).
Pengendalian penyakit mosaik dapat dilakukan dengan menanam varietas
yang tahan, mengendalikan serangga vektor, mengurangi kerusakan mekanis,
mencabut tanaman sakit dan rotasi dengan bukan Famili Cucurbitaceae (CABI 2005).
Busuk buah
Penyakit busuk buah dapat disebabkan oleh beberapa cendawan antara lain:
(1)
Pythium aphanidermatum
(Edson) Fizt., (2)
Phytophthora
sp.,
Fusarium
sp.; (3)
Rhizophus
sp., (4)
Erwinia carotovora
pv.
carotovora
. Infeksi terjadi di kebun atau di
13
Gejala yang disebabkan tiap-tiap patogen berbeda-beda, gejala yang
disebabkan oleh
Pythium aphanidermatum
adalah buah busuk basah dan jika ditekan
buah akan mudah pecah. Gejala yang disebabkan
Phytophthora
adalah adanya bercak
yang agak basah, dan akhirnya menjadi lunak, berwarna coklat dan berkerut; Gejala
yang disebabkan
Rhizopus
adalah bercak agak basah, kulit buah lunak ditumbuhi
miselium cendawan dan buah mudah pecah. Gejala yang disebabkan oleh
Erwinia
carotovora
adalah buah membusuk, hancur dan berbau busuk (CABI 2005).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di pertanaman mentimun milik petani di
Kampung Buniaga (Buniaga Sawah Lega, Buniaga Legok, dan Buniaga
Nangeuk), Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga dan
Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi patogen dilakukan
di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dari April sampai Juli 2008.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman
Pengamatan dilakukan pada lahan pertanaman mentimun yang ditentukan
secara acak berdasarkan proporsi jumlah lahan pada setiap dusun di lokasi
pengamatan. Lahan pengamatan terdiri dari satu lahan di Dusun Buniaga
Nangeuk, tiga lahan di Dusun Buniaga Sawah Lega, dan tiga lahan di Dusun
Buniaga Legok. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap satu lahan di
Dusun Buniaga Sawah Lega dari mulai awal tanam hingga panen (2 - 7 MST).
Pada setiap lahan diamati lima petak contoh yang ditentukan secara
diagonal, yaitu satu petak di perpotongan garis-garis diagonal dan empat petak
lainnya terletak di dekat ujung-ujung diagonal petak contoh. Pada masing-masing
petak contoh diamati empat tanaman contoh, sehingga jumlah tanaman contoh
yang diamati pada tiap lahan sebanyak 20 tanaman.
Wawancara dengan Petani
Wawancara bertujuan untuk mengetahui tindakan budidaya, permasalahan
yang dihadapi petani dalam proses budidaya terutama hama dan penyakit penting
tanaman mentimun serta cara pengendalian hama penyakit. Responden terdiri dari
15
Tingkat Parasitisasi = ∑ IP
∑ IL + ∑ IP
x 100%
mentimun. Wawancara dilakukan secara langsung pada petani saat pengamatan
tanaman
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan secara langsung pada tajuk setiap tanaman
contoh, dengan mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah populasi hama
serta gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Untuk hama yang tidak dapat
diidentifikasi di tempat, hama ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam botol
yang berisi alkohol 70% atau kantung plastik untuk diidentifikasi di Laboratorium
Ekologi dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman.
Nilai rataan dan galat kerapatan populasi hama serta intensitas serangan
dihitung dengan menggunakan program MINITAB 14. Persentase daun atau buah
terserang oleh hama dihitung menggunakan rumus :
Persentase banyaknya daun atau buah terserang = n/N x 100 %
n = jumlah daun atau buah yang terserang dalam satu tanaman
N = jumlah daun atau buah dalam satu tanaman
Penentuan Tingkat Parasitisasi Pengorok Daun
Dari setiap lahan diambil 10-20 helai daun tanaman mentimun secara acak
yang menunjukkan gejala korokan. Daun contoh dibersihkan dari kotoran
kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah dialasi dengan kertas tisu
kering untuk menjaga kelembaban, selanjutnya diinkubasi selama 20 hari. Jumlah
puparium dan imago hama, serta imago parasitoid yang keluar pada saat
pengamatan dihitung dan dicatat, kemudian dilakukan proses identifikasi terhadap
imago Liriomyza sp. dan parasitoid yang muncul. Setelah itu dilakukan penghitungan terhadap tingkat parasitisasi tanpa memperhitungkan pupa aborsi
16
Selain itu, dilakukan juga penghitungan tingkat parasitisasi dengan
memperhitungkan jumlah pupa aborsi dengan menggunakan rumus:
∑ IP = jumlah imago parasitoid yang muncul ∑ IL = jumlah imago pengorok daun yang muncul
∑ PA = jumlah pupa pengorok daun yang mengalami aborsi
Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan dengan cara langsung terhadap gejala yang
terdapat pada tanaman contoh. Sebagian contoh tanaman sakit yang bergejala
diamati di laboratorium untuk diidentifikasi jenis patogen yang menginfeksi.
Gejala penyakit pada setiap tanaman contoh dihitung untuk menentukan
tingkat insidensi dan intensitas penyakit. Insidensi penyakit dihitung berdasarkan
proporsi tanaman yang terserang dalam suatu pertanaman tanpa memperhitungkan
berat atau ringannya tingkat serangan (Sinaga 2003).
Insidensi penyakit = n/N x 100%
n = jumlah tanaman yang terserang
N = jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati
Untuk penyakit tertentu dihitung juga intensitas penyakit dengan menggunakan
skor sebagai berikut:
skor 0 : tidak bergejala
skor 1 : gejala ringan (1-20%)
skor 2 : gejala sedang (21-40%)
skor 3 : gejala berat (41-60%)
skor 4 : gejala sangat berat (61-100%) ∑ IP
∑ IL + ∑ IP + ∑ PA
17
Penentuan intensitas penyakit didasarkan pada rumus menurut Townsend dan
Heuberger (1943 dalam Sinaga 2003): Σ ni x vi
Intensitas penyakit = x 100% N x V
ni = Jumlah tanaman terserang pada kategori ke-i N = Total tanaman diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lahan Pertanaman Sayuran di Desa Ciherang
Desa Ciherang terletak pada ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 769 ha. Curah hujan rata-rata 225 mm/tahun, dengan suhu udara rata-rata 22 °C. Sebagian besar wilayah desa merupakan lahan pertanaman sayuran dengan komoditas di antaranya kubis, caisin, selada air, seledri, timun, wortel, terong, kacang panjang, dan jenis tanaman sayuran dataran tinggi lainnya.
[image:39.612.130.516.462.627.2]Tanaman mentimun yang ditanam pada lahan pertanaman sayuran di Desa Ciherang adalah mentimun Jepang, yang merupakan mentimun varietas hibrida. Petak lahan pertanaman mentimun di Desa Ciherang umumnya kecil sekitar 200 m2, dengan populasi tanaman berkisar antara 150-250 tanaman per petak lahan. Lahan survei meliputi tujuh lahan milik petani mentimun yang berbeda, yang terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu Legok, Sawah Lega, dan Nangeuk (Tabel 1). Selain itu dilakukan juga pengamatan mingguan pada petak mentimun di Sawah Lega, yang dimulai sejak tanaman berumur 2 MST hingga panen berakhir (Tabel 2).
Tabel 1 Lahan pengamatan survei tanaman mentimun Desa Ciherang
Lahan survei Waktu pengamatan
Umur tanaman
Populasi
tanaman Cara budidaya Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
3 April 2008 3 April 2008 10 April 2008 17 April 2008 24 April 2008 1 Mei 2008 8 Mei 2008
5 MST 3 MST 6 MST 4 MST 2 MST 7 MST 5 MST 150 205 150 190 168 184 205 Monokultur Selada - Bawang daun
Monokultur Caisin - Bawang daun Pakcoi - Bawang daun
19
Tabel 2 Lahan pengamatan mingguan tanaman mentimun Desa Ciherang Waktu pengamatan Umur tanaman Populasi tanaman 17 April 2008
24 April 2008 1 Mei 2008 8 Mei 2008 15 Mei 2008 22 Mei 2008
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 226 226 226 224 220 211
Sebagian besar cara budidaya yang dilakukan petani adalah secara tumpang sari dengan bawang daun, wortel dan kubis-kubisan, hanya sedikit petani yang bertanaman secara monokultur. Hal ini dilakukan petani untuk efisiensi pemanfaatan lahan, penghematan biaya dan mengantisipasi terjadinya fluktuasi harga saat panen.
Aplikasi pestisida umumnya dilakukan dengan cara berjadwal sebanyak 1-2 kali per minggu, dan biasanya dicampur antara insektisida dengan fungisida. Insektisida yang digunakan antara lain Curacron 500 EC, Agrimec 18 EC, Decis 2,5 EC, Dursban 20 EC; sedangkan fungisida adalah Antracol 70 WP, Score 250 EC, Revus 250 SC, Amistar 250 SC, dan Dithane M-45 80 WP. Hanya sebagian kecil petani yang sudah menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Hama
Kutudaun. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kutudaun merupakan hama yang ditemukan pada permukaan bawah daun dan umumnya membentuk koloni. Kutudaun yang ditemukan memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut. Tubuh berwarna hijau gelap, berukuran 1–2,5 mm, dengan bentuk seperti buah pir (Gambar 1). Hasil identifikasi menggunakan kunci dari Blackman dan Eastop (2000) menunjukkan bahwa spesies kutudaun yang terdapat pada mentimun adalah Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae).
20
kutudaun mencapai rata-rata 12,6 ekor per daun. Tingginya populasi kutudaun disebabkan tidak dilakukan pengendalian kutu daun secara tepat oleh petani. Selain itu banyaknya gulma di sekitar lahan yang tidak dibersihkan juga dapat mempengaruhi kelimpahan populasi kutudaun. Menurut Mossler et al. (2007) gulma dapat menjadi inang alternatif bagi kutudaun dan virus.
[image:41.612.133.512.409.589.2]Kerusakan mekanis yang ditimbulkan kutudaun A. gossypii tidak terlalu merugikan yaitu adanya bercak-bercak kecil bekas tusukan stilet serangga. Berdasarkan pengamatan yang gejala yang disebabkan kutudaun tidak terlalu jelas karena tersamarkan oleh bercak gejala penyakit. Menurut CABI (2005), kerugian utama yang diakibatkan kutudaun adalah menjadi vektor virus penting tanaman famili cucurbitaseae yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV). Dari hasil pengamatan pada lahan mingguan ditemukan adanya insidensi penyakit CMV, yang diduga ditularkan kutudaun. Pada lahan ini kutudaun mulai ditemukan pada 2 MST dan populasinya meningkat seiring bertambahnya umur tanaman hingga mencapai 5 ekor per daun (Gambar 1 ).
Tabel 3 Rataan kerapatan populasi A.gossypii (ekor/daun)
Lokasi Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE) Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
1,61 ± 0,30 0,91 ± 0,22 12,67 ± 1,07
21
[image:42.612.158.495.79.226.2]
(a) (b)
[image:42.612.148.512.276.477.2]Gambar 1 A. gossypii,(a) koloni di atas permukaan daun, (b) preparat slide kutudaun
Gambar 2 Rataan kerapatan populasi A. gossypii dan T. parvispinus (ekor/daun) pada lahan pengamatan mingguan
Gambar 3 Preparat slide imago Thrips parvispinus 0
1 2 3 4 5 6
2 3 4 5 6 7
Minggu setelah tanam
K
erap
atan
populasi hama
(ek
o
r/
daun)
[image:42.612.242.397.543.682.2]22
Trips.Trips ditemukan baik pada lahan survei maupun lahan pengamatan mingguan. Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman, dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Gambar 3). Hasil identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi (Moritz et al. 2004) menunjukkan bahwa trips yang ditemukan adalah Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae).
[image:43.612.132.512.346.513.2]Populasi trips tertinggi terdapat pada lahan Legok 3 sebanyak 10,12 ekor/daun (Tabel 4). Populasi trips umumnya meningkat seiring dengan semakin bertambanya umur tanaman (Gambar 2). Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan T. parvispinus adalah berupa lapisan keperakan pada permukaan bawah daun yang sering menyebabkan daun terserang menjadi keriting (Sastrosiswojo 1991).
Tabel 4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun)
Pada pengamatan yang dilakukan pada tanaman mentimun, gejala yang disebabkan oleh T. parvispinus berupa daun yang agak keriting dengan bercak-bercak keperakan pada bagian bawah daun, namun gejala yang ditemukan tidak terlalu jelas karena bercampur dengan gejala hama lain dan adanya gejala penyakit bercak daun. T. parvispinus juga ditemukan pada bunga mentimun, dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
Kutu kebul. Kutu kebul yang dijumpai tergolong Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae) (Gambar 4), dan banyak Lokasi Kerapatan populasi
(Rata-rata ± SE) Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
3,38 ± 0,25 0,22 ± 0,59 3,99 ± 0,31 0,85 ± 0,11 0,27 ± 0,08 10,12 ± 0,63
23
terdapat pada daun daun bagian atas (pucuk tanaman). Menurut Vaishampayan dan Kogan (1980) imago kutu kebul cukup selektif dalam memilih tempat untuk makan dan bertelur.
[image:44.612.138.506.136.293.2](a) (b)
Gambar 4 Kutu kebul, T. vaporariorum (a) koloni imago, (b) pupa
Kutu kebul mulai ditemukan pada tanaman mentimun yang berumur 4 MST (Gambar 5), populasinya terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman dengan populasi rata-rata hingga mencapai 14 ekor per tanaman pada 7 MST.
Gambar 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan
Meskipun dilakukan aplikasi pestisida yang cukup intensif pada lahan pengamatan mingguan yaitu sebanyak 1-2 kali per minggu, populasi T.
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2 3 4 5 6 7
Minggu setelah tanam
Kerap
at
an pop
ul
asi
ham
a
(ekor/t
[image:44.612.159.497.421.606.2]24
vaporariorum relatif tetap tinggi. Menurut Kessing dan Mau (1991 dalam CABI 2005) kutu kebul T. vaporariorum memiliki ketahanan terhadap banyak insektisida sintetik. Menurut Sanderson dan Roush (1992) T. vaporariorum menunjukkan resistensi terhadap insektisida dari berbagai kelompok bahan kimia, seperti malathion, paration, diclorovos (organofosfat), endosulfan, metomil (karbamat) serta permetrin dan resmethrin (piretroid).
Berdasarkan pengamatan pada lahan survei, rataan kerapatan populasi tertinggi ditemukan pada lahan Sawah Lega dengan usia tanaman 6 MST sebanyak 8,5 ekor per tanaman. Kerusakan yang diakibatkan T. vaporariorum
[image:45.612.132.512.424.603.2]adalah adanya bercak-bercak kecil akibat nimfa dan imago yang menghisap cairan dari daun tanaman, namun kerusakan yang ditimbulkan seringkali tidak terlihat. Meskipun gejala tidak mudah terlihat, menurut Peterson (1974) populasi kutu kebul yang tinggi dapat menurunkan vigor tanaman. Menurut CABI (2005) kutu kebul T. vaporariorum juga dapat menjadi vektor virus penting antara lain Beet Pseudo-Yellows Closterovirus (mentimun, melon, lettuces dan sugarbeet), Tomato Infectious Chlorosis Virus dan Lettuce Infectious Yellow Closterovirus.
Tabel 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman)
Ulat daun. Pada tanaman mentimun terdapat beberapa jenis ulat daun. Salah satunya adalah ulat yang berwarna hijau dengan dua garis putih pada bagian dorsal sepanjang tubuh larva. Berdasarkan ciri tersebut ulat ini adalah
Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Pyralidae) (Gambar 6). Ulat ditemukan pada daun dan buah mentimun.
Lokasi Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE) Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
3,75 ± 0,82 0 8,5 ± 1,13 1,55 ± 0,32
25
Gambar 6 Ulat mentimun D. indica
Serangan pada daun menimbulkan gejala bekas-bekas gigitan, sedangkan pada buah menyebabkan gejala lubang pada buah karena ulat menggerek kedalam buah mentimun (Gambar 7). Kelimpahan populasi ulat ini di pertanaman cukup rendah yaitu kurang dari 1 ekor per tananaman (Tabel 6 dan 7 ). Ulat D. indica
[image:46.612.250.392.340.435.2]merupakan salah satu hama penting pada tanaman Famili Cucurbitaceae di Asia dan Afrika (MacLeod 2005). Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah mentimun (CABI 2005).
[image:46.612.131.513.487.662.2]Gambar 7 Gejala buah berlubang yang disebabkan D. indica
Tabel 6 Rataan kerapatan populasi D. indica (ekor/tanaman) pada lahan survei
Tabel 7 Rataan kerapatan populasi D.indica (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan mingguan
Lokasi Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE) Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
0 0 0,25 ± 0,12 0,05 ± 0,05
0 0,45 ± 0,17
26
Kumbang daun. Kumbang daun yang ditemukan berwarna coklat kekuningan, berukuran sekitar 10 mm. Menurut Kalshoven (1981), kumbang daun yang menyerang tanaman mentimun adalah Aulacophora similis Melin (Coleoptera: Chrysomelidae). Kelimpahan populasi kumbang ini di wilayah pengamatan sangat rendah. Kumbang A. similis hanya ditemukan pada lahan Legok 1 dan Sawah Lega 1 dengan populasi berkisar antara 0.1-0.15 ekor/tanaman.
Menurut Kalshoven (1981) di dataran rendah A. similis merupakan hama utama pada tanaman Famili Cucurbitaceae seperti mentimun, melon dan semangka. Di daerah ini kerusakan yang disebabkan A. similis dan A. coffeae
dapat menyebabkan kerugian yang serius hingga kegagalan panen pada tanaman mentimun.
Gejala buah bengkok. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan adanya gejala buah mentimun yang membengkok (Gambar 8). Pada buah yang membengkok terdapat bekas tusukan pada bagian tengah dan mengeluarkan lendir. Bekas tusukan ini diduga disebabkan olah serangga yang memiliki alat mulut menusuk dan mengisap. Serangga tersebut adalah Leptoglossus australis
(F.) (Hemiptera: Coreidae) (Rauf, komunikasi pribadi). Allen (1969 dalam
Yasuda 1987) menyebutkan bahwa L. australis merupakan hama serius pada buah tanaman mentimun dan tanaman Famili Cucurbitaceae lainnya, selain itu L. australis juga menjadi hama pada berbagai macam buah di daerah tropis maupun subtropis. Namun pada saat pangamatan serangga yang diduga menyerang tidak ditemukan.
Umur tanaman Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE) 2 MST
3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
27
Gejala buah bengkok ditemukan pada lahan Legok 3 dengan persentase buah bengkok adalah 35,1%. Pada lahan pengamatan mingguan, persentase buah bengkok adalah 24,05% pada 6 MST dan meningkat menjadi 39,15% pada 7 MST. Beberapa petani menganggap gejala ini adalah penyakit yang disebabkan oleh tanah yang tidak sehat. Gejala buah bengkok dianggap paling merugikan oleh petani karena buah yang terserang tidak layak dimakan atau tidak laku untuk dijual.
[image:48.612.135.504.234.517.2]
Gambar 8 Gejala buah bengkok pada pertanaman mentimun
[image:48.612.238.402.553.678.2]28
[image:49.612.142.500.79.209.2]
Gambar 10 Parasitoid Liriomyza hiudobrensis, Opiuschromatomyiae dan
Hemiptarsenus varicornis
Lalat pengorok daun dan tingkat parasitisasi. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui spesies lalat pengorok daun yang menyerang pertanaman mentimun adalah Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Lalat L. huidobrensis ditemukan pada setiap lahan survei dan umur tanaman, namun populasinya umumnya kurang dari 1 ekor per tanaman (Tabel 8 dan 9). Pada beberapa pengamatan diketahui bahwa imago L. huidobrensis lebih banyak ditemukan pada tempat yang teduh, tidak terpapar matahari secara langsung.
29
Tabel 8 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serangan L. huidobrensis pada lahan survei
Lokasi
Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE)
Jumlah korokan/tanaman (Rata-rata ± SE)
Persentase daun terserang (Rata-rata ±SE) Legok 1
Nangeuk 1 Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
0,5 ± 0,13 0,25 ± 0,1 0,6 ± 0,13 0,2 ± 0,09 0,4 ± 0,13 3,65 ± 0,54
0,25 ± 0,1
6,95 ± 0,52 3,95 ± 0,34 9,35 ± 0,54 4,9 ± 0,43 2,45 ± 0,22 12,25 ± 1,84
9,05 ± 1,06
21,75 ± 1,37 33,85 ± 2,89 13,20 ± 0,58 19,75 ± 1,60 37,50 ± 3,85 18,48 ± 1,82 24,47 ± 1,71
Tabel 9 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas serangan L. huidobrensis pada lahan pengamatan mingguan
Umur
Kerapatan populasi (Rata-rata ± SE)
Jumlah korokan/tanaman (Rata-rata ± SE)
Persentase daun terserang (Rata-rata ±SE) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
0,35 ± 0,15 0,25 ± 0,09 0,45 ± 0,15 0,3 ± 0,12 0,1 ± 0,07
0
1,95 ± 0,24 3,1 ± 0,37 7,4 ± 0,86 7,8 ± 1,13 1,9 ± 0,59 1,2 ± 0,52
35,00 ± 3,80 24,45 ± 2,90 19,33 ± 1,35 16,60 ± 1,69 4,10 ± 1,24 1,22 ± 0,84
Berdasarkan hasil survei ditemukan dua spesies parasitoid yaitu Opius
chromatomyiae Belokobylskij & Wharton (Hymenoptera: Braconidae) dan
[image:50.612.130.513.343.503.2]30
Tabel 10 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun
Waktu pengambilan contoh Umur tanaman Jumlah contoh daun
L. huidobrensis Parasitoid
Pupa
aborbsi Imago O.chromatomyiae
H. varicornis
3 April 08 5 MST 10 58 6 53 9
10 April 08 6 MST 10 34 8 13 14
17 April 08 4 MST 10 47 10 6 4
17 Juni 08 8 MST 20 13 8 25 73
17 Juni 08 4 MST 15 21 43 17 2
24 Juni 08 5 MST 15 28 15 21 11
1 Juli 08 3 MST 15 33 16 1 4
95 234 96 130 107
Tabel 11 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun pada lahan yang diambil contoh daun tiap minggu.
Waktu pengambilan contoh Umur tanaman Jumlah contoh daun
L. huidobrensis Parasitoid
Pupa
aborbsi Imago O.chromatomyiae
H. varicornis
3 Juni 08 2 MST 10 14 2 5 2
10 Juni 08 3 MST 10 16 7 8 3
17 Juni 08 4 MST 15 23 30 8 8
24 Juni 08 5 MST 15 19 35 8 7
1 Juli 08 6 MST 15 26 17 4 14
8 Juli 08 7 MST 15 32 9 11 19
80 130 100 44 53
Penyakit
Layu. Tanaman yang menunjukkan gejala layu, pada bagian akarnya terdapat bintil-bintil dengan ukuran sekitar 5-20 mm (Gambar 11). Pengamatan di bawah mikroskop terhadap bintil tersebut menunjukkan adanya nematoda puru akar Meloidogyne sp. dan setelah dilakukan identifikasi ”pola perineal” berdasarkan kunci (May at al. 1996), diketahui bahwa nematoda yang menyebabkan bintil akar adalah Meloidogyne arenaria. Selain M. arenaria, spesies penting nematoda puru akar yang juga dapat merugikan tanaman sayuran adalah M. incognita, M. javanica dan M. hapla (Taylor dan Sasser 1978 dalam
[image:51.612.130.515.335.503.2]31
menyerang kacang tanah, namun menurut CABI (2005) nematoda ini juga dapat menginfeksi tanaman mentimun.
[image:52.612.193.445.126.294.2]
(a) (b)
Gambar 11 Gejala yang layu yang disebabkan Meloidogyne arenaria (a) gejala pada tajuk tanaman (b) gejala bintil pada akar tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan survei, insidensi penyakit layu yang disebabkan oleh nematoda pada pertanaman mentimun dapat mencapai 4,48%, atau sekitar 10 tanaman per lahan survei. Di Desa Ciherang, penyakit layu merupakan permasalahan utama para petani karena dapat menyebabkan kematian tanaman secara cepat. Gejala layu pada pertanaman mentimun pada umumnya ditemukan pada tanaman umur 4 minggu. Meskipun aplikasi pestisida yang dilakukan cukup intensif (1-2 kali/minggu), namun tidak ada petani yang menggunakan nematisida dalam pengendalian hama dan penyakit.
Tabel 12 Insidensi penyakit layu pada pertanaman mentimun di lahan survei
Lokasi Insidensi penyakit (%) Legok 1
Nangeuk Sawah Lega 1 Legok 2 Sawah Lega 2 Legok 3 Sawah Lega 3
3 0 4,48
0 0 4.34
[image:52.612.130.517.549.713.2]32
Pada lahan pengamatan mingguan, gejala penyakit layu ditemukan sejak tanaman berumur 2 minggu dan insidensinya terus meningkat hingga mencapai 9% atau sekitar 20 tanaman (Gambar 12). Secara umum, insidensi penyakit layu lebih tinggi pada lahan pertanaman yang agak basah tapi tidak tergenang. Menurut Sikora dan Fernandes (2005) nematoda Meloidogyne berkembang lebih baik pada tanah yang beraerasi buruk.
[image:53.612.150.500.393.595.2]Mosaik. Penyakit lain yang ditemukan menyerang pertanaman mentimun adalah penyakit mosaik mentimun yang disebabkan Cucumber Mosaic Virus (CMV). Berdasarkan hasil pengamatan gejala mosaik, penyakit ini hanya ditemukan pada lahan pengamatan mingguan. Tanaman yang mengalami gejala mosaik menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, kerdil, daun menguning dan hanya sedikit berbuah, bahkan pada beberapa tanaman ada yang sampai tidak menghasilkan buah. Gejala mosaik mulai ditemukan pada minggu ke-4 setelah tanam dengan insidensi mencapai 4,26% pada 7 MST (Gambar 12).
Gambar 12 Insidensi penyakit layu dan mosaik mentimun pada lahan pengamatan mingguan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 3 4 5 6 7
Minggu setelah tanam
Insidensi Penyakit
(%)
33
[image:54.612.239.403.78.298.2]Gambar 13 Gejala mosaik pada daun mentimun
Menurut Sumpena (2001) mentimun varietas hibrida merupakan varietas yang lebih tahan t