• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor"

Copied!
268
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Case in Upper Ciliwung Watershed, Cisarua Bogor

ABSTRACT

Generally, soil and water conservation program in Indonesia generally and in Upper Ciliwung Watershed especially, put a farmers group as executor in the fields. Considering this situation, the key success factor for soil and water conservation measures is how far effectiveness of farmers group in executing these activities. The objective of this research are: (1) to identify farmers group effectiveness in executing soil and water conservation activities; (2) to analyze a relationship between communications style of farmers group leader and farmer group’s effectiveness in executing soil and water conservation measure; (3) to analyze a relationship between communication style of farmers group leader and a maturity and characteristics of farmers group members. This research was designed as descriptive co relational. Primer data was collected through interviewed to four farmers group members in four villages in Cisarua Sub District in Bogor Regency with 161 respondents. The collected data were analyzed by Correlation Spearman Test. The main results of this research show: (1) the farmer groups in Upper Ciliwung have a good effectiveness; (2) communication style of the farmers groups leader are tend to linier; and (3) farmer groups members are paternalistic performance. Convergence communication style conducive for achieving farmer groups’ effectiveness. Convergence communication style of farmer group’s leader tend to be applied in the maturity of farmer groups members. This communication style able to promote farmer groups participation in conservation activities. The farmer group leaders tend to apply convergence communication style when: (1) member of farmer groups have a good income; (2) member of farmer groups use convergence communication; and (3) member of farmer groups have several jobs, which need certain skill.

(3)

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor). Dibimbing oleh SUMARDJO, HADIYANTO dan RINEKSO SOEKMADI.

Kelompok tani merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di DAS, khususnya DAS Ciliwung Hulu. Oleh karena itu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di kelompoknya. Keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air diduga kuat berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpinnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air; (2) Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani; dan (3) Menjelaskan kaitan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian yang bersifat diskriptif korelasional. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada 161 anggota kelompok tani dari empat kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu, Cisarua Bogor. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Uji Korelasi Spearman.

Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu memiliki keefektifan kelompok yang tinggi; (2) gaya komunikasi pemimpim cenderung linier dan (3) anggota kelompok tani bercirikan paternalistik. Keefektifan kelompok tani tersebut berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung mendorong tercapainya kelompok tani yang efektif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung terjadi pada kelompok tani yang telah dewasa. Gaya komunikasi yang demikian kondusif bagi tumbuhnya partisipasi anggota kelompok tani.

(4)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

(5)

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor Nama : Rimun Wibowo

NRP : P 22500024

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui,

1.Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF Anggota

Ir. Hadiyanto, MS Anggota

Mengetahui, 2.Ketua Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sumardjo, MS

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(7)

enam bersaudara keluarga Somowardi (alm) dan Tumpak (alm). Pendidikan SD-SLTA ditempuh di kota kelahiran penulis. Pada tahun 1989 diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 1990 penulis masuk Jurusan GMSK Faperta IPB, lulus 7 Maret 1994.

Setelah lulus S-1 IPB penulis bekerja di berbagai program pengembangan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia hingga sekarang. Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Bangun Desa Sejahtera (LBDS) di Jakarta pada tahun 1999-2001. Sejak tahun 1999 hingga sekarang memimpin Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) EQUATOR, yang didirikan oleh penulis bersama rekan-rekannya. Kemudian pada tahun 2001 merintis Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama, sebuah SDIT full day school pertama di Kota Bogor, yang berada di bawah Yayasan Insantama Cendekia di mana penulis menjabat sebagai sekretaris. Penulis pernah mengajar mata kuliah pengembangan masyarakat di Jurusan Pengembangan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta pada tahun 2001-2002.

Beberapa proyek yang pernah diikuti secara individual antara lain: National Watershed Management Conservation Project–IBRD (1996-1998) sebagai Training Specialist; Special Program for Food Security FAO sebagai Participatory Rural Appraisal (PRA) Specialist (2000); Studi Kelayakan Pembentukan Lembaga Pengelola Sub DAS Citarik di Bandung dan Sumedang, OECF/JBIC (2002/2003) sebagai Koordinator Tim; Interisland Transportation Project ADB TA No. 4038-INO sebagai Social and Resettlement Specialist (2003); Small Scale Technical Assistance (SSTA) ADB TA 4429-INO sebagai Resettlement Specialist (2005) dan sebagai pelatih Kewirausahaan dan Participatory Rural Appraisal (PRA) di berbagai daerah.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas kehendak-Nya karya ilmiah ini akhirnya berhasil diseleasaikan oleh penulis. Penelitian ini yang berjudul: Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air, Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada bulan April-Mei 2005.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS, Ir. Hadiyanto, MS, dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF selaku pembimbing. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku penguji dari luar komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan kepada istri tercinta yang selalu mendorong dan membantu sehingga terselesaikannya sekolah dan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di LPM EQUATOR terutama Sdri. Eni Kardiwiyati, S.Sos, M.Si yang telah membantu secara moril maupun materiil dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ide penelitian lebih lanjut dan berguna bagi para pihak yang terkait.

Bogor, Februari 2006 Penulis

(9)

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

PENDAHULUAN ……….…………. 1 Latar Belakang ……….. 1

Permasalahan ……….... 5

Tujuan .……….. 7

Kegunaan Penelitian ………. 8

TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

Gaya Kepemimpinan ……… 9

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi ……….………… 17

Komunikasi ……….……….. 20

Komunikasi Efektif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ……. 22

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok ……….. 24

Karakteristik Individu ……….……….. 30

Perilaku Komunikasi ……….……… 32

Pelaksanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu..….…. 34

Beberapa Kasus Mengenai Konservasi Tanah dan Air (KTA) dan Kelompok Tani ... 39 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS………... 42

Kerangka Pemikiran………... 42

Hipotesis………. 53

METODOLOGI PENELITIAN……… 54

Lokasi dan Waktu Penelitian……….……… 54

Lokasi Penelitian……….……… 54

Waktu Penelitian……….……… 55

Metode Pengambilan Contoh……… 55

(10)

Validitas dan Reliabilitas Instrumen……….. 65

Metode Analisis Data………. 67

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 69

Keadaan Umum Lokasi………...…..………. 69

Keadaan Umum Populasi…..………. 70

Keadaan Umum Kelompok Tani ………... 70

Karakteristik Anggota Kelompok Tani……….….. 80

Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan....………... 80

Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Penguasaan Lahan……….... 82 Akses terhadap Media Massa, Gaya Komunikasi Anggota, Tingkat Partisipasi, dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 84 Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani ……….….…. 87

Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani ..….………..….…. 88

Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Kegiatan KTA .…..…. 89

Hubungan antar Variabel yang Diteliti...………. 95

Hubungan antara Karakteristik dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 101 Hubungan antara Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani dan Keefektifan Kelompok Tani... 102 SIMPULAN DAN SARAN…………..……….. 106

Simpulan... 106

Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA …...……… 108

(11)

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Case in Upper Ciliwung Watershed, Cisarua Bogor

ABSTRACT

Generally, soil and water conservation program in Indonesia generally and in Upper Ciliwung Watershed especially, put a farmers group as executor in the fields. Considering this situation, the key success factor for soil and water conservation measures is how far effectiveness of farmers group in executing these activities. The objective of this research are: (1) to identify farmers group effectiveness in executing soil and water conservation activities; (2) to analyze a relationship between communications style of farmers group leader and farmer group’s effectiveness in executing soil and water conservation measure; (3) to analyze a relationship between communication style of farmers group leader and a maturity and characteristics of farmers group members. This research was designed as descriptive co relational. Primer data was collected through interviewed to four farmers group members in four villages in Cisarua Sub District in Bogor Regency with 161 respondents. The collected data were analyzed by Correlation Spearman Test. The main results of this research show: (1) the farmer groups in Upper Ciliwung have a good effectiveness; (2) communication style of the farmers groups leader are tend to linier; and (3) farmer groups members are paternalistic performance. Convergence communication style conducive for achieving farmer groups’ effectiveness. Convergence communication style of farmer group’s leader tend to be applied in the maturity of farmer groups members. This communication style able to promote farmer groups participation in conservation activities. The farmer group leaders tend to apply convergence communication style when: (1) member of farmer groups have a good income; (2) member of farmer groups use convergence communication; and (3) member of farmer groups have several jobs, which need certain skill.

(13)

KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor). Dibimbing oleh SUMARDJO, HADIYANTO dan RINEKSO SOEKMADI.

Kelompok tani merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di DAS, khususnya DAS Ciliwung Hulu. Oleh karena itu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di kelompoknya. Keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air diduga kuat berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpinnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air; (2) Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani; dan (3) Menjelaskan kaitan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian yang bersifat diskriptif korelasional. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada 161 anggota kelompok tani dari empat kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu, Cisarua Bogor. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Uji Korelasi Spearman.

Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu memiliki keefektifan kelompok yang tinggi; (2) gaya komunikasi pemimpim cenderung linier dan (3) anggota kelompok tani bercirikan paternalistik. Keefektifan kelompok tani tersebut berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung mendorong tercapainya kelompok tani yang efektif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani yang convergence (dua arah), cenderung terjadi pada kelompok tani yang telah dewasa. Gaya komunikasi yang demikian kondusif bagi tumbuhnya partisipasi anggota kelompok tani.

(14)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DAN KEEFEKTIFAN KELOMPOK TANI DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR (Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor).

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

(15)

PROGRAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

(Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor)

RIMUN WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor Nama : Rimun Wibowo

NRP : P 22500024

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui,

1.Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF Anggota

Ir. Hadiyanto, MS Anggota

Mengetahui, 2.Ketua Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sumardjo, MS

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(17)

enam bersaudara keluarga Somowardi (alm) dan Tumpak (alm). Pendidikan SD-SLTA ditempuh di kota kelahiran penulis. Pada tahun 1989 diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 1990 penulis masuk Jurusan GMSK Faperta IPB, lulus 7 Maret 1994.

Setelah lulus S-1 IPB penulis bekerja di berbagai program pengembangan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia hingga sekarang. Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Bangun Desa Sejahtera (LBDS) di Jakarta pada tahun 1999-2001. Sejak tahun 1999 hingga sekarang memimpin Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) EQUATOR, yang didirikan oleh penulis bersama rekan-rekannya. Kemudian pada tahun 2001 merintis Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama, sebuah SDIT full day school pertama di Kota Bogor, yang berada di bawah Yayasan Insantama Cendekia di mana penulis menjabat sebagai sekretaris. Penulis pernah mengajar mata kuliah pengembangan masyarakat di Jurusan Pengembangan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta pada tahun 2001-2002.

Beberapa proyek yang pernah diikuti secara individual antara lain: National Watershed Management Conservation Project–IBRD (1996-1998) sebagai Training Specialist; Special Program for Food Security FAO sebagai Participatory Rural Appraisal (PRA) Specialist (2000); Studi Kelayakan Pembentukan Lembaga Pengelola Sub DAS Citarik di Bandung dan Sumedang, OECF/JBIC (2002/2003) sebagai Koordinator Tim; Interisland Transportation Project ADB TA No. 4038-INO sebagai Social and Resettlement Specialist (2003); Small Scale Technical Assistance (SSTA) ADB TA 4429-INO sebagai Resettlement Specialist (2005) dan sebagai pelatih Kewirausahaan dan Participatory Rural Appraisal (PRA) di berbagai daerah.

(18)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas kehendak-Nya karya ilmiah ini akhirnya berhasil diseleasaikan oleh penulis. Penelitian ini yang berjudul: Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air, Kasus Di DAS Ciliwung Hulu, Kecamatan Cisarua, Bogor dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada bulan April-Mei 2005.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS, Ir. Hadiyanto, MS, dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF selaku pembimbing. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku penguji dari luar komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan kepada istri tercinta yang selalu mendorong dan membantu sehingga terselesaikannya sekolah dan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di LPM EQUATOR terutama Sdri. Eni Kardiwiyati, S.Sos, M.Si yang telah membantu secara moril maupun materiil dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ide penelitian lebih lanjut dan berguna bagi para pihak yang terkait.

Bogor, Februari 2006 Penulis

(19)

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

PENDAHULUAN ……….…………. 1 Latar Belakang ……….. 1

Permasalahan ……….... 5

Tujuan .……….. 7

Kegunaan Penelitian ………. 8

TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

Gaya Kepemimpinan ……… 9

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi ……….………… 17

Komunikasi ……….……….. 20

Komunikasi Efektif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ……. 22

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok ……….. 24

Karakteristik Individu ……….……….. 30

Perilaku Komunikasi ……….……… 32

Pelaksanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu..….…. 34

Beberapa Kasus Mengenai Konservasi Tanah dan Air (KTA) dan Kelompok Tani ... 39 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS………... 42

Kerangka Pemikiran………... 42

Hipotesis………. 53

METODOLOGI PENELITIAN……… 54

Lokasi dan Waktu Penelitian……….……… 54

Lokasi Penelitian……….……… 54

Waktu Penelitian……….……… 55

Metode Pengambilan Contoh……… 55

(20)

Validitas dan Reliabilitas Instrumen……….. 65

Metode Analisis Data………. 67

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 69

Keadaan Umum Lokasi………...…..………. 69

Keadaan Umum Populasi…..………. 70

Keadaan Umum Kelompok Tani ………... 70

Karakteristik Anggota Kelompok Tani……….….. 80

Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan....………... 80

Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Penguasaan Lahan……….... 82 Akses terhadap Media Massa, Gaya Komunikasi Anggota, Tingkat Partisipasi, dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 84 Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani ……….….…. 87

Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani ..….………..….…. 88

Keefektifan Kelompok Tani dalam Melaksanakan Kegiatan KTA .…..…. 89

Hubungan antar Variabel yang Diteliti...………. 95

Hubungan antara Karakteristik dan Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Karakteristik Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 99 Hubungan antara Tingkat Kedewasaan Anggota Kelompok Tani dan Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani... 101 Hubungan antara Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani dan Keefektifan Kelompok Tani... 102 SIMPULAN DAN SARAN…………..……….. 106

Simpulan... 106

Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA …...……… 108

(21)

Nomor Teks Halaman

1. Tipologi Organisasi Berdasarkan Kualitas Hubungan Pemimpin dan Pengikut, Struktur Tugas, dan Kekuasaan

Kedudukan... 11 2. Aspek-aspek Komunikasi……….. 32 3. Model Komunikasi Linier, Relational dan Convergence... 45 4. Keterkaitan Gaya Kepemimpinan dan Gaya Komunikasi

Pemimpin Kelompok Tani...

46

5. Indikator Tingkat Kedewasaan Berkelompok……….. 48 6. Indikator Keefektifan Kelompok dalam Melaksanakan KTA. 49 7. Ciri-ciri Perilaku Kelompok Tani yang Pro-Konservasi dan

Kontra-Konservasi Tanah dan Air...

50

8. Jumlah Sampel pada Setiap Kelompok Tani 55 9. Karakteristik Anggota Kelompok Tani (Dimensi Variabel,

Kriteria, dan Selang Skornya)...

61

10. Tingkat Kedewasaan/Kesiapan Kelompok Tani (Dimensi

Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

63

11. Gaya Komunikasi Pemimpin Kelompok Tani (Dimensi Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

64

12. Keefektifan Kelompok Tani (Dimensi Variabel, Kriteria dan Selang Skornya)...

65

13. Jumlah Anggota Kelompok Tani dari Masing-masing

Kelompok Tani...

70

14. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Usia, Jenis

Kelamin dan Tingkat Pendidikan...

81

15. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Kategori Pekerjaan, Pendapatan, Jumlah Tanggungan, dan

Penguasaan Lahan...

82

16. Jenis Penguasaan Lahan Anggota Kelompok Tani ... 84 17. Kepemilikan Media Massa dari Anggota Kelompok Tani... 85 18. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Akses ke Media

Massa, Gaya Komunikasi Responden, Tingkat Partisipasi Anggota Anggota Kelompok Tani...

86

19. Sebaran Anggota Kelompok Tani menurut Tingkat

Kedewasaannya...

87

(22)

22. Sumber Pengetahuan KTA anggota Kelompok Tani ... 90 23. Alasan Anggota Kelompok Tani Menyetujui untuk

Melaksanakan Kegiatan KTA...

91

24. Keragaan Kegiatan KTA yang Dilaksanakan oleh Kelompok Tani Berdasarkan Jenisnya ...

92

25. Luas Wilayah Daerah Penelitian Berdasarkan Kelas Lereng... 93 26 Jumlah Tegakan yang Direkomendasikan berdasarkan Kelas

Kemiringan Lahan...

(23)

Nomor Teks Halaman

1. Jenjang Tingkah Laku Pemimpin………... 13 2. Gaya Kepemimpinan Dasar (Basic Leadership Behavior

Style)………..

16

3. Empat Gaya Dasar Kepemimpinan……… 18 4. Kerangka Pemikiran Gaya Komunikasi Pemimpin dan

Keefektifan Kelompok Tani Konservasi Tanah dan Air dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air....

52

5. Papan Nama Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, Desa Tugu Utara...

72

6. Salah Satu Bangunan Dam Pengendali (erosi) di Sungai Kecil di Tugu Selatan...

75

7. Papan Nama Kelompok Tani Kali Cimandala, Desa

Batulayang...

77

8. Papan Nama Kelompok Tani Kali Bunga Wortel, Desa Citeko...

79 9. Kerapatan Tegakan dan Kemiringan Lahan di Daerah

Penelitian...

93

10. Dam Penahan dan Sumur Resapan………. 94 11. Hubungan Antar Variabel yang Diteliti... 98 12. Gaya Komunikasi Pemimpin sesuai dengan Tingkat

Kedewasaan Anggota Kelompok Tani...

(24)

Nomor Teks Halaman

(25)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu agro-ekosistem, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen biofisik, aspek sosial, ekonomi, kemasyarakatan, serta kelembagaan yang kesemuanya satu dengan yang lain saling bertautan dan saling mempengaruhi. Aktivitas pada suatu komponen dalam sistem ini akan mempengaruhi komponen sistem yang lain. Saling mempengaruhi antar komponen ini menghasilkan suatu keadaan yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam jangka pendek, maupun secara tidak langsung pada kelompok masyarakat lain dalam jangka panjang.

Beberapa fenomena bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, diyakini lebih banyak disebabkan oleh pengelolaan DAS yang tidak konsisten dengan komitmen konservasi tanah dan air, serta perilaku budidaya pertanian sebagai salah satu mata pencaharian yang cenderung menyebabkan terdegradasinya DAS.

(26)

Secara faktual di lapangan, pemerintah di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Departemen Kehutanan telah berupaya terus melakukan upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi. Bentuk-bentuk upaya-upaya tersebut dilakukan baik secara fisik maupun pendekatan sumber daya manusia yang berada di DAS, karena komunitas ini (petani di DAS) yang sehari-hari berhadapan dan melakukan kegiatan ekonomi di DAS.

Dalam rangka melestarikan lingkungan hidup tersebut, pemerintah telah memiliki pengalaman (lesson learned) yang cukup penting untuk ditelaah, yaitu penyelenggaraan penghijauan dan reboisasi sejak 1976. Dari pengalaman tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa untuk lebih mengoptimalkan keberhasilan dan keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan konservasi tanah dan air yang dikemas dalam penghijauan dan reboisasi perlu ditingkatkan: partisipasi aktif masyarakat melalui wadah kelompok tani (World Bank, 1992).

Kelompok tani sebagai salah satu komunitas yang dekat dengan DAS di tingkat lapangan, diharapkan menjadi suatu institusi di tingkat akar rumput (grass root) yang tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat pelaku kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) di mana kegiatan tersebut berlangsung. Dengan demikian keberhasilan kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) akan sangat ditentukan oleh realisasi tujuan kelompok tani untuk melakukan konservasi tanah dan air.

(27)

berwawasan lingkungan; (ii) aktivitas sipil teknis pendukung; dan (iii) kemampuan kelompok tani mengelola bantuan dana yang dapat dilihat dari kemampuan kelompok tani memupuk modal dan menggulirkannya untuk keperluan lainnya (revolving fund) (DEPDAGRI, 1999).

Suatu kelompok tani, untuk mencapai tujuannya sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal berkaitan dengan adanya iklim yang kondusif yang diberikan pemegang kebijakan sehingga kelompok tani diberi kemudahan melalui peraturan dan perundang-undangan dan berbagai bentuk pemberdayaan lainnya. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber dan terjadi dalam organisasi atau kelompok tani tersebut. Salah satu faktor internal yang diduga banyak mempengaruhi pencapaian tujuan kelompok tani adalah kepemimpinan dari pemimpin kelompok tani tersebut. Pemimpin kelompok tani dipandang sebagai agen primer di dalam menentukan struktur, suasana kelompok, tujuan, ideologi, serta aktivitas kelompok tani. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan kunci bahkan titik sentral organisasi atau kelompok apapun (Yunasaf 1997).

(28)

Beberapa kelompok tani di kawasan Cisarua Puncak melakukan usahatani konservasi tanah dan air (KTA) di DAS Ciliwung Hulu. Beberapa jenis sayuran yang biasa ditanam oleh anggota kelompok tani adalah kol, wortel, daun bawang, dan kentang. Dalam perkembangannya usaha tani sayuran ini semakin sedikit diusahakan oleh anggota kelompok tani seiring dengan terjualnya lahan-lahan pertanian mereka kepada para pengembang perumahan atau individu untuk keperluan tempat peristirahatan (villa). Dilaporkan oleh penyuluh setempat bahwa hanya sekitar 70 persen dari anggota kelompok tani yang masih membudidayakan sayuran tersebut. Dari jumlah itu tidak lebih dari 5 persen yang memiliki lahan sendiri, sedangkan lainnya mengolah tanah milik orang lain sebagian besar sebagai penggarap dan sebagian kecil dengan cara menyewa.

(29)

Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (BOPUNJUR).

Setiap tindakan di kawasan BOPUNJUR sesungguhnya telah diatur dengan Keppres tersebut sehingga konservasi tanah dan air di kawasan tersebut terjamin. Kegiatan konservasi harus dijalankan di semua kawasan BOPUNJUR yang meliputi kawasan hutan lindung, cagar alam, taman nasional, taman wisata, sempadan sungai, sekitar mata air, sekitar situ/danau, budidaya pertanian (tanaman tahunan/perkebunan, lahan basah, tanaman pangan lahan kering), permukiman, perkotaan, dan kawasan perdesaan.

Tanggapan respon kelompok tani dalam menyikapi kendala yang dihadapi pun berbeda-beda. Ada kelompok tani yang tetap konsisten melakukan kegiatan konservasi tanah dan air, namun ada pula kelompok tani yang menyurutkan langkah untuk melakukan kegiatan konservasi tanah dan air. Bervariasinya tanggapan kelompok tani terhadap kendala yang dihadapi dan bervariasinya keragaan kelompok tani dalam melakukan kegiatan konservasi tanah dan air (KTA) ini diduga akibat dari bervariasinya gaya komunikasi pemimpin kelompok tani. Bervariasinya gaya komunikasi pemimpin kelompok tani diduga berhubungan erat dengan beragamnya gaya kepemimpinan kelompok tani. Fenomena-fenomena inilah yang melatarbelakangi dilakukannya studi ini, untuk melihat keterkaitan antara berbagai keadaan yang telah diuraikan di atas.

Permasalahan

(30)

karena itu salah satu penentu utama kesuksesan kegiatan konservasi tanah dan air di suatu daerah adalah sejauhmana keefektifan kelompok tani.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua kelompok tani berjalan efektif dalam menjalankan fungsinya untuk melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air. Hasil penelitian-peneletian sebelumnya menunjukkan bahwa ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keefektifan kelompok. Faktor eksternal berkaitan dengan adanya iklim yang kondusif yang diberikan pemegang kebijakan sehingga kelompok diberi kemudahan melalui peraturan dan perundang-undangan dan berbagai bentuk pemberdayaan lainnya. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang bersumber dan terjadi dalam kelompok tersebut. Salah satu faktor internal yang diduga banyak mempengaruhi pencapaian tujuan kelompok adalah kepemimpinan kelompok. Pemimpin kelompok dipandang sebagai agen primer di dalam menentukan struktur, suasana kelompok, tujuan, ideologi serta aktifitas kelompok.

(31)

Dari uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di daerah penelitian?

2. Benarkah keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air berhubungan dengan gaya komunikasi pemimpin kelompok tani? 3. Seberapa erat hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani

dengan tingkat kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel keefektifan kelompok tani dalam melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air, gaya komunikasi pemimpin kelompok tani, kedewasaan dan karakteristik anggota kelompok tani. Sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mengungkapkan tingkat keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air di daerah penelitian.

2. Menjelaskan tingkat keeratan hubungan antara gaya komunikasi pemimpin kelompok tani dengan keefektifan kelompok tani dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.

(32)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian komunikasi kelompok kecil pada bidang konservasi tanah dan air. Disamping itu pemahaman gaya komunikasi pemimpin dan keefektifan kelompok diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pengaruhnya terhadap kesuksesan pelaksanaan konservasi tanah dan air di kawasan daerah aliran sungai (DAS).

Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan:

1. Sebagai salah satu alat evaluasi terhadap hasil pemberdayaan kelompok tani yang telah dilakukan selama ini khususnya di wilayah Kecamatan Cisarua (kawasan DAS Ciliwung Hulu).

2. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan sistem pembinaan dan pengembangan kelompok tani sejenis, terutama dalam aspek yang terkait dengan cara-cara komunikasi pemimpin kelompok.

(33)

Setiap pemimpin agar bisa melaksanakan tugasnya harus memiliki wewenang atau kekuasaan. Berdasarkan wewenang itulah pemimpin akan membimbing, menggerakkan, dan mengarahkan mereka yang dipimpinnya menuju tujuan bersama. Cara menggunakan wewenang dapat berbeda-beda dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain. Perbedaan cara penggunaan wewenang ini dapat menciptakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Reberu dalam Mukoddam (1983) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin; cara ia “berlagak” dalam menggunakan kekuasaan.

Gaya kepemimpinan bisa otoriter, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya pada bawahan. Bawahan dikendalikan dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia yang dapat mempunyai pikiran dan kehendak sendiri. Gaya otoriter menyebabkan seseorang pemimpin mengatur semuanya supaya dikerjakan sesuai dengan kehendaknya. Ia menjadi seorang diktator.

(34)

Kepemimpinan paternalistik dapat ditambahkan sebagai salah suatu gaya kepemimpinan. Kepemimpinan paternalistik menganggap bawahan hanya sebagai “anak yang belum dewasa”, karena itu selalu bersikap sebagai seorang bapak. Ia yang mengatur, mengambil prakarsa, merencanakan, dan ia pula yang melaksanakan menurut pahamnya sendiri. Ia tidak bersikap diktator, tetapi ia sangat membatasi kemungkinan anak buahnya untuk turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan dan mengambil keputusan. Gaya paternalistik ini masih sering dijumpai di wilayah yang bertradisi feodal, atau bekas wilayah jajahan (Mukoddam, 1983).

Slamet (1978) berpendapat bahwa pada dasarnya semua gaya kepemimpinan itu berada diantara dua kutub ekstrim dari suatu kontinum, yaitu gaya kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan oleh organisasi di satu kutub, dan gaya kepemimpinan yang sepenuhnya pada menjalankan hubungan baik di dalam organisasi, di kutub yang lain. Artinya, gaya kepemimpinan yang banyak kita jumpai sehari-hari adalah gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi antara kedua gaya ekstrim itu dengan perbandingan yang berbeda-beda tergantung kepada situasinya. Baik tidaknya, atau efektif tidaknya suatu gaya kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain gaya kepemimpinan yang terbaik adalah gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi organisasi yang ada.

(35)

kelompok atau organisasi itu, Fiedler (James et al., 1984) menjelaskan adanya tiga faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari situasi organisasi, yaitu pertama, adalah hubungan antara pemimpin dan anggota, apakah hubungan itu baik, jelek, atau jelek sekali. Kedua, struktur tugas yang dipikul oleh organisasi itu, apakah tugas itu dan apakah cara pelaksanaannya jelas, atau tidak jelas. Ketiga, adalah kekuasaan yang dimiliki oleh kedudukannya sebagai pemimpin itu kuat atau lemah. Kombinasi dari ketiga faktor utama yang berbeda-beda itu menghasilkan adanya delapan kemungkinan jenis organisasi atau kelompok, seperti terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tipologi Organisasi Berdasarkan Kualitas Hubungan Pemimpin dan Pengikut, Struktur Tugas, dan Kekuasaan Kedudukan

Deskripsi Situasi Jenis Kelompok/ Organisasi Hubungan Anggota dengan Pemimpin Struktur Tugas Kekuasaan/ Kedudukan Pemimpin Gaya Kepemimpinan yang efektif

I Baik Jelas Kuat Berorientasi tugas

II Baik Jelas Lemah Berorientasi

hubungan

III Baik Tidak

Jelas

Kuat Berorientasi tugas

IV Baik Tidak

Jelas

Lemah Berorientasi hubungan

V Jelek Jelas Kuat Berorientasi tugas

VI Jelek Jelas Lemah Berorientasi

hubungan

VII Jelek Tidak

Jelas

Kuat Berorientasi tugas

VIII Jelek Tidak

Jelas

Lemah Berorientasi hubungan

Sumber: Fiedler (James et al., 1984)

(36)

kepemimpinan bagi delapan jenis organisasi. Jenis organisasi yang pertama dapat digunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Jenis organisasi kedua, hubungan pemimpin dengan anggotanya baik, struktur tugas juga jelas, tetapi pemimpin akan menghadapi masalah dalam pembinaan organisasi karena kekuasaan/kedudukannya yang lemah. Dalam hal ini, penggunaan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan akan lebih tepat. Untuk organisasi yang ketujuh, karena hubungan pemimpin dan anggota jelek, struktur tugas juga tidak jelas, namun karena kekuasaan pemimpin kuat maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan lebih baik.

Situasi suatu organisasi atau kelompok dapat berubah dari waktu yang satu ke waktu yang lain, disebabkan adanya perubahan yang terjadi pada ketiga faktor utama itu. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin sebaiknya juga dapat diubah-ubah disesuaikan dengan perubahan situasinya.

(37)

sebagai akibatnya semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin. Kedua adalah, kepemimpinan ”demokratis”, yang lebih bebas dan menekankan aktivitas mereka pada hubungan manusia, karena kebijaksanaan mereka terbuka untuk didiskusikan dan dipertimbangkan kelompok.

Otoriter Demokratis

Terpusat pada tugas

Terpusat pada hubungan

Penggunaan wewenang oleh pemimpin

[image:37.595.108.521.215.501.2]

Kebebasan yang diberikan pada bawahan Pemimpin membuat keputusan dan mengumum kannya Pemimpin menawarkan keputusan kepada anggota kelompok Pemimpin mengemu kakan keputusan, anggota kelompok boleh bertanya Pemimpin mengemu kakan rencana keputusan, konsultasi dengan anggota kelompok Pemimpin mengemuka kan masalah, minta gagasan anggota kelompok, baru membuat keputusan Pemimpin mengemu kakan masalah, anggota kelompok membuat keputusan Pemimpin memberi-kan kebebasan sebanyak-banyaknya kepada anggota kelompok untuk menentukan masalah dan mengambil keputusan.

Gambar 1. Jenjang Tingkah Laku Pemimpin

Salah satu usaha untuk mengintegrasikan berbagai perilaku pemimpin telah dilakukan oleh Tannenbaum dan Schmidt (Holt, 1990). Usaha ini mereka gambarkan dalam suatu jenjang perilaku pemimpin yang dapat berpusat pada kepentingan pemimpin “authoritarian” atau pada kepentingan pemimpin “demokratis” seperti tampak dalam ilustrasi di bawah ini.

(38)

tugas dan menggunakan kekuasaan, untuk mempengaruhi pengikut-pengikutnya. Pemimpin-pemimpin yang ada pada ujung demokrasi cenderung berorientasi pada kelompok dan memberikan pada pengikutnya kebebasan melakukan pekerjaan mereka.

Berkenaan dengan orientasi gaya kepemimpinan “Michigan Leadership Studies” (James et al., 1984) menggunakan konsep gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hasil dengan penjelasan sebagai berikut. Pemimpin-pemimpin yang berorientasi pada pekerja sangat memperhatikan aspek hubungan dalam pekerjaan mereka. Mereka memandang setiap pekerja penting dan memberikan perhatian pada setiap orang, mengakui individualitas dan kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Pemimpin-pemimpin yang berorientasi pada aspek produksi dan teknik dari pekerjaan mereka; pekerja-pekerja diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari sejumlah besar penelitian di “Research Center for Group Dynamic”, Zander dan Cartwrigt (1968) menyatakan bahwa tujuan kelompok ialah: (1) tercapainya beberapa tujuan tertentu dari kelompok, dan (2) pemeliharaan atau pemantapan kelompok itu sendiri.

Kategori yang pertama tampaknya sama dengan konsep tugas seperti yang telah dibicarakan di atas, yaitu “Authoritarian Orientation” dan “Productive Orientation”. Sedangkan kategori yang kedua sama dengan konsep hubungan, yaitu “Democration Orientation”, dan “Employe Orientation”.

(39)

pemimpin ada dalam dua dimensi, yaitu: “Initiating Structure” dan “Consideration”. “Initiating Structure” menunjukkan perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan anggota-anggota kelompok kerja dan usaha pemimpin untuk menetapkan pola-pola organisasi yang baik, saluran-saluran komunikasi dan metode-metode prosedur. “Consideration” menunjukkan perilaku pemimpin yang memperlihatkan rasa persahabatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan hubungan yang intim antara pemimpin dengan anggota-anggota dari stafnya.

Mengenai keefektifan perilaku kepemimpinan, Harsey dan Blanchard dalam Holt (1990) mengemukakan bahwa: Perilaku yang efektif ditunjukkan oleh skor yang tinggi, baik pada “initiating structure” maupun pada “consideration”. Sebaliknya perilaku kepemimpinan yang tidak efektif ditandai oleh skor yang rendah pada kedua dimensi itu. Berdasarkan hasil observasi ini, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang berhasil harus mendorong kedua tujuan pokok, yaitu: pencapaian tujuan dan pemeliharaan kelompok, atau ia harus mendorong kegiatan kerjasama yang efektif dan efisien. Oleh karena itu “Ohio State Leadership Studies” cenderung untuk menyimpulkan bahwa “high Initiating Structure and High Consideration” adalah perilaku pemimpin yang ideal.

(40)

Harsey dan Blanchard (Holt, 1990) pada saat menjelaskan model-model gaya kepemimpinan, mengatakan ada empat “quadrant” perilaku dasar kepemimpinan yaitu “high relationship and high task; high task and low relationship”, “high relationship and low task”, low task and low relationship”, seperti yang disajikan pada Gambar 2.

(High)

Realationshi

p

(Low)

“High Relationship

and low task”

“High Task and High Relationship”

“Low Task and Low Relationship”

“High Task and Low Relationship”

[image:40.595.143.489.233.455.2]

(High) (Low) Task Behavior

Gambar 2. Gaya Kepemimpinan Dasar (Basic Leadership Behavior Style)

(41)

masing-masing, bila, di mana, dan bagaimana seharusnya menyelesaikan tugas-tugas itu; yang ditunjukkan oleh adanya usaha untuk menetapkan pola-pola organisasi yang dirumuskan dengan baik, saluran-saluran komunikasi, cara-cara menyelamatkan pekerjaan. Sedangkan “Relationship Behavior” adalah keleluasaan pemimpin memelihara hubungan pribadi antara pemimpin-pemimpin itu sendiri dengan anggota kelompoknya dengan menyediakan saluran-saluran komunikasi, memberi bantuan sosioemosional, sentuhan-sentuhan psychologis (hal-hal yang dapat membangkitkan semangat) dan kebebasan berperilaku.

Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi

Tannenbaum dan Massarik (Dahnke dan Clatterbuck, 1990), menyatakan kepemimpinan adalah pengaruh seseorang (individu) dalam suatu situasi yang secara langsung, melalui proses komunikasi, yang bertujuan untuk sesuatu hasil yang ingin dicapai secara spesifik. Menurut konsep ini maka yang dimaksud kepemimpinan substansinya lebih kepada proses saling mempengaruhi. Artinya proses saling mempengaruhi ini dapat saja berganti tergantung pada derajat hubungan yang sedang dilakukan yang mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Proses yang terjadi dilakukan melalui suatu aktivitas komunikasi.

(42)

Tinggi

Supporting Coaching

Tingkat Komunikasi

Delegating Directing

Rendah Tinggi

[image:42.595.182.480.91.308.2]

Tingkat Pengarahan

Gambar 3. Empat Gaya Dasar Kepemimpinan

(43)

Gibson dan Hodgetts (1991) menyatakan bahwa selain komunikasi yang dilakukan seorang pemimpin berbeda akibat dari empat gaya kepemimpinan (yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpinan paternalistik, kepemimpinan partisipatif, serta kepemimpinan laissez-faire), maka komunikasi juga berbeda bila dilihat dari konsekuensi posisi seorang pemimpin. Posisi yang dimaksudkan adalah apakah berada pada level manajemen tingkat bawah, level manajemen menengah, ataukah level manajemen tingkat atas (top level management). Hal ini amat erat kaitannya bahwa perbedaan level seorang pemimpin pada posisi manajemennya berkonsekuensi dengan penguasaan teknis pada kegiatan tertentu maupun kemampuan berpikir. Secara umum penguasaan teknis atau kemampuan berpikir konseptual akan berbeda secara proporsional pada ketiga tingkatan manajemen di mana seorang pemimpin berada. Konsekuensinya komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin diorientasikan pada keberhasilan tugasnya, pada posisi mana ia berada pada level manajemen.

(44)

leissez-faire. Hal ini juga terjadi pada kelompok yang memiliki pemimpin otokratik, umumnya lebih produktif bila dibandingkan dengan gaya kepemimpinan leissez-faire. Perlu dicatat bahwa tingkat produktivitas kelompok dengan pemimpin otokratik akan meningkat, umumnya hanya jika terdapat kehadiran pemimpin.

Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat dilihat dari dua model, yaitu model linier dan model konvergen. Model linier misalnya dikemukakan oleh Laswell (1948), komunikasi adalah “siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek apa”. Demikian pula yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1981), komunikasi adalah proses pengoperan pesan-pesan dari sumber kepada penerima, dengan kata lain komunikasi adalah pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan akan merubah tingkah laku penerima. Sedangkan komunikasi menurut model konvergen yang dikemukakan oleh Kincaid dan Schramm (1977) adalah komunikasi merupakan suatu proses dimana partisipasi antar-peserta menciptakan dan memberikan informasi kepada yang lain untuk mencapai saling pengertian.

(45)

Pada kenyataannya elemen-elemen dalam proses komunikasi dapat disebutkan antara lain: Sumber Komunikasi, Encoder, Pesan, Saluran, Decoder, dan Penerima Komunikasi. Dalam proses komunikasi terdapat maksud komunikasi yang dapat disebutkan yaitu maksud yang bersifat kognitif yang bersifat imbauan pada pikiran, maksud bersifat atau berhubungan persuasive yang bersifat imbauan emosi, serta maksud hiburan (entertainment) yang bersifat menyenangkan. Sebagai sebuah proses, maka komunikasi adalah aktivitas dinamis yang dapat disebut tak berujung dan berpangkal. Aktivitas komunikasi yang dijalankan dan akibat sebagai dampak komunikasi tidak dapat bersifat balik atau irreversible. Elemen-elemen komunikasi saling berinteraksi dan membentuk pengertian tertentu sebagai substansi yang diterima oleh komunikator maupun komunikan (Berlo, 1960).

(46)

Komunikasi Efektif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Komunikasi dapat digolongkan sebagai yang efektif tergantung pada tujuan komunikasi yang ditentukan. Sedangkan ketepatan komunikasi sangat erat kaitannya dengan hambatan yang muncul dalam komunikasi. Meningkatkan ketepatan berarti mengeliminasi hambatan yang muncul. Sebaliknya meningkatnya hambatan komunikasi akan mengeliminasi ketepatan komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan komunikasi bila dilihat dari sumber maupun penerima pesan adalah: Keahlian komunikasi; sikap; tingkat pengetahuan; pemahaman terhadap struktur sosial (Berlo, 1960).

Komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Dengan kata lain komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss, 1996). Sebagaimana dinyatakan oleh Goyer (1970), diacu dalam Tubbs dan Moss (1996) bila S adalah pengirim atau sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respons yang diinginkan S dan respons yang diberikan R identik:

R = Makna yang ditangkap penerima S = Makna yang dimaksud pengirim = 1

Dari formulasi di atas nilai = 1 yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan, dan nilai ini jarang diperoleh.

(47)

komunikasi dapat diukur dari: tingkat pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Selanjutnya pemahaman sering diartikan sebagai tambahan informasi. Kesenangan yang dimaksud sebagai salah satu tujuan komunikasi antara lain hasil yang diharapkan dari proses komunikasi untuk meningkatkan dan mempertahankan hubungan insani serta memberikan nuansa hiburan. Pengaruh pada sikap dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi atau mempersuasi seseorang untuk merubah sikap. Selanjutnya yang dimaksud hubungan yang makin baik adalah komunikasi dilakukan untuk memperbaiki hubungan dan saling pengertian sehingga dapat menunjang kepercayaan. Sedangkan tindakan merupakan kemauan melaksanakan dengan sesungguhnya apa yang dipesankan dalam komunikasi (Tubbs dan Moss, 1996).

(48)

Keefektifan Komunikasi dalam Kelompok

Cathcart dan Samovar (1974) mengatakan bahwa beberapa ahli mendefinisikan kelompok berdasarkan karakter-karakter sebagai berikut:

(1) Persepsi dan kognisi dari anggota kelompok. Maknanya menyatakan, persepsi anggota kelompok yang didasarkan pada asumsi pemikiran (alasan) bahwa para anggota seharusnya sadar akan hubungan diantara mereka, dan konsekuensinya setiap individu mengakui eksistensi anggota yang lain. (2) Kepuasan motivasi dan kebutuhan. Didasari pada pemikiran akan adanya

kepercayaan pemenuhan beberapa kebutuhan.

(3) Tujuan kelompok. Pertemuan antara beberapa orang adalah dengan tujuan tertentu sehingga pertemuan itu menjadi bermakna.

(4) Organisasi kelompok. Pertemuan antara dua orang atau lebih dalam sebuah unit sosial kemudian mengikatkan diri dalam norma tertentu untuk mengatur hubungan itu.

(5) Interdependensi dari anggota kelompok. Konsekuensi dari kelompok tersebut kemudian akan terjalin saling kebergantungan antara anggota yang satu dengan yang lainnya.

(6) Interaksi. Hakekat dari kelompok adalah adanya interaksi, yang kemudian membedakannya dengan agregat (Shaw dalam Cathcart dan Samovar 1974).

(49)

Secara rinci definisi di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Komunikasi tatap muka sebagai konsekuensi kelompok kecil, maka komunikasi verbal dan non verbal sebagai bagian emosional untuk saling memahami.

(2) Pertemuan dengan sebuah tujuan yang dikehendaki/ditetapkan karena adanya tujuan kolektif yang terus dijaga sampai terwujud.

(3) Perasaan memiliki (bagian) dari kelompok tersebut berimplikasi pada munculnya kepemilikan identitas pada kelompok.

(4) Saling mempengaruhi/saling terkait pada tanggungjawab masing-masing anggota sehingga anggota merasa bertanggung jawab atas perencanaan yang disepakati untuk mencapai tujuan.

Dahnke dan Clatterbuck (1990) mendefinisikan bahwa kelompok kecil adalah kumpulan dari dua atau lebih individu yang berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan saling pengaruh mempengaruhi. Lebih jauh dinyatakan bahwa variabel-variabel seperti dua orang atau lebih serta saling pengaruh-mempengaruhi adalah variabel yang menentukan eksistensi sebuah kelompok kecil. Sedangkan variabel lain seperti motivasi, tujuan, struktur organisasi menjadi suatu pendukung terhadap variabel utama yang telah disampaikan sebelumnya.

(50)

artinya penerimaan terhadap anggota dan organisasi (yang merupakan formasi dan interrelasi dari aturan, status, dan norma) menjadi sebuah konsekuensi dari proses kelompok.

Dahnke dan Clatterbuck (1990) menyatakan komposisi kelompok merujuk pada cara berperilaku, kemampuan, keahlian, latar belakang, karakteristik personal (seperti usia, gender, kemampuan, dan atribut berupa kepribadian, dan karakteristik bagaimana antar yang satu berelasi dengan yang lain. Prosesnya (proses kelompok) dipengaruhi oleh dua hal: (1) Karakteristik anggota dan bagaimana mereka bereaksi terhadap yang lain. (2) Kombinasi dari anggota ini akan mempengaruhi kemampuan performansi kelompok sebagai sebuah keseluruhan unit. Lebih lanjut dijelaskan ukuran kelompok berpengaruh terhadap kedekatan, bentuk hubungan dan pengambilan keputusan. Disamping itu secara umum anggota yang lebih heterogen akan memberikan keuntungan terhadap peningkatan/sumbangan karena kemampuan, keahlian, pengetahuan yang dibawanya, dibanding kelompok yang sangat homogen.

Deutsch, diacu dalam Hare (1962) menemukan, bahwa dibandingkan kelompok yang tidak bersaing, maka kelompok yang bekerjasama, memiliki karakteristik:

(1) Motivasi individu yang lebih kuat.

(2) Pembagian divisi pekerjaan yang jelas dan terkoordinasi. (3) Lebih efektif dalam komunikasi antar anggota.

(4) Lebih bersahabat (Friendliness) dalam suasana pertemuan-pertemuan yang dilakukan.

(51)

Suatu pemikiran tentang sistem kelompok secara konsepsional diajukan oleh Stogdill (1959) direvisi dan diperluas oleh Bass, B.M (1981). Ia memiliki keyakinan bahwa prestasi kelompok dapat dicapai dengan bentuk-bentuk linier yang diajukannya secara berurutan, yaitu masukan (input), penengah media-(throughput), hasil (output). Masukan kelompok (group input) termasuk di dalamnya antara lain, karakteristik pada anggota kelompok, seperti kepribadian.

Hare (1962) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan yang kuat bahwa kelompok akan lebih produktif jika mereka terdiri dari anggota-anggota kelompok yang:

(1) mempunyai jenis kelamin yang sama. (2) kohesivitas yang tinggi.

(3) ukuran relatif kecil.

(4) mempunyai jaringan komunikasi dengan feedback yang maksimum. (5) dan mempunyai pemimpin yang ahli (mempunyai keterampilan).

Superioritas kelompok atas individu berkenaan dengan produktivitas, biasanya lebih besar pengaruhnya (hubungannya) pada masalah-masalah manual daripada kegiatan (tugas) intelektual. Kelompok akan kehilangan akurasi dan efisiensi jika: (1) Tidak ada pembagian divisi tugas yang jelas; (2) Masalah kontrol yang begitu besar; (3) Kelompok mengembangkan standar produktivitas yang lebih rendah daripada kemampuan individu sebenarnya (Hare, 1962).

(52)

Mc David dan Harari (Cathcart & Samovar, 1974) menyatakan bahwa sifat utama organisasi yang didefinisikan sebagai kelompok adalah fungsi yang seragam keterkaitan antar elemen dan mekanisme pengaturan. Mc David and Harari mendefinisikan kelompok sebagai sebuah kelompok secara psikologi sosial adalah sebuah sistem yang terorganisasi dari dua atau lebih individu yang saling terkait dalam fungsi-fungsi dengan seperangkat hubungan peran antar anggotanya dan seperangkat norma yang mengatur fungsi-fungsi kelompok dan anggotanya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa efektifitas komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang terjadi dalam kelompok dipengaruhi oleh interaksi anggota kelompok yang memiliki karakteristik yang khas, proses atau fasilitasi oleh pemimpin, serta beberapa faktor eksternal lainnya, sehingga komunikasi tersebut dapat dicapai sesuatu yang menjadi tujuan dari kelompok sekaligus memiliki dimensi terpenuhinya kebutuhan angota kelompok.

(53)

menyelesaikan masalah (konflik) secara konstruktif, karena keterbukaan dan kepercayaan antara sesamanya. Pada akhirnya dengan mengembangkan dan memelihara sebuah iklim kelompok yang “positif” akan mempengaruhi produktivitas. Di dalam iklim kelompok yang positif terdapat komitmen personal pada kelompok, kebergantungan personal pada kelompok, kekuatan kelompok yang mengatasi individu dalam kelompok. Kondisi yang terbentuk seperti ini akan memunculkan dengan dirasakannya kepuasan individual yang lebih besar serta dimungkinkan produktivitas kelompok yang lebih besar pula (Beebe dan Masterson, 1994).

Beberapa variabel yang berinteraksi membentuk iklim kelompok dapat disebutkan antara lain:

(1) Cara Berkomunikasi antar anggota kelompok dapat meliputi pola respon meliputi respon defensive ataukah supportive, respon kofirmasi ataukah diskonfirmasi, memperhatikan dengan mendengar, analisis ataukah empati. (2) Kohesivitas Kelompok, yang dapat diukur dengan kualitas komunikasi dan

intensitas komunikasi interpersonal, menyangkut tingkat keseringan antar anggota kelompok berkomunikasi secara interpersonal.

(3) Jaringan Komunikasi, akan menunjukkan saluran komunikasi jaringan yang berpengaruh pada iklim kelompok demikian juga produktivitas kelompok. Dalam konteks komunikasi dalam kelompok, terdapat beberapa hal yang berpengaruh antara lain jaringan komunikasi dan ukuran kelompok.

(54)

ada dalam kelompok) membawa implikasi pada jumlah hubungan yang terjadi dalam kelompok (Beebe dan Masterson, 1994).

Karakteristik Individu

Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis berhubungan dengan aspek fisik dan biologis personal. Sedangkan aspek sosiopsikologis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif (Rakhmat, 1989).

Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam melakukan strategi untuk menghasilkan komunikasi efektif antara lain:

(1) Variabel personal, di dalamnya termasuk pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, kemampuan pengelolaan, kesehatan, umur maupun sikap. (2) Variabel situasional, yakni ukuran lahan, kualitas tanah, suplai air, kelompok

sosial, kebijakan pemerintah, suplai tenaga kerja, kebiasaan cara berpikir dan aktivitas, dan standar untuk menyatakan baik atau benar.

(3) Variabel antara, yang termasuk disini antara lain informasi, fasilitas, tranportasi, kebijakan pemerintah, program penyuluhan, tujuan-tujuan personal dari anggota kelompok, serta tujuan kelompok itu sendiri.

(4) Variabel perilaku maupun variabel dampak, di antaranya adopsi terhadap varietas bibit baru, implementasi praktek budidaya yang baru, serta praktek-praktek bertani yang baru.

(55)

yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti: umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan.

Ichwanudin (1998) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa karakteristik individu seperti pendidikan, pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga, berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi dalam hal ini perilaku mencari informasi. Umur dan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi dalam hal menyebarkan informasi.

Lebih lanjut komposisi kelompok sesungguhnya merupakan atau merujuk pada individu-individu yang berada dalam kelompok, menyangkut karakteristik personal, kebiasaan berperilaku, serta bereaksi atau memberi respon terhadap stimulasi individu lain. Ini berarti komposisi kelompok menyangkut karakteristik dari anggota kelompok, sedangkan yang lain adalah berkenaan dengan kombinasi dari karakteristik anggota yang variatif tadi menimbulkan resultante tertentu dalam kelompok sebagai keseluruhan. Selanjutnya karakteristik personal yang penting dalam konteks interaksi dalam kelompok dapat disebutkan antara lain umur, jenis kelamin, dan kemampuan (pengetahuan atau intelektual). Beberapa karakteristik ini akan mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku dalam kelompok (Dahnke dan Clatterbuck, 1990).

Perilaku Komunikasi

(56)

Perilaku komunikasi adalah tindakan atau kegiatan dalam melakukan proses komunikasi seperti mencari, menerima, atau menyebarkan informasi. Peubah perilaku komunikasi menurut Rogers (1983) antara lain: keterdedahan terhadap saluran komunikasi, interpersonal, keterdedahan terhadap media massa dan partisipasi sosial, keterhubungan dengan sistem sosial dan mencari informasi tentang inovasi.

Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan pelakunya. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan kegiatan komunikasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya berdasarkan penalaran sendiri.

Perilaku komunikasi dapat dideskripsikan dalam porsi yang dapat dipertimbangkan yaitu sebagai permainan, perilaku alat, sebagian lagi sebagai perilaku egosentris. Beberapa aspek komunikasi yang penting menurut Kinchaid & Schramm (1977) perlu mendapat perhatian bagi seseorang dalam menggunakan komunikasi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya dan disesuaikan dengan fungsinya, yaitu aspek keluar dan aspek kedalam. Tabel 2 menunjukkan aspek-aspek komunikasi.

Tabel 2. Aspek-aspek Komunikasi

Fungsi Aspek ke luar Aspek ke dalam

Radar Sosial Mencari informasi, Memberi informasi

Menerima informasi Manipulasi,

Manajemen keputusan

Persuasi, Komando

Interpretasi

Instruksi Mencari pengetahuan, Mengajar

Belajar

Hiburan Menghibur Menikmati

(57)

Berlo (1960), membagi perilaku komunikasi dalam 4 level (jenjang) kedalaman, yaitu: (1) hanya sekedar berbicara (only talk), pembicaraan bersifat umum; (2) saling ketergantungan (interdependent), pembicaraan yang lebih intensif dan serius; (3) empati (empathy), ditunjukkan dengan kemampuan untuk menyampaikan saran-saran atas materi yang sedang dibicarakan; (4) interaktif (interactive), ditunjukkan dengan kemampuan saling berdiskusi atau berargumentasi tentang materi yang sedang dibicarakan. Dalam berkomunikasi, seseorang tidak harus memulai dari level pertama, tetapi bisa saja langsung pada level kedua, ketiga atau keempat (Kinchaid & Schramm, 1977).

Peubah perilaku komunikasi menurut Rogers (1983), antara lain: keterdedahan terhadap saluran komunikasi interpersonal, keterdedahan terhadap media massa dan partisipasi sosial, keterhubungan dengan sistem sosial, kosmopolit, kontak dengan agen pembaharu, mencari informasi tentang inovasi, pengetahuan, dan kepemimpinan kepemukaan pendapat.

(58)

Pelaksanaan Koservasi Tanah dan Air di DAS Ciliwung Hulu

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu agro-ekosistem, di mana jasad hidup dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik. Kegiatan-kegiatan manusia di dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia, dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan DAS yang cepat dan sering menimbulkan dampak yang negatif yang berupa kerusakan DAS.

Pengelolaan DAS yang baik adalah suatu sistem yang komprehensif dari suatu DAS, di mana semua sumber daya alam terutama tanah, air, vegetasi di atasnya menjadi lebih baik produktif dan terjaga kelestariannya (Eren dalam DPKT, 1996). Dengan demikian pengelolaan DAS yang baik berarti pengunaan tanah dan air secara rasional untuk mendapat manfaat yang optimum dan lestari dengan bahaya kerusakan yang sekecil-kecilnya (Tejwani dalam DPKT, 1996).

Reksowardoyo (1985), diacu dalam Pellokila (2002) menyatakan “…dalam pelaksanannya, pengelolaan DAS mencakup: pengelolaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan vegetasi, dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaan sumberdaya alam”. Sejajar dengan ini hasil rumusan lokakarya DAS terpadu (1985) yang berlangsung di Yogyakarta mendefinisikan bahwa pengelolaan DAS adalah pengelolaan sumberdaya alam terbarui, yaitu vegetasi, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat yang maksimal dan berkesinambungan.

(59)

(perbuatan hukum) sumberdaya alam (obyek hukum) di suatu DAS. Konsep ini sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (KEPDIRJEN RRL) Nomor 058/Kpts/V/1994.

DAS Ciliwung adalah salah satu DAS di Indonesia yang sangat penting keberadaannya. DAS Ciliwung membentang dari bagian hulu yang terletak di daerah Bogor, Puncak sampai bagian DAS Ciliwung Hilir yang terletak di kawasan DKI Jakarta. Daerah Hulu DAS Ciliwung memiliki kondisi biofisik diantaranya terdapat kanopi daun yang cukup lebat yang ditopang dari Hutan Pangrango, seresah dan bahan organik yang masih tebal memberikan kemampuan daya simpan air yang cukup besar. Dengan demikian air hujan tidak hanya sekedar mengalir di permukaan atau run off melainkan mampu tersimpan menjadi air tanah.

Seiring dengan perkembangan waktu, tekanan terhadap daerah ini dari waktu ke waktu semakin besar. Tekanan yang dimaksud menyangkut tekanan akibat perkembangan dan pertumbuhan penduduk. Pada perkembangannya pemanfaatan lahan di sekitar DAS Hulu Ciliwung berubah fungsi baik untuk keperluan pemukiman, pertanian, peternakan, maupun perindustrian (Badri, 2002).

(60)

bencana alam. Fenomena paling nyata dapat diamati antara lain: terjadinya banjir bila musim penghujan tiba, serta adanya kecenderungan kekeringan pada daerah aliran sungai bila musim kemarau datang (Juhara, 2002).

Kondisi yang memprihatinkan ini harus diatasi di antaranya dengan melakukan penghijauan kembali lahan kritis, pola pertanian berwawasan konservasi, serta upaya-upaya lain yang konsisten dengan wawasan konservasi. Upaya-upaya yang dilakukan ini pada dasarnya dapat mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi di bagian hilir DAS Ciliwung. Dengan pelaksanaan penghijauan pada lahan-lahan pertanian di bagian hulu, dampak positif di daerah hilir sangat diharapkan. Dampak positif tersebut dapat terjadi pada aspek biofisik, ekonomi sosial, budaya dan kelembagaan.

Masyarakat di sekitar DAS Ciliwung menjadi faktor yang sangat penting, dalam rangka menunjang upaya di atas, karena mereka berinteraksi secara langsung dengan lingkungan biofisik DAS. Mereka menggunakan lingkungan DAS Ciliwung Hulu sebagai mata pencaharian terutama dalam mengupayakan budidaya pertanian.

(61)

rumah tangga. Sejalan dengan berubahnya pemilikan lahan tersebut, fungsi lahan juga berubah fungsi menjadi tempat peristirahatan atau villa-villa mewah.

Adanya pergeseran perubahan fungsi lahan tersebut, Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar adalah salah satu kelompok tani yang memiliki kepedulian terhadap pengelolaan atau penjagaan lingkungan DAS Ciliwung Hulu. Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar telah terbentuk pada tahun 1992 di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor merupakan pengembangan dari kelompok Tani Suka Sirna yang dibentuk pada tahun 1985 dan Kelompok Tani Cempaka yang dibentuk pada tahun 1989. Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar pada saat ini telah beranggotakan 60 petani (Pemerintah Kabupaten Bogor, 2002).

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar mengalami perkembangan bidang kegiatannya. Saat ini Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar memiliki kegiatan antara lain budidaya jamur kayu, pengelolaan kebun bibit desa, penghijauan dan reboisasi, pengamatan stasiun curah hujan dan stasiun pengamat arus serta kegiatan pelatihan dan penyuluhan. Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar juga melakukan kegiatan pengamanan hutan, yang kegiatannya diantaranya adalah mengamankan kayu hasil curian, pencegahan perambahan kawasan hutan produksi dan hutan lindung, pembuatan pos jaga hutan. Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar juga melakukan pengamanan penjarahan batu kali sungai Citamiang, ikut serta dalam program kali bersih, pembuatan sabuk pengaman (green belt), pelaksanaan reboisasi , serta pembuatan sumur resapan (Badri, 2002).

(62)

yakni suatu institusi di tingkat akar rumput (grass root) yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat pelaku kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) di wilayah di mana kegiatan tersebut berlangsung. Dengan demikian keberhasilan kegiatan konservasi tanah dan air (penghijauan) akan sangat ditentukan oleh tingkat dinamika kelompok tani tersebut. Semakin dinamis suatu kelompok tani akan semakin produktif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air dan sebaliknya.

Para anggota kelompok tani sebagian telah memperoleh fasilitasi peningkatan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan SDM ditempuh melalui pelatihan yang berkenaan dengan budidaya yang berwawasan lingkungan, khususnya kesesuaiannya dengan tujuan pemeliharaan DAS.

(63)

tanaman, pola tanam ganda, penanaman dalam strip, tanaman lorong, maupun mulsa (DPKT, 1996).

Kegiatan konservasi tanah dan air di kawasan DAS Ciliwung Hulu tidak hanya dilakukan oleh Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar [Tugu Utara] saja, namun juga dilakukan oleh kelompok tani yang ada di desa sekitarnya seperti; Kelompok Tani Bunga Wortel [Desa Citeko]; Kelompok Tani Kali Cimandala [Desa Batulayang]; dan Kelompok Tani Ganda Manah [Tugu Selatan].

Beberapa Kasus Mengenai

Kegiatan Konservasi Tanah dan Air dan Kelompok Tani

Hernawati (1992) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara beberapa tehnik konservasi dengan tingkat erosi. Dalam hal ini lebih lanjut diungkapkan bahwa tehnik konservasi dengan pola pergiliran tanaman dapat mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Demikian juga sistem pertanaman dalam strip, dalam hal ini strip kacang tanah dan rumput dapat menurunkan aliran permukaan tanah dan erosi serta lebih jauh mampu menekan kehilangan hara. Hal ini berarti tehnik konservasi tertentu berkenaan dengan pola tanam, efektif dalam mengurangi kerusakan atau pengikisan tanah.

(64)

Gambar

Gambar 1.  Jenjang Tingkah Laku Pemimpin
Gambar 2.  Gaya Kepemimpinan Dasar (Basic Leadership Behavior Style)
Gambar 3.  Empat Gaya Dasar Kepemimpinan
Tabel 3.  Model Komunikasi Linier, Relational dan Convergence
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian sosial melalui tindakan preventif telah dilakukan oleh guru, sebelum memulai proses pembelajaran guru menasehati, mengingatkan, membimbing siswa agar

Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan Al–Qur’an adalah dengan menghafalnya. 5 Dalam menghafalkan Al-Qur’an ini tentu tidak mudah dengan sekali membaca

Hasil penelitian di lokasi sebaran banteng Resort Malangsari Taman Na- sional Meru Betiri (TNMB) diketahui bahwa struktur vegetasi habitat banteng dan komposisi

Jembatan Nama Jembatan Coordinat di : Lokasi Jembatan Tanggal Pemeriksaan Lebar Trotoar (m) Tinggi Ruang Bebas Nomor Kepala Jembatan atau Pilar Sudut Miring (0) 3.. Jenis

Si selaku dekan Fakultas Psikologi dan selaku pembimbing I Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing dengan penanam modal

Entalpi (H) untuk air pada tekanan 1 bar dan temperatur 127 C tidak tercantumkan di dalam tabel, maka dicari nilainya dengan cara interpolasi. Sistem terbuka  jika system

Senyawa polutan yang terserap ke dalam sel, selanjutnya digunakan untuk pembentukan biomasa, hal tersebut ditunjukkan oleh meningkatnya biomassa sel selama waktu aklimasi (Gambar